Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia KERUGIAN SOSIAL PENDUDUKAN KAWASAN PEMUKIMAN PANTAI Heni Suhaeni* Abstrak: Kenaikan muka air laut telah mempengaruhi kawasan kota pantai yang berada di dataran rendah. Kerusakan dan berkurangnya area kawasan pantai yang diakibatkan kenaikan muka air laut telah teridentifikasi. Dengan kondisi seperti tersebut diatas, Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki kawasan pantai yang cukup luas tampaknya akan mengalami kerugian yang signifikan Dalam tulusan ini akan dibahas mengenai kerugian sosial yang dialami penduduk yang tinggal di kawasan pemukiman pantai. Tujuan tulisan ini adalah mencoba untuk menemu kenali kerugian sosial yang dialami penduduk pemukiman kawasan pantai, dengan cara menguraikan fenomena fisik dan sosial pada pemukiman kawasan pantai yang tergenang akibat kenaikan muka air laut, sehingga dapat diperkirakan kemungkinan kerugian sosial yang dialami penduduk.. I. PENDAHULUAN Pemanasan global diyakini telah mengakibatkan terjadinya kenaikan muka air laut yang mengancam keberadaan kawasan kota-kota pantai dataran rendah di beberapa negara Asia. Contohnya di Thailand, kawasan pinggir pantai telah tergenang, sehingga hanya menyisakan tiang-tiang jalur telekomunikasi yang masih berderet berdiri, erosi kawasan pantai pun telah menjadikan hutan mangrove mengalami kerusakan. Di China, kawasan sawah dan tambak ikan tergenang, sehingga menghentikan aktifitas ekonomi masyarakat. Demikian juga di India dimana penduduk cukup padat tinggal pada kawasan pantai, diperkirakan kenaikan muka air laut ini akan mengakibatkan kerugian pada penduduk, karena jaringan jalan mengalami kerusakan, tanggul pemecah ombak harus dibangun untuk mengurangi hantaman ombak, dan penduduk pun harus pindah (Data Book of Sea Level Rise 2000). Kawasan pantai yang selama ini, menjadi salah satu asset dalam setiap pembangunan ekonomi mulai tampaknya akan menghadapi berbagai masalah, karenai garis pantai yang semakin bergeser menjorok ke arah daratan, sehingga gelombang pasang air laut merusak sarana dan prasarana kawasan pantai serta menggenangi bangunanbangunan yang berderet di atasnya. Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.110 pulau-pulau besar dan kecil mempunyai kawasan pantai yang bila dibentangkan panjangnya mencapai 81.000 km Dengan kondisi seperti tersebut diatas, di satu sisi memang telah memberikan banyak manfaat bagi kehidupan penduduknya dimana Indonesia sebagai negara sedang berkembang masih sangat tergantung pada pada sumber daya alam. Di sisi lain kawasan pantai ternyata juga menghadapi ancaman rawan teradap genangan kenaikan muka air laut. Perkiraan luas kerusakan kawasan pantai dan jenis kerusakan yang dialami karena naiknya permukaan air laut telah teridentifikasikan, bahkan di forum internasional dampak kenaikan muka air laut sering menjadi issue utama dalam setiap kegiatan seminar ataupun konferensi. * Staf Pusat Litbang Permukiman Makalah dan Presentasi 119 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Berkaitan dengan issue kenaikan muka air laut seperti yang disebutkan diatas, tahun 2002 Puskim Bandung bekerjasama dengan NILIM Jepang melakukan penelitian mengenai Pengukuran Kerugian Bangunan Rumah dan Kerugian Sosial Penduduk yang Bermukim di Kawasan Pantai. Penelitian dilakukan di tujuh kawasan pantai, yaitu kawasan pantai kota-kota Jakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar, Mataram, Makassar, dan Banjarmasin. Khusus dalam tulisan ini, issue yang akan dibahas adalah Kerugian Sosial Penduduk Kawasan Permukiman Pantai. Contoh kasus yang akan ditampilkan disini adalah kasus kawasan pantai Semarang