BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat
reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital
terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan
bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron.
Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan
akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, arteriosklerosis, jantung,
katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya yang disebabkan oleh
kerusakan jaringan karena oksidasi, oleh karena itu diperlukan suatu antioksidan
yang mampu menangkap radikal bebas sehingga tidak dapat menginduksi
penyakit-penyakit tersebut (Kikuzaki et al., 2002).
Salah satu senyawa yang dapat menangkal atom radikal bebas yang ada
didalam tubuh adalah antioksidan. Selain obat-obat antiosidan sintetik dapat juga
digunakan senyawa dari bahan alam sebagai contoh adalah kurkumin. Peroksidasi
lipid dikenal sebagai reaksi berantai radikal bebas, diawali dengan kerusakan
membran sel. Peroksidasi dapat dihambat oleh kurkumin yang memainkan peran
penting dalam menangkap radikal bebas yang terlibat didalam peroksidasi tersebut
dengan cara sebagai pelindung biomembran dari kerusakan peroksidasi. Sebagian
besar antioksidan memiliki gugus fenolik fungsional atau gugus diketon.
Kurkumin merupakan sebuah antioksidan yang unik, karena mengandung banyak
1
2
gugus fungsional termasuk gugus B-diketon, ikatan rangkap karbon, dan cincin
fenil yang mengandung substituen gugus hidroksil dan metoksi. Perhitungan
teoritis menggunakan density functional theory (DFT) menunjukkan bahwa
bentuk enol kurkumin secara signifikan lebih stabil daripada bentuk diketo dan
bond dissociation enthalpy (BDE) dari ikatan fenol O-H secara signifikan lebih
rendah dari BDE ikatan O-H yang berasal dari bentuk enol kurkumin, ini
menunjukkan bahwa abstraksi hidrogen berlangsung di gugus fenolik. Hal itu juga
menunjukkan bahwa kontribusi relatif dari gugus fenolik dan gugus metilen pada
aktivitas antioksidan tergantung pada aktivitas serangan radikal dan reaksi
medium (Venugopal & Adluri, 2007).
Hal tersebut dipostulasikan karena adanya ikatan rangkap terkonjugasi.
Gambar 1. Struktur kimia piperin
Gambar 2. Struktur kimia kurkumin
3
Piperin (gambar 1) adalah senyawa yang sangat bermanfaat dalam
kesehatan. Piperin banyak ditemukan pada simplisia yang termasuk dalam
keluarga Piperaceae, yaitu pada Piperis nigri (lada hitam), Piperis albi (lada
putih), Piperis retrofracti (cabe jawa). Tanaman yang termasuk dalam keluarga
Piperaceae sangat banyak ditemukan di hampir seluruh dataran rendah di
Indonesia. P. nigri sangatlah mudah ditemukan di seluruh daerah di Indonesia
dengan harga yang relatif rendah. Pada umumnya kandungan piperin dalam P.
nigri 1,7-7,4% (Septiatin & Eatin, 2008). Piperin mempunyai daya hambat enzim
prostaglandin sintase sehingga bersifat antiflogistik. Piperin juga berkhasiat
sebagai antidiare dan insektisida (Hariana, 2007).
Kurkumin (gambar 2) memiliki aktivitas antioksidan karena adanya ikatan
rangkap terkonjugasi yang panjang. Hal ini juga dimiliki oleh piperin, oleh karena
kesamaan struktur tersebut dapat dipostulasikan bahwa piperin juga memiliki
aktivitas sebagai antioksidan. Dalam penelitian ini digunakan vitamin C sebagai
pembanding kuantitatif aktivitas antioksidan yang dihitung, disebabkan karena
vitamin C memiliki daya meredam radikal bebas (antioksidan) yang poten dan
telah digunakan sebagai
pembanding pada
penelitian-penelitian tentang
antioksidan.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah piperin memiliki aktivitas antioksidan dengan metode penangkapan
radikal 2,2`-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) ?
