Manajemen Keluarga - Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSIDA

advertisement
“Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Itu Ada Kemudahan. Maka Apabila Kamu Telah
Selesai (dari sesuatu urusan). Kerjakanlah Dengan Sungguh-Sungguh (Urusan)
Yang Lain. Dan Hanya Kepada Tuhanmulah Hendaknya Kamu Berharap”. (QS.
Alam Nasyrah, 6 – 8)
Karya Ini Kupersembahkan Untuk :
Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Terima Kasih Kepada :
Sambang Pangesthi, S.Si., S.Pd
Muafi Bintang Herlambang
Keluarga Besar di Bojonegoro dan Solo
Guru-Guruku
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
3
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT
yang tak henti-hentinya melimpahkan rahmat-Nya sehingga sampai saat
ini masih diberkahi untuk dapat menjalankan tugas-tugas sebagai
khalifah di muka bumi ini. Terlebih lagi selalu dirahmati untuk selalu
dapat bekerja dan berkarya menyebarkan ilmu pengetahuan sebagai
wujud pencerahan kepada umat yang lain. Semoga semua yang menjadi
cita-cita dapat dikabulkan sehingga dapat berguna bagi yang lainnya.
Secara khusus segala puji kami panjatkan atas terbitnya buku ini
sebagai wujud karya nyata dan sebagai bahan khazanah pengetahuan
yang berguna bagi pembaca. Buku ini berjudul ”Pusparagam Manajemen
Indonesia Pasca Reformasi; Dulu, Kini, dan Tantangannya”. Buku ini
akan berisi tentang manajemen secara umum, budaya dan manajemen,
pusparagam manajemen Indonesia yang ada di dalam gaya manajemen
yang hidup di Indonesia, dulu, kini dan tantangan manajemen Indonesia.
Buku ini bisa jadi merupakan kelanjutan atau perbandingan dengan buku
Pusparagam Manajemen Indonesia & Bisnis Cina di Asia Tenggara yang
terbit tahun 1992. Mengapa demikian ? Karena setting yang berbeda
antara sebelum reformasi dan pasca reformasi di tahun 1998. Akan
nampak jelas perbedaannya apabila pembaca memahami isi dari buku ini.
Ada banyak pihak yang berperan dalam membantu terselesainya
buku ini baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Prof. Drs. Ec. Budiman Christiananta, MA., Ph.D dan Dr. Anis Eliyana, SE,
M.Si. dari FE Unair Surabaya yang telah memotivasi penulis dan
memberikan pandangan-pandangannya tentang materi yang ada di buku
ini. Juga untuk Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSIDA),
Prof. Dr. Achmad Jainuri, MA yang telah memberikan kesempatan seluasluasnya kepada penulis untuk terus bekerja dan berkarya. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada para kolega yang ada di Fakultas Ekonomi
UMSIDA, rekan-rekan di LPPK PWM Jatim, teman-teman di KADIN
Kabupaten Sidoarjo, dan para kolega yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa sebagai buku referensi, materi penyajian
dalam buku ini bisa jadi masih sangat kurang, tetapi setidaknya ada buku
yang telah menggali manajemen Indonesia pasca reformasi. Hal ini
penting karena sudah berubahnya sendi-sendi perekonomian di Indonesia
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
4
pasca reformasi. Penulis menerima kritik dan saran untuk perbaikan buku
ini.
Sidoarjo, Maret 2009
Sigit Hermawan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
5
DAFTAR ISI
PENGANTAR .........................................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II. KONSEP MANAJEMEN ..........................................................................4
BAB III. FUNGSI DAN PROSES MANAJEMEN ...............................................9
BAB IV. BUDAYA DAN MANAJEMEN .............................................................13
A. Unsur dan Elemen Budaya ...............................................................15
B. Budaya dan Sub Budaya ...................................................................23
C. Sistem Nilai Budaya ...........................................................................26
D. Sumber Nilai Sistem Budaya Bangsa ..............................................26
E. Pengaruh Nilai-Nilai Budaya Bangsa Pada Manajemen dan
Kepemimpinan ...................................................................................28
F. Nilai-Nilai Bangsa Indonesia ............................................................28
G. Pendapat Manajer Asing yang Bekerja di Indonesia ....................29
BAB V. PERANAN BUDAYA DALAM MANAJEMEN ...................................31
A. Budaya Perusahaan Sebagai Alat Manajemen...............................33
B. Implementasi Budaya Perusahaan Pada Manajemen ...................34
BAB VI. MEMAHAMI KEANEKARAGAMAN BUDAYA ..............................42
BAB VII. GAYA MANAJEMEN DI BERBAGAI NEGARA ..............................50
BAB VIII. GAYA MANAJEMEN YANG HIDUP DI INDONESIA .................55
A. Manajemen Koperasi .........................................................................55
B. Manajemen BUMN ............................................................................62
C. Manajemen Strategis Sektor Publik .................................................70
D. Kepemimpinan “Hastrabrata” dalam Manajemen TNI ...............75
E. Manajemen Lingkungan ...................................................................77
F. Manajemen Organisasi Nirlaba........................................................82
G. Manajemen IMKM .............................................................................99
H. Manajemen Perusahaan Keluarga Indonesia .................................105
BAB IX. DULU, KINI, DAN TANTANGAN MANAJEMEN INDONESIA ..116
BAB X. KESIMPULAN ...........................................................................................123
DAFTAR PUSTAKA
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
6
BAB I
PENDAHULUAN
Upaya mencari rumusan manajemen Indonesia telah dilakukan oleh
para pakar manajemen di Indonesia pada tahun 1980-an. Tetapi seperti
yang dinyatakan oleh Marbun (1992), Christiananta (1994) belum ada
rumusan yang bertanggungjawab tentang definisi manajemen Indonesia.
Yang ada hanyalah istilah-istilah seperti Manajemen Gaya Indonesia,
Gaya Manajemen Indonesia, Manajemen Ala Indonesia, Manajemen
Pancasila dan lain sebagainya (Christiananta, 1994).
Setelah dekade 80 – 90 an itu, praktis upaya untuk merumuskan
kembali seperti apakah manajemen Indonesia tidak pernah lagi dilakukan.
Sementara itu perkembangan zaman terus bergulir. Di Indonesia sendiri,
reformasi di segala bidang telah terjadi tahun 1998 yang mampu merubah
segala hal termasuk perekonomian yang di dalamnya adalah manajemen.
Yang terjadi pasca reformasi adalah pelaku-pelaku ekonomi yang bisa jadi
berbeda peran dan fungsinya antara sebelum dan sesudah reformasi.
Pelaku ekonomi Industri Menengah, Kecil dan Mikro (IMKM) misalnya,
sebelum reformasi sektor ini dipandang sebelah mata dibanding
perusahaan-perusahaan besar lainnya. Tetapi seiring krisis keuangan
yang
berakibat
reformasi
di
segala
bidang,
sektor
ini
mampu
membuktikannya sebagai pelaku ekonomi yang tahan banting atas krisis
moneter yang terjadi pada tahun 1997 – 1998.
Perubahan peran dan fungsi pada pelaku-pelaku ekonomi pasca
reformasi ini diikuti pula oleh gaya manajemen yang dilakukan oleh
organisasi atau perusahaan tersebut. Tuntutan peran yang berbeda oleh
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
7
masyarakat mengharuskan organisasi dan perusahaan untuk berubah
mengikuti arus reformasi yang ada di masyarakat. Misalnya organisasi
pemerintah, harus memainkan gaya manajemen yang berbeda antara
sebelum dan sesudah reformasi. Tuntutan akan transparansi dan
akuntabilitas adalah dengungan yang tiada henti pasca reformasi ini.
Tuntutan untuk memberikan layanan yang lebih baik pada masyarakat
rasanya tak henti-hentinya berkumandang. Apabila ini tidak disikapi
dengan gaya manajemen yang berbeda pastilah organisasi tersebut tidak
akan eksis di zamannya. Demikian pula dengan perusahaan dan
organisasi lain. Ini membuktikan bahwa gaya manajemen harus sesuai
dengan kondisi atau budaya yang ada di masyarakat.
Buku ini, Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi; Dulu,
Kini dan Tantangannya, akan menguraikan tentang perubahan gaya
manajemen Indonesia pasca terjadinya reformasi tahun 1998. Bisa jadi
buku ini adalah kelanjutan atau bisa pula sebagai buku perbandingan
dengan buku Pusparagam Manajemen Indonesia & Bisnis Cina di Asia
Tenggara yang telah terbit tahun 1992 dengan penyunting BN Marbun.
Pastilah berbeda karena buku sebelumnya yang dicetak tahun 1992 ditulis
dengan setting masa orde baru, dan buku ini ditulis pasca reformasi atau
sepuluh tahun pasca reformasi (1998 – 2008).
Sebagai referensi untuk pembaca bahwa struktur penulisan buku ini
terdiri dari empat bagian, yakni pertama tentang manajemen secara umum,
kedua tentang budaya dan manajemen, ketiga tentang pusparagam
manajemen Indonesia yang tertuang dalam gaya manajemen yang hidup
di Indonesia, dan keempat diberikan kesimpulan. Bagian pertama tentang
manajemen secara umum akan membahas tentang konsep manajemen
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
8
dan fungsi serta proses manajemen. Bagian kedua tentang budaya dan
manajemen akan menyajikan bagaimana budaya-budaya mempengaruhi
manajemen, dan digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan dan
organisasi. Bagian ketiga tentang gaya manajemen yang hidup di
Indonesia yang merupakan pusparagam manajemen Indonesia pasca
reformasi. Pada bagian ini juga dijelaskan tentang perbandingan
pusparagam manajemen Indonesia dulu, kini dan tantangannya. Pada
akhir pembahasan akan diberikan kesimpulan yang merupakan refleksi
seluruh buku ini.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
9
BAB II
KONSEP MANAJEMEN
Banyak definisi yang diberikan terhadap istilah manaemen, beberapa
penulis memberikan pengertian sebagai berikut :
a. Harodl Koontz dan Cyril O’donnel (1982)
Management is getting things done throught people. In bring about this
coordinating group activity, the manager, as a manager plans, organizes, staff,
direct and controls the activities other people. Atau manajemen adalah
usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.
Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah
aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, dan pengendalian
b. R Terry
Management is a distinct process consisting of planning, organizing,
actuating, and controlling performed to determine and accomplish stated
objective by the use human being and other resources. Atau manajemen
merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang
dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang
telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lainnya
c. James F Stoner et, all (1995)
Manegement is the process of planning, organizing, leading and controlling
the efforts of organization members and using all other organizational
resources to active stated organizational goals. Atau manajemen adalah
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
10
proses perencanaan, pengorganisasian dan penggunaan sumber daya–
sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang
telah dtetapkan.
Dengan demikian istilah manajemen mengacu pada suatu proses
mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar
diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.
Proses menggambarkan fungsi-fungsi yang berjalan terus atau kegiatankegiatan utama yang dilakukan oleh para manajer. Fungsi-fungsi tersebut
biasanya disebut sebagai merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan
mengendalikan.
Selain pengertian tersebut di atas, manajemen juga diartikan dalam
berbagai istilah atau sebutan, sehingga dengan istilah tersebut masingmasing orang dapat memandang manajemen sesuai dengan cara pandang
mereka. Walaupun berbeda cara pandang,namun konsep manajemen
tetap mengacu pada perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian.
Beberapa
cara
istilah
manajemen
tersebut
adalah
(Amirullah dan Haris, 2004)
1. Manajemen Sebagai Proses Kegiatan
Sebagai suatu proses kegiatan, manajemen diartikan sebagai
suatu rangkaian kegiatan yang dimulai dari kegiaan merencanakan,
melaksanakan serta mengkoordinasikan apa yang direncanakan
sampai dengan kegiatan mengawasi atau mengendalikannya agar
sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Manajemen sebagai
proses lebih ditekankan para proses mengelola dan mengatur
pelaksanaan suatu pekerjaan atau rangkaian aktivitas dengan proses
mana pelaksanaan itu diselenggarakan dan diawasi.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
11
Proses manajemen yang dimaksud juga dalam arti suatu
rangkaian kegiatan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu dengan bantuan orang lain. Karena itu penyebutan manajemen
disini
adalah
proses
ditemukannya
peluang-peluang
yang
menguntungkan. Proses pembuatan rencana dan konsep alternatif,
langkah-langkah untuk mencapai tujuan, melaksanakan rencana dan
langkah-langkah
tersebut
sampai
pada
upaya
mengadakan
pengawasan.
2. Manajemen Sebagai Suatu Ilmu dan Seni
Manajemen sebagai ilmu dan seni dapat diartikan sebagai upaya
pencapaian
tujuan
dengan
fenomena-fenomena
dan
pendekatan
(approach)
gejala-gejala
menjelaskan
manajemen
serta
mentransformasikan dan mengidentifikasikan proses manajemen
berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah. Komponen kaidah ilmiah di dalam
proses pengambilan keputusan ialah kumpulan pengetahuan tertentu
seperti dinyatakan oleh peraturan-peraturan atau statement umum
yang telah dipertahankan oleh berbagai tingkatan ujian dan
pembuktian serta penyidikan. Manajemen sebagai suatu ilmu memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
a. prinsip dan konsep manajemen dapat dipelajari;
b. decision making dapat didekati dengan kaidah-kaidah ilmiah;
c. objek dan sarana manajemen untuk mencapai tujuan sebagian
adalah elemen-elemen yang bersifat materi;
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
12
d. dalam penerapannya manajemen memerlukan dari bidang ilmu
yang lainnya, seperti ilmu ekonomi, statistik, akuntansi dan lainlain;
Sedangkan manajemen sebagai seni diartikan sebagai pendekatan
pencapaian tujuan yang lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan
pribadi, bakat dan karakter pelaku-pelaku manajemen terutama dari
unsur manajer atau pimpinan. Unsur senin dalam manajemen adalah
pemakaian pengetahuan pada situasi tertentu yang dilakukan secara
kratif ditambah dengan skill tertentu. Manajemen sebagai suatu seni
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. kesuksesan dalam mencapai tujuan sangat dipengaruhi dan
didukung oleh sifat-sifat dan bakat para manajer;
b. dalam proses pencapaian tujuan sering kali melibatkan unsu naluri
(instinct), perasaan dan intelektual;
c. dalam pelaksanaan kegiatan, faktor yang cukup menentukan
keberhasilannya adalah kekuatan pribadi yang kreatif yang
dimiliki.
Berdasarkan kedua ciri manajemen di atas dapatlah diambil
suatu kesimpulan bahwa proses manajemen itu tidak hanya
berkaitan dengan masalah kebendaan (materi fisik) saja, namun
juga berhubungan dengan manusia. Oleh karena itu, proses
pendekatan manajemen tidak hanya bersifat ilmiah, tetapi juga
seni. Perpaduan antara manajemen ilmu dan seni merupakan
sesuatu yang harus dimiliki oleh manajer (pimpinan) dalam suatu
organisasi.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
13
3. Manajemen Sebagai Profesi
Penekanan utama dalam penyebutan manajemen sebagai profesi
adalah pada kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang atau
manajer dengan menggunakan keahlian tertentu. Seseorang yang
memiliki keahlian dan ketrampilan tertentu akan memperoleh status
dan insentif manakala mereka terlibat dalam organisasi. Oleh sebab itu
mereka yang bekerja dalam organisasi dengan menggunakan
keahliannya dikelompokkan dalam kelompok manajemen profesional.
Profesionalisme manajemen dikategorikan ke dalam suatu profesi
yang memang membutuhkan suatu keahlian tertentu serta posisi dan
keahliannya diakui oleh masyarakat.
4. Manajemen Sebagai Kumpulan Orang Untuk Mencapai Tujuan
Bersama
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh dua oran atau lebih secara
kooperatif dalam organisasi disebut sebagai aktivitas manajemen.
Kolektivitas orang-orang tersebut bergabung dalam suatu organisasi
dan dipimpin oleh seorang pemimpin (manajer) yaitu bertanggung
jawab penuh atas upaya pencapaian tujuan secara efisien dan efektif.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
14
BAB III
FUNGSI DAN PROSES MANAJEMEN
Pada umumnya manajemen dibagi menjadi beberapa fungsi yaitu
merencanakan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengendalikan
kegiatan dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan
secara efektif dan efisien. Berikut penjelasan masing-masing fungsi :
1. Perencanaan
Perencanaan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk
menentukan tujuan serta sasaran yang ingin dicapai dan mengambil
langkah-langkah strategis guna mencapai tujuan tersebut. Melalui
perencanaan seorang manajer akan dapat mengetahui apa saja yang
harus
dilakukan
dan
bagaimana
cara
untuk
melakukannya.
Menentukan tingkat penjualan pada periode yang akan datang, berapa
tingkat kebutuhan tenaga kerja, berapa modal yang dibutuhkan dan
bagaimana cara memperolehnya, seberapa tingkat persediaan yang
harus ada di gudang serta keputusan apakah perlu dilakukan suatu
ekspansi merupakan bagian dari kegiatan perencanaan.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian
merupakan
proses
pemberian
perintah,
pengalokasian sumber daya serta pengaturan kegiatan secara
terkoordinir kepada setiap individu dan kelompok untuk menerapkan
rencana. Kegiatan-kegiatan yang terlibat dalam pengorganisasian
mencakup tiga kegiatan yaitu :
a. membagi komponen-komponen kegiatan yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan dan sasaran dalam kelompok-kelompok;
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
15
b. membagi tugas kepada manajer dan bawahan untuk mengadakan
pengelompokkan tersebut;
c. menetapkan wewenang di antara kelompok atau unit-unit
organisasi.
3. Pengarahan
Pengarahan adalah proses untuk menumbuhkan semangat
(motivation) pada karyawan agar dapat bekerja keras dan giat serta
membimbing mereka dalam melaksanakan rencana untuk mencapai
tujuan yang efektif dan efisien. Melalui pengarahan, seorang manajer
menciptakan komitmen, mendorong usaha-usaha yang mendukung
tercapainya tujuan. Ketika gairah kerja karyawan menurun, seorang
manajer segera mempertimbangkan alternatif untuk mendorong
kembali semangat kerja mereka dengan memahami faktor penyebab
menurunkan gairah kerja.
4. Pengendalian
Bagian terakhir dari proses manajemen adalah pengendalian
(controlling). Pengendalian dimaksudkan untuk melihat apaka kegiatan
organisasi
sudah
sesuai
dengan
rencana
sebelumnya.
Fungsi
pengendalian mencakup empat kegiatan yakni
a. menentukan standar prestasi;
b. mengukur prestasi yang telah dicapai selama ini;
c. membandingkan prestasi yang telah dicapai dengan standar
prestasi;
d. melakukan perbaikan jika terdapat penyimpangan dari standar
prestasi yang telah ditetapkan.
Beberapa pakar manajemen menjelaskan fungsi manajemen yakni:
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
1. Ernest Dale
:
Planning,
Organizing,
Staffing,
16
Directing,
Innovating, Representing, dan Controlling
2. Oey Liang Lee
:
Planning, Organizing, Directing, Coordinating,
dan Controlling
3. James Stoner
:
Planning, Organizing, Leading, dan Controlling
4. Henry Fayol
:
Planning,
Organizing,
Commanding,
Coordinating, Controling
5. Kontz & O’donnel :
Organizing,
Staffing,
Directing,
Planning,
Controlling
6. William H Newman : Planning, Organizing, Assembling, Resources,
Directing, Controlling
7. George R Terry
:
Planning, Organizing, Actuating, Controlling
8. Louis A Allen
:
Leading, Planning, Organizing, Controlling
9. John R Beishline
:
Perencanaan, Organisasi, Komando, Kontrol
10. Williem Sprigel
:
Planning, Organizing, Controlling
11. Lindal F Urwich :
Forecasting,
Planning,
Organizing,
Commanding, Coordinating, Controlling
12. The Liang Gie
:
Planning,
Decision
Making,
Directing,
Coordinating, Controlling, Improving.
Pada hakekatnya fungsi-fungsi tersebut dapat dikombinasian
menjadi 10 fungsi yakni :
1. Forecasting (ramalan) yakni kegiatan meramalkan, memproyeksikan
terhadap kemungkinan yang akan terjadi bila sesuatu dikerjakan
2. Planning (perencanaan) yakni penentuan serangkaian tindakan dan
kegiatan untuk mencapai hasil yang diharapkan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
17
3. Organizing (Organisasi) adalah pengelompokan kegiatan untuk
mencapai tujuan, termasuk dalam hal ini penetapan susunan
organisasi, tugas dan fungsinya
4. Staffing atau Aseembling Resources (penyusunan personalia) yaitu
penyusunan personalia sejak dari penarikan tenaga kerja baru, latihan
dan pengembangan sampai dengan usaha agar setiap petugas
memberi daya guna maksimal pada organisasi
5. Directing atau Commanding (pengarahan atau mengkomando) adalah
usaha memberi bimbingan saran-saran dan perintah pelaksanaan
tugas
masing-masing
bawahan
(delegasi
wewenang)
untuk
dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan
6. Leading yaitu pekerjaan manajer untuk meminta orang lain agar
bertindak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
7. Coordinating (koordinasi) yaitu menyelaraskan tugas atau pekerjaan
agar tidak terjadi kekacauan dan saling lempar tanggungjawab dengan
jalan
menghubungkan,
menyatupadukan,
dan
menyelaraskan
pekerjaan bawahan
8. Motivating (Motivasi) yaitu pemberian semangat, inspirasi dan
dorongan pada bawahan agar mengerjakan kegiatan
yang telah
ditetapkan secara sukarela
9. Controlling (pengawasan) yaitu penemuan atau penetapan cara dan
peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai
dengan tujuan
10. Reporting (pelaporan) yaitu penyampaian hasil kegiatan baik secara
lisan maupun tulisan.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
18
BAB IV
BUDAYA DAN MANAJEMEN
Hofstede (1991) mendefinisikan budaya sebagai ”pemrograman
kolektif atas pikiran yang membedakan anggota-anggota suatu kategori
orang dari kategori lainnya”. Kata kunci dari definisi tersebut adalah
pemrograman kolektif, yang menggambarkan suatu proses yang
mengikat setiap orang sejak lahir. Budaya juga digunakan untuk
menjelaskan pengalaman bersama yang dialami oleh orang-orang dalam
organisasi tertentu dari lingkungan sosial mereka. Semua organisasi
mempunyai budaya meskipun pada organisasi-organisasi tertentu mudah
diidentifikasi dan mempunyai lebih banyak pengaruh (yaitu lebih kuat)
baik terhadap personalia maupun pelanggan daripada yang lain. Budaya
organisasi dibangun dari kepercayaan yang dipegang teguh secara
mendalam tentang bagaimana organisasi seharusnya dijalankan atau
beroperasi. Budaya merupakan sistem nilai organisasi dan akan
mempengaruhi cara pekerjaaan dilakukan dan cara para pegawai
berperilaku (Cushway dan Ledge; 1993). Definisi lain juga diberikan oleh
para ahli tentang budaya yakni :
a. Wilkins (1983) mendefinisikan budaya sebagai ”sesuatu yang
dianggap biasa dan dapat dibagi bersama yang diberikan orang
terhadap lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial daam pengertian ini
mungkin berupa negara, kelompok etnis tertentu, desa di daerah, atau
sebuah organisasi. Arti yang dapat dibagi bersama tersebut dinyatakan
sebagai
kebiasaan
(seperti
upacara
tertentu),
slogan,
legenda
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
19
(khususnya mengenai pahlawan), arsitetur, dan barang buatan
simbolis.
b. Schein (1992) mendefinisikan budaya sebagai asumsi-asumsi dan
keyakinan-keyakinan dasar yang dilakukan bersama oleh para
anggota dari suatu kelompok atau organisasi. Asumsi dan keyakinan
tersebut menyangkut pandangan kelompok mengenai dunia dan
keburukanna dalam dunia tersebut, sifat dari waktu dan ruang
lingkup, sifat manusia dan hubungan manusia. Schein membedakan
antara keyakinan yang mendasari (yang dapat tidak disadari) dan
nilai-nilai yang menyertai, yang dapat konsisten maupun tidak dengan
keyakinan-keyakinan tersebut.
c. Robbins (1990) menjelaskan budaya sebagai nilai-nilai dominan yang
didukung ole organisasi. Pengertian ini merujuk pada suatu sistem
pengertian yang diterima secara bersama. Robbins mengungkapkan
bahwa dalam setiap organisasi terdapat pola mengenai kepercayaan
ritual, mitos serta praktik-praktik yang telah berkembang sejak
beberapa lama.
d. Schiffman dan Kanuk (2000), mendefinisikan budaya, ”culture as the
sum total of learned beliefs, value, and custom that serve to direct the
consumer behaviour of members of particular society’. Atau budaya adalah
sejumlah nilai, kepercayaan, dan kebiasaan yang digunakan untuk
menunjukkan perilaku konsumen langsung dari kelompok masyarakat
tertentu.
Budaya
dalam
pengertian
ini
menunjukkan
adanya
sekelompok masyarakat yang memiliki karakteristik-karakteristik
tertentu yang membatasi mereka untuk bertindak.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
20
e. The Jakarta Consulting Group (Susanto, 1998) budaya aalah suatu nilainilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi
permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam
perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi harus
memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus
bertindak dan berperilaku.
Dengan demikian, budaya organisasi dapat diartikan sebagai wujud
anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan
menentukan bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan dan
bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam. Definisi tersebut
menyoroti tiga karakteristik budaya organisasi yang penting yakni
1. budaya organisasi diberikan kepada karyawan baru melalui sosialisasi;
2. budaya organisasi mempengaruhi perilaku karyawan di tempat kerja;
3. budaya organisasi berlaku pada dua tingkat yang berbeda.
A. Unsur dan Elemen Budaya
Unsur-unsur universal dari kebudayaan dijelaskan Koentjaraningrat
(1989) yakni meliputi :
1. sistem religi dan upacara keagamaan,
2. sistem dan organisasi kemasyarakatan,
3. sistem pengetahuan,
4. bahasa,
5. kesenian,
6. sistem mata pencaharian,
7. sistem teknologi dan peralatan.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
21
Selanjutnya dijelaskan bahwa budaya mempunyai tiga wujud, yaitu
kebudayaan sebagai :
1. suatu kelompok ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peralatan
dan sebagainya;
2. suatu kelompok aktivitas kelakuan dari manusia dalam masyarakat;
3. benda-benda karya manusia.
Tiga macam wujud budaya di atas, dalam konteks organisasi disebut
dengan budaya organisasi (organizational culture). Dalam konteks
perusahaan, diistilahkan dengan budaya perusahaan (corporate culture),
dan dalam lembaga pendidikan atau sekolah disebut dengan budaya
sekolah (school culture), dan dalam pesantren dapat dikatakan sebagai
budaya pesantren (pesantren culture).
Riset terbaru mengemukakan tujuh karakteristik primer berikut yang
bersama-sama, menangkap hakekat dari budaya suatu organisasi (J.A.
Chatman dan K.A. John, 1994) :
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauhmana para karyawan
didorong untuk inovasi dan mengambil resiko.
2. Perhatian ke rincian. Sejauhmana para karyawan diharapkan
memperhatikan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian kepada
rincian.
3. Orientasi hasil. Sejauhmana manajemen memfokus pada hasil
bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai
hasil.
4. Orientasi
orang.
Sejauhmana
keputusan
manajemen
memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam
organisasi itu.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
22
5. Orientasi tim. Sejauhmana kegiatan kerja diorganisasikan sekita timtim, bukannya individu-individu.
6. Keagresifan. Sejauhmana orang-orang itu agresif dan kometitif dan
bukannya santai-santai.
7. Kemantapan.
Sejauhmana
kegiatan
organisasi
menekankan
dipertahankannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.
Masing-masing ciri ini dalam sebuah kontinum dari rendah sampai
tinggi. Oleh karena itu dengan menilai organisasi tersebut dari ketujuh
dimensi ini orang akan mendapatkan gambaran mejemuk tentang budaya
organisasi tersebut.
Karakteristik budaya organisasi perusahaan dikemukakan pula oleh
The Jakarta Consulting Group dengan menggunakan 10 karateristik yakni :
(Susanto, 1998)
1. Inisiatif Individual
Meliputi derajat tanggung jawab kebebasan dan independen dari
masing-masing individu
2. Toleransi Pengambilan Resiko
Sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif, dan mau
menghadapi resiko di dalam pekerjaannya
3. Pengarahan
Kejelasan organisasi di dalam menentukan objektif dan harapan
sumber daya manusia terhadap hasil kerjanya
4. Integrasi
Bagaimana unit-unit di dalam organisasi di dorong melakukan
kegiatannya dalam satu koordinasi yang baik
5. Dukungan Manajemen
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
23
Dimana para manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan
dan dukungan terhadap bawahannya
6. Pengawasan
Meliputi peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan
untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku karyawan
7. Identitas
Pemahaman anggota organisasi yang memihak kepada organisasi
secara penuh
8. Sistem Penghargaan
Alokasi reward (kenaikan gaji, promosi) yang berdasarkan pada
kriteria hasil kerja karyawan
9. Toleransi Terhadap Konflik
Usaha mendorong karyawan untuk kritis terhadap konflik yang terjadi
10. Pola Komunikasi
Koordinasi organisasi yang bertumpu pada hierarki formal
Sedangkan menurut The Jakarta Consulting Group, elemen-elemen dari
budaya perusahaan adalah (Susanto, 1998)
1. Lingkungan Usaha
Lingkungan
usaha
akan
menjalar
dalam
iklim
budaya
perusahaan. Dunia perbankan yang bertumpu kepada kepercayaan
dan prinsip kehati-hatian akan tercermin kepada budaya perusahaan
yang sangat menekankan kontrol dan kehati-hatian
2. Nilai-Nilai
Elemen nilai ini merupakan konsep dasar dan kepercayaan dari
suatu organisasi. Nilai-nilai disini lebih menitikberatkan pada suatu
keyakinan untuk mencapai kesuksesan. Jika SDM tidak melakukan hal
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
24
ini maka ia tidak akan berhasil. Hal ini menjadi standar pencapaian
prestasi di dalam organisasi. Agar nilai-nilai ini dapat mendorong
karyawan mencapai hasil kerja yang baik maka keyakinan ini harus
disampaikan secara terbuka oleh para eksekutif kunci atau para
manajer kepada seluruh lapisan sumber daya manusia yang ada. Dan
yang terpenting adalah para manajer tersebut tidak akan memberikan
toleransi terhadap penyimpangan-penyimpangan dari standar yang
telah ditetapkan perusahaan
3. Kepahlawanan
Elemen kepahlawanan sering dimanfaatkan untuk mengajak
seluruh sumber daya manusia mengikuti nilai-nilai budaya yang
dilakukan oleh orang-orang tertentu yang ditunjuk perusahaan
sebagai tokoh panutan. Sehingga budaya yang kuat dapat terjadi pada
perusahaan yang memiliki banyak orang-orang yang dapat dijadikan
panutan bagi seluruh sumber daya manusia yang ada.
Namun perlu ditegaskan bahwa bagi perusahaan yang ingin
membentuk orang-orang yang dapat dijadikan tokoh panutan tidak
mutlak harus memiliki kharisma, tetapi yang penting lebih merata ke
dalam bidang-bidang yang cukup kuat di dalam perusahaan seperti di
bagian pemasaran, keuangan, personalia, dewan direksi, dan lain-lain.
Sehingga sumber daya manusia yang menyebar di seluruh perusahaan
akan terdorong untuk meningkatkan prestasi kerjanya sesuai dengan
orang yang menjadi panutan di bagian tersebut
4. Upacara atau Tata Cara
Suatu perusahaan yang
dalam kegiatan usahanya selalu
melakukan upacara-upacara tertentu seperti penyerahan penghargaan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
25
bagi karyawan yang berprestasi setiap setahun sekali ; jika dilakukan
secara rutin dapat menjadi suatu elemen budaya tersendiri bagi
perusahaan tersebut. Kegiatan yang bersifat ritual tersebut tidak harus
secara besar-besaran bahkan ada yang dilakukan secara sederhana.
Tetapi yang menjadi ukuran kekuatan budaya tersebut adalah
frekuensi atau rutinitas acara tersebut dilakukan.
Frekuensi kegiatan ritual yang cukup sering dilaksanakan, akan
mengajak seluruh karyawan untuk melakukan budaya tersebut baik
secara disadari atau tidak disadari. Elemen budaya seperti inilah yang
akan mempengaruhi pembentukan budaya perusahaan sampai kepada
implementasinya
5. Jaringan Kultural
Elemen ini secara informal dapat dikatakan sebagai jaringan
komunikasi di dalam perusahaan yang dapat dijadikan sebagai
”penyebar” nilai-nilai budaya perusahaan. Elemen ini merupakan
hirarki dari kekuatan yang tersembunyi di dalam organisasi seperti
penyebar isu, gosip, sindikat, spies dan lain-lain yang kesemuanya
berada di dalam perusahaan. Oleh karena itu efektifitas jaringan ini
hanya sebagai suatu cara untuk mendapatkan informasi tentang apa
yang terjadi di dalam perusahaan, atau tidak menutup kemungkinan
yang terjadi di luar perusahaan. Oleh karena itu bentuk jaringan
kultural ini adalah informal.
Penuangan budaya perusahaan dalam bentuk formal biasanya
dimulai dari filsafat para pendiri. Asumsi, persepsi, nilai-nilai yang
dimiliki harus diseleksi terlebih dahulu oleh sebuah tim yang
bertujuan untuk menentukan kriteria yang sesuai. Hasil seleksi tim
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
26
tersebut akan dimunculkan kepermukaan yang nantinya akan menjadi
karakteristik budaya organisasi.
Pembentukan tim seleksi bertujuan agar kriteria-kriteria yang
telah ada (persepsi, asumsi, nilai-nilai) tidak dipilih secara subyektif,
tetapi disaring terlebih dahulu dari beberapa sumber yang ada pada
sumber daya manusia di dalam organisasi. Setelah ditentukan butirbutir penting yang akan dijadikan budaya perusahaan tersebut, maka
manajemen puncak akan menentukan mana yang sesuai untuk
dijalankan dan mana yang harus digugurkan.
Organisasi harus mampu mengajak karyawan melakukan
penyesuaian dengan budaya perusahaan yang menjadi pedoman
dalam pencapaian kinerja yang baik. Disamping itu organisasi yang
dibantu oleh manajemen puncak harus mampu melakukan sosialisasi
terhadap sumber daya manusia agar hasil dari proses sosialisasi
tersebut akan mempunyai dampak terhadap produktivitas, komitmen
dan perputaran (turn over) dari sumber daya manusia yang sudah ada.
Pada akhirnya setelah proses implementasi butir-butir budaya
tersebut dijalankan dengan baik maka budaya perusahaan tersebut
akan mendukung dan mendorong sumber daya manusia untuk
mencapai sasaran yang diinginkan oleh organisasi.
Beberapa elemen dasar dari konsep budaya juga dijelaskan oleh
Amirullah dan Haris (2005) sebagai berikut :
1. Budaya itu diciptakan (culture is invented). Terdapat tiga sistem yang
dapat diciptakan budaya itu sendiri, yakni :
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
27
a. ideological system atau komponen mental yang terdiri dari ide,
kepercayaan, nilai dan pertimbangan berdasarkan apa yang mereka
inginkan;
b. technological system seperti ketrampilan, keahlian, dan seni yang
mampu menghasilkan barang-barang,
c. organizational system seperti sistem keluarga dan kelas sosial yang
mungkin membentuk perilaku secara efektif.
2. Budaya dipelajari (culture is learned). Untuk mengetahui bagaimana
suatu kelompok atau individu, maka kita dapat mengamatinya dari
perilaku keseharian dalam kehidupannya. Ini berarti bahwa budaya
itu sendiri dapat dilihat dan diamati. Sehingga manajemen dalam hal
ini dapat menyesuaiakan program kerjanya dengan perilaku budaya
yang ada
3. Budaya secara sosial diturunkan (culture is sosially shared). Budaya
merupakan
kelompok
perwujudan
yang
diturunkan
secara
manusiawi. Nilai-nilai dan kebiasaan yang dianut oleh orang zaman
dahulu secara terus menerus dianut oleh generasi berikutnya
4. Budaya bersifat adaptif (culture is adaptive). Budaya yang tidak
memberikan manfaat (kepuasan) cenderung akan ditinggalkan dan
masyarakat mencoba menyesuaikan budaya yang baru untuk
memberikan kepuasan.
5. Budaya merupakan petunjuk (culture is prescriptive). Apa yang biasa
dilakukan oleh kelompok masyarakat tertentu akan memberi isyarat
kepada pemasar bahwa begitulah keinginan mereka. Dan keinginan
itu harus segera dipenuhi sehingga memberikan kepuasan bagi
mereka.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
28
Manfaat budaya dijelaskan oleh Robbins (1996) dalam bukunya
”Organizational Behavior”, dengan mengungkapkan bahwa budaya
melakukan sejumlah fungsi di dalam organisasi, antara lain sebagai
berikut :
1. budaya memiliki peran dalam menetapkan tapal batas, yang artinya
bahwa budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu
organisasi dengan organisasi lainnya;
2. budaya
membawa
suatu
rasa
identitas
bagi
anggota-anggota
organisasi;
3. budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih
luas daripada kepentingan-kepentingan individual seseorang;
4. budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial;
5. budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali
yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para anggotanya.
6. budaya sebagai perekat sosial yang membantu mempersatukan
organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk
yang harus dikatakan dan dilakukan oleh anggota organisasi.
B. Budaya Dan Sub Budaya
Budaya dimanapun berasal atau terdiri dari sub budaya yang
membentuknya. Budaya suatu bangsa pastilah terdiri dari sub budaya
masing-masing daerah, agama, ras, suku, dan masih banyak lagi sub
budaya yang membentuk budaya bangsa. Seperti halnya budaya
bangsa Indonesia yang terdiri dari sub budaya daerah (Jawa, Sumatra,
Kalimantan, Sulawesi dan lain sebagainya). Sehingga sub budaya ini
merupakan budaya pada umumnya untuk kelompok orang dengan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
29
nilai-nilai dan kepercayaan yang sama yang mendasari dan tampak
pada karakteristik personil. Budaya organisasi berisikan sub budaya
yang berhubungan dengan pekerjaan, sub budaya entik dan rasial,
sub budaya generasi, dan sub budaya gender.
1. Sub Budaya Pekerjaan
Organisasi memiliki sejumlah aktivitas-aktivitas (pekerjaan)
yang semuanya dijalankan oleh para anggotanya. Setiap aktivitas
yang dijalankan menuntut profesionalisme agar aktivitas itu dapat
berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Pemilik mungkin
menginginkan agar pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya
harus
sesuai
dengan
keinginannya.
Sebaliknya,
karyawan
menginginkan agar pekerjaan yang dilakukan oleh mereka sesuai
dengan latar belakang atau ilmu yang telah mereka peroleh selama
belajar di sekolah.
Seorang pengacara, ilmuwan, insinyur, akuntan, dokter, dan
sebagainya merupakan bagian dari sub budaya pekerjaan.
Hubungan mereka bisa berjalan secara vertikal (dengan pemimpin
di atasnya) atau horizontal (pekerjaan lainnya). Konflik organisasi
seringkali
muncul
manakala
seorang
insiyur
menganggap
pekerjaan akuntan tidak begitu penting atau menghambat
pekerjaan mereka. Atau pimpinan menganggap pekerjaan seorang
akuntan pantas diberi gaji yang tinggi dibanding dengan pekerjaan
dari profesi lainnya.
2. Sub Budaya Rasial
Latar belakang etnik anggota organisasi dapat berpengaruh
pada pola dan tata cara mereka bekerja. Pengaruh ini dapat diamati
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
30
dari bagaimana mereka menyelesaikan masalah, menanggapi
perintah atasan, dan bagaimana mereka bersikap terhadap rekan
kerja. Perilaku yang terbentuk melalui etnik relatif lebih mudah
melakukan penyesuaian dibanding dengan perilaku pekerjaan .
Salah
satu
cara
yang
dilakukan
untuk
membentuk
pola
keseragaman dalam organisasi adalah dengan menetapkan aturanaturan yang tegas dan menempatkan mereka secara acak atau tidak
berkelompok.
3. Sub Budaya Umur dan Generasional
Keanggotaan di dalam organisasi dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu kelompok anggota yang muda dan kelompok
tua. Masing-masing kelompok biasanya membawa pola kerja yang
berbeda-beda karena dilatarbelakangi dimana dan kapan mereka
dilatih dan dibesarkan. Sebagai contoh, generasi angkatan 45
mungkin memiliki pola kerja yang lebih semangat dibanding
kelompok yang baru atau angkatan lainnya. Atau pekerja yang
berasal dari angkata tahun 60-an akan memiliki pola kerja lambat
dibanding dengan pekerja yang lahir dari angkatan 90-an.
4. Sub Budaya Gender
Persoalan
hubungan
gender
dan
diskriminasi menjadi
semakin rumit di tempat kerja. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa
ketika
kaum
pria
bekerja
bersama,
kaum
wanita
membentuk suatu budaya. Secara khusus hal ini membentuk iklim
kompetitif,
dimana
mereka
saling
ingin
memperlihatkan
kemampuannya. Ketika kaum wanita bekerja sama, mungkin
terbentuk budaya kelompok kaum wanita yang agak berbeda.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
31
Suatu pertanyaan yang cukup beralasan ; apa yang terjadi ketika
sub budaya gender berbaur dalam organisasi ? Apa yang terjadi
ketika seorang wakil dari sub budaya gender ditempatkan sebagai
pemimpin dari gender yang lain ? Kaum wanita tetap tidak dapat
mewakili beberapa kapasitas manajemen, khususnya pada tingkat
manajemen puncak.
C. Sistem Nilai Budaya
Koentjaraningrat
(1975)
dalam
Christiananta
(1994)
mendefinisikan sistem nilai budaya sebagai suatu rangkaian konsep
abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga
suatu masyarakat mengenai apa yang harus dianggap penting dan
berharga dalam hidupnya. Dengan demikian suatu sistem nilai
budaya itu merupakan bagian dari kebudayaan yang berfungsi
sebagai
pengarah
dan
pendorong
perilaku
manusia.
Karena
merupakan konsep abstrak tanpa perumusan yang tegas maka
biasanya hanya bisa dirasakan dan sering tidak dapat dinyatakan
dengan akal yang rasional oleh warga yang bersangkutan. Justru inilah
maka konsep-konsep itu mendarah daging, diikuti secara fanatik dan
oleh warga negara yang bersangkutan. Mereka bercenderung menolak
konsep-konsep baru yang disodorkan (resistent to change).
D. Sumber Nilai Sistem Budaya Bangsa
Robbins (1990) menyatakan bahwa setiap kebudayaan, nilai-nilai
tertentu berkembang dari masa ke masa dan selalu diwariskan ke
generasi selanjutnya, misalnya nilai-nilai yang ditekankan di tengah
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
masyarakat
Amerika
adalah
pencapaian
prestasi,
32
kebebasan,
demokrasi, dan persamaan. Sementara di malaysia niali-nilai yang
lebih penting adalah keamanan keluarga, harmonisasi kelompok, kerja
sama, hubungan antar sesama, dan keyakinan spiritual (elashmawi
dan harris;1993)
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai yang berakar budaya
dan prioritas nilai suatu bangsa dipengaruhi oleh :
1. Sejarah bangsa itu sendiri. Bangsa indonesia berkembang status
sebagai rakyat dari sejumlah kerajaan-kerajaan kecil yang masih
kuat menerapkan sistem feodalisme dan sampai sekarangpun
keinginan menerapkan sistem tersebut tetap masih kuat
2. Pengaruh agama. Indonesia pengaruh agama mulai animisme,
hindu, budhisme, islam dan kristen. Tiap-tiap agama menetapkan
sistem nilainya sendiri, satu sama lain banyak yang mirip tetapi
ada juga yang berbeda.
3. Perkembangan pendidikan bangasa dan perkembangan ekonomi
dan khususnya kemakmuran bangsa serta pergaulan internasional.
4. Sistem politik yang berlaku. Pemerintah yang berkuasa secara
otoriter akan mencoba memberlakukan norma-norma dan aturan
yang harus diterapkan oleh anggota masyarakat dalam tiap segi
kegidaupan
walaupun
norma-norma
tersebut
mungkin
bertentangan dengan sistem nilai yang berada pada diri mayoritas
anggota masyarakat.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
E. Pengaruh
Nilai-Nilai
Budaya
Bangsa
pada
Manajemen
33
dan
Kepemimpinan
Berdasarkan sejumlah penelitian yang dilakukan banyak pakar,
termasuk
Dananjaya (1986) dan Kuntjaraningrat
(1974) dapat
disimpulkan bahwa hubungan sesama menempati urutan teratas dari
nilai-niali terpenting bagi orang indonesia. Lima besar nilai budaya
orang Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Hubungan (yang baik)
2. Hirarki dan senioritas
3. Status
4. Keharmonisan dalam kelompok
5. Keamanan dan kesejahteraan keluarga
Daftar tersebut mencerminkan prilaku sehari-hari kebanyakan orang
indonesia dan masing-masing nilai tersebut saling berkaitan erat.
Elemen hubungan, misalnya, erat kaitannya dengan rasa hormat
terhadap hirarki dan status.
F. Nilai-nilai Bangsa Indonesia
Dengan menggunakan petunjuk dari Adler (1991), kita akan
mempelajari pepatah yang popular dikalangan masyarakat Indonesia
dan nilai-nilai yang tertermin oleh pepatah itu. Pepatah Indonesia
sebenarnya banyak yang serupa dengan pepatah amerika, meski
tentua aja ada yang berlawanan. Beberapa diantaranya adalah :
1. Turutilah ilmu (filosofi) padi, semakin berisi maka semakin
merunduk, artinya : rendah hatilah, jangan suka menonjolkan diri.
2. Air beriak tanda tak dalam, artinya : orang yang banyak omong
biasanya tidak tahu apa-apa.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
34
3. Karena nilai setitik, rusak susu semanga, artinya :ikuti normanorma yang berlaku dalam masyarakat, jangan mencoba berbeda.
4. Biar lambat asal selamat / alon-alon asal kelakon, artinya : jangan
terburu-buru atau rileks saja.
5. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari, artinya : orang akan
mencontoh perilaku orang yang dihormati.
6. Hemat pangkal kaya, artinya : efisien atau berhemat.
7. Kebersihan pangkal kesehatan
8. Kebersihan adalah sebagian dari iman (ajaran islam)
G. Pendapat Manajer Asing yang Bekerja di Indonesia
Pada 1989 seorang General Manajer eks patriat sebuah hotel
internasional di Jakarta mengatakan pada sebuah seminar bahwa ada
sejumlah nilai dan pandangan yang berbeda antara manajemen barat
dan indonesia yang sering kali menimbulkan frustasi bagi manajer
asing atau barat. Nilai pandangan yang berbeda tersebut antara lain :
1. Manajer dan karyawan Indonesia memandang hubungan (koneksi
) sebagai suatu hal yang sangat penting dalam membuat keputusan
bisnis, misalnya terkait denga rekruitmen dan seleksi. Sebaliknya
manajer barat seringkali hanya menakankan pada kemampuan
pada karakteristik positif dari individu pelamar
2. Manajer dan karyawan Indonesia sangat menekankan pada
senioritas dalam arti usia dan masa kerja, misalnya dalam hal
mempertimbangkan calon untuk dipromosikan. Sebaliknya bagi
manajer barat yang terpenting adalah prestasi kerja dan potensi
calon tersebut.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
35
3. Hubungan antara atasan dan bawahan lebih disukai yang bersifat
informal seperti hubuingan kekeluargaan (bapak-anak atau kakakadik) akibatnya sukar sekali untuk menerapkan program yang
bersifat formal misalnya penilaian kinerja karyawan.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
36
BAB V
PERANAN BUDAYA DALAM MANAJEMEN
Budaya sangat berpengaruh dalam kaitan membentuk karakteristik
organisasi maupun gaya manajemen. Seperti dinyatakan oleh Pramita
(1988), bahwa organisasi hakekatnya merupakan kebudayaan pada
tingkat mikro yang bekerja dalam lingkungan budaya makro nasional.
Oleh karena itu, kebiasaan-kebiasaan yang umum terjadi pada organisasi,
sesuatu yang telah menjadi tradisi merupakan cikal bakal tumbuhnya
suatu budaya organisasi (Amirullah dan Haris, 2004). Kedua satuan
kebudayaan dapat saling mempengaruhi, rendahnya hasil kerja dan
kerjasama dalam suatu organisasi bisnis sebagian besar disebabkan oleh
adanya kurang keserasian antara budaya di tempat kerja dengan sifat
pekerjaan dan atau dengan teknologi yang dipergunakan yang berasal
dari kebudayaan bangsa lain yang berbeda dengan kebudayaan bangsa
Indonesia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan nilai-nilai yang
diperoleh dan dimiliki individu. Bahkan dapat dinyataan bahwa
pengaruh kebudayaan terhadap seseorang dimulai sejak individu itu lahir
ke dunianya secara sadar ataupun tidak dipengaruhi oleh lingkungannya
yang mengajarkannya nilai-nilai secara terus menerus yang merupakan
bagian yang integral dari suatu sistem kemasyarakatan (Dalimunthe,
2003). Nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang acap kali sering dipilih
untuk menghadapi situasi tertentu. Demikian halnya dengan seorang
pimpinan pada suatu organisasi dalam setiap mengambil keputusan
selalu
dipengaruhi
oleh
nilai-nilai
yang
dimilikinya.
Sehingga
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
37
pemimpinlah yang menjadi sumber tradisi budaya yang paling kuat
dalam sebuah organisasi. Bila pimpinan selalu menularkan kebiasaan
jelek seperti datang terlambat, maka karyawanpun senang untuk datang
terlambat. Jadi prinsip-prinsip dan filosofi pimpinan atau pendiri selalu
identik dengan budaya organisasi.
Adanya budaya perusahaan ini bertujuan untuk menciptakan rasa
memiliki jati diri dari para pekerja, sehingga ada keterkaitan pribadi
dan perusahaan, membantu perusahaan, memotivasi kerja para
karyawan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Suatu perusahaan
memiliki budaya kerja yang sangat erat dengan budaya masyarakat
ataupun bangsa dimana organisasi itu berada. Budaya bangsa (national
culture) intinya adalah merupaan nilai-nilai yang dianut suatu negara
ataupun bangsa tertentu. Setiap negara memiliki budaya masing-masing.
Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa budaya antara suatu bangsa
berbeda dengan bangsa yang lain.
Pengaruh budaya terhadap kinerja organisasi dapat dilihat dari
dimensi manajemen, anggota secara kelompok, dan anggota secara
individual. Budaya organisasi merupakan determinan bagi perilaku
manajemen,
disamping
struktur,
kepemimpinan,
dan
lingkungan
eksternal. Dari sudut anggota secara kelompok, budaya organisasi akan
memberikan arah (direction) dalam menemukan cara-cara untuk mencapai
tujuan organisasi. Dalam hal ini budaya organisasi dapat memberikan
pengaruh positif atau negatif, tergantung kecocokan (compatible) atau
tidaknya budaya tersebut dengan perkembangan lingkungan internal
maupun eksternal. Selain itu, budaya organisasi yang tersebar merata
pada semua anggota organisasi, akan memberikan citra mengenai
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
38
lembaga tersebut di mata customer. Secara individual, budaya organisasi
yang
meresap
menumbuhkan
dengan
kita
komitmen,
pada
masing-masing
sebagaimana
anggota,
dicontohkan
suatu
akan
sekte
keagamaan dapat mempengaruhi pengikutnya untuk melakukan bunuh
diri secara sukarela. Komitmen di sini diartikan sebagai suatu kondisi di
mana anggota organisasi memberikan kemampuan dan loyalitas
tertingginya kepada organisasi, yang dengan itu mereka mendapatkan
kepuasan (Hodge & Anthony, 1988).
