Heinz Kohut (1913-1981) lahir di Wina dari orangtua Yahudi yang

advertisement
Biografi Heinz Kohut
Heinz Kohut (1913-1981) lahir di Wina dari orangtua Yahudi yang
terpelajar dan penuh talenta (Strozier, 2001). Ayah Kohut, Felix (w. 1937)
dan ibunya, Else Lampl Kohut (w. 1972). Di permulaan Perang Dunia II,
dia bermigrasi ke Inggris, dan satu tahun kemudian pindah ke Amerika
Serikat. Kohut belajar kedokteran di Universitas Wina dan lulus pada
tahun 1938.
Dia tidak memiliki minat khusus dalam Freud, tetapi mencari beberapa
psikoterapi pada tahun 1937 dari seorang psikolog bernama Walter
Marseilles. Kemudian Kohut masuk ke analisis dengan psikoanalis
terkenal yang juga teman Freud yaitu Agustus Aichhorn.
Kohut menikah dengan Elizabeth Meyers pada 1948 dan memiliki seorang
putra, Thomas Agustus pada tahun 1951 (satu-satunya anak).
FOTO - FOTO
Ia menerbitkan sejumlah artikel penting, terutama psikologi musik, namun
kontribusi terbesarnya adalah esai tentang “empati” yang pertama kali
disajikan pada tahun 1956 dan diterbitkan pada tahun 1959. Di dalamnya
Kohut menyatakan bahwa cara mengetahui penting diri dalam psikoanalisis
adalah melalui empati, yang didefinisikan sebagai pengganti introspeksi.
Dia diangkat sebagai profesor tetap di Departemen Psikiatri University of
Chicago, menjadi anggota fakultas Chicago Institutefor Psychoanalysis,
dan menjadi profesor tamu bidang psikoanalisis di University of Cincinnati.
Sebagai neurolog dan psikoanalis, Kohut membuat banyak psikoanalis
marah lantaran penerbitan bukunya, The Analysis of the Self (1971), yang
menggantikan konsep ego dengan konsep diri (self). Sebagai pelengkap
buku ini, aspek – aspek lain psikologi self-nya bisa ditemukan dalam The
Restorationof the Self (1977) dan The Kohut Seminars (1987) yang diedit
Miriam Elson dan diterbitkan setelah Kohut meninggal.
Apa itu Psikologi Self?
Kohut mengemukakan suatu teori relatif baru yang disebut self psychology.
Psikologi diri psikoanalitis merupakan sekolah teoretis Heinz Kohut, MD
(1913-1981), dan menyediakan dasar teoritis untuk sebagian besar manfaat
terapi psikoanalisis kontemporer. Sementara menolak pentingnya utama
bawaan drive seksual Freudian dalam organisasi jiwa manusia , psikologi
diri adalah psikoanalitik gerakan besar pertama di Amerika Serikat untuk
mengakui peran penting empati dalam menjelaskan pembangunan manusia
dan perubahan psikoanalitik. Sejak 1959 Kohut dan pengikutnya telah
mengubah praktik psikoanalisis dan psikoterapi dengan memperdalam
empatik attunement terapis untuk pasien dan menjelaskan kebutuhan dasar
manusia untuk perkembangan yang sehat, khususnya idealisasi, mirroring,
dan twinship (atau "alterego") .Kohut telah berkembang menjadi studi
tentang pengalaman selfobject, pengalaman (biasanya dengan orang lain)
yang memelihara dan yang menentukan pengalaman diri untuk harga diri.
Psikoanalisis
Psikoanalisis adalah ilmu yang berbasis pada individu. Perkembangan umat
manusia sangat mirip dengan perkembangan individu. Freud kemudian membuat
generalisasi bahwa individu sebenarnya merepresentasikan peradaban manusia.
Manusia primitif, misalnya, terdiri dari individu-individu yang melakukan
sepenuhnya kepuasan sesuai dorongan insting yang dimilikinya, sementara
manusia juga selalu mempertahankan insting-insting yang menjadi bagian
seksualitas primitifnya. Dengan demikian, manusia primitif, meski telah
melakukan dan memuaskan semua dorongan instingtifnya, mereka tetap saja
bukan pencipta peradaban. Manusia menciptakan peradaban sesuai dengan
perkembangan sejarah (namun Freud tidak menjelaskan mata rantainya).
Peradaban mendorong manusia untuk menahan pemuasan atas insting-insting
secara langsung dan sepenuhnya. Insting yang tidak terpenuhi inilah yang
selanjutnya berubah menjadi energi mental dan psikis non-seksual, yang
selanjutnya bergulir kembali menjadi dasar pembentukan peradaban. Freud
menyebut perubahan dari energi seksual menjadi energi non-seksual ini sebagai
sublimasi. Semakin cepat dan besar perkembangan peradaban, akan semakin
tinggi harkat manusia, namun semakin besar pula represi terhadap dorongandorongan libidonya.
Analis lain yang kritis terhadap Psikoanalisis Freud adalah Heinz Kohut.
Kohut mengkritik konsep narsisisme Freud yang semata-mata dimaknai
sebagai kondisi negatif yang merugikan. Freud, menurut Kohut, berambisi
menghilangkan narsisisme, tetapi teorinya yang menganggap bahwa
narsisisme selalu eksis dalam setiap fase perkembangan manusia membuat
Freud terjebak dalam situasi yang membingungkan. Jelas sangat mustahil
menghendaki individu tumbuh menjadi pribadi yang sehat ketika lensa
pandang yang digunakan hanya mampu melihat sisi-sisi buruk individu
tersebut.
Berangkat dari posisi itulah, Kohut kemudian menemukan bahwa pada
kondisi-kondisi tertentu, narisisisme itu dapat dikatakan normal. Kohut
melihat narsisisme, atau cinta diri, atau cinta objek, tidak berada dalam garis
lurus, namun melihatnya sebagai dua jalur perkembangan yang berbeda dan
tetap ada seumur hidup, di mana masing-masing memiliki karakteristik dan
patologinya sendiri-sendiri. Kohut memberikan penekanan pada aspek yang
sehat dari narsisisme, melihat fenomena-fenomena seperti cinta orang tua
terhadap anaknya, kegembiraan anak terhadap dirinya sendiri dan dunianya,
serta harapan-harapan, aspirasi, ambisi, dan tujuan-tujuan normal sebagai
aspek-aspek yang termasuk dalam narsisisme positif. Dalam model ini, saat
perkembangan berlangsung, narsisisme tidak digantikan oleh cinta objek,
namun diperlunak oleh kekecewaan bertahap sehingga di masa dewasa ia tetap
menjadi dasar dari harga diri yang baik dan tujuan-tujuan realistik.
Narsisisme
Narsisisme adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan.
Istilah ini pertama kali digunakan dalam psikologi oleh Sigmund Freud
dengan mengambil dari tokoh dalam mitos Yunani, Narcissus, yang dikutuk
sehingga ia mencintai bayangannya sendiri di kolam. Tanpa sengaja ia
menjulurkan tangannya, sehingga ia tenggelam dan tumbuh bunga yang
sampai sekarang disebut bunga narsis.
Sifat narsisisme ada dalam setiap manusia sejak lahir, bahkan Andrew Morrison
berpendapat bahwa dimilikinya sifat narsisisme dalam jumlah yang cukup akan
membuat seseorang memiliki persepsi yang seimbang antara kebutuhannya
dalam hubungannya dengan orang lain. Narsisisme memiliki sebuah peranan
yang sehat dalam artian membiasakan seseorang untuk berhenti bergantung
pada standar dan prestasi orang lain demi membuat dirinya bahagia. Namun
apabila jumlahnya berlebihan, dapat menjadi suatu kelainan kepribadian yang
bersifat patologis. Kelainan kepribadian atau bisa disebut juga penyimpangan
kepribadian merupakan istilah umum untuk jenis penyakit mental seseorang,
dimana pada kondisi tersebut cara berpikir, cara memahami situasi dan
kemampuan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi normal. Kondisi
itu membuat seseorang memiliki sifat yang menyebabkannya merasa dan
berperilaku dengan cara-cara yang menyedihkan, membatasi kemampuannya
untuk dapat berperan dalam suatu hubungan. Seseorang yang narsis biasanya
memiliki rasa percaya diri yang sangat kuat, namun apabila narsisme yang
dimilikinya sudah mengarah pada kelainan yang bersifat patologis, maka rasa
percaya diri yang kuat tersebut dapat digolongkan sebagai bentuk rasa percaya
diri yang tidak sehat, karena hanya memandang dirinya lah yang paling hebat
dari orang lain tanpa bisa menghargai orang lain.
Teori KOHUT
Lebih daripada teoritokus hubungan-hubungan objek lain, Kohut menekankan
proses yang menyebabkan diri (self) dari gambaran yang samar – samar dan
tak terdiferensiasi sampai pada suatu perasaaan identitas individual yang jelas
dan tepat.
Kohut berpendepat bahwa konsep diri seseorang adalah pengaturan utama
perkembangan psikologi. Pendekatannya terhadap kepribadian berpusat pada
pematangan perasaan tentang self dari keadaan rapuh dan terpisah-pisah
menjadi suatu struktur dewasa yang kohesif dan stabil. Self berperan sebagai
kekuatan perkembangan psikologi dan bukan dorongan seksual dan agresif,
(seperti yang dikemukakan oleh Freud). Kohut berpendapat bahwa gangguan
psikologis terjadi bila ada kekurangan- kekurangan yang penting dalam
struktur self. Pengalaman-pengalaman awal yang tidak menyenangkan,
misalnya pengauhan dan perhatian yang tidak tepat, dapat mengganggu
perkembangan self.
