Rendahnya hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hakekat Matematika
Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir.1
Karena matematika sangat diperlukan baik bagi kehidupan sehari-hari maupun
dalam menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan
kepada setiap peserta didik disemua jenjang pendidikan. Kalau tidak, peserta
didik akan menghadapi banyak masalah karena hampir semua bidang studi
memerlukan matematika yang sesuai. Berbicara mengenai hakekat matematika
artinya menguraikan apa matematika itu, apakah matematika ilmu induktif,
ilmu deduktif, simbul-simbul, ilmu abstrak dan sebagainya.
1. Definisi Matematika
Istilah matematika berasal dari kata “matematika” berasal dari kata
mathema dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai “sains, imu
pengetahuan, atau belajar”, juga mathematikos yang diartikan sebagai “ suka
belajar”.2 Matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak
menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola kateraturan dan
struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke
1
Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. (Malang:
UNM, 2005), hal. 35
2
Sriyanto, Strategi Sukses Menguasai Matematika. (Yogyakarta: Indonesia Cerdas,
2007), hal. 12
24
25
aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil.3 Matematika adalah ilmu
tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang
digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan.4
Dalam Al Qur’an dinyatakan bahwa segala sesuatu itu diciptakan
secara matematis, sebagaimana yang tersirat pada surat Al Qamar ayat 49
berikut:



  
Artinya : Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.
Ayat tersebut menjelaskan semua yang ada di alam ini ada ukuranya,
ada hitungan-hitunganya, ada rumusnya atau ada persamaanya. Sebenarnya
ahli matematika atau fisika tidak membuat rumus sedikitpun melainkan
hanya menemukan rumus atau persamaan karena rumus-rumus yang ada
sekarang sudah dipersiapkan.
Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk sususunan
besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainya
dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang yaitu
alajabar, analisis, dan geometri. Sejak awal kehidupan manusia, matematika
itu merupakan alat bantu untuk mengatasi berbagai macam permasalahan
3
Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini. (Bandung: Tarsito, 1990),
hal. 1
4
Masykur dan Abdul Halim F, Mathematical Intelegence. (Yogyakarta: Ruzz Media
Grup, 2007), hal. 44
26
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Baik itu permasalahan yang
masih memiliki hubungan serta dalam kaitanya dengan ilmu eksak ataupun
permasalahan-permasalahan yang bersifat sosial.5
Dapat dikatakan pula, matematika berkenaan ide-ide (gagasangagasan), struktur-struktur dan hubungan-hubunganya yang diatur secara
logika sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.
Suatu kebenaran matematika dikembangkan berdasarkan atas alasan logika
dengan menggunakan pembuktian deduktif. Matematika sebagai ilmu
mengenai struktur hubungan-hubunganya dengan simbol-simbol yang
diperlukan. Secara singkat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan
ide-ide/konsep-konsep
abstrak
yang
tersusun
secara
hirarkis
dan
penalaranya deduktif.6
Pembahasan tentang hakikat matematika telah lama dilakukan.
Pembahasan ini lebih ditujukan kepada kepentingan para peminat
matematika agar dapat memahami dengan penuh keseluruhan pandangan
para ahli matematika. Tidak sedikit ahli matematika yang berhasil
merumuskan hakekat matematika. Berbagai rumusan tersebut memiliki ciri
khas sesuai dengan pandangan, katertarikan dan minat tokoh tersebut pada
sisi-sisi tertentu matematika. Sehingga sampai saat ini tidak ada satu pun
definisi matematika yang disepakati oleh seluruh ahli matematika.7
5
6
Masykur dan Abdul Halim F, Mathematical Intelegence . . . , hal. 51
Herman Hudojo, Strategi Mengajar Belajar Matematika. (Malang: IKIP Malang, 1990),
7
Zaenal Arifin, Membangun Kompetensi . . . , hal. 8-9
hal. 4
27
Matematika itu adalah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau
pola pikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.8 Sementara itu menurut
Sujono, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang
logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.9
Dibawah ini disajikan beberapa definisi atau pengertian tentang
matematika dari beberapa ahli:
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir
secara sistematis.
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulkasi.
c. Matematika
adalah
pengetahuan
tentang
penalaran
logik
dan
berhubungan dengan bilangan.
d. Matematika adalah paengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan
masalah tentang ruang dan bentuk.
e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.10
Matematika sering kali dilukiskan sebagai
kumpulan sistem
matematika, yang setiap dari sistem-sistem itu mempunyai struktur
tersendiri yang sifatnya deduktif. Suatu sistem deduktif yang dimaksud
adalah untuk mencari sebuah kebenaran didalam matematika yang harus
dibuktikan dengan generalisasi secara deduktif, meskipun demikian, untuk
8
Ruseffendi, Pengajaran Matematika . . . , hal. 2
Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum dan . . . , hal. 35
10
R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. (Bandung: Rineka Cipta,
1990), hal. 11
9
28
membantu
pemikiran, pada tahap-tahap permulaan seringkali
kita
memerlukan bantuan contoh-contoh khusus atau ilustri geometris. Menurut
beberapa ahli matematika adalah:
a. Plato berpendapat bahwa matematika adalah identik dengan filsafat
untuk ahli pemikir, walaupun mereka mengatakan bahwa matematika
harus dipelajarai untuk keperluan lain. Objek matematika adalah ada di
dunia nyata, tetapi terpisah dari akal.
b. Aristoteles mempunyai pendapat yang lain. Ia memandang matematika
sebagai salah satu dari tiga dasar yang membagi ilmu pengetahuan
menjadi ilmu pengetahuan fisik, matematika dan teologi. Matematika
didasarkan atas kenyataan yang dialami, yaitu pengetahuan yang
diperoleh dari eksperimen, observasi dan abtraksi.11
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka peneliti menyimpulkan
matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan
prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah
mengenai bilangan.
2. Karakteristik Matematika
Setelah kita memahami masing-masing definisi matematika yang
berbeda, akan terlihat adannya ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat
merangkum pengertian matematika secara umum. Beberapa karakteristik itu
adalah:
a. Memiliki objek kajian abtrak
11
Abdul Halim Fathani, Matematika Hakikat dan Logika. (Jogyakarta: Ar- Ruzz Media,
2012), hal. 21
29
Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, atau
sering disebut objek mental. Objek dasar ini meliputi fakta, konsep,
operasi maupun relasi, dan prinsip. Dari objek dasar itulah dapat disusun
suatu poa dan struktur matematika. Adapaun objek dasar tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
1) Fakta (abtrak) berupa konvensi-konvensi yang dapat digunakan untuk
menggolongkan simbol tertentu.
2) Konsep
adalah
ide
abstrak
yang
dapat
digunakan
untuk
menggolongkan atau mengklasifiasikan sekumpulan objek.
3) Operasi (abstrak) adalah pekerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan
pengerjaan matematika lain.
4) Prinsip (abstrak) adalah objek matematika yang komplek. Prinsip
dapat terdiri dari beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh
suatu relasi maupun operasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika.
Prinsip dapat berupa aksioma, teorema dan sebagainya.12
b. Bertumpu pada kesepakatan
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat
penting. Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan prinsip
primitif. Aksioma adalah kesepakatan atau pernyataan pangkal yang
sering dinyatakan dan tidak perlu dibuktikan. Sedangkan konsep primitif
12
R. Soedjadi, Kiat Pendidikan . . . , hal. 13-16
30
adalah pernyataan pangkal yang tidak perlu didefinisikan. Keduanya
sangat diperlukan dalam pembuktian-pembuktian dalam matematika.13
c. Berpola pikir deduktif
Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir
deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran
yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan
kepada hal yang bersifat khusus. Disamping itu ada pendapat lain yang
mengatakan bahwa berfikir deduktif adalah proses pengambilan
kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenaranya
telah ditentukan.14
d. Memiliki simbol yang kosong dari arti
Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang
digunakan, baik berupa huruf ataupun bukan huruf, serangkaian simbolsimbol matematika dapat membentuk suatu model matematika.15
e. Memperhatikan semesta pembicaraan
Hubungan tentang kosongnya arti simbol-simbol dan tanda-tanda
dalam matematika diatas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam
menggunakn matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model
itu dipakai.16
f. Konsisten dalam sistemnya.
13
R. Soedjadi, Kiat Pendidikan . . . , hal. 13
Ibid., hal. 16
15
Ibid., hal. 17
16
Ibid., hal. 17
14
31
Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang
mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi juga ada sistem yang dapat
dipandang terlepas satu sama lain.17
3. Matematika Sekolah
Matematika sekolah dan matematika perguruan tinggi termasuk
matematika informal. Karena matematika yang dipelajari termasuk dalam
kurikulum matematika sekolah dan matematika perguruan tinggi.
a. Pengertian Matematika Sekolah
Sebagai ilmu pengetahuan, matematika memiliki ruang lingkup
yang cukup luas dan dapat dikelompokkan dalam sub sistem sesuai
dengan struktur masing-masing. Dalam suatu sub sistem, ada obyek
pembicaraan, metode pembahasan dan selalu memenuhi kekonsistenan
dalam setiap pembahasanya. Untuk kepentingan pendidikan, baik di
tingkat dasar maupun di tingkat menengah, atas pertimbangan pedagogis,
materi-materi kajian matematika dipilah-pilah sesuai dengan tahap
berfikir (perkembangan intelektual) peserta didik. Untuk kepentingan ini,
pengetahuan matematika diajarkan pada sekolah dasar maupun
menengah telah mengalami beberapa penyesuaian.
Ruang lingkup sekolah ditentukan guna menumbuh kembangkan
kemampuan-kemampuan metematis dan membentuk pribadi serta
berwawasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Hal ini
menunjukkan bahwa matematika sekolah tetap memiliki ciri-ciri yang
17
R. Soedjadi, Kiat Pendidikan . . . , hal. 18
32
dimiliki oleh matematika, yaitu memiliki obyek kajian abstrak serta
berpola pikir deduktif dan konsisten. 18
Sering juga dikatakan bahwa matematika sekolah adalah unsurunsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau
berorientasi kepada kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK.19
Hal ini menunjukkan bahwa matematika sekolah tidaklah sepenuhnya
sama dengan matematika sebagai ilmu. Adapun perbedaanya terletak
pada:
1) Penyajianya, buku-buku matematika yang tidak untuk jenjang
persekolahan dan sudah memuat cabang-cabang matematika tertentu,
biasanya sudah langsung memuat definisi kemudian teorema atau
bahkan diawali dengan aksioma. Tidaklah demikian halnya dengan
matematika sekolah. Penyajianya atau pengungkapan butir-butir
matematika yang akan disampaikan disesuaikan dengan perkiraan
perkembangan intelektual peserta didik.20
2) Pola pikirnya pola pikir dalam matematika sebagai ilmu deduktif.
Sifat atau teorema yang ditemukan secara deduktif maupun empirik
harus kemudian dibuktikan kebenaranya dengan langkah-langkah
deduktif secara struktural. Tidaklah demikian halnya dengan
matematika sekolah. Meskipun siswa pada akhirnya tetap diharapkan
18
Zaenal Arifin, Membangun Kompetensi . . . , hal. 30-32
R. Soedjadi, Kiat Pendidikan . . . , hal. 37
20
Ibid., hal. 37-38
19
33
mampu berfikr secara deduktif, namun pada proses pembelajaranya
dapat digunakan pola pikir induktif.21
3) Keterbatasan semestanya, sebagai akibat dipilihnya unsur atau elemen
matematika untuk matematika sekolah dengan memperhatikan aspek
kependidikan,
dapat
menjadi
“penyederhanaan”dari
konsep
matematika yang kompleks. Pengertian semesta pembicaraan tetap
diperlukan, namun mungkin sekali lebih dipersempit. Selanjutnya
semakin meningkat usia siswa, yang berarti meningkat pula tahap
prkembanganya, maka semesta ini berangsur diperluas lagi.22
4) Tingkat keabstrakan, dijenjang sekolah dasar, sifat konkrit objek
matematika diusahakan lebih banyak atau lebih besar di jenjang
sekolah dasar yang lebih tinggi. Semakin tinggi jenjang sekolahnya,
semakin besar atau banyak sifar keabstrakanya.23
b. Fungsi Matematika Sekolah
Matematika sekolah memiliki tiga fungsi utama, yaitu:
1) Sebagai suatu alat
Sebagai alat, matematika dapat digunakan untuk memahami
atau menyampaikan suatu informasi, misalnya melalui persamaanpersamaan, atau tabel-tabel atau model-model matematika yang
merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian
matematika lainya. Dalam fungsi lainya, matematika juga dapat
21
R. Soedjadi, Kiat Pendidika . . . , hal. 39-40
Ibid., hal. 40
23
Ibid., hal. 41-42
22
34
difungsikan
sebagai
alat
untuk
memecahkan
masalah
dan
mengembangkan kemampuan bernalar siswa.24
2) Sebagai suatu pola pikir
Sebagai pola pikir, matematika dapat digunakan untuk
mamahami suatu pengertian konsep atau permasalahan secara
komprehensif, melalui kemampuan penalaran logis dan berfikir kritis.
Dengan pemahaman konsep dan permasalahan secara komprehensif
tersebut diharapkan kita dapat mengkomunikasikan antar pengertianpengertian (konsep) dan memcahkan secara kreatif.25
3) Sebagai suatu ilmu (pengetahuan).
Sebagai ilmu (pengetahuan), matematika mewarnai berbagai
arah dan pendekatan dalam proses pembelajaranya. Harus dipahamkan
kepada siswa bahwa matematika sebagai ilmu, harus dipertahankan
dan dikembangkan untuk kesejahteraan umat manusia. Sebagai ilmu,
matematika memberikan jalan bagaimana berfikir yang sahih
(berdasarkan pada asas-asas logika) dalam mencari suatu kebenaran
ilmiah. 26
Ketiga fungsi matematika tersebut tentunya juga dimiliki oleh
matematika sekolah. Ketiga fungsi tersebut selanjutnya dijadikan sebagai
dasar acuan dalam pengembangan desain pembelajaran matematika.
Dengan mengetahui fungsi matematika sekolah, diharapkan kita
dapat memahami adanya hubungan antara matematika dengan berbagai
24
Zaenal Arifin, Membangun Kompetensi . . . , hal. 33
Ibid., hal. 33-34
26
Ibid., hal. 34
25
35
ilmu lainya atau dengan permasalahan kehidupan. Bagi siswa, harus
ditekankan pada pemahaman bahwa pengetahuan matematika yang akan
mereka peroleh sangat bermanfaat untuk memecahkan permasalahan
dalam dunia nyata (konstektual), maupun dalam mempelajari ilmu
(pengetahuan) lainya.
Secara terperinci, fungsi matematika sekolah untuk masing-masing
jenjang pendidikan dinyatakan dalam GBPP (kurikulum 1994) atau
dalam Standart Kompetensi (Kurikulum 2004).27
c. Tujuan Pendidikan Matematika Sekolah
Tujuan pendidikan matematika di sekolah mengacu kepada fungsi
matematika serta tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam GBPP kurikulum
1994, dikemukakan bahwa tujuan umum diberikan pengetahuan (ilmu)
matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua
hal sebagai beriku:
1) Mempersiapkan siswa agar mampu mengahadapi perubahan keadaan
didalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui
latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat,
jujur, efektif dan efisien.
2) Mempersiapkan siswa agar mampu menggunakan matematika dan
pola pikir matematika dalam memecahkan permasalahan kehidupan
sehari-hari dan dalam mempelajari sebagai ilmu pengetahuan lainya.28
27
Zaenal Arifin, Membangun Kompetensi . . . , hal. 34
36
Secara terperinci, tujuan mata pelajaran matematika untuk masingmasing jenjang pendidikan dikemukakan dalam GBPP. Selanjutnya
tujuan khususnya petematika SMP adalah:
1) Memiliki kemampuan, yang dapat dialihgunakan, melalui kegiatan
matematika.
2) Memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan
ke pendidian menengah.