A. Budaya Perusahaan Sebagai Alat Manajemen
Budaya
perusahaan
dapat
dikatakan
telah
mengalami
”kebangkitan kembali” sebagai salah satu perangkat manajemen untuk
mencapai tujuan perusahaan (Susanto, 1998). Bukan sekedar ”jimat”
untuk mengenang kesuksesan perusahaan. Tetapi lebih dari itu,
budaya perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu andalan
daya saing perusahaan. Budaya perusahaan bukan lagi sejarah
perusahaan
dalam
meraih
sukses,
tetapi
sebuah
rekayasa
manajemen untuk berkompetisi di arena global.
Pada awalnya perkembangan pemikiran budaya perusahaan di
dunia mengemukakan dua hal utama.
1. budaya perusahaan adalah hal-hal yang dikerjakan pada suatu
perusahaan;
2. budaya perusahaan adalah asumsi-asumsi dasar.
Pada perkembangan selanjutnya, yang dapat sebagai kebangkitan
kembali budaya perusahaan dalam percaturan dunia manajemen,
makna
budaya
perusahaan
mengalami
pergeseran.
Budaya
perusahaan bukan saja menyangkut yang telah ada, tetapi juga dapat
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
menambahkan
nilai-nilai
yang
belum
ada
yang
39
dibutuhkan
keberadaannya demi pengembangan usaha. Kultur bukan lagi apa
yang bisa dilakukan dalam organisasi, tetapi direkayasa untuk
mendukung strategi organisasi.
Budaya perusahaan generasi kedua dapat dianggap sebagai alat
untuk mencapau suatu tujuan. Berbeda dengan definisi kerja sebelumnya
yang lebih berfungsi sebagai pengukuhan jati diri organisasi agar
organisasi
semakin
mantap.
Pada
definisi
terdahulu
lebih
mengungkap mengapa perusahaan dapat berhasil, tetapi pada
perkembangan
selanjutnya
bagaimana
merekayasa
budaya
perusahaan sebagai salah satu alat dalam meraih kemajuan. Dalam
konteks pemahaman yang terakhir inilah, budaya perusahaan dapat
dimanfaatkan sebagai andalan daya saing. Budaya perusahaan bukan
lagi
dipahami
dalam
semangat
romantisme
mengapa
suatu
perusahaan dapat mencapai sukses, tetapi dipahami secara proaktif
untuk melongok masa depan dan kancah persaingan yang semakin
sengit di tengah arus globalisasi dan memudarnya batas-batas
wilayah.
Budaya
perusahaan
dijadikan
alat
strategis
dalam
menghadapi perubahan dan diharapkan sebagai salah satu pilar
competitive
advantage
bagi
organisasi,
yang
mengantarkan
organisasi memiliki sumber daya manusia yang mumpuni.
B. Implementasi Budaya Perusahaan pada Manajemen
Sebenarnya
budaya
perusahaan
selalu
ada
dalam
setiap
organisasi. Lantas apa maksud dari implementasi budaya perusahaan
? Masalahnya budaya yang sudah ada pada setiap organisasi ini akan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
40
diformalkan atau tidak. Jika budaya perusahaan akan diformalkan,
budaya perusahaan yang ada digali terlebih dahulu dan kemudian
diformalkan serta dijaga eksistensinya. Dan jika budaya perusahaan
akan dimanfaatkan sebagai alat manajemen, budaya yang telah ada
dimodifikasi
sesuai
tujuan
perusahaan.
Dalam
kaitan
inilah,
implementasi budaya perusahaan sebagai bagian tidak terpisahkan
dari formalisasi atau modifikasi budaya perusahaan, dan bukan hanya
menjelaskan sosialisasi budaya perusahaan saja.
Budaya
perusahaan
itu
memang
perlu
diformalkan
dan
diimplementasikan, karena dengan budaya perusahaan yang jelas,
setiap anggota atau karyawan perusahaan dapat lebih menyadari
eksistensinya bagi perusahaan tersebut (Susanto, 1998). Sehingga
upaya untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan perusahaan akan lebih
terarah.
Sekali suatu nilai dinyatakan sebagai budaya perusahaan,
timbullah kekuatan dalam organisasi perusahaan tersebut untuk
senantiasa memelihara dan mempertahankan nilai-nilai tersebut. Nilainilai tersebut biasanya dinyatakan oleh pimpinan perusahaan atau
sering pula nampak lebih nyata diwujudkan sebagai perilaku para
manajer atau karyawan perusahaan.
Misalnya, pimpinan perusahaan menyatakan bahwa nilai tunggal
yang harus dianut oleh setiap karyawan perusahaan adalah ”We are
not the first but the best” dalam memberikan layanan kepada
masyarakat. Maka terlebih dahulu pimpinan perusahaan itu harus
meyakinkan kepada para manajer di perusahaannya agar nilai tersebut
benar-benar dapat diresapi serta direalisasi menjadi acuan perilaku
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
41
sehari-hari. Mengapa demikian ? Agar belief yang ditetapkan sebagai
budaya perusahaan dapat menjadi sarana motivasi yang kuat untuk
mencapai sasaran perusahaan. Dan disini tersirat pula, bahwa tujuan
akhir dari perusahaan adalah memenangkan persaingan dalam
menghadapi perusahaan-perusahaan lain sejenis yang telah ada
sebelumnya.
Jika nilai yang dianut oleh suatu perusahaan adalah everybody
sells, dimaksudkan agar setiap karyawan perusahaan ini harus dapat
melakukan fungsi ”menjual”. Tanpa memandang fungsi formalnya di
perusahaan, karyawan administrasinya harus ikut serta berpartisipasi
tujuan perusahaan untuk ”menjual” ini. Apa yang tersirat di dalam
budaya perusahaan ini bertujuan agar perusahaan mempunyai
keunggulan kompetitif dalam bisnis penjualan, dengan melibatkan
seluruh anggota organisasi untuk berpikir dengan cara demikian.
Setelah kultur perusahaan digali dari sistem nilai yang berlaku di
perusahaan, maka dilanjutkan bagaimna mengembangkan dan
memodifikasi kultur yang sudah terbentuk agar selalu sesuai dengan
situasi dan kondisi yang terjadi.
Budaya perusahaan, telah ada di setiap perusahaan, yang
biasanya merupakan nilai-nilai atau norma-norma yang dibawa
”pendiri” atau ”kelompok perintis”. Yang menjadi masalah adalah
apakah nilai-nilai tersebut masih relevan dengan situasi dan kondisi
saat ini ? Dan selanjutnya adalah apakah nilai-nilai tersebut memang
sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh perusahaan ?
Oleh
karena
menganalisa
dan
itu
perlu
memilih
diambil
kultur
langkah-langkah
perusahaan
yang
dalam
akan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
42
diimplementasikan pada kondisi kerja yang terjadi.Beberapa langkah
yang harus dilakukan dalam memilih budaya perusahaan yang eksis
dalam perusahaan adalah : (Susanto, 1998)
1. Mencari Persepsi-Persepsi yang Ada dalam Perusahaan
Dalam tahap awal melakukan pemilihan dari budaya
perusahaan adalah mencari core value, untuk menilai kembali
mengenai kesamaan persepsi atas tujuan dan misi organisasi serta
pola kerja yang dianut oleh karyawan. Sebenarnya dalam proses
pencarian core values, yang ditemukan tidak hanya terbatas pada
kedua hal di atas, namun terdapat sisi-sisi lain yang dapat
diungkapkan yang berkaitan dengan kondisi budaya perusahaan.
2. Mencari Mayoritas Persepsi
Dari hasil pengujian berdasarkan test-test yang ada akan
ditemukan sejumlah persepsi-persepsi, core values. Gambaran
situasi, kondisi, nilai moral dan lain-lain. Seluruh pendapat ini akan
mengarah kepada dua hal, positif atau negatif. Persepsi ini
mempunyai pengaruh bagi aktivitas perusahaan, secara langsung
atau tidak.
Yang bersifat negatif tidak selalu berpengaruh buruk bagi
perusahaan, demikian pula sebalinya, yang positif belum tentu
selalu
menguntungkan.
Misalnya
situasi
kerja
mendorong
karyawan memiliki tipe pekerja keras (hard workers). Tetapi
sebenarnya mereka kurang efisien dalam bekerja, sehingga harus
bekerja keras dan membutuhkan waktu yang lama untuk
mengerjakan suatu tugas. Seharusnya dalam menentukan metode
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
43
kerja serta menyusun skala prioritas bertumpu kepada keinginan
untuk menjadi smart workers.
3. Membuat Key-Words atas Persepsi-Persepsi
Berdasarkan daftar persepsi yang ada, kemudian diperas dan
disaring butir-butir yang merupakan inti dari persepsi, yang positif
maupun negatif. Sehingga pada akhirnya diperoleh suatu daftar
kata-kata yang disebut dengan key words. Kata-kata ini akan
menjadi inti dari pembentukan budaya perusahaan yang akan
”dijual”
pada
seluruh
anggota
organisasi
dan
lingkungan
organisasi yang terkait. Key words yang terbentuk sebenarnya telah
mewakili
kondisi budaya yang terjadi di dalam organisasi
perusahaan.
4. Menentukan Strategi Sosialisasi
Inti dari strategi ini adalah melakukan tindakan manipulasi
budaya atau persepsi. Hal-hal yang dianggap berpengaruh buruk
diarahkan agar memberi pengaruh yang baik. Dari hasil tindakan
ini terbentuk hal yang paling ideal yang harus dilakukan oleh
seluruh anggota organisasi perusahaan. Strategi harus dibedakan
menjadi dua arah, yaitu ke dalam bagi anggota organisasi dan
keluar bagi lingkungan organisasi seperti nasabah, pelanggan,
penyalur, saluran distribusi dan lain-lain.
Dalam strategi yang diarahkan ke dalam mulai ditentukan
apakah budaya perusahaan ini akan banyak diindoktrinasikan oleh
manajer puncak atau menggunakan sistem sel yang memanfaatkan
core people, sebagai agen dan penyampaian budaya perusahaan.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
44
Sedangkan untuk strategi keluar, perlu diperjelas apakah
hanya mengandalkan peranan promosi dan publisitas atau
menggunakan sarana lain sebagai media komunikasi. Dapat juga
dengan cara memanfaatkan buku panduan sebagai acuan bagi
anggota organisasi.
Perlu
dipertimbangkan
pula
pengaruh
strategic
plan
perusahaan terhadap strategi implementasi budaya perusahaan.
Sebagai dasar penentuan strategi, tim formalisasi dan modifikasi
budaya perusahaan tidak dapat melepaskan diri dari pemahaman
mengenai tujuan strategi perusahaan. Dalam budaya perusahaan
akan tercermin tujuan strategi tersebut, dimana akhirnya budaya
perusahaan akan selaras dengan tujuan perusahaan yang ingin
dicapai bersama.
Jika terjadi ketidaksesuaian antara budaya perusahaan dengan
tujuan perusahaan, akan menemuai hambatan dalam melakukan
implementasi, karena anggota organisasi akan secara sadar
menemukan kontradiksi antara budaya organisasi dengan tujuan
perusahaan.
Pengkaitan tujuan strategis dengan budaya perusahaan tidak
hanya
dalam
bidang
sumber
daya
manusia
atau
bagian
penanggungjawab proyek ini, namun oleh seluruh anggota
organisasi perusahaan. Masing-masing
bagian dalam tahap
implementasi nanti bisa saja memiliki sub budaya yang berbeda,
namun masih memiliki hubungan yang erat. Budaya perusahaan
akan bersifat dinamis jika dikaitkan dengan tujuan strategis
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
45
perusahaan, namun nilai-nilai yang terkandung dalam budaya
perusahaan tidak akan berbeda.
Selanjutnya key words dituangkan dalam bentuk slogan.
Slogan ini ditanamkan dalam benak seluruh anggota organisasi
melalui berbagai strategi yang sudah ditentukan. Slogan dapat
berbentuk satu kata atau beberapa kata yang merupakan akronim
dari beberapa key words yang telah dimiliki. Slogan yang baik jika
terbentuk dari satu atau beberapa kata yang memiliki arti
tersendiri. Sebaiknya akronim dari key words yang berbentuk slogan
tadi, dibuat sedemikian rupa sehingga sangat mudah diingat,
isinya ringkas, padat dan penuh makna. Timbul beberapa
pertimbangan
dalam
penggunaan
bahasa
:
apakah
akan
menggunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa Asing atau bahkan
bahasa Sansekerta (sering digunakan oleh militer, BUMN,
pemerintah). Pada prinsipnya bahasa yang digunakan di dalam
slogan adalah cerminan dari budaya perusahaan, oleh sebab itu
dalam penggunaan bahasa dipilih yang paling sesuai dengan
kebutuhan perusahaan.
5. Proses Sosialisasi Budaya Perusahaan
Sebelumnya telah dipertimbangkan apakah dalam melakukan
proses sosialisasi aan mengandalkan manajer puncak dalam
melakukan indoktrinasi, atau menggunakan core people. Sebenarnya
langkah terbaik dan ideal adalah kombinasi diantara keduanya.
Karena pemanfaatan strategi secara kombinasi ini dianggap ideal,
maka selanjutnya diasumsikan menggunakan pendekatan tersebut.
Strategi sosialisasi yang biasanya dilakuakn adalah in house
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
46
campaign dan out-side campaign. In house campaign adalah proses
sosialisasi yang diarahkan pada seluruh anggota organisasi di
dalam perusahaan, yang menyangkut semua tingkatan yang ada
dalam aktivitas kerja sehari-hari. Sedangkan out-side campaign
adalah proses sosialisasi yang diarahkan pada lingkungan eksternal
organisasi. Tujuannya adalah untuk menunjukkan komitmen yang
diambil
oleh
perusahaan
dalam
melayani
kepentingan
“konsumennya”.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
47
BAB VI
MEMAHAMI KEANEKARAGAMAN BUDAYA
Keanekaragaman budaya bukanlah sesuatu yang akan hilang pada
waktu mendatang, yang memungkinkan untuk merencanakan strategi
berdasarkan asumsi saling memahami (Lewis, 1996). Asumsi itu sendiri
merupakan suatu fenomena dengan kekayaannya sendiri, eksplorasi yang
dapat menghasilkan keuntungan yang tidak terhitung, baik dari segi visi
yang
lebih
luas
maupun
kebijakan
dan
kegiatan
yang
lebih
menguntungkan. Orang-orang dari budaya yang berbeda berbagi konsep
dasar, tetapi memandang konsep tersebut dari sudut dan perspektif yang
berbeda, yang menyebabkan mereka berperilaku dengan cara yang
dianggap irasional atau bahkan bertentangan oleh pihak yang lain.
Perilaku orang-orang dengan budaya yang berbeda bukanlah
sesuatu yang kacau balau. Ada kecenderungan, urutan, dan tradisi yang
jelas. Reaksi yang serupa dari orang Amerika, Eropa, dan Asia dapat
diramalkan, biasanya dibenarkan dan pada umumnya diatur. Bahkan
negara-negara yang perubahan ekonomi dan politiknya cepat dan sampai
ke akar-akarnya (Rusian, Cina, Hungaria, Polandia, Korea, Malaysia, dan
lain-lain), sikap dan kepercayaan yang berurat akar akan menentang
transformasi nilai yang tiba-tiba bila ditekan oleh pembuat perubahan
(reformist), pemerintah, atau konglomerat multinasional.
Dengan memfokuskan akar budaya perilaku nasional, baik dalam
masyarakat maupun bisnis, maka dapat diramalkan dan diperhitungkan
derajat ketepatan orang lain akan bereaksi terhadap rencana yang akan
terjadi, dan dapat dibuat asumsi tertentu mengenai pendekatan yang akan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
dilakukan.
48
Pengetahuan praktis yang memadai mengenai ciri dasar
budaya lain (termasuk budaya sendiri) akan memudahkan untuk dapat
merumuskan gaya seseorang atau kelompok dalam mengelola suatu
organisasi atau perusahaan. Hal tersebut berkaitan dengan manajemen
organisasi atau perusahaan di suatu negara didasarkan pada aspek
budaya antar negara yang berbeda.
A. Perbedaan Budaya
Perbedaan budaya dapat menjadi hambatan dalam berkomunikasi
yang sulit diatasi. Perbedaan budaya dapat dilihat dari konteks
budaya, perbedaan aspek legal dan etika, perbedan sosial dan
perbedaan tanda-tanda non-verbal.
1. Perbedaan konteks budaya
Konteks budaya merujuk pada pola petunjuk fisik, stimulus
lingkungan, dan pemahaman tersirat yang menyampaikan arti
antara dua anggota dalam budaya yang sama. Dari budaya satu ke
budaya lain orang-orang menyampaikan arti contextual secara
berbeda. Context budaya di dunia terbagi menjadi dua jenis
budaya, yaitu:
a. Budaya dengan low context. Negara-negara yang termasuk
budaya dengan low context adalah Amerika Utara dan Eropa.
Ciri-ciri budaya yang low context adalah sebagai berikut:
1. Dalam pengambilan keputusan
Lebih cepat karena fokus pada tujuan, dan terbiasa berterusterang.
2. Pemecahan masalah
Fokus pada penyebabnya, sehingga tidak bertele-tele.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
49
3. Negosiasi
Lebih cepat memutuskan bila ada kekuasaan untuk
memutuskan
4. Pemisahan antara masalah pribadi dan pekerjaan
Adanya
pemisahan
antara
masalah
pribadi
dengan
pekerjaan.
b. Budaya dengan high context. Negara-negara yang termasuk
dalam high context, diantaranya: Negara-negara Asia, termasuk
Indonesia. Ciri-ciri budaya yang high context adalah sebagai
berikut
1. Pengambilan keputusan
Tidak efisien, karena lebih menjaga perasaan orang lain,
sehingga lebih lama dalam pengambilan keputusannya.
2. Pemecahan masalah
Lebih lama karena tidak berorientasi kepada akar penyebab
masalah, namun lebih menjaga perasaan orang lain.
3. Negosiasi
Seringkali tidak dapat memutuskan secara langsung.
4. Pemisahan masalah pribadi dan pekerjaan
Tidak
ada
pemisahaan
antara
masalah
pribadi
dan
pekerjaan.
2. Perbedaan aspek legal dan etika
Konteks budaya juga mempengaruhi perilaku legal dan etika.
Perbedaan-perbedaan legas dan etika tersebut dapat terlihat dari
beberapa aspek berikut ini:
a. Pada budaya dengan konteks rendah
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
50
1. Mengutamakan perjanjian tertulis
2. Seseorang dinyatakan bersalah pada saat dinyatakan
bersalah oleh pengadilan. Sebelum pengadilan memutuskan
tidak boleh dinyatakan bersalah.
b. Pada budaya dengan konteks tinggi
1. Lebih mengutamakan perjanjian secara lisan
2. Seseorang dinyatakan bersalah saat polisi melakukan
penangkapan sampai hakim memutuskan di pengadilan
Saat berkomunikasi secara lintas budaya, maka pesan anda
haruslah bersikap etis, dengan mengaplikasikan 4 prinsip dasar,
sebagai berikut :
a. Secara
aktif mencari kesesuaian
untuk
mendapatkan
pemahaman bersama.
b. Tidak boleh ada prasangka atau penilaian secara terburuburu dimuka.
c. Menunjukkan rasa hormat pada budaya lain yang berbeda
d. Mengirim pesan secara jujur
3. Perbedaan dalam aspek sosial
Perbedaan budaya berdasarkan sosial terbagi menjadi empat
bagian, yaitu: konsep terhadap materi, peran dan status,
penggunaan cara dan sopan santun, dan konsep waktu
a. Konsep terhadap materi
1. Konteks budaya rendah
Berorientasi pada tujuan dan kenyamanan materi
diperoleh dari usaha individu.
2. Konteks budaya tinggi
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
51
Mendapatkan pekerjaan lebih penting dibandingkan
bekerja secara efisien
b. Peran dan status
1. Konteks budaya rendah
a. Dapat menyapa atasan tanpa menggunakan gelar,
seperti “Bapak” atau “Ibu”, “Mr” atau “Mrs”
b. Hubungan antara atasan – bawahan bersifat terbuka,
tidak terdapat perbedaan antara atasan dan bawahan.
Diluar
pekerjaan,
atasan
dan
bawahan
dapat
berteman dengan baik, dan mengesampingkan status
mereka dalam pekerjaan.
2. Konteks budaya tinggi
a. Menyapa pelaku bisnis atau atasan dengan gelar.
Status sosial sangat penting, bahkan di luar pekerjaan
atau di luar kedinasan.
b. Tertutup, atasan dan bawahan harus dibedakan.
Cenderung ada jarak antara atasan – bawahan.
c. Penggunaan cara dan sopan santun
1. Konteks budaya rendah
Memberikan hadiah kepada istri teman dianggap
sopan dan biasa. Atau mencium istri orang
sebagai ungkapan kehangatan dan persahabatan
dianggap wajar dan biasa
2. Konteks budaya tinggi
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
52
Memberikan hadiah kepada istri teman dianggap
tidak sopan, apalagi mencium istri teman, akan
dianggap sebagai bentuk kekurangajaran
d. Konsep waktu
Konteks budaya rendah menganggap waktu sebagai
cara untuk merencanakan hasil kerja dengan efisien.
Waktu
diperlakukan
dengan
sangatberharga.
Sebaliknya pada budaya dengan konteks budaya
tinggi cenderung tidak menghargai waktu, sehingga
istilah jam karet merupakan hal yang biasa.
4. Perbedaan tanda-tanda non-verbal
a. Konsep ruangan
Pada budaya dengan Konteks budaya rendah ruangan kerja
lebih tertutup karena mereka lebih menghargai privacy
seseorang. Sedangkan pada budaya dengan Konteks budaya
tinggi ruangan lebih terbuka. Atasan bawahan dapat saling
melihat satu sama lain, seperti dapat kita lihat di
perusahaan-perusahaan Jepang
b. Kontak Mata
Pada budaya dengan konteks rendah seperti Amerika
Serikat, jika seseorang tidak membalas tatapan matanya
maka dianggap orang tersebut mengelak atau tidak jujur.
Sedangkan pada budaya dengan konteks tinggi, seperti di
Asia dan Amerika Latin, dengan mempertahankan tatapan
mata
kebawah
merupakan
tanda
penghargaan
atau
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
53
penghormatan. Sebaliknya menatap mata langsung dapat
dianggap sebagai bentuk ketidaksopanan.
c. Bahasa Tubuh
Bahasa tubuh bisa membantu mengklarifikasi pesanpesan yang membingungkan. Namun dalam perbedaan
antar budaya bahasa tubuh dapat memberikan pengertian
yang berbeda. Misalnya, dalam budaya dengan konteks
yang rendah mengangkat kaki ke atas meja merupakan hal
yang biasa, namun dalam budaya yang konteks budayanya
tinggi hal itu dianggap sebagai bentuk ketidaksopanan atau
penghinaan.
Perbedaan bahasa tubuh lainnya, misalnya ekspresi
wajah, perilaku sentuhan, dan cara bagaimana seseorang
mengucapkan salam. Jika kita perhatikan seorang India akan
menggelengkan
kepalanya
saat
ia
mengatakan
“ya”.
Gelengan kepala di kebanyakan budaya lain diartikan
sebagai tanda “tidak”. Cara seseorang bersalaman juga akan
menunjukkan perbedaan budaya yang nyata. Di Indonesia
jabat tangan yang sopan dilakukan dengan keduabelah
tangan secara halus. Di barat jabat tangan yang baik yang
menunjukkan persahabatan dilakukan secara erat. Jabat
tangan yang kurang erat diartikan sebagai bentuk kekasaran
atau penolakan.
Perilaku sentuhan juga bisa berbeda dalam suatu
budaya dengan budaya yang lain. Pelukan antara pria dan
wanita untuk menunjukkan keakraban atau kegembiraan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
54
merupakan hal yang diterima secara umum, meskipun
mereka buka sepasang kekasih atau suami istri. Di budaya
lain, perilaku demikian dapat dianggap sebagai hal yang
tidak biasa atau tidak wajar.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
55
BAB VII
GAYA MANAJEMEN DI BERBAGAI NEGARA
Berbagai perusahaan menerapkan gaya manajemen yang berbeda.
Kebijakan manajerial di berbagai negara pun cukup beragam. Sebagian
besar faktor yang mempengaruhinya tak lain latar belakang kondisi sosial
politik masa lalu negara yang bersangkutan. Di samping itu, tentu saja,
karakteristik warganya yang spesifik juga mempengaruhi. Berikut tipetipe manajemen yang berlaku di negara-negara besar (Anonim, 2006).
Selain sebagai perbandingan, mungkin juga dapat dijadikan landasan
untuk melihat gaya manajemen perusahaan di Indonesia
1. Rusia
Negara yang terbentuk dari sejarah Uni Soviet, yang kini tinggal nama,
rupanya
masih
mengusung
pentingnya
otoritas
dalam
suatu
manajemen. Hingga kini, hirarki dalam perusahaan masih merupakan
faktor penting, terutama dalam pengambilan keputusan. Meskipun
dipandang tidak relevan lagi dengan iklim demokrasi saat ini, gaya
manajemen ini relatif masih diperlukan, terutama pada perusahaan
atau organisasi yang memiliki sistem yang baku dan ketat, seperti
departemen atau organisasi pemerintah
2. Spanyol
Meskipun gaya manajemen di negara ini hampir sama dengan Rusia,
namun sudah ada peningkatan menuju ke manajemen demokratik.
Pergeseran ini diakibatkan oleh gelombang protes yang gencar
dilakukan oleh para pekerja blue-collar. Ada baiknya memang
perusahaan
yang
memiliki
pekerja
dengan
tipe
seperti
ini
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
56
menggunakan manajemen demokratik, dengan memberikan akses
lebih cepat ke top management, bisa melalui perwakilan pekerja secara
individual maupun serikat
3. Polandia
Sejarah Polandia sangat mirip dengan Indonesia. Adanya kenaikan
harga yang menyebabkan ketidakpuasan di kalangan pekerja, yang
berujung pada kerusuhan, menyebabkan pemerintahan goyah. Hal ini
melatarbelakangi timbulnya perubahan yang signifikan pada gaya
manajemen perusahaan di negara ini, yang mulanya otoritatif menjadi
manajemen partisipatif. Manajemen ini lebih menekankan partisipasi
pekerja untuk ikut memberikan saran bagi kebijakan perusahaan,
utamanya, tentu saja, masalah kesejahteraan
4. Amerika Serikat
Dikenal sebagai negara paling demokratis di dunia, sebagian besar
perusahaan memberikan jalan bagi manajemen dan pekerja untuk
bernegosiasi sebelum dilakukan perjanjian. Kebijakan untuk langsung
berhubungan dengan top management tersedia dan terbuka, namun
terbatas. Kendati demikian, dapat dikatakan bahwa Amerika sudah
menerapkan manajemen partisipatif
5. Australia
Secara keseluruhan, ada kemiripan gaya manajemen Australia dengan
Amerika Serikat. Akan tetapi, gaya manajemen yang lebih kuat
muncul di negara ini ternyata adalah gaya autoritarian, karena
memang ada hak pekerja untuk berbicara, namun proses arbitrasi
tetap diwajibkan sebelum hal tersebut dilakukan
6. Yugoslavia
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
57
Berbeda dengan banyak negara lain, Yugoslavia menerapkan selfmanagement di perusahaan. Oleh karenanya, seluruh kebijakan
dikontrol dan ditetapkan oleh manajemen di perusahaan yang
bersangkutan. Positifnya, perusahaan bisa memberikan kesejahteraan
yang lebih bagi pekerja ataupun memperluas usahanya tanpa campur
tangan berlebihan dari pemerintah
7. China
Pekerja China memiliki kepribadian yang sangat unik. Seperti yang
ditulis Davidmann dalam Style of Management and Leadership: The
Chinese worker has apparently to live where he is told to live, has to work
where he is told to work, has to do what he is told to do. One has to ask for
permission to leave one's work and for permission to travel. Inilah yang
terjadi di China pada masa lalu, sehingga manajemen lebih
berlandaskan otoritas. Namun demikian, China-lah negara yang paling
dinamis dalam menerapkan sistem manajemen, dari otoritas, self
management, hingga saat ini, partisipatif.
8. Jepang
Pekerja Jepang adalah penduduk yang memiliki kinerja team work yang
baik, karena mereka memiliki karakteristik konformitas yang tinggi.
Seseorang
mengerjakan
mengerjakannya.
satu
Karenanya,
pekerjaan
apabila
yang
lain
kerjasama
antara
perusahaan-
pemerintah-pekerja berjalan sangat baik dalam menjadikan negara ini
menjadi salah satu kekuatan industri terbesar di dunia. Profit hanyalah
prioritas kedua setelahnya. Kerjasama tersebut disebut "ringi". Proses
ringi ini memakan waktu dan sangat formal, namun keterlibatan
pekerja junior dalam pengambilan keputusan sangat dihargai. Dengan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
58
demikian, keputusan tidak terletak di tangan top management sehingga
manajemen di bawahnya juga ikut berkembang
9. Jerman
Jerman adalah negara yang memiliki tingkat kompensasi yang tinggi
dan pemberian jaminan sosial yang relatif baik. Pengambilan
keputusan ada di tangan top management atau para kepala perusahaan,
namun,
pekerja
tidak
merasa
terlalu
dianaktirikan
karena
pengangkatan manajer atau kepala perusahaan haruslah disetujui oleh
dua pertiga shareholder dan sepertiga sisanya ditentukan oleh pekerja
Rumusan gaya manajemen antar negara juga dihasilkan oleh
Seminar Konsep Manajemen Indonesia yang berlangsung tanggal 3 – 5
Juli 1979 di Jakarta. Kesimpulan seminar tersebut tentang aspek positif
dan negatif dari gaya manajemen barat (diwakili Amerika Serikat dan
Eropa Barat) dan gaya manajemen timur (diwakili Jepang dan Cina)
adalah sebagai berikut :
1. Manajemen Barat (Tekanan pada Amerika Serikat dan Eropa Barat)
a. Aspek positifnya adalah efisiensi, disiplin, sadar akan waktu, dan
penghormatan terhadap inisiatif individu ;
b. Aspek negatifnya adalah manusia diperlakukan sebagai mesin, dan
masyarakatnya yang konsumtif.
2. Manajemen Jepang
a. Aspek
positifnya
adalah
solidaritas
terhadap
kelompok
(perusahaan) yang tinggi, dedikasi, kesetiaan, disiplin diri,
nasionalisme yang tinggi, dan penghormatan terhadap yang lebih
senior;
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
59
b. Aspek negatifnya adalah opportunities, binatang ekonomi, sangat
tertutup, dan agak angkuh.
3. Manajemen Cina
a. Aspek positifnya adalah memegang teguh janji, ulet, tekun, hormat,
dan solidaritas kelompok (suku)
b. Aspek negatifnya adalah kikir, menghalalkan segala cara untuk
mencapai tujuan, tertutup, dan terlalu materialistis.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
60
BAB VIII
GAYA MANAJEMEN YANG HIDUP DI INDONESIA
Gaya manajemen yang hidup di Indonesia adalah gaya manajemen
yang dilaksanakan oleh pelaku-pelaku ekonomi yang ada di Indonesia
saat ini.
A. Manajemen Koperasi
Menurut Undang-undang No. 25/1992, koperasi adalah badan
usaha yang beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum
Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan
asas kekeluargaan (Sitio dan Tamba, 2001). Koperasi sebagai organisasi
ekonomi yang berwatak sosial sebagai usaha bersama berdasar asasasas kekeluargaan dan gotong royong (Widiyanti, 94). Ropke
menyatakan makna koperasi dipandang dari sudut organisasi
ekonomi adalah suatu organisasi bisnis yang para pemilik atau
anggotanya adalah juga pelanggan utama perusahaan tersebut.
Kriteria identitas koperasi akan merupakan dalil/prinsip identitas yang
membedakan unit usaha koperasi dari unit usaha lainnya (Hendar dan
Kusnadi, 1999).
Koperasi merupakan lembaga yang harus dikelola sebagaimana
layaknya lembaga bisnis. Di dalam sebuah lembaga bisnis diperlukan
sebuah pengelolaan yang efektif dan efisien yang dikenal dengan
manajemen. Demikian juga dalam badan usaha koperasi, manajemen
merupakan satu hal yang harus ada demi terwujudnya tujuan yang
diharapkan.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
61
Prof. Ewell Paul Roy mengatakan bahwa manajemen koperasi
melibatkan 4 (empat) unsur yaitu : anggota, pengurus, manajer, dan
karyawan. Seorang manajer harus bisa menciptakan kondisi yang
mendorong para karyawan agar mempertahankan produktivitas yang
tinggi. Karyawan merupakan penghubung antara manajemen dan
anggota pelanggan (Hendrojogi, 1997).
Menurut Suharsono Sagir, sistem manajemen di lembaga koperasi
harus mengarah kepada manajemen partisipatif yang di dalamnya
terdapat kebersamaan, keterbukaan, sehingga setiap anggota koperasi
baik yang turut dalam pengelolaan (kepengurusan usaha) ataupun
yang di luar kepengurusan (anggota biasa), memiliki rasa tanggung
jawab bersama dalam organisasi koperasi (Anoraga dan Widiyanti,
1992).
A.H. Gophar mengatakan bahwa manajemen koperasi pada
dasarnya dapat ditelaah dari tiga sudut pandang, yaitu organisasi,
proses, dan gaya manajemen (Hendar dan Kusnadi, 1999). Dari sudut
pandang organisasi, manajemen koperasi pada prinsipnya terbentuk
dan tiga unsur yakni anggota, pengurus, dan karyawan. Dapat
dibedakan struktur atau alat perlengkapan organisasi yang sepintas
adalah sama yaitu rapat anggota, pengurus, dan pengawas. Untuk itu,
hendaknya dibedakan antara fungsi organisasi dengan fungsi manajemen.
Unsur pengawas seperti yang terdapat pada alat perlengkapan
organisasi
koperasi,
pada
hakekatnya
adalah
merupakan
perpanjangan tangan dan anggota, untuk mendampingi pengurus
dalam melakukan fungsi kontrol sehari-hari terhadap jalannya roda
organisasi dan usaha koperasi. Keberhasilan koperasi tergantung pada
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
62
kerjasama ketiga unsur organisasi tersebut dalam mengembangkan
organisasi dan usaha koperasi, yang dapat memberikan pelayanan
sebaik-baiknya
manajemen
kepada
koperasi
anggota.
lebih
Dari
sudut
mengutamakan
pandang
proses,
demokrasi
dalam
pengambilan keputusan. Istilah satu orang satu suara (one man one
vote) sudah mendarah daging dalam organisasi koperasi. Karena itu,
manajemen koperasi ini sering dipandang kurang efisien, kurang
efektif, dan sangat mahal.
Terakhir,
ditinjau
dari
sudut
pandang
gaya
manajemen
(management style), manajemen koperasi menganut gaya partisipatif
(participation management), di mana posisi anggota ditempatkan sebagai
subjek dan manajemen yang aktif dalam mengendalikan manajemen
perusahaannya. Sitio dan Tamba (2001) menyatakan badan usaha
koperasi di Indonesia memiliki manajemen koperasi yang dirunut
berdasarkan perangkat organisasi koperasi, yaitu: rapat anggota,
pengurus, pengawas, dan pengelola.
Telah diuraikan sebelumnya bahwa, watak manajemen koperasi
ialah gaya manajemen partisipatif. Pola umum manajemen koperasi
yang partisipatif tersebut menggambarkan adanya interaksi antar
unsur manajemen koperasi. Terdapat pembagian tugas (job description)
pada masing-masing unsur. Demikian pula setiap unsur manajemen
mempunyai
lingkup
keputusan
(decision
area)
yang
berbeda,
kendatipun masih ada lingkup keputusan yang dilakukan secara
bersama (shared decision areas).
Adapun lingkup keputusan masing-masing unsur manajemen
koperasi adalah sebagai berikut (Sitio dan Tamba, 2001) :
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
63
1. Rapat Anggota merupakan pemegang kuasa tertinggi dalam
menetapkan kebijakan umum di bidang organisasi, manajemen,
dan usaha koperasi. Kebijakan yang sifatnya sangat strategis
dirumuskan
dan
ditetapkan
pada
forum
rapat
anggota.
Umumnya, rapat anggota diselenggarakan sekali setahun.
2. Pengurus dipilih dan diberhentikan oleh rapat anggota. Dengan
demikian, pengurus dapat dikatakan sebagai pemegang kuasa
rapat anggota dalam mengoperasionalkan kebijakan-kebijakan
strategis yang ditetapkan rapat anggota. Penguruslah yang
mewujudkan
arah
kebijakan
strategis
yang
menyangkut
organisasi maupun usaha.
3. Pengawas mewakili anggota untuk melakukan pengawasan
terhadap
pelaksanaan
kebijakan
yang
dilaksanakan
oleh
Pengurus. Pengawas dipilih dan diberhentikan oleh rapat
Anggota. Oleh sebab itu, dalam struktur organisasi koperasi,
posisi pengawas dan pengurus adalah sama.
4. Pengelola
adalah
diberhentikan
oleh
tim
manajemen
pengurus,
untuk
yang
diangkat
melaksanakan
dan
teknis
operasional di bidang usaha. Hubungan pengelola usaha
(managing director) dengan pengurus koperasi adalah hubungan
kerja atas dasar perikatan dalam bentuk perjanjian atau kontrak
kerja.
Pengembangan manajemen koperasi Indonesia telah banyak
diutarakan oleh para pakar, salah satunya adalah tulisan Iqbal
(1992) dalam ”Pusparagam Manajemen Indonesia”, Marbun (1992),
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
64
yang menyatakan beberapa hal terkait dengan pengembangan
manajemen koperasi di Indonesia, yakni :
1. Koperasi mempunyai kedudukan dan peranan yang khas dalam
kehidupan perekonomian masyarakat dan sistem perekonomian
Indonesia. Koperasi Indonesia tidak saja dipandang sebagai suatu
bangun perusaaan atau pelaku ekonomi, tetapi dalam jangka
panjang koperasi Indonesia diharapkan dapat menjadi pelaku
utama dalam sistem perekonomian.
2. Melihat misi koperasi Indonesia maka menjadi tugas dari seluruh
rakyat
Indonesia
(baik
yang
berkecimpung
di
koperasi,
perusahaan swasta dan BUMN) untuk bersama-sama dengan
pemerintah mewujudkan harapan di atas. Terwujudnya koperasi
sebagai pelaku utama dalam sistem perekonomian nasional, tidak
akan mematikan usaha dari pelaku-pelaku ekonomi lainnya,
karena kondisi tersebut hanya dapat dicapai melalui kerjasama
antara koperasi, perusahaan swasta dan BUMN
3. Pada dasarnya proses manajemen dalam koperasi Indonesia tidak
berbeda dengan proses manajemen yang berlaku umum pada
perusahaan swasta (Perseroan Terbatas). Tetapi karena dalam
penerapannya manajemen koperasi mempunyai referensi (acuan)
yang berbeda dengan Perseoran Terbatas, maka output (keluaran)
yang dihasilkan akan berbeda. Referensi yang dipakai oleh
manajemen koperasi mengacu pada prinsip atau azas dan sendi
dasar koperasi, sebagaimana dicantumkan dalam ketentuan
perundang-undangan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
65
4. Karena referensi manajemen koperasi Indonesia menitikberatkan
pada kualitas dari anggota koperasi, maka dalam praktiknya
banyak timbul permasalahan yang memerlukan adanya bantuan
dari pemerintah
5. Sebagaimana dengan bangun perusahaan lainnya, kemajuan
koperasi juga tergantung pada kualitas manajemen koperasi itu
sendiri. Sedangkan kualitas manajemen koperasi ditentukan oleh
para
pengelola
koperasi.
Dalam
rangka
mempersiapkan
pengelola koperasi yang berkualitas maka kader-kader koperasi
dari koperasi di kalangan generasi muda (koperasi sekolah,
pondok pesantren, mahasiswa dan lain-lain) dapat dijadikan
sumber
tenaga
manusia
bagi
pembangunan
koperasi
di
Indonesia.
Beberapa kesimpulan dan usulan Iqbal di atas dinyatakan
pada tahun 1992, sehingga pastilah berbeda dengan setting saat ini.
Maka
dengan
konsep
kekinian
kajian
dan
pengembangan
manajemen koperasi telah dilakukan oleh banyak pakar yang
kemudian
memberikan
rekomendasi
tentang
pendekatan
pemberdayaan koperasi dalam lingkungan yang berubah dari
aspek manajemen koperasi yakni sebagai berikut :
1. Untuk pengembangan koperasi ke depan, mengingat sifat dual
identity
anggota
yang
menjadi
identitas
koperasi,
maka
manajemen keanggotaan di koperasi selayaknya menjadi salah
satu
fokus
perhatian
untuk
dikembangkan.
Manajemen
keanggotaan mencakup : pengadaan anggota, pengembangan
anggota, pemberian manfaat kepada anggota, pemeliharaan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
66
anggota, dan pemutusan hubungan dengan anggota. Mengingat
bahwa
kemampuan
pengembangan
koperasi
anggota
untuk
melalui
melakukan
kegiatan
fungsi
pendidikan
perkoperasian masih sangat terbatas, baik dari aspek finansial
maupun arti aspek kompetensinya, maka bantuan Pemerintah
dalam aspek ini sangat diperlukan
2. Perlu dilakukan penataan kembali dari aspek permodalan dan
laporan keuangan koperasi disesuaikan dengan tujuan, nilai dan
prinsip koperasi. Penyesuaian-penyesuain tersebut sesungguhnya
telah diakomodasikan dalam PSAK No 27 Tahun 2004. Memang
penerapan PSAK No 27 akan memberikan beban tambahan bagi
koperasi, namun dalam jangka panjang dampaknya akan sangat
baik
terhadap
upaya
menciptakan
koperasi
yang
sehat.
Penerapan dari prinsip ini sebaiknya dari sekarang sudah mulai
dirintis secara bertahap
3. Mengingat
bahwa
koperasi
pada
umumnya
merupakan
kumpulan orang-orang yang lemah secara ekonomi, sehingga
koperasi
tidak
melakukan
memiliki
pemupukan
membiayai usahanya,
kapasitas
memadai
untuk
yang
diperlukan
untuk
dukungan
Pemerintah
untuk
modal
maka
yang
memberikan fasilitas bantuan permodalan koperasi masih
diperlukan. Namun, agar pemberian fasilitas bantuan Pemerintah
ini efektif, maka ke depan diperlukan revitalisai pembinaan dari
Pemerintah, dengan penciptaan koordinasi yang semakin baik
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
67
B. Manajemen BUMN
Upaya untuk merumuskan manajemen BUMN – sebagai salah
satu gaya manajemen yang hidup di Indonesia – pernah dilakukan
oleh Sudariyanto (1992) dalam Marbun (1992). Beberapa hal penting
dan menjadi catatan untuk manajemen BUMN pada saat itu adalah :
1. Dalam hal BUMN, pemerintah adalah juga pemegang saham
tunggal dan sering merupakan konsumen utama. Ini menyebabkan
pengaruh pemerintah yang sangat besar pada manajemen BUMN,
dan derajat kebebasan manajemen dalam mengambil keputusan
strategik tidaklah sebesar perusahaan swasta. Memang ada derajat
kebebasan antara BUMN dengan status PERJAN, dengan status
PERUM dan dengan status PERSERO. Di atas kertas PERSERO
mempunyai derajat kebebasan yang lebih besar. Secara umum,
makin terkonsentrasi kekuatan pada satu pihak, pengaruh pihak
yang
berkepentingan
tersebut
akan
semakin
besar
dalam
menjalankan perusahaan.
2. Kekuatan yang sangat besar dari pemerintah sebagai stakeholder
tidak hanya berpengaruh pada derajat kebebasan manajemen
dalam pengambilan keputusan, tetapi juga mempengaruhi iklim
kerja. Dalam banyak BUMN sangat terasa adanya iklim kerja
kantor – pemerintah atau birokrasi. Pengaruh suasana birokrasi
pada manajemen BUMN sangat tergantung dari bidang usaha
BUMN yang bersangkutan. Bila BUMN bergerak dalam bidang
usaha yang lingkungan bisnisnya relatif stabil (teknologi tak dapat
berubah, daur hidup panjang, produk relatif standar, dan
persaingan relatif tidak ketat) seperti perkebunan kelapa sawit
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
68
misalnya, suasan birokrasi, mungkin tidak akan dirasakan sebagai
kendala. Tetapi bila BUMN bergerak dalam bidang usaha yang
lingkungan bisnisnya dinamis, suasana kerja birokratik tidaklah
sesuai dengan tuntutan lingkungan.
3. Sebuah BUMN, khususnya PERJAN dan PERUM di samping
mempunyai misi ekonomi (mencari keuntungan, mengumpulkan
dana) juga mempunyai misi sosial (agen pembangunan). Bahkan
ada kalanya misi sosial ini lebih diutamakan dari misi ekonominya.
Apa yang dinyatakan oleh Sudariyanto pada tahun 1992 diatas
tentunya sudah sangat berbeda dengan kondisi saat ini. Tetapi hal
tersebut dapat menjadi dasar pijakan untuk pengembangan BUMN
saat ini, seperti dua misi yang diemban oleh BUMN yakni misi
ekonomi dan misi sosial. Tetapi atas peran gandanya tersebut,
pemerintah tetap akan mempertahankan BUMN bahkan pemerintah
berani mengariskan bahwa BUMN kelak akan menjadi pusat efisiensi
dan pusat profitisasi dalam perekonomian nasional (Anwari, 1998).
Untuk dapat mengembangkan manajemen BUMN menjadi lebih
baik lagi maka pemerintah melakukan tahap konsolidasi pada tahun
2002, dengan membuat master plan BUMN tahun 2002 – 2006. Ada 10
kebijakan yang diterapkan yakni : (Kementrian BUMN, 2002)
1. Koordinasi dan monitoring
Konsolidasi ini dimaksudkan untuk menyamakan visi dan
misi pada internal badan usaha baik dalam lingkungan kementrian
BUMN maupun antara kementrian BUMN dengan masing-masing
badan usaha, termasuk dengan seluruh stakeholder. Penyamaan
persepsi ini penting agar setiap unsur yang terkait dalam kegiatan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
69
badan usaha mempunyai persepsi yang sama tentang arah dan
kebijakan pembinaan dan pengembangan usaha di masa depan
2. Akselerasi Penyehatan
Menyadari bahwa upaya penyehatan merupakan salah satu
langkah strategis dalam memperbaiki kinerja usaha dan keuangan
badan usaha, maka perlu dilakukan akselerasi atau percepatan
terhadap upaya-upaya penyehatan badan usaha. Untuk itu dalam
badan usaha akan dibentuk Tim Akselerasi Penyehatan Badan
Usaha yang melibatkan wakil-wakil dari pemegang saham maupun
badan usaha itu sendiri. Akselerasi penyehatan BUMN tersebut
dimaksudkan untuk mempercepat proses value creation melalui :
a. restrukturisasi usaha atau bisnis, keuangan, manajemen dan
organisasi;
b. merger dan akuisisi;
c. kerjasama usaha antar BUMN;
d. likuidasi, divestasi, dan privatisasi;
e. spin off terhadap non core competence business dan non performance
3. Pelaksanaan Good Corporate Governance
Transparansi dalam pengelolaan BUMN merupakan pra
kondisi yang penting untuk meningkatkan kinerja badan usaha dan
merupakan kunci keberhasilan dalam menciptakan lingkungan
bisnis yang tepat bagi program privatisasi BUMN. Dengan
penerapan prinsip Good Corporate Governance yang terdiri atas
transparansi, kemandirian, dan akuntabilitas, dalam pembinaan
dan pengelolaan BUMN diharapkan semua pihak akan memiliki
acuan yang sama dalam pengelolaan usaha
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
70
4. Transparansi dalam Pembinaan dan Pengelolaan Badan Usaha
Melalui Program BUMN On Line
Seiring dengan kemajuan teknologi telekomunikasi yang
memungkinkan penyajian informasi secara on line, dokumen dapat
pula diakses secara langsung oleh publik dan stakeholder lainnya
melalui media elektronika.
Kemajuan teknologi telekomunikasi yang besar pengaruhnya
terhadap informasi aktual belum sepenuhnya dimanfaatkan secara
optimal oleh sebagian Badan Usaha. Pembangunan website
www.bumn-ri.com
merupakan
salah
satu
terobosan
dalam
penyajian informasi kepada masyarakat, baik calon investor, pasar,
pemerhati Badan Usaha maupun stakeholder. Informasi yang secara
langsung dapat diakses oleh publik tanpa ada hambatan dimensi
waktu dan tempat, akan lebihmemotivasi Badan Usaha dalam
penerapan
prinsip-prinsip
good
corporate
governance,
serta
meningkatkan fungsi pengawasan publik.
Program BUMN On Line juga dimaksudkan untuk membangun
kepercayaan publik (building trust and acceptance) atas kebijakan
yang ditempuh Kementerian BUMN dalam membina Badan Usaha.
5. Kebijakan Otonomi Daerah
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, berdampak terhadap peningkatan semangat
otonomi daerah berupa keinginan beberapa Pemerintah Daerah
untuk ikut serta dalam pengelolaan, kepemilikan atau bagian
pendapatan dari Badan Usaha yang beroperasi di wilayahnya
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
71
Menghadapi tuntutan atau aspirasi beberapa Pemerintah
Daerah tersebut, Pemerintah selaku Pemegang Saham BUMN pada
prinsipnya menerapkan kebijaksanaan korporasi yang lazim
berlaku yaitu penentuan pengelolaan atau manajemen perusahaan
dan pembagian pendapatan hanya dapat dilakukan berdasarkan
skema kepemilikan saham. Dengan kata lain, keterlibatan pihakpihak lain, termasuk Pemerintah Daerah dalam mengelola Badan
Usaha melalui wakil-wakilnya dalam manajemen/Direksi dan
pembagian pendapatan atau laba Badan Usaha dimungkinkan
apabila pihak-pihak tersebut memiliki sebagian saham pada Badan
Usaha yang bersangkutan
6. Reformasi Pengelolaan BUMN
Reformasi Pengelolaan Badan Usaha dimaksudkan untuk
merubah paradigma para pengelola Badan Usaha agar berperilaku
lebih terbuka, tanggap terhadap perubahan dan menyadari
perlunya proses pembelajaran. Strategi reformasi bisnis Badan
Usaha dilakukan melalui 4 (empat) kegiatan yaitu Reformasi
Budaya, Reformasi Manajemen, Reformasi Strategi dan Reformasi
Pengelolaan Usaha.
a) Reformasi Budaya meliputi penanaman budaya kerja keras, rasa
malu, peduli dan memiliki rasa ingin tahu, berkeinginan untuk
maju, tidak berperilaku otoriter, memiliki rasa syukur dan
keterbukaan dalam pengelolaan Badan Usaha.
b) Reformasi Manajemen meliputi peningkatan kinerja dengan
berbasis pada sistem manajemen modern, penerapan sistem
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
72
reward and punishment serta peningkatan profesionalisme
manajemen berbasis pada 5 (lima) tingkatan hirarki.
c) Reformasi Strategi meliputi peningkatan nilai perusahaan, fokus
pada usaha pokok atau core business, peningkatan pendapatan
dan market share (untuk unit bisnis driving market) dan cost
leadership (untuk unit bisnis market driven).
d)
Reformasi
Pengelolaan
Usaha
meliputi
penyederhanaan
organisasi dan struktur usaha sejenis, penciptaan struktur
organisasi yang flat tetapi efektif atau kaya fungsi dan hemat
struktur.
7. Kepedulian Kepada Masyarakat (Community Development)
Sebagai salah satu wujud kepedulian dan tanggung jawab
sosial serta program kemitraan dalam bentuk keterkaitan usaha
yang saling menguntungkan dan menunjang antara koperasi,
swasta dan Badan Usaha, Pemerintah akan terus melanjutkan dan
meningkatkan Program Pengembangan Usaha Kecil Dan Koperasi
(PUKK) serta kepedulian kepada masyarakat melalui penyisihan
laba BUMN. Pelaksanaan program tersebut terus diperbaiki dan
disempurnakan, terutama yang menyangkut proses penyaluran,
penentuan
sasaran,
pengembalian
bantuan/pinjaman
dan
evaluasinya
8. Penyusunan Undang-Undang BUMN
Penyusunan Undang-Undang BUMN dimaksudkan untuk
menciptakan landasan hokum yang kuat dan jelas bagi seluruh
stake holder. Melalui Undang-Undang BUMN tersebut, dapat
dirumuskan arah, sasaran, program, dan kebijakan Pemerintah
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
73
terhadap BUMN dengan jelas sehingga menjadi pedoman bagi
semua pihak yang terkait. Undang-Undang tentang BUMN
merupakan kebutuhan mutlak karena landasan hokum tentang
BUMN yang ada saat ini belum berbentuk Undang-Undang. Di
samping masalah kepemilikan, peran dan fungsi BUMN, dalam
perekonomian nasional, dalam Undang-Undang BUMN tersebut
akan diatur pula ketentuan tentang privatisasi.
9. Sosialisasi Kebijakan Privatisasi
Sebagai Badan Usaha, BUMN mempunyai stake holder yang
lebih banyak dibandingkan Badan Usaha lainnya. Kepentingan dan
harapan setiap stakeholder seringkali berbeda-beda bahkan ada
yang bertolak belakang. Kondisi semacam ini menyebabkan setiap
kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah selaku Pemegang
Saham BUMN seringkali tidak efektif, bahkan ditentang oleh stake
holder yang lain, misalnya yang menyangkut program privatisasi
BUMN.
Mengingat privatisasi BUMN merupakan salah satu program
penting yang perlu didukung oleh seluruh stakeholder, penyamaan
visi dan persepsi tentang privatisasi merupakan salah satu faktor
kunci keberhasilan kebijakan privatisasi BUMN. Penyamaan visi
dan persepsi tersebut akan dicapai melalui pelaksanaan program
sosialisasi privatisasi.
10. Restrukturisasi dan Privatisasi
Pada
tahun
2001,
Pemerintah
akan
tetap
melakukan
restrukturisasi untuk penyehatan BUMN, terutama yang tengah
dipersiapkan untuk privatisasi lanjutan dan melakukan privatisasi
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
74
atas beberapa BUMN yang telah siap, terutama yang termasuk
dalam kriteria :
a. pemilikan saham Pemerintah minoritas;
b. bergerak dalam bidang usaha yang kompetitif;
c. menghasilkan produk dengan basis teknologi yang cepat usang.
Berdasarkan sepuluh kebijakan yang menjadi master plan BUMN
tersebut, yang paling banyak mendapat sorotan adalah privatisasi
BUMN. Langkah ini pula yang menurut penulis juga akan merubah
roh manajemen BUMN, dari manajemen yang banyak dikendalikan
pemerintah menjadi manajemen swasta.
Privatisasi BUMN sendiri memiliki makna strategis bagi
kemajuan perekonomian nasional dalam skala yang snagat luas.
Makna privatisasi tidak bergerak dalam ruang sempit berupa
pengalihan aset atau saham perusahaan negara ke tangan swasta,
tetapi lebih kepada upaya menjadikan BUMN agar bisa berperilaku
sebagai
enterpreneur.
Selain
itu,
privatisasi
berarti
upaya
mengoreksi kesalahan strategi dan kebijakan pembangunan
ekonomi masa lalu yang terlal bertumpu pada peran negara.
Dengan demikian privatisasi akan menghasilkan sinergi antara
efisiensi, kemampuan berkompetisi, dan penciptaan laba (Ma’arif
dan
Noverman,
2004).
Adapun
tujuan
privatisasi
sendiri
diharapkan akan : (Purwoko, 2002)
1. mampu meningkatkan kinerja BUMN;
2. mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam
pengelolaan BUMN;
3. mampu meningkatkan akses ke pasar internasional ;
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
75
4. terjadinya transfer ilmu pengetahuan dan teknologi;
5. terjadinya perubahan budaya kerja;
6. mampu menutup defisit APBN.
C. Manajemen Strategi Sektor Publik
Manajemen stategi tidak hanya digunakan pada sektor swasta
tetapi juga sudah diterapkan pada sektor publik (Bawono, 2005).
Penerapan manajemen strategi pada kedua jenis institusi tersebut
tidaklah jauh berbeda, hanya pada organisasi sektor publik tidak
menekankan tujuan organisasi pada pencarian laba tetapi lebih pada
pelayanan. Menurut Anthony dan Young dalam Salusu (2003)
penekanan organisasi sektor publik dapat diklasifikasikan ke dalam
tujuh hal yaitu:
1. tidak bermotif mencari keuntungan;
2. adanya pertimbangan khusus dalam pembebanan pajak;
3. ada kecenderungan berorientasi semata – mata pada pelayanan;
4. banyak menghadapi kendala yang besar pada tujuan dan strategi;
5. kurang banyak menggantungkan diri pada kliennya untuk
mendapatkan bantuan keuangan;
6. dominasi profesional;
7. pengaruh politik biasanya memainkan peranan yang sangat
penting.
Seorang ahli bernama Koteen menambahkan satu hal lagi yaitu
lessresponsiveness bureaucracy dimana menurutnya birokrasi dalam
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
76
organisasi sektor publik sangat lamban dan berbelit – belit. Sedangkan
pada sektor swasta penekanan utamanya pada pencarian keuntungan
atau laba dan tentunya kelangsungan hidup organisasi melalui strategi
dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Untuk membuktikan perlunya manajemen sektor publik dalam
organisasi sektor publik banyak penelitian yang mengupas pentingnya
manajemen strategi pada sektor publik. Penelitian Roberts dan Menker
dalam Rabin et.al mengupas mengenai manajemen strategi pada
pemerintah pusat di Amerika Serikat hasilnya mereka megusulkan
adanya pendekatan baru dalam manajemen sektor publik yaitu
pendekatan generatif selain pendekatan yang sudah ada yaitu
pendekatan direktif dan pendekatan adaptif. Pendekatan direktif
merupakan pendekatan yang bersifat dari atas ke bawah (top – down)
dan lebih sedikit melibatkan anggota dalam organisasi sektor publik.
Pendekatan adaptif lebih menekankan pada kebersamaan dalam
organisasi dalam menetapkan tujuan pelaksanaan dan evaluasi.
Sedangkan pendekatan generatif menekankan pada pentingnya
seorang pemimpin (leader) dalam melakukan fungsi penetapan tujuan,
pelaksanaan dan evaluasi dengan tidak mengesampingkan anggota
lain dalam organisasi sektor publik.
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh
Kilimurray et al dalam rabin et al. Penelitian tersebut dilakukan untuk
mengetahui perencanaan strategi yang ada dalam dinas pertolongan
anak di Amerika Serikat. Hasilnya pada dinas pertolongan anak
menjalankan
perencanaan
strategi
berdasarkan
peraturan
perundangan yang berlaku di Amerika Serikat. Selain itu dinas
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
pertolongan
anak
melakukan
perencanaan
strategi
77
dengan
mengembangkan 5 hal utama yaitu :
1. Implementasi rencana, dimana hal ini merupakan dasar dari
orientasi manajemen yang ditetapkan, pada implementasi rencana
tujuan dan obyektif disusun untuk mengevaluasi kinerja dari
kantor prtolongan anak;
2. Indikator kinerja, indikator kinerja sepakat untuk disusun dalam
rangka
menilai kesulitan
dalam
mengumpulkan
data
dan
memprogram ulang sistem otomatisasi;
3. Reformasi kesejahteraan, dengan adanya peraturan mengenai
reformasi kesejahteraan maka negara bagian sebagai partner harus
melakukan perubahan terhadap perencanaan strategi, pelaporan
data, indikator kinerja dan pendanaan dari pemerintah pusat;
4. Kesepakatan kinerja, sebelum adanya implementasi Undang –
undang mengenai kinerja setiap negara bagian sudah memiliki
standard masing – masing mengenai kinerja organisasi sektor
publik. Adanya Undang – undang tersebut merubah kesepakatan
kinerja antara negara bagian dan pemerintah pusat. Hal itu
dikembangkan dengan kesepakatn antara negara bagian dan
pemerintah pusat dalam rangka menyeragamkan standar yang
sudah ada sebelumnya;
5. Pemeriksaaan (Audit), dimasa yang akan datang divisi audit
akanmenekankan pada validitas data yang diberikan oleh negara
bagian, karena pada masa sekarang kepatuhan Negara bagian
hanya dibuktikan oleh statuta.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
78
Penelitian berikutnya adalah penelitian terhadap manajemen
strategi yang dilakukan oleh kantor dinas pajak Amerika Serikat
dibantu oleh kantor akuntan publik Pricewaterhouse Coopers dengan
obyek penelitian pada kantor dinas pajak pemerintah pusat yang
berlokasi di Washington D.C. Penelitian ini melihat tahapan
manajemen strategi dari awal yaitu dengan mengembangkan multiyear
budget yaitu penganggaran yang dilakukan dalam waktu yang panjang
dimana dalam proses ini belum terdapat visi, obyektif, tujuan dan
pengukuraan kinerja. Kemudian proses ini berubah menjadi secara
perencanaan strategi bisnis (strategic business plan) dimana sudah
adanya
visi
dan
misi
organisasi
namun
masih
meletakan
penganggaran diluar sistem sehingga sering program tidak dapat
berjalan dengan baik karena adanya keterbatasan anggaran. Tahapan
ini juga belum terdapat penilaian kinerja dan program dijalankan
cenderung mengacu pada proses coba – coba (trial and error) sehingga
banyak program yang tidak berjalan secara efektif dan efisien.
Tahapan selanjutnya dikembangkan suatu proses yaitu perencanaan
utama bisnis (the business master plan). Tahapan ini organisasi
melakukan perubahan dengan lebih menekankan pada restrukturisasi
organisasi, program sumber daya manusia, program operasional dan
tidak
melupakan
modernisasi
sistem.
Namun
kembali
lagi
penganggaran tidak mempunyai hubungan yang kuat dengan
program yang akan dijalankan sehingga tidak adanya prioritas dalam
program. Perubahan terakhir terhadap manajemen strategi yang ada
dalam kantor dinas pajak pemerintah pusat di Amerika Serikat yaitu
dengan menerapkan perencanaan strategi dan penganggaran. Pada
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
79
tahapan ini anggaran lebih diintegrasikan dengan perencanaan strategi
sehingga lebih mempunyai hubungan yang erat dengan program yang
disusun dan dijalankan. Pada akhirnya kantor dinas pajak pemerintah
pusat Amerika Serikat mempunyai misi utama yaitu lebih berpatokan
pada pelanggan (customer driven). Sedangkan 3 visinya yaitu :
1. Pelayanan terhadap setiap pembayar pajak;
2. Pelayanan terhadap semua pembayar pajak;
3. Produktivitas yang dibangun melalui lingkungan kerja yang
mempunyai kualitas tinggi.
Manajemen strategi juga sudah diterapkan di Indonesia salah
satunya adalah dalam bidang pendidikan. Nawawi (2003) dalam
tulisannya Departemen Pendidikan Nasional sebagai organisasi
pengelola melakukan proses manajemen strategi yaitu dengan
mengendalikan strategi dan dan pelaksanaan pendidikan nasional
yang diwujudkan dalam Sistem Pendidikan Nasional baik secara
formal (pendidikan jalur sekolah) maupun pendidikan non formal
(pendidikan jalur luar sekolah). Proses manajemen strategi dilakukan
dengan efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yaitu
warganegaraatau lulusan yang berkualitas dan kompetitif. Selain itu
analisis SWOT sebagai salah satu alat dalam manajemen strategi juga
sudah diterapkan dalam sistem pendidikan nasional yaitu dengan
adanya pertimbangan sosio kultural yang mewarnai proses dan situasi
pendidikan dan berdampak pada lulusan yang sesuai dengan
kebijakan pemerintah masing – masing daerah atau negara.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
80
D. Kepemimpinan “Hastrabrata” dalam Manajemen TNI
Rumusan mengenai ciri manajemen pertahanan keamanan
(HANKAM) negara pernah ditulis oleh LB Moerdani dalam Marbun
(1992). Adapun ciri manajemen HANKAM adalah :
1. acuan dalam proses manajemen adalah strategi raya negara
sebagaimana tersirat di dalam GBHN serta geopolitik Indonesia
”Wawacan Nusantara”;
2. dalam perencanaan strategis pada postur dan resiko intelijen yang
ditopang oleh partisipasi masyarakat;
3. dalam pengorganisasian diorientasikan paa kompartementasi
strategis dalam rangka optimasi efektifitas dan efisiensi pelibatan
kekuatan;
4. dalam aktuasinya digunakan pendekatan ketahanan nasional;
5. dalam pengendaliannya dilaksanakan secara terpusat.
Analisis yang telah dilakukan oleh LB Moerdani adalah
analisis menyeluruh pada saat itu. Tetapi seharusnya ketika
membicarakan tentang manajemen yang diterapkan oleh militer
(TNI) maka kepemimpinan menjadi faktor yang paling utama dan
menonjol dalam menggerakkan organisasi TNI. Hal tersebut tidak
mengherankan karena sifat manajemen di TNI yang menggunakan
sistem perintah komando.
Kepemimpinan dengan pendekatan dan warisan budaya
leluhur yang dikenal dengan “Hastabrata”.
Merupakan ajaran
kepemimpinan berdasarkan makna dan sifat perilaku yang
dilambangkan di dalam simbol-simbol alam dan filosofi Jawa
Kepemimpinan dengan filosofi Hastabrata ini diterapkan secara
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
81
konsisten pada Manajemen TNI, dan pemimpin militer cenderung
menerapkannya dalam manajemen teritorial.
Hasta artinya
Delapan, Brata artinya sikap atau perilaku. Bagaimana bersikap
yang baik bagi seseorang pemimpin untuk mencapai negara yang
Tata Tenteram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi:
1. Surya, yaitu matahari; senantiasa memancar untuk menumbuh
kembangkan gaya hidup rakyat.
2. Candra, yaitu bulan; sifat cahaya bulan, yang lembut pada
kegelapan
malam,
menyentuh
hati
dan
menumbuhkan
semangat serta membangkitkan harapan.
3. Kartika, yaitu bintang; jadi pedoman arah dan perjalanan serta
dapat memberi keteladanan yang baik.
4. Angkasa, yaitu langit; sifat langit luas, tidak terbatas dan dapat
menampung apa saja yang datang, terbuka, mengendalikan
diri, sabar, dan mendengar semua keluhan rakyat.
5. Dahana, yaitu api; memiliki kemampuan dahsyat yang bisa
menghancurkan, berwibawa, tegas dan berani, menegakkan
kebenaran dan keadilan dalam masyarakat, Bangsa dan Negara.
6. Maruta, yaitu angin; sifat angin selalu ada dimana-mana saja,
selalu dekat dengan rakyat, memahami dan menyerap serta
melaksanakan aspirasi dan harapan rakyat maupun kehendak
rakyat
7. Samudra, yaitu laut; sifat laut luas dan dalam, yang selalu
mempunyai permukaan rata dan sejuk, mampu, arif, bijaksana,
adil dan memberikan kasih sayang kepada rakyat
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
82
8. Bumi, yaitu tanah; sifat tanah selalu bermurah hati, memberikan
hasil kepada siapa saja yang mengolah dan memilikinya.
Mampu bersikap teguh, bermurah hati, selalu berusaha
melaksanakan, tidak mengecewakan kepercayaan rakyat.
E. Manajemen Lingkungan
Rumusan manajemen lingkungan yang sesuai untuk Indonesia
pernah ditulis oleh Meen (1992) dalam Marbun (1992). Kesimpulan
tulisan
Meen
(1992),
bahwa
manajemen
lingkungan
memang
menimbulkan tambahan biaya. Tetapi jika dirancang sejak awa, mulai
dari
pemilihan
mengurangi
mesin-mesin
biaya
produksi.
maka
hal
Terkait
itu
dengan
dapat
membantu
tanggung
jawab
perusahaan, Meen (1992) menyatakan bahwa tidak hanya terbatas
pada lingkungan semata tetapi juga harus mencakup lingkungan
sosial. Tanggung jawab lingkungan oleh perusahaan merupakan
upaya yang terus menerus dan perlu ditekankan (reinforce), karena
pengusaha tidak akan terlepas dari kontrol sosial.
Pada hasil diskusi yang lain tentang manajemen lingkungan
(Marbun, 1992), memberikan kesimpulan :
1. perusahaan juga memiliki rasa tanggung jawab untuk melestarikan
lingkungan. Tetapi sampai saat ini belum ada kriteria yang jelas
dari pemerintah tentang standar, sehingga pengusaha mengalami
kesulitan dalam mengikuti kriteria;
2. sosial cost selama ini merupakan bagian dari production cost
sehingga bebannya ditanggung konsumen. Perlu diupayakan agar
beban ini dipikul bersama;
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
83
3. prinsip environment friendly harus ditingkatkan, karena hal ini juga
sangat erat hubungannya dengan kelangsungan hidup perusahaan.
Apa yang menjadi ”kegelisahan” para pengusaha pada saat itu
(tahun 1992) tentang standar lingkungan yang dapat dijadikan
panduan bagi pengusaha kaitannya dengan lingkungan, maka pada
saat ini telah terjawab dengan sistem manajemen lingkungan yang
ada. Bahkan undang-undang-nya pun telah dibuat oleh pemerintah.
Undang-undang yang telah dibuat oleh pemerintah terkait
dengan pengelolaan lingkungan hidup adalah Undang-undang No. 23
Tahun 1997 Undang-undang tersebut menyatakan bahwa dalam
rangka mendayagunakan sumber daya alam (SDA) untuk memajukan
kesejahteraan
umum
perlu
dilaksanakan
Pembangunan
Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Pembangunan
berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan terencana
memadukan sumberdaya ke dalam proses pembangunan sehingga
menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi kini
dan mendatang. Pendayagunaan sumberdaya alam serta pengelolaan
lingkungan yang efektif dapat dipantau dan ditingkatkan manfaatnya
bila suatu usaha
atau kegiatan
memiliki sistim
administrasi
pembangunan yang mendokumentasikan secara sistematis, berkala
dan objektif dari setiap kegiatan yang dilakukannya. Instrumen yang
diharapkan mampu meningkatkan kinerja perusahaan dan mengukur
ketaatan pelaksana kegiatan pembangunan terhadap semua peraturan
lingkungan yang berlaku di Indonesia dicanangkan pada tahun 1994
oleh pemerintah Indonesia melalui program Audit Lingkungan.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
84
Audit lingkungan di Indonesia baru pada taraf pengenalan dan
belum
ada
Walaupun
peraturan
demikian
yang
mengharuskan
beberapa
perusahaan
melaksanakannya.
tertentu
karena
permasalahan lingkungan yang ditimbulkannya, telah diwajibkan oleh
Pemerintah
untuk
melakukan
audit
lingkungan.
Pada
awal
perkembangannya audit lingkungan merupakan salah satu alat
komando dan pengawasan, dalam bentuk audit ketaatan. Audit
ketaatan ini merupakan pemeriksaan sistematik tingkat ketaatan
perusahaan terhadap peraturan yang ada. Sekitar tahun 1980 US EPA
menyarankan perusahan yang menimbulkan kerusakan lingkungan
agar menerima program audit lingkungan, yang dilaksanakan oleh
konsultan lingkungan. Namun kebijakan ini telah menimbulkan reaksi
keras dari kalangan pengusaha. Selanjutnya US EPA lebih berhati-hati,
dan melakukan pendekatan berdasarkan insentif serta memutuskan
bahwa audit lingkungan dilaksanakan secara sukarela.
Sekitar tahun 1990- an, kalangan bisnis, melakukan pendekatan
baru Total Quality Management, ssebagai tanggapan atas pendekatan
komando dan pengawasan, yang didasarkan pada adanya peluang
dan tantangan. Audit lingkungan mulai diperkenalkan dan dijadikan
sebagai alat formal pengelolaan lingkungan hidup secara luas sejak
diberlakukannya standard BS 7750 pada tahun 1992 oleh British
Standard Institutions walaupun sebelumnya telah diperkenalkan
melalui beberapa standard seperti BS 5750, EN 2900, ISO 9000, suatu
sistem pengelolaan yang diuperlukan untuk mencapai kualitas
produk/ jasa tertentu.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
85
Audit lingkungan dianggap oleh seluruh dunia sebagai alat
pengelolaan yang penting dan berhasil guna bagi perusahaan guna
meningkatkan kinerja lingkungan mereka. Pada beberapa tahun lalu,
banyak perusahaan yang menerapkan audit lingkungan telah
melaporkan keuntungan yang diperoleh dengan adanya program
mereka tersebut. Audit lingkungan merupakan alat yang sangat
bermanfaat yang dapat membantu perusahaan mengurangi dampak
kegiatan mereka terhadap lingkungan melalui tindakan seperti
penghematan sumberdaya, meningkatkan efisiensi tenaga, dan
meminimisasi
limbah
melalui
pengendalian
pengelolaan
yang
memadai.
Perusahaan dapat mengurangi biaya operasi dan meningkatkan
keuntungan
dengan
melakukan
pengendalian
tersebut.
Audit
lingkungan memungkinkan perusahaan untuk melakukan tindakan
proaktif untuk perlindungan lebih lanjut. Selain itu audit lingkungan
juga dapat membantu perusahaan untuk meni ngkatkan efisiensi dan
pengendaliaan terhadap emisi yang akan membantu meningkatkan
citra baik terhadap perusahaan.
Di Indonesia, audit lingkungan baru dikenal pada tahun 1990-an.
Audit lingkungan ini disarankan untuk dilaksanakan karena masih
banyak perusahaan industri yang limbahnya mencemari lingkungan
walaupun perusahaan tersebut telah mempunyai dokumen Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan
(RPL) sebagai bagian dari dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan
(AMDAL)
dan
sebagai
pedoman
melaksanakan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
86
pengelolaan dan pemantauan lingkungan di sekitar perusahaan
industri tersebut.
AMDAL berisi identifikasi, prediksi, evaluasi dan dampak
lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan usaha. Pada
saat menyusun dokumen AMDAL ada kemungkinan terjadi kesalahan
pada tahap indentifikasi, prediksi dan evaluasi sehingga pada
akhirnya juga terjadi kesalahan dalam mitigasi dampak lingkungan.
Kesalahan tersebut sifatnya manusiawi atau tidak disengaja dan akibat
dari
kesalahan
tersebut
dapat
menimbulkan
perusakan
dan
pencemaran lingkungan. Disinilah pentingnya pelaksanaan Audit
Lingkungan, karena instrument ini mampu menguji ketetapan dan
mengkoreksi kesalahan indentifikasi, prediksi dan evaluasi dampak.
Dengan demikian Audit Lingkungan secara langsung diharapkan
dapat menunjang pelaksanaan RKL dan RPL.
Dalam pendekatan pengelolaan kualitas lingkungan ini, audit
lingkungan hanya merupakan salah satu alat pengelolaan lingkungan.
Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Negara Lingkungan
Hidup
telah
mengeluarkan
Keputusan
Nomor
KEP-
42/MENLH/11/1994 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit
Lingkungan (Yance, 2003)
Selain audit lingkungan, manajemen lingkungan terkini adalah
adanya sistem manajemen lingkungan berbasis ISO. Sistem
Manajemen lingkungan dikembangkan untuk memberikan panduan
dasar agar kegiatan bisnis senantiasa akrab lingkungan (Latifah 2004)
Kondisi lingkungan yang memburuk akibat kegiatan manusia (yang
pada gilirannya akan merusak tempat hidup bersama) sudah
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
87
waktunya untuk dikendalikan. Jaminan bahwa suatu kegiatan bisnis
telah dikelola secara akrab lingkungan dapat ditunjukkan melalui
adanya Sertifikat atau Label Lingkungan. Dalam hal ini ISO telah
membuktikan bahwa Sistem Sertifikasi mampu memberikan stabilisasi
tata kerja dalam upaya meraih hasil yang konsisten. Oleh karena itu
ISO-14000 Seri memberikan panduan pengelolaan lingkungan bagi
aktivitas bisnis.
F. Manajemen Organisasi Nirlaba
Henke (1992) dalam Hermawan (2004) membagi karakteristik
organisasi nirlaba yaitu quasi – non profit entities dan pure profit entities.
Quasi non profit entities adalah entitas yang menyediakan pelayanan
dengan sebagian biaya yang dikeluarkan organisasi ditutup oleh
penerima jasa. Organisasi ini hampir mirip operasinya dengan
organisasi profit, namun masih tetap menerima bantuan atau
sumbangan yang sama sekali tidak berhubungan langsung dengan jasa
yang diberikan. Contoh entitas ini adalah university, colleges dan rumah
sakit. Sedangkan pure non profit entities adalah organisasi nirlaba murni
dengan memberikan jasa tanpa motif apapun. Tidak ada paksaaan
secara langsung untuk membayar ganti jasa yang diberikan karena jasa
semata-mata diberikan untuk memenuhi kebutuhan pemakai. Contoh
organisasi ini adalah unit pemerintahan, yayasan kesehatan dan
kesejahteraan.
Demikian pula dengan Pratolo (2001:226) menyatakan bahwa
organisasi sektor publik meliputi pemerintah dan organisasi non profit
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
88
lainnya seperti yayasan, dan lembaga swadaya masyarakat. Apabila
digambarkan adalah sebagai berikut :
Core Public
Quasi Public
Quasi Private
Core Private
Semakin ke kiri suatu organisasi akan semakin bersifat publik, dan
semakin ke kanan akan semakin privat. Contoh Core Public adalah
organisasi pemerintah baik pemerintah pusat ataupun pemerintah
daerah sebagai organisasi pelayanan publik dan non profit oriented serta
didanai dari pajak masyarakat. Bergerak ke kanan organisasi akan
berbentuk organisasi quasi public dimana organisasi ini memberikan
pelayanan publik, pendanaannya tidak melalui pajak, bersifat non
profit oriented, dikelola oleh pihak swasta. Contoh dari organisasi quasi
public adalah yayasan, rumah sakit swasta, perguruan tinggi swasta,
lembaga swadaya masyarakat dan sebagainya. Bergerak ke kanan lagi
suatu organisasi akan berbentuk quasi private yang merupakan
organisasi yang memberik pelayanan publik namun sudah dikelola
menggunakan manajemen privat, bahkan sudah listing di pasar modal
sehingga harus memenuhi aturan di pasar modal dimana aturanaturan yang ada pada umumnya diperuntukkan bagi sektor privat,
contohnya adalah BUMN seperti PT. TELKOM dan sebagainya.