Namun seperti teoretisi relasi objek lainnya, dia berfokus kepada relasi
ibu-anak di usia dini sebagai kunci untuk memahami perkembangan
selanjutnya. Kohut percaya bahwa saling-keterhubungan manusia menjadi
inti dari kepriadian manusia, bukannya dorongan – dorongan instingtual
bawaan. Menurut Kohut, bayi memerlukan pengasuhan orang dewasa
bukan hanya untuk memuaskan kebutuhan – kebutuhan fisiknya namun,
juga untuk memuaskan kebutuhan – kebutuhan psikologis dasarnya. Untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis ini, orang dewasa, atau objekdiri (selfobjects), memperlakukan bayi seolah – olah mereka sudah
memiliki rasa kedirian (sense of self). Contohnya orang tua akan bertindak
dengan hangat, dingin, atau tidak senang sebagian bergantung kepada
perilaku bayi itu sendiri. Melalui proses interaksi yang empatis, bayi
memasukkan respon – respon objek diri sebagai rasa bangga, rasa bersalah,
ras malu, atau rasa cemburu—semua sikap yang akhirnya membentuk blok
– blok bangunan diri (self).
Kohut (1997) mendefinisikan diri/self sebagai :
1. “pusat alam semesta psikologis individu”. Diri/self meberikan kesatuan atau
konsistensi bagi pengalaman – pengalaman seseorang, masih relatif stabil
untuk beberapa waktu,
2. dan menjadi “pusat inisiatif sekaligus penerima impresi – impresi”. Diri/self
juga menjadi fokus anak bagi hubungan antarpribadi, membentuk bagaimana
dia menjalin hubungan dengan orangtua dan objek-diri lainnya.
Kohut (1971, 1977) percaya bahwa bayi secara alamiah bersifat narsistik.
Mereka adalah pribadi yang berpusat pada diri sendiri (self-centered), yang
mencari secara khusus kesejahteraan mereka sendiri dan berharap dikagumi
atas siapa diri mereka dan apa yang sudah mereka lakukan. Diri paling dini
menjadi terkristalkan di sekitar dua kebutuhan yang narsisistik dasar:
1. Kebutuhan untuk memamerkan diri-nya yang hebat.
2. Kebutuhan untuk mencapai gambaran ideal dari salah satu atau kedua
orangtuanya.
Diri yang hebat dan ingin dipamerkan (grandiose-ex-hibitionistic self) ini
terbentuk ketika bayi yang berhubungan dengan objek-diri yang “menjadi
cermin” (mirroring self-object) menunjukkan persetujuan atas perilakunya.
Bayi kemudian membentuk sebuah gambar diri dasar (rudimentary elf-image)
dari pesan-pesan semacam: “Jika orang lain melihatku sempurna, maka
sempurnalah aku”. Sementara itu, gambaran orangtua yang ideal (idealized
parent image) bertentangan dengan diri yang-hebat (grandiose-self) karena dia
menyiratkan bahwa seseorang yang lain itulah yang sempurna. Meskipun
begitu, hal ini juga memuaskan salah satu kebutuhan narsisistiknya karena
bayi mengambil sikap, “Kamu memang sempurna namun, aku bagian darimu.”
Kedua gambar-diri narsisistik bayi semacam ini dibutuhkan bagi
perkembangan kepribadian yang sehat. Namun keduanya tetap harus berubah
ketika anak tumbuh dewasa. Jika mereka masih tidak bisa membedakan
dirinya, maka mereka akan berkembang menjadi pribadi dewasa yang narsistik
secara patologis. Kehebatan diri harus berubah menjadi sebuah pandangan
yang realistik mengenai diri, dan gambar orangtua yang ideal harus tumbuh
menjadi gambar orangtua yang realistik.
Dua gambar diri ini tidak akan hilang sepenuhnya. Manusia dewasa yang sehat
akan meneruskan sikap yang positif terhadap dirinya sembari terus melihat
kualitas-kualitas yang baik pada orangtua dan figur-figur lain pengganti
orangtua. Tetapi manusia dewasa yang narsistik tidak mentransendensikan
kebutuhan-kebutuhan infantilnya ini dan terus memusat pada diri sendiri.
Akibatnya, dia terus ingin melihat sisa dunia sebagai penonton yang terkagumkagum kepada dirinya. Freud percaya bahwa pribadi narsistik seperti itu tidak
bisa disembuhkan oleh psikoanalisis namun, Kohut yakin bahwa psikoterapi
dapat menyembuhkan secara efektif pasien-pasien seperti ini.
TERIMA KASIH
Download