Utara, dengan pertimbangan bahwa kasus kawasan pantai Semarang Utara mengalami kerugian yang signifikan yang diakibatkan oleh kenaikan muka air laut. II. METODOLOGI Proses pengumpulan data primer dilakukan melalui metode survai, yaitu cara mengumpulkan data secara langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner berstruktur. Kuesioner berstruktur ini dirancang untuk dapat menjaring/merekam kondisi genangan air laut yang dialami penduduk dan hubungannya dengan aktifitas yang terganggu, serta usaha yang dilakukan dalam mengatasi genangan air laut pasang tersebut. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS. Analisis perkiraan kerugian dilakukan dengan cara menghitung waktu yang hilang selama terjadi gangguan terhadap beberapa akitiftas dan menghitung biaya tambahan yang perlu dikeluarkan sebagai akibat terjadinya kenaikan muka air laut. III. PEMBAHASAN 3.1. Lokasi Kawasan Penelitian. Lokasi kawasan penelitian adalah kawasan pantai kelurahan Tanjung Mas (lihat gambar). Kelurahan Tanjung Mas adalah salah satu kelurahan yang termasuk dalam wilayah kecamatan Semarang Utara. Kawasan Semarang Utara ini merupakan kawasan industri, pergudangan, pusat transportasi serta kawasan pelayanan pendukung berupa perkantoran, perdagangan, perhotelan dan perumahan, sehingga intensitas kegiatan pada kawasan ini cukup tinggi, karena berbagai aktifitas berlangsung dalam satu kawasan kecamatan Semarang Utara dan pada kawasan yang berdekatan dengan kawasan ini. Peran kawasan yang mempunyai aktifitas cukup tinggi ini, karena memang lokasinya yang strategis, mempunyai nilai akses yang tinggi terhadap pusat kegiatan, pusat kota, dan pusat transportasi. Dari hasil observasi lapangan pada beberapa area tampak lahan dan bangunan yang kosong yang tidak dipakai lagi dan tergenang. Sebagian area lainnya merupakan kawasan perumahan dan permukiman, industri, pegudangan, dan pelabuhan laut. Jalan arteri primer pada kawasan ini terlihat masih dalam proses penyelesaian. Jalan arteri primer ini akan berfungsi sebagai jalan penghubung menuju atau keluar dari pelabuhan laut. Jalan arteri primer ini dibangun untuk mengatasi kelangsungan kegiatan transportasi, karena pada masa sebelumnya, ketika terjadi kenaikan muka air laut, kegiatan bongkar muat kapal di pelabuhan dan distribusi barang dan jasa terhenti. Jalan penghubung tidak dapat dilalui oleh kendaraan, sehingga pemerintah daerah ataupun lembaga lain baik masyarakat perorangan maupun kelompok yang terkait dengan kegiatan tersebut mengalami kerugian. Makalah dan Presentasi 120 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Peta Lokasi Penelitian Gambar Permukiman pada Lokasi Penelitian 3.2. Fenomena Kenaikan Muka Air Laut Seperti telah disebutkan diatas, pemanasan global telah mengakibatkan kenaikan muka air laut. Kawasan pantai dataran rendah pada beberapa negara Asia mengalami kerusakan dalam berbagai tingkatan dan jenis kerusakan. Di Indonesia, khususnya kawasan pantai Semarang Utara, kenaikan muka air laut telah menjadikan kawasan pantai terkena erosi. Kawasan pantai yang mengalami erosi dan tergenang. mulai teridentifikasi sejak tahun 1990an. Hal ini mulai dirasakan oleh penduduk yang bermukim di kawasan pantai, kecamatan Semarang Utara. Dari tahun ke tahun tinggi genangan semakin bertambah, semakin sering, dan semakin lama bangunan rumah-rumah penduduk tergenang. Dalam RDTRK pun tercatat bahwa kondisi genangan semakin meluas, bahkan pada kondisi tertentu genangan pasang air laut atau lebih dikenal dengan istilah rob telah sampai ke kawasan Tugu yang berdekatan dengan pusat kota. Makalah dan Presentasi 121 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 