paritas, berat bayi lahir, dan retensio plasenta dengan kejadian

advertisement
PARITAS, BERAT BAYI LAHIR, DAN RETENSIO PLASENTA DENGAN
KEJADIAN PERDARAHAN POST PARTUM PRIMER
Ely Tjahjani*
*Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no.110 Surabaya
Email : [email protected]
Pendahuluan: Perdarahan post partum merupakan kehilangan darah ≥ 500 ml setelah kelahiran bayi
dan palsenta. Di Puskesmas Jagir Surabaya tahun 2010-2012 kejadian perdarahan post partum primer
terjadi peningkatan rata-rata sebesar 0,38 %. Dampak dari perdarahan post partum primer adalah
anemi, sindrom Sheehan, syok haemoraghie hingga kematian. Tujuan penelitian untuk mengetahui
hubungan antara paritas, berat bayi lahir dan retensio plasenta dengan kejadian perdarahan post
partum primer di Puskesmas Jagir Surabaya Tahun 2013. Metode: Metode penelitian yaitu analitik
observasional jenis cross sectional dengan data sekunder. Populasi penelitian sebesar 568 ibu
bersalin dan besar sampelnya 197 orang yang dipilih secar sistematik random sampling. Hasil
penelitian dibuat tabel frekuensi, tabulasi silang dan dianalisis menggunakan uji Chi Square dengan α
= 0,05. Hasil: Hasil penelitian didapatkan paritas ibu bersalin mayoritas primipara sebesar 64,47 %,
berat bayi lahir mayoritas non makrosomia sebesar 91,88 % dan ibu bersalin mayoritas tidak terjadi
retensio plasenta sebesar 92,39 %. Kejadian perdarahan post partum primer mayoritas terjadi pada
multipara dan grandemultipara sebesar 24,29 %, pada berat bayi lahir mayoritas makrosomia sebesar
62,50 % dan pada ibu bersalin mayoritas dengan retensio plasenta sebesar 60 %. Diskusi: Penelitian
menunjukkan ada hubungan antar paritas, berat bayi lahir dan retensio plasenta dengan kejadian
perdarahan post partum primer. Peran petugas kesehatan dalam mengatasi masalah ini yaitu dengan
pemeriksaan ANC sesuai standar, pertolongan persalinan sesuai standar asuhan persalinan normal,
dan penerapan komunikasi efektif dalam pemberian KIE.
Kata kunci : Paritas, Berat Bayi Lahir, Retensio Plasenta, Perdarahan Post Partum
PENDAHULUAN
Kematian maternal merupakan salah satu
masalah kesehatan yang terus menjadi perhatian
masyarakat dunia. Menurut WHO (World Health
Organisation) pada tahun 2010, sebanyak
536.000
perempuan meninggal akibat
persalinan. Sebanyak 99% kematian ibu akibat
masalah persalinan atau kelahiran terjadi di
negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu
di negara-negara berkembang merupakan rasio
yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100
ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan
dengan rasio kematian ibu di 9 negara maju dan
51 negara persemakmuran. Masih tingginya AKI
(Angka Kematian Ibu) di negara berkembang
mencerminkan lambatnya proses penurunan AKI
tersebut. Lambatnya proses penurunan AKI
karena masih tingginya tingkat kemiskinan
sehingga berpengaruh pada bidang kesehatan.
Oleh karena itu, negara - negara berkembang
dengan angka kematian yang masih tinggi belum
menunjukkan kemajuan yang berarti dalam 15
tahun terakhir (Kaban, 2013).
Penyebab tingginya AKI adalah faktor
langsung yaitu perdarahan (45%), terutama
perdarahan post partum. Selain itu adalah
keracunan kehamilan (24%), infeksi (11%), dan
partus lama/macet (7%). Komplikasi obstetrik
umumnya terjadi pada waktu persalinan, yang
waktunya pendek yaitu sekitar 8 jam. Menurut
WHO (2000), 81% AKI akibat komplikasi
selama hamil dan bersalin, dan 25% selama masa
post partum (Depkes RI, 2011).
Berdasarkan data Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
Indonesia telah berhasil menurunkan Angka
Kematian Ibu dari 390/100.000 kelahiran hidup
(1992) menjadi 334/100.000 kelahiran hidup
(1997). Selanjutnya turun menjadi 228/100.000
kelahiran hidup. Meskipun telah terjadi
penurunan dalam beberapa tahun tarakhir akan
tetapi penurunan tersebut masih sangat lambat
(Wilopo, 2010). Selain itu, angka tersebut masih
jauh dari target RPJMN (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional) tahun 2014 sebesar
118 per 100.000 kelahiran hidup dan target
MDG’s sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup
tahun 2015 (Depkes RI, 2011).
Menurut Depkes (Depertemen Kesehatan)
pada tahun 2010, penyebab langsung kematian
maternal di Indonesia terkait kehamilan dan
persalinan terutama yaitu perdarahan 28%.
2
Perdarahan yang sering terjadi sampai
menimbulkan kematian adalah perdarahan dalam
24 jam pertama. Sebab lain, yaitu eklampsi 24%,
infeksi 11%, partus lama 5%, dan abortus 5%
(Depkes RI, 2011).
Menurut
Dinas Kesehatan Jawa Timur,
berdasarkan hasil Laporan Kematian Ibu (LKI),
AKI di Provinsi Jawa Timur dari tahun ke tahun
terus menurun. Tahun 2010 108/100.000
Kelahiran hidup dan tahun 2011 104,4/100.000
kelahiran hidup. Sedang untuk tahun 2012, angka
kematian Ibu melahirkan turun menjadi
97,4/100.000 kelahiran hidup (Soekarno, 2013).
