Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia IDENTIFIKASI PENGUKURAN KERUGIAN FISIK BANGUNAN RUMAH DAN KERUGIAN SOSIAL PENDUDUK KAWASAN PANTAI KOTA SEMARANG Oleh: Dadri Arbriyakto dan Dyan Kardyanto Abstrak :Kota Semarang yang secara internasional telah diakui mampu mengembangkan diri menjadi kota modern dengan pola manajemen yang baik masih harus menghadapi masalah yang cukup rumit dan serius, yaitu menanggulangi masalah rob (limpasan air laut pasang), banjir setiap musim hujan, dan penurunan/amblesan tanah (land subsidence). Salah satu kawasan yang paling rawan terhadap masalah lingkungan tersebut adalah Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara. Pada kawasan ini tinggi genangan air pasang maksimal mencapai 0,60 m dan amblesan/penurunan tanah antara 0,15 sampai 0,25 m per tahun. Konsekuensinya, masyarakat yang tinggal di Kelurahan Tanjung Mas harus menanggung kerugian fisik berupa kehilangan bangunan rumah total setelah jangka waktu 12 hingga 30 tahun dari masa awal pembangunan serta penyediaan perabot rumah tangga setiap 3 tahun sekali, dan juga kerugian sosial yang dialami penduduk dalam setiap kali terjadi kenaikan muka air laut, serta implikasi yang ditimbulkan terhadap peran kawasan pantai kecamatan Semarang Utara. I. PENDAHULUAN Dengan letaknya yang sangat strategis dan statusnya sebagai pusat pemerintahan di Jawa Tengah, Kota Semarang terus mengalami perkembangan dan telah tumbuh menjadi pusat kegiatan ekonomi utama dan kota industri yang handal di Jawa Tengah. Dari sisi manajemen kota, kota yang telah berusia lebih dari 450 tahun ini secara internasional telah diakui mampu mengembangkan diri menjadi kota modern dengan pola manajemen yang baik, tanpa harus meninggalkan keguyuban komunitas yang utuh dan kental. Hal ini terbukti dengan terpilihnya Kota Semarang sebagai runner up dalam penghargaan internasional KALGA (Konrad Adenaeur Local Government Award) di Manila, tahun 1988 (Wilonoyudho, 1998). Meskipun demikian, Kota Semarang masih harus menghadapi masalah yang cukup rumit dan serius yaitu, menanggulangi masalah rob (limpasan air pasang laut), banjir setiap musim hujan (ketika terjadi hujan deras 1 s.d 3 jam), dan penurunan/amblesan tanah antara 0.15-0.25 m pertahun (land subsidence) Adanya fenomena alam tersebut membawa konsekuensi bagi Pemerintah Kota dan kelompok masyarakat yang terkena dampaknya secara langsung untuk menanggung kerugian fisik bangunan rumah, kerugian sosial penduduk, serta biaya pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang harus dikeluarkan oleh pengelola kota dan juga masyarakat setempat. Tujuan tulisan ini mencoba mengidentifikasi pengukuran kerugian fisik bangunan rumah, dan kerugian penduduk kawasan pantai Semarang Utara. Makalah dan Presentasi 128 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 2. METODE PENELITIAN Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survai, yaitu mengumpulkan data primer secara langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner berstruktur untuk dapat mengidentifikasi kerugian fisik bangunan rumah dan kerugian sosial yang dialami oleh penduduk setempat. Dalam kegiatan kajian ini, diambil unit sample sebanyak 35 responden sebagai unit sample untuk keperluan identifikasi kerugian sosial, dan 12 unit bangunan rumah sebagai unit sample untuk keperluan identifikasi kerugian fisik bangunan rumah. Sebagai data pendukung, dilakukan juga mengambilan data skunder untuk melengkapi kajian. Dalam menganalisisnya digunakan metode deskriptif, untuk mengetahui fenomena fisik dan sosial yang terjadi di kawasan pantai kecamatan Semarang utara sebagai akibat kenaikan muka air laut. Dalam bagian terakhir tulisan ini dibahas juga implikasinya terhadap peran kawasan Semarang Utara sebagai kawasan industri, pergudangan, pusat transportasi serta pusat pelayanan pendukung berupa perkantoran dan perumahan. 3. PROFIL KOTA SEMARANG Kota Semarang mempunyai kondisi alam yang lengkap; karena memiliki tiga jenis wilayah, yaitu: pantai, dataran rendah dan perbukitan. Wilayah pantai dan dataran rendah Kota Semarang berada pada bagian Utara dan lebih dikenal dengan sebutan "kota bawah". Sedangkan wilayah perbukitan berada pada bagian Selatan dan lebih dikenal dengan sebutan "kota atas". Kota Bawah Kota Atas Perbukitan Pantai & Dataran Rendah Sumber: Humas Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang. (1993) Gambar 1: Kondisi Wilayah Kota Semarang Di bagian "kota bawah", lahan pada wilayah pantai umumnya dimanfaat-kan selain untuk kegiatan pelabuhan juga untuk pertambakan dan persa-wahan; sementara lahan pada wilayah dataran rendah umumnya sudah beru-pa lahan terbangun (build area) yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan pe-merintahan, perdagangan, perindustri-an, permukiman, dan ruang terbuka (open space). Sedangkan di bagian "kota atas" (wilayah perbukitan) seba-gian besar lahan juga sudah berubah menjadi lahan terbangun (build area) untuk kegiatan-kegiatan pendidikan, perdagangan, dan permukiman; namun masih ada sebagian yang berupa lahan tidak terbangun (unbuild area) yang digunakan untuk pertanian. Topografi seperti tersebut diatas, apabila pengelolaan daerah aliran sungai di selatan kota Semarang (“kota atas”) tidak dilakukan dengan cermat, akan menjadikan kawasan pantai utara kota Semarang (“kota bawah”) rawan terhadap ancaman genangan Makalah dan Presentasi 129 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia banjir pada musim hujan. Dalam waktu bersamaan, kondisi tersebut diperburuk oleh penurunan tanah (landsubsidence) serta kenaikan muka air laut yang cukup signifikan sebagai akibat adanya pemanasan global, sehingga ancaman genangan air terhadap kawasan pantai dataran rendah semakin bertambah. 