(Romli, 2014) mengemukakan teori bahwa konflik

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya ( State of The Art)
Pada state of the art ini, terdapat contoh-contoh penelitian sebelumnya
sebagai panduan atau contoh untuk penelitian yang akan dilakukan. Berikut adalah
tabel dari hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pengelolaan diversity
karyawan oleh manajer dalam menangani konflik, sebagai berikut :
Tabel 2.1 State of Art
No
1
Nama Peneliti
Judul
Tahu
Lokasi
Metode
Hasil
Penelitian
n
Andish,
Organization
2013
Hamid Azad,
al Culture
Modarres
organisasi
MA; Yousef,
and its Impact
University
sering
Motjaba, MA;
in
, Tehran,
datang dari
Shahsavaripou
Organization,
Iran
apa yang
r, Hamidreza,
ProQuest
Penelitian
Tarbiat
Kualitatif
Budaya
sudah
MA;
ditetapkan
Ghorbanipour,
dalam
Abdolreza,
organisasi
MA.
dan
berguna
bagi
organisasi.
Budaya
organisasi
selalu
sangat
penting
bagi
organisasi,
manajer
dan
pemimpin
organisasi.
Masingmasing
memiliki
cara sendiri
untuk
mencapai
kesuksesan,
pengaturan
dan
bagaimana
proses
berjalannya
budaya
organisasi.
Setiap
budaya
memiliki
kelemahan
mendalam
dan
kekuatan
yang
bervariasi
tergantung
pada
organisasi.
Kegiatan
organisasi
apapun
sebagian
besar
terkait
dengan
budaya
perusahaan
dan segala
jenis
kegiatan
saat ini dan
keputusan
dalam
konteks
budaya,
sehingga di
luar
jangkauan,
mereka
akan
memiliki
fungsionalit
as yang
lebih
sedikit.
2.
Alejandra
Towards a
2012
Sydney,
Agilar, leva
defintion of
Stupans Sheila
professionalis
belakang
Scutter dan
m in
budaya
Sharron King
Australian
tidak selalu
occupational
menjadi
theraphy.
hambatan
Using the
dalam
Delphi
komunikasi
Australia
Kualitatif
Perbedaan
latar
technique to
. Kita bisa
obtain
menghindar
consensus on
i hambatan
essential
komunikasi
values and
dengan
behaviours.
membaca
gerak tubuh
yang
dimiliki
oleh lawan
bicara.
3
Harold
Managing
Andrew
Workplace
Patrick &
Diversity
2012
California
Kuantitati
Keragaman
, U.S.A
f
budaya
tidak hanya
Vincent Raj
menentuka
Kumar
n efek dari
keragaman
dalam
sebuah
organisasi,
tetapi juga
tingkat
keterbukaa
n
perbedaan
karakteristi
k antara
anggota
organisasi,
kelompok
kerja, dan
budaya.
4
Abdullah
Proses
2011
Universita Kualitatif
Dalam
Ahadish
Terjadinya
s
setiap
Shamad Muis
Konflik
Brawijaya
konflik
Interpersonal
yang terjadi
Antar
di
Kelompok
perusahaan,
pimpinanla
h yang
mengambil
alih semua
keputusan
dalam
organisasi
5
Titin Hartini
Mengelola
2012
Palemban
Kualitatif
Langkah-
Keragaman
g,
langkah
Sumberdaya
Indonesia
untuk
Manusia
mengelola
keragaman
dapat
dilakukan
dengan cara
memahami
dan
melakukan
perubahan
budaya
Pada jurnal pertama (Andish & Shahsavaripour, 2013) dapat diteliti
bagaimana mengungkapkan dampak budaya organisasi pada organisasi itu sendiri.
Maka dari itu peneliti hanya berfokus pada faktor-faktor yang membentuk budaya
organisasi dari lingkungan perusahaan Ekalokasari Plaza ini.
Pada jurnal kedua (Aguilar, 2012) dapat diteliti bahwa perbedaan latar
belakang budaya yang ada di Ekalokasari Plaza tidak selalu menjadi hambatan dalam
komunikasi. Hambatan-hambatan yang terjadi karena perbedaan dapat ditangani
dengan sikap saling menghargai antar karyawan.
Pada jurnal ketiga (Patrick, 2012) dapat diteliti bahwa keragaman budaya
memang memicu terjadinya konflik, tapi apabila dikelola dengan baik, justru
keragaman yang ada tersebut itu menimbulkan keuntungan bagi perusahaan
Ekalokasari Plaza.
Pada jurnal keempat (Muis, 2013) Dalam setiap konflik yang terjadi di
perusahaan, pimpinanlah yang mengambil alih semua keputusan dalam organisasi.
Maka dari itu konflik yang terjadi antara karyawan harus dapat dikelola dengan baik
oleh pimpinan Ekalokasari Plaza ini.
Pada jurnal kelima (Hartini, 2012). Terjadinya konflik akibat keragaman
dalam Ekalokasari Plaza memang tidak dapat dihindari. Maka dari itu untuk
memimalisasi konflik yang ada akibat keragaman tersebut, seorang manajer harus
dapat mengelola keragaman dengan baik dengan cara memahami budaya lain.
2.2
Landasan Teori
2.2.1
Teori Anxiety/Uncertainty Management Theory (Teori Pengelolaan
Kecemasan / Ketidakpastian)
Teori yang dipublikasikan William Gudykunst ini memfokuskan pada
perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa teorinya dapat
digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan diantara keraguan
dan
ketakutan.
Ia
menggunakkan
istilah
komunikasi
efektif
kepada
proses-proses
meminimalisir ketidakmengertian. Gudykunst meyakini bahwa kecemasan dan
ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada
situasi
antar kelompok.
Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory:
1. Konsep diri dan diri.
Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing akan
menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan.
2. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing.
Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok ketika
kita berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah
peningkatan
kecemasan.
3. Reaksi terhadap orang asing.
Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses
informasi yang kompleks tentang orang asing akan menghasilkan
sebuah peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi
tepat perilaku mereka.Sebuah
peningkatan
untuk
mentoleransi
ketika kita berinteraksi dengan orang asing menghasilkan
peningkatan mengelola kecemasan
sebuah
peningkatan
kemampuan
kita
dan
memprediksi
secara
sebuah
menghasilkan
secara
akurat
perilaku orang asing.Sebuah peningkatan berempati dengan orang
asing akan menghasilkan suatu peningkatan kemampuan memprediksi
perilaku orang asing secara akurat.
4. Kategori sosial dari orang asing.
Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri
kita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan
mengelola kecemasan kita dan kemampuan memprediksi perilaku
mereka secara akurat. Pembatas kondisi: pemahaman perbedaanperbedaan kelompok kritis
mengidentifikasikan
hanya
secara
kuat
ketika
dengan
orang
orang
kelompok.
asing
Sebuah
peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran orang asing dari
harapan positif kita dan atau harapan negatif akan menghasilkan
peningkatan kecemasan kita dan akan menghasilkan penurunan di
dalam rasa percaya diri dalam memperkrakan perilaku mereka.
5. Proses situasional.
Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita sedang
berkomunikasi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah
penurunan kecemasan kita dan sebuah peningkatan rasa percaya diri
kita terhadap perilaku mereka.
6. Koneksi dengan orang asing.
Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing
akan
menghasilkan penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa
percaya diri
dalam
memperkirakan
perilaku
mereka.Sebuah
peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan orang
asing akan menghasilkan penurunan kecemasan
menghasilkan
peningkatan
rasa
percaya
kita
diri
kita
dan
untuk
memprediksi perilaku orang lain.
2.3
Landasan Konseptual
2.3.1
Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu
budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan
demikian, masyarakat segera dihadapkan kepada masalah- masalah yang ada dalam
di dalam situasi dimana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi
balik dalam budaya lain. Seperti telah kita
lihat, budaya mempengaruhi orang yang
berkomunikasi. Budaya juga bertanggung jawab
perilaku komunikatif dan
atas
seluruh
perbendaharaan
makna yang dimiliki setiap orang (Mulyana, 2005).
Budaya bertanggung jawab atas seluruh pembendaharan perilaku komunikatif
dan makna yang dimiliki setiap orang. Konsekuensinya, pembendaharaanpembendaharaan yang dimiliki dua orang yang berbeda
budaya
akan
pula, yang dapat menimbulkan segala macam kesulitan
(Mulyana,
berbeda
2005).
Komunikasi antarbudaya dilihat sebagai komunikasi antara dua anggota dari latar
budaya yang berbeda, yakni berbeda secara rasional,
etnik,
atau
sosial
ekonomis dan makna yang dimiliki setiap orang.
Jika disimpulkan dari pendapat di atas, komunikasi antarbudaya merupakan
komunikasi antara dua orang atau lebih yang memiliki latar
berbeda.
belakang
yang
2.3.2
Tujuan Komunikasi Antarbudaya
(Mulyana, 2005) mengemukakan pendapat bahwa terdapat fungsi-fungsi dari
komunikasi budaya yang dikutip dari gagasan Litvin (1977) seperti:
1. Semua budaya berfungsi dan penting bagi pengalaman anggotaanggota budaya tersebut meskipun memiliki nilai-nilai berbeda
2. Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik” nilai-nilai masyarakat
lainnya.
3. Pemahaman atas nilai-nilai budaya sendiri merupakan prasyarat
untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai budaya lain.
4. Pengalaman-pengalaman antarbudaya dapat menyenangkan dan
menumbuhkan kepribadian.
5. Setiap individu atau budaya berhak menggunakan nilai-nilainya
sendiri.
2.3.3 Asumsi Komunikasi Antarbudaya
Beberapa
asumsi
yang mendasar
komunikasi
antarbudaya
menurut
(Darmastuti, 2013)
1. Sebagai makhluk sosial setiap individu akan berkomunikasi dengan
individu lainnya.
2. Perbedaan latar belakang budaya juga akan menimbulkan
ketidakpastian dalam proses komunikasi antara komunikator dengan
komunikan.
3. Latar belakang budaya yang dimiliki oleh setiap individu akan
mempengaruhi individu tersebut dalam berkomunikasi.
4. Perbedaan latar belakang budaya ini akan mempengaruhi perbedaan
persepsi antara komunikator dan komunikan.
5.
Pemahaman terhadap budaya lain menjadi satu hal yang penting
dalam membangun komunikasi yang efektif.
2.3.4
Permasalahan dalam Komunikasi Antarbudaya
Ada tiga hal yang diuraikan oleh Lewis dan Slade yang dikutip oleh
(Darmastuti, 2013) yang mengatakan bahwa tiga hal yang menjadi kendala
dalam komunikasi antarbudaya antara lain :
1. Kendala bahasa
Perbedaan bahasa biasanya disebabkan karena perbedaan makna dari
setiap simbol yang digunakan dalam bahasa. Hal ini
seringkali
menjadi kendala utama dalam komunikasi antarbudaya.
Contohnya, cara
berbicara orang Batak biasanya dengan intonasi yang cukup keras, sedangkan
orang Jawa berbicara dengan intonasi yang lebih lembut.
Sehingga jika
orang Jawa mendengar orang Batak berbicara terkesan orang itu sedang
marah karena intonasinya yang kuat. Meskipun hal ini termasuk tiga kendala
utama dalam komunikasi antarbudaya, hal ini lebih mudah diatasi
dibandingkan dengan dua kendala lainnya karena bahasa dapat dipelajari.
2. Perbedaan nilai
Perbedaan nilai ini disebabkan karena perbedaan ideologi yang
dimiliki oleh setiap budaya. Kendala ini merupakan kendala yang paling
sering menimbulkan permasalahan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena
itu, kendala perbedaan nilai ini merupakan kendala yang harus ditangani
secara serius.
3. Perbedaan pola perilaku budaya.
Kendala ini biasanya muncul karena ketidakmampuan masyarakat kita
dalam memahami dan menerjemahkan perilaku
budaya
yang
dimiliki
oleh masyrarakat lainnya. Karena perbedaan ini,
tidak jarang sekelompok
masyarakat memberikan penilaian yang negatif terhadap perilaku budaya
maupun kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki oleh masyarakat lain. Penilaian
negatif ini biasanya disebabkan karena masyarakat tersebut tidak memiliki
kemampuan untuk memberikan apresiasi terhadap kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan oleh kelompok budaya lain.
3.2.5
Dimensi-dimensi Perbedaan Budaya
1. Individu dan Kolektif
Dalam pandangan (Moss, 2000) budaya individual melihat bahwa setiap
orang yang menjadi anggota dalam budaya itu memiliki kecenderungan untuk
memberikan kontribusi dalam budaya. Identitas individu melebihi identitas
kelompok, kebenaran individu melebihi kebenaran kelompok, dan penghargaan
terhadap diri sendiri melebihi perhatian terhadap kelompok.
