i STUDI PEMBUATAN BISKUIT DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus) Study of Making Biscuit With Fish Meal Substitutied Flour Snakehead (Ophiocephalus striatus) Oleh MUSDALIFAH UMAR G 311 09 270 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 ii STUDI PEMBUATAN BISKUIT DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG IKAN GABUS ( Ophiocephalus striatus) Oleh MUSDALIFAH UMAR G 311 09 270 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Jurusan Teknologi Pertanian PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 iii HALAMAN PENGESAHAN Judul : Studi Pembuatan Biskuit Dengan Substitusi Tepung Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) Nama : Musdalifah Umar Stambuk : G 311 09 270 Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan Disetujui 1. Tim Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. Abu Bakar Tawali Dr. Ir. Mariyati Bilang, DEA Pembimbing I Pembimbing II Mengetahui 2. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian 3. Ketua Panitia Ujian Sarjana Prof. Dr. Ir. H. Mulyati M. Tahir, MS Nip. 19570923 198312 2 001 Ir. Nandi K. Sukendar,M.App. Sc Nip. 19571103 198406 1 001 Tanggal Lulus : Mei 2013 iv Musdalifah Umar. Studi Pembuatan Biskuit Dengan Substitusi Tepung Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus). Dibawah bimbingan Abu Bakar Tawali dan Mariyati Bilang RINGKASAN Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar. Ikan gabus (Ophiocephalus striatus) terkenal dengan memiliki sumber protein dan kandungan albumin yang tinggi. Selain itu ikan gabus juga mengandung lemak, air dan mineral yang sangat penting bagi tubuh kita. Ikan gabus dapat diolah dengan berbagai macam produk olahan baru seperti misalnya biskuit. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk biskuit dengan substitusi tepung ikan gabus yang diharapkan dapat menjadi makanan tambahan untuk balita maupun untuk anak sekolah. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, tahap pertama adalah pembuatan produk dengan berbagai tingkat substitusi dan tahap kedua adalah pembuatan produk uji organoleptik untuk perlakuan yang terbaik kemudian hasil terbaiknya dilakukan uji proksimat untuk mengetahui kandungan gizinya. Metode pengolahan data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Perlakuan dari penelitian terbagi atas lima perlakuan yakni A1 100% tepung terigu, A2 10% tepung ikan gabus dan 90% tepung terigu, A3 20% tepung ikan gabus dan 80% tepung terigu, A 4 30% tepung ikan gabus dan 70% tepung terigu, A 5 40% tepung ikan gabus dan 60% tepung terigu. Analisa yang dilakukan adalah analisa daya patah, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat serta uji organoleptik (rasa). Adapun perlakuan yang terbaik dengan menggunakan nilai hasil uji organoleptik adalah perlakuan A 4 dengan nilai 3.92. Hasil analisa profil produk biskuit untuk perlakuan A4 30% tepung ikan gabus dan 70% tepung terigu adalah daya patah 6.520 mN/s, kadar air 3.898% , kadar abu 1.423%, kadar protein 16.1%, kadar lemak 33,87%, kadar karbohidrat 44.72%. Kata Kunci : Ikan Gabus, Biskuit, Tepung, Protein v Musdalifah Umar. Study of Making Biscuit With Fish Meal Substitution Flour Snakehead (Ophiocephalus striatus). Supervised by Abu Bakar Tawali and Mariyati Bilang ABSTRACT Snakehead (Ophiocephalus striatus) is one of freshwater fish. Snakehead (Ophiocephalus striatus) is has a high protein and albumin content. In addition it also contain fat, water and minerals that are essential to our body. Snakehead can be treated with a variety of new processed products such as biscuit. This research was aimed to produce biscuit with snakehead flour substitution which is expected to be extra food for toddlers and school children. The research was carried out in several stages. The first stage was the manufacture of products with varying degress of substitution and the second stage was the manufacture of product for the treatment organoleptic best then the results proximate test performed to determine the nutritional content. Data processing method used descriptive quantitative. The treatment in this study was divided into five treatment. They ware A1 (100% wheat flour), A2 (10% snakehead flour and 90% wheat flour), A3 (20% snakehead flour and 80% wheat flour), A 4 (30% snakehead flour and 70% wheat flour), and A 5 (40% snakehead flour and 60% wheat flour). The parameters was a power broken, moisture content, ash content, protein content, fat content and organoleptic (tasted). Best on organoleptic test (tasted), the best treatment was A 4 with a value of 3.92%. Result of proximate analysis showed the biscuit from treatment A4 (30% snakehead flour and 70% wheat flour), had a power broken 6.520 mN/s. The water content of 3.898%, ash content of 1.423%, protein content of 16.1%, fat content of 33.87%, and carbohydrate content of 44.72% Keyword: Snakehead, Biscuit, Flour, Protein vi KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahim Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisa skripsi ini dengan judul Studi Pembuatan Biskuit Dengan Substitusi Tepung Ikan Gabus merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,Universitas Hasanuddin, Makassar. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini, ada banyak hambatan yang harus dilalui, baik dari luar maupun dari penulis sendiri. Namun dengan doa, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat mengatasinya. Penulis juga memohon maaf apabila dalam skripsi ini terdapat kesalahan atau kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sangat besar kepada Prof. Dr. Ir. H. Abu Bakar Tawali, dan Dr. Ir. Mariyati Bilang, DEA selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dan penuh perhatian memberikan banyak saran, arahan, bimbingan, nasehat dan motivasi selama penelitian hingga skripsi ini selesai. Tak lupa juga rasa terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. H. Jalil Genisa, MS dan Dr. A. Nur Faidah Rahman, STP., M.Si selaku penguji sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik. vii Penulis tak lupa menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian beserta seluruh staf dan karyawan Jurusan Teknologi Pertanian. 2. Ketua Panitia Ujian Sarjana, Ir. Nandi K Sukendar, M.App. Sc. 3. Seluruh Staf dan Pengajar Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. 