3.1. Kondisi Wilayah Kawasan pantai kota Semarang sendiri memiliki 4 kecamatan yang berbatasan langsung dengan laut utara pulau Jawa, yaitu kecamatan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara, dan Genuk. Sejalan dengan bertambahnya aktifitas perkotaan, wilayah pantai kota Semarang dibangun dan dikembangkan dengan fungsi utamanya sebagai kawasan permukiman dan perumahan, kawasan pergudangan, serta pusat pendukungnya berupa pelayanan umum, seperti fasilitas pedagangan, perkantoran, kesehatan, perhotelan dan lain sebagainya. Kawasan pantai Semarang Utara juga merupakan pusat transportasi dari ketiga 3 moda; pelabuhan laut Tanjung Mas, bandara Akhmad Yani, dan stasiun kereta api Tawang dan Poncol. Dengan fungsi utama seperti tersebut diatas, menjadikan kawasan pantai ini termasuk kawasan yang memiliki intensitas kegiatan yang tinggi dalam arti nilai lahan yang strategis, dekat dengan pusat kota ataupun pusat kegiatan, serta jumlah penduduk yang harus diakomodasi relatif banyak. Kondisi ini ditunjang oleh ketersediaan lahan yang datar dan landai, sehingga memungkinkan untuk pemanfaatan ruang secara efisien. Akan tetapi, seperti telah disebutkan sebelumnya beberapa kendala harus tetap menjadi bahan pertimbangan utama, mengingat kawasan ini rentan terhadap ancaman genangan banjir, kenaikan muka air laut, ataupun penurunan tanah. Kawasan yang rentan terhadap masalah lingkungan ini adalah wilayah pantai, dengan sebaran lokasi seperti tersaji pada Gambar 2. Daerah Rawan Banjir Daerah Rawan Banjir dan Rob Daerah Rawan Banjir Daerah Rawan Banjir Lokasi Pengambilan Sampel Zona Amblesan: > 0,20 m per tahun 0,10 - 0,15 m per tahun 0,15 - 0,20 m per tahun 0,15 - 0,20 m per tahun Sumber: Bappeda Kota Semarang. (2002) Gambar 2: Peta Sebaran Kawasan Rawan Masalah Lingkungan Makalah dan Presentasi 130 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 3.2. Gambaran Umum Kelurahan Tanjung Mas Kelurahan Tanjung Mas berada di wilayah Kecamatan Semarang Utara, meliputi areal seluas 323,782 Ha terdiri dari 271,782 Ha lahan kering (pekarangan/bangunan/emplase-men) dan 52 Ha lahan basah (tambak). Kawasan Kelurahan Tanjung Mas mencakup dua wilayah lingkungan/kampung, yaitu Lingkungan/ Kampung Tambak Lorok di bagian Utara dan Lingkungan/Kampung Sido-dadi di bagian Selatan. Balai Pertemuan Utara N W B E T S S Sumber: Kelurahan Tanjung Mas & Observasi Lapangan, Februari 2002. Gambar 3: Situasi Wilayah Kelurahan Tanjung Mas Kelurahan Tanjung Mas adalah salah satu kelurahan yang termasuk dalam wilayah kecamatan Semarang Utara. Peran kawasan yang mempunyai aktifitas cukup tinggi ini, karena, mempunyai nilai akses yang tinggi, lokasinya yang strategis, dekat dengan pusat kegiatan, pusat kota, dan pusat transportasi. Dari hasil observasi lapangan pada beberapa area tampak lahan dan bangunan yang kosong yang tidak dipakai lagi dan tergenang. Sebagian area lainnya merupakan kawasan perumahan dan permukiman, industri, pegudangan, dan pelabuhan laut. Jalan arteri primer pada kawasan ini terlihat masih dalam proses penyelesaian. Jalan arteri primer ini berfungsi sebagai jalan penghubung menuju atau keluar dari pelabuhan laut yang dibangun untuk menjaga berlangsungannya kegiatan transportasi. Pada tahun-tahun sebelumnya, ketika terjadi kenaikan muka air laut, kegiatan bongkar muat kapal di pelabuhan dan distribusi barang dan jasa terhenti. Jalan penghubung tidak dapat dilalui oleh kendaraan, karena genangan air laut pasang yang terjadi secara rutin, sehingga pemerintah daerah ataupun lembaga lain baik masyarakat perorangan maupun kelompok yang terkait dengan kegiatan tersebut mengalami kerugian. Makalah dan Presentasi 131 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 3.3. Identifikasi Kerugian Fisik Bangunan Rumah Kondisi kawasan penelitian saat ini menunjukan tinggi permukaan tanah maksimal di kawasan Kelurahan Tanjung Mas adalah 0,50 m di atas permukaan air laut, sementara rata-rata tinggi genangan air pasang maksimal adalah 0,40 - 0,60 m. Berdasarkan penzoningan wilayah pantai Kota Semarang, kawasan Kelurahan Tanjung Mas termasuk pada Zona Amblesan > 0,20 m per tahun. Sementara berdasarkan keterangan penduduk setempat (12 responden), diperoleh informasi bahwa tinggi penurunan yang terjadi adalah antara 0,15 hingga 0,25 m per tahun. Pada kawasan yang berpenduduk 28.413 jiwa, atau terdiri dari 5.628 KK ini terdapat 5.296 buah bangunan rumah, dengan rincian seperti tersaji pada Gambar 4. Adapun Karakteristiknya adalah: Letak Bangunan : Di atas Tanah (Landed House) Tipe Bangunan : Bertingkat & Tidak Bertingkat 2,000 1,000 0 Jumlah Pas. Bata Pas. Bata + Papan/Bilik Kayu Bambu 1,125 1,679 1,992 500 Sumber: Monografi Kelurahan Tanjung Mas, 2002 Gambar 4: Jenis dan Jumlah Bangunan Rumah 3.3.1. Kerusakan Bangunan Hasil pengamatan terhadap 12 unit rumah, jenis-jenis kerusakan yang dijumpai pada bangunan rumah di Kelurahan Tanjung Mas adalah seperti tersaji pada Tabel 1 dan Gambar 5. Makalah dan Presentasi 132 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Tabel 1 Jenis Kerusakan Bangunan Rumah Penduduk Kelurahan Tanjung Mas Jenis Rumah Komponen Bangunan Pasangan Bata Pasangan Bata+ Kayu berge- Pecah-pecah, lombang Kayu/Bambu Lantai Pecah-pecah, lombang Dinding Dinding miring, plesteran terkelupas, pe-lapis buram/berjamur/lembab, retak-retak terutama pada pertemuan sudut Plafond*) Pecah, warna buram & banyak noda (be-kas air) Rangka Atap Kayu/bambu yang lapuk banyak Kayu/bambu banyak yang lapuk Kayu/bambu banyak yang lapuk Penutup Atap Banyak yang bergelombang pecah, Banyak yang bergelombang Banyak yang pecah, bergelombang Kusen P & J Miring, lapuk, jende-la tidak bisa dibuka Miring, lapuk Miring, lapuk Kolom -Selimut beton terkelupas - kayu lapuk - ikatan dengan din-ding renggang/re-tak Kayu lapuk Kayu lapuk Balok - ter- Kayu lapuk Kayu lapuk reng- Sambungan gang/lepas Selimut beton kelupas - Kayu lapuk Pertemuan Sambungan Balok & gang/lepas Kolom berge- Pecah-pecah, bergelombang - Dinding miring, plesteran terkelu-pas, pelapis buram/ berjamur/lembab, retak-retak teruta-ma pada pertemuan sudut - papan berjamur & lapuk - tripleks terkelupas - Papan berjamur & lapuk - tripleks terkelupas - bilik lapuk - pecah, reng- Sambungan gang/lepas reng- Sumber: Observasi Lapangan, Februari 2002 Keterangan: *) tidak semua rumah menggunakan plafond Makalah dan Presentasi 133 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Lantai pecah, air merembes dari bawah Lantai pecah Dinding (terutama pada pertemuan sudut) retak/lepas Pelapis dinding berjamur, plesteran terkelupas Dinding miring Ikatan antar balok lepas Ikatan pada pertemuan balok dan kolom sudut lepas Balok lapuk, penutup dinding tripleks pecah Sumber: Observasi Lapangan, Februari 2002. Gambar 5: Jenis-jenis Kerusakan Bangunan Rumah di Kelurahan Tanjung Mas Makalah dan Presentasi 134 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Kusen miring, jendela tidak bisa dibuka Rangka atap lapuk & melendut Sumber: Observasi Lapangan, Februari 2002. Gambar 5 (Lanjutan): Jenis-jenis Kerusakan Bangunan Rumah di Kelurahan Tanjung Mas 3.3.2. Adaptasi Terhadap Penurunan Tanah (Land Subsidence) dan Kenaikan Muka Air Pasang 3.3.2.1. Peninggian/Pengurugan Halaman dan Lantai Bangunan Dengan adanya penurunan tanah (land subsidence) dan/atau kenaikan muka air pasang yang setiap tahun berkisar antara 0,15 m hingga 0,25 m; maka satu-satunya cara adaptasi yang bisa dilakukan oleh penduduk adalah dengan meninggikan/mengurug halaman dan lantai bangunan. Proses peninggian/pengurugan dilakukan sesuai dengan kemampuan ekonomi masing-masing. Bagi penduduk yang kemampuan ekonominya tinggi umumnya melakukan peninggian/pengurugan halaman dan lantai rumah sekaligus setinggi + 1,50 m, sementara bagi yang lain dilakukan secara bertahap minimal dapat mengejar kenaikan muka air pasang (agar air tidak masuk ke dalam rumah). Dalam kaitannya dengan peninggian halaman dan lantai bangunan secara bertahap, pengurugan dilakukan langsung dengan tanpa membongkar komponen-komponen bangunan (dinding, kolom, balok, dan kusen pintu/jendela) yang telah ada, namun daun pintu dan bagian atas kusen pintu/jendela terpaksa dipotong guna mengejar ketinggian yang tersisa. Upaya pengurugan dilakukan terus sesuai dengan kenaikan muka air pasang, dan apabila bangunan lama telah habis terurug maka langsung didirikan bangunan baru di atasnya. Makalah dan Presentasi 135 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia + 1,50 m a. Peninggian/pengurugan dilakukan sekaligus Muka Air Pasang Tahun ke - IX + 1,50 m Tahun ke - III Tahun ke - I + 0,45 m +0 + 0,15 m b. Peninggian/pengurugan dilakukan secara bertahap Sumber: Observasi Lapangan, Februari 2002 Gambar 6: Adaptasi Terhadap Penurunan Tanah dan/atau Kenaikan Muka Air Pasang Peninggian halaman rumah Bangunan yang hampir habis terurug Bangunan baru yang didirikan di atas rumah yang telah habis terurug Sumber: Observasi Lapangan, Februari 2002 Gambar 7: Foto-foto Adaptasi Peninggian Bangunan Makalah dan Presentasi 136 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 3.3.2.2. Penyesuaian Perabot Rumah Tangga Penurunan tanah (land subsidence) dan/atau kenaikan muka air pasang yang terus berlangsung sepanjang tahun membawa konsekuensi bagi penyesuaian penggunaan dan penempatan perabot rumah tangga. Pada masa awal sebelum lantai ditinggikan, maka adaptasi yang dilakukan penduduk Kelurahan Tanjung Mas adalah dengan mengganjal perabotan-perabotan yang ada, namun ada pula yang mebiarkannya terendam air. Selanjutnya seiring dengan terus berlangsungnya upaya peninggian bangunan, maka perabot-perabot yang tinggi, seperti lemari pakaian terpaksa dipotong disesuaikan dengan ketinggian lantai yang tersisa. Menghadapi situasi yang selalu dikejar oleh penurunan tanah (land subsidence) dan/atau kenaikan muka air pasang, sebagian penduduk (responden) menyatakan bahwa pada dasarnya perabot rumah tangga mereka hanya mempunyai masa pakai 3 tahun, karena rusak akibat selalu terendam air atau akibat dipotong. Bagian bawah perabot diganjal dengan batu atau kayu Bagian bawah lemari pakaian telah dipotong guna menyesuaikan dengan ketinggian lantai Perabot dapur yang dibiarkan terendam air pasang Sumber: Observasi Lapangan, Februari 2002 Gambar 8: Foto-foto Penyesuaian Perabot Rumah Tangga 3.4. KERUGIAN FISIK Dengan memperhatikan fakta adaptasi seperti tersebut di atas, maka kerugian fisik yang dialami oleh penduduk Kelurahan Tanjung Mas pada dasarnya meliputi: a. Pengurugan lahan secara rutin, rata-rata setinggi 15 cm per tahun. b. Kehilangan bangunan total setelah jangka waktu 12 hingga 30 tahun dari masa awal pembangunan. c. Penyediaan perabot rumah tangga setiap 3 tahun sekali. Makalah dan Presentasi 137 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Sehingga tidaklah mengherankan apabila penduduk Kelurahan Tanjung Mas selalu mengibaratkan dirinya sebagai orang yang masih menyewa rumah di tempatnya sendiri, karena pada akhirnya mereka tetap tidak mempunyai rumah akibat selalu habis terkejar penurunan tanah dan/atau kenaikan muka air pasang. 