Filsafat Ilmu dan Logika Matematika dan Statistika MATEMATIKA Matematika sebagai Bahasa Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambing-lambang matematika bersifat “artificial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Sifat kuantitatif dari matematika Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numeric yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Bahasa verbal hanya mampu menemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Untuk mengatasi masalah ini matematika mengembangkan konsep pengukuran. Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan control dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Matematika : Sarana Berpikir Deduktif Kita semua kiranya telah mengenal bahwa jumlah sudut dalam sebuah segitiga adalah 180 derajat. Pengetahuan ini mungkin saja kita dapat dengan jalan mengukur sudut-sudut dalam sebuah segitiga dan kemudian menjumlahkannya. Di pihak lain pengetahuan ini bisa didapatkan secara deduktif dengan mempergunakan matematika. Seperti diketahui berpikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premispremis yang kebenarannya telah ditentukan. Pengetahuan yang ditemukan ini sebenarnya hanyalah merupakan konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah yang telah kita temukan sebelumnya. Dari beberapa premis yang telah kita ketahui kebenarannya dapat diketemukan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita. Perkembangan Matematika Ditinjau dari perkembangannya maka ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu: 1. Sistematika : Ilmu yang mulai menggolong-golongkan obyek empiris kedalam kategori tertentu. 2. Komparatif : Mulai melakukan perbandingan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain,selanjutnya kita mencari hubungan yang didasarkan kepada perbandingan antara berbagai obyek yang dicari. 3. Kuantitatif : Tahap mencari hubungan sebab akibat yang didasarkan pada pengukuran yang eksak dari obyek yang sedang kita selidiki. Dalam hal ini bahasa verbal berfungsi dengan baik dalam kedua tahap yang pertama namun dalam tahap yang ketiga maka pengetahuan membutuhkan matematika. Di samping sebagai bahasa matematika berfungsi juga sebagai alat berfikir. Matematika pada garis besarnya merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif. Disamping sarana berfikir deduktif yang berupa aspek estetik , matematika juga merupakan kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Griffis dan Howson(1974) membagi sejarah perkembangan matematika menjadi 4 tahap,yaitu : 1. Tahap pertama berkembang pada peradaban Mesir Kuno dan daerah sekitarnya seperti Babylonia dan Mesopotamia yang digunakan dalam perdagangan, pertanian, bangunan dan usaha mengontrol alam seperti banjir. 2. Hal yang sama juga berlangsung dalam peradaban di Mesopotamia dan Babylonia yang turut mengembangkan kegunaan praktis dari matematika. Matematika mendapatkan momentum baru dalam peradaban Yunani yang sangat memperhatikan aspek estetik dari matematika yang meletakan dasar matematika sebagai cara berfikir rasional dengan menetapkan berbagai langkah dan definisi tertentu. 3. Babak selanjutnya terjadi di Timur sekitar tahun 1000 bangsa Arab, India, dan Cina mengembangkan ilmu hitung dan aljabar. 4. Pada zaman Renaissance yang meletakan dasar kemajuan matematika modern selanjutnya dengan ditemukan kalkulus diferensial yang memungkinkan kemajuan ilmu yang cepat di abad ke-17 dan revolusi industry di abad ke-18. Namun terdapat sistem matematika baru yang dikenal sebagai Ilmu Ukur NonEuclid dikemukakan oleh Gauss (1777-1855) dan dikembangkan oleh Lobachevskii (1793-1856), Bolyai (1802-1860) dan Riemann (1826-1866). Beberapa aliran dalam Filsafat Matematika Immanuel Kant (1724-1804) yang berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik apriori dimana eksistensi matematika tergantung dari pancaindera serta pendapat dari aliran yang disebut logistic yang berpendapat bahwa matematika merupakan cara berpikir logis yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris. Akhir-akhir ini filsafat Kant tentang matematika ini mendapat momentum baru dalam aliran yang disebut intuisionis dengan eksponen utamanya adalah seorang ahli matematika berkebangsaan Belanda bernama Jan Brouwer (1881-1966). Disamping dua aliran ini terdapat pula aliran ketiga yang dipelopori oleh David Hilbert (1862-1943) dan terkenal dengan sebutan kaum formalis. Kaumfomalis menekankan pada aspek formal dari matematika sebagai bahasa perlambang dan mengusahakan konsistensi dalam penggunaan matematika sebagai bahasa lambang. Kaum logistic mempergunakan sistem symbol yang dioerkembangkan oleh kaum formalis dalam kegiatan analisisnya. Kaum intuisionis memberikan titik tolak dalam mempelajari matematika dalam perspektif kebudayaan suatu masyarakat tertentu yang memungkinkan diperkembangkannya filsafat pendidikan matematika yang sesuai. Ketiga pendekatan dalam matematika ini, lewat pemahamannya masing-masing, memperkukuh matematika sebagai sarana kegiatan berpikir deduktif. Matematika dan Peradaban Matematika dapat dikatakan hamper sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Sekitar 3500 tahun SM bangsa Mesir Kuno telah mempunyai symbol yang melambangkan angka-angka. Matematika merupakan bahasa artificial yang dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahasa verbal yang bersifat alamiah. Matematika tidak dapat dilepaskan dari perkembangan peradaban manusia. Tanpa matematika maka pengetahuan akan berhenti pada tahap kualitatif yang tidak memungkinkan untuk meningkatkan penalarannya lebih jauh. Tulisan ilmiah umpamanya lalu berubah menjadi kumpulan rumus dan table yang tidak berbicara apa-apa. Namun dipihak lain ketidaktahuan tentang matematika ini sering menyebabkan suatu bidang keilmuan yang belum tumbuh sempurna. Lewat pengkajian kualitatif dan kuantitatif inilah, ilmu sampai kepada pengetahuan yang dewasa. STATISTIKA Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi dan bahkan Eropa dalam abad pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan sarjana Muslim namun bukan dalam lingkup teori peluang. Begitu dasardasar peluang ini dirumuskan maka dengan cepat bidang ini berkembang.Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu. Statistika yang relatif sangat muda dibandingkan dengan matematika, berkembang dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangan ini. Penelitian ilmiah, baik yang berupa survei maupun eksperimen, dilakukan dengan lebih cermat dan teliti mempergunakan teknik-teknik statistika yang diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan. Di Indonesia sendiri kegiatan yang sangat meningkat dalam bidang penelitian, baik merupakan kegiatan akademik maupun untuk pengambilan keputusan, memberikan momentum yang baik untuk pendidikan statistika. Pengajaran filsafat ilmu di beberapa perguruan tinggi, terutama pada pendidikan pasca sarjana, memberi landasan yang lebih jelas tentang hakikat dan peranan statistika. Dengan memasyarakatnya berfikir ilmiah, mungkin tidak terlalu berlebihan apa yang dikatakan olah H.G Wells bahwa suatu hari berfikir statistik akan merupakan keharusan bagi manusia seperti juga membaca dan menulis. Asalkan ingat saja pada banyolan Alexandre Dumas (1824-1895): Awas-awas, lho, semua generalisasi adalah berbahaya, termasuk pernyataan ini! Satistika dan cara berpikir induktif Ilmu secara sederhana dapat didefinisika sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual, dimana konsekuensinya dapat diuji baik dengan jalan mempergunakan pancaindera, maupun dengan mempergunakan alat-alat yang membantu pancaindera tersebut. Pengujian secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam metide ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya. Penarikan kesimpulan secara statistika memungkinkan kita untuk melakukan kegiatan ilmiah secara ekonomis, di mana tanpa statistika hal ini tak mungkin dapat dilakukan. Atau di pihak lain kita melakukan penarikan kesimpulan induktif secara tidak sah, dengan mengacaukan logika induktif dengan logika deduktif. Karakteristik yang dipunyai statistika ini sering kurang dikenali dengan dengan baik yang menyebabkan orang seing melupakan pentingnya statistika dalam penelaah keilmuan.logika lebih banyak dihubungkan dengan matematika dan jarang sekali dihubungkan dengan statistika, padahal hanya logika deduktif yang berkaitan dengan matematika sedangkan logika induktif justru berkaitan dengan statistika. Hal ini me nimbulkan kesan seakan-akan fungsi matematika lebih tinggi dibandingkan dengan statistika dalam penelaahan keilmuan. Secara hakiki statistika mempunyai kedudukan yang sama dalam penarikan kesimpulan induktif seperti matematika dalam penarikan kesimpulan secara deduktif. Karakteristik berpikir induktif Kesimpulan yang didapat dalam berfikir deduktif merupakan suatu hal yang pasti; dimana jika kita mempercayai premis-premis yang dipakai sebagai landasan penalaranny, maka kesimpulan penalaran tersebut juga dapat kita percayai kebenarannya sebagaimana kita mempercayai premis-premis terdahulu. Logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik. Statistik merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan secara induktif berdasarkan peluang tersebut. Dasar dari teori statistika adalah teori peluang. Teori peluang merupakan cabang dari matematika sedangkan statistika sendiri merupakan disiplin tersendiri. Kegiatan ilmiah memerlukan penelitian untuk menguji hipotesis yang diajukan. Penelitian pada dasarnya merupakan pengamatan dalam alam empiris apakah hipotesis tersebut memang didikung oleh fakta-fakta. Statistika memberikan jalan bagaimana kita menarik kesimpulan yang bersifat umum, dengan tingkat peluang dan kekeliruannya. Statistika mutlak diperlukan untuk dapat berfikir ilmiah dengan sah seringkali dilupakan orang. Berfikir logis secara deduktif sering sekali dikacaukan dengan berfikir logis secara induktif. Statistika merupakan sarana berfikir yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah maka statistika membantu kita untuk melakukan generalisasi dan menyimpulkan kerakteristik suatu kejadian lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan.