“Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Itu Ada Kemudahan. Maka Apabila Kamu Telah Selesai (dari sesuatu urusan). Kerjakanlah Dengan Sungguh-Sungguh (Urusan) Yang Lain. Dan Hanya Kepada Tuhanmulah Hendaknya Kamu Berharap”. (QS. Alam Nasyrah, 6 – 8) Karya Ini Kupersembahkan Untuk : Pengembangan Ilmu Pengetahuan Terima Kasih Kepada : Sambang Pangesthi, S.Si., S.Pd Muafi Bintang Herlambang Keluarga Besar di Bojonegoro dan Solo Guru-Guruku Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 3 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang tak henti-hentinya melimpahkan rahmat-Nya sehingga sampai saat ini masih diberkahi untuk dapat menjalankan tugas-tugas sebagai khalifah di muka bumi ini. Terlebih lagi selalu dirahmati untuk selalu dapat bekerja dan berkarya menyebarkan ilmu pengetahuan sebagai wujud pencerahan kepada umat yang lain. Semoga semua yang menjadi cita-cita dapat dikabulkan sehingga dapat berguna bagi yang lainnya. Secara khusus segala puji kami panjatkan atas terbitnya buku ini sebagai wujud karya nyata dan sebagai bahan khazanah pengetahuan yang berguna bagi pembaca. Buku ini berjudul ”Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi; Dulu, Kini, dan Tantangannya”. Buku ini akan berisi tentang manajemen secara umum, budaya dan manajemen, pusparagam manajemen Indonesia yang ada di dalam gaya manajemen yang hidup di Indonesia, dulu, kini dan tantangan manajemen Indonesia. Buku ini bisa jadi merupakan kelanjutan atau perbandingan dengan buku Pusparagam Manajemen Indonesia & Bisnis Cina di Asia Tenggara yang terbit tahun 1992. Mengapa demikian ? Karena setting yang berbeda antara sebelum reformasi dan pasca reformasi di tahun 1998. Akan nampak jelas perbedaannya apabila pembaca memahami isi dari buku ini. Ada banyak pihak yang berperan dalam membantu terselesainya buku ini baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Drs. Ec. Budiman Christiananta, MA., Ph.D dan Dr. Anis Eliyana, SE, M.Si. dari FE Unair Surabaya yang telah memotivasi penulis dan memberikan pandangan-pandangannya tentang materi yang ada di buku ini. Juga untuk Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSIDA), Prof. Dr. Achmad Jainuri, MA yang telah memberikan kesempatan seluasluasnya kepada penulis untuk terus bekerja dan berkarya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada para kolega yang ada di Fakultas Ekonomi UMSIDA, rekan-rekan di LPPK PWM Jatim, teman-teman di KADIN Kabupaten Sidoarjo, dan para kolega yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa sebagai buku referensi, materi penyajian dalam buku ini bisa jadi masih sangat kurang, tetapi setidaknya ada buku yang telah menggali manajemen Indonesia pasca reformasi. Hal ini penting karena sudah berubahnya sendi-sendi perekonomian di Indonesia __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 4 pasca reformasi. Penulis menerima kritik dan saran untuk perbaikan buku ini. Sidoarjo, Maret 2009 Sigit Hermawan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 5 DAFTAR ISI PENGANTAR .........................................................................................................i DAFTAR ISI ............................................................................................................ii BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1 BAB II. KONSEP MANAJEMEN ..........................................................................4 BAB III. FUNGSI DAN PROSES MANAJEMEN ...............................................9 BAB IV. BUDAYA DAN MANAJEMEN .............................................................13 A. Unsur dan Elemen Budaya ...............................................................15 B. Budaya dan Sub Budaya ...................................................................23 C. Sistem Nilai Budaya ...........................................................................26 D. Sumber Nilai Sistem Budaya Bangsa ..............................................26 E. Pengaruh Nilai-Nilai Budaya Bangsa Pada Manajemen dan Kepemimpinan ...................................................................................28 F. Nilai-Nilai Bangsa Indonesia ............................................................28 G. Pendapat Manajer Asing yang Bekerja di Indonesia ....................29 BAB V. PERANAN BUDAYA DALAM MANAJEMEN ...................................31 A. Budaya Perusahaan Sebagai Alat Manajemen...............................33 B. Implementasi Budaya Perusahaan Pada Manajemen ...................34 BAB VI. MEMAHAMI KEANEKARAGAMAN BUDAYA ..............................42 BAB VII. GAYA MANAJEMEN DI BERBAGAI NEGARA ..............................50 BAB VIII. GAYA MANAJEMEN YANG HIDUP DI INDONESIA .................55 A. Manajemen Koperasi .........................................................................55 B. Manajemen BUMN ............................................................................62 C. Manajemen Strategis Sektor Publik .................................................70 D. Kepemimpinan “Hastrabrata” dalam Manajemen TNI ...............75 E. Manajemen Lingkungan ...................................................................77 F. Manajemen Organisasi Nirlaba........................................................82 G. Manajemen IMKM .............................................................................99 H. Manajemen Perusahaan Keluarga Indonesia .................................105 BAB IX. DULU, KINI, DAN TANTANGAN MANAJEMEN INDONESIA ..116 BAB X. KESIMPULAN ...........................................................................................123 DAFTAR PUSTAKA __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 6 BAB I PENDAHULUAN Upaya mencari rumusan manajemen Indonesia telah dilakukan oleh para pakar manajemen di Indonesia pada tahun 1980-an. Tetapi seperti yang dinyatakan oleh Marbun (1992), Christiananta (1994) belum ada rumusan yang bertanggungjawab tentang definisi manajemen Indonesia. Yang ada hanyalah istilah-istilah seperti Manajemen Gaya Indonesia, Gaya Manajemen Indonesia, Manajemen Ala Indonesia, Manajemen Pancasila dan lain sebagainya (Christiananta, 1994). Setelah dekade 80 – 90 an itu, praktis upaya untuk merumuskan kembali seperti apakah manajemen Indonesia tidak pernah lagi dilakukan. Sementara itu perkembangan zaman terus bergulir. Di Indonesia sendiri, reformasi di segala bidang telah terjadi tahun 1998 yang mampu merubah segala hal termasuk perekonomian yang di dalamnya adalah manajemen. Yang terjadi pasca reformasi adalah pelaku-pelaku ekonomi yang bisa jadi berbeda peran dan fungsinya antara sebelum dan sesudah reformasi. Pelaku ekonomi Industri Menengah, Kecil dan Mikro (IMKM) misalnya, sebelum reformasi sektor ini dipandang sebelah mata dibanding perusahaan-perusahaan besar lainnya. Tetapi seiring krisis keuangan yang berakibat reformasi di segala bidang, sektor ini mampu membuktikannya sebagai pelaku ekonomi yang tahan banting atas krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 – 1998. Perubahan peran dan fungsi pada pelaku-pelaku ekonomi pasca reformasi ini diikuti pula oleh gaya manajemen yang dilakukan oleh organisasi atau perusahaan tersebut. Tuntutan peran yang berbeda oleh __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 7 masyarakat mengharuskan organisasi dan perusahaan untuk berubah mengikuti arus reformasi yang ada di masyarakat. Misalnya organisasi pemerintah, harus memainkan gaya manajemen yang berbeda antara sebelum dan sesudah reformasi. Tuntutan akan transparansi dan akuntabilitas adalah dengungan yang tiada henti pasca reformasi ini. Tuntutan untuk memberikan layanan yang lebih baik pada masyarakat rasanya tak henti-hentinya berkumandang. Apabila ini tidak disikapi dengan gaya manajemen yang berbeda pastilah organisasi tersebut tidak akan eksis di zamannya. Demikian pula dengan perusahaan dan organisasi lain. Ini membuktikan bahwa gaya manajemen harus sesuai dengan kondisi atau budaya yang ada di masyarakat. Buku ini, Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi; Dulu, Kini dan Tantangannya, akan menguraikan tentang perubahan gaya manajemen Indonesia pasca terjadinya reformasi tahun 1998. Bisa jadi buku ini adalah kelanjutan atau bisa pula sebagai buku perbandingan dengan buku Pusparagam Manajemen Indonesia & Bisnis Cina di Asia Tenggara yang telah terbit tahun 1992 dengan penyunting BN Marbun. Pastilah berbeda karena buku sebelumnya yang dicetak tahun 1992 ditulis dengan setting masa orde baru, dan buku ini ditulis pasca reformasi atau sepuluh tahun pasca reformasi (1998 – 2008). Sebagai referensi untuk pembaca bahwa struktur penulisan buku ini terdiri dari empat bagian, yakni pertama tentang manajemen secara umum, kedua tentang budaya dan manajemen, ketiga tentang pusparagam manajemen Indonesia yang tertuang dalam gaya manajemen yang hidup di Indonesia, dan keempat diberikan kesimpulan. Bagian pertama tentang manajemen secara umum akan membahas tentang konsep manajemen __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 8 dan fungsi serta proses manajemen. Bagian kedua tentang budaya dan manajemen akan menyajikan bagaimana budaya-budaya mempengaruhi manajemen, dan digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan dan organisasi. Bagian ketiga tentang gaya manajemen yang hidup di Indonesia yang merupakan pusparagam manajemen Indonesia pasca reformasi. Pada bagian ini juga dijelaskan tentang perbandingan pusparagam manajemen Indonesia dulu, kini dan tantangannya. Pada akhir pembahasan akan diberikan kesimpulan yang merupakan refleksi seluruh buku ini. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 9 BAB II KONSEP MANAJEMEN Banyak definisi yang diberikan terhadap istilah manaemen, beberapa penulis memberikan pengertian sebagai berikut : a. Harodl Koontz dan Cyril O’donnel (1982) Management is getting things done throught people. In bring about this coordinating group activity, the manager, as a manager plans, organizes, staff, direct and controls the activities other people. Atau manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian b. R Terry Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling performed to determine and accomplish stated objective by the use human being and other resources. Atau manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya c. James F Stoner et, all (1995) Manegement is the process of planning, organizing, leading and controlling the efforts of organization members and using all other organizational resources to active stated organizational goals. Atau manajemen adalah __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 10 proses perencanaan, pengorganisasian dan penggunaan sumber daya– sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah dtetapkan. Dengan demikian istilah manajemen mengacu pada suatu proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Proses menggambarkan fungsi-fungsi yang berjalan terus atau kegiatankegiatan utama yang dilakukan oleh para manajer. Fungsi-fungsi tersebut biasanya disebut sebagai merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan. Selain pengertian tersebut di atas, manajemen juga diartikan dalam berbagai istilah atau sebutan, sehingga dengan istilah tersebut masingmasing orang dapat memandang manajemen sesuai dengan cara pandang mereka. Walaupun berbeda cara pandang,namun konsep manajemen tetap mengacu pada perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Beberapa cara istilah manajemen tersebut adalah (Amirullah dan Haris, 2004) 1. Manajemen Sebagai Proses Kegiatan Sebagai suatu proses kegiatan, manajemen diartikan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dimulai dari kegiaan merencanakan, melaksanakan serta mengkoordinasikan apa yang direncanakan sampai dengan kegiatan mengawasi atau mengendalikannya agar sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Manajemen sebagai proses lebih ditekankan para proses mengelola dan mengatur pelaksanaan suatu pekerjaan atau rangkaian aktivitas dengan proses mana pelaksanaan itu diselenggarakan dan diawasi. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 11 Proses manajemen yang dimaksud juga dalam arti suatu rangkaian kegiatan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu dengan bantuan orang lain. Karena itu penyebutan manajemen disini adalah proses ditemukannya peluang-peluang yang menguntungkan. Proses pembuatan rencana dan konsep alternatif, langkah-langkah untuk mencapai tujuan, melaksanakan rencana dan langkah-langkah tersebut sampai pada upaya mengadakan pengawasan. 2. Manajemen Sebagai Suatu Ilmu dan Seni Manajemen sebagai ilmu dan seni dapat diartikan sebagai upaya pencapaian tujuan dengan fenomena-fenomena dan pendekatan (approach) gejala-gejala menjelaskan manajemen serta mentransformasikan dan mengidentifikasikan proses manajemen berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah. Komponen kaidah ilmiah di dalam proses pengambilan keputusan ialah kumpulan pengetahuan tertentu seperti dinyatakan oleh peraturan-peraturan atau statement umum yang telah dipertahankan oleh berbagai tingkatan ujian dan pembuktian serta penyidikan. Manajemen sebagai suatu ilmu memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. prinsip dan konsep manajemen dapat dipelajari; b. decision making dapat didekati dengan kaidah-kaidah ilmiah; c. objek dan sarana manajemen untuk mencapai tujuan sebagian adalah elemen-elemen yang bersifat materi; __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 12 d. dalam penerapannya manajemen memerlukan dari bidang ilmu yang lainnya, seperti ilmu ekonomi, statistik, akuntansi dan lainlain; Sedangkan manajemen sebagai seni diartikan sebagai pendekatan pencapaian tujuan yang lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan pribadi, bakat dan karakter pelaku-pelaku manajemen terutama dari unsur manajer atau pimpinan. Unsur senin dalam manajemen adalah pemakaian pengetahuan pada situasi tertentu yang dilakukan secara kratif ditambah dengan skill tertentu. Manajemen sebagai suatu seni memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. kesuksesan dalam mencapai tujuan sangat dipengaruhi dan didukung oleh sifat-sifat dan bakat para manajer; b. dalam proses pencapaian tujuan sering kali melibatkan unsu naluri (instinct), perasaan dan intelektual; c. dalam pelaksanaan kegiatan, faktor yang cukup menentukan keberhasilannya adalah kekuatan pribadi yang kreatif yang dimiliki. Berdasarkan kedua ciri manajemen di atas dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa proses manajemen itu tidak hanya berkaitan dengan masalah kebendaan (materi fisik) saja, namun juga berhubungan dengan manusia. Oleh karena itu, proses pendekatan manajemen tidak hanya bersifat ilmiah, tetapi juga seni. Perpaduan antara manajemen ilmu dan seni merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh manajer (pimpinan) dalam suatu organisasi. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 13 3. Manajemen Sebagai Profesi Penekanan utama dalam penyebutan manajemen sebagai profesi adalah pada kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang atau manajer dengan menggunakan keahlian tertentu. Seseorang yang memiliki keahlian dan ketrampilan tertentu akan memperoleh status dan insentif manakala mereka terlibat dalam organisasi. Oleh sebab itu mereka yang bekerja dalam organisasi dengan menggunakan keahliannya dikelompokkan dalam kelompok manajemen profesional. Profesionalisme manajemen dikategorikan ke dalam suatu profesi yang memang membutuhkan suatu keahlian tertentu serta posisi dan keahliannya diakui oleh masyarakat. 4. Manajemen Sebagai Kumpulan Orang Untuk Mencapai Tujuan Bersama Setiap kegiatan yang dilakukan oleh dua oran atau lebih secara kooperatif dalam organisasi disebut sebagai aktivitas manajemen. Kolektivitas orang-orang tersebut bergabung dalam suatu organisasi dan dipimpin oleh seorang pemimpin (manajer) yaitu bertanggung jawab penuh atas upaya pencapaian tujuan secara efisien dan efektif. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 14 BAB III FUNGSI DAN PROSES MANAJEMEN Pada umumnya manajemen dibagi menjadi beberapa fungsi yaitu merencanakan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengendalikan kegiatan dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara efektif dan efisien. Berikut penjelasan masing-masing fungsi : 1. Perencanaan Perencanaan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan tujuan serta sasaran yang ingin dicapai dan mengambil langkah-langkah strategis guna mencapai tujuan tersebut. Melalui perencanaan seorang manajer akan dapat mengetahui apa saja yang harus dilakukan dan bagaimana cara untuk melakukannya. Menentukan tingkat penjualan pada periode yang akan datang, berapa tingkat kebutuhan tenaga kerja, berapa modal yang dibutuhkan dan bagaimana cara memperolehnya, seberapa tingkat persediaan yang harus ada di gudang serta keputusan apakah perlu dilakukan suatu ekspansi merupakan bagian dari kegiatan perencanaan. 2. Pengorganisasian Pengorganisasian merupakan proses pemberian perintah, pengalokasian sumber daya serta pengaturan kegiatan secara terkoordinir kepada setiap individu dan kelompok untuk menerapkan rencana. Kegiatan-kegiatan yang terlibat dalam pengorganisasian mencakup tiga kegiatan yaitu : a. membagi komponen-komponen kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan sasaran dalam kelompok-kelompok; __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 15 b. membagi tugas kepada manajer dan bawahan untuk mengadakan pengelompokkan tersebut; c. menetapkan wewenang di antara kelompok atau unit-unit organisasi. 3. Pengarahan Pengarahan adalah proses untuk menumbuhkan semangat (motivation) pada karyawan agar dapat bekerja keras dan giat serta membimbing mereka dalam melaksanakan rencana untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien. Melalui pengarahan, seorang manajer menciptakan komitmen, mendorong usaha-usaha yang mendukung tercapainya tujuan. Ketika gairah kerja karyawan menurun, seorang manajer segera mempertimbangkan alternatif untuk mendorong kembali semangat kerja mereka dengan memahami faktor penyebab menurunkan gairah kerja. 4. Pengendalian Bagian terakhir dari proses manajemen adalah pengendalian (controlling). Pengendalian dimaksudkan untuk melihat apaka kegiatan organisasi sudah sesuai dengan rencana sebelumnya. Fungsi pengendalian mencakup empat kegiatan yakni a. menentukan standar prestasi; b. mengukur prestasi yang telah dicapai selama ini; c. membandingkan prestasi yang telah dicapai dengan standar prestasi; d. melakukan perbaikan jika terdapat penyimpangan dari standar prestasi yang telah ditetapkan. Beberapa pakar manajemen menjelaskan fungsi manajemen yakni: __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 1. Ernest Dale : Planning, Organizing, Staffing, 16 Directing, Innovating, Representing, dan Controlling 2. Oey Liang Lee : Planning, Organizing, Directing, Coordinating, dan Controlling 3. James Stoner : Planning, Organizing, Leading, dan Controlling 4. Henry Fayol : Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Controling 5. Kontz & O’donnel : Organizing, Staffing, Directing, Planning, Controlling 6. William H Newman : Planning, Organizing, Assembling, Resources, Directing, Controlling 7. George R Terry : Planning, Organizing, Actuating, Controlling 8. Louis A Allen : Leading, Planning, Organizing, Controlling 9. John R Beishline : Perencanaan, Organisasi, Komando, Kontrol 10. Williem Sprigel : Planning, Organizing, Controlling 11. Lindal F Urwich : Forecasting, Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Controlling 12. The Liang Gie : Planning, Decision Making, Directing, Coordinating, Controlling, Improving. Pada hakekatnya fungsi-fungsi tersebut dapat dikombinasian menjadi 10 fungsi yakni : 1. Forecasting (ramalan) yakni kegiatan meramalkan, memproyeksikan terhadap kemungkinan yang akan terjadi bila sesuatu dikerjakan 2. Planning (perencanaan) yakni penentuan serangkaian tindakan dan kegiatan untuk mencapai hasil yang diharapkan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 17 3. Organizing (Organisasi) adalah pengelompokan kegiatan untuk mencapai tujuan, termasuk dalam hal ini penetapan susunan organisasi, tugas dan fungsinya 4. Staffing atau Aseembling Resources (penyusunan personalia) yaitu penyusunan personalia sejak dari penarikan tenaga kerja baru, latihan dan pengembangan sampai dengan usaha agar setiap petugas memberi daya guna maksimal pada organisasi 5. Directing atau Commanding (pengarahan atau mengkomando) adalah usaha memberi bimbingan saran-saran dan perintah pelaksanaan tugas masing-masing bawahan (delegasi wewenang) untuk dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan 6. Leading yaitu pekerjaan manajer untuk meminta orang lain agar bertindak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan 7. Coordinating (koordinasi) yaitu menyelaraskan tugas atau pekerjaan agar tidak terjadi kekacauan dan saling lempar tanggungjawab dengan jalan menghubungkan, menyatupadukan, dan menyelaraskan pekerjaan bawahan 8. Motivating (Motivasi) yaitu pemberian semangat, inspirasi dan dorongan pada bawahan agar mengerjakan kegiatan yang telah ditetapkan secara sukarela 9. Controlling (pengawasan) yaitu penemuan atau penetapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan 10. Reporting (pelaporan) yaitu penyampaian hasil kegiatan baik secara lisan maupun tulisan. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 18 BAB IV BUDAYA DAN MANAJEMEN Hofstede (1991) mendefinisikan budaya sebagai ”pemrograman kolektif atas pikiran yang membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dari kategori lainnya”. Kata kunci dari definisi tersebut adalah pemrograman kolektif, yang menggambarkan suatu proses yang mengikat setiap orang sejak lahir. Budaya juga digunakan untuk menjelaskan pengalaman bersama yang dialami oleh orang-orang dalam organisasi tertentu dari lingkungan sosial mereka. Semua organisasi mempunyai budaya meskipun pada organisasi-organisasi tertentu mudah diidentifikasi dan mempunyai lebih banyak pengaruh (yaitu lebih kuat) baik terhadap personalia maupun pelanggan daripada yang lain. Budaya organisasi dibangun dari kepercayaan yang dipegang teguh secara mendalam tentang bagaimana organisasi seharusnya dijalankan atau beroperasi. Budaya merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaaan dilakukan dan cara para pegawai berperilaku (Cushway dan Ledge; 1993). Definisi lain juga diberikan oleh para ahli tentang budaya yakni : a. Wilkins (1983) mendefinisikan budaya sebagai ”sesuatu yang dianggap biasa dan dapat dibagi bersama yang diberikan orang terhadap lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial daam pengertian ini mungkin berupa negara, kelompok etnis tertentu, desa di daerah, atau sebuah organisasi. Arti yang dapat dibagi bersama tersebut dinyatakan sebagai kebiasaan (seperti upacara tertentu), slogan, legenda __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 19 (khususnya mengenai pahlawan), arsitetur, dan barang buatan simbolis. b. Schein (1992) mendefinisikan budaya sebagai asumsi-asumsi dan keyakinan-keyakinan dasar yang dilakukan bersama oleh para anggota dari suatu kelompok atau organisasi. Asumsi dan keyakinan tersebut menyangkut pandangan kelompok mengenai dunia dan keburukanna dalam dunia tersebut, sifat dari waktu dan ruang lingkup, sifat manusia dan hubungan manusia. Schein membedakan antara keyakinan yang mendasari (yang dapat tidak disadari) dan nilai-nilai yang menyertai, yang dapat konsisten maupun tidak dengan keyakinan-keyakinan tersebut. c. Robbins (1990) menjelaskan budaya sebagai nilai-nilai dominan yang didukung ole organisasi. Pengertian ini merujuk pada suatu sistem pengertian yang diterima secara bersama. Robbins mengungkapkan bahwa dalam setiap organisasi terdapat pola mengenai kepercayaan ritual, mitos serta praktik-praktik yang telah berkembang sejak beberapa lama. d. Schiffman dan Kanuk (2000), mendefinisikan budaya, ”culture as the sum total of learned beliefs, value, and custom that serve to direct the consumer behaviour of members of particular society’. Atau budaya adalah sejumlah nilai, kepercayaan, dan kebiasaan yang digunakan untuk menunjukkan perilaku konsumen langsung dari kelompok masyarakat tertentu. Budaya dalam pengertian ini menunjukkan adanya sekelompok masyarakat yang memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yang membatasi mereka untuk bertindak. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 20 e. The Jakarta Consulting Group (Susanto, 1998) budaya aalah suatu nilainilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak dan berperilaku. Dengan demikian, budaya organisasi dapat diartikan sebagai wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam. Definisi tersebut menyoroti tiga karakteristik budaya organisasi yang penting yakni 1. budaya organisasi diberikan kepada karyawan baru melalui sosialisasi; 2. budaya organisasi mempengaruhi perilaku karyawan di tempat kerja; 3. budaya organisasi berlaku pada dua tingkat yang berbeda. A. Unsur dan Elemen Budaya Unsur-unsur universal dari kebudayaan dijelaskan Koentjaraningrat (1989) yakni meliputi : 1. sistem religi dan upacara keagamaan, 2. sistem dan organisasi kemasyarakatan, 3. sistem pengetahuan, 4. bahasa, 5. kesenian, 6. sistem mata pencaharian, 7. sistem teknologi dan peralatan. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 21 Selanjutnya dijelaskan bahwa budaya mempunyai tiga wujud, yaitu kebudayaan sebagai : 1. suatu kelompok ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peralatan dan sebagainya; 2. suatu kelompok aktivitas kelakuan dari manusia dalam masyarakat; 3. benda-benda karya manusia. Tiga macam wujud budaya di atas, dalam konteks organisasi disebut dengan budaya organisasi (organizational culture). Dalam konteks perusahaan, diistilahkan dengan budaya perusahaan (corporate culture), dan dalam lembaga pendidikan atau sekolah disebut dengan budaya sekolah (school culture), dan dalam pesantren dapat dikatakan sebagai budaya pesantren (pesantren culture). Riset terbaru mengemukakan tujuh karakteristik primer berikut yang bersama-sama, menangkap hakekat dari budaya suatu organisasi (J.A. Chatman dan K.A. John, 1994) : 1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauhmana para karyawan didorong untuk inovasi dan mengambil resiko. 2. Perhatian ke rincian. Sejauhmana para karyawan diharapkan memperhatikan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian kepada rincian. 3. Orientasi hasil. Sejauhmana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil. 4. Orientasi orang. Sejauhmana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 22 5. Orientasi tim. Sejauhmana kegiatan kerja diorganisasikan sekita timtim, bukannya individu-individu. 6. Keagresifan. Sejauhmana orang-orang itu agresif dan kometitif dan bukannya santai-santai. 7. Kemantapan. Sejauhmana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan. Masing-masing ciri ini dalam sebuah kontinum dari rendah sampai tinggi. Oleh karena itu dengan menilai organisasi tersebut dari ketujuh dimensi ini orang akan mendapatkan gambaran mejemuk tentang budaya organisasi tersebut. Karakteristik budaya organisasi perusahaan dikemukakan pula oleh The Jakarta Consulting Group dengan menggunakan 10 karateristik yakni : (Susanto, 1998) 1. Inisiatif Individual Meliputi derajat tanggung jawab kebebasan dan independen dari masing-masing individu 2. Toleransi Pengambilan Resiko Sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif, dan mau menghadapi resiko di dalam pekerjaannya 3. Pengarahan Kejelasan organisasi di dalam menentukan objektif dan harapan sumber daya manusia terhadap hasil kerjanya 4. Integrasi Bagaimana unit-unit di dalam organisasi di dorong melakukan kegiatannya dalam satu koordinasi yang baik 5. Dukungan Manajemen __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 23 Dimana para manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan terhadap bawahannya 6. Pengawasan Meliputi peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku karyawan 7. Identitas Pemahaman anggota organisasi yang memihak kepada organisasi secara penuh 8. Sistem Penghargaan Alokasi reward (kenaikan gaji, promosi) yang berdasarkan pada kriteria hasil kerja karyawan 9. Toleransi Terhadap Konflik Usaha mendorong karyawan untuk kritis terhadap konflik yang terjadi 10. Pola Komunikasi Koordinasi organisasi yang bertumpu pada hierarki formal Sedangkan menurut The Jakarta Consulting Group, elemen-elemen dari budaya perusahaan adalah (Susanto, 1998) 1. Lingkungan Usaha Lingkungan usaha akan menjalar dalam iklim budaya perusahaan. Dunia perbankan yang bertumpu kepada kepercayaan dan prinsip kehati-hatian akan tercermin kepada budaya perusahaan yang sangat menekankan kontrol dan kehati-hatian 2. Nilai-Nilai Elemen nilai ini merupakan konsep dasar dan kepercayaan dari suatu organisasi. Nilai-nilai disini lebih menitikberatkan pada suatu keyakinan untuk mencapai kesuksesan. Jika SDM tidak melakukan hal __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 24 ini maka ia tidak akan berhasil. Hal ini menjadi standar pencapaian prestasi di dalam organisasi. Agar nilai-nilai ini dapat mendorong karyawan mencapai hasil kerja yang baik maka keyakinan ini harus disampaikan secara terbuka oleh para eksekutif kunci atau para manajer kepada seluruh lapisan sumber daya manusia yang ada. Dan yang terpenting adalah para manajer tersebut tidak akan memberikan toleransi terhadap penyimpangan-penyimpangan dari standar yang telah ditetapkan perusahaan 3. Kepahlawanan Elemen kepahlawanan sering dimanfaatkan untuk mengajak seluruh sumber daya manusia mengikuti nilai-nilai budaya yang dilakukan oleh orang-orang tertentu yang ditunjuk perusahaan sebagai tokoh panutan. Sehingga budaya yang kuat dapat terjadi pada perusahaan yang memiliki banyak orang-orang yang dapat dijadikan panutan bagi seluruh sumber daya manusia yang ada. Namun perlu ditegaskan bahwa bagi perusahaan yang ingin membentuk orang-orang yang dapat dijadikan tokoh panutan tidak mutlak harus memiliki kharisma, tetapi yang penting lebih merata ke dalam bidang-bidang yang cukup kuat di dalam perusahaan seperti di bagian pemasaran, keuangan, personalia, dewan direksi, dan lain-lain. Sehingga sumber daya manusia yang menyebar di seluruh perusahaan akan terdorong untuk meningkatkan prestasi kerjanya sesuai dengan orang yang menjadi panutan di bagian tersebut 4. Upacara atau Tata Cara Suatu perusahaan yang dalam kegiatan usahanya selalu melakukan upacara-upacara tertentu seperti penyerahan penghargaan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 25 bagi karyawan yang berprestasi setiap setahun sekali ; jika dilakukan secara rutin dapat menjadi suatu elemen budaya tersendiri bagi perusahaan tersebut. Kegiatan yang bersifat ritual tersebut tidak harus secara besar-besaran bahkan ada yang dilakukan secara sederhana. Tetapi yang menjadi ukuran kekuatan budaya tersebut adalah frekuensi atau rutinitas acara tersebut dilakukan. Frekuensi kegiatan ritual yang cukup sering dilaksanakan, akan mengajak seluruh karyawan untuk melakukan budaya tersebut baik secara disadari atau tidak disadari. Elemen budaya seperti inilah yang akan mempengaruhi pembentukan budaya perusahaan sampai kepada implementasinya 5. Jaringan Kultural Elemen ini secara informal dapat dikatakan sebagai jaringan komunikasi di dalam perusahaan yang dapat dijadikan sebagai ”penyebar” nilai-nilai budaya perusahaan. Elemen ini merupakan hirarki dari kekuatan yang tersembunyi di dalam organisasi seperti penyebar isu, gosip, sindikat, spies dan lain-lain yang kesemuanya berada di dalam perusahaan. Oleh karena itu efektifitas jaringan ini hanya sebagai suatu cara untuk mendapatkan informasi tentang apa yang terjadi di dalam perusahaan, atau tidak menutup kemungkinan yang terjadi di luar perusahaan. Oleh karena itu bentuk jaringan kultural ini adalah informal. Penuangan budaya perusahaan dalam bentuk formal biasanya dimulai dari filsafat para pendiri. Asumsi, persepsi, nilai-nilai yang dimiliki harus diseleksi terlebih dahulu oleh sebuah tim yang bertujuan untuk menentukan kriteria yang sesuai. Hasil seleksi tim __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 26 tersebut akan dimunculkan kepermukaan yang nantinya akan menjadi karakteristik budaya organisasi. Pembentukan tim seleksi bertujuan agar kriteria-kriteria yang telah ada (persepsi, asumsi, nilai-nilai) tidak dipilih secara subyektif, tetapi disaring terlebih dahulu dari beberapa sumber yang ada pada sumber daya manusia di dalam organisasi. Setelah ditentukan butirbutir penting yang akan dijadikan budaya perusahaan tersebut, maka manajemen puncak akan menentukan mana yang sesuai untuk dijalankan dan mana yang harus digugurkan. Organisasi harus mampu mengajak karyawan melakukan penyesuaian dengan budaya perusahaan yang menjadi pedoman dalam pencapaian kinerja yang baik. Disamping itu organisasi yang dibantu oleh manajemen puncak harus mampu melakukan sosialisasi terhadap sumber daya manusia agar hasil dari proses sosialisasi tersebut akan mempunyai dampak terhadap produktivitas, komitmen dan perputaran (turn over) dari sumber daya manusia yang sudah ada. Pada akhirnya setelah proses implementasi butir-butir budaya tersebut dijalankan dengan baik maka budaya perusahaan tersebut akan mendukung dan mendorong sumber daya manusia untuk mencapai sasaran yang diinginkan oleh organisasi. Beberapa elemen dasar dari konsep budaya juga dijelaskan oleh Amirullah dan Haris (2005) sebagai berikut : 1. Budaya itu diciptakan (culture is invented). Terdapat tiga sistem yang dapat diciptakan budaya itu sendiri, yakni : __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 27 a. ideological system atau komponen mental yang terdiri dari ide, kepercayaan, nilai dan pertimbangan berdasarkan apa yang mereka inginkan; b. technological system seperti ketrampilan, keahlian, dan seni yang mampu menghasilkan barang-barang, c. organizational system seperti sistem keluarga dan kelas sosial yang mungkin membentuk perilaku secara efektif. 2. Budaya dipelajari (culture is learned). Untuk mengetahui bagaimana suatu kelompok atau individu, maka kita dapat mengamatinya dari perilaku keseharian dalam kehidupannya. Ini berarti bahwa budaya itu sendiri dapat dilihat dan diamati. Sehingga manajemen dalam hal ini dapat menyesuaiakan program kerjanya dengan perilaku budaya yang ada 3. Budaya secara sosial diturunkan (culture is sosially shared). Budaya merupakan kelompok perwujudan yang diturunkan secara manusiawi. Nilai-nilai dan kebiasaan yang dianut oleh orang zaman dahulu secara terus menerus dianut oleh generasi berikutnya 4. Budaya bersifat adaptif (culture is adaptive). Budaya yang tidak memberikan manfaat (kepuasan) cenderung akan ditinggalkan dan masyarakat mencoba menyesuaikan budaya yang baru untuk memberikan kepuasan. 5. Budaya merupakan petunjuk (culture is prescriptive). Apa yang biasa dilakukan oleh kelompok masyarakat tertentu akan memberi isyarat kepada pemasar bahwa begitulah keinginan mereka. Dan keinginan itu harus segera dipenuhi sehingga memberikan kepuasan bagi mereka. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 28 Manfaat budaya dijelaskan oleh Robbins (1996) dalam bukunya ”Organizational Behavior”, dengan mengungkapkan bahwa budaya melakukan sejumlah fungsi di dalam organisasi, antara lain sebagai berikut : 1. budaya memiliki peran dalam menetapkan tapal batas, yang artinya bahwa budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya; 2. budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi; 3. budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan-kepentingan individual seseorang; 4. budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial; 5. budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para anggotanya. 6. budaya sebagai perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk yang harus dikatakan dan dilakukan oleh anggota organisasi. B. Budaya Dan Sub Budaya Budaya dimanapun berasal atau terdiri dari sub budaya yang membentuknya. Budaya suatu bangsa pastilah terdiri dari sub budaya masing-masing daerah, agama, ras, suku, dan masih banyak lagi sub budaya yang membentuk budaya bangsa. Seperti halnya budaya bangsa Indonesia yang terdiri dari sub budaya daerah (Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan lain sebagainya). Sehingga sub budaya ini merupakan budaya pada umumnya untuk kelompok orang dengan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 29 nilai-nilai dan kepercayaan yang sama yang mendasari dan tampak pada karakteristik personil. Budaya organisasi berisikan sub budaya yang berhubungan dengan pekerjaan, sub budaya entik dan rasial, sub budaya generasi, dan sub budaya gender. 1. Sub Budaya Pekerjaan Organisasi memiliki sejumlah aktivitas-aktivitas (pekerjaan) yang semuanya dijalankan oleh para anggotanya. Setiap aktivitas yang dijalankan menuntut profesionalisme agar aktivitas itu dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Pemilik mungkin menginginkan agar pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya harus sesuai dengan keinginannya. Sebaliknya, karyawan menginginkan agar pekerjaan yang dilakukan oleh mereka sesuai dengan latar belakang atau ilmu yang telah mereka peroleh selama belajar di sekolah. Seorang pengacara, ilmuwan, insinyur, akuntan, dokter, dan sebagainya merupakan bagian dari sub budaya pekerjaan. Hubungan mereka bisa berjalan secara vertikal (dengan pemimpin di atasnya) atau horizontal (pekerjaan lainnya). Konflik organisasi seringkali muncul manakala seorang insiyur menganggap pekerjaan akuntan tidak begitu penting atau menghambat pekerjaan mereka. Atau pimpinan menganggap pekerjaan seorang akuntan pantas diberi gaji yang tinggi dibanding dengan pekerjaan dari profesi lainnya. 2. Sub Budaya Rasial Latar belakang etnik anggota organisasi dapat berpengaruh pada pola dan tata cara mereka bekerja. Pengaruh ini dapat diamati __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 30 dari bagaimana mereka menyelesaikan masalah, menanggapi perintah atasan, dan bagaimana mereka bersikap terhadap rekan kerja. Perilaku yang terbentuk melalui etnik relatif lebih mudah melakukan penyesuaian dibanding dengan perilaku pekerjaan . Salah satu cara yang dilakukan untuk membentuk pola keseragaman dalam organisasi adalah dengan menetapkan aturanaturan yang tegas dan menempatkan mereka secara acak atau tidak berkelompok. 3. Sub Budaya Umur dan Generasional Keanggotaan di dalam organisasi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok anggota yang muda dan kelompok tua. Masing-masing kelompok biasanya membawa pola kerja yang berbeda-beda karena dilatarbelakangi dimana dan kapan mereka dilatih dan dibesarkan. Sebagai contoh, generasi angkatan 45 mungkin memiliki pola kerja yang lebih semangat dibanding kelompok yang baru atau angkatan lainnya. Atau pekerja yang berasal dari angkata tahun 60-an akan memiliki pola kerja lambat dibanding dengan pekerja yang lahir dari angkatan 90-an. 4. Sub Budaya Gender Persoalan hubungan gender dan diskriminasi menjadi semakin rumit di tempat kerja. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketika kaum pria bekerja bersama, kaum wanita membentuk suatu budaya. Secara khusus hal ini membentuk iklim kompetitif, dimana mereka saling ingin memperlihatkan kemampuannya. Ketika kaum wanita bekerja sama, mungkin terbentuk budaya kelompok kaum wanita yang agak berbeda. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 31 Suatu pertanyaan yang cukup beralasan ; apa yang terjadi ketika sub budaya gender berbaur dalam organisasi ? Apa yang terjadi ketika seorang wakil dari sub budaya gender ditempatkan sebagai pemimpin dari gender yang lain ? Kaum wanita tetap tidak dapat mewakili beberapa kapasitas manajemen, khususnya pada tingkat manajemen puncak. C. Sistem Nilai Budaya Koentjaraningrat (1975) dalam Christiananta (1994) mendefinisikan sistem nilai budaya sebagai suatu rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang harus dianggap penting dan berharga dalam hidupnya. Dengan demikian suatu sistem nilai budaya itu merupakan bagian dari kebudayaan yang berfungsi sebagai pengarah dan pendorong perilaku manusia. Karena merupakan konsep abstrak tanpa perumusan yang tegas maka biasanya hanya bisa dirasakan dan sering tidak dapat dinyatakan dengan akal yang rasional oleh warga yang bersangkutan. Justru inilah maka konsep-konsep itu mendarah daging, diikuti secara fanatik dan oleh warga negara yang bersangkutan. Mereka bercenderung menolak konsep-konsep baru yang disodorkan (resistent to change). D. Sumber Nilai Sistem Budaya Bangsa Robbins (1990) menyatakan bahwa setiap kebudayaan, nilai-nilai tertentu berkembang dari masa ke masa dan selalu diwariskan ke generasi selanjutnya, misalnya nilai-nilai yang ditekankan di tengah __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ masyarakat Amerika adalah pencapaian prestasi, 32 kebebasan, demokrasi, dan persamaan. Sementara di malaysia niali-nilai yang lebih penting adalah keamanan keluarga, harmonisasi kelompok, kerja sama, hubungan antar sesama, dan keyakinan spiritual (elashmawi dan harris;1993) Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai yang berakar budaya dan prioritas nilai suatu bangsa dipengaruhi oleh : 1. Sejarah bangsa itu sendiri. Bangsa indonesia berkembang status sebagai rakyat dari sejumlah kerajaan-kerajaan kecil yang masih kuat menerapkan sistem feodalisme dan sampai sekarangpun keinginan menerapkan sistem tersebut tetap masih kuat 2. Pengaruh agama. Indonesia pengaruh agama mulai animisme, hindu, budhisme, islam dan kristen. Tiap-tiap agama menetapkan sistem nilainya sendiri, satu sama lain banyak yang mirip tetapi ada juga yang berbeda. 3. Perkembangan pendidikan bangasa dan perkembangan ekonomi dan khususnya kemakmuran bangsa serta pergaulan internasional. 4. Sistem politik yang berlaku. Pemerintah yang berkuasa secara otoriter akan mencoba memberlakukan norma-norma dan aturan yang harus diterapkan oleh anggota masyarakat dalam tiap segi kegidaupan walaupun norma-norma tersebut mungkin bertentangan dengan sistem nilai yang berada pada diri mayoritas anggota masyarakat. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ E. Pengaruh Nilai-Nilai Budaya Bangsa pada Manajemen 33 dan Kepemimpinan Berdasarkan sejumlah penelitian yang dilakukan banyak pakar, termasuk Dananjaya (1986) dan Kuntjaraningrat (1974) dapat disimpulkan bahwa hubungan sesama menempati urutan teratas dari nilai-niali terpenting bagi orang indonesia. Lima besar nilai budaya orang Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Hubungan (yang baik) 2. Hirarki dan senioritas 3. Status 4. Keharmonisan dalam kelompok 5. Keamanan dan kesejahteraan keluarga Daftar tersebut mencerminkan prilaku sehari-hari kebanyakan orang indonesia dan masing-masing nilai tersebut saling berkaitan erat. Elemen hubungan, misalnya, erat kaitannya dengan rasa hormat terhadap hirarki dan status. F. Nilai-nilai Bangsa Indonesia Dengan menggunakan petunjuk dari Adler (1991), kita akan mempelajari pepatah yang popular dikalangan masyarakat Indonesia dan nilai-nilai yang tertermin oleh pepatah itu. Pepatah Indonesia sebenarnya banyak yang serupa dengan pepatah amerika, meski tentua aja ada yang berlawanan. Beberapa diantaranya adalah : 1. Turutilah ilmu (filosofi) padi, semakin berisi maka semakin merunduk, artinya : rendah hatilah, jangan suka menonjolkan diri. 2. Air beriak tanda tak dalam, artinya : orang yang banyak omong biasanya tidak tahu apa-apa. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 34 3. Karena nilai setitik, rusak susu semanga, artinya :ikuti normanorma yang berlaku dalam masyarakat, jangan mencoba berbeda. 4. Biar lambat asal selamat / alon-alon asal kelakon, artinya : jangan terburu-buru atau rileks saja. 5. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari, artinya : orang akan mencontoh perilaku orang yang dihormati. 6. Hemat pangkal kaya, artinya : efisien atau berhemat. 7. Kebersihan pangkal kesehatan 8. Kebersihan adalah sebagian dari iman (ajaran islam) G. Pendapat Manajer Asing yang Bekerja di Indonesia Pada 1989 seorang General Manajer eks patriat sebuah hotel internasional di Jakarta mengatakan pada sebuah seminar bahwa ada sejumlah nilai dan pandangan yang berbeda antara manajemen barat dan indonesia yang sering kali menimbulkan frustasi bagi manajer asing atau barat. Nilai pandangan yang berbeda tersebut antara lain : 1. Manajer dan karyawan Indonesia memandang hubungan (koneksi ) sebagai suatu hal yang sangat penting dalam membuat keputusan bisnis, misalnya terkait denga rekruitmen dan seleksi. Sebaliknya manajer barat seringkali hanya menakankan pada kemampuan pada karakteristik positif dari individu pelamar 2. Manajer dan karyawan Indonesia sangat menekankan pada senioritas dalam arti usia dan masa kerja, misalnya dalam hal mempertimbangkan calon untuk dipromosikan. Sebaliknya bagi manajer barat yang terpenting adalah prestasi kerja dan potensi calon tersebut. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 35 3. Hubungan antara atasan dan bawahan lebih disukai yang bersifat informal seperti hubuingan kekeluargaan (bapak-anak atau kakakadik) akibatnya sukar sekali untuk menerapkan program yang bersifat formal misalnya penilaian kinerja karyawan. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 36 BAB V PERANAN BUDAYA DALAM MANAJEMEN Budaya sangat berpengaruh dalam kaitan membentuk karakteristik organisasi maupun gaya manajemen. Seperti dinyatakan oleh Pramita (1988), bahwa organisasi hakekatnya merupakan kebudayaan pada tingkat mikro yang bekerja dalam lingkungan budaya makro nasional. Oleh karena itu, kebiasaan-kebiasaan yang umum terjadi pada organisasi, sesuatu yang telah menjadi tradisi merupakan cikal bakal tumbuhnya suatu budaya organisasi (Amirullah dan Haris, 2004). Kedua satuan kebudayaan dapat saling mempengaruhi, rendahnya hasil kerja dan kerjasama dalam suatu organisasi bisnis sebagian besar disebabkan oleh adanya kurang keserasian antara budaya di tempat kerja dengan sifat pekerjaan dan atau dengan teknologi yang dipergunakan yang berasal dari kebudayaan bangsa lain yang berbeda dengan kebudayaan bangsa Indonesia. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan nilai-nilai yang diperoleh dan dimiliki individu. Bahkan dapat dinyataan bahwa pengaruh kebudayaan terhadap seseorang dimulai sejak individu itu lahir ke dunianya secara sadar ataupun tidak dipengaruhi oleh lingkungannya yang mengajarkannya nilai-nilai secara terus menerus yang merupakan bagian yang integral dari suatu sistem kemasyarakatan (Dalimunthe, 2003). Nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang acap kali sering dipilih untuk menghadapi situasi tertentu. Demikian halnya dengan seorang pimpinan pada suatu organisasi dalam setiap mengambil keputusan selalu dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dimilikinya. Sehingga __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 37 pemimpinlah yang menjadi sumber tradisi budaya yang paling kuat dalam sebuah organisasi. Bila pimpinan selalu menularkan kebiasaan jelek seperti datang terlambat, maka karyawanpun senang untuk datang terlambat. Jadi prinsip-prinsip dan filosofi pimpinan atau pendiri selalu identik dengan budaya organisasi. Adanya budaya perusahaan ini bertujuan untuk menciptakan rasa memiliki jati diri dari para pekerja, sehingga ada keterkaitan pribadi dan perusahaan, membantu perusahaan, memotivasi kerja para karyawan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Suatu perusahaan memiliki budaya kerja yang sangat erat dengan budaya masyarakat ataupun bangsa dimana organisasi itu berada. Budaya bangsa (national culture) intinya adalah merupaan nilai-nilai yang dianut suatu negara ataupun bangsa tertentu. Setiap negara memiliki budaya masing-masing. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa budaya antara suatu bangsa berbeda dengan bangsa yang lain. Pengaruh budaya terhadap kinerja organisasi dapat dilihat dari dimensi manajemen, anggota secara kelompok, dan anggota secara individual. Budaya organisasi merupakan determinan bagi perilaku manajemen, disamping struktur, kepemimpinan, dan lingkungan eksternal. Dari sudut anggota secara kelompok, budaya organisasi akan memberikan arah (direction) dalam menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini budaya organisasi dapat memberikan pengaruh positif atau negatif, tergantung kecocokan (compatible) atau tidaknya budaya tersebut dengan perkembangan lingkungan internal maupun eksternal. Selain itu, budaya organisasi yang tersebar merata pada semua anggota organisasi, akan memberikan citra mengenai __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 38 lembaga tersebut di mata customer. Secara individual, budaya organisasi yang meresap menumbuhkan dengan kita komitmen, pada masing-masing sebagaimana anggota, dicontohkan suatu akan sekte keagamaan dapat mempengaruhi pengikutnya untuk melakukan bunuh diri secara sukarela. Komitmen di sini diartikan sebagai suatu kondisi di mana anggota organisasi memberikan kemampuan dan loyalitas tertingginya kepada organisasi, yang dengan itu mereka mendapatkan kepuasan (Hodge & Anthony, 1988). A. Budaya Perusahaan Sebagai Alat Manajemen Budaya perusahaan dapat dikatakan telah mengalami ”kebangkitan kembali” sebagai salah satu perangkat manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan (Susanto, 1998). Bukan sekedar ”jimat” untuk mengenang kesuksesan perusahaan. Tetapi lebih dari itu, budaya perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu andalan daya saing perusahaan. Budaya perusahaan bukan lagi sejarah perusahaan dalam meraih sukses, tetapi sebuah rekayasa manajemen untuk berkompetisi di arena global. Pada awalnya perkembangan pemikiran budaya perusahaan di dunia mengemukakan dua hal utama. 1. budaya perusahaan adalah hal-hal yang dikerjakan pada suatu perusahaan; 2. budaya perusahaan adalah asumsi-asumsi dasar. Pada perkembangan selanjutnya, yang dapat sebagai kebangkitan kembali budaya perusahaan dalam percaturan dunia manajemen, makna budaya perusahaan mengalami pergeseran. Budaya perusahaan bukan saja menyangkut yang telah ada, tetapi juga dapat __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ menambahkan nilai-nilai yang belum ada yang 39 dibutuhkan keberadaannya demi pengembangan usaha. Kultur bukan lagi apa yang bisa dilakukan dalam organisasi, tetapi direkayasa untuk mendukung strategi organisasi. Budaya perusahaan generasi kedua dapat dianggap sebagai alat untuk mencapau suatu tujuan. Berbeda dengan definisi kerja sebelumnya yang lebih berfungsi sebagai pengukuhan jati diri organisasi agar organisasi semakin mantap. Pada definisi terdahulu lebih mengungkap mengapa perusahaan dapat berhasil, tetapi pada perkembangan selanjutnya bagaimana merekayasa budaya perusahaan sebagai salah satu alat dalam meraih kemajuan. Dalam konteks pemahaman yang terakhir inilah, budaya perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai andalan daya saing. Budaya perusahaan bukan lagi dipahami dalam semangat romantisme mengapa suatu perusahaan dapat mencapai sukses, tetapi dipahami secara proaktif untuk melongok masa depan dan kancah persaingan yang semakin sengit di tengah arus globalisasi dan memudarnya batas-batas wilayah. Budaya perusahaan dijadikan alat strategis dalam menghadapi perubahan dan diharapkan sebagai salah satu pilar competitive advantage bagi organisasi, yang mengantarkan organisasi memiliki sumber daya manusia yang mumpuni. B. Implementasi Budaya Perusahaan pada Manajemen Sebenarnya budaya perusahaan selalu ada dalam setiap organisasi. Lantas apa maksud dari implementasi budaya perusahaan ? Masalahnya budaya yang sudah ada pada setiap organisasi ini akan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 40 diformalkan atau tidak. Jika budaya perusahaan akan diformalkan, budaya perusahaan yang ada digali terlebih dahulu dan kemudian diformalkan serta dijaga eksistensinya. Dan jika budaya perusahaan akan dimanfaatkan sebagai alat manajemen, budaya yang telah ada dimodifikasi sesuai tujuan perusahaan. Dalam kaitan inilah, implementasi budaya perusahaan sebagai bagian tidak terpisahkan dari formalisasi atau modifikasi budaya perusahaan, dan bukan hanya menjelaskan sosialisasi budaya perusahaan saja. Budaya perusahaan itu memang perlu diformalkan dan diimplementasikan, karena dengan budaya perusahaan yang jelas, setiap anggota atau karyawan perusahaan dapat lebih menyadari eksistensinya bagi perusahaan tersebut (Susanto, 1998). Sehingga upaya untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan perusahaan akan lebih terarah. Sekali suatu nilai dinyatakan sebagai budaya perusahaan, timbullah kekuatan dalam organisasi perusahaan tersebut untuk senantiasa memelihara dan mempertahankan nilai-nilai tersebut. Nilainilai tersebut biasanya dinyatakan oleh pimpinan perusahaan atau sering pula nampak lebih nyata diwujudkan sebagai perilaku para manajer atau karyawan perusahaan. Misalnya, pimpinan perusahaan menyatakan bahwa nilai tunggal yang harus dianut oleh setiap karyawan perusahaan adalah ”We are not the first but the best” dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Maka terlebih dahulu pimpinan perusahaan itu harus meyakinkan kepada para manajer di perusahaannya agar nilai tersebut benar-benar dapat diresapi serta direalisasi menjadi acuan perilaku __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 41 sehari-hari. Mengapa demikian ? Agar belief yang ditetapkan sebagai budaya perusahaan dapat menjadi sarana motivasi yang kuat untuk mencapai sasaran perusahaan. Dan disini tersirat pula, bahwa tujuan akhir dari perusahaan adalah memenangkan persaingan dalam menghadapi perusahaan-perusahaan lain sejenis yang telah ada sebelumnya. Jika nilai yang dianut oleh suatu perusahaan adalah everybody sells, dimaksudkan agar setiap karyawan perusahaan ini harus dapat melakukan fungsi ”menjual”. Tanpa memandang fungsi formalnya di perusahaan, karyawan administrasinya harus ikut serta berpartisipasi tujuan perusahaan untuk ”menjual” ini. Apa yang tersirat di dalam budaya perusahaan ini bertujuan agar perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif dalam bisnis penjualan, dengan melibatkan seluruh anggota organisasi untuk berpikir dengan cara demikian. Setelah kultur perusahaan digali dari sistem nilai yang berlaku di perusahaan, maka dilanjutkan bagaimna mengembangkan dan memodifikasi kultur yang sudah terbentuk agar selalu sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi. Budaya perusahaan, telah ada di setiap perusahaan, yang biasanya merupakan nilai-nilai atau norma-norma yang dibawa ”pendiri” atau ”kelompok perintis”. Yang menjadi masalah adalah apakah nilai-nilai tersebut masih relevan dengan situasi dan kondisi saat ini ? Dan selanjutnya adalah apakah nilai-nilai tersebut memang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh perusahaan ? Oleh karena menganalisa dan itu perlu memilih diambil kultur langkah-langkah perusahaan yang dalam akan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 42 diimplementasikan pada kondisi kerja yang terjadi.Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam memilih budaya perusahaan yang eksis dalam perusahaan adalah : (Susanto, 1998) 1. Mencari Persepsi-Persepsi yang Ada dalam Perusahaan Dalam tahap awal melakukan pemilihan dari budaya perusahaan adalah mencari core value, untuk menilai kembali mengenai kesamaan persepsi atas tujuan dan misi organisasi serta pola kerja yang dianut oleh karyawan. Sebenarnya dalam proses pencarian core values, yang ditemukan tidak hanya terbatas pada kedua hal di atas, namun terdapat sisi-sisi lain yang dapat diungkapkan yang berkaitan dengan kondisi budaya perusahaan. 2. Mencari Mayoritas Persepsi Dari hasil pengujian berdasarkan test-test yang ada akan ditemukan sejumlah persepsi-persepsi, core values. Gambaran situasi, kondisi, nilai moral dan lain-lain. Seluruh pendapat ini akan mengarah kepada dua hal, positif atau negatif. Persepsi ini mempunyai pengaruh bagi aktivitas perusahaan, secara langsung atau tidak. Yang bersifat negatif tidak selalu berpengaruh buruk bagi perusahaan, demikian pula sebalinya, yang positif belum tentu selalu menguntungkan. Misalnya situasi kerja mendorong karyawan memiliki tipe pekerja keras (hard workers). Tetapi sebenarnya mereka kurang efisien dalam bekerja, sehingga harus bekerja keras dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengerjakan suatu tugas. Seharusnya dalam menentukan metode __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 43 kerja serta menyusun skala prioritas bertumpu kepada keinginan untuk menjadi smart workers. 3. Membuat Key-Words atas Persepsi-Persepsi Berdasarkan daftar persepsi yang ada, kemudian diperas dan disaring butir-butir yang merupakan inti dari persepsi, yang positif maupun negatif. Sehingga pada akhirnya diperoleh suatu daftar kata-kata yang disebut dengan key words. Kata-kata ini akan menjadi inti dari pembentukan budaya perusahaan yang akan ”dijual” pada seluruh anggota organisasi dan lingkungan organisasi yang terkait. Key words yang terbentuk sebenarnya telah mewakili kondisi budaya yang terjadi di dalam organisasi perusahaan. 4. Menentukan Strategi Sosialisasi Inti dari strategi ini adalah melakukan tindakan manipulasi budaya atau persepsi. Hal-hal yang dianggap berpengaruh buruk diarahkan agar memberi pengaruh yang baik. Dari hasil tindakan ini terbentuk hal yang paling ideal yang harus dilakukan oleh seluruh anggota organisasi perusahaan. Strategi harus dibedakan menjadi dua arah, yaitu ke dalam bagi anggota organisasi dan keluar bagi lingkungan organisasi seperti nasabah, pelanggan, penyalur, saluran distribusi dan lain-lain. Dalam strategi yang diarahkan ke dalam mulai ditentukan apakah budaya perusahaan ini akan banyak diindoktrinasikan oleh manajer puncak atau menggunakan sistem sel yang memanfaatkan core people, sebagai agen dan penyampaian budaya perusahaan. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 44 Sedangkan untuk strategi keluar, perlu diperjelas apakah hanya mengandalkan peranan promosi dan publisitas atau menggunakan sarana lain sebagai media komunikasi. Dapat juga dengan cara memanfaatkan buku panduan sebagai acuan bagi anggota organisasi. Perlu dipertimbangkan pula pengaruh strategic plan perusahaan terhadap strategi implementasi budaya perusahaan. Sebagai dasar penentuan strategi, tim formalisasi dan modifikasi budaya perusahaan tidak dapat melepaskan diri dari pemahaman mengenai tujuan strategi perusahaan. Dalam budaya perusahaan akan tercermin tujuan strategi tersebut, dimana akhirnya budaya perusahaan akan selaras dengan tujuan perusahaan yang ingin dicapai bersama. Jika terjadi ketidaksesuaian antara budaya perusahaan dengan tujuan perusahaan, akan menemuai hambatan dalam melakukan implementasi, karena anggota organisasi akan secara sadar menemukan kontradiksi antara budaya organisasi dengan tujuan perusahaan. Pengkaitan tujuan strategis dengan budaya perusahaan tidak hanya dalam bidang sumber daya manusia atau bagian penanggungjawab proyek ini, namun oleh seluruh anggota organisasi perusahaan. Masing-masing bagian dalam tahap implementasi nanti bisa saja memiliki sub budaya yang berbeda, namun masih memiliki hubungan yang erat. Budaya perusahaan akan bersifat dinamis jika dikaitkan dengan tujuan strategis __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 45 perusahaan, namun nilai-nilai yang terkandung dalam budaya perusahaan tidak akan berbeda. Selanjutnya key words dituangkan dalam bentuk slogan. Slogan ini ditanamkan dalam benak seluruh anggota organisasi melalui berbagai strategi yang sudah ditentukan. Slogan dapat berbentuk satu kata atau beberapa kata yang merupakan akronim dari beberapa key words yang telah dimiliki. Slogan yang baik jika terbentuk dari satu atau beberapa kata yang memiliki arti tersendiri. Sebaiknya akronim dari key words yang berbentuk slogan tadi, dibuat sedemikian rupa sehingga sangat mudah diingat, isinya ringkas, padat dan penuh makna. Timbul beberapa pertimbangan dalam penggunaan bahasa : apakah akan menggunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa Asing atau bahkan bahasa Sansekerta (sering digunakan oleh militer, BUMN, pemerintah). Pada prinsipnya bahasa yang digunakan di dalam slogan adalah cerminan dari budaya perusahaan, oleh sebab itu dalam penggunaan bahasa dipilih yang paling sesuai dengan kebutuhan perusahaan. 5. Proses Sosialisasi Budaya Perusahaan Sebelumnya telah dipertimbangkan apakah dalam melakukan proses sosialisasi aan mengandalkan manajer puncak dalam melakukan indoktrinasi, atau menggunakan core people. Sebenarnya langkah terbaik dan ideal adalah kombinasi diantara keduanya. Karena pemanfaatan strategi secara kombinasi ini dianggap ideal, maka selanjutnya diasumsikan menggunakan pendekatan tersebut. Strategi sosialisasi yang biasanya dilakuakn adalah in house __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 46 campaign dan out-side campaign. In house campaign adalah proses sosialisasi yang diarahkan pada seluruh anggota organisasi di dalam perusahaan, yang menyangkut semua tingkatan yang ada dalam aktivitas kerja sehari-hari. Sedangkan out-side campaign adalah proses sosialisasi yang diarahkan pada lingkungan eksternal organisasi. Tujuannya adalah untuk menunjukkan komitmen yang diambil oleh perusahaan dalam melayani kepentingan “konsumennya”. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 47 BAB VI MEMAHAMI KEANEKARAGAMAN BUDAYA Keanekaragaman budaya bukanlah sesuatu yang akan hilang pada waktu mendatang, yang memungkinkan untuk merencanakan strategi berdasarkan asumsi saling memahami (Lewis, 1996). Asumsi itu sendiri merupakan suatu fenomena dengan kekayaannya sendiri, eksplorasi yang dapat menghasilkan keuntungan yang tidak terhitung, baik dari segi visi yang lebih luas maupun kebijakan dan kegiatan yang lebih menguntungkan. Orang-orang dari budaya yang berbeda berbagi konsep dasar, tetapi memandang konsep tersebut dari sudut dan perspektif yang berbeda, yang menyebabkan mereka berperilaku dengan cara yang dianggap irasional atau bahkan bertentangan oleh pihak yang lain. Perilaku orang-orang dengan budaya yang berbeda bukanlah sesuatu yang kacau balau. Ada kecenderungan, urutan, dan tradisi yang jelas. Reaksi yang serupa dari orang Amerika, Eropa, dan Asia dapat diramalkan, biasanya dibenarkan dan pada umumnya diatur. Bahkan negara-negara yang perubahan ekonomi dan politiknya cepat dan sampai ke akar-akarnya (Rusian, Cina, Hungaria, Polandia, Korea, Malaysia, dan lain-lain), sikap dan kepercayaan yang berurat akar akan menentang transformasi nilai yang tiba-tiba bila ditekan oleh pembuat perubahan (reformist), pemerintah, atau konglomerat multinasional. Dengan memfokuskan akar budaya perilaku nasional, baik dalam masyarakat maupun bisnis, maka dapat diramalkan dan diperhitungkan derajat ketepatan orang lain akan bereaksi terhadap rencana yang akan terjadi, dan dapat dibuat asumsi tertentu mengenai pendekatan yang akan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ dilakukan. 48 Pengetahuan praktis yang memadai mengenai ciri dasar budaya lain (termasuk budaya sendiri) akan memudahkan untuk dapat merumuskan gaya seseorang atau kelompok dalam mengelola suatu organisasi atau perusahaan. Hal tersebut berkaitan dengan manajemen organisasi atau perusahaan di suatu negara didasarkan pada aspek budaya antar negara yang berbeda. A. Perbedaan Budaya Perbedaan budaya dapat menjadi hambatan dalam berkomunikasi yang sulit diatasi. Perbedaan budaya dapat dilihat dari konteks budaya, perbedaan aspek legal dan etika, perbedan sosial dan perbedaan tanda-tanda non-verbal. 1. Perbedaan konteks budaya Konteks budaya merujuk pada pola petunjuk fisik, stimulus lingkungan, dan pemahaman tersirat yang menyampaikan arti antara dua anggota dalam budaya yang sama. Dari budaya satu ke budaya lain orang-orang menyampaikan arti contextual secara berbeda. Context budaya di dunia terbagi menjadi dua jenis budaya, yaitu: a. Budaya dengan low context. Negara-negara yang termasuk budaya dengan low context adalah Amerika Utara dan Eropa. Ciri-ciri budaya yang low context adalah sebagai berikut: 1. Dalam pengambilan keputusan Lebih cepat karena fokus pada tujuan, dan terbiasa berterusterang. 2. Pemecahan masalah Fokus pada penyebabnya, sehingga tidak bertele-tele. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 49 3. Negosiasi Lebih cepat memutuskan bila ada kekuasaan untuk memutuskan 4. Pemisahan antara masalah pribadi dan pekerjaan Adanya pemisahan antara masalah pribadi dengan pekerjaan. b. Budaya dengan high context. Negara-negara yang termasuk dalam high context, diantaranya: Negara-negara Asia, termasuk Indonesia. Ciri-ciri budaya yang high context adalah sebagai berikut 1. Pengambilan keputusan Tidak efisien, karena lebih menjaga perasaan orang lain, sehingga lebih lama dalam pengambilan keputusannya. 2. Pemecahan masalah Lebih lama karena tidak berorientasi kepada akar penyebab masalah, namun lebih menjaga perasaan orang lain. 3. Negosiasi Seringkali tidak dapat memutuskan secara langsung. 4. Pemisahan masalah pribadi dan pekerjaan Tidak ada pemisahaan antara masalah pribadi dan pekerjaan. 2. Perbedaan aspek legal dan etika Konteks budaya juga mempengaruhi perilaku legal dan etika. Perbedaan-perbedaan legas dan etika tersebut dapat terlihat dari beberapa aspek berikut ini: a. Pada budaya dengan konteks rendah __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 50 1. Mengutamakan perjanjian tertulis 2. Seseorang dinyatakan bersalah pada saat dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Sebelum pengadilan memutuskan tidak boleh dinyatakan bersalah. b. Pada budaya dengan konteks tinggi 1. Lebih mengutamakan perjanjian secara lisan 2. Seseorang dinyatakan bersalah saat polisi melakukan penangkapan sampai hakim memutuskan di pengadilan Saat berkomunikasi secara lintas budaya, maka pesan anda haruslah bersikap etis, dengan mengaplikasikan 4 prinsip dasar, sebagai berikut : a. Secara aktif mencari kesesuaian untuk mendapatkan pemahaman bersama. b. Tidak boleh ada prasangka atau penilaian secara terburuburu dimuka. c. Menunjukkan rasa hormat pada budaya lain yang berbeda d. Mengirim pesan secara jujur 3. Perbedaan dalam aspek sosial Perbedaan budaya berdasarkan sosial terbagi menjadi empat bagian, yaitu: konsep terhadap materi, peran dan status, penggunaan cara dan sopan santun, dan konsep waktu a. Konsep terhadap materi 1. Konteks budaya rendah Berorientasi pada tujuan dan kenyamanan materi diperoleh dari usaha individu. 2. Konteks budaya tinggi __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 51 Mendapatkan pekerjaan lebih penting dibandingkan bekerja secara efisien b. Peran dan status 1. Konteks budaya rendah a. Dapat menyapa atasan tanpa menggunakan gelar, seperti “Bapak” atau “Ibu”, “Mr” atau “Mrs” b. Hubungan antara atasan – bawahan bersifat terbuka, tidak terdapat perbedaan antara atasan dan bawahan. Diluar pekerjaan, atasan dan bawahan dapat berteman dengan baik, dan mengesampingkan status mereka dalam pekerjaan. 2. Konteks budaya tinggi a. Menyapa pelaku bisnis atau atasan dengan gelar. Status sosial sangat penting, bahkan di luar pekerjaan atau di luar kedinasan. b. Tertutup, atasan dan bawahan harus dibedakan. Cenderung ada jarak antara atasan – bawahan. c. Penggunaan cara dan sopan santun 1. Konteks budaya rendah Memberikan hadiah kepada istri teman dianggap sopan dan biasa. Atau mencium istri orang sebagai ungkapan kehangatan dan persahabatan dianggap wajar dan biasa 2. Konteks budaya tinggi __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 52 Memberikan hadiah kepada istri teman dianggap tidak sopan, apalagi mencium istri teman, akan dianggap sebagai bentuk kekurangajaran d. Konsep waktu Konteks budaya rendah menganggap waktu sebagai cara untuk merencanakan hasil kerja dengan efisien. Waktu diperlakukan dengan sangatberharga. Sebaliknya pada budaya dengan konteks budaya tinggi cenderung tidak menghargai waktu, sehingga istilah jam karet merupakan hal yang biasa. 4. Perbedaan tanda-tanda non-verbal a. Konsep ruangan Pada budaya dengan Konteks budaya rendah ruangan kerja lebih tertutup karena mereka lebih menghargai privacy seseorang. Sedangkan pada budaya dengan Konteks budaya tinggi ruangan lebih terbuka. Atasan bawahan dapat saling melihat satu sama lain, seperti dapat kita lihat di perusahaan-perusahaan Jepang b. Kontak Mata Pada budaya dengan konteks rendah seperti Amerika Serikat, jika seseorang tidak membalas tatapan matanya maka dianggap orang tersebut mengelak atau tidak jujur. Sedangkan pada budaya dengan konteks tinggi, seperti di Asia dan Amerika Latin, dengan mempertahankan tatapan mata kebawah merupakan tanda penghargaan atau __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 53 penghormatan. Sebaliknya menatap mata langsung dapat dianggap sebagai bentuk ketidaksopanan. c. Bahasa Tubuh Bahasa tubuh bisa membantu mengklarifikasi pesanpesan yang membingungkan. Namun dalam perbedaan antar budaya bahasa tubuh dapat memberikan pengertian yang berbeda. Misalnya, dalam budaya dengan konteks yang rendah mengangkat kaki ke atas meja merupakan hal yang biasa, namun dalam budaya yang konteks budayanya tinggi hal itu dianggap sebagai bentuk ketidaksopanan atau penghinaan. Perbedaan bahasa tubuh lainnya, misalnya ekspresi wajah, perilaku sentuhan, dan cara bagaimana seseorang mengucapkan salam. Jika kita perhatikan seorang India akan menggelengkan kepalanya saat ia mengatakan “ya”. Gelengan kepala di kebanyakan budaya lain diartikan sebagai tanda “tidak”. Cara seseorang bersalaman juga akan menunjukkan perbedaan budaya yang nyata. Di Indonesia jabat tangan yang sopan dilakukan dengan keduabelah tangan secara halus. Di barat jabat tangan yang baik yang menunjukkan persahabatan dilakukan secara erat. Jabat tangan yang kurang erat diartikan sebagai bentuk kekasaran atau penolakan. Perilaku sentuhan juga bisa berbeda dalam suatu budaya dengan budaya yang lain. Pelukan antara pria dan wanita untuk menunjukkan keakraban atau kegembiraan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 54 merupakan hal yang diterima secara umum, meskipun mereka buka sepasang kekasih atau suami istri. Di budaya lain, perilaku demikian dapat dianggap sebagai hal yang tidak biasa atau tidak wajar. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 55 BAB VII GAYA MANAJEMEN DI BERBAGAI NEGARA Berbagai perusahaan menerapkan gaya manajemen yang berbeda. Kebijakan manajerial di berbagai negara pun cukup beragam. Sebagian besar faktor yang mempengaruhinya tak lain latar belakang kondisi sosial politik masa lalu negara yang bersangkutan. Di samping itu, tentu saja, karakteristik warganya yang spesifik juga mempengaruhi. Berikut tipetipe manajemen yang berlaku di negara-negara besar (Anonim, 2006). Selain sebagai perbandingan, mungkin juga dapat dijadikan landasan untuk melihat gaya manajemen perusahaan di Indonesia 1. Rusia Negara yang terbentuk dari sejarah Uni Soviet, yang kini tinggal nama, rupanya masih mengusung pentingnya otoritas dalam suatu manajemen. Hingga kini, hirarki dalam perusahaan masih merupakan faktor penting, terutama dalam pengambilan keputusan. Meskipun dipandang tidak relevan lagi dengan iklim demokrasi saat ini, gaya manajemen ini relatif masih diperlukan, terutama pada perusahaan atau organisasi yang memiliki sistem yang baku dan ketat, seperti departemen atau organisasi pemerintah 2. Spanyol Meskipun gaya manajemen di negara ini hampir sama dengan Rusia, namun sudah ada peningkatan menuju ke manajemen demokratik. Pergeseran ini diakibatkan oleh gelombang protes yang gencar dilakukan oleh para pekerja blue-collar. Ada baiknya memang perusahaan yang memiliki pekerja dengan tipe seperti ini __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 56 menggunakan manajemen demokratik, dengan memberikan akses lebih cepat ke top management, bisa melalui perwakilan pekerja secara individual maupun serikat 3. Polandia Sejarah Polandia sangat mirip dengan Indonesia. Adanya kenaikan harga yang menyebabkan ketidakpuasan di kalangan pekerja, yang berujung pada kerusuhan, menyebabkan pemerintahan goyah. Hal ini melatarbelakangi timbulnya perubahan yang signifikan pada gaya manajemen perusahaan di negara ini, yang mulanya otoritatif menjadi manajemen partisipatif. Manajemen ini lebih menekankan partisipasi pekerja untuk ikut memberikan saran bagi kebijakan perusahaan, utamanya, tentu saja, masalah kesejahteraan 4. Amerika Serikat Dikenal sebagai negara paling demokratis di dunia, sebagian besar perusahaan memberikan jalan bagi manajemen dan pekerja untuk bernegosiasi sebelum dilakukan perjanjian. Kebijakan untuk langsung berhubungan dengan top management tersedia dan terbuka, namun terbatas. Kendati demikian, dapat dikatakan bahwa Amerika sudah menerapkan manajemen partisipatif 5. Australia Secara keseluruhan, ada kemiripan gaya manajemen Australia dengan Amerika Serikat. Akan tetapi, gaya manajemen yang lebih kuat muncul di negara ini ternyata adalah gaya autoritarian, karena memang ada hak pekerja untuk berbicara, namun proses arbitrasi tetap diwajibkan sebelum hal tersebut dilakukan 6. Yugoslavia __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 57 Berbeda dengan banyak negara lain, Yugoslavia menerapkan selfmanagement di perusahaan. Oleh karenanya, seluruh kebijakan dikontrol dan ditetapkan oleh manajemen di perusahaan yang bersangkutan. Positifnya, perusahaan bisa memberikan kesejahteraan yang lebih bagi pekerja ataupun memperluas usahanya tanpa campur tangan berlebihan dari pemerintah 7. China Pekerja China memiliki kepribadian yang sangat unik. Seperti yang ditulis Davidmann dalam Style of Management and Leadership: The Chinese worker has apparently to live where he is told to live, has to work where he is told to work, has to do what he is told to do. One has to ask for permission to leave one's work and for permission to travel. Inilah yang terjadi di China pada masa lalu, sehingga manajemen lebih berlandaskan otoritas. Namun demikian, China-lah negara yang paling dinamis dalam menerapkan sistem manajemen, dari otoritas, self management, hingga saat ini, partisipatif. 8. Jepang Pekerja Jepang adalah penduduk yang memiliki kinerja team work yang baik, karena mereka memiliki karakteristik konformitas yang tinggi. Seseorang mengerjakan mengerjakannya. satu Karenanya, pekerjaan apabila yang lain kerjasama antara perusahaan- pemerintah-pekerja berjalan sangat baik dalam menjadikan negara ini menjadi salah satu kekuatan industri terbesar di dunia. Profit hanyalah prioritas kedua setelahnya. Kerjasama tersebut disebut "ringi". Proses ringi ini memakan waktu dan sangat formal, namun keterlibatan pekerja junior dalam pengambilan keputusan sangat dihargai. Dengan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 58 demikian, keputusan tidak terletak di tangan top management sehingga manajemen di bawahnya juga ikut berkembang 9. Jerman Jerman adalah negara yang memiliki tingkat kompensasi yang tinggi dan pemberian jaminan sosial yang relatif baik. Pengambilan keputusan ada di tangan top management atau para kepala perusahaan, namun, pekerja tidak merasa terlalu dianaktirikan karena pengangkatan manajer atau kepala perusahaan haruslah disetujui oleh dua pertiga shareholder dan sepertiga sisanya ditentukan oleh pekerja Rumusan gaya manajemen antar negara juga dihasilkan oleh Seminar Konsep Manajemen Indonesia yang berlangsung tanggal 3 – 5 Juli 1979 di Jakarta. Kesimpulan seminar tersebut tentang aspek positif dan negatif dari gaya manajemen barat (diwakili Amerika Serikat dan Eropa Barat) dan gaya manajemen timur (diwakili Jepang dan Cina) adalah sebagai berikut : 1. Manajemen Barat (Tekanan pada Amerika Serikat dan Eropa Barat) a. Aspek positifnya adalah efisiensi, disiplin, sadar akan waktu, dan penghormatan terhadap inisiatif individu ; b. Aspek negatifnya adalah manusia diperlakukan sebagai mesin, dan masyarakatnya yang konsumtif. 2. Manajemen Jepang a. Aspek positifnya adalah solidaritas terhadap kelompok (perusahaan) yang tinggi, dedikasi, kesetiaan, disiplin diri, nasionalisme yang tinggi, dan penghormatan terhadap yang lebih senior; __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 59 b. Aspek negatifnya adalah opportunities, binatang ekonomi, sangat tertutup, dan agak angkuh. 3. Manajemen Cina a. Aspek positifnya adalah memegang teguh janji, ulet, tekun, hormat, dan solidaritas kelompok (suku) b. Aspek negatifnya adalah kikir, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, tertutup, dan terlalu materialistis. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 60 BAB VIII GAYA MANAJEMEN YANG HIDUP DI INDONESIA Gaya manajemen yang hidup di Indonesia adalah gaya manajemen yang dilaksanakan oleh pelaku-pelaku ekonomi yang ada di Indonesia saat ini. A. Manajemen Koperasi Menurut Undang-undang No. 25/1992, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan (Sitio dan Tamba, 2001). Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial sebagai usaha bersama berdasar asasasas kekeluargaan dan gotong royong (Widiyanti, 94). Ropke menyatakan makna koperasi dipandang dari sudut organisasi ekonomi adalah suatu organisasi bisnis yang para pemilik atau anggotanya adalah juga pelanggan utama perusahaan tersebut. Kriteria identitas koperasi akan merupakan dalil/prinsip identitas yang membedakan unit usaha koperasi dari unit usaha lainnya (Hendar dan Kusnadi, 1999). Koperasi merupakan lembaga yang harus dikelola sebagaimana layaknya lembaga bisnis. Di dalam sebuah lembaga bisnis diperlukan sebuah pengelolaan yang efektif dan efisien yang dikenal dengan manajemen. Demikian juga dalam badan usaha koperasi, manajemen merupakan satu hal yang harus ada demi terwujudnya tujuan yang diharapkan. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 61 Prof. Ewell Paul Roy mengatakan bahwa manajemen koperasi melibatkan 4 (empat) unsur yaitu : anggota, pengurus, manajer, dan karyawan. Seorang manajer harus bisa menciptakan kondisi yang mendorong para karyawan agar mempertahankan produktivitas yang tinggi. Karyawan merupakan penghubung antara manajemen dan anggota pelanggan (Hendrojogi, 1997). Menurut Suharsono Sagir, sistem manajemen di lembaga koperasi harus mengarah kepada manajemen partisipatif yang di dalamnya terdapat kebersamaan, keterbukaan, sehingga setiap anggota koperasi baik yang turut dalam pengelolaan (kepengurusan usaha) ataupun yang di luar kepengurusan (anggota biasa), memiliki rasa tanggung jawab bersama dalam organisasi koperasi (Anoraga dan Widiyanti, 1992). A.H. Gophar mengatakan bahwa manajemen koperasi pada dasarnya dapat ditelaah dari tiga sudut pandang, yaitu organisasi, proses, dan gaya manajemen (Hendar dan Kusnadi, 1999). Dari sudut pandang organisasi, manajemen koperasi pada prinsipnya terbentuk dan tiga unsur yakni anggota, pengurus, dan karyawan. Dapat dibedakan struktur atau alat perlengkapan organisasi yang sepintas adalah sama yaitu rapat anggota, pengurus, dan pengawas. Untuk itu, hendaknya dibedakan antara fungsi organisasi dengan fungsi manajemen. Unsur pengawas seperti yang terdapat pada alat perlengkapan organisasi koperasi, pada hakekatnya adalah merupakan perpanjangan tangan dan anggota, untuk mendampingi pengurus dalam melakukan fungsi kontrol sehari-hari terhadap jalannya roda organisasi dan usaha koperasi. Keberhasilan koperasi tergantung pada __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 62 kerjasama ketiga unsur organisasi tersebut dalam mengembangkan organisasi dan usaha koperasi, yang dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya manajemen kepada koperasi anggota. lebih Dari sudut mengutamakan pandang proses, demokrasi dalam pengambilan keputusan. Istilah satu orang satu suara (one man one vote) sudah mendarah daging dalam organisasi koperasi. Karena itu, manajemen koperasi ini sering dipandang kurang efisien, kurang efektif, dan sangat mahal. Terakhir, ditinjau dari sudut pandang gaya manajemen (management style), manajemen koperasi menganut gaya partisipatif (participation management), di mana posisi anggota ditempatkan sebagai subjek dan manajemen yang aktif dalam mengendalikan manajemen perusahaannya. Sitio dan Tamba (2001) menyatakan badan usaha koperasi di Indonesia memiliki manajemen koperasi yang dirunut berdasarkan perangkat organisasi koperasi, yaitu: rapat anggota, pengurus, pengawas, dan pengelola. Telah diuraikan sebelumnya bahwa, watak manajemen koperasi ialah gaya manajemen partisipatif. Pola umum manajemen koperasi yang partisipatif tersebut menggambarkan adanya interaksi antar unsur manajemen koperasi. Terdapat pembagian tugas (job description) pada masing-masing unsur. Demikian pula setiap unsur manajemen mempunyai lingkup keputusan (decision area) yang berbeda, kendatipun masih ada lingkup keputusan yang dilakukan secara bersama (shared decision areas). Adapun lingkup keputusan masing-masing unsur manajemen koperasi adalah sebagai berikut (Sitio dan Tamba, 2001) : __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 63 1. Rapat Anggota merupakan pemegang kuasa tertinggi dalam menetapkan kebijakan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi. Kebijakan yang sifatnya sangat strategis dirumuskan dan ditetapkan pada forum rapat anggota. Umumnya, rapat anggota diselenggarakan sekali setahun. 2. Pengurus dipilih dan diberhentikan oleh rapat anggota. Dengan demikian, pengurus dapat dikatakan sebagai pemegang kuasa rapat anggota dalam mengoperasionalkan kebijakan-kebijakan strategis yang ditetapkan rapat anggota. Penguruslah yang mewujudkan arah kebijakan strategis yang menyangkut organisasi maupun usaha. 3. Pengawas mewakili anggota untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan yang dilaksanakan oleh Pengurus. Pengawas dipilih dan diberhentikan oleh rapat Anggota. Oleh sebab itu, dalam struktur organisasi koperasi, posisi pengawas dan pengurus adalah sama. 4. Pengelola adalah diberhentikan oleh tim manajemen pengurus, untuk yang diangkat melaksanakan dan teknis operasional di bidang usaha. Hubungan pengelola usaha (managing director) dengan pengurus koperasi adalah hubungan kerja atas dasar perikatan dalam bentuk perjanjian atau kontrak kerja. Pengembangan manajemen koperasi Indonesia telah banyak diutarakan oleh para pakar, salah satunya adalah tulisan Iqbal (1992) dalam ”Pusparagam Manajemen Indonesia”, Marbun (1992), __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 64 yang menyatakan beberapa hal terkait dengan pengembangan manajemen koperasi di Indonesia, yakni : 1. Koperasi mempunyai kedudukan dan peranan yang khas dalam kehidupan perekonomian masyarakat dan sistem perekonomian Indonesia. Koperasi Indonesia tidak saja dipandang sebagai suatu bangun perusaaan atau pelaku ekonomi, tetapi dalam jangka panjang koperasi Indonesia diharapkan dapat menjadi pelaku utama dalam sistem perekonomian. 2. Melihat misi koperasi Indonesia maka menjadi tugas dari seluruh rakyat Indonesia (baik yang berkecimpung di koperasi, perusahaan swasta dan BUMN) untuk bersama-sama dengan pemerintah mewujudkan harapan di atas. Terwujudnya koperasi sebagai pelaku utama dalam sistem perekonomian nasional, tidak akan mematikan usaha dari pelaku-pelaku ekonomi lainnya, karena kondisi tersebut hanya dapat dicapai melalui kerjasama antara koperasi, perusahaan swasta dan BUMN 3. Pada dasarnya proses manajemen dalam koperasi Indonesia tidak berbeda dengan proses manajemen yang berlaku umum pada perusahaan swasta (Perseroan Terbatas). Tetapi karena dalam penerapannya manajemen koperasi mempunyai referensi (acuan) yang berbeda dengan Perseoran Terbatas, maka output (keluaran) yang dihasilkan akan berbeda. Referensi yang dipakai oleh manajemen koperasi mengacu pada prinsip atau azas dan sendi dasar koperasi, sebagaimana dicantumkan dalam ketentuan perundang-undangan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 65 4. Karena referensi manajemen koperasi Indonesia menitikberatkan pada kualitas dari anggota koperasi, maka dalam praktiknya banyak timbul permasalahan yang memerlukan adanya bantuan dari pemerintah 5. Sebagaimana dengan bangun perusahaan lainnya, kemajuan koperasi juga tergantung pada kualitas manajemen koperasi itu sendiri. Sedangkan kualitas manajemen koperasi ditentukan oleh para pengelola koperasi. Dalam rangka mempersiapkan pengelola koperasi yang berkualitas maka kader-kader koperasi dari koperasi di kalangan generasi muda (koperasi sekolah, pondok pesantren, mahasiswa dan lain-lain) dapat dijadikan sumber tenaga manusia bagi pembangunan koperasi di Indonesia. Beberapa kesimpulan dan usulan Iqbal di atas dinyatakan pada tahun 1992, sehingga pastilah berbeda dengan setting saat ini. Maka dengan konsep kekinian kajian dan pengembangan manajemen koperasi telah dilakukan oleh banyak pakar yang kemudian memberikan rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam lingkungan yang berubah dari aspek manajemen koperasi yakni sebagai berikut : 1. Untuk pengembangan koperasi ke depan, mengingat sifat dual identity anggota yang menjadi identitas koperasi, maka manajemen keanggotaan di koperasi selayaknya menjadi salah satu fokus perhatian untuk dikembangkan. Manajemen keanggotaan mencakup : pengadaan anggota, pengembangan anggota, pemberian manfaat kepada anggota, pemeliharaan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 66 anggota, dan pemutusan hubungan dengan anggota. Mengingat bahwa kemampuan pengembangan koperasi anggota untuk melalui melakukan kegiatan fungsi pendidikan perkoperasian masih sangat terbatas, baik dari aspek finansial maupun arti aspek kompetensinya, maka bantuan Pemerintah dalam aspek ini sangat diperlukan 2. Perlu dilakukan penataan kembali dari aspek permodalan dan laporan keuangan koperasi disesuaikan dengan tujuan, nilai dan prinsip koperasi. Penyesuaian-penyesuain tersebut sesungguhnya telah diakomodasikan dalam PSAK No 27 Tahun 2004. Memang penerapan PSAK No 27 akan memberikan beban tambahan bagi koperasi, namun dalam jangka panjang dampaknya akan sangat baik terhadap upaya menciptakan koperasi yang sehat. Penerapan dari prinsip ini sebaiknya dari sekarang sudah mulai dirintis secara bertahap 3. Mengingat bahwa koperasi pada umumnya merupakan kumpulan orang-orang yang lemah secara ekonomi, sehingga koperasi tidak melakukan memiliki pemupukan membiayai usahanya, kapasitas memadai untuk yang diperlukan untuk dukungan Pemerintah untuk modal maka yang memberikan fasilitas bantuan permodalan koperasi masih diperlukan. Namun, agar pemberian fasilitas bantuan Pemerintah ini efektif, maka ke depan diperlukan revitalisai pembinaan dari Pemerintah, dengan penciptaan koordinasi yang semakin baik antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 67 B. Manajemen BUMN Upaya untuk merumuskan manajemen BUMN – sebagai salah satu gaya manajemen yang hidup di Indonesia – pernah dilakukan oleh Sudariyanto (1992) dalam Marbun (1992). Beberapa hal penting dan menjadi catatan untuk manajemen BUMN pada saat itu adalah : 1. Dalam hal BUMN, pemerintah adalah juga pemegang saham tunggal dan sering merupakan konsumen utama. Ini menyebabkan pengaruh pemerintah yang sangat besar pada manajemen BUMN, dan derajat kebebasan manajemen dalam mengambil keputusan strategik tidaklah sebesar perusahaan swasta. Memang ada derajat kebebasan antara BUMN dengan status PERJAN, dengan status PERUM dan dengan status PERSERO. Di atas kertas PERSERO mempunyai derajat kebebasan yang lebih besar. Secara umum, makin terkonsentrasi kekuatan pada satu pihak, pengaruh pihak yang berkepentingan tersebut akan semakin besar dalam menjalankan perusahaan. 2. Kekuatan yang sangat besar dari pemerintah sebagai stakeholder tidak hanya berpengaruh pada derajat kebebasan manajemen dalam pengambilan keputusan, tetapi juga mempengaruhi iklim kerja. Dalam banyak BUMN sangat terasa adanya iklim kerja kantor – pemerintah atau birokrasi. Pengaruh suasana birokrasi pada manajemen BUMN sangat tergantung dari bidang usaha BUMN yang bersangkutan. Bila BUMN bergerak dalam bidang usaha yang lingkungan bisnisnya relatif stabil (teknologi tak dapat berubah, daur hidup panjang, produk relatif standar, dan persaingan relatif tidak ketat) seperti perkebunan kelapa sawit __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 68 misalnya, suasan birokrasi, mungkin tidak akan dirasakan sebagai kendala. Tetapi bila BUMN bergerak dalam bidang usaha yang lingkungan bisnisnya dinamis, suasana kerja birokratik tidaklah sesuai dengan tuntutan lingkungan. 3. Sebuah BUMN, khususnya PERJAN dan PERUM di samping mempunyai misi ekonomi (mencari keuntungan, mengumpulkan dana) juga mempunyai misi sosial (agen pembangunan). Bahkan ada kalanya misi sosial ini lebih diutamakan dari misi ekonominya. Apa yang dinyatakan oleh Sudariyanto pada tahun 1992 diatas tentunya sudah sangat berbeda dengan kondisi saat ini. Tetapi hal tersebut dapat menjadi dasar pijakan untuk pengembangan BUMN saat ini, seperti dua misi yang diemban oleh BUMN yakni misi ekonomi dan misi sosial. Tetapi atas peran gandanya tersebut, pemerintah tetap akan mempertahankan BUMN bahkan pemerintah berani mengariskan bahwa BUMN kelak akan menjadi pusat efisiensi dan pusat profitisasi dalam perekonomian nasional (Anwari, 1998). Untuk dapat mengembangkan manajemen BUMN menjadi lebih baik lagi maka pemerintah melakukan tahap konsolidasi pada tahun 2002, dengan membuat master plan BUMN tahun 2002 – 2006. Ada 10 kebijakan yang diterapkan yakni : (Kementrian BUMN, 2002) 1. Koordinasi dan monitoring Konsolidasi ini dimaksudkan untuk menyamakan visi dan misi pada internal badan usaha baik dalam lingkungan kementrian BUMN maupun antara kementrian BUMN dengan masing-masing badan usaha, termasuk dengan seluruh stakeholder. Penyamaan persepsi ini penting agar setiap unsur yang terkait dalam kegiatan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 69 badan usaha mempunyai persepsi yang sama tentang arah dan kebijakan pembinaan dan pengembangan usaha di masa depan 2. Akselerasi Penyehatan Menyadari bahwa upaya penyehatan merupakan salah satu langkah strategis dalam memperbaiki kinerja usaha dan keuangan badan usaha, maka perlu dilakukan akselerasi atau percepatan terhadap upaya-upaya penyehatan badan usaha. Untuk itu dalam badan usaha akan dibentuk Tim Akselerasi Penyehatan Badan Usaha yang melibatkan wakil-wakil dari pemegang saham maupun badan usaha itu sendiri. Akselerasi penyehatan BUMN tersebut dimaksudkan untuk mempercepat proses value creation melalui : a. restrukturisasi usaha atau bisnis, keuangan, manajemen dan organisasi; b. merger dan akuisisi; c. kerjasama usaha antar BUMN; d. likuidasi, divestasi, dan privatisasi; e. spin off terhadap non core competence business dan non performance 3. Pelaksanaan Good Corporate Governance Transparansi dalam pengelolaan BUMN merupakan pra kondisi yang penting untuk meningkatkan kinerja badan usaha dan merupakan kunci keberhasilan dalam menciptakan lingkungan bisnis yang tepat bagi program privatisasi BUMN. Dengan penerapan prinsip Good Corporate Governance yang terdiri atas transparansi, kemandirian, dan akuntabilitas, dalam pembinaan dan pengelolaan BUMN diharapkan semua pihak akan memiliki acuan yang sama dalam pengelolaan usaha __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 70 4. Transparansi dalam Pembinaan dan Pengelolaan Badan Usaha Melalui Program BUMN On Line Seiring dengan kemajuan teknologi telekomunikasi yang memungkinkan penyajian informasi secara on line, dokumen dapat pula diakses secara langsung oleh publik dan stakeholder lainnya melalui media elektronika. Kemajuan teknologi telekomunikasi yang besar pengaruhnya terhadap informasi aktual belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal oleh sebagian Badan Usaha. Pembangunan website www.bumn-ri.com merupakan salah satu terobosan dalam penyajian informasi kepada masyarakat, baik calon investor, pasar, pemerhati Badan Usaha maupun stakeholder. Informasi yang secara langsung dapat diakses oleh publik tanpa ada hambatan dimensi waktu dan tempat, akan lebihmemotivasi Badan Usaha dalam penerapan prinsip-prinsip good corporate governance, serta meningkatkan fungsi pengawasan publik. Program BUMN On Line juga dimaksudkan untuk membangun kepercayaan publik (building trust and acceptance) atas kebijakan yang ditempuh Kementerian BUMN dalam membina Badan Usaha. 5. Kebijakan Otonomi Daerah Pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, berdampak terhadap peningkatan semangat otonomi daerah berupa keinginan beberapa Pemerintah Daerah untuk ikut serta dalam pengelolaan, kepemilikan atau bagian pendapatan dari Badan Usaha yang beroperasi di wilayahnya __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 71 Menghadapi tuntutan atau aspirasi beberapa Pemerintah Daerah tersebut, Pemerintah selaku Pemegang Saham BUMN pada prinsipnya menerapkan kebijaksanaan korporasi yang lazim berlaku yaitu penentuan pengelolaan atau manajemen perusahaan dan pembagian pendapatan hanya dapat dilakukan berdasarkan skema kepemilikan saham. Dengan kata lain, keterlibatan pihakpihak lain, termasuk Pemerintah Daerah dalam mengelola Badan Usaha melalui wakil-wakilnya dalam manajemen/Direksi dan pembagian pendapatan atau laba Badan Usaha dimungkinkan apabila pihak-pihak tersebut memiliki sebagian saham pada Badan Usaha yang bersangkutan 6. Reformasi Pengelolaan BUMN Reformasi Pengelolaan Badan Usaha dimaksudkan untuk merubah paradigma para pengelola Badan Usaha agar berperilaku lebih terbuka, tanggap terhadap perubahan dan menyadari perlunya proses pembelajaran. Strategi reformasi bisnis Badan Usaha dilakukan melalui 4 (empat) kegiatan yaitu Reformasi Budaya, Reformasi Manajemen, Reformasi Strategi dan Reformasi Pengelolaan Usaha. a) Reformasi Budaya meliputi penanaman budaya kerja keras, rasa malu, peduli dan memiliki rasa ingin tahu, berkeinginan untuk maju, tidak berperilaku otoriter, memiliki rasa syukur dan keterbukaan dalam pengelolaan Badan Usaha. b) Reformasi Manajemen meliputi peningkatan kinerja dengan berbasis pada sistem manajemen modern, penerapan sistem __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 72 reward and punishment serta peningkatan profesionalisme manajemen berbasis pada 5 (lima) tingkatan hirarki. c) Reformasi Strategi meliputi peningkatan nilai perusahaan, fokus pada usaha pokok atau core business, peningkatan pendapatan dan market share (untuk unit bisnis driving market) dan cost leadership (untuk unit bisnis market driven). d) Reformasi Pengelolaan Usaha meliputi penyederhanaan organisasi dan struktur usaha sejenis, penciptaan struktur organisasi yang flat tetapi efektif atau kaya fungsi dan hemat struktur. 