4. Staf Laboratorium dan Administrasi Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Semoga skripsi ini dapat berguna dan memberi manfaat bagi siapapun yang membutuhkan. Amin. Makassar, Mei 2013 viii UCAPAN TERIMA KASIH Sembah sujud penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis. Ibunda tercinta, Hj. Marwaty, S.Sos, M,Si. dan Ayah yang selalu penulis banggakan H. Umar Tika, S.Sos. Terima kasih atas semua do’a, perhatian, kasih sayang, bantuan dan dukungan baik materi maupun moril yang tak pernah henti-hentinya hingga penulis mampu berdiri sampai saat ini. Hanya dengan kehadiran Ayah dan Ibu lah yang membuat penulis merasa tak akan pernah sendiri dalam keadaan dan kondisi bagaimanapun. Semuanya itu tak akan pernah dapat tergantikan dengan apapun dan sampai kapanpun. Ayah dan Ibu adalah orang tua terhebat yang dihadiahkan Allah SWT untuk penulis miliki.. Demikian halnya dengan adik-adik penulis yang sangat disayangi Mulyana Umar dan Mursidin Umar Makasih sudah memberi warna dalam hidup penulis. Maaf jika penulis pernah berbuat yang tak mengenakkan hati, tetapi ketahuilah bahwa penulis sangat menyayangi kalian. Buat yang terkasih Umar H.Sakka yang selalu memberikan semangat, motifasi, warna dan menjadi salah satu bagian indah dalam hidupku, serta tak henti-hentinya mengingatkan untuk mengerjakan skripsi ini sampai skripsi ini tersusun sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Hasanuddin. ix Buat teman seperjuangan yang tak henti-hentinya menyerah dalam menggapai kesuksesan bersatu dalam suka cita demi mendapatkan sebuah keberhasilan Mustar dan Andi Tenri Lawang, sukses buat kita bertiga. Amin. Saudara-saudaraku se “TEKPERT 09”, yang telah bersama-sama mengukir cerita tanpa ujung. Terkhusus untuk Nuraidah STP yang selalu memberikan motivasi serta ide-ide yang cemerlang untuk penulis. Rasa terima kasih penulis tidak bisa lagi terlukiskan dengan kata-kata pada Nuraliyah Zulkarnain, Suhartono Akkas, Riska Vivi Alfira Syam, Noviyanti S, Hamsah dan lainnya yang tak bisa lagi penulis sebutkan satu demi satu yang setiap saat hidup dalam kebersamaan dan saling melengkapi. Semoga kita semua sukses! Amin Untuk kanda-kanda, dan dinda-dinda se-KMJ TP UH, terima kasih atas semua kisah seru yang takkan terlupakan selama penulis mengenyam pendidikan di Teknologi Pertanian. Kalian merupakan bagian dari perjalan hidup penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang tak mampu penulis jabarkan, atas segala do’a dan bantuannya yang telah ikhlas diberikan untuk penulis hingga penulis mendapatkan gelar sarjana ini. Berjaya-lah Tekpert Jaya Teknologi !!!! Penulis x RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis Umar, anak pasangan. bernama pertama H. Umar lengkap dari Musdalifah tiga Tika, bersaudara S.Sos dan Hj. Marwaty, S.Sos, M.Si. dan memiliki dua orang saudara yaitu Mulyana Umar dan Mursidin Umar. Penulis lahir di Maros pada tanggal 21 Juni 1991. Pendidikan formal yang pernah dijalani penulis adalah: 1. TK Mesjid Raya, Maros. Tahun 1996-1997 2. SD No. 33 Inpres Turikale, Maros. Tahun 1997-2003 3. SMPN 1 Maros. Tahun 2003-2006 4. SMAN 1 Maros. Tahun 2006-2009 5. Pada Tahun 2009 penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri Universitas Hasanuddin Program Strata Satu (S1) dan tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar dengan nomor induk mahasiswa G31109270. Selama menjadi mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin, penulis aktif sebagai dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian (Himatepa UH). xi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xiv I. II. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................... 3 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA A. Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) ........................................ 5 B. Protein Ikan ............................................................................... 8 C. Pengeringan ............................................................................. 10 D. Proses Pembuatan Tepung Ikan Gabus .................................. 12 E. Pembuatan Biskuit ................................................................... 14 F. Manfaat Biskuit Ikan Gabus ..................................................... 18 G. Aspek Pengolahan ................................................................... 19 a. Pencampuran ............................................................... 19 b. Pencetakan .................................................................. 20 c. Pemanggangan ............................................................ 20 H. Bahan Tambahan ..................................................................... 21 a. Susu Bubuk ................................................................... 21 xii b. Gula (sukrosa) ............................................................... 22 c. Lemak (shortening) ......................................................... 22 d. Telur ............................................................................... 24 e. Baking Powder ............................................................... 24 f. Garam ............................................................................ 25 g. Tepung Terigu ............................................................... 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ............................................................... 28 B. Alat dan Bahan ..................................................................... 28 C. Prosedur Penelitian .............................................................. 29 1. 29 Penelitian pendahuluan ................................................. 2. Pembuatan Tepung Ikan Gabus ........................ 29 Penelitian Utama .......................................................... 30 D. E. Pembuatan Biskuit Dengan Penambahan Konsentrasi Tepung Ikan Gabus ....................... 30 Parameter Pengamatan ....................................................... 33 1. Uji Organoleptik ......................................................... 33 2. Kadar Air .................................................................... 33 3. Kadar Lemak ............................................................. 34 4. Kadar Protein ............................................................. 35 5. Kadar Abu .................................................................. 36 6. Karbohidrat ................................................................ 