3) Mempunyai keterampilan matematika sebagai peningkatan dan
perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
4) Mempunyai pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis,
kritis, cermat, kreatif dan disiplin serta menghargai kegunaan
matematika. 29
Sedangkan dalam deskripsi rumpun pelajaran pada kurikulum 2004
(KBK), dikemukakan bahwa matematika menumbuh kembangkan
kemapuan bernalar, yaitu berfikr sistematis, logis, kritis dalam
mengkomunikasikan gagasan atau dalam pemecahan masalah. Secara
terperinci, tujuan mata pelajaran matematika untuk masing-masing
jenjang pendidikan dalam kurikulum 2004 dinyatakan dalam standart
kompetensi masing-masing.
28
29
Zaenal Arifin, Membangun Kompetensi . . . , hal. 34
R. Soedjadi, Kiat Pendidikan . . . , hal. 44
37
B. Proses Belajar Mengajar Matematika
Kegiatan belajar mengajar merupakan konsep yang berbeda, akan tetapi
terdapat hubungan yang erat sekali bahkan terjadi kaitan dan interaksi satu
sama lain. Mengajar merupakan suatu upaya yang dilakukan guru agar siswa
belajar.30 Perpaduan antara konsep belajar dan konsep mengajar atau proses
pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika diperlukan strategi yang tepat
dalam menyampaikan materi yang diajarkan. Hal ini sangat berpengaruh dalam
belajar mengajar matematika dalam mencapai keberhasilan siswa.
1. Belajar Matematika
a. Definisi Belajar
Teori belajar pada dasaranya merupakan penjelasan mengenai
bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diperoleh siswa
kemudian bagaimana informasi itu di proses dalam pikiran siswa.31
Belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, artinya berusaha
(berlatih dan sebagainya) supaya mendapat sesuatu kepandaian. Dari
definisi tersebut dapat diartikan bahwa belajar adalah suatu proses
perubahan dalam diri seseorang yang ditampakkan dalam bentuk
peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan
pengetahuan, kecakapan, daya pikir, sikap, kebiasaan dan lain-lain.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan berunsur yang sangat
furdamental
30
dalam
setiap
penyelenggaraan
jenis
dan
jenjang
Slameto, Belajar dan . . . , hal. 29
Arnie Fajar , Portofolio Dalam Pembelajaran IPS. ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2005 ), hal. 9
31
38
pendidikan.32 Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan
melalui pengalaman.33
Belajar merupakan suatu proses kegiatan aktif siswa dalam
membangun makna atau pemahaman, maka siswa perlu diberi waktu
yang memadai untuk melakukan proses itu. Artinya memberi waktu yang
cukup untuk berfikit ketika siswa menghadapi masalah sehingga siswa
mempunyai kesempatan untuk membangun sendiri gagasanya. Tidak
membantu siswa terlalu dini, menghargai usaha siswa walaupun hasilnya
belum memuaskan, dan menantang siswa sehingga berbuat dan berfikir
merupakan strategi guru yang memungkinkan pembelajaran seumur
hidup. Tanggung jawab belajar berada pada diri siswa, tetapi guru
bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa,
motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat.34
Jadi yang dimaksud dengan belajar adalah suatu proses yang tidak
dapat dilihat dengan nyata, proses itu terjadi di dalam diri seseorang yang
sedang mengalami belajar.
b. Prinsip-Prinsip Belajar
Berdasarkan uraian diatas prinsip-prinsip belajar adalah:35
32
33
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan . . . , hal. 89
Oemar Hamalik, Kurikulum dalam Pembelajaran. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009),
hal. 36
34
35
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan . . . , hal. 10
Indah Konsiyah, Belajar dan Pembelajaran. (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 12-13
39
1) Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi hubungan timbal
balik, saling mempengaruhi secara dinamis antara anak didik dan
lingkunganya.
2) Belajar harus selalu bertujuan, terarah dan jelas bagi anak didik.
3) Belajar yang paling efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi
yang murni dan bersumber dari dalam dirinya sendiri.
4) Belajar selalu menghadapi rintangan dan hambatan. Oleh karenanya
anak didik harus tepat mengatasinya secara tepat.
5) Belajar memerlukan bimbingan.
6) Jenis belajar yang paling utama ialah belajar untuk berikir kritis,
lebih baik dari pada pembentukan kebiasaan-kebiasaan mekanis.
7) Cara belajar yang paling efektif adalah dalam pemecahan masalah
melalui kerja kelompok.
8) Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari,
sehingga memperoleh pengertian-pengertian
9) Belajar memerlukan latihan-latihan dan ulangan agar yang diperoleh
atau dipelajari dapat dikuasai.
10) Belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk
mencapai tujuan atau hasil.
11) Belajar dianggap berhasil apabila si anak didik telah sanggup
mentrasferkan dan menerapkanya kedalam bidang praktek seharihari.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
40
Dalam proses belajar mengajar ada banyak hal yang harus
diperhatikan baik oleh pihak pengajar atau siswa. Karena keberhasilan
proses belajar mengajar adalah tanggung jawab bersama, begitu pula
dengan pemahaman terhadap materi pembelajaran. Untuk mencapai
pemahaman materi pada siswa ada banyak faktor yang menyebabkan
pemahaman pada diri siswa baik dari dalam diri (internal) maupun luar
(eksternal)
Adapun faktor-faktor yang dimaksud meliputi hal-hal sebagai
berikut:
1) Faktor-faktor intern
a) Faktor Jasmani
(1) Faktor Kesehatan
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta
bagian-bagianya/bebas dari penyakit.36
(2) Cacat Tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang
baik atau kurang sempurna mengenai tubuh.37
b) Faktor Psikologis
Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong
kedalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-
36
37
Slameto, Belajar dan . . . , hal. 54
Ibid., hal. 55
41
faktor itu adalah: inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, dan kesiapan.38
c) Faktor Kelelahan
Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan
tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan
jasmani dan rohani.39
2) Faktor-faktor ekstern
a) Faktor Keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga
berupa: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga , pengertian orang tua,
dan latar belakang kebudayaan.40
b) Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup:
metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa
dengan guru, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah,
standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar,
dan tugas rumah.41
c) Faktor Masyarakat
38
Slameto, Belajar dan . . . , hal. 55-58
Ibid., hal. 59
40
Ibid., hal. 60-63
41
Ibid., hal. 68
39
42
Faktor masyarakat yang mempengaruhi belajar yaitu:
kegiatan siswa dalam masyarakat, media masa , teman bergaul, dan
bentuk kehidupan masyarakat.42
Teori belajar disebut juga teori perkembangan mental yang pada
prinsipnya berisi tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapakan
terjadi pada mental anak yang dapat dilakukan pada usia (tahap
perkembangan mental) tertentu.43
2. Mengajar Matematika
Mengajar adalah suatu kegiatan membimbing dan mengorganisasikan
lingkungan sekitar anak didik. Kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung
secara efektif dalam mewujdkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai,
diperlukan adanya model yang tepat.44 Agar tercipta lingkungan belajar
yang kondusif yang memungkinkan proses belajar yang optimal. Jeroma
Bruner membagi alat-alat mengajar instruksional dalam 4 macam menurut
fungsinya, yakni:45
a. Alat untuk meyampaikan pengalaman “vicarious“, yaitu menyajikan
bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh
dengan pengalaman langsung yang lazim disekolah. Ini dapat dilakukan
42
Slameto, Belajar dan . . . , hal. 69
Liswati Simanjuntak dkk, Metode Mengajar Matematika. (Jakarta: PT Rineka Cipta,
1993), hal. 65
44
R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran. (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), hal. 120
45
Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2006), hal. 15
43
43
melaui film, TV, rekaman suara dan lain-lain “Vicrious“ berarti sebagai
substitusi atau pengganti pengalaman yang langsung.
b. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau
struktur prinsip suatu gejala.
c. Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa
atau tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk
hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu idea tau gejala
d. Alat
automatisasi
seperti
“teaching
machine“
atau
pelajaran
berprograma, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur
dan memberi balikan atau feedback tentang respon murid.
