BAB II LANDASAN TEORI A. Hakekat Matematika Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir.1 Karena matematika sangat diperlukan baik bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada setiap peserta didik disemua jenjang pendidikan. Kalau tidak, peserta didik akan menghadapi banyak masalah karena hampir semua bidang studi memerlukan matematika yang sesuai. Berbicara mengenai hakekat matematika artinya menguraikan apa matematika itu, apakah matematika ilmu induktif, ilmu deduktif, simbul-simbul, ilmu abstrak dan sebagainya. 1. Definisi Matematika Istilah matematika berasal dari kata “matematika” berasal dari kata mathema dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai “sains, imu pengetahuan, atau belajar”, juga mathematikos yang diartikan sebagai “ suka belajar”.2 Matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola kateraturan dan struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke 1 Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. (Malang: UNM, 2005), hal. 35 2 Sriyanto, Strategi Sukses Menguasai Matematika. (Yogyakarta: Indonesia Cerdas, 2007), hal. 12 24 25 aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil.3 Matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan.4 Dalam Al Qur’an dinyatakan bahwa segala sesuatu itu diciptakan secara matematis, sebagaimana yang tersirat pada surat Al Qamar ayat 49 berikut: Artinya : Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. Ayat tersebut menjelaskan semua yang ada di alam ini ada ukuranya, ada hitungan-hitunganya, ada rumusnya atau ada persamaanya. Sebenarnya ahli matematika atau fisika tidak membuat rumus sedikitpun melainkan hanya menemukan rumus atau persamaan karena rumus-rumus yang ada sekarang sudah dipersiapkan. Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk sususunan besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang yaitu alajabar, analisis, dan geometri. Sejak awal kehidupan manusia, matematika itu merupakan alat bantu untuk mengatasi berbagai macam permasalahan 3 Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini. (Bandung: Tarsito, 1990), hal. 1 4 Masykur dan Abdul Halim F, Mathematical Intelegence. (Yogyakarta: Ruzz Media Grup, 2007), hal. 44 26 yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Baik itu permasalahan yang masih memiliki hubungan serta dalam kaitanya dengan ilmu eksak ataupun permasalahan-permasalahan yang bersifat sosial.5 Dapat dikatakan pula, matematika berkenaan ide-ide (gagasangagasan), struktur-struktur dan hubungan-hubunganya yang diatur secara logika sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Suatu kebenaran matematika dikembangkan berdasarkan atas alasan logika dengan menggunakan pembuktian deduktif. Matematika sebagai ilmu mengenai struktur hubungan-hubunganya dengan simbol-simbol yang diperlukan. Secara singkat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalaranya deduktif.6 Pembahasan tentang hakikat matematika telah lama dilakukan. Pembahasan ini lebih ditujukan kepada kepentingan para peminat matematika agar dapat memahami dengan penuh keseluruhan pandangan para ahli matematika. Tidak sedikit ahli matematika yang berhasil merumuskan hakekat matematika. Berbagai rumusan tersebut memiliki ciri khas sesuai dengan pandangan, katertarikan dan minat tokoh tersebut pada sisi-sisi tertentu matematika. Sehingga sampai saat ini tidak ada satu pun definisi matematika yang disepakati oleh seluruh ahli matematika.7 5 6 Masykur dan Abdul Halim F, Mathematical Intelegence . . . , hal. 51 Herman Hudojo, Strategi Mengajar Belajar Matematika. (Malang: IKIP Malang, 1990), 7 Zaenal Arifin, Membangun Kompetensi . . . , hal. 8-9 hal. 4 27 Matematika itu adalah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.8 Sementara itu menurut Sujono, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.9 Dibawah ini disajikan beberapa definisi atau pengertian tentang matematika dari beberapa ahli: a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematis. b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulkasi. c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan. d. Matematika adalah paengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.10 Matematika sering kali dilukiskan sebagai kumpulan sistem matematika, yang setiap dari sistem-sistem itu mempunyai struktur tersendiri yang sifatnya deduktif. Suatu sistem deduktif yang dimaksud adalah untuk mencari sebuah kebenaran didalam matematika yang harus dibuktikan dengan generalisasi secara deduktif, meskipun demikian, untuk 8 Ruseffendi, Pengajaran Matematika . . . , hal. 2 Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum dan . . . , hal. 35 10 R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. (Bandung: Rineka Cipta, 1990), hal. 11 9 28 membantu pemikiran, pada tahap-tahap permulaan seringkali kita memerlukan bantuan contoh-contoh khusus atau ilustri geometris. Menurut beberapa ahli matematika adalah: a. Plato berpendapat bahwa matematika adalah identik dengan filsafat untuk ahli pemikir, walaupun mereka mengatakan bahwa matematika harus dipelajarai untuk keperluan lain. Objek matematika adalah ada di dunia nyata, tetapi terpisah dari akal. b. Aristoteles mempunyai pendapat yang lain. Ia memandang matematika sebagai salah satu dari tiga dasar yang membagi ilmu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan fisik, matematika dan teologi. Matematika didasarkan atas kenyataan yang dialami, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen, observasi dan abtraksi.11 Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka peneliti menyimpulkan matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan. 2. Karakteristik Matematika Setelah kita memahami masing-masing definisi matematika yang berbeda, akan terlihat adannya ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum. Beberapa karakteristik itu adalah: a. Memiliki objek kajian abtrak 11 Abdul Halim Fathani, Matematika Hakikat dan Logika. (Jogyakarta: Ar- Ruzz Media, 2012), hal. 21 29 Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, atau sering disebut objek mental. Objek dasar ini meliputi fakta, konsep, operasi maupun relasi, dan prinsip. Dari objek dasar itulah dapat disusun suatu poa dan struktur matematika. Adapaun objek dasar tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Fakta (abtrak) berupa konvensi-konvensi yang dapat digunakan untuk menggolongkan simbol tertentu. 2) Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifiasikan sekumpulan objek. 3) Operasi (abstrak) adalah pekerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika lain. 4) Prinsip (abstrak) adalah objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri dari beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi maupun operasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa aksioma, teorema dan sebagainya.12 b. Bertumpu pada kesepakatan Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting. Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan prinsip primitif. Aksioma adalah kesepakatan atau pernyataan pangkal yang sering dinyatakan dan tidak perlu dibuktikan. Sedangkan konsep primitif 12 R. Soedjadi, Kiat Pendidikan . . . , hal. 13-16 30 adalah pernyataan pangkal yang tidak perlu didefinisikan. Keduanya sangat diperlukan dalam pembuktian-pembuktian dalam matematika.13 c. Berpola pikir deduktif Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus. Disamping itu ada pendapat lain yang mengatakan bahwa berfikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenaranya telah ditentukan.14 d. Memiliki simbol yang kosong dari arti Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik berupa huruf ataupun bukan huruf, serangkaian simbolsimbol matematika dapat membentuk suatu model matematika.15 e. Memperhatikan semesta pembicaraan Hubungan tentang kosongnya arti simbol-simbol dan tanda-tanda dalam matematika diatas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam menggunakn matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakai.16 f. Konsisten dalam sistemnya. 13 R. Soedjadi, Kiat Pendidikan . . . , hal. 13 Ibid., hal. 16 15 Ibid., hal. 17 16 Ibid., hal. 17 14 31 Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain.17 3. Matematika Sekolah Matematika sekolah dan matematika perguruan tinggi termasuk matematika informal. Karena matematika yang dipelajari termasuk dalam kurikulum matematika sekolah dan matematika perguruan tinggi. a. Pengertian Matematika Sekolah Sebagai ilmu pengetahuan, matematika memiliki ruang lingkup yang cukup luas dan dapat dikelompokkan dalam sub sistem sesuai dengan struktur masing-masing. Dalam suatu sub sistem, ada obyek pembicaraan, metode pembahasan dan selalu memenuhi kekonsistenan dalam setiap pembahasanya. Untuk kepentingan pendidikan, baik di tingkat dasar maupun di tingkat menengah, atas pertimbangan pedagogis, materi-materi kajian matematika dipilah-pilah sesuai dengan tahap berfikir (perkembangan intelektual) peserta didik. Untuk kepentingan ini, pengetahuan matematika diajarkan pada sekolah dasar maupun menengah telah mengalami beberapa penyesuaian. Ruang lingkup sekolah ditentukan guna menumbuh kembangkan kemampuan-kemampuan metematis dan membentuk pribadi serta berwawasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Hal ini menunjukkan bahwa matematika sekolah tetap memiliki ciri-ciri yang 17 R. Soedjadi, Kiat Pendidikan . . . , hal. 18 32 dimiliki oleh matematika, yaitu memiliki obyek kajian abstrak serta berpola pikir deduktif dan konsisten. 18 Sering juga dikatakan bahwa matematika sekolah adalah unsurunsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK.19 Hal ini menunjukkan bahwa matematika sekolah tidaklah sepenuhnya sama dengan matematika sebagai ilmu. Adapun perbedaanya terletak pada: 1) Penyajianya, buku-buku matematika yang tidak untuk jenjang persekolahan dan sudah memuat cabang-cabang matematika tertentu, biasanya sudah langsung memuat definisi kemudian teorema atau bahkan diawali dengan aksioma. Tidaklah demikian halnya dengan matematika sekolah. Penyajianya atau pengungkapan butir-butir matematika yang akan disampaikan disesuaikan dengan perkiraan perkembangan intelektual peserta didik.20 2) Pola pikirnya pola pikir dalam matematika sebagai ilmu deduktif. Sifat atau teorema yang ditemukan secara deduktif maupun empirik harus kemudian dibuktikan kebenaranya dengan langkah-langkah deduktif secara struktural. Tidaklah demikian halnya dengan matematika sekolah. Meskipun siswa pada akhirnya tetap diharapkan 18 Zaenal Arifin, Membangun Kompetensi . . . , hal. 30-32 R. Soedjadi, Kiat Pendidikan . . . , hal. 37 20 Ibid., hal. 37-38 19 33 mampu berfikr secara deduktif, namun pada proses pembelajaranya dapat digunakan pola pikir induktif.21 3) Keterbatasan semestanya, sebagai akibat dipilihnya unsur atau elemen matematika untuk matematika sekolah dengan memperhatikan aspek kependidikan, dapat menjadi “penyederhanaan”dari konsep matematika yang kompleks. Pengertian semesta pembicaraan tetap diperlukan, namun mungkin sekali lebih dipersempit. Selanjutnya semakin meningkat usia siswa, yang berarti meningkat pula tahap prkembanganya, maka semesta ini berangsur diperluas lagi.22 4) Tingkat keabstrakan, dijenjang sekolah dasar, sifat konkrit objek matematika diusahakan lebih banyak atau lebih besar di jenjang sekolah dasar yang lebih tinggi. Semakin tinggi jenjang sekolahnya, semakin besar atau banyak sifar keabstrakanya.23 b. Fungsi Matematika Sekolah Matematika sekolah memiliki tiga fungsi utama, yaitu: 1) Sebagai suatu alat Sebagai alat, matematika dapat digunakan untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi, misalnya melalui persamaanpersamaan, atau tabel-tabel atau model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainya. Dalam fungsi lainya, matematika juga dapat 21 R. Soedjadi, Kiat Pendidika . . . , hal. 39-40 Ibid., hal. 40 23 Ibid., hal. 41-42 22 34 difungsikan sebagai alat untuk memecahkan masalah dan mengembangkan kemampuan bernalar siswa.24 2) Sebagai suatu pola pikir Sebagai pola pikir, matematika dapat digunakan untuk mamahami suatu pengertian konsep atau permasalahan secara komprehensif, melalui kemampuan penalaran logis dan berfikir kritis. Dengan pemahaman konsep dan permasalahan secara komprehensif tersebut diharapkan kita dapat mengkomunikasikan antar pengertianpengertian (konsep) dan memcahkan secara kreatif.25 3) Sebagai suatu ilmu (pengetahuan). Sebagai ilmu (pengetahuan), matematika mewarnai berbagai arah dan pendekatan dalam proses pembelajaranya. Harus dipahamkan kepada siswa bahwa matematika sebagai ilmu, harus dipertahankan dan dikembangkan untuk kesejahteraan umat manusia. Sebagai ilmu, matematika memberikan jalan bagaimana berfikir yang sahih (berdasarkan pada asas-asas logika) dalam mencari suatu kebenaran ilmiah. 26 Ketiga fungsi matematika tersebut tentunya juga dimiliki oleh matematika sekolah. Ketiga fungsi tersebut selanjutnya dijadikan sebagai dasar acuan dalam pengembangan desain pembelajaran matematika. Dengan mengetahui fungsi matematika sekolah, diharapkan kita dapat memahami adanya hubungan antara matematika dengan berbagai 24 Zaenal Arifin, Membangun Kompetensi . . . , hal. 33 Ibid., hal. 33-34 26 Ibid., hal. 34 25 35 ilmu lainya atau dengan permasalahan kehidupan. Bagi siswa, harus ditekankan pada pemahaman bahwa pengetahuan matematika yang akan mereka peroleh sangat bermanfaat untuk memecahkan permasalahan dalam dunia nyata (konstektual), maupun dalam mempelajari ilmu (pengetahuan) lainya. Secara terperinci, fungsi matematika sekolah untuk masing-masing jenjang pendidikan dinyatakan dalam GBPP (kurikulum 1994) atau dalam Standart Kompetensi (Kurikulum 2004).27 c. Tujuan Pendidikan Matematika Sekolah Tujuan pendidikan matematika di sekolah mengacu kepada fungsi matematika serta tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam GBPP kurikulum 1994, dikemukakan bahwa tujuan umum diberikan pengetahuan (ilmu) matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua hal sebagai beriku: 1) Mempersiapkan siswa agar mampu mengahadapi perubahan keadaan didalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien. 2) Mempersiapkan siswa agar mampu menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam memecahkan permasalahan kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari sebagai ilmu pengetahuan lainya.28 27 Zaenal Arifin, Membangun Kompetensi . . . , hal. 34 36 Secara terperinci, tujuan mata pelajaran matematika untuk masingmasing jenjang pendidikan dikemukakan dalam GBPP. Selanjutnya tujuan khususnya petematika SMP adalah: 1) Memiliki kemampuan, yang dapat dialihgunakan, melalui kegiatan matematika. 2) Memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidian menengah. 3) Mempunyai keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 4) Mempunyai pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika. 29 Sedangkan dalam deskripsi rumpun pelajaran pada kurikulum 2004 (KBK), dikemukakan bahwa matematika menumbuh kembangkan kemapuan bernalar, yaitu berfikr sistematis, logis, kritis dalam mengkomunikasikan gagasan atau dalam pemecahan masalah. Secara terperinci, tujuan mata pelajaran matematika untuk masing-masing jenjang pendidikan dalam kurikulum 2004 dinyatakan dalam standart kompetensi masing-masing. 28 29 Zaenal Arifin, Membangun Kompetensi . . . , hal. 34 R. Soedjadi, Kiat Pendidikan . . . , hal. 44 37 B. Proses Belajar Mengajar Matematika Kegiatan belajar mengajar merupakan konsep yang berbeda, akan tetapi terdapat hubungan yang erat sekali bahkan terjadi kaitan dan interaksi satu sama lain. Mengajar merupakan suatu upaya yang dilakukan guru agar siswa belajar.30 Perpaduan antara konsep belajar dan konsep mengajar atau proses pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika diperlukan strategi yang tepat dalam menyampaikan materi yang diajarkan. Hal ini sangat berpengaruh dalam belajar mengajar matematika dalam mencapai keberhasilan siswa. 1. Belajar Matematika a. Definisi Belajar Teori belajar pada dasaranya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diperoleh siswa kemudian bagaimana informasi itu di proses dalam pikiran siswa.31 Belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, artinya berusaha (berlatih dan sebagainya) supaya mendapat sesuatu kepandaian. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan dalam diri seseorang yang ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan pengetahuan, kecakapan, daya pikir, sikap, kebiasaan dan lain-lain. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan berunsur yang sangat furdamental 30 dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang Slameto, Belajar dan . . . , hal. 29 Arnie Fajar , Portofolio Dalam Pembelajaran IPS. ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005 ), hal. 9 31 38 pendidikan.32 Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.33 Belajar merupakan suatu proses kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman, maka siswa perlu diberi waktu yang memadai untuk melakukan proses itu. Artinya memberi waktu yang cukup untuk berfikit ketika siswa menghadapi masalah sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk membangun sendiri gagasanya. Tidak membantu siswa terlalu dini, menghargai usaha siswa walaupun hasilnya belum memuaskan, dan menantang siswa sehingga berbuat dan berfikir merupakan strategi guru yang memungkinkan pembelajaran seumur hidup. Tanggung jawab belajar berada pada diri siswa, tetapi guru bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat.34 Jadi yang dimaksud dengan belajar adalah suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata, proses itu terjadi di dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar. b. Prinsip-Prinsip Belajar Berdasarkan uraian diatas prinsip-prinsip belajar adalah:35 32 33 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan . . . , hal. 89 Oemar Hamalik, Kurikulum dalam Pembelajaran. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hal. 36 34 35 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan . . . , hal. 10 Indah Konsiyah, Belajar dan Pembelajaran. (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 12-13 39 1) Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi hubungan timbal balik, saling mempengaruhi secara dinamis antara anak didik dan lingkunganya. 2) Belajar harus selalu bertujuan, terarah dan jelas bagi anak didik. 3) Belajar yang paling efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi yang murni dan bersumber dari dalam dirinya sendiri. 4) Belajar selalu menghadapi rintangan dan hambatan. Oleh karenanya anak didik harus tepat mengatasinya secara tepat. 5) Belajar memerlukan bimbingan. 6) Jenis belajar yang paling utama ialah belajar untuk berikir kritis, lebih baik dari pada pembentukan kebiasaan-kebiasaan mekanis. 7) Cara belajar yang paling efektif adalah dalam pemecahan masalah melalui kerja kelompok. 8) Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari, sehingga memperoleh pengertian-pengertian 9) Belajar memerlukan latihan-latihan dan ulangan agar yang diperoleh atau dipelajari dapat dikuasai. 10) Belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan atau hasil. 11) Belajar dianggap berhasil apabila si anak didik telah sanggup mentrasferkan dan menerapkanya kedalam bidang praktek seharihari. c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar 40 Dalam proses belajar mengajar ada banyak hal yang harus diperhatikan baik oleh pihak pengajar atau siswa. Karena keberhasilan proses belajar mengajar adalah tanggung jawab bersama, begitu pula dengan pemahaman terhadap materi pembelajaran. Untuk mencapai pemahaman materi pada siswa ada banyak faktor yang menyebabkan pemahaman pada diri siswa baik dari dalam diri (internal) maupun luar (eksternal) Adapun faktor-faktor yang dimaksud meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Faktor-faktor intern a) Faktor Jasmani (1) Faktor Kesehatan Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagianya/bebas dari penyakit.36 (2) Cacat Tubuh Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh.37 b) Faktor Psikologis Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong kedalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor- 36 37 Slameto, Belajar dan . . . , hal. 54 Ibid., hal. 55 41 faktor itu adalah: inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.38 c) Faktor Kelelahan Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan rohani.39 2) Faktor-faktor ekstern a) Faktor Keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga , pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.40 b) Faktor Sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan guru, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.41 c) Faktor Masyarakat 38 Slameto, Belajar dan . . . , hal. 55-58 Ibid., hal. 59 40 Ibid., hal. 60-63 41 Ibid., hal. 68 39 42 Faktor masyarakat yang mempengaruhi belajar yaitu: kegiatan siswa dalam masyarakat, media masa , teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.42 Teori belajar disebut juga teori perkembangan mental yang pada prinsipnya berisi tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapakan terjadi pada mental anak yang dapat dilakukan pada usia (tahap perkembangan mental) tertentu.43 2. Mengajar Matematika Mengajar adalah suatu kegiatan membimbing dan mengorganisasikan lingkungan sekitar anak didik. Kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dalam mewujdkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, diperlukan adanya model yang tepat.44 Agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan proses belajar yang optimal. Jeroma Bruner membagi alat-alat mengajar instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya, yakni:45 a. Alat untuk meyampaikan pengalaman “vicarious“, yaitu menyajikan bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim disekolah. Ini dapat dilakukan 42 Slameto, Belajar dan . . . , hal. 69 Liswati Simanjuntak dkk, Metode Mengajar Matematika. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993), hal. 65 44 R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran. (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 120 45 Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal. 15 43 43 melaui film, TV, rekaman suara dan lain-lain “Vicrious“ berarti sebagai substitusi atau pengganti pengalaman yang langsung. b. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau struktur prinsip suatu gejala. c. Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu idea tau gejala d. Alat automatisasi seperti “teaching machine“ atau pelajaran berprograma, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi balikan atau feedback tentang respon murid. Mengajar bukan tugas yang ringan bagi seorang guru. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama.46 Guru yang mengajar didepan kelas harus mempunyai prinsip-prinsip mengajar yang harus dilakukan seefektif mungkin, agar guru tidak asal mengajar, yaitu :47 a. Perhatian Di dalam mengajar guru harus dapat membangkitkan perhatian siswa terhadap perhatian yang diberian guru. b. Aktifitas Dalam proses belajar mengajar guru perlu menimbulkan aktifitas siswa dalam berfikir maupun bertindak. c. Apersepsi 46 Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 4 47 Slameto, Belajar dan . . . , hal. 35-39 44 Setiap mengajar guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa ataupun pengalamanya. d. Peragaan Walau guru mengajar didepan kelas, guru harus menunjukkan benda-benda yang asli bila mengalami kesulitan menunjukkan model, gambar, tiruan atau menggunakan tiruan media lainya. e. Repitasi Bila guru mengajar suatu unit pelajaran, itu perlu diulang-ulang. f. Korelasi Guru didalam tugas mengajar wajib memperhatikan dan memikirkan hubungan diantara setiap bahan pelajaran. g. Konsentrasi Hubungan antara bahan pelajaran dapat diperluas. Mungkin dapat dipusatkan pada salah satu pusat minat, sehingga siswa memperoleh pengetahuan secara luas dan mendalam. h. Sosialisasi Bekerja di dalam kelompok dapat juga meningkatkan cara berfikir mereka, sehingga dapat memecahkan masalah dengan lebih baik dan lancar. i. Individualisme Guru perlu mengadakan perencanaan untuk siswa secara klasikal maupun individual. Guru harus mencari teknik penyajian atau sistem 45 evaluasi pengajaran yang dapat melayani kelas ataupun siswa sebagai individual. j. Evaluasi Semua kegiatan perlu dievaluasi, dengan evaluasi guru juga dapat mengetahui prestasi atau kemajuan siswa sehingga dapat bertindak yang tepat lebih-lebih bila siswa mengalami kesulitan belajar mengajar. C. Hasil Belajar Matematika 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar juga merupakan puncak dari proses belajar. Hasil belajar siswa pada hakekatnya merupakan tingkah laku.48 Tingkah laku sebagai hasil belajar dengan pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.49 Dengan demikian hasil belajar matematika tampak, sehingga terjadilah perubahan tingkah laku dari siswa yang dapat diamati dalam bentuk perubahan sikap dan ketrampilan. Perubahan tersebut dapat juga diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan perkembangan yang lebih baik dari sebelumnya. Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari pengetahuan sesuatu kekonsep-konsep yang lebih rumit, dari sifat yang negatif terhadap matematika menjadi sikap yang lebih positif. 48 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal .3 49 Purwanto, Evaluasi Hasil . . . , hal. 45 46 Hasil belajar perlu diukur, hasil pengukuran hasil belajar apabila dilihat dari hasil yang dicapai, mempunyai kelemahan lebih-lebih dalam kegiatan penilaian, pengukuran mutlak perlu dilakukan, hal ini dimaksudkan agar hasil penilaian aktif dan komunikatif.50 Suatu hasil belajar tersebut pada umumnya dituangkaan kedalam skor atau angka yang menunjukkan semakin tinggi nilainya, semakin tinggi pula keberhasilan dalam proses belajar. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah nilainya menunjukkan kurang berhasilnya dalam proses belajar yang dilakukan. Dan untuk mengetahui seberapa jauh pencapaian tersebut dipergunakan alat berupa tes hasil belajar yang bisa dikenal dengan tes pencapaian (aciefment test).51 Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasikan oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut diatas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif.52 Sedangkan belajar sebagaimana dijelaskan tadi bahwa suatu perubahan tingkah laku individu dari hasil pengalaman dari usaha individu tersebut. Menurut Winkel dalam Nasution hasil belajar merupakan perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah 50 Purwanto, Evaluasi Hasil . . . , hal. 45 Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 35 52 Agus Suprijono, Cooperatif Learning. (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), hal. 5 51 47 lakunya.53 Hasil belajar menyatakan apa yang akan dapat dilakukan atau dikuasai siswa sebagai hasil pelajaran.54 Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar dapat dilakukan melalui test prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, prestasi belajar dapat digolongkan kedalam jenis penelitian sebagai berikut:55 a. Tes Formatif Tes formatif adalah tes yang berfunsi untuk mencari umpan balik atau feedback yang berguna dalam usaha memperbaiki cara mengajar yang dilakukan oleh guru dan belajar siswa. b. Tes Subsumatif Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuanya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar siswa. Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhubungkan dengan nilai raport. c. Tes Sumatif Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok-pokok bahasan dalam menentukan nilai raport. Hasil belajar dapat dikatakan meningkat jika terjadi peningkatan kemampuan yang dikuasai siswa tersebut terhadap suatu pelajaran. Salah 53 Purwanto, Evaluasi Hasil . . . , hal. 45 Nasution, Kurikulum dan Pengajaran. (Jakarta: PT Bumu Aksara, 2006), hal. 61 55 Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip . . . , hal. 35 54 48 satu cara yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan memperbaiki metode pembelajaran yang dilakukan guru. Dengan variasi pembelajaran dan metode yang tepat siswa akan merasa senang untuk mengikuti kegiatan belajar dengan baik yang akhirnya hasil belajar siswa meningkat. Dari beberapa pengertian dan pendapat para ahli tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah pencapaian prestasi seseorang dari proses belajar yang dijalaninya dengan sunguh-sungguh serta akan disimpan dalam jangka waktu yang lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang ingin selalu mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara fikir serta menghasilkan perilaku kerja yang baik. 2. Prinsip-Prinsip Tes Hasil Belajar Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan di dalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut benar-benar dapat mengukur tujuan pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan atau keterampilan siswa yang diharapkan setelah siswa menyelesaikan pelajaran tertentu. Prinsip-prinsip belajar tersebut adalah:56 a. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes) yang telah diterapkan sesuai dengan tujuan instruksional. 56 Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip . . . , hal. 23-25 49 b. Mengukur sampel yang representative dari hasil belajar dan bahan pelajaran yang telah diajarkan. c. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan. d. Didesain sesuai dengan kegunaanya untuik memperoleh hasil yang diinginkan. e. Dibuat sereliabel mungkin sehingga mudah diinterpretasikan dengan baik. f. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru. 3. Tipe Hasil Belajar Telah dijelaskan bahwa tujuan hasil belajar adalah perubahan yang positif pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Berikut ini dikemukakan unsur-unsur yang terdapat ketiga aspek hasil belajar tersebut: a. Ranah Kognitif (al-Nahiyah al-Fikriyah = )افكرئت ااحنئثا Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan otak (mental).57 Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu:58 1) Tipe Hasil Belajar Pengetahuan Tipe hasil belajar ini termasuk tipe hasil belajar rendah jika dibandingkan tipe belajar lainya. 57 Anas Sudjono, Pengantar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 49 58 Nana Sudjana, Penilaian Hasil . . . , hal. 23-29 50 2) Tipe Hasil Belajar Pemahaman Tipe hasil belajar pemahaman diperlukan untuk menangkap makna atau arti dari suatu konsep. 3) Tipe Hasil Belajar Aplikasi Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabtraksi suatu konsep, ide, rumus, hukum dan situasi yang baru. 4) Tipe Hasil Belajar Analisis Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurangi, suatu integritas (kesatuan yang utuh), menjadi bagian-bagian yang mempunyai arti atau mempunyai tingkatan. 5) Tipe Hasil Belajar Sintesis Sintesis adalah kesanggupan menyatukan bagian-bagian menjadi satu integritas. Jadi sintesis adalah barang tentu memerlukan kesanggupan hafalan kemampuan aplikasi dan analisis. 6) Tipe Hasil Belajar Evaluasi Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai suatu berdasarkan kebijakan yang dimilikinya, dan criteria yang dipakainya. Tipe belajar ini dikategorikan paling tinggi dan terkandung semua tipe hasil belajar yang telah disebutkan sebelumnya. b. Ranah Afektif (al – Nahiyah al Mauqifiyayah = )وقفي ائم امن كيث 51 Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.59 Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu:60 1) Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsang (stimulus) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. 2) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasaan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada sirinya. 3) Valuating (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tsb. 4) Organisasi yakni pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk satu hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk kedalam organisasi adalah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dll. 59 60 Anas Sudjono, Pengantar Evaluasi . . . , hal. 50 Nana Sudjana, Penilaian Hasil . . . , hal. 29-30 52 5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kedalam termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya. c. Ranah Psikomotorik (Nahiyah al-Harakah = Rahan psikomotor adalah ranah )ااحركث حنيث yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.61 Ranah psikomotorik berkenaan denga hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni :62 1) Gerakan reflek (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar) 2) Katerampilan pada gerakan-gerakan sadar 3) Kemampuan perseptual, termasuk didalamnya membedakan visual, membedakan auditif, dll 4) Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan 5) Gerakan-gerakan skill, memulai dari kerampilan sederhana sampai pada ketrampilan yang kompleks. 6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspretif dan interpretatis. 61 62 Anas Sudjono, Pengantar Evaluasi . . . , hal. 57 Nana Sudjana, Penilaian Hasil . . . , hal. 30-31 53 D. Problem Solving 1. Definisi Problem Solving Problem solving berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu problem dan solving. Echols dan Shadily mengartikan problem sebagai maTIDAK atau soal atau persoalan, sedangkan soving berasal dari solve yang artinya memecahkan. Dari kedua kata diatas dapat kita simpulkan bahwa problem solving diartikan sebagai memecahkan masalah atau pemecahan masalah.63 Pemecahan masalah pada dasarnya merupakan proses yang ditempuh oleh seorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya. Selanjutnya dikatakan bahwa pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu pedoman mengajar yang sifatnya teoritis atau konseptual untuk melatih siswa memecahkan masalah matematika dengan menggunakan berbagai strategi dan langkah pemecahan masalh yang ada. Menurut Polya ada 2 macam masalah (problem) yaitu: a. Masalah untuk menemukan. Bagian utama dari masalah itu adalah apa yang dicari, bagaimana data diketahui, bagaimana syaratnya. b. Masalah untuk membuktian yaitu untuk menunjukkan bahwa suatu pernyataan itu benar-benar salah-salah atau tidak kedua-duanya. 64 63 Anwar Bey dan Asriani, Jurnal Pendidikan Matematika “ Penerapan Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika pada Materi SPLDV Volume 4 Nomor 2 ”. (Tidak Diterbitkan: Juli, 2013), hal. 225 64 Musrikah, Ta’alum Jurnal . . . , hal. 62 54 Metode problem solving bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berfikir yang banyak ragamnya termasuk mengamati, melaporkan, mendeskripsi, menganalisis, mengklarifikasi, menafsirkan, mengkritik, mengamalkan, menarik kesimpulan dan diolah.65 Sebab dalam problem solving dapat menngunakan metode-metode lainya dimulai dari mencari data sampai pada menarik kesimpulan. Langkahlangkah metode problem solving yaitu : a. Ada masalah yang jelas dipecahkan untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari peserta didik sesuai dengan taraf kemampuanya. b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain. c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban itu tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua diatas. d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini peserta didik harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainya seperti demostrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain. 65 Nasution, Kurikulum dan Pengajaran. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal. 117 55 e. Menarik kesimpulan. Artinya peseta didik harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.66 Sedangkan Solso mengemukakan enam tahap dalam pemecahan masalah yang digambarkan melalui diagram berikut ini. Identifikasi Permasalahan Representasi / Penyajian Permasalahan Perencanaan Pemecahan Pemecahan Masalah Menerapkan / Mengiplementasian Perencanan Menilai Perencanaan Menilai Hasil Pemecahan Gambar 2.1 : Langkah pemecahan masalah Solso.67 Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut.68 66 Mulyono, Strategi Pembelajaran. (Malang: UIN-Maliki Press, 2012), hal. 107 Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013 ), hal. 57 68 Made Wena, Strategi Pembelajaran . . . , hal. 56 67 56 Tabel 2.1 : Proses Pembelajaran Problem Solving No 1 Tahap Pembelajaran Identifikasi permasalahan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Memberi Memahami permasalahan pada permasalahan siswa 2 Membimbing siswa Melakukan dalam melakukan identifikasi terhadap identifikasi masalah yang permasalahan dihadapi Representasi/penyajian Membantu siswa Merumuskan dan permasalahan untuk merumuskan pengenalan dan memahami permasalahan masalah secara benar 3 Perencanaan pemecahan Membimbing siswa Melakukan melakukan perencanaan perencanaan pemecahan masalah pemecahan masalah 4 Menerapkan / Membimbing siswa Menerapkan rencana mengiplementasikan menerapkan pemecahan masalah perencanaan perencanaan yang telah dibuat 5 Menilai perencanaan Membimbing siswa Melakukan penilaian dalam melakukan terhadap penilaian terhadap perencanaan 57 No Tahap Pembelajaran Kegiatan Guru perencanaan Kegiatan Siswa pemecahan masalah pemecahan masalah 6 Menilai hasil pemecahan Membimbing siswa Melakukan penilaian melakukan penilaian terhadap hasil terhadap hasil pemecahan masalah pemecahan masalah Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran dengan metode pemecahan masalah akan menempuh langkah-langkah sebagai berikut: merasakan adanya masalah-masalah yang potensial, merumuskan masalah, mencari jalan keluar, memiliki jalan keluar yang paling tepat, melaksanakan pemeahan masalah, dan menilai apakah pemecahan masalah yang dilakukan sudah tepat atau belum.69 Kemampuan pemecahan masalah banyak menunjang kreatifitas seseorang, yaitu kemampuan menciptakan ide baru, baik yang bersifat asli ciptaanya sendiri, maupun merupakan suatu modifikasi (perubahan) dari berbagai ide yang telah ada sebelumnya. Disamping itu kemampuan pemecahan masalah ada yang dicapai melalui proses berfikir verbal, seperti melalui diskusi, ada pula yang dicapai melalui proses penemuan. Proses pemecahan masalah dapat berlangsung jika seseorang dihadapkan ada suatu persolan yang didalamnya terdapat sejumlah kemungkinan jawaban. Upaya menemukan kemungkinan jawaban itu 69 111 E Mulyasa, Menjadi Guru Profesional. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 58 merupakan suatu proses pemecahan masalah. Prosesnya itu sendiri, dapat berlangsung melalui suatu diskusi atau suatu penemuan melalui pengumpulan data, baik diperoleh dari percobaan (eksperimen), atau dari data lapangan.70 Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan problem solving adalah suatu pedoman mengajar yang sifatnya teoritis atau konseptual untuk melatihkan siswa memecahkan masalahmasalah matematika dengan menggunakan berbagai stategi dan langkah pemecahan masalah yang ada. 2. Tujuan Pembelajaran Problem Solving Berhasil tidaknya suatu pengajaran tergantung pada suatu tujuan yang hendak dicapai. Menurut Hudoyo tujuan pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut : a. Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relefan kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya b. Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik siswa. c. Potensi intelektual siswa meningkat. d. Siswa belajar sebagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan. 70 Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran. (Bandung: CV Wacana Prima, 2007), hal. 57 59 Menurut Polya ada 4 langkah penting yang harus dilakukan dalam pemecahan masalah, yaitu memahami masalah, membuat rencana untuk memecahkan masalah, melaksanakan penyelesaian soal, dan memeriksa ulang jawaban yang diperoleh:71 Keberhasilan belajar pemecahan masalah memiliki nilai transfer yang cukup tinggi, serta memiliki tingkat retensi yaitu dapat diingat dalam jangka waktu lama oleh siswa. Oleh karena itu hasil belajar yang dicapai melalui bentuk belajar pemecahan masalah lebih tinggi nilai kemanfaatnya dibanding dengan belajar melalui proses pembelajaran yang berlangsung dengan cara penyajian materi pembelajaran, sebagaimana terjadi dalam proses pembelajaran konvensional. 3. Kelebihan dan Kelemahan Problem Solving Menurut Herman Hudoyo, problem solving memilik kelebihan antara lain : a. Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisisnya dan akhirya meneliti kembali hasilnya. b. Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam yang merupakan hadiah intrinsik bagi siswa. c. Potensi intelektual siswa meningkat. d. Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan. 71 Zaenal Arifin, Membangun Kompetensi . . . , hal. 113 60 Kelemahan pembelajaran problem solving, menurut Hudoyo, yaitu : a. Bila guru tidak berhati-hati dalam memilih soal, problem solving diajarkan sebagai latihan untuk keterampilan belaka. b. Bila masalah yang disajikan tidak bermakna, siswa mempunyai kemampuan kecil untuk dapat menyelesaiakan.72 E. Implementasi Problem Solving Terhadap Hasil Belajar Matematika pada Materi Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Penting bagi seorang guru dalam proses belajar mengajar untuk memilih dan menentukan metode pembelajaran yang akan diterapkan pada siswanya untuk menyampaikan isi pelajaran. Salah satu metode yang dapat diterapkan oleh guru adalah motode pembelajaran problem solving. Pembelajaran problem solving adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Peneliti menggunakan motode problem solving ini untuk mempermudah siswa dalam memahami soal-soal cerita yang berkaitan dengan pertidaksamaan linear satu variabel. Pertidaksamaan linear satu variabel adalah suatu bahasan dalam pembelajaran matematika yang erat kaitanya dengan kehidupan sehari-hari siswa. Materi ini dapat membantu siswa dalam mengetahui mengembangkan pemahaman terhadap benda-benda yang ada disekitarnya. 72 Musrikah, Ta’alum Jurnal . . . , hal. 66 dan 61 Siswa akan lebih tertarik jika diberi metode pembelajaran yang lebih menarik dari sebelunya. Seperti halnya dalam penerapan metode pembelajaran problem solving untuk menyelesaikan soal-soal cerita yang berkaiatan dengan pertidaksamaan linear satu variabel. Yang mana dalam menyelesaikan soalsoal tersebut guru membimbing siswa dengan menggunakan langkah-langkah pembelajaran problem solving. Diantara langkah-langkahnya yaitu: memahami masalah, merencanakan pemecahanya, menyelesaikan sesuai rencana langkah kedua, dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back). Problem solving merupakan bentuk dari metode pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Problem solving diterapkan untuk menyelesaikan soalsoal cerita. Siswa dibimbing untuk memahami masalah, yang mana masalah tersebut terdapat dalam soal cerita. Kemudian diajak berfikir cara apa yang bisa digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut. Selanjutnya siswa dibimbing untuk mengerjakan soal sesuai dengan yang direncanakan. Yang terakhir guru bersama siswa memeriksa kembali jawaban yang didapat. Aktivitas pembelajaran problem solving biasanya dilakukan dengan bimbingan dan tanya jawab antara guru dan siswa. Guru bertanya kepada siswa untuk merangsang siswa dalam memahami masalah. Dan membimbing siswa untuk menemukan pemecahan dari masalah tersebut. Oleh karena itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik membimbing dan bertanya sangat penting dalam penerapan pembelajaran problem solving. 