Sedangkan organisasi core private adalah organisasi yang bermotif
profit oriented dan pendanaannya jelas bukan dari pajak dan intervensi
pemerintah hampir tidak ada.
Karakteristik organisasi nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis.
Perbedaan utama yang mendasar terletak pada cara organisasi
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
89
memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan
berbagai aktivitas operasinya (Widyawati, 2006). Organisasi nirlaba
memperoleh sumber daya dari sumbangan paraanggotadan para
penyumbang lain yang tidak mengharap imbalan apapun dari
organisasi tersebut. Sebagai akibat dari karateristik tersebut, dalam
organisasi nirlaba timbul transaksi tertentu yang jarang atau bahkan
tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis, misalnya penerimaan
sumbangan. Namun demikian dalam praktek organisasi nirlaba sering
tampil dalam berbagai bentuk sehingga seringkali sulit dibedakan
bentuk organisasi nirlaba meskipun tidak ada kepemilkan, organisasi
tersebt mendanai kebutuhan modalnya dari utang dan kebutuhan
operasionalnya dari pendapatan atas jasa yang diberikan kepada
publik. Organisasi semacam ini memiliki karakteristik yang tidak jauh
berbeda dengan organisasi bisnis pada umumnya.
Para pengguna laporan keuangan organisasi nirlaba memiliki
kepentingan bersama yang tidak berbeda dengan organisasi bisnis,
yaitu untuk menilai :
1. Jasa yang diberikan oleh organisasi nirlaba dan kemampuan untuk
terus memberi jasa tersebut;
2. Cara manajer melaksanakan tanggungjawabnya dan aspek lain dari
kinerja manajer.
Pertanggungjawaban
mengelola
sumberdaya
manajer
organisasi
mengenai
yang
kemampuannya
diterima
dari
para
penyumbang disajikan melalui laporan aktivitas dan laporan aruskas.
Laporan aktivitas harus menyajikan informasi mengenai perubahan
yang terjadi dalam kelompok aktiva bersih.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
90
Pengurus organisasi nirlaba sendiri mempunyai kewajiban dan
tanggung jawab tertentu. Klaim atau tuntutan ditujukan kepada
organisasi atau individu pengurus, karyawan bukan pengurus,
penjamin,
dan
sukarelawan
(Hoesada,
tanpa
tahun).
Dengan
demikian, kepatuhan pada hukum dan prosedur internal organiasi
amat penting. Pengurus puncak harus mengurus organisasi nirlaba
dengan perhatian dan itikad sama penuhnya dengan pengurus
organisasi komersial, dan mempunyai kewajiban membina, merawat,
setia, dan patuh pada organisasi. Semua tugas harus dilakukan
sepenuh hati dengan integritas untuk kepentingan organisasi.
Para pimpinan atau direktur dan karyawan organisasi nirlaba
secara
khusus
amat
diharapkan
memperhatikan
kejujuran,
kesungguhan dalam pengelolaan sumber daya – terutama keuangan,
penjagaan dan pemeliharaan harta, manajemen SDM, pelaksanaan
program, dan perencanaan masa depan organisasi. Secara terus
menerus
mereka
dituntut
stakeholders
untuk
menempatkan
kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi, menghindari
benturan kepentingan dan menghindari rumor atau tuduhan bahwa
suatu keputusan ditujukan untuk kepentingan pribadi dan atau pihak
lain yang bukan menjadi sasaran layanan utama organisasi. Kinerja
mereka diukur dari pencapaian misi, maksud, dan tujuan pendirian
organisasi, dengan kegiatan yang sesuai dengan hukum.
Secara pribadi para pemimpin organisasi nirlaba bertanggung
jawab atas keputusan dan hal-hal yang berkaitan dengan tindakan
yang melanggar hukum. Secara jabatan, pimpinan atau direktur itu
bertanggung jawab atas pelanggaran hukum anak buahnya. Isu
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
91
akuntabilitas pimpinan organisasi nirlaba non pemerintah terkait
dengan klaim pada umumnya dari dalam organisasi sendiri, misalnya
karyawan, direktur lain, anggota, serta dari luar organisasi, misalnya
donor,
simpatisan,
stakeholder
yang
mengharapkan
manfaat,
penjamin, dan pemerintah. Isu klaim terkait dengan (a) masalah
keuangan, misalnya kewajiban pajak, pertanggungjawaban kepada
donor, kreditor, pidana korupsi pengurus, pertanggungjawaban
keuangan, dan laporan keuangan asuransi; dan (b) masalah non
keuangan, misalnya pelanggaran undang-undang, penyimpangan
terhadap misi, pelanggaran terhadap kontrak, pelanggaran perjanjian
hubungan kerja dengan karyawan, perlakuan terhadap anggota secara
tidak adil, dan tuntutan para penikmat jasa nirlaba yang merasa tidak
puas.
Dengan demikian bentuk hukum organisasi nirlaba yang ideal
harus dipilih sedemikian rupa, agar pengurus tidak bertanggungjawab
secara pribadi atas semua keputusan profesional yang diambil secara
jabatan dan legal. Para sukarelawan jangan bertanggung jawab secara
pribadi atas dampak buruk tak sengaja pada aktivitas pengabdian
masyarakat yang tulus.
Administrasi organisasi nirlaba harus mewaspadai kemungkinan
kerugian atau kehilangan berbentuk (1) kerugian atau kehilangan
harta; (2) kerusakan atau bencana bagi harta dan manusia; (3) kerugian
atau kehilangan akibat kerja, petugas terluka atau terkontaminasi
penyakit; (4) kerugian atau kehilangan karena kecurangan, tindak
kriminal dan ketidakjujuran yang lain; (5) kematian pengurus atau
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
92
karyawan kunci; (6) hilangnya hak karyawan atau sukarelawan; (7)
timbulnya kewajiban umum, tuntutan, dan klaim.
Masalah manajemen yang lain adalah apakah sukarelawan
tergolong karyawan dan sebaliknya, apakah ketentuan upah minimum
berlaku bagi karyawan dan sukarelawan, benarkah penggunaan istilah
sukarelawan bagi karyawan organisasi nirlaba, dan apakah ada
sukarelawan yang merasa terpaksa karena takut pada pengurus. Pada
umumnya, sukarelawan nirlaba adalah individu yang mendonasikan
waktu dan tenaganya tanpa perjanjian yang menimbulkan imbalan
dan harapan lain. Namun memberi penggantian ongkos, biaya
transport dan makan, manfaat dan imbalan pantas – tidak terkait
dengan produktivitas dan kinerja – bagi sukarelawan diperkenankan,
tanpa mengurangi statusnya sebagai karyawan. Sebagai ilustrasi,
Departemen Tenaga Kerja AS merumuskan seseorang sebagai
sukarelawan organisasi bila (Hoesada, tanpa tahun) :
a. jasa yang diberikan benar-benar sukarela, tak ada paksaan dari
pemberi kerja, tak ada janji dan tak ada hukuman bila tidak
melakukan pekerjaan;
b. aktivitas itu sendiri dianggap menguntungkan bagi pribadi
sukarelawan;
c. sukarelawan tidak mengganti, mengurangi, mengancam lahan
kerja dan kinerja karyawan purnawaktu organisasi nirlaba;
d. pekerja sukarela melakukan tugasnya tanpa berharap pembayaran;
e. kegiatan itu biasanya dilakukan tidak pada waktu kerja biasa atau
waktu kerja lembur sukarelawan di entitas komersial;
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
93
f. jumlah waktu uang didermakan sukarelawan tidak substansial
bagi dirinya.
1. Tujuan Sistem Pengendalian Manajemen
Suatu sistem terdiri dari struktur atau disain hubungan antara
komponen dan proses atau sekelompok kegiatan yang dilakukan
sistem itu. Struktur sistem pengendalian manajemen akan
dinyatakan dalam bentuk unit organisasi dan sifat informasi yang
mengalir diantara unit-unit. Pengendalian manajemen (management
control)
adalah
proses
yang
digunakan
manajemen
untuk
memastikan bahwa organisasi melaksanakan strategi-strateginya.
Pengendalian manajemen terutama adalah proses memotivasi dan
memberi semangat kepada para anggota organisasi untuk
melaksanakan kegiatan organisasi dan selanjutnya mencapai tujuan
organisasi. Ini merupakan proses mendeteksi dan memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja seperti pencurian atau
penyalahgunaan sumberdaya.
Dalam
organisasi
nirlaba
(nonprofit
organization)
tidak
mempunyai tujuan profitabilitas. Contohnya sebuah perguruan
tnggi didirikan untuk memdidik para mahasiswa dan menambah
pengetahuan, rumah sakit berusaha membantu menyembuhkan
pasien dan sebagainya. Pada kebanyakan organisasi nirlaba, tujuan
tidak dapat dinyatakan secara jelas dan tepat dan mengukur
tingkat pencapaian tujuan ini sukar, maka proses pengendalian
manajemen lebih sulit dilaksanakan. Namun demikian dapat
dibuktikan bahwa organisasi nirlaba yang mempraktikkan sistem
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
94
pengendalian manajemen yang sistematis akan berprestasi lebih
baik
dari
pada
organisasi
yang
tidak
mempraktikannya
(Widyawati, 2006).
2. Pengukuran Prestasi Pada Organisasi Nirlaba
Berdasarkan definisi tujuan organisasi nirlaba adalah sesuatu
yang bukan laba. Jadi walaupun keluaran (output) pada organisasi
nirlaba ini dapat diukur dalam satuan moneter ( serupa dengan
pendapatan pada organisasi yang berorientasi pada laba ), selisih
antara keluaran dengan masukan dalam bentuk uang tidak akan
menjadi ukuran tentang seberapa baik organisasi tersebut telah
mencapai tujuannya. Tujuan lebih pada bagaimana menyediakan
jasa pelayanan sebanyak-banyaknya dengan sumber daya tertentu,
atau menggunakan sesedikit mungkin sumber daya untuk
menghasilkan jasa tertentu. Dalam kebanyakan situasi, prestasi
keuangan yang diharapkan dari organisasi nirlaba adalah prestasi
pulang
pokok
(breakeven),
artinya
dalam
jangka
panjang,
pendapatan harus sama dengan pengeluaran. Bahkan pada
organisasi yang keluarannya dapat diukur dalam satuan moneter
misalnya perguruan tinggi, jika pendapatan sebuah perguruan
tinggi melebihi pengeluarannya, ini merupakan pertanda bahwa
tarif pendidikan terlalu tinggi atau perguruan tinggi tersebut tidak
memberikan pelayanan yang memadai sesuai dengan taripnya. Jika
pendapatan kurang daripada pengeluaran perguruan tinggi
tersebut akan bangkrut atau tidak dapat beroperasi. Perhitungan
rugi
laba
yang
diharapkan
adalah
menunjukkan
bahwa
pendapatan sama dengan pengeluaran, asalkan pengeluaran benar-
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
95
benar merupakan biaya aktual yang terjadi dalam mengoperasikan
kebutuhan pendidikan.
Walaupun pengukuran pendapatan penting dan harus
diusahakan dalam segala keadaan yang memungkinkan, jumlah
pendapatan harus dilihat secara berbeda pada organisasi nirlaba
dibanding pada perusahaan komersial. Jumlah uang kuliah yang
didapat
oleh
suatu
perguruan tinggi tidak
mencerminkan
efektifitas keseluruhan perguruan tinggi tersebut, setidak-tidaknya
untuk jangka pendek. Dalam jangka panjangnya penurunan
pendapatan dari uang kuliah menunjukkan bahwa perguruan
tinggi tersebut tidak efektif, setidaknya ini menunjukkan bahwa
mahasiswa yang potensial
menganggap tidak efektif sehingga mereka tidak mendaftarkan
diri. Masalah pengukuran berkaitan dengan keluaran, bukan
masukan. Dengan sedikit pengecualian masukan (yaitu biaya atau
pengeluaran) dapat diukur pada organisasi nirlaba seperti halnya
organisasi yang berorientasi pada laba. Tetapi tanpa ukuran yang
baik untuk keluaran, penggunaan informasi biaya untuk menilai
prestasi akan menjadi subyektif (Widyawati, 2006).
3. Penetapan Harga (Pricing)
Harga yang ditetapkan untuk jasa yang diberikan merupakan
pertimbangan penting dalam struktur pengendalian manajemen,
banyak organisasi nirlaba yang kurang memperhatikan kebijakan
harga.
Sejauh
penetapan
harga
untuk
jasa
pelayanan
memungkinkan, manfaat-manfaat dapat diperoleh yaitu :
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
96
a. Jasa dijual dengan harga yang mendekati biaya total, angka
pendapatan yang dihasilkan merupakan ukuran kuantitas jasa
yang diberikan organisasi.
b. Jasa yang disediakan membuat mereka lebih sadar akan nilai
jasa tersebut dan mendorong untuk mempertimbangkan apakah
jasa yang diterima sesuai dengan biaya yang dikeluarkan
c. Jasa yang dijual menjadi pusat laba dan dan manajer
bertanggung jawab untuk mengoperasikan unitnya dengan cara
agar
pendapatan
sama
dengan
pengeluaran.
Manajer
dirangsang untuk memikirkan cara-carauntuk menyediakan
jasa tambahan yang akan meningkatkan pendapatan dan
mengurangi biaya sampai titik dimana tarif yang ditetapkan
sesuai dengan kesediaan klien untuk membayar, menjadi lebih
cermat dalam mengendalikan biaya umum.
4. Pengukuran Keluaran (Output Measurement)
Ukuran hasil atau ukuran keluaran adalah ukuran yang
dinyatakan dalam satuan yang ada kaitannya dengan sasaran
organisasi. Dalam situasi ideal sasaran dinyatakan dalam bentuk
yang dapat diukur dan ukuran keluaran dinyatakan dalam satuan
yang
sama.
Ukuran
prestasi
merupakan
cara
pengukuran
pencapaian sasaran yang paling mungkin dan tidak dapat
dinyatakan secara kuantitatif. Ukuran hasil berkaitan dengan
dampak organisasi terhadap dunia luar. Ukuran proses berkaitan
dengan kegiatan yang dilakukan organisasi contohnya jumlah
permintaan yang dipenuhi dalam satu bulan, jumlah baris yang
ditik dalam sejam dan sebagainya. Ukuran proses ini berguna
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
97
untuk mengukur prestasi yang sedang berjalan dan dalam jangka
pendek. Ukuran proses berkaitan dengan efisiensi bukan efektivitas
karena tidak langsung berkaitan dengan tujuan organisasi. Ukuran
proses bermanfaat dalam pengendalian pusat pertanggungjawaban
tingkat bawah.
5. Biaya sebagai Ukuran Hasil
Biaya seringkali merupakan ukuran keluaran yang lebih baik
daripada tidak ada ukuran sama sekali. Bila biaya digunakan
sebagai ukuran keluaran pengganti, maka harus dijaga jangan
sampai terlalu tergantung pada ukuran ini dan organisasi harus
berusaha mengembangkan ukuran yang langsung untuk output.
6. Pemrograman
Pemrograman adalah proses memutuskan sifat dan ukuran
beberapa program yang dilakukan untuk melaksanakan strategi
perusahaan. Proses pemrograman terdiri dari tiga kegiatan pokok
yaitu :
a. persiapan dan analisis usulan program;
b. analisis terhadap program yang sedang berjalan;
c. sistem yang mengkoordinasikan program yang terpisah untuk
mengoptimalkan fungsi organisasi secara keseluruhan.
7. Struktur Program
Struktur program terdiri atas lapisan, di lapisan atas terdapat
program-program utama, dilapisan bawah sangat banyak elemen
program
ini
adalah
unit
paling
kecil
dimana
informasi
dikumpulkan dalam bentuk program. Kegunaan utama dari
pengelompokan program adalah untuk memudahkan penilaian
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
98
manajemen puncak mengenai alokasi sumber daya. Struktur
program harus berkaitan dengan sasaran pokok organisasi dengan
kata lain struktur harus lebih berpusat pada output organisasiyaitu
apa yang ingin dicapai -- macam sumber daya yang digunakan
atau
sumber
dananya.
Penetapan
program-program
utama
membantu mengkomunikasikan sasaran organisasi.
8. Penganggaran (Budgeting)
Penganggaran adalah proses yang lebih penting dalam
organisasi nirlaba daripada organisasi yang berorientasi pada laba.
Pada organisasi nirlaba yang pendapatan tahunannya pada
pokoknya tetap harus secara ketat mengikuti rencana yang
tertuang dalam anggaran. Langkah pertama adalah proses
penganggaran memperkirakan jumlah pendapatan yang mungkin
akan diterima oleh organisasi untuk kepentingan operasi selama
tahun anggaran. Sebagai aturan umum organisasi nirlaba harus
merencanakan agar pengeluarannya kurang lebih sama dengan
pendapatannya. Jika pengeluaran yang dianggarkan lebih rendah
dari pada pendapatannya maka berarti organisasi tersebut tidak
memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan orang-orang
yang memberikan pendapatan kepada organisasi. Dan jika
perkiraan pengeluaran yang dianggarkan melampaui pendapatan
tindakan yang bijaksana biasanya mengurangi pengeluaran dan
memprioritaskan sesuai dengan kebutuhan yang penting.
Anggaran disusun dalam bentuk pusat pertanggungjawaban.
Perkiraan anggaran disiapkan oleh para manajer dan disesuaikan
dengan program yang disetujui serta dengan pedoman yang
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
99
ditentukan oleh manejemen puncak. Anggaran yang disetujui
merupakan komitmen bilateral, penerima anggaran terikat untuk
mencapai sasaran yang direncanakan dalam batas pengeluaran
yang telah disebutkan dalam anggaran dan atasan terikat untuk
menganggap bahwa pencapaian seperti itu menggambarkan
prestasi yang memuaskan.
9. Potret Kondisi Eksisting Organisasi Nirlaba
Organisasi nirlaba yang aktivitas intinya ada pada kegiatan
sosial kemasyarakatan serta pemberdayaan komunitas umumnya
dapat dinyatakan masih bercirikan manajemen tradisional. Sudewo
(2004)
dalam
Widjajakusuma
(Tanpa
Tahun)
bahkan
mengidentifikasinya menjadi delapan ciri pengelolaan tradisional
kegiatan sosial di Indonesia. Kesembilan ciri tersebut adalah :
a. Tanpa Perencanaan Yang Matang
Karena obyek kegiatan mudah dijumpai, aktivitasnya bisa
dilakukan kapanpun dan dengan bantuan apapun sesuai
dengan kehendak donatur, maka tak ada yang sulit dalam
melakukan kegiatan sosial. Oleh karena itu tak perlu berlelahlelah
mengadakan
strategic
planning
dalam
mendesain
perencanaan.
b. Struktur Organisasi Sederhana dan Tumpang Tindih
Kebanyakan
organisasi
lokal,
rata-rata
struktur
organisasinya sederhana. Ada dua pengertian yang dimaksud
dengan sederhana. Pertama struktur organisasi memang dibuat
ala kadarnya. Karena yang mendisain pengetahuannya terbatas,
pembagian kerja antar bidang dan seksi jadi tumpang tindih.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 100
Pengertian kedua adalah proses perumusan struktur organisasi,
dilakukan dengan amat subyektif. Ketua pendiri yang biasanya
seorang tokoh, hanya tinggal menunjuk orang untuk duduk di
masing-masing
bidang.
Seringkali
sang
tokoh
sekaligus
menginisiatifi dirinya menjadi ketua umum. Tradisi rekruiting
semacam ini tidak memerlukan fit and propper test. Yang
dibutuhkan hanya tinggal kesediaan diri dari orang yang
ditunjuk. Mereka tidak menyadari bahwa manajemen lembaga
nirlaba berbeda dengan perusahaan.
c. Kaburnya Batasan Wewenang dan Tanggung Jawab, Hak dan
Kewajiban
Dengan struktur organisasi sederhana dan tumpang
tindih, mencerminkan tak jelasnya batas-batas wewenang dan
tanggung jawab. Dengan pola seperti ini, boleh jadi tanggung
jawab akan ditanggung bersama. Atau sebaliknya tak satupun
secara tegas mengatakan itu merupakan bagian tanggung
jawabnya. Kondisi ini, bisa pula diakibatkan oleh tak jelasnya
hak dan kewajiban. Pola lama bekerja di yayasan sosial dan
panti, selalu dinyatakan sebagai bentuk manajemen lillahi ta’ala.
Makna lillahi ta’ala diidentikkan dengan pengabdian yang tak
perlu mendapat hak, lebih-lebih menuntut upah yang layak.
Tuntutan tersebut dianggap tidak ikhlas, merusak pengabdian,
serta tindakan itu tidak Islami. Akibatnya orang yang bekerja di
yayasan sosial dan panti tidak menuntut apa-apa. Karena tidak
mendapat imbalan, mereka pun tidak merasa memiliki
tanggung jawab apa-apa.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 101
d. Dikelola Paruh Waktu
Mengabdi tanpa imbalan, hanya sanggup dijalankan oleh
orang-orang yang tidak lagi membutuhkan gaji. Orang-orang
seperti ini, biasanya telah tidak lagi aktif bekerja karena
pensiun. Karena merasa masih sanggup bekerja, mereka ingin
mengabdikan apa yang dimiliki untuk kepentingan masyarakat.
Ini merupakan tindakan mulia sebagai bentuk aktualisasi diri
yang memang harus diakomodir. Sayangnya, mereka kini
memiliki kemampuan yang terbatas. Meskipun semangat masih
membara, tetapi mereka bukan lagi sosok muda seperti dulu
yang masih bisa full time bekerja. Mereka sekarang adalah
orang-orang yang hidup dengan dunia dan logikanya sendiri,
yang tidak bisa dituntut setiap hari harus hadir serta harus
bekerja delapan jam lamanya. Kini mereka beraktualisasi sesuai
dengan suasana hati, kondisi fisik serta waktu yang ada. Maka
situasi dan kondisi itu memaksa bekerja dengan paruh waktu.
Jika di yayasan sosial dan panti tersebut terdapat anak-anak
muda, mereka cenderung menjadikan itu sebagai batu loncatan.
Cara pandang seperti ini tidak ada yang keliru dan sah-sah saja.
Bagi anak-anak muda ini, sembari menunggu panggilan bekerja
yang sesungguhnya, mereka dapat mengisi hari-harinya dengan
kegiatan yang bermanfaat. Dengan sekadar imbalan karena
lembaga pun tak bisa membayar layak, mereka yang mudamuda tak bisa dituntut untuk full-time bekerja setiap hari.
Jikapun bisa sifatnya hanya sangat sementara. Sebab begitu
temannya datang mengajak ikut kegiatan yang menarik hatinya,
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 102
dengan
serta
merta
pekerjaan
yang
ditangani
segera
diselesaikan. Selesai atau tidak selesai, pekerjaan itu akan segera
ditinggalkan. Jadi tetap saja meski mereka anak-anak muda,
namun kondisi juga yang membuat mereka bekerja dengan
paruh waktu.
e. Dijalankan SDM Seadanya
Kebanyakan
yang
bekerja
merupakan
orang-orang
memiliki kemampuan kebanyakan. Jika dibandingkan dengan
SDM yang bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
harus diakui kualitasnya masih berbeda. Orang-orang yang
bekerja di LSM kebanyakan SDM yang gigih, kreatif, loyal dan
amat komit dan konsisten pada perjuangannya. Bahkan tak
sedikit dari mereka yang berpendidikan pasca sarjana luar
negeri. Ada beberapa faktor yang berpengaruh mengapa yang
mau berkiprah di yayasan dan panti asuhan lokal bukan
merupakan SDM andal. Pertama lokasi yayasan dan panti
cenderung di tempat terpencil atau pinggiran, sederhana dan
sebagian tidak terawat baik. Kedua gaya manajemennya amat
tergantung pada pimpinan. Ketiga sistem rekruiting tidak
berjalan, karena jarang sekali orang yang berminat bekerja di
situ. Keempat keikhlasan dan bentuk pengabdian, tidak
mendorong imbalan hak yang memadai. Kelima yayasan dan
panti juga sulit memperoleh bantuan dana besar dari donatur.
Keenam jikapun mendapat donasi dari luar negeri, khususnya
Timur Tengah, kebanyakan dana itu dialokasikan untuk sarana
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 103
fisik sesuai keinginan donaturnya. Kegiatan ekonomi produktif
atau advokasi, sama sekali nyaris tak tersentuh.
Beberapa faktor di atas, akhirnya amat berpengaruh pada
image citra lembaga. Akibatnya masyarakat sendiri kurang
berminat untuk mengetahui lebih jauh tentang kegiatankegiatan yang dijalankan. Hal ini tampak dengan sedikitnya
kunjungan masyarakat ke tempat mereka, atau donasi yang
diberikan relatif kecil. Jika masyarakat luas saja termasuk
donatur tak tertarik, maka jauh lebih sedikit lagi orang yang
berminat untuk bekerja secara profesional.
f. Bukan Pilihan
Dengan beberapa persoalan di atas, dampaknya juga
berpengaruh pada SDM yang telah ada bekerja di yayasan lokal
dan panti tradisional. Dengan kondisi yang sulit berubah, bisa
menyebabkan terjadinya demotivasi. SDM yang tadinya begitu
bersemangat, akhirnya suatu saat frustasi juga karena tidak bisa
merubah ke arah yang lebih baik. Mau tidak mau karena sudah
kepalang basah, mereka terpaksa bertahan karena tak ada
pilihan.
g. Lemahnya Kreativitas dan Inovasi
Salah satu ciri pengelolaan tradisional adalah pasif. Ini
tampak dari tidak adanya pemikiran kreatif. Karena kurang
kreatif, program-program yang dilahirkannya pun tidaklah
inovatif. Kebanyakan lembaga hanya saling mencontoh yang
telah ada. Mereka kurang berani mengadakan terobosanterobosan baru. Kehidupan yayasan sosial dan panti-panti lokal
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 104
menjadi
monoton,
seolah-olah
tidak
pernah
mengalami
perubahan dari masa ke masa. Ada lembaga dari sejak lahir
hingga kini, ya begitu-begitu saja. Atau ada lembaga yang
tadinya maju, kini malah mundur dan terbengkalai. Atau ada
lembaga yang dari awal sudah tak maju, lalu hilang dan
digantikan berbagai lembaga yang baru.
h. Tak Ada Monitoring dan Evaluasi
Salah satu dampak dari lemahnya kreativitas adalah tidak
adanya sistem monev (monitoring dan evaluasi). Inti monev
sesungguhnya adalah pembangunan sebuah sistem yang sehat.