Mengajar bukan tugas yang ringan bagi seorang guru. Proses belajar
mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan
guru sebagai pemegang peranan utama.46 Guru yang mengajar didepan kelas
harus mempunyai prinsip-prinsip mengajar yang harus dilakukan seefektif
mungkin, agar guru tidak asal mengajar, yaitu :47
a. Perhatian
Di dalam mengajar guru harus dapat membangkitkan perhatian
siswa terhadap perhatian yang diberian guru.
b. Aktifitas
Dalam proses belajar mengajar guru perlu menimbulkan aktifitas
siswa dalam berfikir maupun bertindak.
c. Apersepsi
46
Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),
hal. 4
47
Slameto, Belajar dan . . . , hal. 35-39
44
Setiap mengajar guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan
diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa ataupun
pengalamanya.
d. Peragaan
Walau guru mengajar didepan kelas, guru harus menunjukkan
benda-benda yang asli bila mengalami kesulitan menunjukkan model,
gambar, tiruan atau menggunakan tiruan media lainya.
e. Repitasi
Bila guru mengajar suatu unit pelajaran, itu perlu diulang-ulang.
f. Korelasi
Guru
didalam
tugas
mengajar
wajib
memperhatikan
dan
memikirkan hubungan diantara setiap bahan pelajaran.
g. Konsentrasi
Hubungan antara bahan pelajaran dapat diperluas. Mungkin dapat
dipusatkan pada salah satu pusat minat, sehingga siswa memperoleh
pengetahuan secara luas dan mendalam.
h. Sosialisasi
Bekerja di dalam kelompok dapat juga meningkatkan cara berfikir
mereka, sehingga dapat memecahkan masalah dengan lebih baik dan
lancar.
i. Individualisme
Guru perlu mengadakan perencanaan untuk siswa secara klasikal
maupun individual. Guru harus mencari teknik penyajian atau sistem
45
evaluasi pengajaran yang dapat melayani kelas ataupun siswa sebagai
individual.
j. Evaluasi
Semua kegiatan perlu dievaluasi, dengan evaluasi guru juga dapat
mengetahui prestasi atau kemajuan siswa sehingga dapat bertindak yang
tepat lebih-lebih bila siswa mengalami kesulitan belajar mengajar.
C. Hasil Belajar Matematika
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan
tindak mengajar. Hasil belajar juga merupakan puncak dari proses belajar.
Hasil belajar siswa pada hakekatnya merupakan tingkah laku.48 Tingkah
laku sebagai hasil belajar dengan pengertian yang luas mencakup bidang
kognitif, afektif dan psikomotorik.49
Dengan demikian hasil belajar matematika tampak, sehingga
terjadilah perubahan tingkah laku dari siswa yang dapat diamati dalam
bentuk perubahan sikap dan ketrampilan. Perubahan tersebut dapat juga
diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan perkembangan yang lebih baik
dari sebelumnya. Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari pengetahuan
sesuatu kekonsep-konsep yang lebih rumit, dari sifat yang negatif terhadap
matematika menjadi sikap yang lebih positif.
48
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), hal .3
49
Purwanto, Evaluasi Hasil . . . , hal. 45
46
Hasil belajar perlu diukur, hasil pengukuran hasil belajar apabila
dilihat dari hasil yang dicapai, mempunyai kelemahan lebih-lebih dalam
kegiatan penilaian, pengukuran mutlak perlu dilakukan, hal ini dimaksudkan
agar hasil penilaian aktif dan komunikatif.50
Suatu hasil belajar tersebut pada umumnya dituangkaan kedalam skor
atau angka yang menunjukkan semakin tinggi nilainya, semakin tinggi pula
keberhasilan dalam proses belajar. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah
nilainya menunjukkan kurang berhasilnya dalam proses belajar yang
dilakukan. Dan untuk mengetahui seberapa jauh pencapaian tersebut
dipergunakan alat berupa tes hasil belajar yang bisa dikenal dengan tes
pencapaian (aciefment test).51
Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara
keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.
Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasikan oleh para pakar
pendidikan sebagaimana tersebut diatas tidak dilihat secara fragmentaris
atau terpisah, melainkan komprehensif.52
Sedangkan belajar sebagaimana dijelaskan tadi bahwa suatu
perubahan tingkah laku individu dari hasil pengalaman dari usaha individu
tersebut. Menurut Winkel dalam Nasution hasil belajar merupakan
perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah
50
Purwanto, Evaluasi Hasil . . . , hal. 45
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 35
52
Agus Suprijono, Cooperatif Learning. (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), hal. 5
51
47
lakunya.53 Hasil belajar menyatakan apa yang akan dapat dilakukan atau
dikuasai siswa sebagai hasil pelajaran.54
Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar dapat
dilakukan melalui test prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang
lingkupnya, prestasi belajar dapat digolongkan kedalam jenis penelitian
sebagai berikut:55
a. Tes Formatif
Tes formatif adalah tes yang berfunsi untuk mencari umpan balik
atau feedback yang berguna dalam usaha memperbaiki cara mengajar
yang dilakukan oleh guru dan belajar siswa.
b. Tes Subsumatif
Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah
diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuanya adalah untuk memperoleh
gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar
siswa. Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses
belajar mengajar dan diperhubungkan dengan nilai raport.
c. Tes Sumatif
Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan
pokok-pokok bahasan dalam menentukan nilai raport.
Hasil belajar dapat dikatakan meningkat jika terjadi peningkatan
kemampuan yang dikuasai siswa tersebut terhadap suatu pelajaran. Salah
53
Purwanto, Evaluasi Hasil . . . , hal. 45
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran. (Jakarta: PT Bumu Aksara, 2006), hal. 61
55
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip . . . , hal. 35
54
48
satu cara yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan
memperbaiki metode pembelajaran yang dilakukan guru. Dengan variasi
pembelajaran dan metode yang tepat siswa akan merasa senang untuk
mengikuti kegiatan belajar dengan baik yang akhirnya hasil belajar siswa
meningkat.
Dari beberapa pengertian dan pendapat para ahli tentang hasil belajar
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah pencapaian prestasi seseorang
dari proses belajar yang dijalaninya dengan sunguh-sungguh serta akan
disimpan dalam jangka waktu yang lama atau bahkan tidak akan hilang
selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi
individu yang ingin selalu mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga
akan merubah cara fikir serta menghasilkan perilaku kerja yang baik.
2. Prinsip-Prinsip Tes Hasil Belajar
Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan di dalam
menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut benar-benar dapat mengukur
tujuan pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan atau
keterampilan siswa yang diharapkan setelah siswa menyelesaikan pelajaran
tertentu. Prinsip-prinsip belajar tersebut adalah:56
a. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar
(learning outcomes) yang telah diterapkan sesuai dengan tujuan
instruksional.
56
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip . . . , hal. 23-25
49
b. Mengukur sampel yang representative dari hasil belajar dan bahan
pelajaran yang telah diajarkan.
c. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk
mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan.
d. Didesain sesuai dengan kegunaanya untuik memperoleh hasil yang
diinginkan.
e. Dibuat sereliabel mungkin sehingga mudah diinterpretasikan dengan
baik.
f. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar
guru.
3. Tipe Hasil Belajar
Telah dijelaskan bahwa tujuan hasil belajar adalah perubahan yang
positif pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Berikut ini
dikemukakan unsur-unsur yang terdapat ketiga aspek hasil belajar tersebut:
a. Ranah Kognitif (al-Nahiyah al-Fikriyah =
‫)افكرئت ااحنئثا‬
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan otak
(mental).57 Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual
yang terdiri dari enam aspek yaitu:58
1) Tipe Hasil Belajar Pengetahuan
Tipe hasil belajar ini termasuk tipe hasil belajar rendah jika
dibandingkan tipe belajar lainya.
57
Anas Sudjono, Pengantar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007), hal. 49
58
Nana Sudjana, Penilaian Hasil . . . , hal. 23-29
50
2) Tipe Hasil Belajar Pemahaman
Tipe hasil belajar pemahaman diperlukan untuk menangkap
makna atau arti dari suatu konsep.
3) Tipe Hasil Belajar Aplikasi
Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabtraksi
suatu konsep, ide, rumus, hukum dan situasi yang baru.
4) Tipe Hasil Belajar Analisis
Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurangi, suatu
integritas (kesatuan yang utuh), menjadi bagian-bagian yang
mempunyai arti atau mempunyai tingkatan.