Sedangkan
kolektif didefinisikan sebagai budaya yang memiliki kesamaan
dengan
budaya
individual karena dalam budaya kolektif ini individu dari anggota
memiliki kecenderungan untuk memberikan nilai-nilai
dalam
saja, dalam budaya kolektif ini identitas kelompok melebihi
kebijakan kelompok melebihi kebijakan individu,
melebihi keinginan dan hasrat individu
budaya
budaya.
identitas
juga
Hanya
individu,
dan orientasi terhadap kelompok
(Darmastuti, 2013).
2. High and Low Context
Dalam dimensi ini, budaya dibedakan menjadi budaya konteks tinggi
dan budaya konteks rendah. Budaya konteks tinggi merupakan sebuah
kebudayaan
dimana
prosedur
pengalihan
informasi
menjadi
sukar
dikomunikasikan dan bersifat eksplisit. Sedangkan budaya konteks rendah
merupakan sebuah budaya dimana prosedur pengalihan informasi lebih
praktis dan bersifat implisit. (Darmastuti, 2013)
2. Power Distance
Power Distance mengacu pada tingkatan dimana orang lebih suka
menerima kewenangan dan struktur organisasi sebagai bagian alami dari
kebudayaan mereka. Dimensi ini memiliki pandangan bahwa anggota dari
budaya yang memiliki status lebih tinggi, biasanya akan memiliki kekuasaan
lebih dari yang lain.
2. Maskulin-Feminin
Budaya maskulin memberi nilai lebih pada kerja, kekuatan, kompetisi
dan ketegasan. Sedangkan budaya feminis memberi bilai lebih pada beberapa
ciri seperti kasih sayang, belas kasihan, pemeliharaan, dan hubungan
interpersonal. Anggota budaya ini biasanya lebih luwes dan fleksibel.
(Darmastuti, 2013)
Dimensi ini secara erat berhubungan dengan item terkait berikut.
Untuk maskulin:
1. Earnings. Memiliki kesempatan untuk meraih pendapatan yang besar.
2. Recognition. Memperoleh pengakuan yang layak.
3. Advancement. Memiliki kesempatan untuk maju ke tingkat pekerjaan yang
lebih tinggi.
4. Challege. Memiliki pekerjaan yang menantang untuk berprestasi.
Untuk feminim:
1. Manager. Memiliki hubungan kerja yang baik dengan superoir di atas
anda.
2. Coorperation. Bekerja baik dengan orang lain.
3. Living area. Hidup di lingkungan menarik bagi anda dan keluarga anda.
4. Employment security. Memiliki jaminan di mana anda dapat bekerja pada
perusahaan anda sepanjang anda inginkan.
2.2.6 Pengertian Keragaman (Diversity)
Diversity mengacu pada perbedaan antar orang-orang yang mempengaruhi
kinerja penerimaan mereka, kepuasan, atau kemajuan dalam sebuah organisasi
(Hayes-Thomas, 2004).
Diversity merupakan karakteristik yang digunakan untuk membedakan satu
orang dengan orang lain (Joplin, 1997)
Dari
poin
tersebut
dapat
dijelaskan
bahwa
diversity
merupakan
pertimbangan antar kelompok, dua orang bekerja sama dengan tujuan atau kondisi
yang diperlukan seperti manajer dan karyawan. Individu juga harus
dapat
membandingkan karakteristik diri sendiri dengan orang lain, tanpa kemampuan
untuk membandingkan, individu tidak tahu apakah mereka
sama
atau
berbeda dengan orang lain.
Diversity terkait dengan berbagai hasil karya. Hasil ini dapat terjadi pada
tingkat individu, seperti kinerja seseorang di tempat kerja, termasuk konflik, dan
kreativitas dalam grup. Diversity juga berdampak pada hasil
organisasi seperti
inovasi produk, keuntungan personal dan efektifitas dalam
organisasi
(Hayes-Thomas, 2004).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa diversity merupakan perbedaan
di setiap orang yang dapat menciptakan keunggulan yang
individu dengan individu yang lain sehingga bila
berbeda dari satu
dikelola
dengan
baik
akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
2.2.7 Konsep Keragaman (Diversity)
Dengan adanya perbedaan yang ada di antara orang – orang dalam
sebuah organisasi maka dapat menciptakan konflik di antara orang
dalam
pekerjaan, tetapi dapat juga memberikan keuntungan dari ide
dan sudut
pandang yang berbeda.