2. Berapa besar aktivitas antioksidan yang dimiliki piperin?
4
3. Berapa besar perbedaan potensi aktivitas antioksidan piperin dibandingkan
aktivitas antioksidan vitamin C ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui adanya aktivitas antioksidan yang terdapat dalam piperin.
2. Untuk mengetahui besarnya aktivitas antioksidan piperin.
3. Untuk mengetahui besarnya perbedaan potensi aktivitas antioksidan piperin
dibanding vitamin C.
D. Pentingnya Penelitian Dilakukan
1. Agar dapat diketahui ada atau tidaknya aktivitas antioksidan dalam piperin.
2. Agar dapat diketahui besar potensi aktivitas piperin sebagai antioksidan.
3. Agar dapat diketahui perbedaan besarnya antioksidan piperin dibandingkan
antioksidan vitamin C.
4. Agar dapat menambah informasi mengenai senyawa alternatif bahan alam
yang dapat digunakan sebagai antioksidan.
E. Tinjauan Pustaka
1.
Antioksidan
a. Definisi
Antioksidan adalah substansi yang mampu menetralkan radikal bebas
dengan cara mengorbankan dirinya agar teroksidasi. Radikal bebas merupakan
atom atau gugus atom yang memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan
(Bowen, 2003). Menurut (Halliwell & Gutteridge, 2000), antioksidan merupakan
senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif/spesies nitrogen aktif
5
(ROS/RNS) dan juga radikal bebas sehingga dapat mencegah penyakit-penyakit
yang dihubungkan dengan radikal bebas seperti karsinogenesis, kardiovaskular,
dan penuaan dini.
Antioksidan mempunyai peran yang berbeda dalam sistem pangan dan
biologis. Dalam sistem biologis, antioksidan berperan menangkal radikal bebas di
dalam tubuh sehingga dapat melawan kerusakan oksidatif. Ada dua cara dalam
mendapatkan antioksidan, yaitu dari luar tubuh (eksogen) dan dalam tubuh
(endogen). Antioksidan eksogen didapat dengan mengkonsumsi makanan dan
minuman yang mengandung vitamin C, vitamin E, β-karoten dan antioksidan
sintetik seperti butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT) dan terbutil hidroksi quinon (TBHQ).
Antioksidan endogen adalah enzim superoxide dismutase (SOD), glutation
peroksidase (GSH.Px) dan katalase. Antioksidan endogen seringkali tidak mampu
mengatasi stres oksidatif yang berlebih, sehingga diperlukan antioksidan eksogen
untuk mengatasinya. Stres oksidatif merupakan keadaan saat mekanisme
antioksidan tidak cukup untuk mencegah spesi oksigen reaktif.
Senyawa antioksidan memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh
terhadap pengaruh buruk yang disebabkan oleh radikal bebas. Hal ini disebabkan
karena
radikal
bebas
diketahui
dapat
menginduksi
penyakit
kanker,
arteriosklerosis dan penuaan, yang disebabkan pula oleh kerusakan jaringan
karena oksidasi (Kikuzaki & Nakatani, 1993).
6
b. Klasifikasi Senyawa Antioksidan
Senyawa antioksidan digolongkan menjadi berbagai macam kategori.
Berdasarkan fungsinya, antioksidan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1). Antioksidan primer
Antioksidan primer berperan dalam menghentikan reaksi rantai radikal
bebas dengan berfungsi sebagai pendonor atom H atau elektron pada radikal bebas
dan berdampak pada pembentukkan produk yang lebih stabil. Antioksidan primer
(AH) dapat memutuskan tahap inisiasi melalui reaksi dengan sebuah radikal bebas
atau menghambat reaksi propagasi dengan cara bereaksi dengan radikal peroksil
atau alkoksida. Contoh antioksidan yang memiliki mekanisme ini adalah
tokoferol, flavonoid dan asam askorbat. BHA, BHT dan TBHQ merupakan
contoh antioksidan primer yang dibuat secara sintetik.
2). Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder berperan dalam mengikat atau mengkelat ion logam,
sebagai penangkal oksigen, mengubah hidroperoksida menjadi molekul nonradikal, menyerap radiasi UV, dan menginaktifkan oksigen singlet (Pokorny et al.,
2001).
3). Antioksidan tersier
Antioksidan tersier adalah antioksidan yang berfungsi memperbaiki
kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Contoh
antioksidan tersier adalah enzim DNA repair dan metionin sulfoksida reduktase
yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang disebabkan oleh radikal bebas
(Winarsi, 2007).
7
Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu:
1). Antioksidan alami
Antioksidan alami merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil
ekstraksi bahan alami atau terbentuk dari reaksi-reaksi kimia selama proses
pengolahan (Trilaksani, 2003). Antioksidan alami dapat diperoleh dari beragam
sumber
bahan
pangan,
seperti
sayur-sayuran,
buah-buahan,
rempah-
rempah.Contoh antioksidan alami adalah vitamin C, vitamin E, dan β-karoten.
Menurut (Shahidi & Naczk, 1995), senyawa antioksidan alami dalam
tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik dan polifenolik, seperti golongan
flavonoid,
turunan
asam
sinamat,
tokoferol,
dan
asam-asam
organik
polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki fungsi sebagai antioksidan
meliputi flavon, flavanol, isoflavon, katekin, dan kalkon, sedangkan turunan asam
sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat.
2). Antioksidan sintetik
Antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh sebagai hasil
dari sintesis reaksi kimia.Contoh antioksidan sintetik adalah butil hidroksi anisol
(BHA), butil hidroksi toluen (BHT) dan ter-butil hidroksi quinon (TBHQ)
(Trilaksani, 2003).
8
Beberapa senyawa antioksidan sintetik yang sering digunakan:
Gambar 3. Struktur kimia propil galat (PG)
Gambar 4. Struktur kimia butil hidroksi toluen (BHT)
Gambar 5. Struktur kimia butil hidroksi anisol (BHA)
Antioksidan sintetik seperti propil galat (PG) (gambar 3), butil hidroksi
toluen (BHT) (gambar 4), butil hidroksi anisol (BHA) (gambar 5), dan ter-butil
hidrokuinon (TBHQ) dapat meningkatkan terjadinya karsinogenesis (Amarowicz
et al., 2000) dan juga toksis disebabkan karena komponen-komponen hasil
degradasi antioksidan sintetik ini (Farhoosh, 2005). BHA dan BHT yang sering
9
ditambahkan pada makanan juga menginduksi kerusakan deoxyribonucleic acid
(DNA) (Wangensteen et al., 2004).
Karena alasan yang disebutkan diatas, maka pencarian antioksidan yang
berasal dari bahan alami seperti tanaman, sayuran, dan buah-buahan mengalami
peningkatan.
c. Mekanisme Antioksidan
Mekanisme reaksi antioksidan yang paling penting adalah reaksi antara
antioksidan dengan radikal bebas. Biasanya antioksidan bereaksi dengan radikal
bebas peroksil atau hidroksil yang terbentuk dari hidroperoksida yang berasal dari
lipid. Senyawa antioksidan lain dapat menstabilkan hidroperoksida dengan
menghambat peruraian hidroperoksida menjadi radikal bebas. Peruraian
hidroperoksida dapat dikatalisis oleh logam berat akibatnya senyawa-senyawa
yang dapat mengkelat logam juga termasuk antioksidan. Beberapa senyawa
disebut sebagai sinergis karena senyawa tersebut dengan sendirinya tidak
mempunyai
aktivitas
antioksidan
akan
tetapi
senyawa
tersebut
dapat
meningkatkan aktivitas antioksidan senyawa lain. Kelompok lain adalah senyawasenyawa yang mampu menguraikan hidroperoksida melalui jalur non radikal
sehingga senyawa ini dapat mengurangi kandungan radikal bebas (Pokorny et al.,
2001).