5) Tipe Hasil Belajar Sintesis
Sintesis adalah kesanggupan menyatukan bagian-bagian menjadi
satu integritas. Jadi sintesis adalah barang tentu memerlukan
kesanggupan hafalan kemampuan aplikasi dan analisis.
6) Tipe Hasil Belajar Evaluasi
Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang
nilai suatu berdasarkan kebijakan yang dimilikinya, dan criteria yang
dipakainya. Tipe belajar ini dikategorikan paling tinggi dan
terkandung semua tipe hasil
belajar
yang telah disebutkan
sebelumnya.
b. Ranah Afektif (al – Nahiyah al Mauqifiyayah =
‫)وقفي ائم امن كيث‬
51
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.59
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek
yaitu:60
1) Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima
rangsang (stimulus) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk
masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran,
keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau
rangsangan dari luar.
2) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang
terhadap stimulus yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan
reaksi, perasaan, kepuasaan dalam menjawab stimulus dari luar yang
datang kepada sirinya.
3) Valuating (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan
terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di
dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman
untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tsb.
4) Organisasi yakni pengembangan dari nilai kedalam satu sistem
organisasi, termasuk satu hubungan satu nilai dengan nilai lain,
pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk
kedalam organisasi adalah konsep tentang nilai, organisasi sistem
nilai, dll.
59
60
Anas Sudjono, Pengantar Evaluasi . . . , hal. 50
Nana Sudjana, Penilaian Hasil . . . , hal. 29-30
52
5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua
sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola
kepribadian dan tingkah lakunya. Kedalam termasuk keseluruhan nilai
dan karakteristiknya.
c. Ranah Psikomotorik (Nahiyah al-Harakah =
Rahan
psikomotor
adalah
ranah
‫)ااحركث حنيث‬
yang
berkaitan
dengan
keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar tertentu.61 Ranah psikomotorik berkenaan
denga hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam
aspek ranah psikomotorik, yakni :62
1) Gerakan reflek (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar)
2) Katerampilan pada gerakan-gerakan sadar
3) Kemampuan perseptual, termasuk didalamnya membedakan visual,
membedakan auditif, dll
4) Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan
ketepatan
5) Gerakan-gerakan skill, memulai dari kerampilan sederhana sampai
pada ketrampilan yang kompleks.
6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive
seperti gerakan ekspretif dan interpretatis.
61
62
Anas Sudjono, Pengantar Evaluasi . . . , hal. 57
Nana Sudjana, Penilaian Hasil . . . , hal. 30-31
53
D. Problem Solving
1. Definisi Problem Solving
Problem solving berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata
yaitu problem dan solving. Echols dan Shadily mengartikan problem
sebagai maTIDAK atau soal atau persoalan, sedangkan soving berasal dari
solve yang artinya memecahkan. Dari kedua kata diatas dapat kita
simpulkan bahwa problem solving diartikan sebagai memecahkan masalah
atau pemecahan masalah.63
Pemecahan masalah pada dasarnya merupakan proses yang ditempuh
oleh seorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi sampai masalah
itu tidak lagi menjadi masalah baginya. Selanjutnya dikatakan bahwa
pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu pedoman mengajar yang
sifatnya teoritis atau konseptual untuk melatih siswa memecahkan masalah
matematika dengan menggunakan berbagai strategi dan langkah pemecahan
masalh yang ada.
Menurut Polya ada 2 macam masalah (problem) yaitu:
a. Masalah untuk menemukan. Bagian utama dari masalah itu adalah apa
yang dicari, bagaimana data diketahui, bagaimana syaratnya.
b. Masalah untuk membuktian yaitu untuk menunjukkan bahwa suatu
pernyataan itu benar-benar salah-salah atau tidak kedua-duanya. 64
63
Anwar Bey dan Asriani, Jurnal Pendidikan Matematika “ Penerapan Pembelajaran
Problem Solving untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika pada Materi
SPLDV Volume 4 Nomor 2 ”. (Tidak Diterbitkan: Juli, 2013), hal. 225
64
Musrikah, Ta’alum Jurnal . . . , hal. 62
54
Metode problem solving bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi
juga merupakan suatu metode berfikir yang banyak ragamnya termasuk
mengamati, melaporkan, mendeskripsi, menganalisis, mengklarifikasi,
menafsirkan, mengkritik, mengamalkan, menarik kesimpulan dan diolah.65
Sebab dalam problem solving dapat menngunakan metode-metode lainya
dimulai dari mencari data sampai pada menarik kesimpulan. Langkahlangkah metode problem solving yaitu :
a. Ada masalah yang jelas dipecahkan untuk dipecahkan. Masalah ini harus
tumbuh dari peserta didik sesuai dengan taraf kemampuanya.
b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti,
bertanya dan lain-lain.
c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban
itu tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah
kedua diatas.
d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini
peserta didik harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul
yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai
dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji
kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainya
seperti demostrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.
65
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal. 117
55
e. Menarik kesimpulan. Artinya peseta didik harus sampai kepada
kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.66
Sedangkan Solso mengemukakan enam tahap dalam pemecahan
masalah yang digambarkan melalui diagram berikut ini.
Identifikasi
Permasalahan
Representasi / Penyajian
Permasalahan
Perencanaan Pemecahan
Pemecahan Masalah
Menerapkan / Mengiplementasian
Perencanan
Menilai
Perencanaan
Menilai Hasil Pemecahan
Gambar 2.1 : Langkah pemecahan masalah Solso.67
Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses
pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut.68
66
Mulyono, Strategi Pembelajaran. (Malang: UIN-Maliki Press, 2012), hal. 107
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. ( Jakarta: PT Bumi Aksara,
2013 ), hal. 57
68
Made Wena, Strategi Pembelajaran . . . , hal. 56
67
56
Tabel 2.1 : Proses Pembelajaran Problem Solving
No
1
Tahap Pembelajaran
Identifikasi permasalahan
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Memberi
Memahami
permasalahan pada
permasalahan
siswa
2
Membimbing siswa
Melakukan
dalam melakukan
identifikasi terhadap
identifikasi
masalah yang
permasalahan
dihadapi
Representasi/penyajian
Membantu siswa
Merumuskan dan
permasalahan
untuk merumuskan
pengenalan
dan memahami
permasalahan
masalah secara benar
3
Perencanaan pemecahan
Membimbing siswa
Melakukan
melakukan
perencanaan
perencanaan
pemecahan masalah
pemecahan masalah
4
Menerapkan /
Membimbing siswa
Menerapkan rencana
mengiplementasikan
menerapkan
pemecahan masalah
perencanaan
perencanaan yang
telah dibuat
5
Menilai perencanaan
Membimbing siswa
Melakukan penilaian
dalam melakukan
terhadap
penilaian terhadap
perencanaan
57
No
Tahap Pembelajaran
Kegiatan Guru
perencanaan
Kegiatan Siswa
pemecahan masalah
pemecahan masalah
6
Menilai hasil pemecahan
Membimbing siswa
Melakukan penilaian
melakukan penilaian
terhadap hasil
terhadap hasil
pemecahan masalah
pemecahan masalah
Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran dengan metode pemecahan
masalah akan menempuh langkah-langkah sebagai berikut: merasakan
adanya masalah-masalah yang potensial, merumuskan masalah, mencari
jalan keluar, memiliki jalan keluar yang paling tepat, melaksanakan
pemeahan masalah, dan menilai apakah pemecahan masalah yang dilakukan
sudah tepat atau belum.69
Kemampuan pemecahan masalah banyak menunjang kreatifitas
seseorang, yaitu kemampuan menciptakan ide baru, baik yang bersifat asli
ciptaanya sendiri, maupun merupakan suatu modifikasi (perubahan) dari
berbagai ide yang telah ada sebelumnya. Disamping itu kemampuan
pemecahan masalah ada yang dicapai melalui proses berfikir verbal, seperti
melalui diskusi, ada pula yang dicapai melalui proses penemuan.
Proses pemecahan masalah dapat berlangsung jika seseorang
dihadapkan ada suatu persolan yang didalamnya terdapat sejumlah
kemungkinan jawaban. Upaya menemukan kemungkinan jawaban itu
69
111
E Mulyasa, Menjadi Guru Profesional. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal.