Bila dibandingkan dengan target angka kematian
ibu di Jawa Timur sebesar 125 per 100.000
kelahiran hidup, maka kondisi tersebut
menunjukkan keberhasilan Provinsi Jawa Timur
dalam menekan kematian ibu. Namun yang harus
diwaspadai adalah bahwa kondisi tersebut belum
menggambarkan kondisi sebenarnya dilapangan
karena kematian ibu sebagian besar yang
dilaporkan adalah dari yankesdas sedangkan dari
RS relatif masih kecil. Disisi lain pelaporan
kematian ibu maternal diharapkan dapat dilacak
dan dicacat secara cepat baik itu dari yankesdas
maupun dari RS, sehingga upaya penurunan
kematian ibu dapat dilakukan sesuai dengan
permasalahan yang ada dilapangan (Dinkes,
2010).
Berdasarkan catatan medik yang diperoleh
dari Puskesmas Jagir Surabaya mengenai
kejadian perdarahan post partum primer dari
jumlah keseluruhan persalinan normal dalam 3
tahun terakhir dari tahun 2010-2012 adalah
sebagai berikut :
Tabel 1 Frekuensi dan Presentase Persalinan
dengan Kejadian Perdarahan Post
Partum Primer di Puskesmas Jagir
Surabaya Tahun 2010-2012
Tahun
Jumlah
Persalinan
Normal
2010
2011
2012
460
421
668
Jumlah
Perdarahan
Post Partum
Primer
31
31
50
%
6,73
7,36
7,48
Sumber : Buku Register Persalinan Puskesmas Jagir
Surabaya Tahun 2010-2012
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat disimpulkan
bahwa angka kejadian perdarahan post partum
primer di Puskesmas Jagir Surabaya dari tahun
2010-2012 cenderung mengalami peningkatan.
Rata-rata peningkatan selama 3 tahun adalah
sebesar 0,38 %. Adapun penyebab dari kejadian
perdarahan post partum primer tersebut adalah
atonia uteri, retensio plasenta, induksi persalinan,
partus lama, umur ibu yang terlalu tua ataupun
terlalu muda, paritas ibu yang banyak,
overdistensi uterus, dan anemia.
Menurut Depkes pada tahun 2010, penyebab
langsung kematian maternal di Indonesia terkait
kehamilan dan persalinan terutama oleh
perdarahan 28%. Oleh karena itu, alangkah
baiknya jika pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) dapat ditingkatkan sehingga
dapat
menekan angka kejadian perdarahan post partum.
Selain pada tabel diatas, ditemukan angka
kejadian perdarahan post partum primer
berdasarkan paritas ibu di Puskesmas Jagir
Surabaya tahun 2010-2012 seperti pada Tabel 1.2
sebagai berikut
Tabel 2 Frekuensi Paritas Ibu dengan
Kejadian
Perdarahan
Post
Partum Primer di Puskesmas
Jagir Surabaya Tahun 2010-2012
Tahun
Σ
Kasus
Paritas Ibu
Primipara
Multipara
Grande
Multipara
P1
%
P2%
P>
%
P5
5
2010
31
6 19,35 22 70,96
3
9,67
2011
31
5 16,12 24 77,41
2
6,45
2012
50
12 12,24 38
76
0
0
Sumber : Buku Register Persalinan Puskesmas Jagir
Surabaya Tahun 2010-2012
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat disimpulkan
bahwa angka kejadian perdarahan post partum
primer di Puskesmas Jagir Surabaya mayoritas
terjadi pada multipara yaitu pada tahun 2010
sebesar 70,96 %, tahun 2011 sebesar 77,41 %
dan tahun 2012 sebesar 76 %.
Paritas adalah seorang wanita yang sudah
pernah melahirkan bayi yang dapat hidup atau
viable (Saifuddin,2011). Uterus yang telah
melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak
efisien dalam semua kala persalinan. Hal ini
karena uterus telah mengalami perubahan dalam
keelastisannya. Semakin banyak melahirkan anak
maka uterus akan semakin elastis dan ukuran
bertambah besar ukurannya sehingga kontraksi
uterus akan semakin lemah dan terjadilah
perdarahan ( Harrry Oxorn dan William R. Forte,
2010)
Selain pada Tabel 1.2 ditemukan pula faktor
kelahiran bayi besar yang mempengaruhi
kejadian perdarahan post partum primer di
Puskesmas Jagir Surabaya tahun 2010-2012 pada
Tabel 1.3 sebagai berikut :
3
Tabel 3 Frekuensi Kelahiran Bayi Besar
dengan Kejadian Perdarahan Post
Partum Primer di Puskesmas Jagir
Surabaya Tahun 2010-2012
Tahun
Σ
Kasus
Kelahiran Bayi
BBL
%
BBL > 4000
%
2500gr
4000 gr
2010
31
22
70,96
9
29,03
2011
31
13
41,94
18
58,06
2012
50
23
46
27
54
Sumber : Buku Register Persalinan Puskesmas Jagir
Surabaya Tahun 2010-2012
Berdasarkan Tabel 1.3 dapat disimpulkan
bahwa angka kejadian perdarahan post partum
primer di Puskesmas Jagir Surabaya pada tahun
2010 mayoritas terjadi pada bayi dengan berat
badan lahir 2500-4000 gr yaitu sebesar 70,96 %,
sedangkan 2 tahun berikutnya mayoritas terjadi
pada bayi dengan berat badan lahir > 4000 gr,
pada tahun 2011 sebesar 58,06 % % dan tahun
2012 sebesar 54%.
Bayi besar (makrosomia) adalah bayi baru
lahir yang berat badan lahir pada saat persalinan
lebih dari 4000 gram. Bayi besar ini dapat
menyebabkan perdarahan post partum karena
uterus meregang berlebihan dan mengakibatkan
lemahnya kontraksi sehingga dapat terjadi
perdarahan post partum.