Menurut (H.Jackson, 2006) keragaman meliputi:
1. Usia
2. Ras / Etnisitas
3. Jenis Kelamin
4. Orientasi Seksual
5. Status Perkawinan dan Keluarga
6. Cacat Tubuh
2.2.8
Kepempimpinan
Sedangkan menurut (Danim, 2011) mengatakan bahwa kepemimpinan
adalah suatu proses dimana
orang lain dalam
pemimpin melakukan proses mempengaruhi pekerjaan
mencapai tujuan yang ditetapkan. Danim juga mendefinisikan
kepempimpinan sebagai
karakteristik
orang,
terutama
berkaitan
dengan
pemimpin yaitu seseorang yang mampu mempengaruhi orang lain lebih dari orang
lain yang mempengaruhinya.
Dengan kemampuan mengatur orang-orang dan karakterisitk dan latar
belakang budaya yang berbeda tersebut maka dengan sendirinya
tugas
manajer adalah mengintegrasikan berbagai-berbagai macam
variabel baik dari
karakteristik yang berbeda, latar belakang budaya
bermacam-macam,
pendidikan yang bervariasi ke dalam suatu tujuan
dalam
dengan menyesuaikannya satu dengan yang lainnya.
organisasi baru, sosialisasi berlangsung
pendiri atau pemimpin organisasi
seorang
dan
perusahaan
Karena
di
tersebut
dalam
sebuah
atas prakarsa dan tanggung jawab para
dan melibatkan segenap anggota organisasi
(Hardjana, 1994).
Adapun rumusan yang dapat disimpulkan dari definisi di atas bahwa
kepempimpinan adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok
untuk memberi arah kepada individu atau kelompok yang tergabung
wadah tertentu demi mencapai tujuan yang sudah
pada
suatu
ditetapkan sebelumnya (Danim,
2011).
2.2.9
Peran Manajer dalam Mengelola Keragaman di Lingkungan
Tempat Kerja
Dalam mengelola keragaman melibatkan suatu keputusan yang efektif.
Sebagai seorang manajer dibutuhkan sikap untuk menerima segala keputusan
ada. Apabila munculya suatu konflik, mungkin jika seorang
yang
manajer
menciptakan suatu alternatif atau memilih strategi untuk manajeman
konflik.
Disini dapat dinilai apakah alternatif tersebut itu menguntungkan
sebaliknya.
atau
Tidak hanya itu, perlu dipilih juga alternatif terbaik apa yang
di konflik tersebut. Setelah diterapkan alternatif tersebut,
apakah ada feedback dari alternatif tersebut dan
akan
digunakan
penting untuk dilakukan
mengevaluasi
hasil
dari
alternatif tersebut (Jones&George, 2014).
Thomas Roosevelt, seorang konsultan keberagaman dari Harvard University,
pernah menyatakan bahwa mengelola keragaman adalah proses yang komprehensif
untuk menciptakan lingkungan kerja yang mencakup
semua orang dikutip dari
(Green K.A, 2002), sehingga manajer harus sadar akan
keragaman
harinya dan mendorong karyawan untuk mengerti
ini
setiap
tentang konsep keragaman ini.
Maka dari itu tanggung jawab dari sebuah manajemen untuk menangani
konflik sangat penting. Seorang manajer yang hebat perlu mengembangkan nilainilai etika dan sikap untuk menghasilkan sumber
daya manusia yang baik. Karena
kesadaran akan keragaman ini memberikan kesempatan terhadap individu untuk
meningkatkan interaksi yang lebih baik di lingkungan kerja (Jones&George, 2014).
Seorang manajer juga perlu mempunyai hubungan yang baik
dengan
karyawan, sehingga manajer dan karyawan dapat bertukar pikiran mengenai inovasi
dan ide-ide tentang organisasi di dalam perkerjaan. Manajer
perbedaan” dan memahami dampaknya
harus
“mengenali
Mengabaikan keberadaan keragaman
budaya dapat menyebabkan konflik di tempat kerja, namun dari nilai-nilai dan
budaya yang beragam tersebut
justru dapat menguntungkan organisasi itu
sendiri (Mutjaba, 2014).