Pengukuran aktivitas antioksidan dalam menangkal radikal bebas selain
dengan radical scavenging 2,2`-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) dapat dilakukan
dengan bermacam metode, seperti ORAC, dan ABTS (TEAC).
a. ORAC (oxygen radical absorbance capacity)
10
Metode ORAC menggunakan senyawa radikal peroksil yang dihasilkan
melalui larutan cair dari 2,2`-azobis-2-metil-propanimidamida. Antioksidan akan
bereaksi dengan radikal peroksil dan menghambat degradasi pendaran zat warna
(Teow et al.. 2007). Kelebihan metode pengujian ORAC adalah kemampuannya
dalam menguji antioksidan hipofilik dan lipofilik sehingga akan menghasilkan
pengukuran lebih baik terhadap total aktivitas antioksidan (Prior et al., 2003
dalam Teow et al., 2007).
Kelemahan dari metode ini adalah membutuhkan peralatan yang mahal
(Awika et al., 2003 dalam Thaipong et al., 2005) dan metode ORAC hanya
sensitif terhadap penghambatan radikal peroksil (Cronin, 2004).
b. ABTS (TEAC)
Metode ini menggunakan prinsip inhibisi, yaitu sampel ditambahkan pada
sistem penghasil radikal bebas dan pengaruh inhibisi terhadap efek radikal bebas
diukur untuk menentukan total kapasitas antioksidan dari sampel (Wang et al.,
2004).
Metode
TEAC
menggunakan
senyawa
2,2`-azinobis
(3-
ethylbenzthiazoline-6-sulfonic acid) sebagai sumber penghasil radikal bebas.
Kelebihan metode ini dibandingkan metode DPPH adalah dapat digunakan di
sistem larutan berbasis air maupun organik, mempunyai absorbansi spesifik pada
panjang gelombang dari region visible, dan membutuhkan waktu reaksi yang lebih
sedikit (Lee et al., 2003). Selain itu, kelebihan metode ABTS dibandingkan
dengan metode DPPH adalah tidak adanya intervensi warna saat mengukur
sampel berantosianin (Arnao, 2000 dalam Teow et al., 2007). Menurut
MacDonald-Wicks et al., (2006) dalam Karadag et al., (2009), kelemahan dari
11
metode iniadalah radikal ABTS yang digunakan pada metode TEAC tidak
ditemukan dan tidak serupa dalam sistem biologis.
2.
Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu molekul atau atom yang mempunyai satu atau
lebih elektron tidak berpasangan. Radikal ini dapat berasal dari atom hidrogen,
molekul oksigen, atau ion logam transisi. Senyawa radikal bebas sangat reaktif
dan selalu berusaha mencari pasangan elektron agar kondisinya stabil (Subeki,
1998). Menurut (Donatus, 1994), radikal bebas adalah suatu molekul atau atom
yang memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam kulit terluarnya, yang
mungkin terbentuk melalui reaksi oksidasi atau reduksi satu elektron atau
homolisis ikatan rangkap. Adanya elektron yang tidak berpasangan tersebut
menyebabkan radikal bebas bersifat sangat reaktif. Apabila radikal bebas ini
bereaksi dengan senyawa biologis dalam tubuh maka akan menyebabkan reaksi
berantai.
Radikal dapat terbentuk secara endogen dan eksogen. Radikal endogen
terbentuk dalam tubuh melalui proses metabolisme normal di dalam tubuh.
Contoh dari radikal endogen adalah radikal bebas yang terbentuk sebagai sisa
proses metabolisme (proses pembakaran), protein, karbohidrat, dan lemak yang
kita konsumsi. Sementara radikal eksogen berasal dari bahan pencemar yang
masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, pencernaan, dan penyerapan melalui
kulit. Contoh dari radikal eksogen adalah polusi udara, asap kendaraan, sinar UV,
asap rokok (Miller, 1996).