Ditemukan
faktor
retensio
plasenta
mempengaruhi kejadian perdarahan post partum
primer di Puskesmas Jagir Surabaya tahun 20102012 seperti pada tabel berikut :
Tabel 4 Frekuensi Retensio Plasenta dengan
Kejadian Perdarahan Post Partum
Primer
di
Puskesmas
Jagir
Surabaya Tahun 2010-2012
Tahun
Σ
Kasus
Retensio
Plasenta
%
Tidak
%
Retensio
Plasenta
2010
31
6
19,35
24
77,41
2011
31
16
51,61
15
48,38
2012
50
26
52
24
48
Sumber : Buku Register Persalinan Puskesmas Jagir
Surabaya Tahun 2010-2012
Berdasarkan Tabel 1.4 dapat disimpulkan
bahwa angka kejadian perdarahan post partum
primer di Puskesmas Jagir Surabaya pada tahun
2010 mayoritas terjadi pada ibu dengan tidak
retensio plasenta yaitu sebesar 77,41 %,
sedangkan 2 tahun berikutnya mayoritas terjadi
pada retensio plasenta yaitu pada tahun 2011
sebesar 51,61 % dan tahun 2012 sebesar 52 %.
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak
terpisah dengan sempurna dan menimbulkan
hemorrhage yang tidak tampak, dan juga didasari
pada lamanya waktu yang terlalu antara
kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang
diharapkan yaitu 30 menit (Varney’s, 2007).
Retensio plasenta dalam rahim akan menghambat
kontraksi dan retraksi uterus sehingga apabila
plasenta sudah dilahirkan dengan cara plasenta
manual maka akan mengalami kelelahan
sehingga menimbulkan atonia uteri atau terjadi
perdarahan pada daerah tersebut. Sedangkan
apabila pada retensio plasenta dengan adanya
sebagian daerah yang sudah terlepas maka akan
menyebabkan perdarahan karena adanya sinussinus darah yang terbuka pada saat uterus
berkontraksi (Harrry Oxorn, 2010).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
perdarahan post partum terdiri dari faktor
predisposisi, faktor langsung dan faktor
pendukung. Faktor predisposisi antara lain umur,
paritas, status gizi, kelainan darah, kelahiran bayi
besar, kelahiran yang dibantu dengan alat
(forcep, vacum), distensi uterus yang berlebihan
karena hidramnion dan gemeli, induksi
persalinan dan punya riwayat perdarahan post
partum (Bobak, 2004). Faktor langsung antara
lain atonia uteri, trauma / laserasi, retensio
plasenta, dan inversio uteri (Oxorn, 2010). Faktor
pendukung antara lain sarana dan prasarana,
transportasi, dan tenaga kesehatan (Farid, 2013).
Dampak yang ditimbulkan oleh perdarahan
post partum adalah syok hemoraghie, anemia dan
sindrom Sheehan. Akibat terjadinya perdarahan,
ibu akan mengalami syok dan menurunnya
kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar.
Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah
ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan
hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak
ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan
menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus
renal dan selanjutnya merusak bagian korteks
renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Anemia
terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan
menyebabkan perubahan hemostasis dalam
darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia
dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak
ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan
juga akan berdampak juga pada asupan ASI (Air
Susu Ibu) bayi. Sedangkan sindrom Sheehan
akan berakibat jangka panjang dari perdarahan
postpartum sampai syok. Sindrom ini disebabkan
karena hipovolemia yang dapat menyebabkan
nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar
hipofisi dapat mempengaruhi sistem endokrin
(Rasyid, 2013).
4
Dalam menanggulangi masalah diatas maka
upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
perdarahan post partum primer dan segala
dampak yang mungkin terjadi tidak hanya
dilakukan pada saat bersalin tetapi sejak ibu
hamil dengan melakukan pemeriksaan ante natal
care secara teratur di tempat pelayanan kesehatan
sehingga dapat mendeteksi secara dini segala
kompliklasi yang mungkin terjadi. Ibu yang
mempunyai riwayat perdarahan post partum atau
terdapat faktor-faktor penyebab perdarahan post
partum sangat dianjurkan bersalin di rumah sakit
yang mempunyai sarana dan prasarana yang
lebih lengkap atau memiliki bank darah sehingga
kejadian perdarahan yang mungkin terjadi
setelah persalinan yang menyebabkan kematian
dapat diturunkan. Selain pemeriksaan antenatal
care secara teratur, penerapan asuhan persalinan
normal sangat penting dalam mencegah
komplikasi persalinan termasuk perdarahan post
partum primer yaitu dengan pelaksanan
managemen aktif kala III dengan baik dan benar.
Berdasarkan masih tingginya angka
kejadian perdarahan post partum primer di
Puskesmas Jagir Surabaya yang cenderung
meningkat dari tahun 2010-2012 yaitu pada
tahun 2010 sebesar 6,73%, tahun 2011 sebesar
7,36% dan tahun 2012 sebesar 7,48% serta
beberapa
faktor
predisposisi
terjadinya
perdarahan post partum primer adalah paritas,
bayi besar, dan retensio plasenta maka perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
hubungan antara paritas, kelahiran bayi besar dan
retensio plasenta ibu bersalin dengan kejadian
perdarahan post partum primer.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini akan digambarkan
hubungan hubungan antara paritas, berat bayi
lahir dan retensio plasenta dengan kejadian
perdarahan post partum primer di Puskesmas
Jagir
Surabaya
Tahun
2013.