3.5. IDENTIFIKASI KERUGIAN SOSIAL PENDUDUK. Seperti telah disebutkan diatas, kenaikan muka air laut, banjir, dan penurunan tanah telah menjadikan kawasan pantai tergenang, dan mulai teridentifikasi sejak tahun 1990an. Hal ini mulai dirasakan oleh penduduk yang bermukim di kawasan pantai, kecamatan Semarang Utara. Dari tahun ke tahun tinggi genangan semakin bertambah, semakin sering, dan semakin lama bangunan rumah-rumah penduduk tergenang. Dalam RDTRK pun tercatat bahwa kondisi genangan semakin meluas, bahkan pada kondisi tertentu genangan pasang air laut atau lebih dikenal dengan istilah rob telah sampai ke kawasan Tugu yang berdekatan dengan pusat kota. 3.5.1. Fenomena Kenaikan Muka Air Laut 3.5.1.1. Frequensi & Lama Genangan. Dari survey lapangan yang dilakukan oleh Puskim berkaitan dengan genangan pasang air laut, hasilnya menunjukkan bahwa kenaikan muka air laut di Semarang Utara sering terjadi justru pada musim kemarau atau musim panas, antara bulan Juli sampai dengan Nopember setiap tahun. Dalam setiap bulannya dialami 7 sampai dengan 10 hari terjadi genangan pasang air laut. Lamanya genangan paling singkat 1 jam terjadi pada lokasi yang berbatasan langsung dengan laut. Lamanya genangan waktunya akan semakin panjang pada kawasan yang jarak lokasinya ke laut semakin jauh. Dalam setiap kali genangan air laut pasang dapat terjadi 2 - 3 kali. Waktu terjadinya tidak menentu, kadang pagi, siang, sore, ataupun malam. Secara rinci frequensi genangan pasang air laut dapat diuraikan sebagai berikut : Tabel 2. Frequensi dan lama Genangan Minimal Dalam 1 Tahun. Hari 7-10 Bulan 4 bln Frequensi 2-3 kali Lama 1 jam Total Waktu 8,5 x 4 x 2.5 x 1 = 72 jam Data primer yang diperoleh dari hasil survey lapangan menunjukkan bahwa lamanya genangan dalam setiap kali muka air laut naik, 80% responden mengalami genangan air lebih dari 24 jam dalam setahun. Lamanya Genangan 80 70 Prosentase 60 50 40 30 20 10 0 Series1 Makalah dan Presentasi 1-12 Jam 13 - 24 Jam > 24 Jam 11.4 8.6 80 138 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 3.5.1.2. Tinggi Genangan. Pada umumnya masyarakat mengalami genangan setinggi 50 cm. Dari hasil survey menunjukkan bahwa 85.7% dari penduduk mengalami genangan air laut pasang masuk ke kapling rumahnya setinggi lutut atau sekitar 50 cm. Hanya 14.3% saja yang mengalami genangan air yang masuk ke kapling rumahnya sebatas mata kaki atau 10 cm. Genangan air yang masuk rumah responden setinggi lutut, sudah menunjukkan gangguan yang sangat berpengaruh bagi kehidupan sehari-hari masyarakat, karena ruang gerak menjadi semakin terbatas, dan tidak merasa aman dalam melakukan kegiatan rutin sehingga beberapa aktifitas terpaksa berhenti. Tinggi Genangan 90 80 Prosentase 70 60 50 40 30 20 10 0 0 - 10 cm 11 - 50 cm 14.3 85.7 Series1 3.5.2. Fenomena Sosial Penduduk Yang Mengalami Genangan Kenaikan Muka Air Laut. Kelurahan Tanjung Mas, kecamatan Semarang Utara adalah kawasan pemukiman dan perumahan dengan intensitas tinggi, karena berada dekat dengan kawasan industri, perdagangan, pergudangan, dan pelabuhan laut. Konsekuensi logis, apabila kawasan ini diminati oleh para buruh yang tempat bekerjanya berdekatan dengan tempat tinggalnya berdekatan. Hasil survey lapangan pun menunjukkan bahwa penduduk memilih tinggal di kawasan ini karena dekat dengan pusat kegiatan, dan satu-satunya yang mengganggu kehidupan atau aktifitas penduduk adalah genangan pasang air laut. 3.5.2.1. Pekerjaan Penduduk. Dari data yang dikumpulkan diperoleh hasil bahwa sekitar 78.3% penduduk bekerja sebagai buruh, 6.3% sebagai PNS, 5% sebagai Nelayan, 3.6% sebagai Pedagang, dan 2.8% adalah pensiunan.. Secara rinci dapat dilihat dalam grafik berikut ini. Pekerjaan Penduduk 45.00 40.00 Prosentase 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 Series1 Brh Industri Brh Bang PNS Nelayan 44.05 34.25 6.37 5.05 Pedagang Pensiunan 3.63 2.83 Pengangk utan ABRI Peternak Pengusah a Sedang/B 2.10 1.28 0.34 0.09 Jenis Pekerjaan Makalah dan Presentasi 139 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 3.5.2.2. Pendidikan. Pada umumnya penduduk kawasan kelurahan Tanjung Mas menamatkan pendidikan formalnya setingkat SD, SLTP, ataupun SMU. Bekal pendidikan yang setingkat SD, SLTP, dan SMU umumnya tidak memiliki keahlian atau keterampilan khusus, sehingga umumnya memang hanya terserap sebagai buruh industri atau buruh bangunan. Secara rinci pendidikan penduduk kelurahan Tanjung Mas dapat dilihat dalam grafik berikut dibawah ini. Pendidikan 30.00 25.00 Prosentase 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 Series1 blm sekolah buta huruf 12.91 2.81 tidak tamat SD tamat SD 4.37 24.31 Tamat SMP Tamat SMU Tamat D3 Tamat Univ 25.86 25.63 2.57 1.53 3.5.2.3. Jenis bangunan yang ditempati. Fungsi rumah bagi manusia tidak hanya sebagai tempat berteduh dan berlindung, tetapi rumah adalah juga sebagai tempat untuk membina dan mengembangkan diri. Rumah juga dapat mencerminkan status sosial pemilik atau penghuni rumah di mata