Hal-hal yang dapat dilakukan manajer dalam mengelola
keragaman
di
lingkungan tempat kerja adalah sebagai berikut:
1.
Manajer harus dapat memilih strategi yang baik demi mencapai
tujuan dari perusahaan dengan keanekagaman karyawan yang ada
(Pohlman, 2000)
2.
Manajer
harus
dapat
menjalin
hubungan
yang
baik
dan
mendorong masing-masing karyawan untuk berkerja sama tanpa
menimbulkan ketengangan atau konflik
3.
Mengkoordinasikan anggota tim untuk bekerjasama dan saling
memahami satu sama lain dan terakhir mlengukur dan mengenali
konflik yang ada serta mengevaluasi konflik (Jones&George, 2014).
2.2.10 Konflik
(Romli, 2014) mengemukakan teori bahwa konflik organisasi adalah
perbedaan ide atau inisiatif antara bawahan dengan bawahan, manajer dengan
manajer dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan (coordinated
activities).
Perbedaan inisiatif dan pemikiran sebagai upaya identifikasi masalah-masalah yang
menghambat pencapaian tujuan organisasi.
Konflik didefinisikan sebagai suatu perjuangan yang diekspresikan antara
sekurang-kurangnya dua pihak yang saling bergantung, yang
mempersepsi
tujuan-tujuan yang tidak sepadan, imbalan yang langka, dan
gangguan
pihak lain dalam mencapai tujuan mereka (Faules, 2013).
Dalam
dari
pandangan
ini
“perjuangan” tersebut menggambarkan
perbedaan di antara
tersebut yang dinyatakan, dikenali, dan
dialami. Konflik baru terjadi ketika atau
setelah perbedaan tersebut
cara-cara berbeda,
pihak-pihak
dikomunikasikan. Konflik mungkin dinyatakan dengan
dari gerakan nonverbal yang halus hingga pertengkaran habis-
habisan, dari sarkasme yang halus hingga kecaman verbal yang terbuka.
Tanda-tanda awal konflik mungkin terlihat dalam peningkatan
intensitas
ketidaksepakatan di antara anggota-anggota kelompok. Komentar- komentar
sebelumnya netral bernada tidak ramah. Ketika ketegangan bertambah,
ketidaksepakatan yang lebih eksplisit mengemuka. Konflik
yang
tanda-tanda
dinyatakan
dengan
keluh kesah, gerakan-gerakan kegelisahan dan ucapan-ucapan yang ketus. Bila
anggota-anggota suatu kelompok mempunyai tujuanbersama, kemungkinannya kecil
bahwa konflik akan berkembang (Faules, 2013).
2.2.11 Jenis-jenis Konflik
Dalam aktivitas organisasi dijumpai bermacam-macam konflik yang
melibatkan individu-individu maupun kelompok-kelompok.
Jenis konflik menurut (Dr.Wahyudi, 2011) adalah
1. Konflik dalam diri individu
Konflik dalam diri individu, setiap individu mempunyai
keinginan,
cita-
cita dan harapan, namun tidak semua keinginan dan cita-cita dapat dipenuhi
sehingga menimbulkan kesenjangan antara harapan
dengan
kenyataan.
Kepentingan individu seringkali berbeda
dengan
tujuan
organisasi,
karenaitu agar kinerja organisasi tidak
terganggu maka setiap anggota
harus berusaha menyesuaikan diri
dengan
tujuan
dan
kebutuhan
organisasi.
2. Konflik antar individu
Konflik antar individu dalam suatu organisasi, individu
mempunyai
kebutuhan, bakat,
perbedaan
minat,
dalam
hal
kepribadian
kemampuan,
maupun
latar
belakang lingkungan. Perbedaan
dapat menjadi sumber
konflik apabila masing-masing
mempertahankan
kepentingan anggota ataupun kepentingan yang
lebih
sempit. Akan tetapi pertentangan dan perbedaan pendapat
dapat menjadi kekuatan organisasi jika diarahkan dan
dikelola secara baik.
3. Konflik antara individu dan kelompok
Konflik antar individu dan kelompok, yaitu berhubungan
dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman
yang
dipaksakan oleh kelompok kerja mereka, individu
diberi sangsi oleh
kelompok kerjanya karena melanggar
norma-norma kelompok.