Tempat
dilaksanakan penelitian adalah di Puskesmas
Jagir Surabaya. Dengan populasi seluruh ibu
bersalin di Puskesmas Jagir Surabaya periode
Januari – September Tahun 2013 sebanyak 568
orang. Pengambilan sampel probability sampling
dengan teknik sistematik random sampling
sebanyak 197 orang. Dalam penelitian ini yang
bertindak sebagai variabel dependent adalah
kejadian perdarahan post partum primer,
sedangkan variabel independent adalah paritas,
berat bayi lahir dan retensio plasenta. Instrument
penelitian adalah buku register persalinan
Puskesmas Jagir Surabaya Bulan Januari –
September tahun 2013.
HASIL PENELITIAN
Paritas Ibu
Tabel. 1Frekuensi Paritas Ibu Bersalin di
Puskesmas Jagir Surabaya periode
Januari – September Tahun 2013
Paritas
Frekuensi
Persentase (%)
Primipara
Multipara
Grandemultipara
Jumlah
127
56
14
197
64,47
28,43
7,10
100
Sumber : Buku Register Persalinan Puskesmas Jagir
Surabaya periode Januari – September Tahun 2013
Berdasarkan Tabel. 1 dapat disimpulkan bahwa
mayoritas paritas ibu bersalin di Puskesmas Jagir
Surabaya periode Januari – September tahun
2013 adalah primipara sebesar 64,47 %.
Berat Bayi Lahir
Tabel. .2 Frekuensi Berat Bayi Lahir di
Puskesmas
Jagir
Surabaya
periode Januari – September
Tahun 2013
Berat Bayi
Lahir
Makrosomia
Non
Makrosomia
Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
16
181
8,12
91,88
197
100
Sumber : Buku Register Persalinan Puskesmas Jagir
Surabaya periode Januari – September Tahun 2013
Berdasarkan Tabel. .2 dapat disimpulkan
bahwa mayoritas berat bayi lahir di Puskesmas
Jagir Surabaya periode Januari – September
tahun 2013 adalah non makrosomia sebesar
91,88 %.
Retensio Plasenta
Tabel.3 Frekuensi Kejadian Retensio
Plasenta di Puskesmas Jagir
Surabaya periode Januari –
September Tahun 2013
Kejadian Retensio
Plasenta
Terjadi retensio
plasenta
Tidak terjadi
retensio plasenta
Jumlah
Frekuensi
15
Persentase
(%)
7,61
182
92,39
197
100
Sumber : Buku Register Persalinan Puskesmas Jagir
Surabaya periode Januari – September Tahun 2013
Berdasarkan Tabel. 3 dapat disimpulkan
bahwa mayoritas ibu bersalin di Puskesmas Jagir
Surabaya periode Januari – September tahun
5
2013 tidak mengalami retensio plasenta sebesar
92,39%.
1. Primipara
Kejadian Perdarahan Post Partum Primer
Tabel. 4 Frekuensi Kejadian Perdarahan
Post Partum Primer di Puskesmas
Jagir Surabaya periode Januari –
September Tahun 2013
Dalam hal ini peneliti menggabungkan paritas
multipara dan grandemultipara menjadi satu
kelompok karena ciri grandemultipara (paritas ≥
5) juga masuk dalam kelompok multipara
(paritas ≥ 2)
Perdarahan Post Partum
Primer
Terjadi Perdarahan Post
Partum Primer
Tidak Terjadi Perdarahan
Post Partum Primer
Jumlah
Frekuensi
29
Persentase
(%)
14,72
168
85,28
197
100
Sumber : Buku Register Persalinan Puskesmas Jagir
Surabaya periode Januari – September Tahun 2013
Berdasarkan Tabel. 4 dapat disimpulkan
bahwa mayoritas ibu bersalin di Puskesmas Jagir
Surabaya periode Januari – September tahun
2013 tidak mengalami perdarahan post partum
primer sebesar 85,28 %..
Paritas Ibu dengan Kejadian Perdarahan Post
Partum Primer di Puskesmas Jagir Surabaya
periode Januari – September Tahun 2013
Tabel 5 Tabulasi Silang antara Paritas Ibu
dengan Kejadian Perdarahan Post
Partum Primer di Puskesmas Jagir
Surabaya
periode
Januari
–
September Tahun 2013
Persalinan
Terjadi
Tidak
Paritas
Jumlah
Perdarahan
Terjadi
Post
Perdarahan
Partum
Post Partum
Primer
Primer
∑
%
∑
%
∑
%
Primipara
12
9,45
11
90,55
12
10
5
7
0
Multipara
9
16,0
47
83,93
56
10
7
0
Grandemultipar
8
57,1
6
42,86
14
10
a
4
0
Jumlah
29
82,6
16
217,3
19
10
6
8
4
7
0
Sumber : Buku Register Persalinan Puskesmas Jagir
Surabaya periode Januari – September Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 5. diatas maka tidak dapat
dilakukan uji chi-square karena tidak memenuhi
syarat dimana data yang ada tersebut dalam skala
pengukuran nominal. Oleh karena itu, untuk
memenuhi syarat uji chi-square dimana data
yang diperlukan dalam skala pengukuran
nominal maka paritas ibu direduksi menjadi 2
kelompok yaitu :
2. Multipara dan Grandemultipara
Tabel. 6 Tabulasi Silang antara Paritas Ibu
dengan Kejadian Perdarahan Post
Partum Primer di Puskesmas Jagir
Surabaya periode Januari –
September Tahun 2013
Paritas
Primipara
Multipara
dan
Grandemulti
para
Jumlah
Persalinan
Terjadi
Tidak Terjadi
Perdarahan
Perdarahan Post
Post Partum
Partum Primer
Primer
Jumlah
∑
%
∑
%
∑
%
12
17
9,45
24,29
115
53
90,55
75,71
127
70
100
100
29
33,74
168
166,2 197 100
6
Sumber : Buku Register Persalinan Puskesmas Jagir
Surabaya periode Januari – September Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 6. dapat disimpulkan
bahwa ibu dengan paritas primipara mayoritas
tidak terjadi perdarahan post partum primer
sebesar 90,55 %, dibandingkan dengan paritas
multipara dan grandemultipara yang terjadi
perdarahan sebesar 24,29 %.
Tabel.7 Berat Bayi Lahir dengan Kejadian
Perdarahan Post Partum Primer di
Puskesmas Jagir Surabaya periode
Januari – September Tahun 2013
Berat Bayi
Lahir
Makrosomia
NonMakroso
mia
Jumlah
Persalinan
Terjadi
Tidak
Perdarahan
Terjadi
Post
Perdarahan
Partum
Post Partum
Primer
Primer
∑
%
∑
%
10
62,50
6
37,50
19
10,50
162
89,50
29
73
Jumlah
∑
16
181
%
100
100
168
12
197
100
7
Sumber : Buku Register Persalinan Puskesmas Jagir
Surabaya periode Januari – September Tahun 2013
Berdasarkan
Tabel
7. diatas
dapat
disimpulkan bahwa ibu dengan bayi non
6
makrosomia mayoritas tidak terjadi perdarahan
post partum primer sebesar 89,50 %,
dibandingkan ibu dengan bayi makrosomia yang
terjadi perdarahan post partum primer sebesar
62,50 %.
Tabel.8 Berat Bayi Lahir dengan Kejadian
Perdarahan Post Partum Primer di
Puskesmas Jagir Surabaya periode
Januari – September Tahun 2013
Retensio
Plasenta
Retensio
Plasenta
Tidak
Retensio
Plasenta
Jumlah
Persalinan
Terjadi
Tidak Terjadi
Perdarahan
Perdarahan
Post
Post Partum
Partum
Primer
Primer
∑
%
∑
%
9
60
6
40
∑
15
%
100
20
10,99
162
89,01
182
100
29
70,99
168
129,01
197
100
Jumlah
Sumber : Buku Register Persalinan Puskesmas Jagir
Surabaya periode Januari – September Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 8. dapat disimpulkan
bahwa ibu bersalin dengan tidak retensio
plasenta mayoritas tidak terjadi perdarahan post
partum primer sebesar 89,01 %, dibandingkan
ibu bersalin dengan retensio plasenta yang terjadi
perdarahan post partum primer sebesar 60 %
Tabel 9 Uji Chi-Square Hubungan antara
Paritas Ibu dengan Kejadian
Perdarahan Post Partum Primer di
Puskesmas Jagir Surabaya periode
Januari – September Tahun 2013
Persalinan
Paritas
Terjadi
Perdarahan Post
Partum Primer
Primipara
18,70
108,30
115
10,30
59,70
12
Multipara
dan
Grandemulti
para
Jumlah
Tidak
Terjadi
Perdara
han Post
Partum
Primer
Juml
ah
127
Tabel 10 Uji Chi-Square Hubungan antara
Berat Bayi Lahir dengan Kejadian
Perdarahan Post Partum Primer di
Puskesmas Jagir Surabaya periode
Januari – September Tahun 2013
Berat Bayi
Lahir
Makrosomia
Non
Makrosomia
Jumlah
Persalinan
Tidak
Terjadi
Terjadi
Perdarahan
Perdarahan
Post Partum
Post Partum
Primer
Primer
2,36
13,64
10
6
26,64
154,36
19
162
29
168
Jumlah
16
181
197
Berdasarkan Tabel 10. hasil penghitungan
dan analisa data menunjukkan bahwa χ2Hitung
(31,58) > χ2Tabel (3,84) maka Ho ditolak yang
berarti ada hubungan antara berat bayi lahir
dengan kejadian perdarahan post partum primer.
Tabel 11 Uji Chi-Square Hubungan antara
Retensio Plasenta dengan Kejadian
Perdarahan Post Partum Primer di
Puskesmas Jagir Surabaya periode
Januari – September Tahun 2013
Retensio
Plasenta
Retensio
Plasenta
Tidak
Retensio
Plasenta
Jumlah
Persalinan
Tidak
Terjadi
Terjadi
Perdarahan
Perdarahan
Post Partum
Post Partum
Primer
Primer
2,21
12,79
9
6
26,79
155,21
20
162
29
168
Jumlah
15
182
197
Berdasarkan Tabel 11. penghitungan dan
analisa data menunjukkan bahwa χ2Hitung (26,48)
> χ2Tabel (3,84) maka Ho ditolak yang berarti ada
hubungan antara retensio plasenta dengan
kejadian perdarahan post partum primer.
70
17
53
29
168
197
Berdasarkan Tabel 9. menunjukkan bahwa
χ2Hitung (7,92) > χ2Tabel (3,84) maka Ho ditolak
yang berarti ada hubungan antara paritas ibu
bersalin dengan kejadian perdarahan post partum
primer.
PEMBAHASAN
Perdarahan post partum adalah kehilangan
500 ml darah atau lebih setelah kelahiran
pervaginam (Bobak,2005). Perdarahan post
partum dibagi menjadi dua yaitu perdarahan post
partum primer dan perdarahan post partum
sekunder. Perdarahan post partum primer / dini
(early post partum hemorrhage) yaitu perdarahan
yang terjadi dalam 24 jam pertama. Perdarahan
post partum sekunder / lambat (late post partum
hemorrhage) yaitu perdarahan yang terjadi
7
setelah 24 jam pertama (Saifuddin, 2011).
Dampak
yang
ditimbulkan
oleh
perdarahan post partum adalah syok hemoraghie,
anemia dan sindrom Sheehan. Akibat terjadinya
perdarahan, ibu akan mengalami syok dan
menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah
yang keluar Hal ini menyebabkan gangguan
sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat
menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini
tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka
akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis
tubulus renal dan selanjutnya merusak bagian
korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal.
Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan
ibu tidak terselamatkan. Anemia terjadi akibat
banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan
perubahan hemostasis dalam darah, juga
termasuk hematokrit darah. Anemia dapat
berlanjut menjadi masalah apabila tidak
ditangani, yaitu pusing, tidak bergairah dan juga
akan berdampak pada asupan ASI (Air Susu Ibu)
untuk bayi. Sedangkan sindrom Sheehan akan
berakibat jangka panjang dari perdarahan
postpartum sampai syok. Sindrom ini disebabkan
karena hipovolemia yang dapat menyebabkan
nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar
hipofisi dapat mempengaruhi sistem endokrin
(Rasyid, 2012)
Berdasarkan tabel 4 menunjukan bahwa
mayoritas ibu bersalin tidak mengalami
perdarahan post partum primer. Kondisi ini
menujukkan bahwa ibu bersalin yang tidak
mengalami perdarahan post partum primer lebih
banyak dibandingkan dengan ibu yang
mengalami perdarahan post partum primer.
Meskipun demikian kondisi ini merupakan suatu
masalah yang perlu diperhatikan karena angka
kejadian perdarahan post partum yang sebesar
14,72 % melebihi batas angka toleransi yang
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Jawa Timur
yaitu sebesar 8-10%. Angka kejadian perdarahan
post partum primer yang sebesar 14,72 % ini
merupakan angka kejadian dari jumlah sampel
yang terpilih yaitu sebesar 197 orang sedangkan
populasi keseluruhan ibu bersalin pada tahun
2012 adalah sebesar 568 orang. Dari data ini
dapat disimpulkan bahwa angka kejadian
perdarahan post partum primer yang sebesar
14,72% ini hanya merupakan sebagian kecil dari
jumlah kejadian yang sebenarnya dari populasi
568 ibu bersalin. Oleh karena itu, masalah
kejadian perdarahan post partum primer sangat
perlu diperhatikn karena akan berdampak pada
mortalitas ibu sehingga menyebabkan kematian.
Semakin tinggi angka kejadian perdarahan post
partum maka semakin tinggi pula angka
morbiditas ibu sehingga berpotensi kepada
mortalitas ibu yang juga akan terus meningkat.
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa ibu
dengan paritas primipara mayoritas tidak terjadi
perdarahan post partum primer. Hasil ini
didukung dengan uji Chi-Square yang
menyatakan ada hubungan antara paritas ibu
dengan kejadian perdarahan post partum primer.
Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi
paritas maka semakin tinggi pula kejadian
perdarahan post partum primer.
Menurut teori yang dikemukakan oleh
Harry Oxorn (2010) bahwa pada multiparitas
kejadian perdarahan post partum primer semakin
besar karena uterus yang telah melahirkan
banyak anak cenderung bekerja tidak efisien
dalam semua kala persalinan. Hal ini karena
uterus telah mengalami perubahan dalam
keelastisannya. Semakin elastis dan bertambah
besar ukurannya maka kontraksi uterus akan
semakin lemah sehingga kontraksi uterus akan
semakin lemah dan terjadilah perdarahan.
Kondisi inilah yang disebut sebagai atonia uteri
dimana myometrium dan tonus ototnya sudah
tidak baik lagi sehingga menimbulkan kegagalan
kompresi pembuluh darah pada tempat
implantasi plasenta sehingga perdarahan akan
terus berlangsung.
Atonia uteri sering terjadi karena
penanganan kala III persalinan yang tidak tepat.
Usaha untuk mengeluarkan plasenta sebelun
pemisahan total dapat mengakibatkan adanya
bagian plasenta yang tertinggal dan membran
yang menghambat kontraktilitas myometrium
sehingga mempengaruhi pembuluh darah pada
lokasi tersebut. Myometrium merupakan
selubung otot yang sangat luas. Myometrium
memiliki serabut otot oblig yang saling tumpang
tindih dengan yang lainnya karena dikelilingi
dengan pembuluh darah. Selama persalinan kala
III serat ini berkontraksi dengan kuat dan
menekan pembuluh darah untuk mengontrol
pembuluh darah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Herianto (2003)
bahwa paritas lebih dari 3 bermakna sebagai
faktor risiko yang mempengaruhi perdarahan
postpartum primer. Demikian juga hasil
penelitian Miswarti (2007) yang menyatakan
bahwa ibu yang mengalami perdarahan post
partum primer dengan paritas 1 sebesar 12%,
paritas 2-3 sebesar 40% dan paritas lebih dari 3
8
sebesar 48%, serta terdapat hubungan yang
signifikan antara paritas dengan perdarahan
postpartum primer. Hasil penelitian ini juga
didukung dengan penelitian Milaraswati (2008)
yang menyatakan bahwa ibu yang mengalami
perdarahan post partum primer dengan paritas >
4 yaitu 69% dan didapatkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara paritas dengan perdarahan
postpartum primer (Diah, 2013).
Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa ibu
dengan bayi non makrosomia mayoritas tidak
terjadi perdarahan post partum primer. Hasil ini
didukung dengan uji Chi-Square yang
menunjukkan ada hubungan antara berat bayi
lahir dengan kejadian perdarahan post partum
primer. Hal ini menunjukan bahwa semakin
tinggi berat bayi lahir maka semakin tinggi pula
terjadinya perdarahan post partum primer.
Berat bayi lahir yang lebih dari normal atau
yang dalam penelitian ini disebut makrosomia
dapat menyebabkan perdarahan post partum
karena uterus meregang berlebihan dan
mengakibatkan lemahnya kontraksi sehingga
dapat terjadi perdarahan post partum. Kondisi ini
karena uterus mengalami overdistensi sehingga
mengalami hipotoni atau atonia uteri setelah
persalinan.