12
Radikal bebas, baik endogen maupun eksogen, dapat merupakan etiologi
berbagai macam penyakit degeneratif seperti penyakit jantung arteri, stroke,
rheumatoid artritis, diabetes dan kanker (Haris & Shivanandappa, 2006). Radikal
bebas dan juga spesies oksigen reaktif lainnya dihasilkan secara terus-menerus
melalui proses fisiologis yang normal, terlebih lagi dalam keadaan patologis.
Tubuh memiliki sistem pertahanan internal terhadap radikal bebas yakni
antioksidan (Mathew & Abraham, 2006). Fungsi utama antioksidan adalah
menunda oksidasi molekul-molekul lain dengan menghambat reaksi rantai
oksidasi radikal bebas pada tahap inisiasi atau propagasi karenanya mampu
mengurangi kerusakan oksidatif tubuh manusia (Ismail et al., 2004).
Radikal bebas dalam jumlah normal bermanfaat bagi kesehatan, misalnya:
memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos
pembuluh darah serta organ-organ dalam tubuh (Yuwono, 2009). Sementara
dalam jumlah berlebih mengakibatkan stress oksidatif. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan, hingga ke organ
tubuh yang mempercepat terjadinya proses penuaan dan munculnya penyakit
(Yuwono, 2009). Oleh karena itu, antioksidan dibutuhkan untuk dapat menunda
atau menghambat reaksi oksidasi oleh radikal bebas.
3.
DPPH (Diphenylpicrylhydrazyl)
DPPH biasanya digunakan sebagai substrat untuk menguji aktivitas
antioksidan beberapa senyawa antioksidan (Kumaran & Karunakaran, 2006). Uji
peredaman warna radikal bebas DPPH merupakan uji untuk menentukan aktivitas
antioksidan dalam sampel yang akan diujikan dengan melihat kemampuannya
13
dalam menangkal radikal sintetik dalam pelarut organik polar seperti metanol atau
etanol pada suhu kamar. Radikal sintetik yang digunakan adalah 2,2`-difenil-1pikrilhidrazil (DPPH) dan 2,2`azinobis (3-etil benzitiazolin-asam sulfonat)
(ABTS). DPPH merupakan salah satu radikal nitrogen organik yang stabil dan
berwarna ungu (gambar 6). Radikal ini tersedia dalam perdagangan dan tidak
harus dihasilkan terlebih dahulu sebagaimana dengan radikal ABTS (Prior et al.,
2005). DPPH biasanya digunakan sebagai substrat untuk menguji aktivitas
antioksidan beberapa senyawa antioksidan (Kumaran & Karunakaran, 2006).
Sumber radikal bebas dari metode ini adalah senyawa 2,2`-difenil-1-pikril
hidrazil. Prinsip uji ini adalah adanya donasi atom hidrogen dari substansi yang
diujikan kepada radikal DPPH menjadi senyawa non radikal difenilpikrilhidrazin
yang akan ditunjukkan oleh perubahan warna (Molyneux, 2004).
(C6H5)2
(C6H5)2
Gambar 6.Terjadinya reaksi antara radikal DPPH dengan antioksidan
(Windono, 2001)
14
+ AH
Gambar 7. Struktur Molekul DPPH Sebelum dan Setelah Menerima Donor Atom H
Sumber: Molyneux (2004)
Perubahan warna yang akan terjadi adalah perubahan dari larutan yang
berwarna ungu menjadi berwarna kuning (Pauly, 2001). Dengan uji menggunakan
radikal DPPH, penangkapan radikal DPPH oleh suatu senyawa antioksidan diikuti
dengan mengamati penurunan absorbansi pada λ 517 nm yang terjadi karena
reduksi radikal tersebut oleh antioksidan atau bereaksi dengan spesies radikal lain,
menurut reaksi:
.
.
DPPH + antioksidan
.
DPPH + R
DPPH-H + A
.
DPPH-R
(Pokorny et al., 2001).