masyarakat. Contohnya rumah bambu di perkotaan menunjukkan strata sosial yang tergolong kelompok sosial rendah, sementara rumah-rumah permanen menunjukkan strata sosial yang tergolong kelompok sosial atas. Di kelurahan Tanjung Mas pada umumnya penduduk memiliki rumah kayu, atau setengah tembok. Dilihat dari rumah-rumah terbangun yang dihuni oleh penduduk kelurahan Tanjung Mas, penduduk kebanyakan tergolong dalam kelompok strata sosial bawah. Dalam grafik dibawah ini dapat dilihat jenis rumah kebanyakan penduduk kelurahan Tanjung Mas 30.00 20.00 10.00 0.00 Prosentase 40.00 Jenis Bangunan Rumah Series1 Makalah dan Presentasi Permanen Semi Permanen Kayu Bambu 21.24 31.70 37.61 9.44 140 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Kemampuan sosial ekonomi penduduk yang tergolong rendah ini diperburuk dengan terjadinya genangan kenaikan muka air laut secara rutin setiap tahun, sehingga bukan saja beberapa aktifitas penduduk terganggu, tetapi ada biaya tambahan yang perlu dikeluarkan. Genangan air yang terjadi rutin setiap tahun ini memaksa penduduk berupaya untuk menghindari masuknya genangan air pasang ke dalam rumah, dengan cara menaikkan lantai rumah. Upaya meninggikan lantai rumah ini dilakukan setiap 2-3 tahun sekali setinggi 50 cm. Upaya ini berarti ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan, karena meninggikan lantai setinggi 50 cm tersebut rata-rata memerlukan biaya sebesar Rp. 5 – 8 juta. Hal ini bergantung pada luas bangunan, harga tanah urugan, dan biaya angkutan dan jasa. Selain biaya tambahan yang perlu dikeluarkan untuk meninggikan lantai rumah setiap 2-3 tahun, dalam kurun waktu sekitar 10-12 tahun, penduduk kelurahan ini pun terpaksa harus mengeluarkan biaya tambahan lainnya, yaitu untuk meninggikan dinding dan atap rumah, agar tinggi rumah layak dipergunakan sebagai tempat tinggal. 3.5.3. Signifikasi Aktifitas Terganggu Karena Genangan Air. Suatu kota berfungsi sebagai pusat pelayanan dan jasa bagi penduduknya apabila berbagai kegiatan atau aktifitas masih terus terakomodasi atau terfasilitasi. Demikian juga dengan penduduk, mereka akan tetap eksis apabila kebutuhan air bersih yang mendasar masih tetap terlayani. Fungsi kota akan mati atau tidak menunjukan kehidupan apabila penduduknya tidak dapat melangsungkan aktifitasnya. Contohnya ketika Jakarta mengalami genangan banjir yang cukup signifikan, pada titik-titik tertentu lampu dimatikan, komunikasi dan transportasi terputus, sehingga kegiatan distribusi barang dan jasa terhenti dan penduduk pun tidak dapat menjalankan aktifitasnya. Kondisi seperti tersebut diatas, dialami oleh penduduk kawasan pantai kelurahan Tanjung Mas, kecamatan Semarang Utara, pada saat ketika kenaikan muka air laut meningkat. 3.5.3.1. Gangguan Kenaikan Muka Air Laut Thd Aktifitas Penduduk. Kenaikan muka air laut yang menggenangi rumah sampai setinggi 50 cm telah mengakibatkan terhentinya kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga secara total. Contohnya dialami oleh penduduk kawasan pantai, seperti : Kegiatan Rumah Tangga (domestic work), seperti kegiatan memasak, mencuci, makan, dan minum terhenti. Kegiatan Produktif yang bernilai ekonomis, seperti berangkat ke tempat kerja, atau ke tempat usaha, dan ke sekolah. ke sekolah. Aktifitas yang sifatnya rekreatif, seperti ngobrol, kegiatan bermain anak, tidur atau juga kegiatan seperti ibadah, terganggu karena kenaikan muka air laut yang menggenangi perumahan penduduk kawasan pantai. 3.5.3.2. Gangguan Kenaikan Muka Air Laut Thd Sarana dan Prasarana. Kondisi tersebut diatas, tampaknya memang berkaitan erat dengan keberadaan sarana dan prasarana yang tersedia. Pada saat muka air laut pasang sampai setinggi 50 cm, listrik untuk penduduk pemukiman Tambak Lorok misalnya dimatikan demi keamanan, sehingga aktifitas penduduk seperti yang disebutkan diatas terhenti, karena tidak tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang selama kenaikan muka air laut terjadi, contohnya : Sarana Sanitasi dan air bersih terngganggu, sehingga kegiatan dalam rumah tangga terhenti dengan sendirinya. Makalah dan Presentasi 141 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Jalan lingkungan yang memberikan akses penduduk untuk melaksanakan aktifitas di kawasan tersebut pun terganggu dan terhenti dengan sendirinya. Dalam tabel dibawah ini dapat dilihat beberapa aktifitas serta sarana & prasarana penunjang yang terganggu akibat kenaikan muka air laut dalam berbagai tingkat gangguan.. 3.5.4. Kemungkinan Kerugian Sosial. Pengertian kerugian adalah penurunan nilai benda atau barang, atau biaya tambahan yang perlu dikeluarkan, atau kehilangan peluang untuk melakukan sesuatu aktifitas yang bernilai ekonomis. Perkiraan kerugian sosial yang dialami penduduk akibat kenaikan muka air laut adalah jumlah kerugian yang dihitung adalah akumulasi data kolektif dari setiap responden, dengan asumsi bahwa setiap keluarga adalah unit terkecil dalam suatu masyarakat. Jadi kerugian sosial yang dialami penduduk yang bermukim di kawasan pantai dapat dihitung seperti dibawah ini : Tabel 3. Kerugian Sosial yang Dialami Penduduk. Aktifitas Rumah Tangga Makan Minum Masak Cuci Usaha produktif. T.Usaha Sekolah Kantor Aktifitas Rekreatif Sosialisasi Bermain Tidur Ibadah Sarana Sanitasi Air Bersih Jalan Lingkungan % terganggu freq > 12 kali tinggi 50 cm lama > 72 jam penduduk 5.628 kk Lama gangguan Per thn >72 jam 100% 100% 100% 100% 5.628 5.628 5.628 5.628 72 72 72 72 77.1% 80% 31.4% 4.339 4.502 1.767 72 72 72 100% 85.7% 100% 97.1% 5.628 4.823 5.628 5.464 72 72 72 72 97.1% 68% 100% 5.467 3.827 5.628 72 72 72 Satuan Harga effektif Total Kerugia n Kemungkinan kerugian diatas, dialami oleh penduduk kelurahan Tanjung Mas yang berjumlah 5.628 kk. Apabila kenaikan muka air laut minimal mengganggu selama 72 jam per tahun, maka setiap kegiatan penduduk, seperti kegiatan dalam rumah tangga, aktifitas yang sifatnya produktif bernilai ekonomis ataupun aktifitas yang bersifat rekreatif, terganggu minimal selama 72 jam per kk. Apabila setiap jenis kegiatan mempynyai nilai ekonomis secara efektif, maka total kerugian adalah jumlah perkalian antara waktu yang terganggu dengan jenis aktifitas yang terganggu. 3.5.5. Kerugian Atas Bangunan Rumah. Kerugian atas bangunan rumah dihitung atas perkiraan kerugian karena ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan dalam kondisi yang tidak seharusnya dikeluarkan. Contohnya, standard rumah yang normal mempunyai usia bangunan selama 25 tahun. Selama 25 tahun berarti tidak ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan, seperti meninggikan lantai atau meninggikan dinding dan atap. Jadi biaya meninggikan lantai, Makalah dan Presentasi 142 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia dinding dan atap adalah kerugian finansial yang harus dikeluarkan, dimana pada kondisi normal hal tersebutseharusnya tidak terjadi. Dalam table dibawah ini biaya finansial yang dikeluarkan bergantung pada luas dan jenis bangunan. Akan tetapi dalam kasus ini rumah-rumah yang dikumpulkan sebagai data tidak mempunyai ukuran yang standard, sehingga mengalami kesulitan untuk mendata seluruh jenis bangunan dalam waktu yang singkat. Tabel 4. Kerugian Finansial Atas Bangunan Rumah. Jenis Bangunan Jumlah bangunan Permanan Sem Permanen Rumah Kayu Rumah Bambu 1.125 1.679 1.992 500 Meninggikan lantai setiap 2-3 tahun Meniggikan dinding & atap setiap 10-15 tahun Kerusakan Bangunan 3.5.6. Kerugian Sosial Lain yang sulit terukur. Dari contoh kasus Semarang, ada beberapa kerugian sosial lain yang tidak terukur, contohnya : Secara finansial harus mengeluarkan biaya tambahan untuk meninggikan lantai secara terus menerus setiap 2-3 tahun. Setiap 2-3 tahun berarti harus menyisihkan bukan saja uang, tetapi juga waktu atau ada aktifitas dalam rumah tangga tersebut yang terganggu, karena kegiatan meninggikan lantai. Secara finansial harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menyambung dinding dan atap rumah setiap 10-15 tahun. Setiap 10-15 tahun berarti harus menyisihkan bukan saja uang, tetapi juga waktu atau ada aktifitas dalam rumah tangga tersebut yang terganggu, karena kegiatan meninggikan dinding dan atap. . Secara finansial harus mengganti perabot rumah tangga, seperti lemari harus beli setiap 2-3 tahun sekali. Waktu terbuang untuk sesuatu yang tidak pernah selesai, dan tidak pasti sampai kapan akan berakhir, yang seharusnya dapat dipergunakan untuk sesuatu yang produktif. Merasa “ngontrak” di rumah sendiri (sense of belongingness hilang, tidak ada privacy). Secara psikis penduduk menderita kelelahan dan kecemasan yang berkepanjangan, karena pasang air laut pasti datang tetapi tidak tahu pasti kapan dan sampai kapan hal tersebut akan terus berlangsung. Sikap hidup cenderung keras Kerugian pasca genangan, seperti harus membersihkan rumah setelah pasang surut, ke dokter, dll. 3.5.7. Ancaman Kenaikan Muka Air Terhadap Peran Kawasan Pantai Kec. Semarang Utara Fenomena fisik yang terjadi di kawasan ini adalah setiap 5 tahun badan jalan lingkungan dan jalan penghubung pada kawasan Semarang Utara ini terpaksa harus ditinggikan untuk menghindari agar aktifitas perkotaan tidak terhenti karena genangan air pasang. Jalan arteri primer yang saat ini dalam proses penyelesaian adalah salah satu usaha pengelola kota untuk menghindari genangan air laut, agar aktifitas transportasi tetap berjalan. Demikian juga jalan lingkungan dalam kawasan perumahan diupayakan untuk ditinggikan, agar terhindar dari genangan air pasang. Konsekuensi ini mengakibatkan lantai rumah penduduk pun terpaksa harus ditinggikan oleh para penghuninya atas biaya Makalah dan Presentasi 143 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia finansial sendiri untuk menghidari hal yang sama. Sejalan dengan kondisi tersebut diatas, maka fasilitas sosial, fasilitas umum, dan sejenisnya, contohnya pasar yang dibangun di kampung Tambak Lotok, kapling dan lantai bangunannya ditinggikan untuk menghindari genangan air. Gambaran diatas menunjukkan bahwa kenaikan muka air laut secara signifikan mengganggu kegiatan ekonomi perkotaan. Kenaikan muka air laut adalah fenomena fisik, prosesnya berlangsung secara bertahap. Secara perlahan tetapi pasti menggenangi kawasan pantai yang cenderung semakin tinggi dan luas. Disisi lain investasi atau biaya pengelolaan untuk mempertahankan agar kawasan ini tetap eksis dalam menunjang aktifitas perkotaan secara finansial sangat merugikan, baik penduduk setempat ataupun masyarakat umum, demikian juga pengelola kota mengalaminya. Pergeseran batas pantai menjorok ke darat 1991 -2002 3.5.7.1. Fenomena Sosial Perkembangan Penduduk Kecamatan Semarang Utara. Tampaknya sudah menjadi konsekuensi logis bahwa habitat manusia hidup di darat yang layak untuk dijadikan tempat tinggal. Ketika frequensi genangan kenaikan muka iar laut semakin luas dan tinggi, kondisi ini menjadi gangguan yang signifikan bagi kehidupan manusia. Tempat tinggal tidak lagi dapat dijadikan tempat yang aman untuk berteduh dan berlindung. Dari data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa perkembangan penduduk pada kawasan kecamatan Semarang Utara cenderung berkurang, karena kawasan yang tergenang tidak memberikan kenyamanan bagi penduduk untuk tinggal menetap pada kawasan tersebut. Dari hasil observasi di lapangan, pada beberapa titik lokasi ditemukan pula bangunan-bangunan yang kosong yang ditinggalkan para penghuni atau pemakainya. Lahan kosong juga tergenang di beberapa bagian kawasan ini. Pada kawasan perumahan Makalah dan Presentasi 144 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia di kecamatan Semarang Utara masih ditempati sebagai tempat tinggal. Lokasi ini memang mempunyai nilai akses yang tinggi terhadap pusat kegiatan dan pusat kota. Menurut penduduk setempat, satu-satunya gangguan yang signifikan bertempat tinggal di kawasan ini adalah genangan kenaikan muka air laut yang datangnya rutin setiap tahun dalam setiap musim kemarau. jumlah penduduk 130500 130000 129500 129000 128500 128000 127500 127000 126500 126000 125500 125000 jumlah penduduk tahun 1996 tahun 1997 tahun 1998 tahun 1999 tahun 2000 130077 129077 127360 126972 127214 3.5.7.2. Fenomena Sosial Perkembangan Pembangunan Perumahan. Seperti telah dikemukan sebelumnya bahwa jumlah penduduk kawasan kecamatan Semarang Utara cenderung berkrang, berarti bahwa di kawasan ini tidak diperlukan lagi pembangunan rumah. Alasan yang mendasar adalah genangan air laut yang dirasakan sejak 5 tahun terakhir. Sejak tahun 1997 pembangunan perumahan pada kawasan kecamatan Semarang utara cenderung mengalamai stagnasi atau berhenti. Akan tetapi pembangunan perumahan untuk skala kota tetap berjalan dan cenderung terus meningkat. Secara lebih rinci hal ini dapat dilihat dalam grafik berikut ini (lihat grafik) Jumlah Bangunan Rumah Dalam 5 Tahun Terakhir 28000 27500 27000 26500 26000 25500 25000 Rumah Skala Kecamatan Makalah dan Presentasi tahun 1996 tahun 1997 tahun 1998 tahun 1999 tahun 2000 26014 27616 27625 27625 27647 145 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Jumlah Bangunan Rumah Skala Kota 280000 275000 270000 265000 260000 255000 250000 245000 240000 235000 Rumah Skala kota tahun 1996 tahun 1997 tahun 1998 tahun 1999 tahun 2000 249533 262969 270061 277012 278352 Penurunan jumlah penduduk dan pembangunan rumah yang mengalami stagnasi memang tidak selalu berarti bahwa lokasi terebut ditinggalkan penduduknya atau tidak disukai penduduk. Perubahan fungsi perumahan ke lahan komersial bisa saja terjadi, apabila seperti genangan air dapat diatasi dengan baik. Lahan di kawasan kecamatan Semarang Utara yang bernilai strategis, dan akses terhadap pusat kota dan pusat kegiatan mungkin menarik untuk dikembangkan menjadi area komersial dan sejenisnya. Akan tetapi sejauh ini, dalam 5 tahun terakhit perkembangan dari aktifitas perkotaan tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Perubahan fungsi lahan pun tidak atau belum terjadi. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan kegiatan industri dan aktifitas ekonomi lainnya dalam tabel dibawah ini (lihat tabel) Tabel 5. Jumlah Jenis 1996 Ind Besar & sedang 57 Ind. Kecil 119 Kerajinan 32 Perhotelan 4 Aktifitas Ekonomi Perkotaan. 1997 1998 1999 45 57 57 120 120 120 417 32 32 7 6 6 2000 49 120 34 7 Sumber : Monografi kota Semarang, BPS 3.6. IMPLIKASI KENAIKAN MUKA AIR LAUT THD PERAN KAWASAN KECAMATAN SEMARANG UTARA. Kecamatan Semarang Utara adalah bagian dari kawasan yang mempunyai peran sebagai kawasan pelayanan pendukung, berupa perkantoran, perdagangan dan permukiman, dalam mendukung kawasan pantai Semarang Utara sebagai kawasan industri, pergudangan dan pusat tranportasi. Makalah dan Presentasi 146 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Kenaikan muka air laut berakibat pada kawasan bergesernya batas kawasan pantai yang semakin menjorok ke darat. Kawasan pantai yang semula dapat dijadikan kawasan pemukiman dalam aktifitas perkotaan mulai terganggu dengan genangan air akibat kenaikan muka air laut tersebut. Penurunan jumlah penduduk dalam lima tahun terakhir, diiringi pula oleh stagnasi pembangunan perumahan pada wilayah kecamatan Semarang Utara serta tidak terjadi perubahan fungsi lahan perumahan ke lahan komersial. Hal tersebut dapat menujukan suatu bukti bahwa untuk pembangunan jangka panjang kawasan kecamatan Semarang Utara perlu mempertimbangkan lebih lanjut, mengingat fenomena fisik atas kenaikan muka air laut, secara perlahan tetapi pasti dialami oleh penduduk atau masyarakat kecataman Semarang Utara, serta merugikan semua pihak, baik penduduk yang terus menerus meninggikan lantai rumah, maupun pengelola kota yang terus menerus menggikan badan jalan lingkungan, jalan penghubung primer ataupun skunder, dimana biayanya sangat tinggi, sehingga perlu audit keuntungan dan kerugiannya bila dibandingkan dengan pemasukan PAD yang masuk yang berasal baik untuk saat ini mapun jangka panjangnya. KESIMPULAN Fenomena penurunan tanah (land subsidence) dan/atau kenaikan muka air pasang, khususnya di kawasan Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara membawa konsekuensi bagi Pemerintah Kota dan sekelompok masyarakat yang terkena dampaknya secara langsung untuk menanggung kerugian fisik dan/atau biaya pembangunan serta pemeliharaan sarana dan prasarana yang sangat besar. Bagi masyarakat, kerugian fisik yang harus ditanggung