36 Daya Patah .......................................................................... 36 xiii F. Pengolahan Data ................................................................. 37 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. B. Penelitian Pendahuluan ....................................................... 38 Pembuatan tepung Ikan Gabus ...................................... 38 Penelitian Utama .................................................................. 39 Pembuatan Biskuit Dengan Penambahan Konsentrasi Tepung Ikan Gabus ........................................................ 39 Uji Kesukaan (Hedonic test) .................................................. 40 Rasa ............................................................................... 41 Analisa Uji Proximat ............................................................. 43 1. Kadar Air ................................................................... 44 2. Kadar Abu ................................................................. 45 3. Kadar Lemak ............................................................ 46 4. Kadar Protein ............................................................ 47 5. Kadar Karbohidrat ..................................................... 48 E. Daya Patah ...................................................................................... 48 C. D. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................. 51 B. Saran ................................................................................. 51 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 52 LAMPIRAN ......................................................................................... 54 xiv DAFTAR TABEL NO Judul Halaman 1. Komposisi Kimia Ikan Gabus .......................................................... 6 2. Standar Tepung Ikan ....................................................................... 14 3. Persyaratan Mutu Biskuit ................................................................ 15 4. Komposisi Kimia Tepung Terigu ..................................................... 27 xv DAFTAR GAMBAR No. Judul Halaman 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Biskuit ......................................... 17 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ikan Gabus ................................ 30 3. Diagram Alir Pembuatan Biskuit Tepung Ikan Gabus ..................... 32 4. Tepung Ikan Gabus ....................................................................... 39 5. Biskuit Ikan Gabus Dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus ..... 40 6. Hasil Uji Organoleptik Terhadap Rasa .......................................... 42 7. Hasil Keseluruhan Uji Proximat Biskuit Ikan Gabus ...................... 44 8. Hasil Analisa Daya Patah Biskuit Ikan Gabus ............................... 49 xvi DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Hasil Uji Analisa Daya Patah ........................................................ 53 2. Hasil Analisis Proksimat Terhadap Formulasi Biskuit yang Dihasilkan ...................................................................................... 54 3. Hasil Uji Kadar Air ........................................................................ 54 4. Hasil Uji Kadar Protein .................................................................. 54 5. Hasil Uji Kadar Lemak .................................................................. 54 6. Hasil Uji Kadar Karbohidrat .......................................................... 55 7. Hasil Uji Organoleptik Terhadap Rasa .......................................... 55 8. Proses Pembuatan Biskuit Ikan Gabus ........................................ 55 9. Gambar Tepung Ikan Gabus ........................................................ 56 10. Gambar Biskuit Dengan Berbagai Perlakuan Setelah Dioven ...... 57 11. Bahan-bahan Yang Digunakan...................................................... 57 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan penghasil ikan gabus terbesar di dunia serta banyak di budidayakan. Ikan gabus (Ophiocephalus striatus) terkenal dengan memiliki sumber protein dan kandungan albumin yang tinggi. Selain itu ikan gabus juga mengandung lemak, air dan mineral yang sangat penting bagi tubuh kita. Manfaat ikan gabus ini dapat menyembuhkan luka dalam perut dan amat baik untuk mengobati penyakit gastric. Hal ini tidak lain adalah berkat kandungan albumin yang tinggi dalam ikan gabus tersebut. Salah satu upaya untuk memperbaiki pola konsumsi pangan yang bertujuan untuk menanggulangi kekurangan gizi yang terjadi dikalangan masyarakat khususnya protein adalah dengan cara memanfaatkan ikan gabus. ikan gabus (Ophiocephalus striatus) merupakan sumber potensial protein albumin. Protein albumin pada ikan gabus mengandung semua asam amino esensial dan asam lemak unik untuk membantu mempercepat penyembuhan luka. Hasil uji klinis menunjukkan bahwa ekstrak kasar ikan gabus (Ophiocephalus striatus) dapat mempercepat proses penyembuhan luka pasien yang baru dioperasi komersial. dibandingkan dengan menggunakan protein albumin 2 Pemanfaatan ikan gabus tersebut karena memiliki kandungan albumin yang cukup tinggi sekitar 6,2 gram per100, serta mempunyai asam amino dan lemak yang dapat menyembuhkan luka, baik luka bakar, luka patah tulang maupun luka pasca operasi serta meningkatkan daya tahan tubuh, penyembuhan dan pencegahan penyakit tidak hanya dari segi kesehatan manfaat dari ikan gabus ini juga untuk pengembangan sektor dibidang ekonomi. Tepung ikan merupakan salah satu produk pengolahan hasil ikan. Sampai saat ini penggunaan tepung ikan belum dilakukan secara maksimal. Pembuatan tepung ikan berbahan dasar ikan gabus dapat menjadi suatu bentuk alternatif bahan pangan. Selain memiliki daya simpan yang cukup lama dibandingkan dengan ikan segar, bentuk yang berupa tepung diharapkan menjadikan tepung ikan lebih fleksibel dalam pemanfaatannya. Penggunaan tepung ikan sebagai bahan substitusi tepung terigu pada pembuatan biskuit merupakan salah satu alternatif penggunaan yang menjanjikan, terutama dari segi kualitas zat gizi yang dihasilkan. Biskuit merupakan makanan kecil (snack) yang biasanya dibuat dari bahan dasar tepung terigu atau tepung jenis lainnya. Biasanya, dalam proses pembuatan biskuit, ditambahkan lemak atau minyak yang berfungsi untuk melembutkan atau membuat renyah, sehingga menjadi lebih lezat. Keuntungan lainnya dari biskuit adalah tidak membutuhkan persiapan yang rumit, mudah di distribusikan, mempunyai masa simpan 3 yang lama, dan dapat dengan mudah dikonsumsi. Penambahan zat-zat gizi makanan merupakan strategi dan suatu solusi bagi pemanfaatan suatu bahan tambahan makanan yang dimana ditujukan pada masyarakat secara umum atau ditujukan pada segmen yang spesifik dari suatu konsumen. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian diversifikasi pangan berupa pembuatan produk biskuit dengan bahan dasar dari tepung ikan gabus. B. Rumusan Masalah Dewasa ini hampir seluruh lapisan masyarakat mengenal berbagai produk dengan bermacam-macam kandungan nilai gizi, seperti misalnya ikan gabus. Ikan gabus kaya akan protein yang tinggi dan hanya dikonsumsi sebagai lauk pauk saja. Ikan gabus dapat dijadikan alternatif lain sebagai bahan tambahan sumber protein seperti misalnya pada produk biskuit. Pada penelitian akan dilakukan pembuatan biskuit dari tepung ikan gabus. Tetapi belum diketahui berapa perbandingan tepung ikan gabus dan tepung terigu serta untuk mendapatkan produk biskuit yang baik dari segi rasa, perlu dicari formula yang tepat untuk menghasilkan biskuit yang dapat diterima konsumen (panelis) dari segi organoleptik. 4 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk biskuit yang disubstitusi tepung ikan gabus sebagai pangan tinggi protein. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menerapkan proses pembuatan produk biskuit dari tepung ikan gabus. 2. Mengetahui formulasi yang tepat untuk biskuit tepung ikan gabus. 3. Mengetahui kandungan gizi produk biskuit dari tepung ikan gabus. Kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan menjadi bahan informasi dan sebagai bahan pembanding terhadap pengolahan ikan gabus sebagai alternatif dalam pembuatan biskuit tepung ikan gabus yang memiliki nilai kandungan protein yang sangat tinggi. 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) Ikan gabus merupakan salah satu jenis ikan air tawar dan merupakan ikan konsumsi yang populer dikalangan masyarakat Indonesia, ikan ini dikenal dengan nama latin Ophiocephalus striatus. Secara morfologi ikan gabus ini memiliki ciri yaitu bentuk badan yang bulat di depan dan pipih di belakang. Mempunyai punggung yang berwarna coklat tua hampir hitam dengan perut putih kecoklatan. Ukuran maksimal ikan ini dapat mencapai 90 cm. Ikan gabus dapat hidup di sungai, danau, rawa air tawar dan air payau. Ikan gabus merupakan ikan karnivora yang makanannya antara lain adalah udang, dan ikan kecil (Anonim, 2012a). Klasifikasi ikan gabus menurut Anonim (2012), yaitu sebagai berikut: Filum: Chordata Sub Filum: Vertebrata Kelas: Pisces Ordo: Labyrinthicea Sub Ordo: Ophiochepaloidea Famili : Ophiochepaloidea Genus: Ophiocephalus Spesies Ophiocephalus striatus 6 Kandungan gizi ikan gabus per 100 gram daging ikan dapat di lihat pada tabel di bawah ini: Tabel 01. Komposisi Kimia Ikan Gabus (dalam 100 g daging ikan) Komponen Kimia Ikan Gabus Segar Kalori (kal) 69 Protein 25,2 Lemak (g) 1,7 Besi (mg) 9,0 Kalsium (mg) 62 Fosfor (mg) 176 Vit A (SI) 150 Vit B1 (mg) 0,04 Air (g) 69 Sumber: Sediaoetama, 1985 Di dalam daging ikan gabus terdapat albumin yaitu jenis protein yang mempercepat proses penyembuhan luka dan pembentukan jaringan baru terutama bagi mereka pasca operasi dan melahirkan, zat ini juga membantu pertumbuhan anak dan menambah berat badan orang dengan HIV/AIDS. Selain membantu pembentukan jaringan baru, albumin yang berada di dalam darah juga berfungsi untuk mengatur keseimbangan air di dalam sel, memberikan gizi di dalam sel, dan membantu mengeluarkan produk buangan. Albumin juga berfungsi mempertahankan pengaturan cairan di dalam tubuh. Sangat disarankan bagi mereka untuk mengkonsumsi daging ikan gabus dengan cara dipanggang, direbus, dikukus, ataupun dibuat sup. Ikan gabus goreng atau bakar memang lebih nikmat, tetapi nilai gizinya turun. Selain itu, menggoreng biasanya dilakukan dengan minyak berlebih, sehingga dapat meningkatkan kadar lemak pada ikan (Anonim, 2012b). 7 Sebagai bahan pangan, ikan merupakan sumber vitamin, protein dan mineral yang sangat baik dan prospektif. Hasil peneltian menunjukkan bahwa dalam 100cc ekstrak ikan gabus mengandung 6,2224 gram albumin dengan kandungan 68 kkal serta zat gizi lainnya. Albumin merupakan bagian protein yang sangat penting untuk tubuh, di mana tubuh terdiri dari 60% plasalbumin. Albumin berada dalam darah yang berfungsi mengatur keseimbangan air dalam sel dan mengeluarkan produk buangan. Bila kadar albumin rendah, maka protein yang dikonsumsi anak akan pecah, yang seharusnya dikirim untuk pertumbuhan sel yang tidak maksimal. Kadar albumin normal dalam tubuh 3,5 - 4,5, bila kurang dari 2,2 menunjukkan adanya masalah dalam tubuh (Cavallo, 1998). Protein adalah komponen terbesar setelah air. Protein juga merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein juga mengandung fosfor dan belerang dan ada juga jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 2004). Protein ikan gabus segar mencapai 25,1%, sedangkan 6,224 % dari protein tersebut berupa albumin. Jumlah ini sangat tinggi dibanding sumber protein hewani lainnya. Albumin merupakan jenis protein terbanyak di dalam plasma yang mencapai kadar 60 persen dan bersinergi dengan mineral Zn yang sangat dibutuhkan untuk 8 perkembangan sel maupun pembentukan jaringan sel baru seperti akibat luka dan penyembuhan luka akibat operasi. Selain itu, kadar lemak ikan gabus relatif rendah dibandingkan kadar lemak jenis-jenis ikan lain (tongkol 24,4% dan lele 11,2% lemak) memungkinkan umur simpan ikan gabus lebih panjang karena kemungkinan mengalami ketengikan lebih lama (Suprayitno, 2006). B. Protein Ikan Protein ikan adalah protein yang istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai penambah jumlah protein yang dikonsumsi, tetapi juga sebagai Hadiwiyoto pelengkap (1993), mutu protein protein yang dalam terdapat menu. pada Menurut daging ikan, berdasarkan sifat kelarutannya dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu protein sarkoplasma yang larut dalam air, protein miofibrillar yang larut dalam air garam dan protein stoma yang larut dalam alkali. Jumlah masing-masing kelompok akan berbeda berdasarkan spesiesnya. Lebih jauh lagi jumlah yang dapat diekstraksi bergantung pada proses penghancuran, pencampuran, pH, dan tingkat denaturasi selama penyimpanan dan pengolahan (Sikorski