Matematika Matematika sebagai Bahasa Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artfisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan yang sangat mengganggu. Untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa maka kita berpaling kepada matematika. Dapat dikatakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kubur, majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Lambang-lambang dari matematika dibuat secara artfisial dan individual yang merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk masalah yang sedang kita kaji. Sifat Kuantitatif dari Matematika Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitaif. Dengan abhasa verbal bila kita membandingkan dua obyek yang berlainan umpanya gajah dan semut maka kita hanya bisa mengatakan gajah lebih besar dari semut. Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Demikian juga maka penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh ilmun dalam bahasa verbal semuanya bersifat kualitatif. Matematika : sarana Berpikir Deduktif Seperti diketahui berpikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Secara deduktif matematika menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan premis-premis yang tertentu. Pengetahuan yang ditemukan sebenarnya hanyalah merupakan konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah yang telah dibuat. Meskipun “tak pernah ada kejutan dalam logika” namun pengetahuan yang didapatkan secara deduktif ini sungguh sangat berguna dan memberikan kejutan yang sangat menyenangkan. Dari beberapa premis yang telah kita ketahui kebenarannya dapat ditemukan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang memeperkaya perbendaharaan ilmiah kita. Perkembangan Matematika Ditinjau dari perkembangannnay maka ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap yakni tahap sistematik, komparatif, dan kuantitaif. Pada tahap sistematika maka ilmu mulai menggolonggolongkan obyek empiris ke dalam kategori-kategori tertentu. Penggolongan ini memunkinkan kita untuk menemukan ciri-ciri yang bersifat umum dari anggota-anggota yang menjadi kelompok tertentu. Ciri-ciri yang bersifat umum ini merupakan pengetahuan bagi manusia dalam mengenali dunia fisik. Dalam tahap kedua kita mulai melakukan perbandingan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain, kategori yang satu dengan kategori yang lain, dan seterusnya. Kita mulai mencari hubungan yang didasarkan kepada perbandingan antara di berbagai obyek yang kita kaji. Tahap selanjutnya adalah tahap kuantitatif dimana kita mencari hubungan sebab akibat tidak lagi berdasarkan perbandingan melainkan berdasarkan pengukuran yang eksak dari obyek yang sedang kita selidiki. Bahasa verbal berfungsi dengan baik dalam kedua tahap yang pertama namun dalam tahap yang ketiga maka pengetahuan membutuhkan matematika. Lambang-lambang matematika bukan saja jelas namun juga eksak dengan emngandung informasi tentang obyek tertentu dalam dimensi-dimensi pengukuran. Disamping sebagai bahasa maka matematika juga berfungsi sebagai alat berpikir. Ilmu merupakan pengetahuan yang mendasarkan kepada analisis dalam menarik kesimpulan menurut suatu pola berpikir tertentu. Matematika pada garis besarnta merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif. Matematika dan Peradaban Matematika merupakan bahasa artifisial yang dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahasa verbal yang bersifat alamiah. Untuk itu maka diperlukan usaha tertentu untuk menguasai matematika dalam bentuk kegiatan belajar. Jurang antara mereka yang belajar dan mereka yang tidak (atau enggan) belajar ternyata makin lama makin lebar. Matematika makin lama makin bersifat abstrak dan esoterik yang makin jauh dari tangkapan orang wam, magis, dan misterius. Matematika tidak dapat dilepaskan dari perkembangan perbadaban manusia. Semoga perkembangan matematika tidak menimbulkan dikhotomi dalam cara berpikir dan mengembangkan dua pola kebudayaan dalam masyarakat. Angka tidak bertujuan menggantikan kata-kata; pengukuran sekadar unsur dalam menjelaskan persoalan yang menjadi pokok analisis utama. Teknik matematika yang tinggi buka merupakan pengahalang untuk mengkomunikasikan pernyataan yang dikandungnnnya dalam kalimat-kalimat yang sederhana. Kebenaran yang merupakan fundasi dasar dari tiap pengetahuan; apakah itu ilmu, filsafat atau agama semuanya mempunyai karakteristik yang sama; sederhana dan jelas; transparan bagai kristal kaca. Statistika Peluang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi, dan bahkan Eropa dalam abad pertengahan. Teori mengenaikombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan sarjana Muslim namun bukan dalam lingkup teori peluang. Begitu dasar-dasar peluang ini dirumuskan maka dengan cepat bidang telaahan ini berkembang. Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu. Statistika yang relatif sangat muda dibandingkan dengan matemaika, berkembang dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangan ini. Penelitian ilmiah, baik yang berupa survai maupun eksperimen, dilakukan dengan lebih cermat dan teliti mempergunakan teknik-teknik statistika yang diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan. Di Indonesia sendiri kegiatan akademik maupun untukn pengambilan keputusan, memberikan momentum yang baik untuk pendidikan statistika. Pengajaran filsafat ilmu di beberapa perguruan tinggi, terutama pada pendidikan pasca sarjana, memberi landasan yang lebih jelas tentang hakikat dan peranan statistika. Statistika dan Cara Berpikir Induktif Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual, di mana konsekuensinya dapat diuji baik dengan jalan mempergunakan pancaindera, maupun dengan mempergunakan ala-alat yang membantu panca indera tersebut. Pengujian secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya. Kalao kita telaah lebih dalam maka pengujian merupakan suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan. Sekiranya hipotesis itu didukung oleh fakta-fakta empiris maka pernyataan hipotesis tersebut diterima atau disahkan kebenarannya. Sebaliknya jika hipotesis tersebut bertentangan dengan kenyataan maka hipotesis itu ditolak. Pengujian mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Penarikan kesimpulan induktif pada hakikatnya berbeda dengan penarikan kesimpulan secara deduktif. Dalam penalaran deduktif maka kesimpulan yang ditarik adalah benar sekiranya premis-premis yang dipergunakannya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah. Sedangkan dalam penalaran induktif meskipun premispremisnya adalah benar dan prosedur penarika kesimpulannya adalah sah maka kesimpulan itu belum tentu benar. Yang dapat kita katakan adalah bahwa kesimpulan itu mempunyai peluang untuk benar. Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menghitung tingkat peluang ini dengan eksak. Penarikan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang harus kita amati samapi kepada suatu kesimpulan yang bertsifat umum. Statistika memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang bersangkutan. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yang pada pokoknya didasarkan pada asas yang sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil maka semakin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Sebaliknya semakin sedikit contoh yang diambil makan semakin rendah pula tingkat ketelitiannya. Karakteristik ini memungkinkan kita untuk dapat memilih dengan saksama tingkat kewtelitian yang dibutuhkan sesuai dengan hakikat permasalahan yang dihadapi. Tiap permasalahan membutuhkan tingkat ketelitian yang berbedabeda. Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalita antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris. Statistika memberikan sikap yang plagmatis kepada penelaahan keilmuan; di mana dalam kesadaran bahwa suatu kebenaran absolut tidak mungkin dapat dicapai, kita berpendirian bahwa suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan dapat diperoleh. Karakterisrik yang dipunyai statistika ini sering kurang dikenali dengan baik yang menyebabkan orang sering melupakan pentingnya statistika dalam penelaahan keilmuan. Logika lebih banyak dihubungkan dengan matematika sedangkan logika induktif justru berkaitan dengan statistika. Hal ini menimbulkan kesan seakan-akan fungsi matematika lebih tinggin dibandingkan dengan statistika dalam penelaahan keilmuan. Secara hakiki statistika mempunyai kedudukan yang sama dalam penarikan kesimpulan induktif seperti matematika dalam penarikan kesimpulan secara deduktif. Demikian juga penarikan kesimpulan deduktif dan induktif keduanya mempunyai kedudukan yang sama pentingnya dalam penelaahan keilmuan. Karakteristik Berpikir Induktif Kesimpulan yang didapat dalam berpikir deduktif merupakan suatu hal yang pasti, dimana jika kita mempercayai premis-premis yang dipakai sebagai landasan penalarannya, maka kesimpulan penalaran tersebut juga dapat kita percayai kebenarannya sebagaimana kita mempercayai premispremis terdahulu. Logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekadar tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik. Teori peluang merupakan cabang dari matematika sedangkan statistika sendiri merupakan disiplin tersendiri. Menurut bidang pengkajiannya statistika dapat kita bedakan sebagai statistika teoritis dan statistika terapan. Statistika teoritis merupakan pengetahuan yang mengkaji dasardasar teori statistika, dimulai dari teori penarikan contoh, distribusi, penaksiran dan peluang. Statistika terapan merupakan penggunaan statistika teoritis yang disesuaikan dengan bidang tempat penerapannya. Di sini diterapkan atau dipraktekkan teknik-teknik penarikan kesimpulan seperti bagaimana cara mengambil sebagian populasi sebagai contoh, bagaimana cara menghitung rentangan kekeliruan dan tingkat peluang, bagaimana menghitung harga rata-rata dan sebagainya. Keiatan ilmiah memerlukan penelitian untuk menguji hipotesis yang diajukan. Penelitian pada dasarnya merupakan pengamatan dalam alam empiris apakah hipotesis tersebut memang didukung oleh fakta-fakta. Penguasaan statistika mutlak diperlukan untuk dapat berpikir ilmiah dengan sah sering sekali dilupakan orang. Berpikir logis secara deduktif sering sekali dikacaukan dengan berpikir logis secara induktif. Kekacauan logika inilah yang menyebabkan kurang berkembangnya ilmu di negara kita . kita cenderung untuk berpikir logis cara deduktif dan menerapkan prosedur yang sama untuk berpikir logis cara induktif. Untuk mempercepat perkembangan kegiatan keilmuan di negara kita maka penguasaan berpikir induktif dengan statistika sebagai alat berpikirnya harus mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Statistika harus mendapat tempat yang sejajar dengan matematika agar keseimbangan berpikir deduktif dan induktif yang merupakan ciri dari perpikir ilmiah dapat dilakukan dengan baik. Statistika merupakan sarana berpikir yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah maka statistika membantu kita untuk melakukan generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan.