BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, arteriosklerosis, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya yang disebabkan oleh kerusakan jaringan karena oksidasi, oleh karena itu diperlukan suatu antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas sehingga tidak dapat menginduksi penyakit-penyakit tersebut (Kikuzaki et al., 2002). Salah satu senyawa yang dapat menangkal atom radikal bebas yang ada didalam tubuh adalah antioksidan. Selain obat-obat antiosidan sintetik dapat juga digunakan senyawa dari bahan alam sebagai contoh adalah kurkumin. Peroksidasi lipid dikenal sebagai reaksi berantai radikal bebas, diawali dengan kerusakan membran sel. Peroksidasi dapat dihambat oleh kurkumin yang memainkan peran penting dalam menangkap radikal bebas yang terlibat didalam peroksidasi tersebut dengan cara sebagai pelindung biomembran dari kerusakan peroksidasi. Sebagian besar antioksidan memiliki gugus fenolik fungsional atau gugus diketon. Kurkumin merupakan sebuah antioksidan yang unik, karena mengandung banyak 1 2 gugus fungsional termasuk gugus B-diketon, ikatan rangkap karbon, dan cincin fenil yang mengandung substituen gugus hidroksil dan metoksi. Perhitungan teoritis menggunakan density functional theory (DFT) menunjukkan bahwa bentuk enol kurkumin secara signifikan lebih stabil daripada bentuk diketo dan bond dissociation enthalpy (BDE) dari ikatan fenol O-H secara signifikan lebih rendah dari BDE ikatan O-H yang berasal dari bentuk enol kurkumin, ini menunjukkan bahwa abstraksi hidrogen berlangsung di gugus fenolik. Hal itu juga menunjukkan bahwa kontribusi relatif dari gugus fenolik dan gugus metilen pada aktivitas antioksidan tergantung pada aktivitas serangan radikal dan reaksi medium (Venugopal & Adluri, 2007). Hal tersebut dipostulasikan karena adanya ikatan rangkap terkonjugasi. Gambar 1. Struktur kimia piperin Gambar 2. Struktur kimia kurkumin 3 Piperin (gambar 1) adalah senyawa yang sangat bermanfaat dalam kesehatan. Piperin banyak ditemukan pada simplisia yang termasuk dalam keluarga Piperaceae, yaitu pada Piperis nigri (lada hitam), Piperis albi (lada putih), Piperis retrofracti (cabe jawa). Tanaman yang termasuk dalam keluarga Piperaceae sangat banyak ditemukan di hampir seluruh dataran rendah di Indonesia. P. nigri sangatlah mudah ditemukan di seluruh daerah di Indonesia dengan harga yang relatif rendah. Pada umumnya kandungan piperin dalam P. nigri 1,7-7,4% (Septiatin & Eatin, 2008). Piperin mempunyai daya hambat enzim prostaglandin sintase sehingga bersifat antiflogistik. Piperin juga berkhasiat sebagai antidiare dan insektisida (Hariana, 2007). Kurkumin (gambar 2) memiliki aktivitas antioksidan karena adanya ikatan rangkap terkonjugasi yang panjang. Hal ini juga dimiliki oleh piperin, oleh karena kesamaan struktur tersebut dapat dipostulasikan bahwa piperin juga memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Dalam penelitian ini digunakan vitamin C sebagai pembanding kuantitatif aktivitas antioksidan yang dihitung, disebabkan karena vitamin C memiliki daya meredam radikal bebas (antioksidan) yang poten dan telah digunakan sebagai pembanding pada penelitian-penelitian tentang antioksidan. B. Perumusan Masalah 1. Apakah piperin memiliki aktivitas antioksidan dengan metode penangkapan radikal 2,2`-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) ? 2. Berapa besar aktivitas antioksidan yang dimiliki piperin? 4 3. Berapa besar perbedaan potensi aktivitas antioksidan piperin dibandingkan aktivitas antioksidan vitamin C ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui adanya aktivitas antioksidan yang terdapat dalam piperin. 2. Untuk mengetahui besarnya aktivitas antioksidan piperin. 3. Untuk mengetahui besarnya perbedaan potensi aktivitas antioksidan piperin dibanding vitamin C. D. Pentingnya Penelitian Dilakukan 1. Agar dapat diketahui ada atau tidaknya aktivitas antioksidan dalam piperin. 2. Agar dapat diketahui besar potensi aktivitas piperin sebagai antioksidan. 3. Agar dapat diketahui perbedaan besarnya antioksidan piperin dibandingkan antioksidan vitamin C. 4. Agar dapat menambah informasi mengenai senyawa alternatif bahan alam yang dapat digunakan sebagai antioksidan. E. Tinjauan Pustaka 1. Antioksidan a. Definisi Antioksidan adalah substansi yang mampu menetralkan radikal bebas dengan cara mengorbankan dirinya agar teroksidasi. Radikal bebas merupakan atom atau gugus atom yang memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan (Bowen, 2003). Menurut (Halliwell & Gutteridge, 2000), antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif/spesies nitrogen aktif 5 (ROS/RNS) dan juga radikal bebas sehingga dapat mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan radikal bebas seperti karsinogenesis, kardiovaskular, dan penuaan dini. Antioksidan mempunyai peran yang berbeda dalam sistem pangan dan biologis. Dalam sistem biologis, antioksidan berperan menangkal radikal bebas di dalam tubuh sehingga dapat melawan kerusakan oksidatif. Ada dua cara dalam mendapatkan antioksidan, yaitu dari luar tubuh (eksogen) dan dalam tubuh (endogen). Antioksidan eksogen didapat dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung vitamin C, vitamin E, β-karoten dan antioksidan sintetik seperti butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT) dan terbutil hidroksi quinon (TBHQ). Antioksidan endogen adalah enzim superoxide dismutase (SOD), glutation peroksidase (GSH.Px) dan katalase. Antioksidan endogen seringkali tidak mampu mengatasi stres oksidatif yang berlebih, sehingga diperlukan antioksidan eksogen untuk mengatasinya. Stres oksidatif merupakan keadaan saat mekanisme antioksidan tidak cukup untuk mencegah spesi oksigen reaktif. Senyawa antioksidan memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap pengaruh buruk yang disebabkan oleh radikal bebas. Hal ini disebabkan karena radikal bebas diketahui dapat menginduksi penyakit kanker, arteriosklerosis dan penuaan, yang disebabkan pula oleh kerusakan jaringan karena oksidasi (Kikuzaki & Nakatani, 1993). 6 b. Klasifikasi Senyawa Antioksidan Senyawa antioksidan digolongkan menjadi berbagai macam kategori. Berdasarkan fungsinya, antioksidan dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1). Antioksidan primer Antioksidan primer berperan dalam menghentikan reaksi rantai radikal bebas dengan berfungsi sebagai pendonor atom H atau elektron pada radikal bebas dan berdampak pada pembentukkan produk yang lebih stabil. Antioksidan primer (AH) dapat memutuskan tahap inisiasi melalui reaksi dengan sebuah radikal bebas atau menghambat reaksi propagasi dengan cara bereaksi dengan radikal peroksil atau alkoksida. Contoh antioksidan yang memiliki mekanisme ini adalah tokoferol, flavonoid dan asam askorbat. BHA, BHT dan TBHQ merupakan contoh antioksidan primer yang dibuat secara sintetik. 2). Antioksidan sekunder Antioksidan sekunder berperan dalam mengikat atau mengkelat ion logam, sebagai penangkal oksigen, mengubah hidroperoksida menjadi molekul nonradikal, menyerap radiasi UV, dan menginaktifkan oksigen singlet (Pokorny et al., 2001). 3). Antioksidan tersier Antioksidan tersier adalah antioksidan yang berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Contoh antioksidan tersier adalah enzim DNA repair dan metionin sulfoksida reduktase yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang disebabkan oleh radikal bebas (Winarsi, 2007). 7 Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: 1). Antioksidan alami Antioksidan alami merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstraksi bahan alami atau terbentuk dari reaksi-reaksi kimia selama proses pengolahan (Trilaksani, 2003). Antioksidan alami dapat diperoleh dari beragam sumber bahan pangan, seperti sayur-sayuran, buah-buahan, rempah- rempah.Contoh antioksidan alami adalah vitamin C, vitamin E, dan β-karoten. Menurut (Shahidi & Naczk, 1995), senyawa antioksidan alami dalam tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik dan polifenolik, seperti golongan flavonoid, turunan asam sinamat, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki fungsi sebagai antioksidan meliputi flavon, flavanol, isoflavon, katekin, dan kalkon, sedangkan turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat. 2). Antioksidan sintetik Antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh sebagai hasil dari sintesis reaksi kimia.Contoh antioksidan sintetik adalah butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT) dan ter-butil hidroksi quinon (TBHQ) (Trilaksani, 2003). 