Adapun
beberapa
keadaan
overdistensi
uterus
yang
juga
dapat
menyebabkan atonia uteri yaitu kehamilan ganda
dan hidramnion (Cuningham, 2010). Atonia uteri
disebabkan oleh gangguan fungsi myometrium
dan tonus otot yang sudah tidak berfungsi dengan
baik sehingga menimbulkan kegagalan kompresi
pembuluh darah pada tempat implantasi plasenta
akibatnya terjadi perdarahan post partum (Oxorn,
2010).
Adapun akibat lain dari makrosomia jika
dibandingkan dengan panggul ibunya yaitu dapat
menyebabkan trauma lahir pada bayi (perdarahan
intrakranial dan distosia bahu) sedangkan pada
ibu (ruptur uteri, serviks, vagina dan robekan
perinium) yang dapat pula menyebabkan
perdarahan post partum. Perbedaan sementara
antara perdarahn akibat atonia uteri dan akibat
laserasi ditegakan berdasarkan kondisi uterus.
Apabila perdarahan terus berlanjut walaupun
uterus berkontraksi kuat, penyebab perdarahan
kemungkinan besar adalah laserasi. Darah yang
keluar
berwarna
merah
segar
juga
mengisyaratkan
adanya
laserasi.
Untuk
memastikan penyebab perdarahan adalah laserasi
maka harus dilakukan inspeksi yang cermat
terhadap vagina, serviks dan uterus (Cuningham,
2010).
Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa ibu
bersalin dengan tidak retensio plasenta mayoritas
tidak terjadi perdarahan post partum primer.
Hasil ini didukung pula dengan hasil uji ChiSquare yang menunjukan ada hubungan antara
retensio plasenta dengan kejadian perdarahan
post partum primer.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang
dilakukan
oleh
Soufyan
dan
Wawang (2008) yang mendapatkan kejadian
perdarahan post partum akibat retensio plasenta
paling banyak pada paritas ≥ 4 sebesar 25,5%,
sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Santoso (2003) kejadian retensio plasenta paling
banyak pada paritas 6 sebesar 6,85%. Sesuai
dengan teori bahwa kejadian retensio plasenta
lebih tinggi pada grandemultipara. Hal ini di
hubungkan dengan kontraksi dari rahim yang
kurang bagus karena dinding uterus yang sangat
teregang dan banyak parutan bekas implantasi
plasenta pada persalinan sebelumnya (Farid,
2013). Retensio seluruh atau sebagian plasenta
dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan
retraksi, menyebabkan sinus-sinus darah tetap
terbuka dan menimbulkan perdarahan post
partum. Begitu bagian plasenta terlepas dari
dinding uterus perdarahan terjadi di daerah
tersebut. Sedangkan bagian plasenta yang masih
melekat merintangi retraksi miometrium dan
perdarahan berlangsung terus sampai sisa organ
tersebut dan terlepas dan dikeluarkan. Tindakan
segera yang harus dilakukan apabila terjadi
retensio plasenta dan menimbulkan perdarahan
adalah melakukan pengeluaran plasenta secara
manual/ manual plasenta (Harry Oxorn, 2010).
Sebagai tenaga kesehatan, upaya yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
perdarahan post partum primer dan segala
dampak yang mungkin terjadi tidak hanya
dilakukan pada saat bersalin tetapi sejak ibu
hamil dengan melakukan pemeriksaan ante natal
care secara teratur di tempat pelayanan kesehatan
sehingga dapat mendeteksi secara dini faktor –
faktor penyebab perdarahan dan segala
komplikasi yang mungkin terjadi. Dalam
melakukan pemeriksaan ante natal care harus
sesuai dengan standar minimal yang berlaku
yaitu standar 7 T. Dengan pemeriksaan
kehamilan secara teratur dapat terdeteksi adanya
bayi besar melalui perkiraan berat badan janin
dan pemerikasaan reduksi urin pada ibu hamil
untuk mengetahui kadar glukosa dalam urin ibu.
Pemberian KIE seperti membatasi makanan yang
mengandung karbohidrat pada usia kehamilan 36
9
minggu dan meningkatkan konsumsi makanan
berserat seperti buah-buahan dan sayuran
khususnya yang berwarna hijau karena
mengandung zat besi. Selain itu, minum tablet
besi selama kehamilan untuk mencegah
terjadinya anemia sehingga diharapkan dapat
mengurangi resiko terjadi perdarahan selama
persalian.