Konflik
muncul
dapat
disebabkan oleh kegagalan individu dalam menjalankan fungsi
yang ditetapkan kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi
Konflik antar kelompok dalam organisasi, hal ini dapat terjadi
karena persaingan dan pertentangan kepentingan antar
kelompok.
Kelompok
berjuang
untuk
meningkatkan
prestasi maksimal sehingga
terjadi perebutan sumber-sumber
organisasi. Kelompok yang
mendapat tekanan dari luar,
hubungan anggota semakin kohesif, rasa
solidaritas
antar
anggota (in group feeling) semakin tinggi. Nilai-nilai dan
tujuan kelompok lebih diutamakan namun kerjasama antar
kelompok semakin berkurang.
Konflik merupakan peristiwa yang menyangkut perilaku
organisasi (Dr.Wahyudi, 2011). Ia juga mengatakan
saat bekerja dalam kelompok dan organisasi secara
pengaruh terhadap perkembangan
manusia di dalam
bahwa tindakan-tindakan
keseluruhan
menimbulkan
organisasi. Konflik dapat dilihat, dipelajari dari
segi hubungan antar individu ataupun kelompok- kelompok orang yang terlibat.
Intensitas
konflik pada masing-masing berbeda bergantung pada bagaimana
individu atau kelompok tersebut menanggapi, menafsirkan konflik.
2.2.12 Penyebab Konflik
Organisasi sebagai kumpulan individu tidak terlepas dari persoalan konflik
dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu agar konflik dapat berdampak positif bagi
kelangsungan organisasi harus dikelola secara baik dengan mengetahui faktor-faktor
yang menjadi penyebabnya. Konflik sering muncul
karena
kesalahan
dalam
mengkomunikasikan keinginan dan adanya kebutuhan dan nilai-nilai kepada orang
lain (Freeman, 1992). Mereka juga
mengatakan
dikarenakan proses komunikasi
tidak dapat berlangsung secara baik, pesan sulit
dipahami karena perbedaan
bahwa
kegagalan
komunikasi
pengetahuan dan nilai-nilai yang diyakini.
Konflik dapat terjadi dalam berbagai situasi kerja organisasi. (Owens, 1991)
menyatakan bahwa aturan-aturan yang diberlakukan dan prosedur yang tertulis dan
tidak tertulis dapat menyebabkan konflik jika penerapannya terlalu kaku dan keras.
Ia juga mengatakan setiap anggota organisasi mewarisi nilai-nilai berdasarkan latar
belakang kehidupannya, penerapan sangsi ataupun hukuman sebagai akibat
penerapan aturan yang ketat menyebabkan individu bekerja berdasarkan ancaman
bukan didasari
motivasi.
Konflik merupakan peristiwa yang menyangkut manusia dan perilakunya,
sebab manusia mempunyai perbedaan latar belakang pendidikan,
kemampuan,
motivasi, kemampuan, minat, dan lingkungan baik secara individu
maupun
kelompok. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari
berbagai
gejala
dan
kepentingan seperti kebutuhan akan penghargaan, sistem
nilai yang tidak sama,
minat dan ambisi. Pemahaman terhadap gejala ataupun
keadaan
menyebabkan terjadinya konflik dapat dijadikan bahan
pertimbangan oleh para
yang
pimpinan ataupun manajer dalam menjaga
kelangsungan organisasi. Munculnya
berbagai konflik merupakan dinamika
dan perkembangan organisasi, karena
itu pimpinan perlu memahami beberapa
sebab yang dapat menimbulkan konflik
dan mencermati konflik sebagai suatu
kejadian yang tidak dapat dipisahkan
dari persoalan organisasi. Maka dari itu
tugas
konflik agar dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan performance kerja dan
mengarahkan konflik agar tetap
pimpinan
adalah
mengelola
berdampak positif bagi kemajuan organisasi.
2.2.13 Pendekatan Manajemen Konflik
Salah satu persoalan yang sering muncul selama berlangsungnya
perubahan
di dalam organisasi adalah adanya konflik antar anggota atau antar kelompok.