Ada atau tidaknya sistem ini amat tergantung pada pimpinan.
Bahkan yang telah memiliki sistem monev pun, maksimal
tidaknya tergantung pada itikad dari pimpinan. Pimpinan
menjadi kata kunci, karena ini menyangkut organisasi nirlaba
lokal.
Karena
hampir
seluruh
persoalan
kembali
pada
pimpinan, sistem pengawasan seolah-olah telah difungsikan
dengan baik. Sementara yang terjadi di lapangan, ternyata
tidaklah sesederhana seperti yang dapat dibayangkan oleh
pimpinan. Lembaga pun akhirnya sulit berbenah apalagi
berkembang.
G. Manajemen Industri Menengah, Kecil dan Mikro (IMKM)
Industri Menengah, Kecil dan Mikro (IMKM) merupakan salah
satu tulang punggung perekonomian Indonesia yang terbukti tangguh
dalam menghadapi krisis, sehingga perlu terus dikembangkan dan
diberdayakan. Bagi UKM, kemampuan untuk memberikan tanggapan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 105
yang tepat dan cepat pada setiap tantangan, merupakan kunci
keberhasilan dalam persaingan. Kemampuan tersebut berkaitan erat
dengan kompetensi praktis UKM dalam bidang manajemen. Tingkat
persaingan yang semakin tajam di era globalisasi ini menuntut para
praktisi UKM untuk mampu beradaptasi dengan menerapkan praktek
manajemen terbaik bagi setiap tantangan yang dihadapi. Secara
sederhana, manajemen dapat didefinisikan sebagai serangkaian proses
terorganisir yang terdiri dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, dan pengawasan yang dilaksanakan untuk mencapai
tujuan organisasi dengan memanfaatkan unsur manusia dan sumber
daya lainnya. Proses manajemen mencakup segala aspek pengelolaan
usaha, mulai dari aspek keuangan, operasional, produksi, pemasaran,
hingga aspek pemberdayaan manusia yang bersumber daya.
1. Tradisional dan Modern
Berdasarkan sudut pandang praktis, perbedaan antara
manajemen
tradisional
dengan
manajemen
modern
lebih
merupakan perbedaan antara manajemen yang sederhana dengan
manajemen yang kompleks. Tentunya perbedaan timbul pada
tingkat kerumitan, seperti banyaknya pihak yang berinteraksi,
banyak dan besarnya harapan yang harus terpenuhi, jumlah waktu
yang tersedia, dan sumber daya yang diperlukan. Dengan semakin
kompleksnya hubungan antara para praktisi UKM dengan unsurunsur lain yang mempengaruhi kinerjanya, maka akan semakin
kompleks praktek manajemen yang harus dikuasai dan diterapkan.
Manajemen modern sesungguhnya adalah pengembangan dan
pengkayaan dari praktek-praktek terbaik manajemen tradisional
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 106
dimana dilakukan pengarahan-pengarahan dan dikembangkan
dengan sikap-sikap dan konsep yang baru sesuai dengan
bertambahnya pengalaman, pengertian, dan pemahaman akan
suatu sistem yang berinteraksi, sehingga menambah lingkup dan
efektivitasnya dalam situasi yang terus menerus berubah. Sebuah
contoh dari perubahan manajemen yang terjadi adalah semakin
dirasakan pentingnya peran manusia pada suatu organisasi serta
semakin dihayatinya tanggung jawab sosial yang dihadapi oleh
organisasi. Hal ini menunjukkan transformasi atau perubahan dari
pemahaman sumber daya manusia; dimana manusia dipandang
sebagai aset paling berharga (dimana aset terdepresiasi), menuju
pemahaman manusia bersumber daya yang memandang manusia
sebagai katalis bagi terciptanya penambahan nilai (manusia
semakin terapresiasi).
2. Manajemen UKM
Usaha kecil menengah (UKM) di Indonesia sering kali
terasosiasikan dengan praktek manajemen tradisional. Oleh karena
beberapa sebab seperti :
a. UKM yang tumbuh dan berkembang di Indonesia lebih banyak
dikelola oleh perorangan (one man show) atau pun dikelola oleh
satu keluarga yang berpegang teguh pada suatu tradisi
pengelolaan usaha;
b. UKM yang tumbuh dan berkembang di Indonesia lebih banyak
merupakan usaha yang sederhana dimana tidak dapat terlalu
banyak bahan baku yang dibutuhkan, proses yang sederhana
dan varian produksi yang tidak terlalu banyak;
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 107
c. Pola permintaan konsumen yang relatif tidak banyak berubah
(oleh karena minimnya kompetensi);
d. Alat bantu proses dan produksi yang sederhana dan bukan
tergolong berteknologi tinggi.
Di lain pihak, jenis permasalahan yang dihadapi UKM sangat
beragam. Riset yang dilakukan oleh Shujiro Urata pada tahun 2000
menunjukkan bahwa salah satu masalah utama UKM di Indonesia
adalah
lemahnya
manajemen
usaha,
termasuk
manajemen
keuangan dan akuntansi, selain juga kurangnya pengetahuan
mengenai teknologi produksi, quality control, pemasaran, dan
kurangnya kualitas sumber daya manusia. Berbagai permasalahan
tersebut muncul sebagai konsekuensi logis dari era globalisasi
dimana dunia usaha telah dapat menembus batas-batas tradisional.
UKM yang tumbuh secara tradisional kini bersaing dengan UKM
mancanegara yang tumbuh di era persaingan bebas. UKM yang
mampu mengatasi persaingan dan muncul lebih unggul adalah
UKM yang mampu memenuhi keinginan konsumen secara cepat
dan tepat dengan harga yang terjangkau, variasi produk dan
layanan yang beragam. UKM unggulan tersebut adalah UKM yang
mampu mengatasi kerumitan dan kompleksitas usaha yang
semakin meningkat melalui praktek manajemen yang telah
berkembang sesuai dengan perubahan kondisi usaha yang dapat
dan terus berubah setiap saat. Sebagai pembanding, survey yang
dilakukan di Canada menyimpulkan bahwa manajemen (sisi
internal UKM) merupakan faktor yang memberikan konstribusi
tertinggi dalam proses pengembangan usaha dibandingkan peran
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 108
pemerintah (sisi eksternal). Berangkat dari pernyataan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan salah satu unsur
terpenting dalam penciptaan, pengembangan, dan pengelolaan
UKM.
3. Rekomendasi
Lingkungan usaha berubah setiap saat menuntut UKM
memiliki manajemen yang handal. Namun hal tersebut tidak dapat
tercipta begitu saja tanpa melalui serangkaian proses yang
terpimpin. Dalam memilih langkah yang sesuai demi memajukan
UKM di Indonesia, terdapat beberapa pilihan antara lain :
a. Membiarkan UKM tumbuh secara mandiri tanpa dukungan
katalis atau apapun, dengan risiko lamanya waktu yang
dibutuhkan dan risiko hancurnya usaha oleh UKM yang lebih
unggul dalam persaingan.
b. Membantu UKM untuk dapat mengatasi segala bentuk
permasalahan, dengan risiko UKM menjadi tidak mandiri dan
selalu mencari dukungan eksternal.
Untuk dapat menumbuhkan iklim pengembangan usaha yang
kondusif dimana UKM dapat tumbuh dan berkembang dengan
risiko yang dapat ditekan maka berikut ini ada beberapa
rekomendasi yang ditawarkan:
a. Strategi Mentoring
Strategi ini merupakan upaya untuk menjalin dan
membangun kerjasama dan kemitraan antara praktisi UKM
yang sudah berpengalaman dan berwawasan luas dengan para
praktisi pemula yang memiliki semangat berusaha dan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 109
membutuhkan pengarahan. Strategi ini dapat diterapkan salah
satunya melalui kerjasama antara UKM pemula dengan UKM
berpengalaman dalam sebuah kerjasama rantai pasokan. Dalam
skenario tersebut diharapkan terjalinnya komunikasi dua arah
antara keduabelah pihak yang dapat menjamin terciptanya
rantai pasokan yang kuat berdasarkan kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan dan pengharapan masing-masing pihak.
b. Strategi Inkubator Bisnis
Inkubator bisnis merupakan sebuah lingkungan dimana
terjalin kerjasama antara manusia bersumber daya (seperti
konsultan bisnis, ahli hukum, ahli keuangan) dan sumber daya
lainnya (sarana perkantoran, pelatihan) yang dapat bermanfaat
untuk memberdayakan usaha-usaha baru agar dapat tumbuh
pada tahap awal dan bertahan melawan kompetisi.
c. Strategi Klaster dan Jejaring
Membangun hubungan di antara sekelompok UKM dalam
rantai pasokan yang saling mendukung, melaksanakan efisiensi
terhadap biaya operasional dan pengembangan, serta alih daya
dan teknologi.
d. Strategi benchmarking.
Strategi ini merupakan upaya dimana UKM dapat
membandingkan tata cara, metode, proses hingga kinerja di
antara sekelompok UKM maupun dengan kelompok UKM lain,
dalam rangka membangun praktek terbaik (best practices)
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 110
H. Manajemen Perusahaan Keluarga Indonesia
Perusahaan keluarga adalah sebuah perusahaan yang dimiliki,
dikontrol, dan dijalankan oleh anggota sebuah atau beberapa keluarga.
Meskipun demikian, bukan berarti bahwa semua pekerja dalam
perusahaan harus merupakan anggota keluarga. Banyak perusahaan
keluarga, terutama perusahaan-perusahaan kecil, mempekerjakan
orang lain untuk menempati posisi rendahan, sementara posisi tinggi
(top manager) dipegang oleh orang dari dalam keluarga pemilik
perusahaan.
Partisipasi
keluarga
dalam
perusahaan
dapat
memperkuat perusahaan tersebut karena biasanya anggota keluarga
sangat loyal dan berdedikasi tinggi terhadap perusahaan milik
keluarganya. Meskipun demikian, seringkali timbul masalah-masalah
dalam mengatur perusahaan keluarga, terutama dalam hal pergantian
kepemimpinan.
Sering
pula
muncul
benturan-benturan
antara
kepentingan keluarga dengan kepentingan perusahaan. Sebagai
contoh, perusahaan akan cenderung mempertahankan seorang
anggota keluarga untuk bekerja meskipun ia kurang kompeten dalam
pekerjaannya sehingga akan membahayakan kelangsungan hidup
perusahaan.
Perusahaan keluarga (family business) juga merupakan suatu
fenomena umum yang terjadi dimana-mana, sebagai respons kepala
keluarga untuk menjamin kualitas hidup yang lebih baik bagi
keluarganya dengan cara membuka unit usaha (Pramono, 2006).
Bentuk perusahaan keluarga merupakan pilihan yang dominan ketika
seseroang mendirikan bisnis untuk pertama kalinya. Menurut
Pramono (2006) bahwa alasan memilih lingkup keluarga sebagai dasar
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 111
awal menjalankan bisnis adalah karena pemilik bisnis membutuhkan
perasaan aman dalam menjalankan bisnis. Perasaan aman terbagi atas
dua kategori, yakni kategori keterikatan emosional dan masalah
penghargaan. Keterikatan emosional meliputi keyakinan pemilik
bahwa anggota keluarga akan berbuat jujur dan tidak akan merusak
sistem yang dibangun oleh pemilik perusahaan. Berkaitan dengan
penghargaan, pemilik tidak akan terlalu merasa bersalah jika
perusahaan masih dalam kondisi sulit pemilik memberikan gaji yang
lebih kecil, atau tidak akan keberatan menerima penghargaan yang
lebih tinggi jika kondisi perusahaan membaik, karena mereka adalah
keluarga.
a. Potret Perusahaan Keluarga Indonesia
Grant Thornton Indonesia meneliti 250 perusahaan keluarga di
Indonesia (Anonim, 2002). Dari penelitian tersebut ditemukan
bahwa sebagian besar perusahaan keluarga bergerak di bidang
perdagangan
besar
dan
eceran
(36%).
Kemudian
disusul
manufaktur dan distribusi (24%), jasa profesional (14%), dua jenis
bidang usaha (13%), pertanian dan perikanan (4%), kontruksi (3%)
keuangan dan real estate serta transportasi (2%), hotel dan hiburan
serta jasa perusahaan (1%).
Dilihat dari omzetnya, perusahaan keluarga sebagian besar
memiliki omzet kurang dari Rp 500 juta pertahun. Sebanyak 37%
perusahaan keluarga mengelola omzet kurang dari Rp 100 juta dan
Rp 100-499 juta sebanyak 13% beromzet sebesar Rp 1 - 9,9 miliar,
yang mengelola omzet Rp 500 - 999 juta sebanyak 8%, mengelola
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 112
omzet sebesar 10-99,9 miliar sebanyak 3% dan sebanyak 2%
mengelola omzet lebih dari Rp 100 miliar.
Hal yang menarik adalah pada penelitian ini juga ditemukan
sebagian besar (78%) perusahaan keluarga Indonesia sebanyak
dipegang oleh pendiri. Sementara generasi kedua dan ketiga hanya
5% dan 2% saja. Sisanya (17%) dipegang oleh bukan anggota
keluarga. Menurut Erwin Ariadharma Manager Corporate Consulting
& Government Advisory Grant Thornton Indonesia, kondisi
demikian menunjukkan selain perusahaan keluarga Indonesia
umumnya masih muda juga sangat rentan akan perubahan. Mereka
(para pendiri) umumnya belum memiliki pengalaman ketika
memulai bisnisnya.
Meski demikian, perusahaan keluarga di Indonesia telah
menunjukkan gejala membaik. Hal ini terlihat dari semakin
banyaknya anggota keluarga yang mempunyai pengalaman kerja
terlibat dalam perusahaan. Dari penelitian itu disebutkan bahwa
sebagian besar mereka yagn bergabung degnan perusahaan
keluarga telah bekerja di tempat lain (57%).
Namun sayangnya, tambah Erwin, mereka kurang didukung
oleh pendidikan. Hal ini terlihat dari masih banyaknya mereka
yang hanya lulusan sekolah menengah (30%) sedangkan yang
lulusan universitas dan telah mengikuti jenjang training profesional
masing-masing hanya 12% dan 1%. "Padahal untuk dapat
berkembang dengan baik dua hal ini penting (berpengalaman dan
berpendidikan)," sambung Erwin.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 113
Mereka lebih senang membiarkan anaknya sekolah sesuai
keinginannya. Hanya 24% saja yang mengkaitkan sekolah anaknya
dengan kebutuhan perusahaan. Sedikit saja yang menyetujui
manajemen dan anak-anak pemilik harus mendapatkan saham
dengan bagian yang sama. Ini sedikit berbeda dengan tren di
negara maju. Di dunia, sebanyak 27% perusahaan menghendaki
anaknya mengambil jenjang pendidikan sesuai dengan kebutuhan
perusahaan sedangkan di Jepang lebih besar lagi (30%).
Perusahaan keluarga di Indonesia juga menghadapi masalah
regenerasi. Pemilik perusahaan yang menghendaki anaknya
meneruskan usahanya dan yang tidak berjumlah sama. Mereka
yang
menghendaki
anaknya
meneruskan
usahanya
lebih
dikarenakan keinginan anaknya sendiri.
Sebanyak 39% perusahaan menyatakan bahwa anaknya akan
dijadikan generasi penerus di perusahaan keluarga, sebesar 27%
akan memberikan kepada anaknya, jika anaknya memang
meginginkan
sedangkan
34%
tidak
menghendaki
anaknya
meneruskan usaha mereka. Mereka juga merasa penting untuk
membuat anak mereka tertarik dengan produk dan pasar
perusahaan (54%).
Menurut penelitian tersebut, hal yang paling dikhawatirkan
oleh
perusahaan
pengembangan
keluarga
bisnisnya.
di
Indonesia
Sebagian
besar
adalah
(90%)
mengenai
pemilik
perusahaan keluarga selalu bertanya apakah dirinya benar-benar
perlu mengembangkan bisnisnya. Pertanyaan ini mengindikasikan
bahwa orientasi perusahaan keluarga di Indonesia masih jangka
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 114
pendek sifatnya. Mereka masih konvesional dalam mengelola
bisnisnya dan belum berfikir pengembangan. Erwin mencontohkan
sikap para pemilik perusahaan terhadap kredit bank. Sebagian
besar
dari
mereka
lebih
memilih
tidak
mengembangkan
perusahaanya ketimbang harus berurusan dengan bank.
Selain Grant Thornton Indonesia, penelitian juga dilakukan
oleh The Jakarta Consulting Group terhadap 87 perusahaan
keluarga di Indonesia, yang menyatakan bahwa perkembangan
perusahaan keluarga di Indonesia dimulai dari close-circle family
atau immediate family. (Susanto, 2005)
Mayoritas responden,
menyatakan bahwa perusahaan keluarga pada mula pertamanya
didirikan oleh single fighter. Selebihnya menggandeng mitra yang
masih termasuk dalam close-circle family atau immediate family tadi,
mulai dari suami atau istri, saudara, sampai teman dekat.
Kedekatan
hubungan
ini
terutama
terkait
dengan
aspek
kepercayaan (trust) dan kesamaan visi. Tidak mengherankan jika di
antara mitra ini, secara signifikan, pasangan hidup menempati
urutan teratas.
Fenomena yang jamak dalam perusahaan keluarga adalah
pendiri mempunyai fokus pada usaha keras agar perusahaan dapat
berkembang dan bertahan. Pada perkembangan berikutnya, ketika
perusahaan mulai tumbuh menjadi lebih besar dan kuat, generasi
kedua dan extended family, termasuk saudara-saudara, keponakan
dan cucu mulai masuk, bahkan menjadi the dynasty of family.
Harian
perusahaan
Kompas
Indonesia
(11/07/05)
menyebutkan
merupakan
bahwa
perusahaan
90%
keluarga.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 115
Demikian pula dengan perusahaan yang ada di Amerika Serikat,
sekitar 90% adalah perusahaan keluarga. Perusahaan keluarga di
Amerika Serika juga mempekerjakan setengah dari jumlah
angkatan kerja, juga memberikan kontribusi antara 40 % - 60%
Gross Domectic Product (GDP). Menurut penelitian Eddy (1996), 50%
perusahaan keluarga di Amerika sukses ketika dikelola oleh
generasi kedua, sedangkan 15% sukses ketika dikelola oleh
generasi ketiga.
b. Beberapa Contoh Perusahaan Keluarga
Perusahaan keluarga di Indonesia umumnya terbagi dua.
Pertama adalah family own on enterprise, perusahaan keluarga tapi
dilaksanakan sehari-hari oleh profesional. Kedua adalah family
business enterprise, perusahaan keluarga yang dikelola oleh anggota
keluarga itu sendiri terutama pada posisi-posisi kunci (Anonim,
2004). Secara manajemen, perusahaan keluarga adalah hubungan
pekerjaaan yang sangat menarik, karena di dalamnya ada
hubungan emosional yang berperan kuat.
Perusahaan yang menggunakan gaya manajemen Indonesia
adalah Grup Martha Tilaar (Suyanto; 2005). Perusahaan tersebut
menggunakan manajemen dengan filosofi moral, yaitu DJITU
(Disiplin, Jujur, Iman/ Inovatif, Tekun, Ulet) bagi segenap
karyawan untuk mencapai visi dan misi yang telah digariskan oleh
perusahaan. Rahasia pertama sukses dalam bisnis adalah berkata
jujur dan selalu begitu, menurut Hendricks dan Ludeman (Penulis
buku The Corporate Mystic). Selain itu meningkatkan networking
dengan para mitra usaha, baik di dalam maupun di luar negeri.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 116
Juga hindari AIDS, (Angkuh, Iri, Dengki, Serakah). Martha Tilaar
mengatakan ''Budaya di perusahaan kami adalah KEKELUARGAAN.
Peran atasan khususnya saya, adalah juga sebagai Ibu. Tegur sapa.
Keakraban dan saling mengenal antar karyawan MTG yang kini
jumlahnya 6.000 orang, adalah suatu keharusan. Tentu saja kami pun
menerapkan sistem REWARD dan PUNISHMENT bagi karyawan yang
berprestasi dan tidak disiplin.''
Contoh lain dari perusahaan keluarga di Indonesia adalah PT.
Ristra Indolab (Anonim, 2004). Berbeda dengan perusahaan
keluarga lain yang gagal karena manajemen tidak profesional. Pada
perusahaan ini, perlahan namun pasti telah melakukan proses
regenerasi dengan bagusnya. Jajaran direksi memang seluruhnya
dipegang oleh keluarga Tranggono. Perusahaan ini juga masih
terpusat pada pasangan suami istri Suharto Tranggono dan Retno
Iswari masing-masing menjadi President Director dan Deputy
President Director of Technology. Proses regenerasi pada perusahaan
perlahan mulai terjadi. Krishna Nindita Tranggono kini menjadi
Deputy President Director Commerce. Sementara isteri Krishna, Dwi
Anita
ditunjuk
menjadi
Managing
Director
Ristra
House.
Krishna menegaskan, manajemen memang oleh keluarga tapi
semuanya dikendalikan secara profesional. Pengawasan dilakukan
secara ketat. Krishna anak kedua dari keluarga Tranggono menjadi
satu-satunya anak yang bersedia membantu bekerja dalam
perusahaan. Sementara anak pertama dan ketiga dan berprofesi
menjadi pelukis dan dokter.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 117
Krishna meraih gelar Bachelor of Science dengan bidang studi
Mechanical Engineering/Manufacture System pada Syracus University,
Amerika Serikat (AS). Dia kemudian melanjutkan pendidikan S-2
pada Georgetown University, AS dengan gelar master of science dalam
bidang studi management science pada 1999. Kembali dari AS,
Krishna mulai berkarir dalam perusahaan, namun tidak langsung
menjadi direksi. Jenjang jabatan Krishna layaknya karyawan
lainnya dalam perusahaan. Dia memulainya sebagai production
assistant, manufacturing division selama satu tahun mulai November
1992 – 1993. Berbagai jabatan dipegangnya hingga menjadi
marketing manager, International Department pada 1996 – 1997.
Setelah bekerja selama lima tahun, dia kembali melanjutkan
pendidikan S-2 pada bidang business administration di Georgetown
University, AS tahun 2000. Sejak Mei 2002, Krishna secara total
berkarir di Ristra House.
Perusahaan
keluarga
yang
awalnya
dikelola
dengan
manajemen keluarga banyak juga yang telah beranjak ke
manajemen profesional. Misalnya tiga perusahaan jamu yang
terkenal di Indonesia yakni PT. Sidomuncul, Nyonya Meneer,
dan PT. Jamu Jago. Ketiga perusahaan jamu nasional inipun telah
dikendalikan oleh orang-orang terkenal dan terbaik di bidangnya,
misalnya Charles Saerang yang merupakan Presdir Nyonya
Meneer, Irwan Hidayat ”bos-nya” Sido Muncul, dan Jaya Suprana
’bos-nya” Jamu Jago. Tatanan manajemen keluarga yang lebih
identik dengan manajemen tradisional telah dirombak menjadi
manajemen profesional, bahkan perusahaan Jamu Nyonya
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 118
Meneer berencana untuk go public dengan menjual sahamnya.
Demikian pula dengan PT. Sidomuncul yang mengalokasikan
dana sebesar Rp. 3 Milyar untuk riset dan pengembangan guna
meningkatkan volume penjualan. Mahalnya biaya penelitian
tersebut terjawab dengan terus meningkatnya volume produksi
Jamu Sido Muncul yang setiap tahunnya sekitar 800 ton kering
dengan nilai produksi Rp 180-200 miliar. Inovasi tiada henti juga
terus dilakukan oleh Jamu Jago sebagai bagian dari manajemen
profesional yang terus melakukan perubahan. Merubah stigma
jamu dengan rasa pahit menjadi jamu dengan rasa manis terus
dilakukan oleh Jaya Suprana, sebagai bos-nya Jamu Jago. Produk
yang terkenal inovatif dan menjadi laris manis di pasaran adalah
Jamu Buyung Upik yang ditujukan bagi anak-anak dengan rasanya
enak dan manis tidak seperti jamu pada umumnya (Anonim, 2005).
c. Masalah dalam Perusahaan Keluarga Indonesia
Perusahaan keluarga bukan tanpa masalah. Pengembangan
inovasi adalah masalah utama bagi perusahaan keluarga. Sebagai
contoh adalah Gudang Garam (GG), yang mengalami masalah
inovasi-inovasi produknya sehingga mulai dikejar oleh pesaing
terdekatnya yakni HM Sampoerna dan Djarum Kudus. Sehingga
GG yang dulunya sangat disegani dan masuk dalam daftar Fortune
500, sekarang menghadapi masalah. Selain masalah kurangnya
inovasi, konflik keluarga juga menjadi alasan lainnya.
Apa yang terjadi di GG sebenarnya sudah bisa diramalkan
sejak beberapa tahun lalu. Walau kala itu GG masih menjadi
penguasa pasar, posisinya tak lain tak bukan karena sisa-sisa
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 119
keberhasilan dari masa lalu. Tanpa adanya inovasi-inovasi yang
memungkinkan perusahaan ini menghasilkan nilai ekonomis dari
produk-produk baru, cepat atau lambat sumber pendapatan dari
produk lama akan terkikis habis. Bila keadaan ini tidak diperbaiki,
hanya masalah waktu saja sebelum GG turun menjadi pemain
rokok nomor tiga setelah HM Sampoerna dan Djarum Kudus.
Apa yang terjadi di GG sebenarnya juga merupakan gejala
yang umum dijumpai di bisnis-bisnis yang masih kental aroma
kekeluargaannya. Bisnis keluarga, terutama di Asia, sering
merupakan bisnis yang paling minim inovasi. Setidaknya
terdapat tiga alasan untuk itu.