58
merupakan suatu proses pemecahan masalah. Prosesnya itu sendiri, dapat
berlangsung melalui
suatu
diskusi
atau suatu
penemuan melalui
pengumpulan data, baik diperoleh dari percobaan (eksperimen), atau dari
data lapangan.70
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
pendekatan problem solving adalah suatu pedoman mengajar yang sifatnya
teoritis atau konseptual untuk melatihkan siswa memecahkan masalahmasalah matematika dengan menggunakan berbagai stategi dan langkah
pemecahan masalah yang ada.
2. Tujuan Pembelajaran Problem Solving
Berhasil tidaknya suatu pengajaran tergantung pada suatu tujuan yang
hendak dicapai. Menurut Hudoyo tujuan pembelajaran problem solving
adalah sebagai berikut :
a. Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relefan kemudian
menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya
b. Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik
siswa.
c. Potensi intelektual siswa meningkat.
d. Siswa belajar sebagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses
melakukan penemuan.
70
Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran. (Bandung: CV Wacana Prima, 2007), hal. 57
59
Menurut Polya ada 4 langkah penting yang harus dilakukan dalam
pemecahan masalah, yaitu memahami masalah, membuat rencana untuk
memecahkan masalah, melaksanakan penyelesaian soal, dan memeriksa
ulang jawaban yang diperoleh:71
Keberhasilan belajar pemecahan masalah memiliki nilai transfer yang
cukup tinggi, serta memiliki tingkat retensi yaitu dapat diingat dalam jangka
waktu lama oleh siswa. Oleh karena itu hasil belajar yang dicapai melalui
bentuk belajar pemecahan masalah lebih tinggi nilai kemanfaatnya
dibanding dengan belajar melalui proses pembelajaran yang berlangsung
dengan cara penyajian materi pembelajaran, sebagaimana terjadi dalam
proses pembelajaran konvensional.
3. Kelebihan dan Kelemahan Problem Solving
Menurut Herman Hudoyo, problem solving memilik kelebihan antara
lain :
a. Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian
menganalisisnya dan akhirya meneliti kembali hasilnya.
b. Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam yang merupakan hadiah
intrinsik bagi siswa.
c. Potensi intelektual siswa meningkat.
d. Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses
melakukan penemuan.
71
Zaenal Arifin, Membangun Kompetensi . . . , hal. 113
60
Kelemahan pembelajaran problem solving, menurut Hudoyo, yaitu :
a. Bila guru tidak berhati-hati dalam memilih soal, problem solving
diajarkan sebagai latihan untuk keterampilan belaka.
b. Bila masalah yang disajikan tidak bermakna, siswa mempunyai
kemampuan kecil untuk dapat menyelesaiakan.72
E. Implementasi Problem Solving Terhadap Hasil Belajar Matematika pada
Materi Pertidaksamaan Linear Satu Variabel
Penting bagi seorang guru dalam proses belajar mengajar untuk memilih
dan menentukan metode pembelajaran yang akan diterapkan pada siswanya
untuk menyampaikan isi pelajaran. Salah satu metode yang dapat diterapkan
oleh guru adalah motode pembelajaran problem solving. Pembelajaran problem
solving adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau
mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban
belum tampak jelas. Peneliti menggunakan motode problem solving ini untuk
mempermudah siswa dalam memahami soal-soal cerita yang berkaitan dengan
pertidaksamaan linear satu variabel.
Pertidaksamaan linear satu variabel adalah suatu bahasan dalam
pembelajaran matematika yang erat kaitanya dengan kehidupan sehari-hari
siswa.
Materi
ini
dapat
membantu
siswa
dalam
mengetahui
mengembangkan pemahaman terhadap benda-benda yang ada disekitarnya.
72
Musrikah, Ta’alum Jurnal . . . , hal. 66
dan
61
Siswa akan lebih tertarik jika diberi metode pembelajaran yang lebih
menarik dari sebelunya. Seperti halnya dalam penerapan metode pembelajaran
problem solving untuk menyelesaikan soal-soal cerita yang berkaiatan dengan
pertidaksamaan linear satu variabel. Yang mana dalam menyelesaikan soalsoal tersebut guru membimbing siswa dengan menggunakan langkah-langkah
pembelajaran problem solving. Diantara langkah-langkahnya yaitu: memahami
masalah, merencanakan pemecahanya, menyelesaikan sesuai rencana langkah
kedua, dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).
Problem solving merupakan bentuk dari metode pembelajaran yang
berorientasi pada siswa. Problem solving diterapkan untuk menyelesaikan soalsoal cerita. Siswa dibimbing untuk memahami masalah, yang mana masalah
tersebut terdapat dalam soal cerita. Kemudian diajak berfikir cara apa yang bisa
digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut. Selanjutnya siswa dibimbing
untuk mengerjakan soal sesuai dengan yang direncanakan. Yang terakhir guru
bersama siswa memeriksa kembali jawaban yang didapat.
Aktivitas pembelajaran problem solving biasanya dilakukan dengan
bimbingan dan tanya jawab antara guru dan siswa. Guru bertanya kepada siswa
untuk merangsang siswa dalam memahami masalah. Dan membimbing siswa
untuk menemukan pemecahan dari masalah tersebut. Oleh karena itu
kemampuan guru dalam menggunakan teknik membimbing dan bertanya
sangat penting dalam penerapan pembelajaran problem solving.
62
Hasil penelitian dengan menerapkan metode problem solving ini
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam matematika tentang
materi pertidaksamaan linear satu variabel, sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
F. Materi Pertidaksamaan Linear Satu Variabel
Pertidaksamaan Linear Satu Variabel
Dalah kehidupan sehari-hari, tentu kalian pernah menjumpai atau
menemukan kalimat-kalimat seperti berikut.
- Berat badan Asti lebih dari 52 kg.
- Tinggi badan Amri 7 cm kurang dari tinggi badanku.
- Salah satu syarat menjadi anggota TNI adalah tingi badanya tidak kurang
dari 165 cm.
- Sebuah bus dapat mengangkut tidak lebih dari 55 orang.
Bagaimana menyatakan kalimat-kalimat tersebut dalam bentuk kalimat
matematika? Untuk dapat menjawabnya pelajari uraian berikut.
1. Pengertian Ketidaksamaan
Agar kalian memahami pengertian ketidaksamaan, coba ingat kembali
materi disekolah dasar mengenai penulisan notasi <, >, ≤, ≥, dan ≠.
a. 3 kurang dari ditulis 3 < 5.
b. 8 lebih dari 4 ditulis 8 > 4.
c. 𝑥 tidak lebih dari 9 ditulis 𝑥 ≤ 9.
d. Dua kali 𝑦 tidak kurang dari 16 ditulis 2𝑦 ≥ 16.
Kalimat-kalimat 3 < 5, 8 > 4, 𝑥 ≤ 9, dan 2𝑦 ≥ 16 disebut
ketidaksamaan.
63
Secara umum dapat dituliskan sebagai berikut.73
Suatu ketidaksamaan selalu ditandai dengan salah satu tanda hubung berikut.
“<” untuk menyatakan kurang dari.
“>” untuk menyatana lebih dari.
“≤” untuk menyatakan tidak lebih dari atau kurang dari atau sama dengan.
“≥” untuk menyatakan tidak kurang dari atau lebih dari atau sama dengan.
2. Pertidaksamaan Linear Satu Variabel
Di bagian depan telah kalian pelajari bahwa suatu persamaan selalu
ditandai dengan tanda hubung “=”. Pada bagian ini kalian akan mempelajari
ciri suatu pertidaksamaan.
Perhatikan kalimat terbuka berikut.
a. 6𝑥 < 18
b. 3𝑝 − 2 > 𝑝
c. 𝑝 + 2 ≤ 5
d. 3𝑥 − 1 ≥ 2𝑥 + 4
Kalimat terbuka di atas menyatakan hubungan ketidaksamaan. Hal ini
ditunjukkan adanya tanda hubung <, >, ≤, atau ≥.
Kalimat terbuka yang menyatakan hubungan ketidaksamaan (<, >, ≤, atau ≥) disebut
pertidaksamaan.