Konflik tidak hanya harus diterima dan dikelola dengan baik,
tetapi juga harus
didorong karena konflik merupakan kekuatan untuk mendatangkan perubahan dan
kemajuan dalam lembaga (Hardjana, 1994). Demikian
menegaskan bahwa jika konflik dikelola
secara
positif yaitu memperkuat hubungan kerjasama,
pula
sistematis
(Edelman,
dapat
meningkatkan
1997)
berdampak
kepercayaan,
mempertinggi kreativitas dan produktivitas dan meningkatkan kepuasan kerja. Akan
tetapi sebaliknya manajemen konflik yang tidak efektif dengan cara menerapkan
sangsi yang
berat bagi penentang, dan berusaha menekan bawahan yang
menentang
kebijakan sehingga iklim organisasi semakin buruk dan meningkatkan
sifat
ingin merusak (Owens, 1991).
Konflik antar individu atau antar kelompok dapat menguntungkan atau
merugikan bagi kelangsungan organisasi. Maka dari itu pimpinan organisasi
dituntut memiliki kemampuan tentang manajemen konflik dan
konflik untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas
memanfaatkan
organisasi.Hal
penanganan konflik ini tentu menjadi tanggung jawab seorang
manajer.
2.2.14 Strategi Manajer dalam Penanganan Konflik
Thomas dan Kilmann menetapkan lima metode untuk merespon
konflik dan yang digunakan oleh manajer dalam proses pengambilan
situasi
keputusan
(McCartney, 2010)
1. Bersaing adalah ketika seorang individu mengejar keperluannya sendiri
yang membebankan orang lain . Metode ini dapat digambarkan
sebagai memaksa
dan menggunakan otoritas formal atau kekuasaan yang
dimiliki oleh seseorang
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan nya.
pihak
Satu
harus
bertindak
dengan cara yang sangat tegas
tanpa kerjasama
apapun yang mungkin
diperlukan dalam keadaan darurat.
Dilema etika dalam strategi konflik ini yang
mungkin terjadi dalam jenis strategi konflik sebagai salah satu pihak bisa merasa
sulit untuk bertindak dengan
cara yang membantu organisasi atau orang lain
saat berjalan terhadap prinsip-prinsip nya dan kepentingan (Jones&George, 2014)
2. Mengakomodasi adalah mengabaikan kekhawatiran seorang individu untuk
mendukung beberapa orang lainnya. Jenis teknik pemecahan konflik muncul ketika
pihak bekerja sama dengan sangat baik dan salah satu
anggota adalah seorang
ahli dalam situasi yang diberikan, sehingga mampu memberikan solusi yang lebih
baik, bahkan jika solusi itu berlawanan
terhadap tujuan orang lain dan hasil
yang diinginkan.
3. Menghindari adalah ketika seseorang tidak mengejar
keprihatinannya
sendiri maupun orang-orang yang lain (Killman, 2007).
Situasi
terjadi ketika salah satu pihak tidak ingin berpartisipasi
dalam konflik dan tidak
memperhatikan itu. Ini mungkin terjadi ketika salah satu
pihak
kepentingan dalam konflik, tidak ingin
emosional tidak mau menciptakan
semacam
tidak
ini
memiliki
memenangkan argumen atau secara
ketegangan apapun, dan berharap bahwa situasi
akan lewat.
4. Berkolaborasi menyiratkan bekerja sama untuk menemukan solusi yang
memenuhi semua pihak. Itu definisi kolaborasi dalam banyak kamus
disimpulkan sebagai kerjasama dengan yang lain pihak untuk
dan mendengar keprihatinan dalam upaya untuk
dapat
mengekspresikan
menemukan hasil yang saling
memuaskan. Itu juga disebut “win-win “
skenario
seseorang mempertimbangkan keinginan
semua pihak, memperluas frame solusi
biasa dan menganalisa semua ide
yang
mungkin
ketika
untuk membuat benar-benar baru dan segar
hasil. (Jones&George, 2014)
5. Kompromisasi menyelesaikan konflik dengan kepuasan sebagian kedua
belah pihak. Sayangnya, hal ini hanya memecahkan masalah
Tujuan utama dari setiap pengelolaan konflik adalah
sementara.
menciptakan
atmosfer yang positif dan bebas dari konflik di lingkungan kerja, menemukan solusi
yang lebih baik untuk sebuah masalah, dan memberikan
sebuah organisasi dan tim-tim di dalamnya
.
keharmonisan
untuk
2.3 Kerangka Pemikiran
Manajer
Mengelola Keragaman
Karyawan Budaya
A
Karyawan Budaya
B
Karyawan Budaya
C
Menangani Konflik
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Download