Pertama,
bisnis
keluarga
sering
dijalankan
secara
musyawarah. Pendapat yang berbeda jarang mendapatkan
kesempatan untuk didengarkan. Tekanan untuk menjadi bagian
dari kelompok yang seiya sekata sangat kuat. Bagi yang memiliki
ide-ide baru, ide tersebut harus melewati banyak saringan. Bila ada
satu saja suara menolak, ide tersebut dipastikan akan mentah. Pada
kasus GG, misalnya, dikabarkan setidaknya ada satu anggota
keluarga yang menyarankan agar GG lebih ekspansif dan berani
mengambil resiko. Tetapi karena suara tersebut tidak sejalan
dengan sang orang nomor satu, saran tersebut hanya tinggal saran.
Kedua, bisnis keluarga yang telah berhasil umumnya telah
memiliki sejarah kesuksesan yang panjang. Anggota keluarga
yang aktif menjalankan usaha umumnya sudah terlatih oleh cara
berpikir yang menghasilkan kesuksesan sebelumnya. Mengubah
cara berpikir tersebut bukanlah tugas yang mudah. Bila sebelumnya
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 120
cara ini bisa berhasil, sekarang pasti juga masih bisa. Kesulitan ini hanya
sesaat saja. Semuanya akan kembali seperti semula. Celakanya lagi, bila
yang menempati posisi kunci kebanyakan adalah anggota keluarga,
cara berpikir mereka akan sama semua. Yang cara berpikirnya
tidak sama mungkin akan keluar dan memulai usaha sendiri.
Ketiga,
bisnis
keluarga
tidak
menyediakan
tempat
berkembang yang baik buat para profesional. Para pekerja yang
kreatif dan berani mengambil resiko dengan cepat akan belajar
bahwa sifat-sifat tersebut tidak terlalu dihargai. Semuanya harus
menuruti aturan ketat yang sudah diwarisi turun-temurun.
Minimnya peluang karir juga menjadi pertimbangan mengapa
mereka jarang memberikan yang terbaik. Apa gunanya bekerja dan
berpikir mati-matian bila posisi-posisi penting semuanya diisi
orang dari pihak keluarga atau kenalan-kenalan terdekat mereka?
Karena kondisi ini, para profesional yang berbakat akhirnya
memutuskan untuk hengkang, sedangkan yang tidak memiliki
kemampuan untuk bersaing di tempat lain terpaksa menetap.
Dalam jangka panjang, orang-orang yang tersisa adalah mereka
yang memiliki kemampuan apa adanya yang hanya bekerja apa
adanya juga.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 121
BAB IX
DULU, KINI, DAN TANTANGAN MANAJEMEN INDONESIA
Inspirasi penulisan buku ini memang berasal dari buku Pusparagam
Manajemen Indonesia & Bisnis Cina di Asia Tenggara; Rangkuman
Hasil Seminar Memorial Dr. T.B Simatupang dengan penyunting BN
Marbun. Penulis sendiri memberikan apresiasi yang sangat baik kepada
buku tersebut, karena berhasil memberikan sesuatu yang berbeda yang
belum pernah ada sebelumnya guna merumuskan dan menggali
manajemen Indonesia. Laksana ”hujan di tengah padang gurun pasir
yang kering dan tandus” buku tersebut memberikan setitik harapan
tentang rumusan manajemen Indonesia di tengah-tengah kajian dan
gemarnya masyarakat Indonesia mempelajari dan membeli buku-buku
manajemen barat.
A. Dulu dan Kini Manajemen Indonesia
Inti penulisan buku ini adalah mengkaji Pusparagam Manajemen
Indonesia
yang
diterbitkan
pada
tahun
1992,
kemudian
membandingkannya dengan gaya manajemen yang hidup di Indonesia
pasca reformasi. Tentunya banyak perkembangan dan perbedaan antara
gaya manajemen yang diterapkan pada saat itu dengan gaya manajemen
pasca reformasi. Dan banyak pula perubahan dan penambahan dari
pelaku-pelaku ekonomi. Jadi boleh dikatakan bahwa buku ini adalah
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi, sebagai kelanjutan
Pusparagam Manajemen Indonesia yang diterbitkan pada tahun 1992.
Pada buku Pusparagam Manajemen Indonesia yang dicetak tahun
1992, praktik manajemen yang dianggap mewakili gaya manajemen
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 122
Indonesia adalah perusahaan swasta, koperasi, BUMN, organisasi
kemasyarakatan,
ABRI,
manajemen
publik,
dan
manajemen
lingkungan. Tetapi dalam perkembangannya setelah melewati masa
reformasi pada tahun 1997 – 1998, pelaku manajemen di Indonesia saat ini
mengalami
perubahan
dan
pertambahan.
Sehingga
pada
buku
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ini, penulis selain
membandingkan antara praktik manajemen yang diterapkan pada saat itu
(1990-an) dengan kondisi saat ini, juga menambahkan beberapa gaya
manajemen yang berkembang saat ini pasca reformasi. Adapun
penambahan tersebut adalah gaya manajemen IMKM, manajemen
sektor publik, manajemen nirlaba, dan manajemen perusahaan
keluarga Indonesia.
Penambahan gaya manajemen tersebut memang sesuai dengan
kondisi yang berkembang saat ini. Sebagai contoh nyata adalah
manajemen Industri Menengah, Kecil dan Mikro (IMKM), yang terbukti
eksis dalam menghadapi krisis moneter. Padahal pada tahun 1990 – an
atau
sebelum
krisis
moneter,
manajemen
IMKM
ini
tidak
diperhitungkan sebagai pelaku ekonomi yang mampu memberikan
kontribusi nyata terhadap pendapatan nasional. Sehingga dalam buku
Pusparagam Manajemen Indonesia tahun 1992, tidak ada praktik
manajemen IMKM yang ada di buku tersebut karena pada saat itu
memang tidak diperhitungkannya manajemen IMKM sebagai kekuatan
pelaku ekonomi. Fokus pembangunan pelaku ekonomi pada saat itu
adalah perusahaan-perusahaan besar dan multinasional. Penguatanpenguatan pelaku ekonomi lebih banyak diarahkan kepada perusahaanperusahaan besar yang rentan akan krisis. Sehingga akan menjadi catatan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 123
besar di dalam sejarah manajemen Indonesia bahwa perusahaan besar
yang dikelola dengan manajemen modern malah rentan terhadap krisis
daripada manajemen IMKM yang dikelola dengan manajemen
tradisional.
Contoh yang lain dari sebagai tambahan dari gaya manajemen yang
ada di Indonesia adalah manajemen sektor publik. Mengapa sektor
publik ? Hal ini berkaitan dengan ekses pasca reformasi. Dampak dari
proses reformasi adalah tumbuhnya kesadaran masyarakat akan hakhaknya yang selama ini tidak diperolehnya. Sehingga menimbulkan
tuntutan besar akan layanan yang baik kepada masyarakat. Layananlayanan sektor publik yang dulunya banyak dipegang oleh pemerintah
dituntut
untuk
berubah
menjadi
lebih
baik.
Pengelolaan
yang
berhubungan dengan masyarakat luas direformasi dituntut untuk
melaksanakan manajemen sektor publik yang lebih profesional. Aspekaspek Transparency, Accountability, Relevance, Independence, dan
Fairness menjadi aspek tersendiri yang harus dijalankan oleh manajer
organisasi sektor publik. Bahkan pada era pasca reformasi ini manajer
organisasi sektor publik dituntut untuk berhati-hati dalam menjalankan
amanah. Sorotan tajam terhadap manajer organisasi sektor publik selalu
dilakukan oleh masyarakat. Pada beberapa daerah bahkan sebuah
pekerjaan atau proyek pemerintah tidak ada yang berani menanganinya
karena besarnya sorotan yang diberikan oleh masyarakat, dan juga
besarnya kemungkinan jeratan hukum yang seakan menghantuinya. Hal
ini jelas berbeda dengan sebelum reformasi, dimana pekerjaan atau
proyek pemerintah banyak yang rebutan untuk mengerjakannya. Inilah
yang membedakan gaya manajemen sektor publik sebelum dan pasca
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 124
reformasi. Gaya manajemen sektor publik pasca reformasi inilah yang
tidak ada di buku Pusparagam Manajemen Indonesia tahun 1992, yang
memang pada saat itu masyarakat terkooptasi untuk menerima saja
layanan sektor publik yang diberikan oleh pemerintah. Namun seiring
bergulirnya reformasi maka berubah pula manajemen sektor publik yang
ada.
Tambahan lain dari gaya manajemen pasca reformasi adalah gaya
manajemen organisasi nirlaba. Organisasi nirlaba ini beragam jenisnya.
Mulai dari organisasi nirlaba murni ataupun organisasi quasi nirlaba.
Pasca reformasi organisasi ini juga tumbuh baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Seiring tuntutan zaman maka manajemen organisasi nirlaba
juga berubah. Bahkan organisasi-organisasi nirlaba murnipun seperti
masjid, lembaga zakat, dan gereja telah menerapkan manajemen
modern dalam rangka memenuhi aspek transparansi dan akuntabilitas
lembaga. Lebih-lebih organisasi quasi nirlaba seperti sekolah dan rumah
sakit. Dalam memberikan layananpun organisasi nirlaba seakan tidak
mau kalah dengan organisasi profit. Dalam buku Pusparagam Manajemen
Indonesia
tahun
1992,
dicontohkan
manajemen
organisasi
kemasyarakatan di Muhammadiyah. Pada saat ini, pasca reformasi dan
seiring tuntutan zaman, manajemen Muhammadiyahpun telah berubah
mengarah ke manajemen yang lebih modern, lebih-lebih Amal Usaha
yang dimiliki oleh Muhammadiyah seperti Perguruan Tinggi, Sekolah,
Rumah Sakit dan lainnya.
Gaya manajemen lain yang ada di buku ini tetapi tidak ada dalam
buku Pusparagam Manajemen Indonesia terbitan tahun 1992 adalah gaya
manajemen perusahaan keluarga Indonesia. Ini sengaja dimasukkan oleh
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 125
penulis dalam gaya manajemen yang hidup di Indonesia karena memang
fakta menunjukkan bahwa 90% perusahaan yang ada di Indonesia
adalah perusahaan keluarga. Contoh perusahaan keluarga di Indonesia
adalah Gudang Garam, Sampoerna (sebelum di beli Philips Morris), Jamu
Jago, Jamu Nyonya Meneer, Jamu Sido Muncul, Group Bakrie, dan masih
banyak yang lain.
Pada
awalnya
perusahaan
keluarga
dibangun
atas
dasar
kepercayaan antar sesama anggota keluarga. Tetapi seiring tuntutan
profesionalitas maka manajemen keluarga ini tidak boleh lagi untuk
diteruskan dalam perusahaan keluarga yang ingin tumbuh besar. Maka
perlahan-lahan
sentuhan
manajemen
modern
dibutuhkan
oleh
perusahaan keluarga. Walaupun demikian ada pula perusahaan keluarga
yang memberikan pekerjaan-pekerjaan teknis pada profesional tetapi
untuk keputusan strategis tetap diambil oleh keluarga besar owners
perusahaan.
Beberapa masalah sebenarnya melekat pada perusahaan keluarga ini.
Yang paling rentan adalah masalah konflik keluarga yang akhirnya
berimbas pada jalannya manajemen perusahaan keluarga. Selain itu juga
masalah regenerasi menjadi persoalan pelik dalam perusahaan keluarga.
Apabila regenerasi ini gagal, misalnya perpindahan dari generasi pertama
ke generasi kedua, maka segala upaya yang telah dibangun oleh founding
father perusahaan akan menjadi sia-sia adanya.
B. Tantangan Manajemen Indonesia
Upaya untuk mencari bentuk rumusan Manajemen Indonesia selalu
terbentuk oleh tantangan Manajemen Indonesia itu sendiri. Paling tidak
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 126
ada dua tantangan Manajemen Indoenesia yakni tantangan internal dan
tantangan eksternal. Tantang internal identik dengan tantangan yang
berasal dari diri manajemen Indonesia sendiri, sedangkan tantangan
eksternal berasal dari luar manajemen Indonesia.
Tantangan internal dapat berupa berubahnya budaya masyarakat
Indonesia. Simatupang dan Mochtar (1992) sering menyebut ”Manajemen
dalam Negara Pancasila yang Membangun” atau juga ”Manajemen
Pancasila”. Pertanyaan yang kemudian timbul adalah untuk saat ini
dimanakah letak Pancasila yang selama berpuluh-puluh tahun diagungagungkan tetapi setelah reformasi Pancasila seakan dilupakan begitu saja.
Euforia reformasi kebablasan menyebabkan masyarakat seakan lupa atas
nilai-nilai Pancasila yang telah digali menjadi nilai-nilai falsafah bangsa
Indonesia.
Nilai-nilai
kekeluargaaan
dan
gotong
royong
dalam
masyarakat semakin hari seakan makin menipis saja. Yang terjadi
kemudian adalah nilai-nilai individualitik dan hedonisme yang semakin
berkembang di masyarakat. Dengan semakin menipisnya budaya asli
bangsa Indonesia maka pengembangan Manajemen Indonesia semakin
jauh panggang dari api, semakin jauh dari harapan. Bukankah
manajemen suatu bangsa dihasilkan dari budaya asli bangsa tersebut.
Tantangan eksternal Manajemen Indonesia adalah globalisasi dan
teknologi. Globalisasi dan teknologi yang tidak dapat ditolak oleh
siapapun membawa perubahan yang luar biasa dalam kehidupan semua
bangsa di dunia ini. Demikian pula dengan bangsa Indonesia. Globalisasi
yang telah menghilangkan batas-batas wilayah suatu bangsa dan
masyarakat telah membawa pengaruh yang hebat pada tatanan nilai suatu
masyarakat. Teknologi informasipun yang telah mempermudah jalan
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________ 127
hidup manusia kadang membawa ekses negatif pada tatanan kehidupan
masyarakat. Teknologi informasipun kadang telah menggantikan fungsi
manusia yang kemudian menghilangkan peran manusia itu sendiri dan
membawa masalah bagi manusia tersebut. Teknologi yang berkembang
di negara berindustri maju sering menjatuhkan derajat manusia menjadi
sub-komponen dari sistem raksasa, dan sub-komponen manusia ini dalam
rangka teknologi yang dipergunakan sering pula dianggap adalah sub
komponen yang paling tidak dapat diandalkan (tidak fail proof). Teknologi
automatisasi dan komputerisasi yang mempergunakan komponen bukan
manusia dianggap lebih dapat diandalkan (tidak fail proof) daripada
manusia (Simatupang dan Mochtar, 1992).
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
128
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
BAB X
KESIMPULAN
Apabila ditarik ”benang merah” rumusan Manajemen Indonesia, penulis
sependapat
dengan
Marbun
(1992)
dan
Christiananta
(1994)
yang
menyatakan bahwa belum ada penulis secara solid dan bertanggungjawab
yang berani memberikan definisi tentang Manajemen Indonesia. Yang
muncul adalah istilah-istilah seperti ”Manajemen Gaya Indonesia”, ”Gaya
Manajemen
Indonesia”,
“Manajemen
Ala
Indonesia”,
“Manajemen
Pancasila”, dan sebagainya. Rumusan-rumusan yang ada mirip antara satu
dengan lainnya, sedangkan warna dari definisi aslinya yang berasal dari
Barat masih tampak kental. Hal tersebut terjadi, mungkin sekali karena
manajemen itu sendiri dianggap universal. Fungsi-fungsi yang dimiliki
manajemen (Planning, Organizing, Leading, Controlling) dimana saja adalah
sama untuk organisasi apapun, sehingga tidak mudah atau dirasa tidak perlu
memberikan rumusan khusus manajemen yang dipakai oleh manajer dengan
budaya tertentu (Christiananta, 1994).
Penulis sendiri setelah mempelajari gaya manajemen yang hidup di
Indonesia,
akhirnya
sependapat
dengan
Christiananta
(1994)
yang
menyatakan fungsi-fungsi manajemen itu bersifat universal. Tetapi kalau
sudah sampai pada implementasi fungsi-fungsi tersebut oleh manajermanajer dari berbeda budaya maka pasti dapat dideteksi perbedaanperbedaannya. Sehingga dengan demikian, universalitas manajemen itu tidak
sepenuhnya absolut tetapi dapat terjadi perbedaan pada situasi-situasi
tertentu (situasional) terutama pada konteks budaya yang berbeda.
Apabila buku ini dipahami secara mendalam maka akan mengarah pada
kesimpulan bahwa fungsi-fungsi manajemen itu bersifat universal tetapi
untuk implementasi dapat berbeda karena budaya antar organisasi.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
129
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
Pembaca dapat menilik pada bab gaya manajemen yang hidup di Indonesia,
yang secara implisit menyatakan bahwa tidak ada yang berbeda pada fungsifungsi manajemen. Tetapi pada implementasinya bisa jadi hal tersebut
berbeda karena perbedaan budaya organisasi. Misalnya pada manajemen
koperasi dan manajemen perusahaan keluarga Indonesia. Pada tingkat
implementasi, keduanya menggunakan fungsi-fungsi manajemen, tetapi pada
implementasi pengambilan keputusan hal tersebut terasa berbeda. Kalau
pada
manajemen
koperasi
menggunakan
aspirasi
anggota
untuk
pengambilan keputusan tetapi pada manajemen perusahaan keluarga
pengambilan keputusan lebih banyak dilakukan oleh owners perusahaan.
Untuk pembaca atau penulis berikutnya perlu dipahami bahwa untuk
dapat merumuskan manajemen Indonesia maka haruslah memahami gaya
manajemen yang hidup di Indonesia. Artinya haruslah mampu untuk
memahami semua gaya manajemen yang digunakan oleh pelaku-pelaku
ekonomi di Indonesia. Dengan demikian maka pembaca akan dapat
memahami masing-masing gaya manajemen yang digunakan oleh pelakupelaku ekonomi di Indonesia. Tetapi yang menjadi masalah dan tantangan
dalam memahami manajemen Indonesia adalah berubahnya budaya karena
globalisasi dan teknologi.
Harapan dari buku ini dengan menyajikan Pusparagam Manajemen
Indonesia Pasca Reformasi; Dulu, Kini dan Tantangannya adalah agar
pembaca
memahami
perubahan-perubahan
yang
terjadi
atas
gaya
manajemen Indonesia pasca reformasi di tahun 1998, serta tantangan ke
depan dengan manajemen Indonesia. Walaupun mungkin masih diperlukan
penambahan-penambahan pembahasan yang lebih tajam dan mendalam
tetapi buku ini pastilah dapat memberikan insipirasi bagi penulis lain untuk
lebih mendalami gaya manajemen Indonesia pasca reformasi.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
130
DAFTAR PUSTAKA
Amirullah dan Haris Budiyono. 2004. Pengantar Manajemen. Edisi Kedua
Cetakan Pertama. Penerbit Graha Ilmu Yogyakarta
Anoraga, Panji dan Widiyanti, Ninik. 1992. Dinamika Koperasi. Rineka Cipta,
Jakarta.
Anonim. 2002. Potret Perusahaan Keluarga Indonesia. www.eksekutif.com
/berita/artikel.html. Diakses 9 Januari 2009. Jam 13.30 WIB
Anonim. 2004. Kiat Menang Perusahaan Keluarga. Entrepreneurs Tue, 21 Dec
Anonim. 2004. Perusahaan Keluarga Yang Dikelola Profesional.
www.sinarharapan.co.id/ceo/2004. Diakses 9 Januari 2009. Jam 14.00 WIB
Anonim. 2005. Mengangkat Citra Jamu Ke Kelas Atas. www.sajadah.net/com.
Diakses 10 Januari 2009. Jam 09.00 WIB
Anonim. 2006. Mengulik Gaya Manajemen di Berbagai Negara. Kamis, 24
Agustus 2006. Diakses 5 Januari 2009 Jam 12.30 WIB
Anwari. 1998. Privatisasi dan Populisme BUMN. Majalah Usahawan. No 16 Th
XXVII. LM FE UI
Bawono, Icuk Rangga. 2005. Manajemen Strategi Sektor Publik : Langkah Tepat
Menuju Good Governance. Fakultas Ekonomi UNSOED Purwokerto
Christiananta, Budiman. 1994. Pengaruh Sistem Nilai Budaya Terhadap
Manajemen di Indonesia, dalam Materi Kuliah Teori Manajemen. Program
Doktor Ilmu Ekonomi. PPS Universitas Airlangga Surabaya.
Cushway and Lodge. 1995. Organizational Behavior and Design. (Terjemahan).
Penerbit Elex Media Komputindo
Dalimunthe, Ritha. 2003. Manajemen Indonesia. Digitized by USU digital
library
Eddy, Peg. 1996. Lessons, Legends and Legacies : Serving the Family
Business. Journal of Financial Planning ; Des 1996; 9; 6; ABI/INFORM
Global
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
131
Harian Kompas, 2005. 90 Persen Pengusaha Jalankan Bisnis Keluarga, Kamis,
11 Juli 2005. www. kompas.com/kompas-cetak/0207/11/ekonomi/
pers13.htm
Hermawan, Sigit. 2004. Proses Perubahan Laporan
Muhammadiyah Sidoarjo dan Penerapannya
Muhammadiyah Lain di Jawa Timur. Tesis.
Magister Akuntansi Program Pasca Sarjana
Surabaya
Keuangan Universitas
di Perguruan Tinggi
Tidak Dipublikasikan.
Universitas Airlangga
Hendar dan Kusnadi, 1999. Ekonomi Koperasi untuk Perguruan Tinggi, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta
Hendrojogi. 1997. Koperasi: Azas-azas, Teori dan Praktek.. Penerbit Raja
Grafindo. Jakarta.
Hoesada, Jan. Tanpa Tahun. Akuntansi Organisasi Nirlaba. Artikel dalam
Kumpulan Artikel ”Akuntansi Indonesia di Tengah Kancah Perubahan”.
Hofstede, Geert. 1991. Cultures and Organizations : Software of The Mind,
Intercultural Cooperation and its Importance for Survival. Maindenhead : Mc
Graw-Hill
Iqbal, Moh. 1992. Manajemen Koperasi Indonesia, dalam Pusparagam
Manajemen Indonesia dan Bisnis Cina di Asia Tenggara. Penyunting BN
Marbun. Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (Yayasan
PPM) dan PT Pustaka Binaman Pressindo.
Kementrian BUMN. 2002. Master Plan BUMN Tahun 2002 – 2006. www.bumnri.com. Diakses 6 Januari 2009. Jam 13.30 WIB
Koontz, Harold; O’Donnell, Cryll; and Wihrich, Heinz. 1982. Management. 7th
ed, New York, Mc Graw-Hill Book Company, Ltd
Latifah, Siti. 2004. Sistem Manajemen Lingkungan Untuk Menyongsong Era
Ramah Lingkungan. Digitized by USU digital library
Lewis, Richard. 1996. Komunikasi Bisnis Lintas Budaya. Terjemahan,
Pengantar Prof. Dr. Deddy Mulyana, MA. Penerbit PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
132
Ma’arif, Syamsul dan Noverman Duadji. 2004. Kebijakan Privatisasi BUMN di
Indonesia. Analisis Wacana Krisis Versus Upaya Stabilisasi
Perekonomian Indonesia Tahun 1998 – 2004). Hasil Penelitian. FISIP.
Universitas Lampung
Meen, Njauw Kwet. 1992. Manajemen Lingkungan Dan Tanggung Jawab
Perusahaan Pengalaman Sebuah Pabrik Pulp dan Kertas. dalam
Pusparagam Manajemen Indonesia dan Bisnis Cina di Asia Tenggara.
Penyunting BN Marbun. Yayasan Pendidikan dan Pembinaan
Manajemen (Yayasan PPM) dan PT Pustaka Binaman Pressindo.
Nawawi, Hadari. 2000. Manajeen Strategi Organisasi Non Profit di Bidang
Pemerintahan dengan Ilustrasi d Bidang Pendidikan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Pramono, C. 2006. Manajemen Bisnis Keluarga. Harian Umum Waspada, 3
Agustus 2006 hlm 4
Pratama, Budi. 1988. Masalah Keserasian Budaya Indonesia; Manajemen di
Indonesia. LP FE UI
Purwoko. 2002. Model Privatisasi BUMN Yang Mendatangkan Manfaat Bagi
Pemerintah dan Masyarakat Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi dan
Keuangan, Vol 6 No. 1. Maret 2002
Robbins, Stephen P. 1996. Organizational Theory ; Structure Design and
Application, 3th Ed. Prentice Hall
Simatupang, TB dan Mochtar Lubis. 1992. Manajemen Dalam Negara
Pancasila Yang Membangun, dalam Pusparagam Manajemen Indonesia dan
Bisnis Cina di Asia Tenggara. Penyunting BN Marbun. Yayasan
Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (Yayasan PPM) dan PT Pustaka
Binaman Pressindo.
Sitio, Arifin dan Tamba, Halomoan. 2001. Koperasi: Teori dan Praktek. Penerbit
Erlangga. Jakarta
Sudariyanto, Cacuk. 1992. Manajemen BUMN, Penerapannya di TELKOM,
dalam Pusparagam Manajemen Indonesia dan Bisnis Cina di Asia Tenggara.
Penyunting BN Marbun. Yayasan Pendidikan dan Pembinaan
Manajemen (Yayasan PPM) dan PT Pustaka Binaman Pressindo.
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
133
Susanto, A.B. 1998. Gelora Manajemen. Divisi Penerbitan The Jakarta
Consulting Group. Jakarta
_____. 2005. Menguak Perusahaan Keluarga di Indonesia. http://strategibisnis.blogspot.com/2005/07/menguak-perusahaan-keluarga-di.html
Stoner, James F; Freeman, Edward; and Gilbert, Daniel R. 1995. Management.
6th ed. Prentice – Hall, Inc
Widyawati, Widiyanti Kurnianingsih. 2006. Sistem Pengendalian Manajemen
pada Organisasi Nirlaba. Jurnal Ilmiah Manajerial, Vol 2 No 1 Maret.
Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer AMIKOM
Yogyakarta
Wilkins, A.L. 1983. The Culture Audit; A Tool For Understanding Organizations.
Organizational Dynamics
Yance. 2003. Audit Lingkungan Salah Satu Instrumen Pembangunan
Berkelanjutan. Digitized by USU digital library
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
Pusparagam Manajemen Indonesia Pasca Reformasi ; Dulu, Kini, dan Tantangannya_______________
__________________________________________________________________________Sigit Hermawan
134
Download