Kelebihan dari metode DPPH adalah secara teknis simpel, dapat
dikerjakan dengan cepat dan hanya membutuhkan spektrofotometer UV-Vis
(Karadaget al., 2009). Kelemahan metode ini adalah radikal DPPH hanya dapat
dilarutkan dalam media organik (terutama media alkoholik), tidak pada media
aqueous sehingga membatasi kemampuannya dalam penentuan peran antioksidan
hidrofilik. Penentuan aktivitas antioksidan berdasarkan perubahan absorbansi
15
DPPH harus diperhatikan karena absorbansi radikal DPPH setelah bereaksi
dengan antioksidan dapat berkurang oleh cahaya, oksigen dan tipe pelarut. Telah
diketahui bahwa terjadi pengurangan kapasitas antioksidan ketika kadar air pelarut
melebihi batas tertentu dikarenakan terkoagulasinya DPPH (Magalhaes et al.,
2008).
Penggunaan DPPH untuk metode penangkapan radikal mempunyai
keuntungan yaitu: mudah digunakan, mempunyai tingkat sensitivitas tinggi, dan
dapat menganalisis sejumlah besar sampel dalam jangka waktu yang singkat (Kim
et al., 2002).
Gambar 8. Struktur kimia DPPH
4.
Vitamin C
Vitamin C adalah nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan penting
untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin ini juga dikenal dengan
nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat (Frei, 1994).
Sebagai antioksidan, vitamin C bekerja sebagai donor elektron, dengan
cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam. Selain itu, vitamin C juga
dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan
ekstraseluler. Vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam
sel netrofil, monosit, protein lensa, dan retina. Vitamin ini juga dapat bereaksi
16
dengan Fe-ferritin. Diluar sel, vitamin C dapat menghilangkan senyawa oksigen
reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer elektron ke dalam
tokoferol teroksidasi dan mengabsorpsi logam dalam saluran pencernaan (Levine
et al., 1995).
Gambar 9. Reaksi antara vitamin C dengan radikal DPPH
Vitamin C dapat langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik dengan
atau tanpa katalisator enzim. Reaksinya terhadap senyawa oksigen reaktif lebih
cepat dibandingkan dengan komponen lainnya. Vitamin C juga melindungi
makromolekul penting dari proses oksidatif. Reaksi terhadap radikal hidroksil
terbatas hanya melalui proses difusi.
17
Sebagai zat penyapu radikal bebas, vitamin C dapat langsung bereaksi
dengan anion superoksida, radikal hidroksil, oksigen singlet dan lipid peroksida.
Sebagai reduktor vitamin C akan mendonorkan satu elektron membentuk
semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif dan selanjutnya mengalami reaksi
disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat (gambar 9) yang bersifat tidak
stabil. Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat dan asam
treonat. Oleh karena kemampuan vitamin C sebagai penghambat radikal bebas,
maka peranannya sangat penting dalam menjaga integritas membran sel
(Suhartono et al., 2007).
Gambar 10. Struktur kimia vitamin C
Vitamin C (gambar 10) tidak dapat dihasilkan oleh badan kita sendiri,
maka untuk memperolehnya dapat melalui makanan atau dalam bentuk suplemen
tambahan. Kebanyakkan vitamin C yang diperoleh dari makanan hilang dalam air
kencing. Vitamin C dapat diperoleh dari buah beri, buah-buahan sitrus, dan
sayuran hijau. Sumber yang baik termasuk asparagus, alpukat, black currants,
kobis bunga, anggur, kubis, lemon, biji sawi hijau, bawang, betik, nanas, bayam,
strawberri, tomat, dan selada air.
18
Tabel I. Kandungan Vitamin C dalam sayur-sayuran dan buah-buahan
Komoditas
Vitamin C (mg/100g)
Daun katuk rebus
3,66
Kacang panjang rebus
<2,80
Kangkung
11,34
Cabai hijau
40,76
Bayam
9,83
Pepaya
26,67
Nanas
12,86
Pisang raja
12,12
Jeruk mandarin
10.11
Taoge tumis
19,88
Jeruk peras
7,36
Kubis
3,23
Jeruk valencia
31,02
Mangga indramayu
37,14
Jambu biji
52,06
Tomat apel
3,61
Apel malang
5,82
(Zakaria et al., 1996)
Menurut (Kalt et al., 1999), menyatakan bahwa antioksidan buah-buahan
dan sayuran berperan penting untuk menurunkan risiko penyakit degenratif,
seperti kardiovaskuler, berbagai penyakit kanker, dan penyakit sarat.