3.2.1. Frequensi & Lama Genangan Dari survey lapangan yang dilakukan oleh Puskim berkaitan dengan genangan pasang air laut, hasil menunjukkan bahwa kenaikan muka air laut di Semarang Utara sering terjadi justru pada musim kemarau atau musim panas, antara bulan Juli sampai dengan Nopember setiap tahun. Dalam setiap bulannya dialami 7 sampai dengan 10 hari terjadi genangan pasang air laut. Lamanya genangan paling singkat 1 jam terjadi pada lokasi yang berbatasan langsung dengan laut. Lamanya genangan waktunya akan semakin panjang pada kawasan yang jarak lokasinya ke laut semakin jauh. Dalam setiap kali genangan air laut pasang dapat terjadi 2 - 3 kali. Waktu terjadinya tidak menentu, kadang pagi, siang, sore, ataupun malam. Secara rinci frequensi genangan pasang air laut dapat diuraikan sebagai berikut : Tabel Frequensi dan lama Genangan Minimal Dalam 1 Tahun. Hari Bulan Frequensi Lama Total Waktu 7-10 4 bln 2-3 kali 1 jam 8,5 x 4 x 2.5 x 1 = 72 jam Data primer yang diperoleh dari hasil survey lapangan menunjukkan bahwa lamanya genangan dalam setiap kali muka air laut naik, 80% responden mengalami genangan air lebih dari 24 jam dalam setahun. Lamanya Genangan 80 70 Prosentase 60 50 40 30 20 10 0 Series1 1-12 Jam 13 - 24 Jam > 24 Jam 11.4 8.6 80 3.2.2. Tinggi Genangan Pada umumnya masyarakat mengalami genangan setinggi 50 cm atau 10 cm. Dari hasil survey menunjukkan bahwa 85.7% dari penduduk mengalami genangan air laut pasang masuk ke kapling rumahnya setinggi lutut atau sekitar 50 cm. Hanya 14.3% saja yang mengalami genangan air yang masuk ke kapling rumahnya sebatas mata kaki. Genangan air yang masuk rumah responden setinggi lutut, sudah menunjukkan gangguan yang sangat berpengaruh bagi kehidupan sehari-hari masyarakat, karena ruang gerak menjadi semakin terbatas, dan tidak merasa aman dalam melakukan kegiatan rutin sehingga beberapa aktifitas terpaksa berhenti. Tinggi Genangan 90 80 Prosentase 70 60 50 40 30 20 10 0 Series1 Makalah dan Presentasi 0 - 10 cm 11 - 50 cm 14.3 85.7 122 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 3.3. Fenomena Sosial Penduduk Yang Mengalami Genangan Kenaikan Muka Air Laut. Kelurahan Tanjung Mas, kecamatan Semarang Utara adalah kawasan pemukiman dan perumahan dengan intensitas tinggi, karena berada dekat dengan kawasan industri, perdagangan, pergudangan, dan pelabuhan laut. Konsekuensi logis, apabila kawasan ini diminati oleh para buruh yang tempat bekerjanya berdekatan dengan tempat tinggalnya berdekatan. Hasil survey lapangan pun menunjukkan bahwa penduduk memilih tinggal di kawasan ini karena dekat dengan pusat kegiatan, dan satu-satunya yang mengganggu kehidupan atau aktifitas penduduk adalah genangan pasang air laut. 3.3.1. Pekerjaan Penduduk. Dari data yang dikumpulkan diperoleh hasil bahwa sekitar 78.3% penduduk bekerja sebagai buruh, 6.3% sebagai PNS, 5% sebagai Nelayan, 3.6% sebagai Pedagang, dan 2.8% adalah pensiunan.. Secara rinci dapat dilihat dalam grafik berikut ini. Pekerjaan Penduduk 45.00 40.00 Prosentase 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 Series1 Brh Industri Brh Bang PNS Nelayan 44.05 34.25 6.37 5.05 Pedagang Pensiunan 3.63 Pengangk utan ABRI Peternak Pengusah a Sedang/B 2.10 1.28 0.34 0.09 2.83 Jenis Pekerjaan 3.3.2. Pendidikan. Pada umumnya penduduk kawasan kelurahan Tanjung Mas menamatkan pendidikan formalnya setingkat SD, SLTP, ataupun SMU. Bekal pendidikan yang setingkat SD, SLTP, dan SMU umumnya tidak memiliki keahlian atau keterampilan khusus, sehingga umumnya memang hanya terserap sebagai buruh industri atau buruh bangunan. Jumlah penduduk yang tidak menamatkan SD pun cukup signifikan, mencapai sekitar 31% dari total