Rangkuman tugas filsafat matematika dan statistika

advertisement
Nama
: Ria Rizkyani
Nim
: 2012-31-125
Matkul
: Filsafat Ilmu dan Logika
MATEMATIKA
Matematika sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dri pernyataan
yang ingin kita sampaikan. Lambang- lambing matematika bersifat “artifisial“ yang baru
mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Tanpa itu matematika hanya
merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Yang paling suka untuk menjelaskan kepada
seseorang yang baru belajar matematika, keluh Alfred North Whitehead, ialah bahwa x itu
sama sekali tidak berarti. Bahasa verbal seperti kita lihat sebelumnya mempunyai beberapa
kekurangan yang sangat mengganggu contohnya suami istri yang sedang berbulan madu itu
mengalami sendiri betapa sengsara
jadinya disebabkan komunikasi yang buntu. Untuk
mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa maka kita berpaling kepada matematika.
Dalam hal ini dapat kita katakana bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk
menghilangkan sifat kubur,majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Lambang – lambang
dari matematika dibikin secara artifisal dan individual yang merupakan perjanjian yang
berlaku khusus untuk masalah yang sedang kita kaji.
Sebuah obyek yang sedang kita telaah dapat kita lambangkan dengan apa saja sesuai
dengan perjanjian kita. Umpamanya bila kita sedang mempelajari kecepatan jalan kaki
seorang anak maka obyek “kecepatan jalan kaki seorang anak” tersebut dapat kita
lambangkan dengan x. Dalam hal ini maka x hanya mempunyai satu arti yakni “kecepatan
jalan kaki seorang anak”. Lambang matematika yang berupa x ini kiranya mempunyai arti
yang jelas yakni “kecepatan jalan kaki seorang anak”. Di samping itu lambang x tidak
bersifat majemuk sebab x hanya dan hanya melambangkan “kecepatan jalan kaki seorang
anak” dan tidak mempunyai pengertian yang lain.
Sifat Kuantitatif matematika
Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahas verbal.
Matematika mengembangkan bahasa numeric yang memungkinkan kita untuk melakukan
pengukuran secara kuantitatif. Dengan bahasa verbal bila kita membandingkan dua obyek
yang berlainan umpamanya gajah dan semut maka kita hanya bisa mengatakan gajah lebih
besar dari semut. Kalau kita ingin menelusuri lebih lanjut berapa besar gajah dibandingkan
dengan semut maka kita mengalami kesukaran dalam mengemukakan hubungan itu.
Kemudian jika sekiranya kita ingin mengetahui secara eksak berapa besar gajah bila
dibanding dengan semut maka dengan bahasa verbal kita tidak dapat mengatakan apa-apa.
Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif.
Demikian juga maka penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh ilmu dalam bahasa verbal
semuanya bersifat kualitatif. Kita bisa mengetahui bahwa logam kalau dipanaskan akan
memanjang. Namun pengertian kita hanya sampai di situ. Kita tidak bisa mengatakan dengan
tepat berapa besar pertambahan panjangnya. Hal ini menyebabkan penjelasan dan ramalan
yang diberikan oleh bahasa verbal tidak bersifat eksak, menyebabkan daya prediktif dan
kontrol ilmu kurang cermat dan tepat.
Untuk mengatasi masalah ini matematika mengembangkan konsep pengukuran.
Lewat pengukuran, maka kita dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam
dan berapa pertambahan panjang nya kalau logam itu dipanaskan. Sifat kuantitatif dari
matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu memberikan
jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara lebih
tepat dan cermat. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap
kualitatif ke kuantitatif.
Matematika : Saran Berpikir Deduktif
kita semua kiranya telah mengenal bahwa jumlah sudut dalam sebuah segitiga adalah
180 derajat. Pengetahuan ini mungkin saja kita dapat dengan jalan mengukur sudut-sudut
dalam sebuah segitiga dan kemudian menjumlahkannya. Di pihak lain, pengetahuan ini bisa
didapatkan secara deduktif dengan mempergunakan matematika. Seperti diketahui berpikir
deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang
kebenarannya telah ditentukan.
Perkembangan Matematika
Ditinjau dari perkembangannya maka ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap yakni tahap
sistematika,komparatif dan kuantitatif. Pada tahap sistematika maka ilmu mulai menggolonggolongkan obyek empiris ke dalam kategori-kategori. Penggolongan ini memungkinkan kita
untuk menemukan ciri-ciri yang bersifat umum dari anggota-anggota yang menjadi kelompok
tertentu. Ciri-ciri yang bersifat umum ini merupakan pengetahuan bagi manusia dalam
mengenali dunia fisik. Tahap kuantitatif dimana kita mencari hubungan sebab akibat tidak
lagi berdasarkan perbandingan melainkan berdasarkan pengukuran yang eksak dari obyek
yang sedang kita selidiki.
Matematika menurut Wittgenstein, tak lain adalah metode berpikir logis. Berdasarkan
perkembangannya maka masalah yang dihadapi logika makin lama makin rumit dan
membutuhkan struktur analisis yang lebih sempurna. Matematika pada garis besar nya
merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif.
Memang, menurut akal sehat sehari-hari, kebenaran matematika tidak ditentukan oleh
pembuktian secara empiris, melainkan kepada proses penalaran deduktif. Di samping sarana
berpikir deduktif yang merupakan aspek estetik.
Griffits dan Howson (1974) membagi sejarah perkembangan matematika menjadi
empat tahap. Matematika memberikan bukan saja sistem pengorganisasian ilmu yang bersifat
logis namun pernyataan bentuk model matematik. Matematika bukan saja menyampaikan
informasi secara jelas dan tepat namun juga singkat.
Matematika bukanlah merupakan pengetahuan mengenai obyek tertentu melainkan
cara berpikir untuk mendapatkan pengetahuan tersebut. Matematika merupakan bahasa
artifisial yang dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahasa verbal yang bersifat
alamiah. Angka tidak bertujuan menggantikan kata-kata pengukuran sekadar unsur dalam
menjelaskan persoalan yang menjadi pokok analisis utama.
Logika deduktif berpaling kepada matematika sebagai sarana penalaran penarikan
kesimpulan sedangkan logika induktif berpaling kepada statistika. Statistika merupakan
pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara seksama. Penalaran
kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai
banyaknya kasus yang harus kita amati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.
Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketilitian dari kesimpulan
yang ditarik tersebut, yang pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana.
Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu
hubungan kausalita antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar terkait
dalam suatu hubungan yang bersifat empiris.
STATISTIKA
Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang
tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi, dan bahkan Eropa dalam abad
pertengahan. Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah
dalam suatu populasi tertentu.
Statistika dan Cara Berpikir Induktif.
Semua pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual dimana konsekuensinya diuji baik
dengan jalan menggunakan panca indera maupun dengan menggunakan alat yang membantu
panca indera.
Logika deduktif berpaling kepada matematika, sebagai sarana penalaran penarikan
kesimpulan sedangkan logika induktif berpaling kepada statistika. Statistika merupakan
pengetahuan untuk menarik kesimpulan induktif secara lebih seksama.
Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menghitung
tingkat peluang ini dengan eksak. Penarikan kesimpulan induktif menghadapkan kita kepada
sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang harus kita amati sampai kepada suatu
kesimpulan yang bersifat umum.
Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan
yang ditarik tersebut, yang pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana.
Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu
hubungan kausalita antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar
terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris.
Terlepas dari semua itu maka dalam penarikan kesimpulan secara induktif kekeliruan
memang tidak bisa dihindarkan. Penarikan kesimpulan secara statistik memungkinkan kita
untuk melakukan kegiatan ilmiah secara ekonomis, dimana tanpa statistika hal ini tak
mungkin dapat dilakukan. Karakteristik yang dipunyai statistika ini sering kurang dikenali
dengan baik yang menyebabkan orang sering melupakan pentingnya statistika dalam
penelaahan keilmuan. Hal ini menimbulkan kesan seakan-akan fungsi matematika lebih
tinggi dibandingkan dengan statistika dalam penelaahan keilmuan.
Karakteristik Berpikir Induktif.
Logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekadar tingkat peluang bahwa
untuk premis-premis tertentu dapat ditarik. Statistika merupakan pengetahuan yang
memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan secara induktif berdasarkan peluang tersebut.
Dasar dari teori statistika adalah teori peluang.
Download