filsafat- matematika dan statistika

advertisement
Sebuah Pengantar Populer Karangan Jujun S. Sumantri
Tentang
Matematika Dan Statistika
A. MATEMATIKA

Matematika Sebagai Bahasa
Untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa maka kita berpaling
kepada matematika. Dalam hal ini dapat kita katakan bahwa matematika adalah
bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kubur, majemuk dan emosional dari
bahasa verbal. Lambang-lambang dari matematika dibuat secara artifisal dan
individual yang merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk masalah yang
sedang kita kaji. Pernyataan matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan
informatif dengan tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional.

Sifat Kuantitatif dari Matematika
Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal.
Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk
melakukan pengukuran secara kuantitatif. Bahasa verbal hanya mampu
mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Demikian juga maka penjelasan
dan ramalan yang diberikan oleh ilmu dalam bahasa verbal semuanya bersifat
kualitatif.
Untuk mengatasi masalah ini, matematika mengembangkan konsep pengukuran.
Lewat pengukuran, maka kita dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang suatu
benda dan pertambahan panjang suatu benda. Sifat kuantitatif dari matematika
meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang
lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan
cermat. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap
kualitatif ke kuantitatif.

Matematika: Sarana Berfikir Deduktif
Berfikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada
premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Matematika menemukan
pengetahuan yang baru berdasarkan premis-premis tertentu. Pengetahuan yang
ditemukan ini sebenarnya hanyalah merupakan konsekuensi dari pernyataanpernyataan ilmiah yang telah kita temukan sebelumnya. Dari beberapa premis yang
telah diketahui kebenarannya dapat ditemukan pengetahuan-pengetahuan lainnya
yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita.

Perkembangan Matematika
Ditinjau dari perkembangan nya maka ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap yakni
tahap sistematika, komparatif, dan kuantitatif. Pada tahap sistematika maka ilmu
mulai menggolong-golongkan obyek empiris ke dalam kategori-kategori tertentu.
Penggolongan ini memungkinkan kita untuk menemukan ciri-ciri yang bersifat umum
dari anggota-anggota yang menjadi kelompok tertentu. Ciri-ciri yang bersifat umum
ini merupakan pengetahuan bagi manusia dalam mengenali dunia fisik.
Dalam tahapan komparatif, kita mulai melakukan perbandingan antara obyek
yang satu dengan obyek yang lain, kategori satu dengan kategori lain, dan seterusnya.
Pada tahapan kuantitatif, kita mencari hubungan sebab akibat berdasarkan
pengukuran yang eksak dari obyek yang sedang kita selidiki. Bahasa verbal berfungsi
dengan baik dalam kedua tahapan akan tetapi pada tahap ketiga maka pengetahuan
membutuhkan matematika. Lambang-lambang matematika bukan saja jelas, namun
juga eksak dengan mengandung informasi tentang obyek tertentu dalam dimensidimensi pengukuran.
Disamping sebagai bahasa, matematika juga berfungsi sebagai alat berfikir.
Menurut Wittgenstein, matematika tak lain adalah metode berfikir logis. Logika
berkembang menjadi matematika, seperti disimpulkan oleh Bertrand Russell,
“matematika adalah masa kedewasaan logika, sedangkan logika adalah masa kecil
matematika”. Bertrand Russell dan Whitehead mencoba membuktikan bahwa dalildalil matematika pada dasarnya adalah pernyataan logika meskipun tidak seluruhnya
berhasil.
Pierre de Fermat (1601-1665) menyatakan bahwa xn + yn = zn dengan x, y, z, dan
n adalah bilangan bulat positif yang tidak mempunyai jawaban bila n = 2. Dengan
kata lain, hanya bilangan 1 dan 2 yang memenuhi persyaratan ini seperti 31 + 41 = 71
(penjumlahan biasa) dan 32 + 42 = 52. Akan tetapi Fermat tidak menyertakan
pembuktian rumus tersebut yang sampai sekarang tetap merupakan tantangan bagi
logika deduktif meskipun secara mudah dapat didemonstrasikan kebenarannya.
Immanuel Kant (1724-1804) berpendapat bahwa matematika merupakan
pengetahuan sintetik a priori dimana eksistensi matematika tergantung pada dunia
pengalaman kita. Menurut Wittgenstein, sebuah pernyataan matematika tidaklah
mengekspresikan produk pikiran (tentang obyek yang faktual). Disamping sarana
berfikir deduktif yang merupakan aspek estetik, matematika juga merupakan
kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Matematika dalam hubungannya dengan komunikasi ilmiah mempunyai peranan
ganda, kata Fehr yakni sebagai ratu sekaligus pelayanan ilmu, sebagai ratu,
matematika merupakan bentuk tertinggi dari logika, sedangkan sebagai pelayan
matematika memberikan bukan saja system pengorganisasian ilmu yang bersifat logis,
namun juga pernyataan dalam bentuk model matematika. Menurut Morris Kline,
matematika sebagai bahasa mempunyai ciri-ciri bersifat ekonimis dengan kata-kata.
Matematika juga tidak bersifat tunggal seperti logika, melainkan bersifat jamak.

Beberapa Aliran dalam Filsafat Matematika
Immanuel Kant (1724-1804) dari aliran logistik berpendapat bahwa matematika
merupakan cara berfikir logis yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa
mempelajari dunia empiris. Aliran intuisionis yang dipelopori oleh Jan Brouwer
(1881-1966) menyatakan bahwa intuisi murni dari berhitung merupakan titik tolak
tentang matematika bilangan. Hakikat sebuah bilangan harus dapat dibentuk melalui
kegiatan intuitif dalam berhitung (counting) dan menghitung (calculating). Aliran
ketiga yang dipelopori oleh David Hilbert (1862-1943) yang terkenal dengan sebutan
kaum formalis. Kaum formalis menyatakan bahwa konsep matematika dapat
direduksikan menjadi konsep logika. Banyak masalah-masalah dalam bidang logika
yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan matematika, matematika merupakan
pengetahuan tentang struktur formal dari lambing. Kaum formalis menekankan pada
aspek formal dari matematika sebagai bahasa perlambang (sign-language) dan
mengusahakan konsistensi dalam penggunaan matematika sebagai bahasa lambang.

Matematika dan Peradaban
Sekitar 3500 SM bangsa Mesir Kuno telah mempunya simbol yang
melambangkan angka-angka. Para pendeta mereka merupakan ahli matematika yang
pertama, yang melakukan pengukuran pasang surutnya Sungai Nil dan meramal
timbulnya banjir, seperti apa yang sekarang kita lakukan di abad ke dua puluh dikota
metropolitan Jakarta. Bedanya pengetahuan tentang matematika pada waktu itu
dianggap keramat. Para pendeta dengan sengaja menyembunyikan pengetahuan
tentang matematika untuk mempertahankan kekuasaan mereka.
Matematika makin lama makin bersifat abstrak dan esoterik yang makin jauh dari
tangkapan orang awam; magis dan misterius seperti mantera-mantera pendeta Mesir
Kuno. Bagi bidang keilmuan modern, matematika adalah sesuatu yang imperatif:
sebuah sarana untuk meningkatkan kemampuan penalaran deduktif.
B. STATISTIKA
Sekitar tahun 1645, seorang ahli matematika amatir, Chevalier de Mere, mengajukan
permasalahan mengenai perjudian kepada seorang ahli matematika Prancis Blaise Pascal
(1623-1662). Pascal tertarik dengan permasalahan yang berlatar belakang teori ini dan
kemudian mengadakan korespondensi dengan ahli matematika Prancis lainnya Pierre de
Fermat (1601-1665) dan keduanya mengembangkan cikal bakal teori peluang.
Pendeta Thomas Bayes pada tahun 1763 mengembangkan teori peluang subyektif
berdasarkan kepercayaan seseorang akan terjadi suatu kejadian. Teori ini berkembang
menjadi cabang khusus dalam statistika sebagai pelengkap teori peluang yang bersifat
obyektif. Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang
tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi, dan bahkan Eropa dalam abad
pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang
dikembangkan oleh sarjana Muslim namun bukan dalam lingkup teori peluang.
Demikianlah, statistika yang relatif sangat muda dibandingkan dengan matematika,
berkembang dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangan ini.
Penelitian ilmiah, baik yang berupa survey maupun eksperimen, dilakukan dengan lebih
cermat dan teliti mempergunakan teknik-teknik statistika yang dikembangkan sesuai
kebutuhan.

Statistika dan Cara Berfikir Induktif
Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji
kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual, dimana
konsekuensinya dapat diuji baik dengan jalan menggunakan pancaindera maupun
dengan alat-alat yang membantu pancaindera tersebut. Pengujian merupakan suatu
proses pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan yang
didukung oleh fakta-fakta empiris maka pernyataan hipotesis tersebut diterima atau
disahkan kebenarannya. Sebaliknya jika hipotesis tersebut bertentangan dengan
kenyataan maka hipotesis itu ditolak.
Pengujian mengharuskan untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari
kasus-kasus yang bersifat individual. Jadi dalam hal ini kita menarik kesimpulan
berdasarkan logika induktif. Penyusunan hipotesis merupakan penarikan kesimpulan
yang bersifat khas dari pernyataan yang bersifat umum dengan menggunakan deduksi.
Kedua penarikan kesimpulan ini tidak sama dan tidak boleh disatukan. Logika
deduktif berpaling kepada matematika sebagai sarana penalaran penarikan
kesimpulan sedangkan logika induktif berpaling kepada statistika. Statistika
merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih
seksama.
Penalaran deduktif maka kesimpulan yang ditarik adalah benar sekiranya premis
yang digunakan adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulan nya adalah sah.
Sedangkan dalam penalaran induktif, meskipun premis-premisnya adalah benar dan
prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah, maka kesimpulan itu belum tentu
benar. Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menghitung
tingkat peluan ini dengan eksak.
Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari
kesimpulan yang ditarik tersebut, yang didasarkan pada asas yang sangat sederhana,
yakni makin besar contoh yang diambil maka makin tinggi pula tingkat ketelitian
kesimpulan tersebut. Sebaliknya makin sedikit contoh yang diambil maka makin
rendah pula tingkat ketelitiannya. Statistika juga memberikan kemampuan kepada
kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalita antara dua faktor atau lebih
bersifat kebetulan atau memang benar terkait dalam hubungan yang bersifat empiris.
Logika lebih banyak dihubungkan dengan matematika dan jarang dihubungkan
dengan statistika, padahal hanya logika deduktif yang berkaitan dengan matematika
sedangkan logika induktif justru berkaitan dengan statistika. Secara hakiki statistika
mempunyai kedudukan yang sama dalam penarikan kesimpulan induktif seperti
matematika dalam penarikan kesimpulan secara deduktif. Kedua penarikan
kesimpulan tersebut mempunyai kedudukan yang sama dalam penelaahan keilmuan.
Jika terlalu mementingkan logika deduktif maka kita terjatuh kembali kepada paham
rasionalisme, sebaliknya dipihak lain, jika kita terlalu mementingkan logika induktif
maka kita mundur kembali kepada empirisme.

Karakteristik Berfikir Induktif
Logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang
bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik. Statistika merupakan pengetahuan
yang memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan secara induktif berdasarkan
peluang. Dasar dari teori statistika dalah teori peluang. Teori peluang merupakan
cabang dari matematika sedangkan statistika merupakan disiplin tersendiri.
Menurut bidang pengkajiannya statistika dapat dibedakan menjadi statistika
teoritis dan statistika terapan. Statistika teoritis merupakan pengetahuan yang
mengkaji dasar-dasar teori statistika, dimulai dari teori penarikan contoh, distribusi,
penaksiran dan peluang. Statistika terapan merupakan penggunaan statistika teroitis
yang disesuaikan dengan bidang tempat penerapannya.
Kegiatan ilmiah memerlukan penelitian untuk menguji hipotesis yang diajukan.
Penelitian pada dasarnya merupakan pengamatan dalam alam empiris apakah
hipotesis tersebut memang didukung oleh fakta-fakta. Berfikir logis secara deduktif
sering kali dikacaukan dengan berpikir logis secara induktif. Kekacauan logika inilah
yang menyebabkan kurang berkembangnya ilmu di negara kita. Untuk mempercepat
perkembangan kegiatan keilmuan di negara kita maka penguasaan berpikir induktif
dengan statistika sebagai alat berfikir harus mendapatkan perhatian yang sungguhsungguh. Statistika sebagai suatu disiplin keilmuan sering dikacaukan dengan
statistika yang berupa data yang dikumpulkan. Salah paham ini harus segera
dihilangkan agar siklus berfikir ilmiah dapat dilakukan dengan lengkap.
Download