Ibu yang mempunyai riwayat perdarahan
post partum atau terdapat faktor-faktor penyebab
perdarahan post partum sangat dianjurkan
bersalin di rumah sakit yang mempunyai sarana
dan prasarana yang lebih lengkap atau memiliki
bank darah sehingga kejadian perdarahan yang
mungkin terjadi setelah persalinan dapat dicegah
dan segera ditangani. Selain pemeriksaan
antenatal care secara teratur, penerapan asuhan
persalinan normal sangat penting dalam
mencegah komplikasi persalinan termasuk
perdarahan post partum primer yaitu dengan
pelaksanann managemen aktif kala III dengan
baik dan benar sehingga komplikasi yang
menyebabkan kematian dapat diturunkan
SIMPULAN
Berdasarkan
hasil
penelitian
dapat
disimpulkan bahwa Paritas ibu bersalin di
Puskesmas Jagir Surabaya tahun 2013 mayoritas
primipara sebesar 64,47 %. Berat bayi lahir di
Puskesmas Jagir Surabaya tahun 2013 mayoritas
non makrosomia sebesar 91,88 %. Kejadian
retensio plasenta di Puskesmas Jagir Surabaya
tahun 2013 sebesar 7,61 %. Kejadian perdarahan
post partum primer di Puskesmas Jagir Surabaya
tahun 2013 sebesar 14,72 %. Ada hubungan
antara paritas dengan kejadian perdarahan post
partum primer di Puskesmas Jagir Surabaya
tahun 2013. Ada hubungan antara berat bayi lahir
dengan kejadian perdarahan post partum primer
di Puskesmas Jagir Surabaya tahun 2013. Ada
hubungan antara retensio plasenta dengan
kejadian perdarahan posr partum primer di
Puskesmas Jagir Surabaya tahun 2013
SARAN
Bagi
Puskesmas
diharapkan
terus
meningkatkan program pemerikasaan Hb
minimal yaitu 2 kali selama kehamilan, yaitu 1
kali pada trimester I dan 1 kali pada trimester III
untuk mendeteksi adanya anemia serta
pemberian Fe sebanyak 90 tablet selama
kehamilan. Selain itu perlu dilakukan
pemeriksaan urin untuk mengetahui kadar
glukosa dan protein ibu, bagi institusi pendidikan
Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya
penelitian selanjutnya dapat meneliti faktorfaktor lain yang mempengaruhi peningkatan
kejadian perdarahan post partu primer seperti
karakteristik ibu dari segi umur, faktor ibu, faktor
janin serta faktor pendukung lainnya yang
berpotensi menyebabkan perdarahan post partum
primer, bagi Tenaga Kesehatan tenaga kesehatan
khususnya para bidan dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan tentang faktor
penyebab perdarahan post partum primer
maupun
penanganannya
sesuai
dengan
perkembangan ilmu dan teknologi seperti
mengikuti pelatihan atau seminar kesehatan yang
berkaitan dengan kejadian perdarahan post
partum dan penanganannya, bagi masyarakat
khususnya Ibu Hamil diharapkan memeriksakan
kehamilannya secara teratur sesuai dengan
standar yaitu 1 kali pada kehamilan trimester I, 1
kali pada kehamilan trimester II dan 2 kali pada
kehamilan trimester III sehingga dapat
mendeteksi secara dini adanya kelainan dalam
kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
Anton. 2012. Bayi Besar (Makrosomia). Tersedia
di : <http://tropicalslive.blogspot.com>
(Diakses tanggal 16 Mei 2013).
Bahiyatun. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas
Normal. Jakarta : EGC.
Bobak. 2004. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Jakarta : EGC.
Budjianto, D., 2005. Metode Penelitian.
Surabaya: P3SKK.
Cunningham, F., 2005. Obstetri William. Jakarta
: EGC.
Depkes RI. 2011. Skenario Percepatan
Penurunan AKI. Tersedia di :
<http://www.kesehatanibu.depkes.go.id
> (Diakses tanggal 3 Juni 2013).
Diah, Y., 2013. Perdarahan Post Partum.
Tersedia
di
:
<http://yessydiah.
wordpress.com> (Diakses tanggal 29
April 2013).
Dinkes Jatim. 2010. Profil Kesehatan Propinsi
Jawa Timur 2010. (pdf). Tersedia di :
<http :// www.dinkes.jatimprov.go.id>
(Diakses tanggal 18 April 2013).
Farid. 2013. Jurnal Pendidikan Bidan. Tersedia
di:<http://www.jurnalpendidikanbidan.c
om> (Diakses tanggal 29 April 2013).
Farrer, H., 2001. Perawatan Maternitas Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Gant dan Cuningham. 2010. Dasar - dasar
Ginekologi dan Obstetri. Jakarta. EGC
10
Hidayat, A., 2006. Metode Penelitian
keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta : Salemba medika.
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar
Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.
Kaban, H., 2013. Data Angka Kematian Ibu
Hamil Menurut WHO. Tersedia di :
<http://www.scribd.com>
(Diakses
tanggal 18 April 2013).
Kosim, dkk., 2003. Managemen Masalah bayi
Baru Lahir untuk Dokter, Bidan,
Perawat di Runah Sakit. Jakarta : IDAI
Manuaba, I.B.G., 2010. Kapita Selekta
Penatalaksanaan
Rutin
Obstetri
Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC.
Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Rasyid, A., 2013. Asuhan Keperawatan
Perdarahan Post Partum. Tersedia di :
<http://asuhankeperawatankesehatan.blo
gspot.com> (Diakses tanggal 29 April
2013).
Reeder, dkk. 2011. Keperawatan Maternitas.
Jakarta : EGC.
Saifuddin, A.B., 2011. Ilmu Bedah Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : EGC.
Sastrawinata, S., 2004. Obstetri Patologi Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset
Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Soekarno, R., 2013. Angka Kematian Ibu
Melahirkan Menurun. Tersedia di :
<http://www.beritajatim.com> (Diakses
tanggal 18 April 2013).
Sofian , A., Ed., 2011. Sinopsis Obstetri. Jakarta
: EGC.
Sulistyawati, A., 2009. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta :
Salemba Medika.
Surasmi, dkk. 2003. Perawatan Bayi risiko
Tinggi. Jakarta : EGC
Suyanto dan Ummi, S., 2009. Riset Kebidanan
Metodologi dan Aplikasi. Yogyakarta :
Salemba Medika.
Syamsi, R. Ed., 2009. Obstetri dan Ginekologi
Edisi 2. Jakarta : EGC
Ujiningtyas, S.H., 2009. Asuhan Keperawatan
Persalinan Normal. Yogyakarta :
Salemba Medika
Varney, H., 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan.
Jakarta : EGC.
Wahap, S. Ed., 1999. Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : EGC
Wiknjosastro H., 2008. Ilmu Bedah Kebidanan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Yuliawardhani. 2011. Bayi Besar. Tersedia di :
<http://tiayuliawardhanimidwifeisme.blogspot.com>
(Diakses
tanggal 16 Mei 2013).
11
Download