8 Beberapa senyawa antioksidan sintetik yang sering digunakan: Gambar 3. Struktur kimia propil galat (PG) Gambar 4. Struktur kimia butil hidroksi toluen (BHT) Gambar 5. Struktur kimia butil hidroksi anisol (BHA) Antioksidan sintetik seperti propil galat (PG) (gambar 3), butil hidroksi toluen (BHT) (gambar 4), butil hidroksi anisol (BHA) (gambar 5), dan ter-butil hidrokuinon (TBHQ) dapat meningkatkan terjadinya karsinogenesis (Amarowicz et al., 2000) dan juga toksis disebabkan karena komponen-komponen hasil degradasi antioksidan sintetik ini (Farhoosh, 2005). BHA dan BHT yang sering 9 ditambahkan pada makanan juga menginduksi kerusakan deoxyribonucleic acid (DNA) (Wangensteen et al., 2004). Karena alasan yang disebutkan diatas, maka pencarian antioksidan yang berasal dari bahan alami seperti tanaman, sayuran, dan buah-buahan mengalami peningkatan. c. Mekanisme Antioksidan Mekanisme reaksi antioksidan yang paling penting adalah reaksi antara antioksidan dengan radikal bebas. Biasanya antioksidan bereaksi dengan radikal bebas peroksil atau hidroksil yang terbentuk dari hidroperoksida yang berasal dari lipid. Senyawa antioksidan lain dapat menstabilkan hidroperoksida dengan menghambat peruraian hidroperoksida menjadi radikal bebas. Peruraian hidroperoksida dapat dikatalisis oleh logam berat akibatnya senyawa-senyawa yang dapat mengkelat logam juga termasuk antioksidan. Beberapa senyawa disebut sebagai sinergis karena senyawa tersebut dengan sendirinya tidak mempunyai aktivitas antioksidan akan tetapi senyawa tersebut dapat meningkatkan aktivitas antioksidan senyawa lain. Kelompok lain adalah senyawasenyawa yang mampu menguraikan hidroperoksida melalui jalur non radikal sehingga senyawa ini dapat mengurangi kandungan radikal bebas (Pokorny et al., 2001). Pengukuran aktivitas antioksidan dalam menangkal radikal bebas selain dengan radical scavenging 2,2`-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) dapat dilakukan dengan bermacam metode, seperti ORAC, dan ABTS (TEAC). a. ORAC (oxygen radical absorbance capacity) 10 Metode ORAC menggunakan senyawa radikal peroksil yang dihasilkan melalui larutan cair dari 2,2`-azobis-2-metil-propanimidamida. Antioksidan akan bereaksi dengan radikal peroksil dan menghambat degradasi pendaran zat warna (Teow et al.. 2007). Kelebihan metode pengujian ORAC adalah kemampuannya dalam menguji antioksidan hipofilik dan lipofilik sehingga akan menghasilkan pengukuran lebih baik terhadap total aktivitas antioksidan (Prior et al., 2003 dalam Teow et al., 2007). Kelemahan dari metode ini adalah membutuhkan peralatan yang mahal (Awika et al., 2003 dalam Thaipong et al., 2005) dan metode ORAC hanya sensitif terhadap penghambatan radikal peroksil (Cronin, 2004). b. ABTS (TEAC) Metode ini menggunakan prinsip inhibisi, yaitu sampel ditambahkan pada sistem penghasil radikal bebas dan pengaruh inhibisi terhadap efek radikal bebas diukur untuk menentukan total kapasitas antioksidan dari sampel (Wang et al., 2004). Metode TEAC menggunakan senyawa 2,2`-azinobis (3- ethylbenzthiazoline-6-sulfonic acid) sebagai sumber penghasil radikal bebas. Kelebihan metode ini dibandingkan metode DPPH adalah dapat digunakan di sistem larutan berbasis air maupun organik, mempunyai absorbansi spesifik pada panjang gelombang dari region visible, dan membutuhkan waktu reaksi yang lebih sedikit (Lee et al., 2003). Selain itu, kelebihan metode ABTS dibandingkan dengan metode DPPH adalah tidak adanya intervensi warna saat mengukur sampel berantosianin (Arnao, 2000 dalam Teow et al., 2007). Menurut MacDonald-Wicks et al., (2006) dalam Karadag et al., (2009), kelemahan dari 11 metode iniadalah radikal ABTS yang digunakan pada metode TEAC tidak ditemukan dan tidak serupa dalam sistem biologis. 