62 Hasil penelitian dengan menerapkan metode problem solving ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam matematika tentang materi pertidaksamaan linear satu variabel, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. F. Materi Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Dalah kehidupan sehari-hari, tentu kalian pernah menjumpai atau menemukan kalimat-kalimat seperti berikut. - Berat badan Asti lebih dari 52 kg. - Tinggi badan Amri 7 cm kurang dari tinggi badanku. - Salah satu syarat menjadi anggota TNI adalah tingi badanya tidak kurang dari 165 cm. - Sebuah bus dapat mengangkut tidak lebih dari 55 orang. Bagaimana menyatakan kalimat-kalimat tersebut dalam bentuk kalimat matematika? Untuk dapat menjawabnya pelajari uraian berikut. 1. Pengertian Ketidaksamaan Agar kalian memahami pengertian ketidaksamaan, coba ingat kembali materi disekolah dasar mengenai penulisan notasi <, >, ≤, ≥, dan ≠. a. 3 kurang dari ditulis 3 < 5. b. 8 lebih dari 4 ditulis 8 > 4. c. 𝑥 tidak lebih dari 9 ditulis 𝑥 ≤ 9. d. Dua kali 𝑦 tidak kurang dari 16 ditulis 2𝑦 ≥ 16. Kalimat-kalimat 3 < 5, 8 > 4, 𝑥 ≤ 9, dan 2𝑦 ≥ 16 disebut ketidaksamaan. 63 Secara umum dapat dituliskan sebagai berikut.73 Suatu ketidaksamaan selalu ditandai dengan salah satu tanda hubung berikut. “<” untuk menyatakan kurang dari. “>” untuk menyatana lebih dari. “≤” untuk menyatakan tidak lebih dari atau kurang dari atau sama dengan. “≥” untuk menyatakan tidak kurang dari atau lebih dari atau sama dengan. 2. Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Di bagian depan telah kalian pelajari bahwa suatu persamaan selalu ditandai dengan tanda hubung “=”. Pada bagian ini kalian akan mempelajari ciri suatu pertidaksamaan. Perhatikan kalimat terbuka berikut. a. 6𝑥 < 18 b. 3𝑝 − 2 > 𝑝 c. 𝑝 + 2 ≤ 5 d. 3𝑥 − 1 ≥ 2𝑥 + 4 Kalimat terbuka di atas menyatakan hubungan ketidaksamaan. Hal ini ditunjukkan adanya tanda hubung <, >, ≤, atau ≥. Kalimat terbuka yang menyatakan hubungan ketidaksamaan (<, >, ≤, atau ≥) disebut pertidaksamaan. Pada kalimat (a) dan (d) diatas masing-masing mempunyai satu variabel yaitu 𝑥 yang berpangkat satu (linear). Adapun pada kalimat (b) an (c) mempunyai satu variabel berpangkat satu, yaitu 𝑝. Jadi, kalimat terbuka diatas menyatakan suatu pertidaksamaan yang mempunyai satu variabel dan berpangkat satu. 73 Dewi Nuharini dan Tri Wahyuni, Matematika Konsep . . . , hal. 114 64 Pertidaksamaan linear satu variabel adalah pertidaksamaan yang hanya mempunyai satu variabel dan berpangkat satu (linear). Contoh: Dari bentuk-bentuk berikut, tentukan yang merupakan pertidaksamaan linear dengan satu variabel serta berikan alasanya ! a. 𝑠 − 5 < 7 b. 𝑚 ≤ 1 − 2𝑛 c. 𝑔2 − 3𝑔 ≥ 4 Penyelesaian: a. 𝑠 − 5 < 7 Pertidaksamaan 𝑠 − 5 < 7 mempunyai satu variabel, yaitu 𝑠 dan berpangkat 1, sehingga 𝑠 − 5 < 7 merupakan pertidaksamaan linear satu variabel. b. 𝑚 ≤ 2 − 4𝑛 Pertidaksamaan 𝑚 ≤ 2 − 4𝑛 mempunyai dua variabel, yaitu 𝑚 dan 𝑛 yang masing-masing berpangkat 1. Dengan demikian 𝑚 ≤ 2 − 4𝑚 bukan suatu pertidaksamaan linear satu variabel. c. 𝑔2 − 3𝑔 ≥ 4 Karena pertiaksamaan 𝑔2 − 3𝑔 ≥ 4 mempunyai variabel 𝑔 dan 𝑔2 , maka 𝑔2 − 3𝑔 ≥ 4 bukan merupakan pertiaksamaan linear satu variabel. 3. Menyelesaikan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Pada bagian depan telah kalian pelajari cara menyelesaikan persamaan linear satu variabel, salah satunya dengan substitusi (penggantian). Hal ini juga berlaku pada pertidaksamaan linear satu variabel. Perhatikan pertidaksamaan 10 − 3𝑥 > 2, dengan 𝑥 variabel pada himpunan bilangan asli. Jika 𝑥 diganti 1 maka 10 − 3𝑥 > 2 65 ⇔ 10 − 3 𝑥 1 > 2 ⇔ 7 > 2 (pernyataan benar) Jika 𝑥 diganti 2 maka 10 − 3𝑥 > 2 ⇔ 10 − 3 𝑥 2 > 2 ⇔ 4 > 2 (pernyataan benar) Jika 𝑥 diganti 3 maka 10 − 3𝑥 > 2 ⇔ 10 − 3 𝑥 3 > 2 ⇔ 1 > 2 (pernyataan salah) Jika 𝑥 diganti 4 maka 10 − 3𝑥 > 2 ⇔ 10 − 3 𝑥 4 > 2 ⇔ −2 > 2 (pernyataan salah) Ternyata untuk 𝑥 = 1 dan 𝑥 = 2, pertidaksaman 10 − 3𝑥 > 2 menjadi kalimat yang benar. Jadi, himpunan penyelesaian dari 10 − 3𝑥 > 2 adalah {1,2}. Secara umum dapat dituliskan sebagai berikut.74 Pengganti variabel dari suatu pertidaksamaan, sehingga menjadi pernyataan yang benar disebut penyelesaian dari pertidaksamaan linear satu variabel. Contoh: Tentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan 10𝑑 > 6𝑑 − 16 dengan 𝑑 variabel pada himpunan bilangan bulat negatif ! Penyelesaian: 74 Dewi Nuharini dan Tri Wahyuni, Matematika Konsep . . . , hal. 116-119 66 10𝑑 > 6𝑑 − 16 ⇔ 10𝑑 − 6𝑑 > 6𝑑 − 16 − 6𝑑 (kedua ruas dikurangi 6𝑑) ⇔ 4𝑑 > −16 ⇔ 4𝑑 ∶ 4 > −16 ∶ 4 (kedua ruas dibagi 4) ⇔ 𝑑 > −4 Karena 𝑑 variabel pada himpunan bilangan bulat negatif maka himpunan penyelesaianya adalah {−1, −2, −3} Berdasarkan contoh diatas, untuk menentukan penyelesaian pertidaksamaan linear satu variabel, dapat dilakukan dalam dua cara sebagai berikut. a. Mencari lebih dahulu penyelesaian persamaan yang diperoleh dari pertidaksamaan dengan mengganti tanda ketidaksamaan dengan tanda “=”. b. Menyatakan ke dalam pertidaksamaan yang ekuivalen. Berdasarkan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut. Suatu pertidaksamaan dapat dinyatakan ke dalam pertidaksamaan yang ekuivalen dengan cara sebagai berikut. a. Menambah atau mengurangi kedua ruas dengan bilangan yang sama tanpa mengubah tanda ketidaksamaan. b. Mengalikan atau membagi kedua ruas dengan bilangan positif yang sama tanpa mengubah tanda ketidaksamaan. c. Mengalikan atau membagi kedua ruas dengan bilangan negatif yang sama, tetapi tanda ketidaksamaan berubah, dimana: > menjadi <, ≥ menjadi ≤,< menjadi >, dan ≤ menjadi ≥. 4. Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Bentuk Pecahan Pada bagian depan kalian telah mempelajari persamaan linear satu variabel bentuk pecahan dan penyelesaianya. Konsep penyelesaianya pada 67 persamaan linear satu variabel bentuk pecahan dapat kalian gunakan untuk menyelesaikan pertidaksamaan linear satu variabel bentuk pecahan.75 Contoh: 1 Tentukan himpunan penyelesaian pertidaksamaan 4 𝑘 + 6 ≤ 1 10 𝑘, dengan 𝑘 variabel pada {−45, −44, … , 0} ! Penyelesaian: 1 𝑘+6 ≤ 4 ⇔ ⇔ 1 4 1 𝑘 10 𝑘+6−6 ≤ 1 10 𝑘 − 6 (kedua ruas dikurangi 6) 1 1 𝑘 ≤ 𝑘−6 4 10 1 ⇔ 4𝑘 − 1 10 𝑘 ≤ 1 10 𝑘−6− ⇔ 5 2 𝑘− 𝑘 ≤ −6 20 20 ⇔ 3 𝑘 ≤ −6 20 ⇔ 3 20 20 1 10 1 𝑘 (kedua ruas dikurangi 10 𝑘) 20 𝑘 𝑥 ( 3 ) ≤ −6 𝑥 ( 3 ) (kedua ruas dikalian 20 3 ) ⇔ 𝑘 ≤ −40 Karena 𝑘 variabel pada {−45, −44, … , 0} maka himpunan penyelesaianya adalah {−45, −44, … , −40} 5. Grafik Himpunan Penyelesaian Pertidaksaman Linear Satu Variabel Grafik himpunan penyelesaian persamaan linear satu variabel ditunjukkan pada suatu garis bilangan, yaitu berupa noktah (titik). Demikian halnya pertidaksamaan linear satu variabel.76 75 76 Dewi Nuharini dan Tri Wahyuni, Matematika Konsep . . . , hal. 120-121 Ibid., hal. 122 68 Perhatikan contoh berikut. Contoh: Tentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan 4𝑑 − 2 ≤ 5 + 3𝑑, untuk 𝑑 variabel pada himpunan bilangan asli. Kemudian gambarlah grafik himpunan penyelesaianya. Penyelesaian: 4𝑑 − 2 ≤ 5 + 3 ⇔ 4𝑑 − 2 + 2 ≤ 5 + 3𝑑 + 2 (kedua ruas ditambah 2) ⇔ 4𝑑 ≤ 7 + 3𝑑 ⇔ 4𝑑 + (−3𝑑) ≤ 7 + 3𝑑 + (−3𝑑) (kedua ruas ditambah (−3𝑑)) ⇔𝑑≤7 Karena 𝑑 variabel pada himpunan bilangan asli maka himpunan penyelesaianya adalah {1, 2, 3, … , 7} Garis bilangan yang menunjukkan himpunan penyelesaianya sebagai berikut. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 G. Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu dilakukan oleh peneliti dengan mencari dan membaca literatur atau penelitian tentang penerapan pembelajaran problem solving dalam meningkatkan hasil belajar siswa, baik dalam konteks teori 69 maupun realitas berdasarkan hasil penelitian sebelunya. Sejauh ini ada beberapa penelitian atau tulisan yang penulis ketahui antara lain: 1. Penelitian ini dilakukan oleh Qurrotul A’yuni, Program Studi SI TMT STAIN Tulungagung, dengan judul Penerapan Pembelajaran Pemecahan Masalah Model Polya dengan Media Visual untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII H SMPN 2 Sumbergempol pada tahun 2013 menyimpulkan bahwa penerapan pemecahan masalah dengan media visual dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII H SMPN 2 Sumbergempol. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata belajar siswa pada pre test 55,59 naik menjadi 72,69 pada siklus I dan menjadi 81,73 pada siklus II. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran pemecahan masalah dengan media visual model Polya dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII H SMPN 2 Sumbergempol Tulungagung tahun ajaran 2012/2013. 2. Penelitian ini dilakukan oleh Yenita Nugraini, Program Studi SI TMT STAIN Tulungagung, dengan judul Pengaruh Pendekatan Pemecahan Masalah terhadap Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Segi Empat (Persegi dan Persegi Panjang) siswa kelas VII SMPN 2 Sumbergempol pada tahun 2013. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh rata-rata nilai test kelas eksperimen sebesar 84,52 dan nilai test kelas kontrol sebesar 80,61. Disamping itu, sesuai dengan perhitungan yang menggunakan analisis Uji 𝑡 hasil perhitungan data menunjukkan bahwa nilai Sig = 0,05 atau 𝑡hitung = 3,28 > 𝑡tabel = 2,000 berarti 𝐻0 ditolak dan hipotesis 𝐻𝑎 diterima artinya 70 bahwa ada pengaruh pendekan pemecahan masalah terhadap hasil belajar matematika pokok bahasan segi empat (persegi dan persegi panjang) pada kelas VII SMPN 2 Sumbergempol berinterpretasi rendah. 3. Penelitian ini dilakukan oleh Dyah Ayu Stiyorini, Program Studi S1 TMT STAIN Tulungagung, dngan judul Korelasi Problem Posing terhadap Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika pada siswa SMP Negeri 1 Boyolangu. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan rumus Produk Moment diperoleh 𝑡 empirik sebesar 0,687, hasil ini akan dibandingkan dengan 𝑟 teoritik pada signifikansi 5%. Sehingga diperoleh : 𝑟𝑒 = 0.687 > 𝑟0,05 = 0,320. Dari perbandingan tersebut dapat dilihat bahwa nilai 𝑟 empirik lebih besar dibanding nilai 𝑟 teoritik. Dengan demikian 𝐻0 ditolak dan 𝐻1 diterima. Dan dari koefisien empirik yang telah diperoleh diatas sebesar 0.687, nilai 𝑟 empirik tersebut mendekati +1, hal ini dapat diartikan bahwa korelasi yang terjadi antara problem posing dan problem solving dalam pembelajaran matematika siswa kelas VII-B SMP Negeri 1 Boyolangu adalah korelasi positif kuat, sehingga kemampuan siswa dalam membuat soal berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam pemecahan masalah atau soal. Dari ketiga uraian penelitian terdahulu diatas, disini peneliti akan mengkaji persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu, dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Untuk mempermudah memaparkan persamaan dan perbedaan tersebut, akan diuraikan dalam tabel berikut: 71 Tabel 2.2 : Perbandingan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Penelitian Qurrotul A’yuni Pengaruh Problem Persamaan - Sama-sama Perbedaan - Subyek dan Solving Terhadap menerapkan lokasi penelitian Hasil Belajar metode tidak sama Matematika Siswa pembelajaran Pada Materi pemecahan Pertidaksamaan masalah Linear Satu Variabel Kelas VII SMPN 2 Ngunut - Mata pelajaran yang diteliti sama - Materi yang diteliti berbeda - Dilengkapi dengan media visual - Tujuan yang Tulungagung ingin dicapai Semester Genap sama Tahun Ajaran 2014/2015 Yenita Nugraini Pengaruh Problem - Sama-sama - Subyek dan Solving Terhadap menerapkan lokasi penelitian Hasil Belajar metode tidak sama Matematika Siswa pembelajaran Pada Materi pemecahan Pertidaksamaan masalah Linear Satu Variabel Kelas VII SMPN 2 Ngunut - Mata pelajaran yang diteliti sama - Tujuan yang - Materi berbeda 72 Nama Peneliti Judul Penelitian Persamaan Tulungagung ingin dicapai Semester Genap sama Perbedaan Tahun Ajaran 2014/2015 Dyah Ayu Pengaruh Problem Stiyorini Solving Terhadap menerapkan lokasi penelitian Hasil Belajar metode tidak sama Matematika Siswa pembelajaran Pada Materi pemecahan Pertidaksamaan masalah Linear Satu Variabel Kelas VII SMPN 2 Ngunut - Sama-sama - Mata pelajaran yang diteliti sama - Tujuan yang - Subyek dan - Materi yang diteliti berbeda - Media penelitian tidak sama - Tidak membandingkan Tulungagung ingin dicapai dua metode Semester Genap sama pembelajaran Tahun Ajaran 2014/2015 Dilihat dari tabel diatas dapat diambil perbedaan serta persamaan dari penelitian terdahulu disini sama-sama menggunakan metode pemecahan masalah (problem solving) pada mata pelajaran matematika. Sedangkan perbedaanya adalah mencapai tujuan, kelas serta lokasi penelitian. 73 H. Kerangka Berfikir Penelitian Kerangka berfikir dari penelitian ini dapat dijelaskan dalam pola pikir berikut ini. Pengaruh problem solving terhadap hasil belajar matematika dikembangkan dari landasan teori yang telah disebutkan serta tinjauan penelitian terdahulu mengenai problem solving yang dilakukan oleh Yenita Nugraini dalam skripsinya. Agar mudah memahami arah dan maksud dari penelitian ini, penulis menjelaskan kerangka berfikir penelitian ini melalui bagan sebagai berikut. Rendahnya hasil belajar siswa Kurangnya minat belajar siswa pada pembelajaran matematika terhadap pelajaran matematika Pelajaran matematika membosankan Pelajaran matematika menakutkan dan dianggap sebagai monster Model Pembelajaran Problem Solving Menarik minat belajar siswa Siswa lebih kritis dalam pembelajaran Meningkatkan hasil belajar Gambar 2.2 : Bagan kerangka berfikir penelitian 74 Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa rendahnya hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika serta kurangnya minat belajar siswa terhadap pelajaran matematika yang mengakibatkan pelajaran matematika menakutkan dan dianggap sebagai monster selain itu pelajaran matematika menjadi membosankan. Solusi untuk mengatasinya ialah dengan penerapan model pembelajaran problem solving. Dengan penerapan model pembelajaran problem solving membelajarakan keterampilan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui 4 tahapan yaitu: 1. Memahami masalah, 2. Merencanakan pemecahanya, 3. Menyelesaikan sesuai rencana langkah kedua, 4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back), yang nantinya akan menarik minat belajar serta akan membuat siswa menjadi lebih kritis dalam pembelajaran, sehingga akan meningkatkan hasil belajar siswa.