Pada kalimat (a) dan (d) diatas masing-masing mempunyai satu
variabel yaitu 𝑥 yang berpangkat satu (linear). Adapun pada kalimat (b) an
(c) mempunyai satu variabel berpangkat satu, yaitu 𝑝. Jadi, kalimat terbuka
diatas menyatakan suatu pertidaksamaan yang mempunyai satu variabel dan
berpangkat satu.
73
Dewi Nuharini dan Tri Wahyuni, Matematika Konsep . . . , hal. 114
64
Pertidaksamaan linear satu variabel adalah pertidaksamaan yang hanya mempunyai
satu variabel dan berpangkat satu (linear).
Contoh:
Dari bentuk-bentuk berikut, tentukan yang merupakan pertidaksamaan
linear dengan satu variabel serta berikan alasanya !
a. 𝑠 − 5 < 7
b. 𝑚 ≤ 1 − 2𝑛
c. 𝑔2 − 3𝑔 ≥ 4
Penyelesaian:
a. 𝑠 − 5 < 7
Pertidaksamaan 𝑠 − 5 < 7 mempunyai satu variabel, yaitu 𝑠 dan
berpangkat 1, sehingga 𝑠 − 5 < 7 merupakan pertidaksamaan linear satu
variabel.
b. 𝑚 ≤ 2 − 4𝑛
Pertidaksamaan 𝑚 ≤ 2 − 4𝑛 mempunyai dua variabel, yaitu 𝑚 dan 𝑛
yang masing-masing berpangkat 1. Dengan demikian 𝑚 ≤ 2 − 4𝑚
bukan suatu pertidaksamaan linear satu variabel.
c. 𝑔2 − 3𝑔 ≥ 4
Karena pertiaksamaan 𝑔2 − 3𝑔 ≥ 4 mempunyai variabel 𝑔 dan 𝑔2 ,
maka 𝑔2 − 3𝑔 ≥ 4 bukan merupakan pertiaksamaan linear satu
variabel.
3. Menyelesaikan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel
Pada bagian depan telah kalian pelajari cara menyelesaikan persamaan
linear satu variabel, salah satunya dengan substitusi (penggantian). Hal ini
juga berlaku pada pertidaksamaan linear satu variabel.
Perhatikan pertidaksamaan 10 − 3𝑥 > 2, dengan 𝑥 variabel pada
himpunan bilangan asli.
Jika 𝑥 diganti 1 maka 10 − 3𝑥 > 2
65
⇔ 10 − 3 𝑥 1 > 2
⇔ 7 > 2 (pernyataan benar)
Jika 𝑥 diganti 2 maka 10 − 3𝑥 > 2
⇔ 10 − 3 𝑥 2 > 2
⇔ 4 > 2 (pernyataan benar)
Jika 𝑥 diganti 3 maka 10 − 3𝑥 > 2
⇔ 10 − 3 𝑥 3 > 2
⇔ 1 > 2 (pernyataan salah)
Jika 𝑥 diganti 4 maka 10 − 3𝑥 > 2
⇔ 10 − 3 𝑥 4 > 2
⇔ −2 > 2 (pernyataan salah)
Ternyata untuk 𝑥 = 1 dan 𝑥 = 2, pertidaksaman 10 − 3𝑥 > 2
menjadi kalimat yang benar. Jadi, himpunan penyelesaian dari 10 − 3𝑥 > 2
adalah {1,2}.
Secara umum dapat dituliskan sebagai berikut.74
Pengganti variabel dari suatu pertidaksamaan, sehingga menjadi pernyataan yang
benar disebut penyelesaian dari pertidaksamaan linear satu variabel.
Contoh:
Tentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan 10𝑑 > 6𝑑 − 16
dengan 𝑑 variabel pada himpunan bilangan bulat negatif !
Penyelesaian:
74
Dewi Nuharini dan Tri Wahyuni, Matematika Konsep . . . , hal. 116-119
66
10𝑑 > 6𝑑 − 16
⇔ 10𝑑 − 6𝑑 > 6𝑑 − 16 − 6𝑑 (kedua ruas dikurangi 6𝑑)
⇔ 4𝑑 > −16
⇔ 4𝑑 ∶ 4 > −16 ∶ 4 (kedua ruas dibagi 4)
⇔ 𝑑 > −4
Karena 𝑑 variabel pada himpunan bilangan bulat negatif maka himpunan
penyelesaianya adalah {−1, −2, −3}
Berdasarkan
contoh
diatas,
untuk
menentukan
penyelesaian
pertidaksamaan linear satu variabel, dapat dilakukan dalam dua cara sebagai
berikut.
a. Mencari lebih dahulu penyelesaian persamaan yang diperoleh dari
pertidaksamaan dengan mengganti tanda ketidaksamaan dengan tanda
“=”.
b. Menyatakan ke dalam pertidaksamaan yang ekuivalen.
Berdasarkan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut.
Suatu pertidaksamaan dapat dinyatakan ke dalam pertidaksamaan yang ekuivalen
dengan cara sebagai berikut.
a. Menambah atau mengurangi kedua ruas dengan bilangan yang sama tanpa
mengubah tanda ketidaksamaan.
b. Mengalikan atau membagi kedua ruas dengan bilangan positif yang sama tanpa
mengubah tanda ketidaksamaan.
c. Mengalikan atau membagi kedua ruas dengan bilangan negatif yang sama, tetapi
tanda ketidaksamaan berubah, dimana: > menjadi <, ≥ menjadi ≤,< menjadi >,
dan ≤ menjadi ≥.
4. Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Bentuk Pecahan
Pada bagian depan kalian telah mempelajari persamaan linear satu
variabel bentuk pecahan dan penyelesaianya. Konsep penyelesaianya pada
67
persamaan linear satu variabel bentuk pecahan dapat kalian gunakan untuk
menyelesaikan pertidaksamaan linear satu variabel bentuk pecahan.75
Contoh:
1
Tentukan himpunan penyelesaian pertidaksamaan 4 𝑘 + 6 ≤
1
10
𝑘, dengan 𝑘
variabel pada {−45, −44, … , 0} !
Penyelesaian:
1
𝑘+6 ≤
4
⇔
⇔
1
4
1
𝑘
10
𝑘+6−6 ≤
1
10
𝑘 − 6 (kedua ruas dikurangi 6)
1
1
𝑘 ≤
𝑘−6
4
10
1
⇔ 4𝑘 −
1
10
𝑘 ≤
1
10
𝑘−6−
⇔
5
2
𝑘−
𝑘 ≤ −6
20
20
⇔
3
𝑘 ≤ −6
20
⇔
3
20
20
1
10
1
𝑘 (kedua ruas dikurangi 10 𝑘)
20
𝑘 𝑥 ( 3 ) ≤ −6 𝑥 ( 3 ) (kedua ruas dikalian
20
3
)
⇔ 𝑘 ≤ −40
Karena 𝑘 variabel pada {−45, −44, … , 0} maka himpunan penyelesaianya
adalah {−45, −44, … , −40}
5. Grafik Himpunan Penyelesaian Pertidaksaman Linear Satu Variabel
Grafik himpunan penyelesaian persamaan linear satu variabel
ditunjukkan pada suatu garis bilangan, yaitu berupa noktah (titik). Demikian
halnya pertidaksamaan linear satu variabel.76
75
76
Dewi Nuharini dan Tri Wahyuni, Matematika Konsep . . . , hal. 120-121
Ibid., hal. 122
68
Perhatikan contoh berikut.
Contoh:
Tentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan 4𝑑 − 2 ≤ 5 + 3𝑑,
untuk 𝑑 variabel pada himpunan bilangan asli. Kemudian gambarlah grafik
himpunan penyelesaianya.
Penyelesaian:
4𝑑 − 2 ≤ 5 + 3
⇔ 4𝑑 − 2 + 2 ≤ 5 + 3𝑑 + 2 (kedua ruas ditambah 2)
⇔ 4𝑑 ≤ 7 + 3𝑑
⇔ 4𝑑 + (−3𝑑) ≤ 7 + 3𝑑 + (−3𝑑) (kedua ruas ditambah (−3𝑑))
⇔𝑑≤7
Karena 𝑑 variabel pada himpunan bilangan asli maka himpunan
penyelesaianya adalah {1, 2, 3, … , 7}
Garis bilangan yang menunjukkan himpunan penyelesaianya sebagai
berikut.