2. Radikal Bebas Radikal bebas adalah suatu molekul atau atom yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan. Radikal ini dapat berasal dari atom hidrogen, molekul oksigen, atau ion logam transisi. Senyawa radikal bebas sangat reaktif dan selalu berusaha mencari pasangan elektron agar kondisinya stabil (Subeki, 1998). Menurut (Donatus, 1994), radikal bebas adalah suatu molekul atau atom yang memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam kulit terluarnya, yang mungkin terbentuk melalui reaksi oksidasi atau reduksi satu elektron atau homolisis ikatan rangkap. Adanya elektron yang tidak berpasangan tersebut menyebabkan radikal bebas bersifat sangat reaktif. Apabila radikal bebas ini bereaksi dengan senyawa biologis dalam tubuh maka akan menyebabkan reaksi berantai. Radikal dapat terbentuk secara endogen dan eksogen. Radikal endogen terbentuk dalam tubuh melalui proses metabolisme normal di dalam tubuh. Contoh dari radikal endogen adalah radikal bebas yang terbentuk sebagai sisa proses metabolisme (proses pembakaran), protein, karbohidrat, dan lemak yang kita konsumsi. Sementara radikal eksogen berasal dari bahan pencemar yang masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, pencernaan, dan penyerapan melalui kulit. Contoh dari radikal eksogen adalah polusi udara, asap kendaraan, sinar UV, asap rokok (Miller, 1996). 12 Radikal bebas, baik endogen maupun eksogen, dapat merupakan etiologi berbagai macam penyakit degeneratif seperti penyakit jantung arteri, stroke, rheumatoid artritis, diabetes dan kanker (Haris & Shivanandappa, 2006). Radikal bebas dan juga spesies oksigen reaktif lainnya dihasilkan secara terus-menerus melalui proses fisiologis yang normal, terlebih lagi dalam keadaan patologis. Tubuh memiliki sistem pertahanan internal terhadap radikal bebas yakni antioksidan (Mathew & Abraham, 2006). Fungsi utama antioksidan adalah menunda oksidasi molekul-molekul lain dengan menghambat reaksi rantai oksidasi radikal bebas pada tahap inisiasi atau propagasi karenanya mampu mengurangi kerusakan oksidatif tubuh manusia (Ismail et al., 2004). Radikal bebas dalam jumlah normal bermanfaat bagi kesehatan, misalnya: memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah serta organ-organ dalam tubuh (Yuwono, 2009). Sementara dalam jumlah berlebih mengakibatkan stress oksidatif. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan, hingga ke organ tubuh yang mempercepat terjadinya proses penuaan dan munculnya penyakit (Yuwono, 2009). Oleh karena itu, antioksidan dibutuhkan untuk dapat menunda atau menghambat reaksi oksidasi oleh radikal bebas. 3. DPPH (Diphenylpicrylhydrazyl) DPPH biasanya digunakan sebagai substrat untuk menguji aktivitas antioksidan beberapa senyawa antioksidan (Kumaran & Karunakaran, 2006). Uji peredaman warna radikal bebas DPPH merupakan uji untuk menentukan aktivitas antioksidan dalam sampel yang akan diujikan dengan melihat kemampuannya 13 dalam menangkal radikal sintetik dalam pelarut organik polar seperti metanol atau etanol pada suhu kamar. Radikal sintetik yang digunakan adalah 2,2`-difenil-1pikrilhidrazil (DPPH) dan 2,2`azinobis (3-etil benzitiazolin-asam sulfonat) (ABTS). DPPH merupakan salah satu radikal nitrogen organik yang stabil dan berwarna ungu (gambar 6). Radikal ini tersedia dalam perdagangan dan tidak harus dihasilkan terlebih dahulu sebagaimana dengan radikal ABTS (Prior et al., 2005). DPPH biasanya digunakan sebagai substrat untuk menguji aktivitas antioksidan beberapa senyawa antioksidan (Kumaran & Karunakaran, 2006). Sumber radikal bebas dari metode ini adalah senyawa 2,2`-difenil-1-pikril hidrazil. Prinsip uji ini adalah adanya donasi atom hidrogen dari substansi yang diujikan kepada radikal DPPH menjadi senyawa non radikal difenilpikrilhidrazin yang akan ditunjukkan oleh perubahan warna (Molyneux, 2004). (C6H5)2 (C6H5)2 Gambar 6.Terjadinya reaksi antara radikal DPPH dengan antioksidan (Windono, 2001) 14 + AH Gambar 7. Struktur Molekul DPPH Sebelum dan Setelah Menerima Donor Atom H Sumber: Molyneux (2004) Perubahan warna yang akan terjadi adalah perubahan dari larutan yang berwarna ungu menjadi berwarna kuning (Pauly, 2001). Dengan uji menggunakan radikal DPPH, penangkapan radikal DPPH oleh suatu senyawa antioksidan diikuti dengan mengamati penurunan absorbansi pada λ 517 nm yang terjadi karena reduksi radikal tersebut oleh antioksidan atau bereaksi dengan spesies radikal lain, menurut reaksi: . . DPPH + antioksidan . DPPH + R DPPH-H + A . DPPH-R (Pokorny et al., 2001). Kelebihan dari metode DPPH adalah secara teknis simpel, dapat dikerjakan dengan cepat dan hanya membutuhkan spektrofotometer UV-Vis (Karadaget al., 2009). Kelemahan metode ini adalah radikal DPPH hanya dapat dilarutkan dalam media organik (terutama media alkoholik), tidak pada media aqueous sehingga membatasi kemampuannya dalam penentuan peran antioksidan hidrofilik. Penentuan aktivitas antioksidan berdasarkan perubahan absorbansi 15 DPPH harus diperhatikan karena absorbansi radikal DPPH setelah bereaksi dengan antioksidan dapat berkurang oleh cahaya, oksigen dan tipe pelarut. Telah diketahui bahwa terjadi pengurangan kapasitas antioksidan ketika kadar air pelarut melebihi batas tertentu dikarenakan terkoagulasinya DPPH (Magalhaes et al., 2008). Penggunaan DPPH untuk metode penangkapan radikal mempunyai keuntungan yaitu: mudah digunakan, mempunyai tingkat sensitivitas tinggi, dan dapat menganalisis sejumlah besar sampel dalam jangka waktu yang singkat (Kim et al., 2002). Gambar 8. Struktur kimia DPPH 4. Vitamin C Vitamin C adalah nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan penting untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat (Frei, 1994). Sebagai antioksidan, vitamin C bekerja sebagai donor elektron, dengan cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam. Selain itu, vitamin C juga dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler. Vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam sel netrofil, monosit, protein lensa, dan retina. Vitamin ini juga dapat bereaksi 16 dengan Fe-ferritin. Diluar sel, vitamin C dapat menghilangkan senyawa oksigen reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer elektron ke dalam tokoferol teroksidasi dan mengabsorpsi logam dalam saluran pencernaan (Levine et al., 1995). Gambar 9. Reaksi antara vitamin C dengan radikal DPPH Vitamin C dapat langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik dengan atau tanpa katalisator enzim. Reaksinya terhadap senyawa oksigen reaktif lebih cepat dibandingkan dengan komponen lainnya. Vitamin C juga melindungi makromolekul penting dari proses oksidatif. Reaksi terhadap radikal hidroksil terbatas hanya melalui proses difusi. 17 Sebagai zat penyapu radikal bebas, vitamin C dapat langsung bereaksi dengan anion superoksida, radikal hidroksil, oksigen singlet dan lipid peroksida. Sebagai reduktor vitamin C akan mendonorkan satu elektron membentuk semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif dan selanjutnya mengalami reaksi disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat (gambar 9) yang bersifat tidak stabil. Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat dan asam treonat. Oleh karena kemampuan vitamin C sebagai penghambat radikal bebas, maka peranannya sangat penting dalam menjaga integritas membran sel (Suhartono et al., 2007). Gambar 10. Struktur kimia vitamin C Vitamin C (gambar 10) tidak dapat dihasilkan oleh badan kita sendiri, maka untuk memperolehnya dapat melalui makanan atau dalam bentuk suplemen tambahan. Kebanyakkan vitamin C yang diperoleh dari makanan hilang dalam air kencing. Vitamin C dapat diperoleh dari buah beri, buah-buahan sitrus, dan sayuran hijau. Sumber yang baik termasuk asparagus, alpukat, black currants, kobis bunga, anggur, kubis, lemon, biji sawi hijau, bawang, betik, nanas, bayam, strawberri, tomat, dan selada air. 18 Tabel I. Kandungan Vitamin C dalam sayur-sayuran dan buah-buahan Komoditas Vitamin C (mg/100g) Daun katuk rebus 3,66 Kacang panjang rebus <2,80 Kangkung 11,34 Cabai hijau 40,76 Bayam 9,83 Pepaya 26,67 Nanas 12,86 Pisang raja 12,12 Jeruk mandarin 10.11 Taoge tumis 19,88 Jeruk peras 7,36 Kubis 3,23 Jeruk valencia 31,02 Mangga indramayu 37,14 Jambu biji 52,06 Tomat apel 3,61 Apel malang 5,82 (Zakaria et al., 1996) Menurut (Kalt et al., 1999), menyatakan bahwa antioksidan buah-buahan dan sayuran berperan penting untuk menurunkan risiko penyakit degenratif, seperti kardiovaskuler, berbagai penyakit kanker, dan penyakit sarat. 19 5. Piperin Piperin adalah suatu senyawa alkaloid yang ditemukan secara alami pada tanaman golongan famili Piperaceae, seperti Piperis nigrum (lada hitam), Piperis albi (lada putih) dan Piperis retrofracti (cabe jawa). Piperin adalah kandungan utama pada tanaman tersebut dan diisolasi dari buah tanaman lada dan tanaman cabe. Piperin memiliki bioavailabilitas meningkatkan aktivitas beberapa senyawa nutrisi dan beberapa obat. Senyawa piperin berpotensi sebagai antihistamin, antikanker, dan anti-inflamasi. Piperin terbukti memiliki aktivitas stimulasi dan aktivitas melanosit antivitiligo pada penggunaan topikal. Piperin juga biasa digunakan pada beberapa sediaan obat tradisional sebagai insektisida. Bentuk piperin monoklinik jarum, sedikit larut dalam air, tetapi sangat larut dalam alkohol, eter, atau kloroform. Piperin juga telah ditemukan untuk meningkatkan kadar serum dan memperpanjang serum dari beberapa obat, seperti propanolol dan teofilin. Mekanisme ini diperkirakan dengan menghambat enzim tertentu yang terlibat dalam biotransformasi obat yang terkena dampak. Piperin juga dapat digunakan sebagai inhibitor nonspesifik dan metabolisme xenobiotik. Digunakan untuk menghambat sitokrom P450 isoform yang berbeda, serta enzim UDPglukuroniltransferase dan hepatik arilhidrokarbon hidroksilase yang terlibat dalam obat dan metabolisme xenobiotik. Ada beberapa studi menunjukkan bahwa piperin dapat menghambat peroksidasi lipid. Piperin telah terbukti dapat merangsang sekresi enzim pencernaan amilase pankreas, tripsin, chimotripsin dan 20 lipase pada tikus. Piperin juga memiliki aktivitas ini bila diberikan dengan bioaktif lain, seperti capsaicin dan kurkumin (Rustanto, 2007). F. Landasan Teori Salah satu senyawa yang dapat menangkal atom radikal bebas yang ada didalam tubuh adalah antioksidan. Selain obat-obat sintetik, juga digunakan senyawa dari bahan alam yang telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan sebagai contoh adalah kurkumin. Aktivitas ini disebabkan karena struktur molekul kurkumin memiliki ikatan rangkap terkonjugasi dan memiliki OH (hidroksi) yang memiliki elektronegativitas yang tinggi. Peran ikatan rangkap terkonjugasi ini adalah memperkuat aktivitas antioksidan kurkumin. Berdasarkan struktur molekulnya, piperin juga memiliki ikatan rangkap terkonjugasi seperti kurkumin. Oleh karena itu, berdasarkan kemiripan struktur antara piperin dan kurkumin, maka piperin dihipotesiskan memiliki aktivitas antioksidan. Untuk megukur kekuatan aktivitas (IC50) antioksidan piperin, peneliti menggunakan vitamin C sebagai pembanding aktivitasnya. Karena, vitamin C telah diketahui dan umum digunakan sebagai antioksidan. G. Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan oleh peneliti, maka hipotesis yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah : 1. Piperin memiliki aktivitas antioksidan dengan metode penangkapan radikal 2,2`-difenil-1-pikrilhidrazil. 21 2. Besarnya aktivitas antioksidan piperin lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh vitamin C. 3. Ada perbedaan potensi aktivitas antioksidan piperin dibandingkan aktivitas antioksidan vitamin C.