19
5. Piperin
Piperin adalah suatu senyawa alkaloid yang ditemukan secara alami pada
tanaman golongan famili Piperaceae, seperti Piperis nigrum (lada hitam), Piperis
albi (lada putih) dan Piperis retrofracti (cabe jawa). Piperin adalah kandungan
utama pada tanaman tersebut dan diisolasi dari buah tanaman lada dan tanaman
cabe. Piperin memiliki bioavailabilitas meningkatkan aktivitas beberapa senyawa
nutrisi dan beberapa obat. Senyawa piperin berpotensi sebagai antihistamin,
antikanker, dan anti-inflamasi. Piperin terbukti memiliki aktivitas stimulasi dan
aktivitas melanosit antivitiligo pada penggunaan topikal. Piperin juga biasa
digunakan pada beberapa sediaan obat tradisional sebagai insektisida. Bentuk
piperin monoklinik jarum, sedikit larut dalam air, tetapi sangat larut dalam
alkohol, eter, atau kloroform.
Piperin juga telah ditemukan untuk meningkatkan kadar serum dan
memperpanjang
serum dari beberapa obat, seperti propanolol dan teofilin.
Mekanisme ini diperkirakan dengan menghambat enzim tertentu yang terlibat
dalam biotransformasi obat yang terkena dampak. Piperin juga dapat digunakan
sebagai inhibitor nonspesifik dan metabolisme xenobiotik. Digunakan untuk
menghambat sitokrom P450 isoform yang berbeda, serta enzim UDPglukuroniltransferase dan hepatik arilhidrokarbon hidroksilase yang terlibat dalam
obat dan metabolisme xenobiotik. Ada beberapa studi menunjukkan bahwa
piperin dapat menghambat peroksidasi lipid. Piperin telah terbukti dapat
merangsang sekresi enzim pencernaan amilase pankreas, tripsin, chimotripsin dan
20
lipase pada tikus. Piperin juga memiliki aktivitas ini bila diberikan dengan
bioaktif lain, seperti capsaicin dan kurkumin (Rustanto, 2007).
F. Landasan Teori
Salah satu senyawa yang dapat menangkal atom radikal bebas yang ada
didalam tubuh adalah antioksidan. Selain obat-obat sintetik, juga digunakan
senyawa dari bahan alam yang telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan
sebagai contoh adalah kurkumin. Aktivitas ini disebabkan karena struktur molekul
kurkumin memiliki ikatan rangkap terkonjugasi dan memiliki OH (hidroksi) yang
memiliki elektronegativitas yang tinggi. Peran ikatan rangkap terkonjugasi ini
adalah memperkuat aktivitas antioksidan kurkumin.
Berdasarkan struktur molekulnya, piperin juga memiliki ikatan rangkap
terkonjugasi seperti kurkumin. Oleh karena itu, berdasarkan kemiripan struktur
antara piperin dan kurkumin, maka piperin dihipotesiskan memiliki aktivitas
antioksidan. Untuk megukur kekuatan aktivitas (IC50) antioksidan piperin, peneliti
menggunakan vitamin C sebagai pembanding aktivitasnya. Karena, vitamin C
telah diketahui dan umum digunakan sebagai antioksidan.
G. Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan oleh peneliti, maka
hipotesis yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah :
1. Piperin memiliki aktivitas antioksidan dengan metode penangkapan radikal
2,2`-difenil-1-pikrilhidrazil.
21
2. Besarnya aktivitas antioksidan piperin lebih rendah dibandingkan dengan
aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh vitamin C.
3. Ada perbedaan potensi aktivitas antioksidan piperin dibandingkan aktivitas
antioksidan vitamin C.
Download