meliputi pengurugan tanah secara rutin, rata-rata setinggi 15 cm per tahun; kehilangan bangunan rumah total setelah jangka waktu 12 hingga 30 tahun dari masa awal pembangunan; serta penyediaan perabot rumah tangga setiap 3 tahun sekali. Kerugian sosial yang dialami penduduk berupa waktu atau peluang yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk suatu kegiatan yang produktif atau bernilai ekonomis, menjadi terbuang. Kerugian sosial lainnya berupa biaya tambahan yang terpaksa harus dikeluarkan untuk memperbaiki rumah atau perabotan rumah tangga dalam waktu yang tidak lajim dilakukan. Pada kondisi normal seharusnya biaya tambahan yang harus dikeluarkan tersebut tidak ada. Kerugian yang sifatnya psikologis, seperti merasa cemas, merasa tidak aman tinggal di rumah sendiri, karena genangan akan selalu mengancam dan terjadi pada kawasan dimana penduduk tinggal. Dengan demikian, pada dasarnya kawasan Kelurahan Tanjung Mas kurang sesuai untuk fungsi perumahan. Apabila fungsi perumahan tetap akan dipertahankan, maka masyarakat dan pemerintah kota harus menanggung kerugian fisik sepanjang masa/selamanya; atau perlu dilakukan penataan kawasan dengan penangan teknis khusus yang tentunya akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Makalah dan Presentasi 147 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia DAFTAR PUSTAKA 1. Bappeda Kota Semarang. (2002). Laporan Antara: Rencana Pengembangan Potensi Kelautan Kota Semarang Tahun Anggaran 2001/2002. 2. Humas Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang. (1993). Semarang Menyongsong Masa Depan II, Semarang Faces The Future Book II. 3. Wilonoyudho, Saratri. (1998). Pembangunan Kota Semarang Seutuhnya. Harian Suara Merdeka, 2 Mei 1998. 4. Wirawan, Johan. (2000). Perlunya Upaya Bersama Untuk Mengembalikan Kejayaan Bangsa Indonesia, Problem Banjir di Kota Semarang. Makalah disampaikan pada “Seminar Menengok Masa Silam, Menyongsong Hari Esok Semarang”, Semarang, 6 Mei 2000. 5. Dalton, Bill., (1995), Indonesia Handbook, Moon Publications Inc, Chico, California, USA. 6. Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1982), Metode Penelitian Survai, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta. 7. Soejono Soekanto, SH. MA. (1977), Sosiologi Suatu Pengantar, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. 8. Prof. Dr. Sukanto Reksohadiprojo, M.Com dan Dr. A. R. Karseno, MA., (1997), Ekonomi Perkotaan, edisi ketiga, BPEE, Yogyakarta. 9. Lucas, D & Meyer, P. (1994), Beginning Population Studies, edisi kedua, National Centre for Development Studies, The Australian National University, Camberra. 10. Data Book of Sealevel Rise 2000, Centre for Global Environmental Research, National Institute for Environmental Studies Environment Agency of Japan. Makalah dan Presentasi 148 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia LAMPIRAN MASALAH LINGKUNGAN PADA KAWASAN PANTAI KOTA SEMARANG: A. Banjir Rutin Setiap Musim Hujan (Hujan Deras1 s.d 3 Jam) B. Banjir Akibat Rob Sepanjang Tahun C. Penurunan/Amblesan Tanah Makalah dan Presentasi 149 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia PETA DAERAH RAWAN MASALAH LINGKUNGAN Daerah Rawan Banjir Daerah Rawan Banjir DAERAH RAWAN BANJIR DAN ROB Daerah Rawan Banjir Lokasi Pengambilan Sampel Zona Amblesan Makalah dan Presentasi > 0,20 m per tahun 0,10 - 0,15 m per tahun 0,15 - 0,20 m per tahun 0,05 - 0,10 m per tahun 150 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia PROFIL KELURAHAN TANJUNG MAS PROFIL KELURAHAN TANJUNG MAS 1. Lokasi : Kecamatan Semarang Utara 2. Luas Areal : 323,782 Ha 3. Tinggi Permukaan Tanah Terhadap MSL : s.d 0,50 m 4. Penurunan/Amblasan Tanah per Tahun 5. Rata-rata Genangan Air Pasang Maks. 6. Demografi: A. Jumlah Penduduk = 28.413 Jiwa B. Jumlah KK = 5.628 KK : 0,05 – 0,30 m : 40 – 60 cm 7. Penggunaan Lahan: Tanah Kering*) = 271,782 Ha Tanah Basah**) = 52 Ha *) **) = Pekarangan/Bangunan/Emplasement = Tambak 8. Perumahan Penduduk A. Karakteristik: Letak Bangunan : Di Atas Tanah (Landed House) Tipe Bangunan : Tidak Bertingkat & Bertingkat 0 1.000 2.000 B. Jenis & Jumlah Bangunan Rumah: Semi Kayu/ Permanen Permanen Papan 1.679 1.992 Jumlah 1.125 Makalah dan Presentasi Bambu/ Lainnya 500 151 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia SITUASI KELURAHAN TANJUNG MAS Balai Pertemuan Makalah dan Presentasi 152 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Lantai pecah, air merembes dari bawah Lantai pecah Dinding (terutama pada pertemuan sudut) retak Pelapis dinding berjamur, plesteran lepas Makalah dan Presentasi 153 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Peninggian halaman rumah Sisa bangunan setelah disesuaikan dengan permukaan jalan Bangunan baru yang didirikan di atas rumah yang telah habis terurug Makalah dan Presentasi 154 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia KERUGIAN FISIK BANGUNAN RUMAH KAWASAN PANTAI AKIBAT PENURUNAN TANAH DAN KENAIKAN MUKA AIR PASANG ( KASUS: KELURAHAN TANJUNG MAS – KOTA SEMARANG ) KERUSAKAN BANGUNAN ADAPTASI A. Perlengkapan Rumah Tangga Makalah dan Presentasi 155 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia B. Bangunan Rumah Alternatif I: Ditinggikan Sekaligus + 1,50 m Makalah dan Presentasi 156 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Alternatif II: Ditinggikan Secara Bertahap Muka Air Pasang + 1,50 m + 0,45 m + 0,15 m 0 Rumah Tidak Bertingkat Makalah dan Presentasi Rumah Bertingkat 157