7. Kepedulian Kepada Masyarakat (Community Development) Sebagai salah satu wujud kepedulian dan tanggung jawab sosial serta program kemitraan dalam bentuk keterkaitan usaha yang saling menguntungkan dan menunjang antara koperasi, swasta dan Badan Usaha, Pemerintah akan terus melanjutkan dan meningkatkan Program Pengembangan Usaha Kecil Dan Koperasi (PUKK) serta kepedulian kepada masyarakat melalui penyisihan laba BUMN. Pelaksanaan program tersebut terus diperbaiki dan disempurnakan, terutama yang menyangkut proses penyaluran, penentuan sasaran, pengembalian bantuan/pinjaman dan evaluasinya 8. Penyusunan Undang-Undang BUMN Penyusunan Undang-Undang BUMN dimaksudkan untuk menciptakan landasan hokum yang kuat dan jelas bagi seluruh stake holder. Melalui Undang-Undang BUMN tersebut, dapat dirumuskan arah, sasaran, program, dan kebijakan Pemerintah __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 73 terhadap BUMN dengan jelas sehingga menjadi pedoman bagi semua pihak yang terkait. Undang-Undang tentang BUMN merupakan kebutuhan mutlak karena landasan hokum tentang BUMN yang ada saat ini belum berbentuk Undang-Undang. Di samping masalah kepemilikan, peran dan fungsi BUMN, dalam perekonomian nasional, dalam Undang-Undang BUMN tersebut akan diatur pula ketentuan tentang privatisasi. 9. Sosialisasi Kebijakan Privatisasi Sebagai Badan Usaha, BUMN mempunyai stake holder yang lebih banyak dibandingkan Badan Usaha lainnya. Kepentingan dan harapan setiap stakeholder seringkali berbeda-beda bahkan ada yang bertolak belakang. Kondisi semacam ini menyebabkan setiap kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah selaku Pemegang Saham BUMN seringkali tidak efektif, bahkan ditentang oleh stake holder yang lain, misalnya yang menyangkut program privatisasi BUMN. Mengingat privatisasi BUMN merupakan salah satu program penting yang perlu didukung oleh seluruh stakeholder, penyamaan visi dan persepsi tentang privatisasi merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan kebijakan privatisasi BUMN. Penyamaan visi dan persepsi tersebut akan dicapai melalui pelaksanaan program sosialisasi privatisasi. 10. Restrukturisasi dan Privatisasi Pada tahun 2001, Pemerintah akan tetap melakukan restrukturisasi untuk penyehatan BUMN, terutama yang tengah dipersiapkan untuk privatisasi lanjutan dan melakukan privatisasi __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 74 atas beberapa BUMN yang telah siap, terutama yang termasuk dalam kriteria : a. pemilikan saham Pemerintah minoritas; b. bergerak dalam bidang usaha yang kompetitif; c. menghasilkan produk dengan basis teknologi yang cepat usang. Berdasarkan sepuluh kebijakan yang menjadi master plan BUMN tersebut, yang paling banyak mendapat sorotan adalah privatisasi BUMN. Langkah ini pula yang menurut penulis juga akan merubah roh manajemen BUMN, dari manajemen yang banyak dikendalikan pemerintah menjadi manajemen swasta. Privatisasi BUMN sendiri memiliki makna strategis bagi kemajuan perekonomian nasional dalam skala yang snagat luas. Makna privatisasi tidak bergerak dalam ruang sempit berupa pengalihan aset atau saham perusahaan negara ke tangan swasta, tetapi lebih kepada upaya menjadikan BUMN agar bisa berperilaku sebagai enterpreneur. Selain itu, privatisasi berarti upaya mengoreksi kesalahan strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi masa lalu yang terlal bertumpu pada peran negara. Dengan demikian privatisasi akan menghasilkan sinergi antara efisiensi, kemampuan berkompetisi, dan penciptaan laba (Ma’arif dan Noverman, 2004). Adapun tujuan privatisasi sendiri diharapkan akan : (Purwoko, 2002) 1. mampu meningkatkan kinerja BUMN; 2. mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan BUMN; 3. mampu meningkatkan akses ke pasar internasional ; __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 75 4. terjadinya transfer ilmu pengetahuan dan teknologi; 5. terjadinya perubahan budaya kerja; 6. mampu menutup defisit APBN. C. Manajemen Strategi Sektor Publik Manajemen stategi tidak hanya digunakan pada sektor swasta tetapi juga sudah diterapkan pada sektor publik (Bawono, 2005). Penerapan manajemen strategi pada kedua jenis institusi tersebut tidaklah jauh berbeda, hanya pada organisasi sektor publik tidak menekankan tujuan organisasi pada pencarian laba tetapi lebih pada pelayanan. Menurut Anthony dan Young dalam Salusu (2003) penekanan organisasi sektor publik dapat diklasifikasikan ke dalam tujuh hal yaitu: 1. tidak bermotif mencari keuntungan; 2. adanya pertimbangan khusus dalam pembebanan pajak; 3. ada kecenderungan berorientasi semata – mata pada pelayanan; 4. banyak menghadapi kendala yang besar pada tujuan dan strategi; 5. kurang banyak menggantungkan diri pada kliennya untuk mendapatkan bantuan keuangan; 6. dominasi profesional; 7. pengaruh politik biasanya memainkan peranan yang sangat penting. Seorang ahli bernama Koteen menambahkan satu hal lagi yaitu lessresponsiveness bureaucracy dimana menurutnya birokrasi dalam __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 76 organisasi sektor publik sangat lamban dan berbelit – belit. Sedangkan pada sektor swasta penekanan utamanya pada pencarian keuntungan atau laba dan tentunya kelangsungan hidup organisasi melalui strategi dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk membuktikan perlunya manajemen sektor publik dalam organisasi sektor publik banyak penelitian yang mengupas pentingnya manajemen strategi pada sektor publik. Penelitian Roberts dan Menker dalam Rabin et.al mengupas mengenai manajemen strategi pada pemerintah pusat di Amerika Serikat hasilnya mereka megusulkan adanya pendekatan baru dalam manajemen sektor publik yaitu pendekatan generatif selain pendekatan yang sudah ada yaitu pendekatan direktif dan pendekatan adaptif. Pendekatan direktif merupakan pendekatan yang bersifat dari atas ke bawah (top – down) dan lebih sedikit melibatkan anggota dalam organisasi sektor publik. Pendekatan adaptif lebih menekankan pada kebersamaan dalam organisasi dalam menetapkan tujuan pelaksanaan dan evaluasi. Sedangkan pendekatan generatif menekankan pada pentingnya seorang pemimpin (leader) dalam melakukan fungsi penetapan tujuan, pelaksanaan dan evaluasi dengan tidak mengesampingkan anggota lain dalam organisasi sektor publik. Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kilimurray et al dalam rabin et al. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui perencanaan strategi yang ada dalam dinas pertolongan anak di Amerika Serikat. Hasilnya pada dinas pertolongan anak menjalankan perencanaan strategi berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku di Amerika Serikat. Selain itu dinas __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ pertolongan anak melakukan perencanaan strategi 77 dengan mengembangkan 5 hal utama yaitu : 1. Implementasi rencana, dimana hal ini merupakan dasar dari orientasi manajemen yang ditetapkan, pada implementasi rencana tujuan dan obyektif disusun untuk mengevaluasi kinerja dari kantor prtolongan anak; 2. Indikator kinerja, indikator kinerja sepakat untuk disusun dalam rangka menilai kesulitan dalam mengumpulkan data dan memprogram ulang sistem otomatisasi; 3. Reformasi kesejahteraan, dengan adanya peraturan mengenai reformasi kesejahteraan maka negara bagian sebagai partner harus melakukan perubahan terhadap perencanaan strategi, pelaporan data, indikator kinerja dan pendanaan dari pemerintah pusat; 4. Kesepakatan kinerja, sebelum adanya implementasi Undang – undang mengenai kinerja setiap negara bagian sudah memiliki standard masing – masing mengenai kinerja organisasi sektor publik. Adanya Undang – undang tersebut merubah kesepakatan kinerja antara negara bagian dan pemerintah pusat. Hal itu dikembangkan dengan kesepakatn antara negara bagian dan pemerintah pusat dalam rangka menyeragamkan standar yang sudah ada sebelumnya; 5. Pemeriksaaan (Audit), dimasa yang akan datang divisi audit akanmenekankan pada validitas data yang diberikan oleh negara bagian, karena pada masa sekarang kepatuhan Negara bagian hanya dibuktikan oleh statuta. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 78 Penelitian berikutnya adalah penelitian terhadap manajemen strategi yang dilakukan oleh kantor dinas pajak Amerika Serikat dibantu oleh kantor akuntan publik Pricewaterhouse Coopers dengan obyek penelitian pada kantor dinas pajak pemerintah pusat yang berlokasi di Washington D.C. Penelitian ini melihat tahapan manajemen strategi dari awal yaitu dengan mengembangkan multiyear budget yaitu penganggaran yang dilakukan dalam waktu yang panjang dimana dalam proses ini belum terdapat visi, obyektif, tujuan dan pengukuraan kinerja. Kemudian proses ini berubah menjadi secara perencanaan strategi bisnis (strategic business plan) dimana sudah adanya visi dan misi organisasi namun masih meletakan penganggaran diluar sistem sehingga sering program tidak dapat berjalan dengan baik karena adanya keterbatasan anggaran. Tahapan ini juga belum terdapat penilaian kinerja dan program dijalankan cenderung mengacu pada proses coba – coba (trial and error) sehingga banyak program yang tidak berjalan secara efektif dan efisien. Tahapan selanjutnya dikembangkan suatu proses yaitu perencanaan utama bisnis (the business master plan). Tahapan ini organisasi melakukan perubahan dengan lebih menekankan pada restrukturisasi organisasi, program sumber daya manusia, program operasional dan tidak melupakan modernisasi sistem. Namun kembali lagi penganggaran tidak mempunyai hubungan yang kuat dengan program yang akan dijalankan sehingga tidak adanya prioritas dalam program. Perubahan terakhir terhadap manajemen strategi yang ada dalam kantor dinas pajak pemerintah pusat di Amerika Serikat yaitu dengan menerapkan perencanaan strategi dan penganggaran. Pada __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 79 tahapan ini anggaran lebih diintegrasikan dengan perencanaan strategi sehingga lebih mempunyai hubungan yang erat dengan program yang disusun dan dijalankan. Pada akhirnya kantor dinas pajak pemerintah pusat Amerika Serikat mempunyai misi utama yaitu lebih berpatokan pada pelanggan (customer driven). Sedangkan 3 visinya yaitu : 1. Pelayanan terhadap setiap pembayar pajak; 2. Pelayanan terhadap semua pembayar pajak; 3. Produktivitas yang dibangun melalui lingkungan kerja yang mempunyai kualitas tinggi. Manajemen strategi juga sudah diterapkan di Indonesia salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Nawawi (2003) dalam tulisannya Departemen Pendidikan Nasional sebagai organisasi pengelola melakukan proses manajemen strategi yaitu dengan mengendalikan strategi dan dan pelaksanaan pendidikan nasional yang diwujudkan dalam Sistem Pendidikan Nasional baik secara formal (pendidikan jalur sekolah) maupun pendidikan non formal (pendidikan jalur luar sekolah). Proses manajemen strategi dilakukan dengan efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yaitu warganegaraatau lulusan yang berkualitas dan kompetitif. Selain itu analisis SWOT sebagai salah satu alat dalam manajemen strategi juga sudah diterapkan dalam sistem pendidikan nasional yaitu dengan adanya pertimbangan sosio kultural yang mewarnai proses dan situasi pendidikan dan berdampak pada lulusan yang sesuai dengan kebijakan pemerintah masing – masing daerah atau negara. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 80 D. Kepemimpinan “Hastrabrata” dalam Manajemen TNI Rumusan mengenai ciri manajemen pertahanan keamanan (HANKAM) negara pernah ditulis oleh LB Moerdani dalam Marbun (1992). Adapun ciri manajemen HANKAM adalah : 1. acuan dalam proses manajemen adalah strategi raya negara sebagaimana tersirat di dalam GBHN serta geopolitik Indonesia ”Wawacan Nusantara”; 2. dalam perencanaan strategis pada postur dan resiko intelijen yang ditopang oleh partisipasi masyarakat; 3. dalam pengorganisasian diorientasikan paa kompartementasi strategis dalam rangka optimasi efektifitas dan efisiensi pelibatan kekuatan; 4. dalam aktuasinya digunakan pendekatan ketahanan nasional; 5. dalam pengendaliannya dilaksanakan secara terpusat. Analisis yang telah dilakukan oleh LB Moerdani adalah analisis menyeluruh pada saat itu. Tetapi seharusnya ketika membicarakan tentang manajemen yang diterapkan oleh militer (TNI) maka kepemimpinan menjadi faktor yang paling utama dan menonjol dalam menggerakkan organisasi TNI. Hal tersebut tidak mengherankan karena sifat manajemen di TNI yang menggunakan sistem perintah komando. Kepemimpinan dengan pendekatan dan warisan budaya leluhur yang dikenal dengan “Hastabrata”. Merupakan ajaran kepemimpinan berdasarkan makna dan sifat perilaku yang dilambangkan di dalam simbol-simbol alam dan filosofi Jawa Kepemimpinan dengan filosofi Hastabrata ini diterapkan secara __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 81 konsisten pada Manajemen TNI, dan pemimpin militer cenderung menerapkannya dalam manajemen teritorial. Hasta artinya Delapan, Brata artinya sikap atau perilaku. Bagaimana bersikap yang baik bagi seseorang pemimpin untuk mencapai negara yang Tata Tenteram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi: 1. Surya, yaitu matahari; senantiasa memancar untuk menumbuh kembangkan gaya hidup rakyat. 2. Candra, yaitu bulan; sifat cahaya bulan, yang lembut pada kegelapan malam, menyentuh hati dan menumbuhkan semangat serta membangkitkan harapan. 3. Kartika, yaitu bintang; jadi pedoman arah dan perjalanan serta dapat memberi keteladanan yang baik. 4. Angkasa, yaitu langit; sifat langit luas, tidak terbatas dan dapat menampung apa saja yang datang, terbuka, mengendalikan diri, sabar, dan mendengar semua keluhan rakyat. 5. Dahana, yaitu api; memiliki kemampuan dahsyat yang bisa menghancurkan, berwibawa, tegas dan berani, menegakkan kebenaran dan keadilan dalam masyarakat, Bangsa dan Negara. 6. Maruta, yaitu angin; sifat angin selalu ada dimana-mana saja, selalu dekat dengan rakyat, memahami dan menyerap serta melaksanakan aspirasi dan harapan rakyat maupun kehendak rakyat 7. Samudra, yaitu laut; sifat laut luas dan dalam, yang selalu mempunyai permukaan rata dan sejuk, mampu, arif, bijaksana, adil dan memberikan kasih sayang kepada rakyat __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 82 8. Bumi, yaitu tanah; sifat tanah selalu bermurah hati, memberikan hasil kepada siapa saja yang mengolah dan memilikinya. Mampu bersikap teguh, bermurah hati, selalu berusaha melaksanakan, tidak mengecewakan kepercayaan rakyat. E. Manajemen Lingkungan Rumusan manajemen lingkungan yang sesuai untuk Indonesia pernah ditulis oleh Meen (1992) dalam Marbun (1992). Kesimpulan tulisan Meen (1992), bahwa manajemen lingkungan memang menimbulkan tambahan biaya. Tetapi jika dirancang sejak awa, mulai dari pemilihan mengurangi mesin-mesin biaya produksi. maka hal Terkait itu dengan dapat membantu tanggung jawab perusahaan, Meen (1992) menyatakan bahwa tidak hanya terbatas pada lingkungan semata tetapi juga harus mencakup lingkungan sosial. Tanggung jawab lingkungan oleh perusahaan merupakan upaya yang terus menerus dan perlu ditekankan (reinforce), karena pengusaha tidak akan terlepas dari kontrol sosial. Pada hasil diskusi yang lain tentang manajemen lingkungan (Marbun, 1992), memberikan kesimpulan : 1. perusahaan juga memiliki rasa tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan. Tetapi sampai saat ini belum ada kriteria yang jelas dari pemerintah tentang standar, sehingga pengusaha mengalami kesulitan dalam mengikuti kriteria; 2. sosial cost selama ini merupakan bagian dari production cost sehingga bebannya ditanggung konsumen. Perlu diupayakan agar beban ini dipikul bersama; __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 83 3. prinsip environment friendly harus ditingkatkan, karena hal ini juga sangat erat hubungannya dengan kelangsungan hidup perusahaan. Apa yang menjadi ”kegelisahan” para pengusaha pada saat itu (tahun 1992) tentang standar lingkungan yang dapat dijadikan panduan bagi pengusaha kaitannya dengan lingkungan, maka pada saat ini telah terjawab dengan sistem manajemen lingkungan yang ada. Bahkan undang-undang-nya pun telah dibuat oleh pemerintah. Undang-undang yang telah dibuat oleh pemerintah terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup adalah Undang-undang No. 23 Tahun 1997 Undang-undang tersebut menyatakan bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam (SDA) untuk memajukan kesejahteraan umum perlu dilaksanakan Pembangunan Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan terencana memadukan sumberdaya ke dalam proses pembangunan sehingga menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi kini dan mendatang. Pendayagunaan sumberdaya alam serta pengelolaan lingkungan yang efektif dapat dipantau dan ditingkatkan manfaatnya bila suatu usaha atau kegiatan memiliki sistim administrasi pembangunan yang mendokumentasikan secara sistematis, berkala dan objektif dari setiap kegiatan yang dilakukannya. Instrumen yang diharapkan mampu meningkatkan kinerja perusahaan dan mengukur ketaatan pelaksana kegiatan pembangunan terhadap semua peraturan lingkungan yang berlaku di Indonesia dicanangkan pada tahun 1994 oleh pemerintah Indonesia melalui program Audit Lingkungan. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 84 Audit lingkungan di Indonesia baru pada taraf pengenalan dan belum ada Walaupun peraturan demikian yang mengharuskan beberapa perusahaan melaksanakannya. tertentu karena permasalahan lingkungan yang ditimbulkannya, telah diwajibkan oleh Pemerintah untuk melakukan audit lingkungan. Pada awal perkembangannya audit lingkungan merupakan salah satu alat komando dan pengawasan, dalam bentuk audit ketaatan. Audit ketaatan ini merupakan pemeriksaan sistematik tingkat ketaatan perusahaan terhadap peraturan yang ada. Sekitar tahun 1980 US EPA menyarankan perusahan yang menimbulkan kerusakan lingkungan agar menerima program audit lingkungan, yang dilaksanakan oleh konsultan lingkungan. Namun kebijakan ini telah menimbulkan reaksi keras dari kalangan pengusaha. Selanjutnya US EPA lebih berhati-hati, dan melakukan pendekatan berdasarkan insentif serta memutuskan bahwa audit lingkungan dilaksanakan secara sukarela. Sekitar tahun 1990- an, kalangan bisnis, melakukan pendekatan baru Total Quality Management, ssebagai tanggapan atas pendekatan komando dan pengawasan, yang didasarkan pada adanya peluang dan tantangan. Audit lingkungan mulai diperkenalkan dan dijadikan sebagai alat formal pengelolaan lingkungan hidup secara luas sejak diberlakukannya standard BS 7750 pada tahun 1992 oleh British Standard Institutions walaupun sebelumnya telah diperkenalkan melalui beberapa standard seperti BS 5750, EN 2900, ISO 9000, suatu sistem pengelolaan yang diuperlukan untuk mencapai kualitas produk/ jasa tertentu. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 85 Audit lingkungan dianggap oleh seluruh dunia sebagai alat pengelolaan yang penting dan berhasil guna bagi perusahaan guna meningkatkan kinerja lingkungan mereka. Pada beberapa tahun lalu, banyak perusahaan yang menerapkan audit lingkungan telah melaporkan keuntungan yang diperoleh dengan adanya program mereka tersebut. Audit lingkungan merupakan alat yang sangat bermanfaat yang dapat membantu perusahaan mengurangi dampak kegiatan mereka terhadap lingkungan melalui tindakan seperti penghematan sumberdaya, meningkatkan efisiensi tenaga, dan meminimisasi limbah melalui pengendalian pengelolaan yang memadai. Perusahaan dapat mengurangi biaya operasi dan meningkatkan keuntungan dengan melakukan pengendalian tersebut. Audit lingkungan memungkinkan perusahaan untuk melakukan tindakan proaktif untuk perlindungan lebih lanjut. Selain itu audit lingkungan juga dapat membantu perusahaan untuk meni ngkatkan efisiensi dan pengendaliaan terhadap emisi yang akan membantu meningkatkan citra baik terhadap perusahaan. Di Indonesia, audit lingkungan baru dikenal pada tahun 1990-an. Audit lingkungan ini disarankan untuk dilaksanakan karena masih banyak perusahaan industri yang limbahnya mencemari lingkungan walaupun perusahaan tersebut telah mempunyai dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) sebagai bagian dari dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan sebagai pedoman melaksanakan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 86 pengelolaan dan pemantauan lingkungan di sekitar perusahaan industri tersebut. AMDAL berisi identifikasi, prediksi, evaluasi dan dampak lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan usaha. Pada saat menyusun dokumen AMDAL ada kemungkinan terjadi kesalahan pada tahap indentifikasi, prediksi dan evaluasi sehingga pada akhirnya juga terjadi kesalahan dalam mitigasi dampak lingkungan. Kesalahan tersebut sifatnya manusiawi atau tidak disengaja dan akibat dari kesalahan tersebut dapat menimbulkan perusakan dan pencemaran lingkungan. Disinilah pentingnya pelaksanaan Audit Lingkungan, karena instrument ini mampu menguji ketetapan dan mengkoreksi kesalahan indentifikasi, prediksi dan evaluasi dampak. Dengan demikian Audit Lingkungan secara langsung diharapkan dapat menunjang pelaksanaan RKL dan RPL. Dalam pendekatan pengelolaan kualitas lingkungan ini, audit lingkungan hanya merupakan salah satu alat pengelolaan lingkungan. Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Negara Lingkungan Hidup telah mengeluarkan Keputusan Nomor KEP- 42/MENLH/11/1994 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan (Yance, 2003) Selain audit lingkungan, manajemen lingkungan terkini adalah adanya sistem manajemen lingkungan berbasis ISO. Sistem Manajemen lingkungan dikembangkan untuk memberikan panduan dasar agar kegiatan bisnis senantiasa akrab lingkungan (Latifah 2004) Kondisi lingkungan yang memburuk akibat kegiatan manusia (yang pada gilirannya akan merusak tempat hidup bersama) sudah __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 87 waktunya untuk dikendalikan. Jaminan bahwa suatu kegiatan bisnis telah dikelola secara akrab lingkungan dapat ditunjukkan melalui adanya Sertifikat atau Label Lingkungan. Dalam hal ini ISO telah membuktikan bahwa Sistem Sertifikasi mampu memberikan stabilisasi tata kerja dalam upaya meraih hasil yang konsisten. Oleh karena itu ISO-14000 Seri memberikan panduan pengelolaan lingkungan bagi aktivitas bisnis. F. Manajemen Organisasi Nirlaba Henke (1992) dalam Hermawan (2004) membagi karakteristik organisasi nirlaba yaitu quasi – non profit entities dan pure profit entities. Quasi non profit entities adalah entitas yang menyediakan pelayanan dengan sebagian biaya yang dikeluarkan organisasi ditutup oleh penerima jasa. Organisasi ini hampir mirip operasinya dengan organisasi profit, namun masih tetap menerima bantuan atau sumbangan yang sama sekali tidak berhubungan langsung dengan jasa yang diberikan. Contoh entitas ini adalah university, colleges dan rumah sakit. Sedangkan pure non profit entities adalah organisasi nirlaba murni dengan memberikan jasa tanpa motif apapun. Tidak ada paksaaan secara langsung untuk membayar ganti jasa yang diberikan karena jasa semata-mata diberikan untuk memenuhi kebutuhan pemakai. Contoh organisasi ini adalah unit pemerintahan, yayasan kesehatan dan kesejahteraan. Demikian pula dengan Pratolo (2001:226) menyatakan bahwa organisasi sektor publik meliputi pemerintah dan organisasi non profit __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 88 lainnya seperti yayasan, dan lembaga swadaya masyarakat. Apabila digambarkan adalah sebagai berikut : Core Public Quasi Public Quasi Private Core Private Semakin ke kiri suatu organisasi akan semakin bersifat publik, dan semakin ke kanan akan semakin privat. Contoh Core Public adalah organisasi pemerintah baik pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah sebagai organisasi pelayanan publik dan non profit oriented serta didanai dari pajak masyarakat. Bergerak ke kanan organisasi akan berbentuk organisasi quasi public dimana organisasi ini memberikan pelayanan publik, pendanaannya tidak melalui pajak, bersifat non profit oriented, dikelola oleh pihak swasta. Contoh dari organisasi quasi public adalah yayasan, rumah sakit swasta, perguruan tinggi swasta, lembaga swadaya masyarakat dan sebagainya. Bergerak ke kanan lagi suatu organisasi akan berbentuk quasi private yang merupakan organisasi yang memberik pelayanan publik namun sudah dikelola menggunakan manajemen privat, bahkan sudah listing di pasar modal sehingga harus memenuhi aturan di pasar modal dimana aturanaturan yang ada pada umumnya diperuntukkan bagi sektor privat, contohnya adalah BUMN seperti PT. TELKOM dan sebagainya. Sedangkan organisasi core private adalah organisasi yang bermotif profit oriented dan pendanaannya jelas bukan dari pajak dan intervensi pemerintah hampir tidak ada. Karakteristik organisasi nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis. Perbedaan utama yang mendasar terletak pada cara organisasi __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 89 memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya (Widyawati, 2006). Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan paraanggotadan para penyumbang lain yang tidak mengharap imbalan apapun dari organisasi tersebut. Sebagai akibat dari karateristik tersebut, dalam organisasi nirlaba timbul transaksi tertentu yang jarang atau bahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis, misalnya penerimaan sumbangan. Namun demikian dalam praktek organisasi nirlaba sering tampil dalam berbagai bentuk sehingga seringkali sulit dibedakan bentuk organisasi nirlaba meskipun tidak ada kepemilkan, organisasi tersebt mendanai kebutuhan modalnya dari utang dan kebutuhan operasionalnya dari pendapatan atas jasa yang diberikan kepada publik. Organisasi semacam ini memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan organisasi bisnis pada umumnya. Para pengguna laporan keuangan organisasi nirlaba memiliki kepentingan bersama yang tidak berbeda dengan organisasi bisnis, yaitu untuk menilai : 1. Jasa yang diberikan oleh organisasi nirlaba dan kemampuan untuk terus memberi jasa tersebut; 2. Cara manajer melaksanakan tanggungjawabnya dan aspek lain dari kinerja manajer. Pertanggungjawaban mengelola sumberdaya manajer organisasi mengenai yang kemampuannya diterima dari para penyumbang disajikan melalui laporan aktivitas dan laporan aruskas. Laporan aktivitas harus menyajikan informasi mengenai perubahan yang terjadi dalam kelompok aktiva bersih. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 90 Pengurus organisasi nirlaba sendiri mempunyai kewajiban dan tanggung jawab tertentu. Klaim atau tuntutan ditujukan kepada organisasi atau individu pengurus, karyawan bukan pengurus, penjamin, dan sukarelawan (Hoesada, tanpa tahun). Dengan demikian, kepatuhan pada hukum dan prosedur internal organiasi amat penting. Pengurus puncak harus mengurus organisasi nirlaba dengan perhatian dan itikad sama penuhnya dengan pengurus organisasi komersial, dan mempunyai kewajiban membina, merawat, setia, dan patuh pada organisasi. Semua tugas harus dilakukan sepenuh hati dengan integritas untuk kepentingan organisasi. Para pimpinan atau direktur dan karyawan organisasi nirlaba secara khusus amat diharapkan memperhatikan kejujuran, kesungguhan dalam pengelolaan sumber daya – terutama keuangan, penjagaan dan pemeliharaan harta, manajemen SDM, pelaksanaan program, dan perencanaan masa depan organisasi. Secara terus menerus mereka dituntut stakeholders untuk menempatkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi, menghindari benturan kepentingan dan menghindari rumor atau tuduhan bahwa suatu keputusan ditujukan untuk kepentingan pribadi dan atau pihak lain yang bukan menjadi sasaran layanan utama organisasi. Kinerja mereka diukur dari pencapaian misi, maksud, dan tujuan pendirian organisasi, dengan kegiatan yang sesuai dengan hukum. Secara pribadi para pemimpin organisasi nirlaba bertanggung jawab atas keputusan dan hal-hal yang berkaitan dengan tindakan yang melanggar hukum. Secara jabatan, pimpinan atau direktur itu bertanggung jawab atas pelanggaran hukum anak buahnya. Isu __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 91 akuntabilitas pimpinan organisasi nirlaba non pemerintah terkait dengan klaim pada umumnya dari dalam organisasi sendiri, misalnya karyawan, direktur lain, anggota, serta dari luar organisasi, misalnya donor, simpatisan, stakeholder yang mengharapkan manfaat, penjamin, dan pemerintah. Isu klaim terkait dengan (a) masalah keuangan, misalnya kewajiban pajak, pertanggungjawaban kepada donor, kreditor, pidana korupsi pengurus, pertanggungjawaban keuangan, dan laporan keuangan asuransi; dan (b) masalah non keuangan, misalnya pelanggaran undang-undang, penyimpangan terhadap misi, pelanggaran terhadap kontrak, pelanggaran perjanjian hubungan kerja dengan karyawan, perlakuan terhadap anggota secara tidak adil, dan tuntutan para penikmat jasa nirlaba yang merasa tidak puas. Dengan demikian bentuk hukum organisasi nirlaba yang ideal harus dipilih sedemikian rupa, agar pengurus tidak bertanggungjawab secara pribadi atas semua keputusan profesional yang diambil secara jabatan dan legal. Para sukarelawan jangan bertanggung jawab secara pribadi atas dampak buruk tak sengaja pada aktivitas pengabdian masyarakat yang tulus. Administrasi organisasi nirlaba harus mewaspadai kemungkinan kerugian atau kehilangan berbentuk (1) kerugian atau kehilangan harta; (2) kerusakan atau bencana bagi harta dan manusia; (3) kerugian atau kehilangan akibat kerja, petugas terluka atau terkontaminasi penyakit; (4) kerugian atau kehilangan karena kecurangan, tindak kriminal dan ketidakjujuran yang lain; (5) kematian pengurus atau __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 92 karyawan kunci; (6) hilangnya hak karyawan atau sukarelawan; (7) timbulnya kewajiban umum, tuntutan, dan klaim. Masalah manajemen yang lain adalah apakah sukarelawan tergolong karyawan dan sebaliknya, apakah ketentuan upah minimum berlaku bagi karyawan dan sukarelawan, benarkah penggunaan istilah sukarelawan bagi karyawan organisasi nirlaba, dan apakah ada sukarelawan yang merasa terpaksa karena takut pada pengurus. Pada umumnya, sukarelawan nirlaba adalah individu yang mendonasikan waktu dan tenaganya tanpa perjanjian yang menimbulkan imbalan dan harapan lain. Namun memberi penggantian ongkos, biaya transport dan makan, manfaat dan imbalan pantas – tidak terkait dengan produktivitas dan kinerja – bagi sukarelawan diperkenankan, tanpa mengurangi statusnya sebagai karyawan. Sebagai ilustrasi, Departemen Tenaga Kerja AS merumuskan seseorang sebagai sukarelawan organisasi bila (Hoesada, tanpa tahun) : a. jasa yang diberikan benar-benar sukarela, tak ada paksaan dari pemberi kerja, tak ada janji dan tak ada hukuman bila tidak melakukan pekerjaan; b. aktivitas itu sendiri dianggap menguntungkan bagi pribadi sukarelawan; c. sukarelawan tidak mengganti, mengurangi, mengancam lahan kerja dan kinerja karyawan purnawaktu organisasi nirlaba; d. pekerja sukarela melakukan tugasnya tanpa berharap pembayaran; e. kegiatan itu biasanya dilakukan tidak pada waktu kerja biasa atau waktu kerja lembur sukarelawan di entitas komersial; __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 93 f. jumlah waktu uang didermakan sukarelawan tidak substansial bagi dirinya. 1. Tujuan Sistem Pengendalian Manajemen Suatu sistem terdiri dari struktur atau disain hubungan antara komponen dan proses atau sekelompok kegiatan yang dilakukan sistem itu. Struktur sistem pengendalian manajemen akan dinyatakan dalam bentuk unit organisasi dan sifat informasi yang mengalir diantara unit-unit. Pengendalian manajemen (management control) adalah proses yang digunakan manajemen untuk memastikan bahwa organisasi melaksanakan strategi-strateginya. Pengendalian manajemen terutama adalah proses memotivasi dan memberi semangat kepada para anggota organisasi untuk melaksanakan kegiatan organisasi dan selanjutnya mencapai tujuan organisasi. Ini merupakan proses mendeteksi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja seperti pencurian atau penyalahgunaan sumberdaya. Dalam organisasi nirlaba (nonprofit organization) tidak mempunyai tujuan profitabilitas. Contohnya sebuah perguruan tnggi didirikan untuk memdidik para mahasiswa dan menambah pengetahuan, rumah sakit berusaha membantu menyembuhkan pasien dan sebagainya. Pada kebanyakan organisasi nirlaba, tujuan tidak dapat dinyatakan secara jelas dan tepat dan mengukur tingkat pencapaian tujuan ini sukar, maka proses pengendalian manajemen lebih sulit dilaksanakan. Namun demikian dapat dibuktikan bahwa organisasi nirlaba yang mempraktikkan sistem __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 94 pengendalian manajemen yang sistematis akan berprestasi lebih baik dari pada organisasi yang tidak mempraktikannya (Widyawati, 2006). 2. Pengukuran Prestasi Pada Organisasi Nirlaba Berdasarkan definisi tujuan organisasi nirlaba adalah sesuatu yang bukan laba. Jadi walaupun keluaran (output) pada organisasi nirlaba ini dapat diukur dalam satuan moneter ( serupa dengan pendapatan pada organisasi yang berorientasi pada laba ), selisih antara keluaran dengan masukan dalam bentuk uang tidak akan menjadi ukuran tentang seberapa baik organisasi tersebut telah mencapai tujuannya. Tujuan lebih pada bagaimana menyediakan jasa pelayanan sebanyak-banyaknya dengan sumber daya tertentu, atau menggunakan sesedikit mungkin sumber daya untuk menghasilkan jasa tertentu. Dalam kebanyakan situasi, prestasi keuangan yang diharapkan dari organisasi nirlaba adalah prestasi pulang pokok (breakeven), artinya dalam jangka panjang, pendapatan harus sama dengan pengeluaran. Bahkan pada organisasi yang keluarannya dapat diukur dalam satuan moneter misalnya perguruan tinggi, jika pendapatan sebuah perguruan tinggi melebihi pengeluarannya, ini merupakan pertanda bahwa tarif pendidikan terlalu tinggi atau perguruan tinggi tersebut tidak memberikan pelayanan yang memadai sesuai dengan taripnya. Jika pendapatan kurang daripada pengeluaran perguruan tinggi tersebut akan bangkrut atau tidak dapat beroperasi. Perhitungan rugi laba yang diharapkan adalah menunjukkan bahwa pendapatan sama dengan pengeluaran, asalkan pengeluaran benar- __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 95 benar merupakan biaya aktual yang terjadi dalam mengoperasikan kebutuhan pendidikan. Walaupun pengukuran pendapatan penting dan harus diusahakan dalam segala keadaan yang memungkinkan, jumlah pendapatan harus dilihat secara berbeda pada organisasi nirlaba dibanding pada perusahaan komersial. Jumlah uang kuliah yang didapat oleh suatu perguruan tinggi tidak mencerminkan efektifitas keseluruhan perguruan tinggi tersebut, setidak-tidaknya untuk jangka pendek. Dalam jangka panjangnya penurunan pendapatan dari uang kuliah menunjukkan bahwa perguruan tinggi tersebut tidak efektif, setidaknya ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang potensial menganggap tidak efektif sehingga mereka tidak mendaftarkan diri. Masalah pengukuran berkaitan dengan keluaran, bukan masukan. Dengan sedikit pengecualian masukan (yaitu biaya atau pengeluaran) dapat diukur pada organisasi nirlaba seperti halnya organisasi yang berorientasi pada laba. Tetapi tanpa ukuran yang baik untuk keluaran, penggunaan informasi biaya untuk menilai prestasi akan menjadi subyektif (Widyawati, 2006). 3. Penetapan Harga (Pricing) Harga yang ditetapkan untuk jasa yang diberikan merupakan pertimbangan penting dalam struktur pengendalian manajemen, banyak organisasi nirlaba yang kurang memperhatikan kebijakan harga. Sejauh penetapan harga untuk jasa pelayanan memungkinkan, manfaat-manfaat dapat diperoleh yaitu : __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 96 a. Jasa dijual dengan harga yang mendekati biaya total, angka pendapatan yang dihasilkan merupakan ukuran kuantitas jasa yang diberikan organisasi. b. Jasa yang disediakan membuat mereka lebih sadar akan nilai jasa tersebut dan mendorong untuk mempertimbangkan apakah jasa yang diterima sesuai dengan biaya yang dikeluarkan c. Jasa yang dijual menjadi pusat laba dan dan manajer bertanggung jawab untuk mengoperasikan unitnya dengan cara agar pendapatan sama dengan pengeluaran. Manajer dirangsang untuk memikirkan cara-carauntuk menyediakan jasa tambahan yang akan meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya sampai titik dimana tarif yang ditetapkan sesuai dengan kesediaan klien untuk membayar, menjadi lebih cermat dalam mengendalikan biaya umum. 4. Pengukuran Keluaran (Output Measurement) Ukuran hasil atau ukuran keluaran adalah ukuran yang dinyatakan dalam satuan yang ada kaitannya dengan sasaran organisasi. Dalam situasi ideal sasaran dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur dan ukuran keluaran dinyatakan dalam satuan yang sama. Ukuran prestasi merupakan cara pengukuran pencapaian sasaran yang paling mungkin dan tidak dapat dinyatakan secara kuantitatif. Ukuran hasil berkaitan dengan dampak organisasi terhadap dunia luar. Ukuran proses berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan organisasi contohnya jumlah permintaan yang dipenuhi dalam satu bulan, jumlah baris yang ditik dalam sejam dan sebagainya. Ukuran proses ini berguna __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 97 untuk mengukur prestasi yang sedang berjalan dan dalam jangka pendek. Ukuran proses berkaitan dengan efisiensi bukan efektivitas karena tidak langsung berkaitan dengan tujuan organisasi. Ukuran proses bermanfaat dalam pengendalian pusat pertanggungjawaban tingkat bawah. 5. Biaya sebagai Ukuran Hasil Biaya seringkali merupakan ukuran keluaran yang lebih baik daripada tidak ada ukuran sama sekali. Bila biaya digunakan sebagai ukuran keluaran pengganti, maka harus dijaga jangan sampai terlalu tergantung pada ukuran ini dan organisasi harus berusaha mengembangkan ukuran yang langsung untuk output. 6. Pemrograman Pemrograman adalah proses memutuskan sifat dan ukuran beberapa program yang dilakukan untuk melaksanakan strategi perusahaan. Proses pemrograman terdiri dari tiga kegiatan pokok yaitu : a. persiapan dan analisis usulan program; b. analisis terhadap program yang sedang berjalan; c. sistem yang mengkoordinasikan program yang terpisah untuk mengoptimalkan fungsi organisasi secara keseluruhan. 7. Struktur Program Struktur program terdiri atas lapisan, di lapisan atas terdapat program-program utama, dilapisan bawah sangat banyak elemen program ini adalah unit paling kecil dimana informasi dikumpulkan dalam bentuk program. Kegunaan utama dari pengelompokan program adalah untuk memudahkan penilaian __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 98 manajemen puncak mengenai alokasi sumber daya. Struktur program harus berkaitan dengan sasaran pokok organisasi dengan kata lain struktur harus lebih berpusat pada output organisasiyaitu apa yang ingin dicapai -- macam sumber daya yang digunakan atau sumber dananya. Penetapan program-program utama membantu mengkomunikasikan sasaran organisasi. 8. Penganggaran (Budgeting) Penganggaran adalah proses yang lebih penting dalam organisasi nirlaba daripada organisasi yang berorientasi pada laba. Pada organisasi nirlaba yang pendapatan tahunannya pada pokoknya tetap harus secara ketat mengikuti rencana yang tertuang dalam anggaran. Langkah pertama adalah proses penganggaran memperkirakan jumlah pendapatan yang mungkin akan diterima oleh organisasi untuk kepentingan operasi selama tahun anggaran. Sebagai aturan umum organisasi nirlaba harus merencanakan agar pengeluarannya kurang lebih sama dengan pendapatannya. Jika pengeluaran yang dianggarkan lebih rendah dari pada pendapatannya maka berarti organisasi tersebut tidak memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan orang-orang yang memberikan pendapatan kepada organisasi. Dan jika perkiraan pengeluaran yang dianggarkan melampaui pendapatan tindakan yang bijaksana biasanya mengurangi pengeluaran dan memprioritaskan sesuai dengan kebutuhan yang penting. Anggaran disusun dalam bentuk pusat pertanggungjawaban. Perkiraan anggaran disiapkan oleh para manajer dan disesuaikan dengan program yang disetujui serta dengan pedoman yang __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 99 ditentukan oleh manejemen puncak. Anggaran yang disetujui merupakan komitmen bilateral, penerima anggaran terikat untuk mencapai sasaran yang direncanakan dalam batas pengeluaran yang telah disebutkan dalam anggaran dan atasan terikat untuk menganggap bahwa pencapaian seperti itu menggambarkan prestasi yang memuaskan. 9. Potret Kondisi Eksisting Organisasi Nirlaba Organisasi nirlaba yang aktivitas intinya ada pada kegiatan sosial kemasyarakatan serta pemberdayaan komunitas umumnya dapat dinyatakan masih bercirikan manajemen tradisional. Sudewo (2004) dalam Widjajakusuma (Tanpa Tahun) bahkan mengidentifikasinya menjadi delapan ciri pengelolaan tradisional kegiatan sosial di Indonesia. Kesembilan ciri tersebut adalah : a. Tanpa Perencanaan Yang Matang Karena obyek kegiatan mudah dijumpai, aktivitasnya bisa dilakukan kapanpun dan dengan bantuan apapun sesuai dengan kehendak donatur, maka tak ada yang sulit dalam melakukan kegiatan sosial. Oleh karena itu tak perlu berlelahlelah mengadakan strategic planning dalam mendesain perencanaan. b. Struktur Organisasi Sederhana dan Tumpang Tindih Kebanyakan organisasi lokal, rata-rata struktur organisasinya sederhana. Ada dua pengertian yang dimaksud dengan sederhana. Pertama struktur organisasi memang dibuat ala kadarnya. Karena yang mendisain pengetahuannya terbatas, pembagian kerja antar bidang dan seksi jadi tumpang tindih. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 100 Pengertian kedua adalah proses perumusan struktur organisasi, dilakukan dengan amat subyektif. Ketua pendiri yang biasanya seorang tokoh, hanya tinggal menunjuk orang untuk duduk di masing-masing bidang. Seringkali sang tokoh sekaligus menginisiatifi dirinya menjadi ketua umum. Tradisi rekruiting semacam ini tidak memerlukan fit and propper test. Yang dibutuhkan hanya tinggal kesediaan diri dari orang yang ditunjuk. Mereka tidak menyadari bahwa manajemen lembaga nirlaba berbeda dengan perusahaan. c. Kaburnya Batasan Wewenang dan Tanggung Jawab, Hak dan Kewajiban Dengan struktur organisasi sederhana dan tumpang tindih, mencerminkan tak jelasnya batas-batas wewenang dan tanggung jawab. Dengan pola seperti ini, boleh jadi tanggung jawab akan ditanggung bersama. Atau sebaliknya tak satupun secara tegas mengatakan itu merupakan bagian tanggung jawabnya. Kondisi ini, bisa pula diakibatkan oleh tak jelasnya hak dan kewajiban. Pola lama bekerja di yayasan sosial dan panti, selalu dinyatakan sebagai bentuk manajemen lillahi ta’ala. Makna lillahi ta’ala diidentikkan dengan pengabdian yang tak perlu mendapat hak, lebih-lebih menuntut upah yang layak. Tuntutan tersebut dianggap tidak ikhlas, merusak pengabdian, serta tindakan itu tidak Islami. Akibatnya orang yang bekerja di yayasan sosial dan panti tidak menuntut apa-apa. Karena tidak mendapat imbalan, mereka pun tidak merasa memiliki tanggung jawab apa-apa. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 101 d. Dikelola Paruh Waktu Mengabdi tanpa imbalan, hanya sanggup dijalankan oleh orang-orang yang tidak lagi membutuhkan gaji. Orang-orang seperti ini, biasanya telah tidak lagi aktif bekerja karena pensiun. Karena merasa masih sanggup bekerja, mereka ingin mengabdikan apa yang dimiliki untuk kepentingan masyarakat. Ini merupakan tindakan mulia sebagai bentuk aktualisasi diri yang memang harus diakomodir. Sayangnya, mereka kini memiliki kemampuan yang terbatas. Meskipun semangat masih membara, tetapi mereka bukan lagi sosok muda seperti dulu yang masih bisa full time bekerja. Mereka sekarang adalah orang-orang yang hidup dengan dunia dan logikanya sendiri, yang tidak bisa dituntut setiap hari harus hadir serta harus bekerja delapan jam lamanya. Kini mereka beraktualisasi sesuai dengan suasana hati, kondisi fisik serta waktu yang ada. Maka situasi dan kondisi itu memaksa bekerja dengan paruh waktu. Jika di yayasan sosial dan panti tersebut terdapat anak-anak muda, mereka cenderung menjadikan itu sebagai batu loncatan. Cara pandang seperti ini tidak ada yang keliru dan sah-sah saja. Bagi anak-anak muda ini, sembari menunggu panggilan bekerja yang sesungguhnya, mereka dapat mengisi hari-harinya dengan kegiatan yang bermanfaat. Dengan sekadar imbalan karena lembaga pun tak bisa membayar layak, mereka yang mudamuda tak bisa dituntut untuk full-time bekerja setiap hari. Jikapun bisa sifatnya hanya sangat sementara. Sebab begitu temannya datang mengajak ikut kegiatan yang menarik hatinya, __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 102 dengan serta merta pekerjaan yang ditangani segera diselesaikan. Selesai atau tidak selesai, pekerjaan itu akan segera ditinggalkan. Jadi tetap saja meski mereka anak-anak muda, namun kondisi juga yang membuat mereka bekerja dengan paruh waktu. e. Dijalankan SDM Seadanya Kebanyakan yang bekerja merupakan orang-orang memiliki kemampuan kebanyakan. Jika dibandingkan dengan SDM yang bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), harus diakui kualitasnya masih berbeda. Orang-orang yang bekerja di LSM kebanyakan SDM yang gigih, kreatif, loyal dan amat komit dan konsisten pada perjuangannya. Bahkan tak sedikit dari mereka yang berpendidikan pasca sarjana luar negeri. Ada beberapa faktor yang berpengaruh mengapa yang mau berkiprah di yayasan dan panti asuhan lokal bukan merupakan SDM andal. Pertama lokasi yayasan dan panti cenderung di tempat terpencil atau pinggiran, sederhana dan sebagian tidak terawat baik. Kedua gaya manajemennya amat tergantung pada pimpinan. Ketiga sistem rekruiting tidak berjalan, karena jarang sekali orang yang berminat bekerja di situ. Keempat keikhlasan dan bentuk pengabdian, tidak mendorong imbalan hak yang memadai. Kelima yayasan dan panti juga sulit memperoleh bantuan dana besar dari donatur. Keenam jikapun mendapat donasi dari luar negeri, khususnya Timur Tengah, kebanyakan dana itu dialokasikan untuk sarana __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 103 fisik sesuai keinginan donaturnya. Kegiatan ekonomi produktif atau advokasi, sama sekali nyaris tak tersentuh. Beberapa faktor di atas, akhirnya amat berpengaruh pada image citra lembaga. Akibatnya masyarakat sendiri kurang berminat untuk mengetahui lebih jauh tentang kegiatankegiatan yang dijalankan. Hal ini tampak dengan sedikitnya kunjungan masyarakat ke tempat mereka, atau donasi yang diberikan relatif kecil. Jika masyarakat luas saja termasuk donatur tak tertarik, maka jauh lebih sedikit lagi orang yang berminat untuk bekerja secara profesional. f. Bukan Pilihan Dengan beberapa persoalan di atas, dampaknya juga berpengaruh pada SDM yang telah ada bekerja di yayasan lokal dan panti tradisional. Dengan kondisi yang sulit berubah, bisa menyebabkan terjadinya demotivasi. SDM yang tadinya begitu bersemangat, akhirnya suatu saat frustasi juga karena tidak bisa merubah ke arah yang lebih baik. Mau tidak mau karena sudah kepalang basah, mereka terpaksa bertahan karena tak ada pilihan. g. Lemahnya Kreativitas dan Inovasi Salah satu ciri pengelolaan tradisional adalah pasif. Ini tampak dari tidak adanya pemikiran kreatif. Karena kurang kreatif, program-program yang dilahirkannya pun tidaklah inovatif. Kebanyakan lembaga hanya saling mencontoh yang telah ada. Mereka kurang berani mengadakan terobosanterobosan baru. Kehidupan yayasan sosial dan panti-panti lokal __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 104 menjadi monoton, seolah-olah tidak pernah mengalami perubahan dari masa ke masa. Ada lembaga dari sejak lahir hingga kini, ya begitu-begitu saja. Atau ada lembaga yang tadinya maju, kini malah mundur dan terbengkalai. Atau ada lembaga yang dari awal sudah tak maju, lalu hilang dan digantikan berbagai lembaga yang baru. h. Tak Ada Monitoring dan Evaluasi Salah satu dampak dari lemahnya kreativitas adalah tidak adanya sistem monev (monitoring dan evaluasi). Inti monev sesungguhnya adalah pembangunan sebuah sistem yang sehat. Ada atau tidaknya sistem ini amat tergantung pada pimpinan. Bahkan yang telah memiliki sistem monev pun, maksimal tidaknya tergantung pada itikad dari pimpinan. Pimpinan menjadi kata kunci, karena ini menyangkut organisasi nirlaba lokal. Karena hampir seluruh persoalan kembali pada pimpinan, sistem pengawasan seolah-olah telah difungsikan dengan baik. Sementara yang terjadi di lapangan, ternyata tidaklah sesederhana seperti yang dapat dibayangkan oleh pimpinan. Lembaga pun akhirnya sulit berbenah apalagi berkembang. G. Manajemen Industri Menengah, Kecil dan Mikro (IMKM) Industri Menengah, Kecil dan Mikro (IMKM) merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia yang terbukti tangguh dalam menghadapi krisis, sehingga perlu terus dikembangkan dan diberdayakan. Bagi UKM, kemampuan untuk memberikan tanggapan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 105 yang tepat dan cepat pada setiap tantangan, merupakan kunci keberhasilan dalam persaingan. Kemampuan tersebut berkaitan erat dengan kompetensi praktis UKM dalam bidang manajemen. Tingkat persaingan yang semakin tajam di era globalisasi ini menuntut para praktisi UKM untuk mampu beradaptasi dengan menerapkan praktek manajemen terbaik bagi setiap tantangan yang dihadapi. Secara sederhana, manajemen dapat didefinisikan sebagai serangkaian proses terorganisir yang terdiri dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi dengan memanfaatkan unsur manusia dan sumber daya lainnya. Proses manajemen mencakup segala aspek pengelolaan usaha, mulai dari aspek keuangan, operasional, produksi, pemasaran, hingga aspek pemberdayaan manusia yang bersumber daya. 1. Tradisional dan Modern Berdasarkan sudut pandang praktis, perbedaan antara manajemen tradisional dengan manajemen modern lebih merupakan perbedaan antara manajemen yang sederhana dengan manajemen yang kompleks. Tentunya perbedaan timbul pada tingkat kerumitan, seperti banyaknya pihak yang berinteraksi, banyak dan besarnya harapan yang harus terpenuhi, jumlah waktu yang tersedia, dan sumber daya yang diperlukan. Dengan semakin kompleksnya hubungan antara para praktisi UKM dengan unsurunsur lain yang mempengaruhi kinerjanya, maka akan semakin kompleks praktek manajemen yang harus dikuasai dan diterapkan. Manajemen modern sesungguhnya adalah pengembangan dan pengkayaan dari praktek-praktek terbaik manajemen tradisional __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 106 dimana dilakukan pengarahan-pengarahan dan dikembangkan dengan sikap-sikap dan konsep yang baru sesuai dengan bertambahnya pengalaman, pengertian, dan pemahaman akan suatu sistem yang berinteraksi, sehingga menambah lingkup dan efektivitasnya dalam situasi yang terus menerus berubah. Sebuah contoh dari perubahan manajemen yang terjadi adalah semakin dirasakan pentingnya peran manusia pada suatu organisasi serta semakin dihayatinya tanggung jawab sosial yang dihadapi oleh organisasi. Hal ini menunjukkan transformasi atau perubahan dari pemahaman sumber daya manusia; dimana manusia dipandang sebagai aset paling berharga (dimana aset terdepresiasi), menuju pemahaman manusia bersumber daya yang memandang manusia sebagai katalis bagi terciptanya penambahan nilai (manusia semakin terapresiasi). 2. Manajemen UKM Usaha kecil menengah (UKM) di Indonesia sering kali terasosiasikan dengan praktek manajemen tradisional. Oleh karena beberapa sebab seperti : a. UKM yang tumbuh dan berkembang di Indonesia lebih banyak dikelola oleh perorangan (one man show) atau pun dikelola oleh satu keluarga yang berpegang teguh pada suatu tradisi pengelolaan usaha; b. UKM yang tumbuh dan berkembang di Indonesia lebih banyak merupakan usaha yang sederhana dimana tidak dapat terlalu banyak bahan baku yang dibutuhkan, proses yang sederhana dan varian produksi yang tidak terlalu banyak; __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 107 c. Pola permintaan konsumen yang relatif tidak banyak berubah (oleh karena minimnya kompetensi); d. Alat bantu proses dan produksi yang sederhana dan bukan tergolong berteknologi tinggi. Di lain pihak, jenis permasalahan yang dihadapi UKM sangat beragam. Riset yang dilakukan oleh Shujiro Urata pada tahun 2000 menunjukkan bahwa salah satu masalah utama UKM di Indonesia adalah lemahnya manajemen usaha, termasuk manajemen keuangan dan akuntansi, selain juga kurangnya pengetahuan mengenai teknologi produksi, quality control, pemasaran, dan kurangnya kualitas sumber daya manusia. Berbagai permasalahan tersebut muncul sebagai konsekuensi logis dari era globalisasi dimana dunia usaha telah dapat menembus batas-batas tradisional. UKM yang tumbuh secara tradisional kini bersaing dengan UKM mancanegara yang tumbuh di era persaingan bebas. UKM yang mampu mengatasi persaingan dan muncul lebih unggul adalah UKM yang mampu memenuhi keinginan konsumen secara cepat dan tepat dengan harga yang terjangkau, variasi produk dan layanan yang beragam. UKM unggulan tersebut adalah UKM yang mampu mengatasi kerumitan dan kompleksitas usaha yang semakin meningkat melalui praktek manajemen yang telah berkembang sesuai dengan perubahan kondisi usaha yang dapat dan terus berubah setiap saat. Sebagai pembanding, survey yang dilakukan di Canada menyimpulkan bahwa manajemen (sisi internal UKM) merupakan faktor yang memberikan konstribusi tertinggi dalam proses pengembangan usaha dibandingkan peran __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 108 pemerintah (sisi eksternal). Berangkat dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan salah satu unsur terpenting dalam penciptaan, pengembangan, dan pengelolaan UKM. 3. Rekomendasi Lingkungan usaha berubah setiap saat menuntut UKM memiliki manajemen yang handal. Namun hal tersebut tidak dapat tercipta begitu saja tanpa melalui serangkaian proses yang terpimpin. Dalam memilih langkah yang sesuai demi memajukan UKM di Indonesia, terdapat beberapa pilihan antara lain : a. Membiarkan UKM tumbuh secara mandiri tanpa dukungan katalis atau apapun, dengan risiko lamanya waktu yang dibutuhkan dan risiko hancurnya usaha oleh UKM yang lebih unggul dalam persaingan. b. Membantu UKM untuk dapat mengatasi segala bentuk permasalahan, dengan risiko UKM menjadi tidak mandiri dan selalu mencari dukungan eksternal. Untuk dapat menumbuhkan iklim pengembangan usaha yang kondusif dimana UKM dapat tumbuh dan berkembang dengan risiko yang dapat ditekan maka berikut ini ada beberapa rekomendasi yang ditawarkan: a. Strategi Mentoring Strategi ini merupakan upaya untuk menjalin dan membangun kerjasama dan kemitraan antara praktisi UKM yang sudah berpengalaman dan berwawasan luas dengan para praktisi pemula yang memiliki semangat berusaha dan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 109 membutuhkan pengarahan. Strategi ini dapat diterapkan salah satunya melalui kerjasama antara UKM pemula dengan UKM berpengalaman dalam sebuah kerjasama rantai pasokan. Dalam skenario tersebut diharapkan terjalinnya komunikasi dua arah antara keduabelah pihak yang dapat menjamin terciptanya rantai pasokan yang kuat berdasarkan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dan pengharapan masing-masing pihak. b. Strategi Inkubator Bisnis Inkubator bisnis merupakan sebuah lingkungan dimana terjalin kerjasama antara manusia bersumber daya (seperti konsultan bisnis, ahli hukum, ahli keuangan) dan sumber daya lainnya (sarana perkantoran, pelatihan) yang dapat bermanfaat untuk memberdayakan usaha-usaha baru agar dapat tumbuh pada tahap awal dan bertahan melawan kompetisi. c. Strategi Klaster dan Jejaring Membangun hubungan di antara sekelompok UKM dalam rantai pasokan yang saling mendukung, melaksanakan efisiensi terhadap biaya operasional dan pengembangan, serta alih daya dan teknologi. d. Strategi benchmarking. Strategi ini merupakan upaya dimana UKM dapat membandingkan tata cara, metode, proses hingga kinerja di antara sekelompok UKM maupun dengan kelompok UKM lain, dalam rangka membangun praktek terbaik (best practices) __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 110 H. Manajemen Perusahaan Keluarga Indonesia Perusahaan keluarga adalah sebuah perusahaan yang dimiliki, dikontrol, dan dijalankan oleh anggota sebuah atau beberapa keluarga. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa semua pekerja dalam perusahaan harus merupakan anggota keluarga. Banyak perusahaan keluarga, terutama perusahaan-perusahaan kecil, mempekerjakan orang lain untuk menempati posisi rendahan, sementara posisi tinggi (top manager) dipegang oleh orang dari dalam keluarga pemilik perusahaan. Partisipasi keluarga dalam perusahaan dapat memperkuat perusahaan tersebut karena biasanya anggota keluarga sangat loyal dan berdedikasi tinggi terhadap perusahaan milik keluarganya. Meskipun demikian, seringkali timbul masalah-masalah dalam mengatur perusahaan keluarga, terutama dalam hal pergantian kepemimpinan. Sering pula muncul benturan-benturan antara kepentingan keluarga dengan kepentingan perusahaan. Sebagai contoh, perusahaan akan cenderung mempertahankan seorang anggota keluarga untuk bekerja meskipun ia kurang kompeten dalam pekerjaannya sehingga akan membahayakan kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan keluarga (family business) juga merupakan suatu fenomena umum yang terjadi dimana-mana, sebagai respons kepala keluarga untuk menjamin kualitas hidup yang lebih baik bagi keluarganya dengan cara membuka unit usaha (Pramono, 2006). Bentuk perusahaan keluarga merupakan pilihan yang dominan ketika seseroang mendirikan bisnis untuk pertama kalinya. Menurut Pramono (2006) bahwa alasan memilih lingkup keluarga sebagai dasar __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 111 awal menjalankan bisnis adalah karena pemilik bisnis membutuhkan perasaan aman dalam menjalankan bisnis. Perasaan aman terbagi atas dua kategori, yakni kategori keterikatan emosional dan masalah penghargaan. Keterikatan emosional meliputi keyakinan pemilik bahwa anggota keluarga akan berbuat jujur dan tidak akan merusak sistem yang dibangun oleh pemilik perusahaan. Berkaitan dengan penghargaan, pemilik tidak akan terlalu merasa bersalah jika perusahaan masih dalam kondisi sulit pemilik memberikan gaji yang lebih kecil, atau tidak akan keberatan menerima penghargaan yang lebih tinggi jika kondisi perusahaan membaik, karena mereka adalah keluarga. a. Potret Perusahaan Keluarga Indonesia Grant Thornton Indonesia meneliti 250 perusahaan keluarga di Indonesia (Anonim, 2002). Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa sebagian besar perusahaan keluarga bergerak di bidang perdagangan besar dan eceran (36%). Kemudian disusul manufaktur dan distribusi (24%), jasa profesional (14%), dua jenis bidang usaha (13%), pertanian dan perikanan (4%), kontruksi (3%) keuangan dan real estate serta transportasi (2%), hotel dan hiburan serta jasa perusahaan (1%). Dilihat dari omzetnya, perusahaan keluarga sebagian besar memiliki omzet kurang dari Rp 500 juta pertahun. Sebanyak 37% perusahaan keluarga mengelola omzet kurang dari Rp 100 juta dan Rp 100-499 juta sebanyak 13% beromzet sebesar Rp 1 - 9,9 miliar, yang mengelola omzet Rp 500 - 999 juta sebanyak 8%, mengelola __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 112 omzet sebesar 10-99,9 miliar sebanyak 3% dan sebanyak 2% mengelola omzet lebih dari Rp 100 miliar. Hal yang menarik adalah pada penelitian ini juga ditemukan sebagian besar (78%) perusahaan keluarga Indonesia sebanyak dipegang oleh pendiri. Sementara generasi kedua dan ketiga hanya 5% dan 2% saja. Sisanya (17%) dipegang oleh bukan anggota keluarga. Menurut Erwin Ariadharma Manager Corporate Consulting & Government Advisory Grant Thornton Indonesia, kondisi demikian menunjukkan selain perusahaan keluarga Indonesia umumnya masih muda juga sangat rentan akan perubahan. Mereka (para pendiri) umumnya belum memiliki pengalaman ketika memulai bisnisnya. Meski demikian, perusahaan keluarga di Indonesia telah menunjukkan gejala membaik. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya anggota keluarga yang mempunyai pengalaman kerja terlibat dalam perusahaan. Dari penelitian itu disebutkan bahwa sebagian besar mereka yagn bergabung degnan perusahaan keluarga telah bekerja di tempat lain (57%). Namun sayangnya, tambah Erwin, mereka kurang didukung oleh pendidikan. Hal ini terlihat dari masih banyaknya mereka yang hanya lulusan sekolah menengah (30%) sedangkan yang lulusan universitas dan telah mengikuti jenjang training profesional masing-masing hanya 12% dan 1%. "Padahal untuk dapat berkembang dengan baik dua hal ini penting (berpengalaman dan berpendidikan)," sambung Erwin. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 113 Mereka lebih senang membiarkan anaknya sekolah sesuai keinginannya. Hanya 24% saja yang mengkaitkan sekolah anaknya dengan kebutuhan perusahaan. Sedikit saja yang menyetujui manajemen dan anak-anak pemilik harus mendapatkan saham dengan bagian yang sama. Ini sedikit berbeda dengan tren di negara maju. Di dunia, sebanyak 27% perusahaan menghendaki anaknya mengambil jenjang pendidikan sesuai dengan kebutuhan perusahaan sedangkan di Jepang lebih besar lagi (30%). Perusahaan keluarga di Indonesia juga menghadapi masalah regenerasi. Pemilik perusahaan yang menghendaki anaknya meneruskan usahanya dan yang tidak berjumlah sama. Mereka yang menghendaki anaknya meneruskan usahanya lebih dikarenakan keinginan anaknya sendiri. Sebanyak 39% perusahaan menyatakan bahwa anaknya akan dijadikan generasi penerus di perusahaan keluarga, sebesar 27% akan memberikan kepada anaknya, jika anaknya memang meginginkan sedangkan 34% tidak menghendaki anaknya meneruskan usaha mereka. Mereka juga merasa penting untuk membuat anak mereka tertarik dengan produk dan pasar perusahaan (54%). Menurut penelitian tersebut, hal yang paling dikhawatirkan oleh perusahaan pengembangan keluarga bisnisnya. di Indonesia Sebagian besar adalah (90%) mengenai pemilik perusahaan keluarga selalu bertanya apakah dirinya benar-benar perlu mengembangkan bisnisnya. Pertanyaan ini mengindikasikan bahwa orientasi perusahaan keluarga di Indonesia masih jangka __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 114 pendek sifatnya. Mereka masih konvesional dalam mengelola bisnisnya dan belum berfikir pengembangan. Erwin mencontohkan sikap para pemilik perusahaan terhadap kredit bank. Sebagian besar dari mereka lebih memilih tidak mengembangkan perusahaanya ketimbang harus berurusan dengan bank. Selain Grant Thornton Indonesia, penelitian juga dilakukan oleh The Jakarta Consulting Group terhadap 87 perusahaan keluarga di Indonesia, yang menyatakan bahwa perkembangan perusahaan keluarga di Indonesia dimulai dari close-circle family atau immediate family. (Susanto, 2005) Mayoritas responden, menyatakan bahwa perusahaan keluarga pada mula pertamanya didirikan oleh single fighter. Selebihnya menggandeng mitra yang masih termasuk dalam close-circle family atau immediate family tadi, mulai dari suami atau istri, saudara, sampai teman dekat. Kedekatan hubungan ini terutama terkait dengan aspek kepercayaan (trust) dan kesamaan visi. Tidak mengherankan jika di antara mitra ini, secara signifikan, pasangan hidup menempati urutan teratas. Fenomena yang jamak dalam perusahaan keluarga adalah pendiri mempunyai fokus pada usaha keras agar perusahaan dapat berkembang dan bertahan. Pada perkembangan berikutnya, ketika perusahaan mulai tumbuh menjadi lebih besar dan kuat, generasi kedua dan extended family, termasuk saudara-saudara, keponakan dan cucu mulai masuk, bahkan menjadi the dynasty of family. Harian perusahaan Kompas Indonesia (11/07/05) menyebutkan merupakan bahwa perusahaan 90% keluarga. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 115 Demikian pula dengan perusahaan yang ada di Amerika Serikat, sekitar 90% adalah perusahaan keluarga. Perusahaan keluarga di Amerika Serika juga mempekerjakan setengah dari jumlah angkatan kerja, juga memberikan kontribusi antara 40 % - 60% Gross Domectic Product (GDP). Menurut penelitian Eddy (1996), 50% perusahaan keluarga di Amerika sukses ketika dikelola oleh generasi kedua, sedangkan 15% sukses ketika dikelola oleh generasi ketiga. b. Beberapa Contoh Perusahaan Keluarga Perusahaan keluarga di Indonesia umumnya terbagi dua. Pertama adalah family own on enterprise, perusahaan keluarga tapi dilaksanakan sehari-hari oleh profesional. Kedua adalah family business enterprise, perusahaan keluarga yang dikelola oleh anggota keluarga itu sendiri terutama pada posisi-posisi kunci (Anonim, 2004). Secara manajemen, perusahaan keluarga adalah hubungan pekerjaaan yang sangat menarik, karena di dalamnya ada hubungan emosional yang berperan kuat. Perusahaan yang menggunakan gaya manajemen Indonesia adalah Grup Martha Tilaar (Suyanto; 2005). Perusahaan tersebut menggunakan manajemen dengan filosofi moral, yaitu DJITU (Disiplin, Jujur, Iman/ Inovatif, Tekun, Ulet) bagi segenap karyawan untuk mencapai visi dan misi yang telah digariskan oleh perusahaan. Rahasia pertama sukses dalam bisnis adalah berkata jujur dan selalu begitu, menurut Hendricks dan Ludeman (Penulis buku The Corporate Mystic). Selain itu meningkatkan networking dengan para mitra usaha, baik di dalam maupun di luar negeri. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 116 Juga hindari AIDS, (Angkuh, Iri, Dengki, Serakah). Martha Tilaar mengatakan ''Budaya di perusahaan kami adalah KEKELUARGAAN. Peran atasan khususnya saya, adalah juga sebagai Ibu. Tegur sapa. Keakraban dan saling mengenal antar karyawan MTG yang kini jumlahnya 6.000 orang, adalah suatu keharusan. Tentu saja kami pun menerapkan sistem REWARD dan PUNISHMENT bagi karyawan yang berprestasi dan tidak disiplin.'' Contoh lain dari perusahaan keluarga di Indonesia adalah PT. Ristra Indolab (Anonim, 2004). Berbeda dengan perusahaan keluarga lain yang gagal karena manajemen tidak profesional. Pada perusahaan ini, perlahan namun pasti telah melakukan proses regenerasi dengan bagusnya. Jajaran direksi memang seluruhnya dipegang oleh keluarga Tranggono. Perusahaan ini juga masih terpusat pada pasangan suami istri Suharto Tranggono dan Retno Iswari masing-masing menjadi President Director dan Deputy President Director of Technology. Proses regenerasi pada perusahaan perlahan mulai terjadi. Krishna Nindita Tranggono kini menjadi Deputy President Director Commerce. Sementara isteri Krishna, Dwi Anita ditunjuk menjadi Managing Director Ristra House. Krishna menegaskan, manajemen memang oleh keluarga tapi semuanya dikendalikan secara profesional. Pengawasan dilakukan secara ketat. Krishna anak kedua dari keluarga Tranggono menjadi satu-satunya anak yang bersedia membantu bekerja dalam perusahaan. Sementara anak pertama dan ketiga dan berprofesi menjadi pelukis dan dokter. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 117 Krishna meraih gelar Bachelor of Science dengan bidang studi Mechanical Engineering/Manufacture System pada Syracus University, Amerika Serikat (AS). Dia kemudian melanjutkan pendidikan S-2 pada Georgetown University, AS dengan gelar master of science dalam bidang studi management science pada 1999. Kembali dari AS, Krishna mulai berkarir dalam perusahaan, namun tidak langsung menjadi direksi. Jenjang jabatan Krishna layaknya karyawan lainnya dalam perusahaan. Dia memulainya sebagai production assistant, manufacturing division selama satu tahun mulai November 1992 – 1993. Berbagai jabatan dipegangnya hingga menjadi marketing manager, International Department pada 1996 – 1997. Setelah bekerja selama lima tahun, dia kembali melanjutkan pendidikan S-2 pada bidang business administration di Georgetown University, AS tahun 2000. Sejak Mei 2002, Krishna secara total berkarir di Ristra House. Perusahaan keluarga yang awalnya dikelola dengan manajemen keluarga banyak juga yang telah beranjak ke manajemen profesional. Misalnya tiga perusahaan jamu yang terkenal di Indonesia yakni PT. Sidomuncul, Nyonya Meneer, dan PT. Jamu Jago. Ketiga perusahaan jamu nasional inipun telah dikendalikan oleh orang-orang terkenal dan terbaik di bidangnya, misalnya Charles Saerang yang merupakan Presdir Nyonya Meneer, Irwan Hidayat ”bos-nya” Sido Muncul, dan Jaya Suprana ’bos-nya” Jamu Jago. Tatanan manajemen keluarga yang lebih identik dengan manajemen tradisional telah dirombak menjadi manajemen profesional, bahkan perusahaan Jamu Nyonya __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 118 Meneer berencana untuk go public dengan menjual sahamnya. Demikian pula dengan PT. Sidomuncul yang mengalokasikan dana sebesar Rp. 3 Milyar untuk riset dan pengembangan guna meningkatkan volume penjualan. Mahalnya biaya penelitian tersebut terjawab dengan terus meningkatnya volume produksi Jamu Sido Muncul yang setiap tahunnya sekitar 800 ton kering dengan nilai produksi Rp 180-200 miliar. Inovasi tiada henti juga terus dilakukan oleh Jamu Jago sebagai bagian dari manajemen profesional yang terus melakukan perubahan. Merubah stigma jamu dengan rasa pahit menjadi jamu dengan rasa manis terus dilakukan oleh Jaya Suprana, sebagai bos-nya Jamu Jago. Produk yang terkenal inovatif dan menjadi laris manis di pasaran adalah Jamu Buyung Upik yang ditujukan bagi anak-anak dengan rasanya enak dan manis tidak seperti jamu pada umumnya (Anonim, 2005). c. Masalah dalam Perusahaan Keluarga Indonesia Perusahaan keluarga bukan tanpa masalah. Pengembangan inovasi adalah masalah utama bagi perusahaan keluarga. Sebagai contoh adalah Gudang Garam (GG), yang mengalami masalah inovasi-inovasi produknya sehingga mulai dikejar oleh pesaing terdekatnya yakni HM Sampoerna dan Djarum Kudus. Sehingga GG yang dulunya sangat disegani dan masuk dalam daftar Fortune 500, sekarang menghadapi masalah. Selain masalah kurangnya inovasi, konflik keluarga juga menjadi alasan lainnya. Apa yang terjadi di GG sebenarnya sudah bisa diramalkan sejak beberapa tahun lalu. Walau kala itu GG masih menjadi penguasa pasar, posisinya tak lain tak bukan karena sisa-sisa __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 119 keberhasilan dari masa lalu. Tanpa adanya inovasi-inovasi yang memungkinkan perusahaan ini menghasilkan nilai ekonomis dari produk-produk baru, cepat atau lambat sumber pendapatan dari produk lama akan terkikis habis. Bila keadaan ini tidak diperbaiki, hanya masalah waktu saja sebelum GG turun menjadi pemain rokok nomor tiga setelah HM Sampoerna dan Djarum Kudus. Apa yang terjadi di GG sebenarnya juga merupakan gejala yang umum dijumpai di bisnis-bisnis yang masih kental aroma kekeluargaannya. Bisnis keluarga, terutama di Asia, sering merupakan bisnis yang paling minim inovasi. Setidaknya terdapat tiga alasan untuk itu. Pertama, bisnis keluarga sering dijalankan secara musyawarah. Pendapat yang berbeda jarang mendapatkan kesempatan untuk didengarkan. Tekanan untuk menjadi bagian dari kelompok yang seiya sekata sangat kuat. Bagi yang memiliki ide-ide baru, ide tersebut harus melewati banyak saringan. Bila ada satu saja suara menolak, ide tersebut dipastikan akan mentah. Pada kasus GG, misalnya, dikabarkan setidaknya ada satu anggota keluarga yang menyarankan agar GG lebih ekspansif dan berani mengambil resiko. Tetapi karena suara tersebut tidak sejalan dengan sang orang nomor satu, saran tersebut hanya tinggal saran. Kedua, bisnis keluarga yang telah berhasil umumnya telah memiliki sejarah kesuksesan yang panjang. Anggota keluarga yang aktif menjalankan usaha umumnya sudah terlatih oleh cara berpikir yang menghasilkan kesuksesan sebelumnya. Mengubah cara berpikir tersebut bukanlah tugas yang mudah. Bila sebelumnya __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 120 cara ini bisa berhasil, sekarang pasti juga masih bisa. Kesulitan ini hanya sesaat saja. Semuanya akan kembali seperti semula. Celakanya lagi, bila yang menempati posisi kunci kebanyakan adalah anggota keluarga, cara berpikir mereka akan sama semua. Yang cara berpikirnya tidak sama mungkin akan keluar dan memulai usaha sendiri. Ketiga, bisnis keluarga tidak menyediakan tempat berkembang yang baik buat para profesional. Para pekerja yang kreatif dan berani mengambil resiko dengan cepat akan belajar bahwa sifat-sifat tersebut tidak terlalu dihargai. Semuanya harus menuruti aturan ketat yang sudah diwarisi turun-temurun. Minimnya peluang karir juga menjadi pertimbangan mengapa mereka jarang memberikan yang terbaik. Apa gunanya bekerja dan berpikir mati-matian bila posisi-posisi penting semuanya diisi orang dari pihak keluarga atau kenalan-kenalan terdekat mereka? Karena kondisi ini, para profesional yang berbakat akhirnya memutuskan untuk hengkang, sedangkan yang tidak memiliki kemampuan untuk bersaing di tempat lain terpaksa menetap. Dalam jangka panjang, orang-orang yang tersisa adalah mereka yang memiliki kemampuan apa adanya yang hanya bekerja apa adanya juga. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 121 BAB IX DULU, KINI, DAN TANTANGAN MANAJEMEN INDONESIA Inspirasi penulisan buku ini memang berasal dari buku Pusparagam Manajemen Indonesia & Bisnis Cina di Asia Tenggara; Rangkuman Hasil Seminar Memorial Dr. T.B Simatupang dengan penyunting BN Marbun. Penulis sendiri memberikan apresiasi yang sangat baik kepada buku tersebut, karena berhasil memberikan sesuatu yang berbeda yang belum pernah ada sebelumnya guna merumuskan dan menggali manajemen Indonesia. Laksana ”hujan di tengah padang gurun pasir yang kering dan tandus” buku tersebut memberikan setitik harapan tentang rumusan manajemen Indonesia di tengah-tengah kajian dan gemarnya masyarakat Indonesia mempelajari dan membeli buku-buku manajemen barat. A. Dulu dan Kini Manajemen Indonesia Inti penulisan buku ini adalah mengkaji Pusparagam Manajemen Indonesia yang diterbitkan pada tahun 1992, kemudian membandingkannya dengan gaya manajemen yang hidup di Indonesia pasca reformasi. Tentunya banyak perkembangan dan perbedaan antara gaya manajemen yang diterapkan pada saat itu dengan gaya manajemen pasca reformasi. Dan banyak pula perubahan dan penambahan dari pelaku-pelaku ekonomi. Jadi boleh dikatakan bahwa buku ini adalah Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi, sebagai kelanjutan Pusparagam Manajemen Indonesia yang diterbitkan pada tahun 1992. Pada buku Pusparagam Manajemen Indonesia yang dicetak tahun 1992, praktik manajemen yang dianggap mewakili gaya manajemen __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 122 Indonesia adalah perusahaan swasta, koperasi, BUMN, organisasi kemasyarakatan, ABRI, manajemen publik, dan manajemen lingkungan. Tetapi dalam perkembangannya setelah melewati masa reformasi pada tahun 1997 – 1998, pelaku manajemen di Indonesia saat ini mengalami perubahan dan pertambahan. Sehingga pada buku Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ini, penulis selain membandingkan antara praktik manajemen yang diterapkan pada saat itu (1990-an) dengan kondisi saat ini, juga menambahkan beberapa gaya manajemen yang berkembang saat ini pasca reformasi. Adapun penambahan tersebut adalah gaya manajemen IMKM, manajemen sektor publik, manajemen nirlaba, dan manajemen perusahaan keluarga Indonesia. Penambahan gaya manajemen tersebut memang sesuai dengan kondisi yang berkembang saat ini. Sebagai contoh nyata adalah manajemen Industri Menengah, Kecil dan Mikro (IMKM), yang terbukti eksis dalam menghadapi krisis moneter. Padahal pada tahun 1990 – an atau sebelum krisis moneter, manajemen IMKM ini tidak diperhitungkan sebagai pelaku ekonomi yang mampu memberikan kontribusi nyata terhadap pendapatan nasional. Sehingga dalam buku Pusparagam Manajemen Indonesia tahun 1992, tidak ada praktik manajemen IMKM yang ada di buku tersebut karena pada saat itu memang tidak diperhitungkannya manajemen IMKM sebagai kekuatan pelaku ekonomi. Fokus pembangunan pelaku ekonomi pada saat itu adalah perusahaan-perusahaan besar dan multinasional. Penguatanpenguatan pelaku ekonomi lebih banyak diarahkan kepada perusahaanperusahaan besar yang rentan akan krisis. Sehingga akan menjadi catatan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 123 besar di dalam sejarah manajemen Indonesia bahwa perusahaan besar yang dikelola dengan manajemen modern malah rentan terhadap krisis daripada manajemen IMKM yang dikelola dengan manajemen tradisional. Contoh yang lain dari sebagai tambahan dari gaya manajemen yang ada di Indonesia adalah manajemen sektor publik. Mengapa sektor publik ? Hal ini berkaitan dengan ekses pasca reformasi. Dampak dari proses reformasi adalah tumbuhnya kesadaran masyarakat akan hakhaknya yang selama ini tidak diperolehnya. Sehingga menimbulkan tuntutan besar akan layanan yang baik kepada masyarakat. Layananlayanan sektor publik yang dulunya banyak dipegang oleh pemerintah dituntut untuk berubah menjadi lebih baik. Pengelolaan yang berhubungan dengan masyarakat luas direformasi dituntut untuk melaksanakan manajemen sektor publik yang lebih profesional. Aspekaspek Transparency, Accountability, Relevance, Independence, dan Fairness menjadi aspek tersendiri yang harus dijalankan oleh manajer organisasi sektor publik. Bahkan pada era pasca reformasi ini manajer organisasi sektor publik dituntut untuk berhati-hati dalam menjalankan amanah. Sorotan tajam terhadap manajer organisasi sektor publik selalu dilakukan oleh masyarakat. Pada beberapa daerah bahkan sebuah pekerjaan atau proyek pemerintah tidak ada yang berani menanganinya karena besarnya sorotan yang diberikan oleh masyarakat, dan juga besarnya kemungkinan jeratan hukum yang seakan menghantuinya. Hal ini jelas berbeda dengan sebelum reformasi, dimana pekerjaan atau proyek pemerintah banyak yang rebutan untuk mengerjakannya. Inilah yang membedakan gaya manajemen sektor publik sebelum dan pasca __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 124 reformasi. Gaya manajemen sektor publik pasca reformasi inilah yang tidak ada di buku Pusparagam Manajemen Indonesia tahun 1992, yang memang pada saat itu masyarakat terkooptasi untuk menerima saja layanan sektor publik yang diberikan oleh pemerintah. Namun seiring bergulirnya reformasi maka berubah pula manajemen sektor publik yang ada. Tambahan lain dari gaya manajemen pasca reformasi adalah gaya manajemen organisasi nirlaba. Organisasi nirlaba ini beragam jenisnya. Mulai dari organisasi nirlaba murni ataupun organisasi quasi nirlaba. Pasca reformasi organisasi ini juga tumbuh baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Seiring tuntutan zaman maka manajemen organisasi nirlaba juga berubah. Bahkan organisasi-organisasi nirlaba murnipun seperti masjid, lembaga zakat, dan gereja telah menerapkan manajemen modern dalam rangka memenuhi aspek transparansi dan akuntabilitas lembaga. Lebih-lebih organisasi quasi nirlaba seperti sekolah dan rumah sakit. Dalam memberikan layananpun organisasi nirlaba seakan tidak mau kalah dengan organisasi profit. Dalam buku Pusparagam Manajemen Indonesia tahun 1992, dicontohkan manajemen organisasi kemasyarakatan di Muhammadiyah. Pada saat ini, pasca reformasi dan seiring tuntutan zaman, manajemen Muhammadiyahpun telah berubah mengarah ke manajemen yang lebih modern, lebih-lebih Amal Usaha yang dimiliki oleh Muhammadiyah seperti Perguruan Tinggi, Sekolah, Rumah Sakit dan lainnya. Gaya manajemen lain yang ada di buku ini tetapi tidak ada dalam buku Pusparagam Manajemen Indonesia terbitan tahun 1992 adalah gaya manajemen perusahaan keluarga Indonesia. Ini sengaja dimasukkan oleh __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 125 penulis dalam gaya manajemen yang hidup di Indonesia karena memang fakta menunjukkan bahwa 90% perusahaan yang ada di Indonesia adalah perusahaan keluarga. Contoh perusahaan keluarga di Indonesia adalah Gudang Garam, Sampoerna (sebelum di beli Philips Morris), Jamu Jago, Jamu Nyonya Meneer, Jamu Sido Muncul, Group Bakrie, dan masih banyak yang lain. Pada awalnya perusahaan keluarga dibangun atas dasar kepercayaan antar sesama anggota keluarga. Tetapi seiring tuntutan profesionalitas maka manajemen keluarga ini tidak boleh lagi untuk diteruskan dalam perusahaan keluarga yang ingin tumbuh besar. Maka perlahan-lahan sentuhan manajemen modern dibutuhkan oleh perusahaan keluarga. Walaupun demikian ada pula perusahaan keluarga yang memberikan pekerjaan-pekerjaan teknis pada profesional tetapi untuk keputusan strategis tetap diambil oleh keluarga besar owners perusahaan. Beberapa masalah sebenarnya melekat pada perusahaan keluarga ini. Yang paling rentan adalah masalah konflik keluarga yang akhirnya berimbas pada jalannya manajemen perusahaan keluarga. Selain itu juga masalah regenerasi menjadi persoalan pelik dalam perusahaan keluarga. Apabila regenerasi ini gagal, misalnya perpindahan dari generasi pertama ke generasi kedua, maka segala upaya yang telah dibangun oleh founding father perusahaan akan menjadi sia-sia adanya. B. Tantangan Manajemen Indonesia Upaya untuk mencari bentuk rumusan Manajemen Indonesia selalu terbentuk oleh tantangan Manajemen Indonesia itu sendiri. Paling tidak __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 126 ada dua tantangan Manajemen Indoenesia yakni tantangan internal dan tantangan eksternal. Tantang internal identik dengan tantangan yang berasal dari diri manajemen Indonesia sendiri, sedangkan tantangan eksternal berasal dari luar manajemen Indonesia. Tantangan internal dapat berupa berubahnya budaya masyarakat Indonesia. Simatupang dan Mochtar (1992) sering menyebut ”Manajemen dalam Negara Pancasila yang Membangun” atau juga ”Manajemen Pancasila”. Pertanyaan yang kemudian timbul adalah untuk saat ini dimanakah letak Pancasila yang selama berpuluh-puluh tahun diagungagungkan tetapi setelah reformasi Pancasila seakan dilupakan begitu saja. Euforia reformasi kebablasan menyebabkan masyarakat seakan lupa atas nilai-nilai Pancasila yang telah digali menjadi nilai-nilai falsafah bangsa Indonesia. Nilai-nilai kekeluargaaan dan gotong royong dalam masyarakat semakin hari seakan makin menipis saja. Yang terjadi kemudian adalah nilai-nilai individualitik dan hedonisme yang semakin berkembang di masyarakat. Dengan semakin menipisnya budaya asli bangsa Indonesia maka pengembangan Manajemen Indonesia semakin jauh panggang dari api, semakin jauh dari harapan. Bukankah manajemen suatu bangsa dihasilkan dari budaya asli bangsa tersebut. Tantangan eksternal Manajemen Indonesia adalah globalisasi dan teknologi. Globalisasi dan teknologi yang tidak dapat ditolak oleh siapapun membawa perubahan yang luar biasa dalam kehidupan semua bangsa di dunia ini. Demikian pula dengan bangsa Indonesia. Globalisasi yang telah menghilangkan batas-batas wilayah suatu bangsa dan masyarakat telah membawa pengaruh yang hebat pada tatanan nilai suatu masyarakat. Teknologi informasipun yang telah mempermudah jalan __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 127 hidup manusia kadang membawa ekses negatif pada tatanan kehidupan masyarakat. Teknologi informasipun kadang telah menggantikan fungsi manusia yang kemudian menghilangkan peran manusia itu sendiri dan membawa masalah bagi manusia tersebut. Teknologi yang berkembang di negara berindustri maju sering menjatuhkan derajat manusia menjadi sub-komponen dari sistem raksasa, dan sub-komponen manusia ini dalam rangka teknologi yang dipergunakan sering pula dianggap adalah sub komponen yang paling tidak dapat diandalkan (tidak fail proof). Teknologi automatisasi dan komputerisasi yang mempergunakan komponen bukan manusia dianggap lebih dapat diandalkan (tidak fail proof) daripada manusia (Simatupang dan Mochtar, 1992). __________________________________________________________________________Sigit Hermawan 128 Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ BAB X KESIMPULAN Apabila ditarik ”benang merah” rumusan Manajemen Indonesia, penulis sependapat dengan Marbun (1992) dan Christiananta (1994) yang menyatakan bahwa belum ada penulis secara solid dan bertanggungjawab yang berani memberikan definisi tentang Manajemen Indonesia. Yang muncul adalah istilah-istilah seperti ”Manajemen Gaya Indonesia”, ”Gaya Manajemen Indonesia”, “Manajemen Ala Indonesia”, “Manajemen Pancasila”, dan sebagainya. Rumusan-rumusan yang ada mirip antara satu dengan lainnya, sedangkan warna dari definisi aslinya yang berasal dari Barat masih tampak kental. Hal tersebut terjadi, mungkin sekali karena manajemen itu sendiri dianggap universal. Fungsi-fungsi yang dimiliki manajemen (Planning, Organizing, Leading, Controlling) dimana saja adalah sama untuk organisasi apapun, sehingga tidak mudah atau dirasa tidak perlu memberikan rumusan khusus manajemen yang dipakai oleh manajer dengan budaya tertentu (Christiananta, 1994). Penulis sendiri setelah mempelajari gaya manajemen yang hidup di Indonesia, akhirnya sependapat dengan Christiananta (1994) yang menyatakan fungsi-fungsi manajemen itu bersifat universal. Tetapi kalau sudah sampai pada implementasi fungsi-fungsi tersebut oleh manajermanajer dari berbeda budaya maka pasti dapat dideteksi perbedaanperbedaannya. Sehingga dengan demikian, universalitas manajemen itu tidak sepenuhnya absolut tetapi dapat terjadi perbedaan pada situasi-situasi tertentu (situasional) terutama pada konteks budaya yang berbeda. Apabila buku ini dipahami secara mendalam maka akan mengarah pada kesimpulan bahwa fungsi-fungsi manajemen itu bersifat universal tetapi untuk implementasi dapat berbeda karena budaya antar organisasi. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan 129 Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ Pembaca dapat menilik pada bab gaya manajemen yang hidup di Indonesia, yang secara implisit menyatakan bahwa tidak ada yang berbeda pada fungsifungsi manajemen. Tetapi pada implementasinya bisa jadi hal tersebut berbeda karena perbedaan budaya organisasi. Misalnya pada manajemen koperasi dan manajemen perusahaan keluarga Indonesia. Pada tingkat implementasi, keduanya menggunakan fungsi-fungsi manajemen, tetapi pada implementasi pengambilan keputusan hal tersebut terasa berbeda. Kalau pada manajemen koperasi menggunakan aspirasi anggota untuk pengambilan keputusan tetapi pada manajemen perusahaan keluarga pengambilan keputusan lebih banyak dilakukan oleh owners perusahaan. Untuk pembaca atau penulis berikutnya perlu dipahami bahwa untuk dapat merumuskan manajemen Indonesia maka haruslah memahami gaya manajemen yang hidup di Indonesia. Artinya haruslah mampu untuk memahami semua gaya manajemen yang digunakan oleh pelaku-pelaku ekonomi di Indonesia. Dengan demikian maka pembaca akan dapat memahami masing-masing gaya manajemen yang digunakan oleh pelakupelaku ekonomi di Indonesia. Tetapi yang menjadi masalah dan tantangan dalam memahami manajemen Indonesia adalah berubahnya budaya karena globalisasi dan teknologi. Harapan dari buku ini dengan menyajikan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi; Dulu, Kini dan Tantangannya adalah agar pembaca memahami perubahan-perubahan yang terjadi atas gaya manajemen Indonesia pasca reformasi di tahun 1998, serta tantangan ke depan dengan manajemen Indonesia. Walaupun mungkin masih diperlukan penambahan-penambahan pembahasan yang lebih tajam dan mendalam tetapi buku ini pastilah dapat memberikan insipirasi bagi penulis lain untuk lebih mendalami gaya manajemen Indonesia pasca reformasi. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 130 DAFTAR PUSTAKA Amirullah dan Haris Budiyono. 2004. Pengantar Manajemen. Edisi Kedua Cetakan Pertama. Penerbit Graha Ilmu Yogyakarta Anoraga, Panji dan Widiyanti, Ninik. 1992. Dinamika Koperasi. Rineka Cipta, Jakarta. Anonim. 2002. Potret Perusahaan Keluarga Indonesia. www.eksekutif.com /berita/artikel.html. Diakses 9 Januari 2009. Jam 13.30 WIB Anonim. 2004. Kiat Menang Perusahaan Keluarga. Entrepreneurs Tue, 21 Dec Anonim. 2004. Perusahaan Keluarga Yang Dikelola Profesional. www.sinarharapan.co.id/ceo/2004. Diakses 9 Januari 2009. Jam 14.00 WIB Anonim. 2005. Mengangkat Citra Jamu Ke Kelas Atas. www.sajadah.net/com. Diakses 10 Januari 2009. Jam 09.00 WIB Anonim. 2006. Mengulik Gaya Manajemen di Berbagai Negara. Kamis, 24 Agustus 2006. Diakses 5 Januari 2009 Jam 12.30 WIB Anwari. 1998. Privatisasi dan Populisme BUMN. Majalah Usahawan. No 16 Th XXVII. LM FE UI Bawono, Icuk Rangga. 2005. Manajemen Strategi Sektor Publik : Langkah Tepat Menuju Good Governance. Fakultas Ekonomi UNSOED Purwokerto Christiananta, Budiman. 1994. Pengaruh Sistem Nilai Budaya Terhadap Manajemen di Indonesia, dalam Materi Kuliah Teori Manajemen. Program Doktor Ilmu Ekonomi. PPS Universitas Airlangga Surabaya. Cushway and Lodge. 1995. Organizational Behavior and Design. (Terjemahan). Penerbit Elex Media Komputindo Dalimunthe, Ritha. 2003. Manajemen Indonesia. Digitized by USU digital library Eddy, Peg. 1996. Lessons, Legends and Legacies : Serving the Family Business. Journal of Financial Planning ; Des 1996; 9; 6; ABI/INFORM Global __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 131 Harian Kompas, 2005. 90 Persen Pengusaha Jalankan Bisnis Keluarga, Kamis, 11 Juli 2005. www. kompas.com/kompas-cetak/0207/11/ekonomi/ pers13.htm Hermawan, Sigit. 2004. Proses Perubahan Laporan Muhammadiyah Sidoarjo dan Penerapannya Muhammadiyah Lain di Jawa Timur. Tesis. Magister Akuntansi Program Pasca Sarjana Surabaya Keuangan Universitas di Perguruan Tinggi Tidak Dipublikasikan. Universitas Airlangga Hendar dan Kusnadi, 1999. Ekonomi Koperasi untuk Perguruan Tinggi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta Hendrojogi. 1997. Koperasi: Azas-azas, Teori dan Praktek.. Penerbit Raja Grafindo. Jakarta. Hoesada, Jan. Tanpa Tahun. Akuntansi Organisasi Nirlaba. Artikel dalam Kumpulan Artikel ”Akuntansi Indonesia di Tengah Kancah Perubahan”. Hofstede, Geert. 1991. Cultures and Organizations : Software of The Mind, Intercultural Cooperation and its Importance for Survival. Maindenhead : Mc Graw-Hill Iqbal, Moh. 1992. Manajemen Koperasi Indonesia, dalam Pusparagam Manajemen Indonesia dan Bisnis Cina di Asia Tenggara. Penyunting BN Marbun. Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (Yayasan PPM) dan PT Pustaka Binaman Pressindo. Kementrian BUMN. 2002. Master Plan BUMN Tahun 2002 – 2006. www.bumnri.com. Diakses 6 Januari 2009. Jam 13.30 WIB Koontz, Harold; O’Donnell, Cryll; and Wihrich, Heinz. 1982. Management. 7th ed, New York, Mc Graw-Hill Book Company, Ltd Latifah, Siti. 2004. Sistem Manajemen Lingkungan Untuk Menyongsong Era Ramah Lingkungan. Digitized by USU digital library Lewis, Richard. 1996. Komunikasi Bisnis Lintas Budaya. Terjemahan, Pengantar Prof. Dr. Deddy Mulyana, MA. Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. Bandung __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 132 Ma’arif, Syamsul dan Noverman Duadji. 2004. Kebijakan Privatisasi BUMN di Indonesia. Analisis Wacana Krisis Versus Upaya Stabilisasi Perekonomian Indonesia Tahun 1998 – 2004). Hasil Penelitian. FISIP. Universitas Lampung Meen, Njauw Kwet. 1992. Manajemen Lingkungan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Pengalaman Sebuah Pabrik Pulp dan Kertas. dalam Pusparagam Manajemen Indonesia dan Bisnis Cina di Asia Tenggara. Penyunting BN Marbun. Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (Yayasan PPM) dan PT Pustaka Binaman Pressindo. Nawawi, Hadari. 2000. Manajeen Strategi Organisasi Non Profit di Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi d Bidang Pendidikan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Pramono, C. 2006. Manajemen Bisnis Keluarga. Harian Umum Waspada, 3 Agustus 2006 hlm 4 Pratama, Budi. 1988. Masalah Keserasian Budaya Indonesia; Manajemen di Indonesia. LP FE UI Purwoko. 2002. Model Privatisasi BUMN Yang Mendatangkan Manfaat Bagi Pemerintah dan Masyarakat Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol 6 No. 1. Maret 2002 Robbins, Stephen P. 1996. Organizational Theory ; Structure Design and Application, 3th Ed. Prentice Hall Simatupang, TB dan Mochtar Lubis. 1992. Manajemen Dalam Negara Pancasila Yang Membangun, dalam Pusparagam Manajemen Indonesia dan Bisnis Cina di Asia Tenggara. Penyunting BN Marbun. Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (Yayasan PPM) dan PT Pustaka Binaman Pressindo. Sitio, Arifin dan Tamba, Halomoan. 2001. Koperasi: Teori dan Praktek. Penerbit Erlangga. Jakarta Sudariyanto, Cacuk. 1992. Manajemen BUMN, Penerapannya di TELKOM, dalam Pusparagam Manajemen Indonesia dan Bisnis Cina di Asia Tenggara. Penyunting BN Marbun. Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (Yayasan PPM) dan PT Pustaka Binaman Pressindo. __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 133 Susanto, A.B. 1998. Gelora Manajemen. Divisi Penerbitan The Jakarta Consulting Group. Jakarta _____. 2005. Menguak Perusahaan Keluarga di Indonesia. http://strategibisnis.blogspot.com/2005/07/menguak-perusahaan-keluarga-di.html Stoner, James F; Freeman, Edward; and Gilbert, Daniel R. 1995. Management. 6th ed. Prentice – Hall, Inc Widyawati, Widiyanti Kurnianingsih. 2006. Sistem Pengendalian Manajemen pada Organisasi Nirlaba. Jurnal Ilmiah Manajerial, Vol 2 No 1 Maret. Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer AMIKOM Yogyakarta Wilkins, A.L. 1983. The Culture Audit; A Tool For Understanding Organizations. Organizational Dynamics Yance. 2003. Audit Lingkungan Salah Satu Instrumen Pembangunan Berkelanjutan. Digitized by USU digital library __________________________________________________________________________Sigit Hermawan Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ __________________________________________________________________________Sigit Hermawan 134