penduduk. Secara rinci pendidikan penduduk kelurahan Tanjung Mas dapat dilihat dalam grafik berikut dibawah ini. Pendidikan 30.00 25.00 Prosentase 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 Series1 Makalah dan Presentasi blm sekolah buta huruf 12.91 2.81 tidak tamat SD tamat SD 4.37 24.31 Tamat SMP Tamat SMU Tamat D3 Tamat Univ 25.86 25.63 2.57 1.53 123 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 3.3.3. Jenis bangunan yang ditempati. Fungsi rumah bagi manusia tidak hanya sebagai tempat berteduh dan berlindung, tetapi rumah adalah juga sebagai tempat untuk membina dan mengembangkan diri. Rumah juga dapat mencerminkan status sosial pemilik atau penghuni rumah di mata masyarakat. Contohnya rumah bambu di perkotaan menunjukkan strata sosial yang tergolong kelompok sosial rendah, sementara rumah-rumah permanen menunjukkan strata sosial yang tergolong kelompok sosial atas. Di kelurahan Tanjung Mas pada umumnya penduduk memiliki rumah kayu, atau setengah tembok. Dilihat dari rumah-rumah terbangun yang dihuni oleh penduduk kelurahan Tanjung Mas, penduduk kebanyakan tergolong dalam kelompok strata sosial bawah. Dalam grafik dibawah ini dapat dilihat jenis rumah kebanyakan penduduk kelurahan Tanjung Mas 30.00 20.00 10.00 0.00 Prosentase 40.00 Jenis Bangunan Rumah Series1 Permanen Semi Permanen Kayu Bambu 21.24 31.70 37.61 9.44 Kemampuan sosial ekonomi penduduk yang tergolong rendah ini diperburuk dengan terjadinya genangan kenaikan muka air laut secara rutin setiap tahun, sehingga bukan saja beberapa aktifitas penduduk terganggu, tetapi ada biaya tambahan yang perlu dikeluarkan. Genangan air yang terjadi rutin setiap tahun ini memaksa penduduk berupaya untuk menghindari masuknya genangan air pasang ke dalam rumah, dengan cara menaikkan lantai rumah. Upaya meninggikan lantai rumah ini dilakukan setiap 2-3 tahun sekali setinggi 50 cm. Upaya ini berarti ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan, karena meninggikan lantai setinggi 50 cm tersebut rata-rata memerlukan biaya sebesar Rp. 5 – 8 juta. Hal ini bergantung pada luas bangunan, harga tanah urugan, dan biaya angkutan dan jasa. Selain biaya tambahan yang perlu dikeluarkan untuk meninggikan lantai rumah setiap 2-3 tahun, dalam kurun waktu sekitar 10-12 tahun, penduduk kelurahan ini pun terpaksa harus mengeluarkan biaya tambahan lainnya, yaitu untuk meninggikan dinding dan atap rumah, agar tinggi rumah layak dipergunakan sebagai tempat tinggal. 4. SIGNIFIKASI AKTIFITAS TERGANGGU KARENA GENANGAN AIR Suatu kota berfungsi sebagai pusat pelayanan dan jasa bagi penduduknya apabila berbagai kegiatan atau aktifitas masih terus terakomodasi atau terfasilitasi. Demikian juga dengan penduduk, mereka akan tetap eksis apabila kebutuhan air bersih yang mendasar Makalah dan Presentasi 124 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia masih tetap terlayani. Fungsi kota akan mati atau tidak menunjukan kehidupan apabila penduduknya tidak dapat melangsungkan aktifitasnya. Contohnya ketika Jakarta mengalami genangan banjir yang cukup signifikan, pada titik-titik tertentu lampu dimatikan, komunikasi dan transportasi terputus, sehingga kegiatan distribusi barang dan jasa terhenti dan penduduk pun tidak dapat menjalankan aktifitasnya. Kondisi seperti tersebut diatas, dialami oleh penduduk kawasan pantai kelurahan Tanjung Mas, kecamatan Semarang Utara, pada saat ketika kenaikan muka air laut meningkat. 4.1. Gangguan Kenaikan Muka Air Laut Thd Aktifitas Penduduk. Kenaikan muka air laut yang menggenangi rumah sampai setinggi 50 cm telah mengakibatkan terhentinya kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga secara total. Contohnya dialami oleh penduduk kawasan pantai, seperti : Kegiatan Rumah Tangga (domestic work), seperti kegiatan memasak, mencuci, makan, dan minum terhenti. Kegiatan Produktif yang bernilai ekonomis, seperti berangkat ke tempat kerja, atau ke tempat usaha, dan ke sekolah. ke sekolah. Aktifitas yang sifatnya rekreatif, seperti ngobrol, kegiatan bermain anak, tidur atau juga kegiatan seperti ibadah, terganggu karena kenaikan muka air laut yang menggenangi perumahan penduduk kawasan pantai. 4.2. Gangguan Kenaikan Muka Air Laut Thd Sarana dan Prasarana. Kondisi tersebut diatas, tampaknya memang berkaitan erat dengan keberadaan sarana dan prasarana yang tersedia. Pada saat muka air laut pasang sampai setinggi 50 cm, listrik untuk penduduk pemukiman Tambak Lorok misalnya dimatikan demi keamanan, sehingga aktifitas penduduk seperti yang disebutkan diatas terhenti, karena tidak tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang selama kenaikan muka air laut terjadi, contohnya : Sarana Sanitasi dan air bersih terngganggu, sehingga kegiatan dalam rumah tangga terhenti dengan sendirinya. Jalan lingkungan yang memberikan akses penduduk untuk melaksanakan aktifitas di kawasan tersebut pun terganggu dan terhenti dengan sendirinya. Dalam tabel dibawah ini dapat dilihat beberapa aktifitas serta sarana & prasarana penunjang yang terganggu akibat kenaikan muka air laut dalam berbagai tingkat gangguan.. 5. KEMUNGKINAN KERUGIAN SOSIAL Pengertian kerugian adalah penurunan nilai benda atau barang, atau biaya tambahan yang perlu dikeluarkan, atau kehilangan peluang untuk melakukan sesuatu aktifitas yang bernilai ekonomis. Perkiraan kerugian sosial yang dialami penduduk akibat kenaikan muka air laut adalah jumlah kerugian yang dihitung adalah akumulasi data kolektif dari setiap responden, dengan asumsi bahwa setiap keluarga adalah unit terkecil dalam suatu masyarakat. Jadi kerugian sosial yang dialami penduduk yang bermukim di kawasan pantai dapat dihitung seperti dibawah ini : Makalah dan Presentasi 125 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Tabel Kerugian Sosial yang Dialami Penduduk. penduduk 5.628 kk Lama gangguan Per thn >72 jam 100% 100% 100% 100% 5.628 5.628 5.628 5.628 72 72 72 72 77.1% 80% 31.4% 4.339 4.502 1.767 72 72 72 100% 85.7% 100% 97.1% 5.628 4.823 5.628 5.464 72 72 72 72 97.1% 68% 100% 5.467 3.827 5.628 72 72 72 % terganggu freq > 12 kali tinggi 50 cm lama > 72 jam Aktifitas Rumah Tangga Makan Minum Masak Cuci Usaha produktif. T.Usaha Sekolah Kantor Aktifitas Rekreatif Sosialisasi Bermain Tidur Ibadah Sarana Sanitasi Air Bersih Jalan Lingkungan Satuan Harga effektif Total Kerugian Kemungkinan kerugian diatas, dialami oleh penduduk kelurahan Tanjung Mas yang berjumlah 5.628 kk. Apabila kenaikan muka air laut minimal mengganggu selama 72 jam per tahun, maka setiap kegiatan penduduk, seperti kegiatan dalam rumah tangga, aktifitas yang sifatnya produktif bernilai ekonomis ataupun aktifitas yang bersifat rekreatif, terganggu minimal selama 72 jam per kk. Apabila setiap jenis kegiatan mempynyai nilai ekonomis secara efektif, maka total kerugian adalah jumlah perkalian antara waktu yang terganggu dengan jenis aktifitas yang terganggu. 6. KERUGIAN ATAS BANGUNAN RUMAH Kerugian atas bangunan rumah dihitung atas perkiraan kerugian karena ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan dalam kondisi yang tidak seharusnya dikeluarkan. Contohnya, standard rumah yang normal mempunyai usia bangunan selama 25 tahun. Selama 25 tahun berarti tidak ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan, seperti meninggikan lantai atau meninggikan dinding dan atap. Jadi biaya meninggikan lantai, dinding dan atap adalah kerugian finansial yang harus dikeluarkan, dimana pada kondisi normal hal tersebutseharusnya tidak terjadi. Dalam table dibawah ini biaya finansial yang dikeluarkan bergantung pada luas dan jenis bangunan. Akan tetapi dalam kasus ini rumah-rumah yang dikumpulkan sebagai data tidak mempunyai ukuran yang standard, sehingga mengalami kesulitan untuk mendata seluruh jenis bangunan dalam waktu yang singkat. Tabel Kerugian Finansial Atas Bangunan Rumah. Jenis Bangunan Permanan Sem Permanen Rumah Kayu Rumah Bambu Makalah dan Presentasi Jumlah bangunan 1.125 1.679 1.992 500 Meninggikan lantai setiap 2-3 tahun Meniggikan dinding atap setiap 10-15 tahun & Kerusakan Bangunan 126 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 7. Kerugian Sosial Lain yang sulit terukur Dari contoh kasus Semarang, ada beberapa kerugian sosial lain yang tidak terukur, contohnya : Secara finansial harus mengeluarkan biaya tambahan untuk meninggikan lantai secara terus menerus setiap 2-3 tahun. Setiap 2-3 tahun berarti harus menyisihkan bukan saja uang, tetapi juga waktu atau ada aktifitas dalam rumah tangga tersebut yang terganggu, karena kegiatan meninggikan lantai. Secara finansial harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menyambung dinding dan atap rumah setiap 10-15 tahun. Setiap 10-15 tahun berarti harus menyisihkan bukan saja uang, tetapi juga waktu atau ada aktifitas dalam rumah tangga tersebut yang terganggu, karena kegiatan meninggikan dinding dan atap. . Secara finansial harus mengganti perabot rumah tangga, seperti lemari harus beli setiap 2-3 tahun sekali. Waktu terbuang untuk sesuatu yang tidak pernah selesai, dan tidak pasti sampai kapan akan berakhir, yang seharusnya dapat dipergunakan untuk sesuatu yang produktif. Merasa “ngontrak” di rumah sendiri (sense of belongingness hilang, tidak ada privacy). Secara psikis penduduk menderita kelelahan dan kecemasan yang berkepanjangan, karena pasang air laut pasti datang tetapi tidak tahu pasti kapan dan sampai kapan hal tersebut akan terus berlangsung. Sikap hidup cenderung keras Kerugian pasca genangan, seperti harus membersihkan rumah setelah pasang surut, ke dokter, dll. KESIMPULAN Kerugian sosial tidak hanya dialami oleh penduduk semata, tetapi juga dialami oleh pengelola kota. Implikasi kerugian sosial penduduk terhadap biaya pengelolaan kota akan semakin tinggi sejalan dengan bertambahnya kenaikan muka air laut, apabila masalah tersebut tidak dicemati dari sekarang. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang pengukuran kerugian dengan unit analisis skala kawasan area yang tergenang dengan metode cost benefit analysis, sebagai masukan bagi pengelola kota, sehingga pengelola kota dapat mengambil kebijakan yang tepat untuk masyarakatnya. Daftar Kepustakaan 1. Dalton, Bill., (1995), Indonesia Handbook, Moon Publications Inc, Chico, California, USA. 2. Bappeda Semarang (2001) Laporan Antara, Bappeda Semarang. 3. Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1982), Metode Penelitian Survai, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta. 4. Soejono Soekanto, SH. MA. (1977), Sosiologi Suatu Pengantar, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. 5. Prof. Dr. Sukanto Reksohadiprojo, M.Com dan Dr. A. R. Karseno, MA., (1997), Ekonomi Perkotaan, edisi ketiga, BPEE, Yogyakarta. 6. Lucas, D & Meyer, P. (1994), Beginning Population Studies, edisi kedua, National Centre for Development Studies, The Australian National University, Camberra. 7. Data Book of Sealevel Rise 2000, Centre for Global Environmental Research, National Institute for Environmental Studies Environment Agency of Japan. Makalah dan Presentasi 127