0
1
2
3
4
5 6
7
8
9 10 11 12 13
G. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dilakukan oleh peneliti dengan mencari dan
membaca literatur atau penelitian tentang penerapan pembelajaran problem
solving dalam meningkatkan hasil belajar siswa, baik dalam konteks teori
69
maupun realitas berdasarkan hasil penelitian sebelunya. Sejauh ini ada
beberapa penelitian atau tulisan yang penulis ketahui antara lain:
1. Penelitian ini dilakukan oleh Qurrotul A’yuni, Program Studi SI TMT
STAIN Tulungagung, dengan judul Penerapan Pembelajaran Pemecahan
Masalah Model Polya dengan Media Visual untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika Siswa Kelas VIII H SMPN 2 Sumbergempol pada
tahun 2013 menyimpulkan bahwa penerapan pemecahan masalah dengan
media visual dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII
H SMPN 2 Sumbergempol. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata belajar
siswa pada pre test 55,59 naik menjadi 72,69 pada siklus I dan menjadi
81,73 pada siklus II. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan
bahwa penerapan pembelajaran pemecahan masalah dengan media visual
model Polya dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII
H SMPN 2 Sumbergempol Tulungagung tahun ajaran 2012/2013.
2. Penelitian ini dilakukan oleh Yenita Nugraini, Program Studi SI TMT
STAIN Tulungagung, dengan judul Pengaruh Pendekatan Pemecahan
Masalah terhadap Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Segi Empat
(Persegi dan Persegi Panjang) siswa kelas VII SMPN 2 Sumbergempol pada
tahun 2013. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh rata-rata nilai test
kelas eksperimen sebesar 84,52 dan nilai test kelas kontrol sebesar 80,61.
Disamping itu, sesuai dengan perhitungan yang menggunakan analisis Uji 𝑡
hasil perhitungan data menunjukkan bahwa nilai Sig = 0,05 atau 𝑡hitung =
3,28 > 𝑡tabel = 2,000 berarti 𝐻0 ditolak dan hipotesis 𝐻𝑎 diterima artinya
70
bahwa ada pengaruh pendekan pemecahan masalah terhadap hasil belajar
matematika pokok bahasan segi empat (persegi dan persegi panjang) pada
kelas VII SMPN 2 Sumbergempol berinterpretasi rendah.
3. Penelitian ini dilakukan oleh Dyah Ayu Stiyorini, Program Studi S1 TMT
STAIN Tulungagung, dngan judul Korelasi Problem Posing terhadap
Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika pada siswa SMP Negeri 1
Boyolangu. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan rumus Produk
Moment diperoleh 𝑡 empirik sebesar 0,687, hasil ini akan dibandingkan
dengan 𝑟 teoritik pada signifikansi 5%. Sehingga diperoleh : 𝑟𝑒 = 0.687 >
𝑟0,05 = 0,320. Dari perbandingan tersebut dapat dilihat bahwa nilai 𝑟
empirik lebih besar dibanding nilai 𝑟 teoritik. Dengan demikian 𝐻0 ditolak
dan 𝐻1 diterima. Dan dari koefisien empirik yang telah diperoleh diatas
sebesar 0.687, nilai 𝑟 empirik tersebut mendekati +1, hal ini dapat diartikan
bahwa korelasi yang terjadi antara problem posing dan problem solving
dalam pembelajaran matematika siswa kelas VII-B SMP Negeri 1
Boyolangu adalah korelasi positif kuat, sehingga kemampuan siswa dalam
membuat soal berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam pemecahan
masalah atau soal.
Dari ketiga uraian penelitian terdahulu diatas, disini peneliti akan
mengkaji persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu, dengan
penelitian yang dilakukan peneliti. Untuk mempermudah memaparkan
persamaan dan perbedaan tersebut, akan diuraikan dalam tabel berikut:
71
Tabel 2.2 : Perbandingan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Qurrotul A’yuni
Pengaruh Problem
Persamaan
- Sama-sama
Perbedaan
- Subyek dan
Solving Terhadap
menerapkan
lokasi penelitian
Hasil Belajar
metode
tidak sama
Matematika Siswa
pembelajaran
Pada Materi
pemecahan
Pertidaksamaan
masalah
Linear Satu
Variabel Kelas VII
SMPN 2 Ngunut
- Mata pelajaran
yang diteliti sama
- Materi yang
diteliti berbeda
- Dilengkapi
dengan media
visual
- Tujuan yang
Tulungagung
ingin dicapai
Semester Genap
sama
Tahun Ajaran
2014/2015
Yenita Nugraini
Pengaruh Problem
- Sama-sama
- Subyek dan
Solving Terhadap
menerapkan
lokasi penelitian
Hasil Belajar
metode
tidak sama
Matematika Siswa
pembelajaran
Pada Materi
pemecahan
Pertidaksamaan
masalah
Linear Satu
Variabel Kelas VII
SMPN 2 Ngunut
- Mata pelajaran
yang diteliti sama
- Tujuan yang
- Materi berbeda
72
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Persamaan
Tulungagung
ingin dicapai
Semester Genap
sama
Perbedaan
Tahun Ajaran
2014/2015
Dyah Ayu
Pengaruh Problem
Stiyorini
Solving Terhadap
menerapkan
lokasi penelitian
Hasil Belajar
metode
tidak sama
Matematika Siswa
pembelajaran
Pada Materi
pemecahan
Pertidaksamaan
masalah
Linear Satu
Variabel Kelas VII
SMPN 2 Ngunut
- Sama-sama
- Mata pelajaran
yang diteliti sama
- Tujuan yang
- Subyek dan
- Materi yang
diteliti berbeda
- Media penelitian
tidak sama
- Tidak
membandingkan
Tulungagung
ingin dicapai
dua metode
Semester Genap
sama
pembelajaran
Tahun Ajaran
2014/2015
Dilihat dari tabel diatas dapat diambil perbedaan serta persamaan dari
penelitian terdahulu disini sama-sama menggunakan metode pemecahan
masalah (problem solving) pada mata pelajaran matematika. Sedangkan
perbedaanya adalah mencapai tujuan, kelas serta lokasi penelitian.
73
H. Kerangka Berfikir Penelitian
Kerangka berfikir dari penelitian ini dapat dijelaskan dalam pola pikir
berikut ini. Pengaruh problem solving terhadap hasil belajar matematika
dikembangkan dari landasan teori yang telah disebutkan serta tinjauan
penelitian terdahulu mengenai problem solving yang dilakukan oleh Yenita
Nugraini dalam skripsinya. Agar mudah memahami arah dan maksud dari
penelitian ini, penulis menjelaskan kerangka berfikir penelitian ini melalui
bagan sebagai berikut.
Rendahnya hasil belajar siswa
Kurangnya minat belajar siswa
pada pembelajaran matematika
terhadap pelajaran matematika
Pelajaran matematika membosankan
Pelajaran matematika menakutkan
dan dianggap sebagai monster
Model Pembelajaran Problem Solving
Menarik minat belajar siswa
Siswa lebih kritis dalam pembelajaran
Meningkatkan hasil belajar
Gambar 2.2 : Bagan kerangka berfikir penelitian
74
Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa rendahnya hasil belajar siswa pada
pembelajaran matematika serta kurangnya
minat belajar siswa terhadap
pelajaran matematika yang mengakibatkan pelajaran matematika menakutkan
dan dianggap sebagai monster selain itu pelajaran matematika menjadi
membosankan. Solusi untuk mengatasinya ialah dengan penerapan model
pembelajaran problem solving. Dengan penerapan model pembelajaran
problem solving membelajarakan keterampilan siswa untuk memecahkan suatu
masalah melalui 4 tahapan yaitu:
1. Memahami masalah,
2. Merencanakan pemecahanya,
3. Menyelesaikan sesuai rencana langkah kedua,
4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back), yang nantinya akan
menarik minat belajar serta akan membuat siswa menjadi lebih kritis dalam
pembelajaran, sehingga akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Download