et al. 1990). Protein sarkoplasma merupakan penamaan terhadap protein yang terdapat dalam sarkolema. Sarkolema merupakan kompleks cairan yang terdapat dalam endomisium yang memisahkan antara satu miofibril dengan miofibril lainnya (Pearrson dan Young 1989). Di samping mengandung asam nukleat, lipoprotein dan darah, 9 kebanyakan protein sarkolema ini merupakan enzim (Sikorski et al. 1990). Pada waktu ikan masih hidup, enzim–enzim tersebut berfungsi dalam sintesa senyawa–senyawa yang diperlukan tubuh. Setelah ikan mati, fungsi enzim–enzim tersebut berubah menjadi perusak tubuh ikan (Hadiwijoyoto 1993). Walaupun tidak lebih rendah nilai gizinya dibanding dengan protein miofibrillar namun karena sifatnya yang dapat merugikan, protein ini dibuang selama penyucian daging lumat pada pembuatan surimi (Suzuki 1991). Protein miofibrillar adalah protein yang menyusun miofibril dan merupakan unit struktur dasar yang bertanggung jawab terhadap kontraksi selama pergerakan (Pearson dan Young 1989). Protein ini terutama sekali terdiri dari miosin aktin, dan protein pengatur seperti troponin, tropomiosin, dan aktinin. Miosin merupakan komponen utama protein miofibrillar dan menyusun antara 50-56% dari keseluruhan protein miofibrillar. Kandungan aktin lebih sedikit yaitu antara 15-20%, sedangkan troponin, tropomiosin, dan aktinin hanya menyusun sekitar 10% (Sikorski et al. 1990). Miofibril juga disusun oleh protein sitoskeletal, namun persentasenya lebih kecil (Pearson dan Young 1989). Residu setelah semua protein sarkoplasma dan miofibrillar diekstrak adalah stroma yang merupakan jaringan pengikat. Komponen stroma terdiri dari kolagen dan elastin (Sikorski et al. 1990). Disamping 10 terdapat dalam urat daging, protein ini terikat juga pada tulang, gigi, jaringan mukosa, lapisan luar organ dalam, dan pada sistem kardiovaskular (Pearson dan Young 1989). Kandungan protein ikan erat kaitannya dengan kandungan lemak dan airnya. Ikan yang mengandung lemak rendah rata-rata memiliki protein dalam jumlah besar, sedangkan pada ikan gemuk sebaliknya. Kandungan protein ikan umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan hewan darat yang akan menghasilkan kalori lebih tinggi. Dalam tubuh manusia protein memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan. Kandungan asam amino esensial pada daging ikan dapat dikatakan sempurna, artinya semua jenis asam amino esensial terdapat pada daging ikan, tetapi perlu diperhatikan beberapa asam amino tidak mencukupi kebutuhan manusia diantaranya fenilalanin, triptofan, dan metionin. Kandungan protein pada daging ikan cukup tinggi dan berpola mendekati pola kebutuhan asam amino di dalam tubuh manusia. Iakn mempunyai nilai biologis yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian daging ikan mempunyai nilai biologis sebesar 90% (Adawyah 2007). C. Pengeringan Pengeringan adalah proses perpindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan dengan media pengering yang biasanya berupa panas. 11 Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pada pengeringan terjadi disorganisasi konsentrasi dan subtansi-subtansi yang larut (Apandi, 1984). Menurut Taib (1987), tujuan dari pengeringan yaitu: 1. Agar produk dapat disimpan lebih lama 2. Mempertahankan daya fisiologik biji-bijian/benih 3. Pemanenan dapat dilakukan lebih awal 4. Mendapatkan kualitas yang lebih baik 5. Menghemat biaya pengangkutan Sedangkan cara pengeringan ada 2 cara yaitu : 1. Pengeringan dengan Sinar Matahari Cara ini adalah cara yang mudah dan murah dilakukan. Akan tetapi produk yang dihasilkan sangat tergantung pada cuaca. Jadi kualitasnya tidak selalu terjamin. Proses pengeringan yang lama menyebabkan hilangnya gula menurunkan kualitas dan produksi. oleh respirasi dan fermentasi 12 2. Pengeringan dengan menggunakan alat pengering buatan Keuntungan yang diperoleh dengan cara ini yaitu kondisi pengeringan terkontrol dan waktu pengeringan bisa lebih cepat dengan tidak terganrung oleh cuaca. Kedua hal ini menyebabkan produk bisa lebih baik kualitasnya, namun memerlukan banyak biaya. D. Proses Pembuatan Tepung Ikan Gabus Tepung ikan adalah produk berkadar air rendah yang diperoleh dari penggilingan ikan. Sifat ikan yang sangat mudah rusak ini memerlukan penanganan dan pengolahan yang pada dasarnya bertujuan untuk mencegah kerusakan atau pembusukan sehingga dapat memperpanjang daya tahan simpan ikan. Oleh karena itu, usaha penanganan dan pengolahannya sangat penting untuk mempertahankan kualitas zat gizi yang terdapat didalamnya. Pada pembuatan tepung ikan sebagai pakan ternak seluruh bagian ikan digunakan terutama limbah ikan. Tapi pada pembuatan tepung ikan yang digunakan pada penelitian ini kulit dan isi perut ikan dibuang. Pembuangan kulit bertujuan agar tepung ikan yang dihasilkan memiliki warna yang lebih cerah, sedangkan pembuangan isi perut bertujuan untuk menghambat kerusakan ikan sebelum ditangani, dalam pembuatan filet ikan isi perut yang menjadi sumber enzim dan bakteri harus disiangi agar tidak mencemari daging ikan (Hasbullah, 2001). 13 Tepung ikan memiliki nilai gizi yang tinggi terutama kandungan proteinnya yang kaya akan asam amino essensial, terutama lisin dan metionin. Disamping itu tepung ikan juga kaya akan vitamin B, mineral, serta memiliki kandungan serat yang rendah. Tepung ikan merupakan juga merupakan sumber kalsium (Ca) dan phospor (P). Tepung ikan juga mengandung trace element seperti seng (Zn), yodium (I), besi (Fe), mangan (Mn) dan kobalt (Co) (Moeljanto 1982). Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut, butir-butirannya agak seragam, bebas dari sisa tulang, mata ikan dan benda-benda asing lainnya. Tepung ikan yang dibuat dari bahan offal (sisa dari industry fillet ikan) akan mempunyai kadar protein yang lebih rendah dari kadar mineral yang lebih tinggi dari pada tepung ikan yang dibuat dari fillet ikan utuh. Cara pengolahan secara tradisional dan modern memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar protein tepung ikan (Moeljianto, 1992). Secara umum tepung ikan pangan dikategorikan sebagai Fish Protein Concentrate (FPC) atau Konsentrat Protein Ikan (KPI) yang memiliki tipe A, B dab C. Dari ketiga tipe diatas yang digunakan untuk pangan adalah tipe A dan B, sementara tipe C dimanfaatkan untuk pakan. FAO telah menentukan spesifikasi untuk FPC, hal ini dipandang penting supaya mutu FPC yang dikonsumsi manusia dapat terjamin (Buckle et al., 1985). Persyaratan FPC dapat dilihat pada tabel 02. 14 Tabel 02. Standar Tepung Ikan Menurut FAO Kandungan Tipe A Tipe B Protein, min (%) 67,5 65 Daya cerna pepsin, min (%) 92 92 Lisin, min (%) dari protein 6,5 6,5 Air, maks (%) 10 10 Lemak, maks (%) 0,75 3 Klorida, maks (%) 1,5 1,5 SiO2, maks (%) 0,5 0,5 Bau dan Rasa Lemah Tidak ada spesifikasi Sumber: FAO, (1964) dalam Buckle et al., (1985) Tipe C 60 92 6,5 10 10 2 0,5 Tidak ada spesifikasi Pembuatan Ikan tepung ikan gabus dibersihkan dikeluarkan sisik dan siripnya serta isi perutnya kemudian dicuci bersih dengan perbandingan air 1:5, sebanyak kurang lebih 3 kali lalu ikan dikukus selama 30 menit pada suhu 1000C. Kemudian ikan di pres menggunakan pres ulir setelah dipisahkan dari tulangnya. Langkah selanjutnya adalah pengeringan yang dilakukan dengan alat pengering pada suhu 600C selama 48 jam. Kegiatan terakhir adalah penepungan, dilakukan dengan menggunakan ayakan dan selanjutnya diayak dengan menggunakan ayakan + 200 mesh sehingga diperoleh tepung ikan yang butirannya halus, kandungan tepung ikan gabus memiliki kadar protein albumin sebesar 6,224% dan kadar air 8.5% (Departemen Perindustrian, 1990). E. Pembuatan Biskuit Biskuit merupakan salah satu kue kering yang sangat popular dan sangat digemari, inti pembuatan kue kering adalah pencampuran antara tepung dan air yang dijadikan adonan kemudian ditambah dengan bahan yang mengandung lemak agar renyah. Biskuit dibuat 15 dengan adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah, bila dipatahkan penampang potongnya berongga-rongga. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biskuit terdiri dari dua bagian yaitu bahan-bahan yang berfungsi sebagai pengikat adalah tepung, telur, air, dan garam pelembut (baking serta adalah bahan-bahan gula, powder) yang shortening sebagai bahan berfungsi sebagai (mentega), leaving agent pengembang dan kuning telur (Departemen Perindustrian, 2003). Kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan penerimaan, kesegaran dan daya tahan pangan tersebut. Pada proses pemanggangan pengurangan biskuit, kadar terjadi air. proses Kandungan pemanasan air pada dan biskuit proses akan mempengaruhi penerimaan konsumen terutama pada atribut tekstur (kerenyahan). Biskuit dengan kadar air tinggi cenderung tidak renyah sehingga teksturnya kurang disukai (Winarno, 2004). Tabel 03. Persyaratan Mutu Biskuit (SNI No. 01-2973-1991) Kriteria Uji Persyaratan Air Maks 5% Protein Min 9% Abu Maks 1,5% Lemak Min 9,5% Karbohidrat Min 70% Logam Berbahaya Negatif Serat Kasar Maks 0,5% Kalori Min 400% Jenis Tepung Terigu Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik Warna Normal Sumber : Dewan Standarisasi Nasional (1992) 16 Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan proses pemanasan dan pencetakan, sebagai bahan makanan kering hasil pemanggangan, dengan bahan dasar tepung terigu dan bahan tambahan lain yang membentuk suatu formula adonan, yang pada gilirannya akan membentuk produk dengan sifat dan struktur tertentu serta mempunyai umur simpan relatif lama dan mudah dibawa karena volume dan beratnya relatif kecil sebagai akibat dari proses pengeringan. Biskuit diproses dengan pemanggangan sampai kadar air tidak lebih dari 5%. Kualitas biskuit selain ditentukan oleh nilai gizinya juga ditentukan dari warna, aroma, cita rasa, dan kerenyahannya. Kerenyahan salah satunya ditentukan oleh kandungan protein dalam bentuk gluten tepung yang digunakan. Sifat masing-masing biskuit ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan, proporsi gula dan lemak, metode pencampuran batch, kontinyu, kriming, (pencampuran satu tahap), penanganan adonan dan metode pemanggangan (Matz, 1978). Biskuit dengan rasa yang lebih enak lebih disukai oleh banyak masyarakat dikarenakan oleh tekstur dan konsistensi bahan akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat ditimbulkan oleh bahan tersebut dapat merubah bau dan rasa karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya ransangan terhadap sel reseptor olfaktori dari kelenjar air liur (Winarno 2004). 17 Proses pembuatan biskuit menurut Sunaryo (1985) yang dimodifikasi oleh Hiswaty (2002) adalah telur, tepung gula, margarin dikocok sampai mengembang selama 15 menit, kemudian pencampuran sampai rata, lalu tepung terigu, vanili, baking powder, susu dimasukkan dalam adonan setelah itu dicetak dan dipanggang dalam oven 1550c selama 15 menit kemudian menjadi biskuit. Diagram alirnya dapat dilihat pada gambar 1. Pencampuran telur, tepung gula, margarin Pengocokan Pencampuran hingga rata Tepung terigu, vanili, baking powder, susu Pengadukan sampai terbentuk adonan Pencetakan dengan tebal 3mm Pemanggangan dalam oven pada suhu 1550c selama 15 menit Biskuit Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Biskuit (Sunaryo,1985 yang dimodifikasi oleh Hiswaty, 2002) 18 F. Manfaat Biskuit Ikan Gabus Ikan gabus memiliki kandungan albumin yang baik untuk kesehatan. Albumin dari ikan gabus tidak terdapat pada ikan jenis yang lainnya hal ini karena kandungan albumin yang ada pada ikan gabus sangat bagus. Kandungan gizi dan manfaat ikan gabus bagi kesehatan sangat bagus hal ini telah teruji baik secara klinis maupun nonklinis. Budidaya ikan gabus serta pembuatan industri biskuit berbahan dasar tepung ikan gabus memberikan manfaat ekonomi dan juga pengembangan industri. Pengembangan produk dapat dilakukan melalui sektor industri rumah tangga (Home Industry) memberikan banyak manfaat dalam menggerakkan perekonomian masyarakat termasuk pemberdayaan petani tambak dalam pemanfaatan teknologi budidaya ikan gabus serta memberikan nilai tambah dan meningkatkan daya saing komoditi lokal melalui sektor perikanan darat (ikan air tawar) sebagai ikon nasional, maupun internasional (Anonim, 2012c). Pada anak dengan gizi buruk dan berat badan kurang, pemberian biskuit dari bubuk ikan gabus, membuat berat badan mereka naik minimal 1 kilogram per bulan. Hampir semua pasien berkadar albumin rendah yang diberi suplemen dari ikan gabus ini, kadar albuminnya naik lebih cepat dari pada pemberian albumin lewat infus (Anonim, 2011a). 19 G. Aspek Pengolahan Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing), pencetakan (cutting) dan pemanggangan (bucking). a. Pencampuran Pencampuran bertujuan untuk meratakan bahan yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi halus dan homogen. Adonan yang diperoleh harus bersifat cukup kohesif dan relatif tidak lengket sehingga mudah dibentuk (Hui, 1992) Cara pembuatan biskuit meliputi pembuatan adonan yang dilakukan dengan mencampur bahan. Pencampuran bahan dilakukan sesuai spesifikasi biskuit yang akan dibuat, misalnya untuk mendapatkan kue yang bertekstur menyerpih didapat dengan mencampurkan tepung, lemak terlebih dahulu, kemudian ditambahkan gula cair, garam dan bahan-bahan lain untuk biskuit yang bertekstur seperti kue pie (Faridi, 1994). Pada tahap ini terdapat peluang kreasi dan inovasi formula sesuai produk akhir yang ingin dihasilkan. Pencampuran dilakukan dengan peralatan sederhana yang dioperasikan dengan tangan apabila jumlah adonannya sedikit dan bila dalam jumlah besar maka menggunakan mixer (Fellous, 1990). peralatan yang sesuai yaitu 20 b. Pencetakan Adonan biskuit asin yang telah mengembang dan biskuit manis diberi nomor urut masakan dan kemudian adonan tersebut dicetak dengan mesin pencetak secara vertikal (vertically reciprocating cutter/embrossing machine) sehingga adonan yang tidak tercetak akan kembali ke bagian awal mesin penipis pada proses pemipihan untuk dicetak kembali. Pencetakan adonan biskuit dilakukan dengan berbagai bentuk mesin pencetak biskuit sesuai dengan jenis adonan biskuit yang diinginkan. Selama 1 menit mesin pencetak vertikal mampu mencetak ± 115 buah biskuit (Fellous, 1990). c. Pemanggangan Setelah proses pencetakan, adonan dipanggang dengan cara dilewatkan dalam oven yang dilengkapi dengan belt konveyer. Selama pemanggangan penetrasi panas terjadi di bagian bawah dan atas adonan. Penetrasi panas bagian tengah berjalan lambat sehingga mudah terbentuk rongga udara dan pembentukan struktur crumb. Pembakaran menggunakan oven yang menggunakan system noozle menggunakan empat macam bumer dengan suhu pemanggangan yang berbeda-beda. Suhu pemanggangan biskuit yang digunakan pada oven 290oC. Proses pemanggangan ini memerlukan waktu ± 5-7 menit tergantung dari kecepatan konveyer dan jenis biskuit yang diproduksi. Oven yang digunakan dalam 21 pembuatan biskuit asin ini hanya 2 line sementara dalam pembuatan biskuit manis berjumlah 4 line. Parameter yang harus diperhatikan dalam proses pemanggangan adalah mengendalikan kecepatan konveyer dan membuka tutup cerobong asap oven (Faridi, 1994). H. Bahan Tambahan a. Susu Bubuk Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah susu bubuk yang merupakan hasil pengeringan dari susu segar. Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk. Susu skim adalah susu bubuk tanpa lemak yang dibuat dengan cara pengeringan untuk menghilangkan sebagian air dan lemak tetapi masih mengandung laktosa (Buckle et al, 1987). Susu yang digunakan adalah susu skim/susu bubuk. Fungsi susu dalam pembuatan biskuit yaitu menambah nilai gizi, menambah rasa dan aroma. Susu harus memiliki butiran halus, aroma harum khas susu, tidak apek, bersih dari kotoran, warna sesuai dengan aslinya dan tidak menggumpal. Susu yang berkualits baik akan menghasilkan produk biskuit yang tinggi dengan aroma harum (Smith, 1972). dan rasa yang gurih bergizi dan 22 b. Gula (sukrosa) Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Sukrosa merupakan gula asli, namun pada pembuatan sirup dimana sukrosa dilarutkan dalam air dan dipanaskan maka sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut gula invert atau gula buatan (Winarno, 2004). Gula yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah gula halus agar mudah larut dan hancur dalam adonan. Gula harus benar-benar kering dan tidak menggumpal. Gula yang tidak kering akan mempengaruhi adonan karena adonan akan menggumpal, sedangkan adonan yang menggumpal tidak bisa bercampur rata dengan bahan lainnya sehingga rasanya tidak merata (Aliem, 1995). c. Lemak (shortening) Lemak yang digunakan dalam pembuatan biskuit berfungsi untuk memperbaiki citarasa dan penampilan. Adanya lemak dalam makanan membuat masakan menjadi enak. Shortening adalah suatu istilah komersil yang digunakan untuk memberi maksud yang mana minyak atau lemak. Sumber dari minyak kebanyakan datang dari tumbuhan, sedang lemak diambil dari hewan (Smith, 1972). 23 Pada adonan yang terfermentasi ini gluten mengembang penuh karena air yang ditambahkan memungkinkan terjadi pengembangan tersebut sebesar 30%. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk akhir, penyusutan panjang setelah pencetakan dan pemanggangan. Biasanya produk akhir mempunyai sifat cryspinnes tertentu, dengan kadar lemak 25% - 30% (Sunaryo, 1985). Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan biskuit, karena berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa gurih, manambah aroma dan menghasilkan tekstur produk yang renyah. Ada dua jenis lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit yaitu dapat berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine) atau campuran dari keduanya (Anonim, 2011b). Lemak memiliki efek shortening pada makanan yang dipanggang seperti biskuit, kue kering, dan roti sehingga menjadi lebih lezat dan renyah. Lemak nantinya akan memecah struktur kemudian biskuit melapisi yang pati renyah. dan gluten, Lemak sehingga dapat dihasilkan memperbaiki struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan, tekstur, dan aroma (Gaman dan Sherrington, 1992). 24 d. Telur Pengunaan berfungsi telur sebagai dalam pengemulsi pembuatan yang biskuit, dapat terutama membantu mempertahankan kestabilan adonan. Selain itu, juga berperan dalam meningkatkan dan menguatkan flavor, warna dan kelembutan, senyawa yang berfungsi sebagai emulsifier adalah lesitin dan sephalin yang merupakan lemak telur (Matz, 1978). Adanya albumin telur membantu pembentukan struktur adonan selama pemanggangan biskuit, karena membantu memerangkap udara saat adonan dikocok, sehingga udara dapat menyebar merata diseluruh adonan. Selain itu, telur juga dapat meningkatkan kerenyahan (crispy) biskuit (whiteley, 1971). e. Baking Powder Baking powder sebagai leavening agent (bahan pengembang) dipakai secara luas dalam produksi kue kering. Baking powder merupakan bahan pengembang hasil reaksi asam dengan natrium bicarbonat. Ketika pemanggangan berlangsung baking powder menghasilkan gas CO2 dan residu yang tidak bersifat merugikan pada biskuit. Fungsi baking powder dalam pembuatan biskuit adalah mengembangkan adonan dengan sempurna, menyeragamkan remahan (crumb) dan menjaga kue agar tidak rusak (Aliem, 1995). 25 f. Garam (NaCl) Garam (natrium klorida) merupakan suatu zat asam basa yang digunakan dalam makanan sebagai pemberi rasa asin. Natrium sendiri mempunyai reaksi alkalis, sedangkan klorida mempunyai reaksi asam. Natrium, klor,kalsium, magnesium, belerang dan air merupakan unsur-unsur mineral (Winarno, 2004). Dalam pembuatan biskuit garam berfungsi memberi rasa dan aroma, memperkuat gluten dan memberi warna lebih putih. Dalam pembuatan biskuit garam digunakan dalam adonan dan bahan pelapis adonan sehingga menghasilkan produk biskuit yang renyah (Aliem, 1995). g. Tepung Terigu Biskuit memerlukan tepung dari golongan soft dan weak dengan kandungan protein yang rendah. Biasanya pada pembuatan biskuit digunakan tepung terigu dengan kadar protein 7-8 %(soft). Pemakaian tepung ini selain manfaat dari komposisinya yang mengandung nutrisi terdapat juga kandungan karbohidrat dalam daging ikan berupa polisakarida, yaitu yang terdapat di dalam sarkoplasma diantara miofibril-miofibril. Kadar karbohidrat tepung ikan cukup tinggi dibandingkan pada ikan segar. Hal ini dikarenakan terjadi pengurangan sejumlah besar air dan lemak pada proses pengepresan ikan sehingga kadar karbohidrat meningkat. Di dalam 26 pengolahan biskuit sendiri selain dapat mempengaruhi tekstur produk akhir juga meningkatkan nilai gizi berupa energi (Whiteley, 1971). Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam pembuatan produk biskuit. Secara garis besar ada dua jenis tepung yaitu tepung keras (strong flour) dan tepung lunak (soft flour). Perbedaan utama dari kedua jenis tepung tersebut adalah glutennya, dimana tepung terigu keras mengandung gluten sekitar 13% sedangkan tepung terigu lunak kandungan glutennya sekitar 8,3%. Tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan biskuit yang berfungsi antara lain sebagai pembentuk adonan selama proses pencampuran, menarik atau mengikat bahan lainnya, serta mendistribusikan secara merata, dan pemangganan, membentuk struktur biskuit ( Apriyanto, 2006). Salah satu kelebihan terigu dibanding komoditas lain terdapat pada sifat pembentukan gluten. Gluten merupakan campuran antara dua jenis protein gandum yaitu glutenin dan gliadin. Glutenin memberikan sifat yang tegar dan gliadin mem-berikan sifat yang lengket, sehingga mampu memerangkap gas yang terbentuk selama pro-ses pengembangan adonan. Gluten bersama pati gandum akan membentuk struktur disbanding sel (building block) menghasilkan produk remah (Winarno, 2002). 27 Tabel 04. Komposisi Kimia Tepung Terigu Komponen Kadar (%) Pati 70 Air 14 Protein 11,5 Mineral 0,4 Gula 1 Lemak 1 Sumber : Sediaoetama, 1993 Gluten akan rusak bila Jumlah kadar abunya terlalu tinggi, waktu pengadukan adonan kurang, atau waktu pengadukan adonan berlebih. Gluten akan lunak dan lembut bila diberikan gula, diberikan lemak, diberikan asam (proses fermentasi) (Astawan, 2004). 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan februari sampai maret 2013, di Laboratorium Pengolahan Pangan dan Laboratorium Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, mixer, panci, talenan, sendok, ayakan tepung, timbangan analitik, baskom, cawan, gelas kimia, cetakan, pengaduk, penggilingan, alat pengering (blower), desikator, labu kjedahl, tanur, socxhlet, oven dan texture analiyzer. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan gabus, chloroform, H2SO4, aquadest, H2BO3, NaOH, air bersih, kuning telur, margarin, gula halus, tepung terigu, susu bubuk, aluminium foil, tissue roll, label, baking powder, vanili, chocholate chip, perasa jeruk esensse, garam halus dan lemak nabati (room butter). 29 C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Pembuatan Tepung Ikan Gabus Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan ini adalah ikan gabus segar yang masih mempunyai sirip punggung dan sirip ekor yang diambil dari pasar tradisional tepatnya di Kabupaten Maros. Sebelum pembuatan biskuit terlebih dahulu dilakukan pembuatan tepung ikan gabus. Cara pembuatan tepung ikan gabus ini adalah dilakukan pembersihan sisik ikan, sirip dan seluruh isi perutnya kemudian dicuci bersih dengan perbandingan air 1:5, sebanyak kurang lebih dari 3 kali sampai bersih lalu ikan dikukus selama 30 menit pada suhu 1000C, kemudian didinginkan sejenak sebelum dilakukan proses berikutnya. Setelah itu ikan di pres menggunakan pres ulir setelah dipisahkan dari tulangnya untuk menghilangkan lemak dari ikan tersebut. Selanjutnya dilakukan pengeringan pada suhu 600C selama 12 jam, setelah itu digiling menggunakan mixer, terakhir adalah penepungan, dilakukan dengan menggunakan ayakan sehingga diperoleh tepung ikan gabus yang butirannya halus. 30 Bahan Baku Ikan Gabus Segar Dibersihkan dengan air dan diambil Dagingnya kulit Pengukusan (30 menit, 1000C) insang tulang Didinginkan Pengepresan untuk mengeluarkan lemak Pengovenan pada suhu 600c selama 12 jam Penggilingan (menggunakan grinder) Pengayakan Tepung Ikan Gabus Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ikan Gabus 2. Penelitian Utama Pembuatan Biskuit Ikan Gabus Dengan Penambahan Konsentrasi Tepung Ikan Gabus Pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ikan gabus yang kemudian diuji organoleptik untuk mengetahui formula biskuit yang dikehendaki (diinginkan). 31 Untuk pembuatan biskuit dari tepung ikan gabus dalam penelitian ini telah ditetapkan urutan pembuatan biskuit sebagai berikut : a. Kuning telur sebanyak 10 gr dikocok dengan gula halus 100 gr kemudian ditambahkan lemak nabati (room butter) 6 gr, baking powder 0,2 gr, garam 1 gr, margarin 125 gr, dan susu bubuk skim 2,5 gr, vanili 1 gr, perasa jeruk esensse secukupnya dikocok selama 5-10 menit. b. Setelah tercampur rata ditambahkan dengan campuran tepung ikan gabus + tepung terigu. A1 = 0% tepung ikan gabus : 100% tepung terigu A2 = 10% tepung ikan gabus : 90% tepung terigu A3 = 20% tepung ikan gabus : 80% tepung terigu A4 = 30% tepung ikan gabus : 70% tepung terigu A5 = 40% tepung ikan gabus : 60% tepung terigu c. Diaduk merata kemudian dibentuk pipih lalu dilakukan pencetakan dan sebagai hiasan letakkan diatasnya chocholate chip . d. Dipanggang kedalam oven 1600C selama 20 menit. 32 Perlakuan : A1 = 0% tepung ikan gabus : 100% tepung terigu A2 = 10% tepung tepung ikan gabus : 90% tepung terigu A3 = 20% tepung tepung ikan gabus : 80% tepung terigu A4 = 30% tepung tepung ikan gabus : 70% tepung terigu A5 = 40% tepung tepung ikan gabus : 60% tepung terigu - Gula halus 100 gr Susu bubuk 2,5 gr Kuning telur 10 gr lemak nabati 6 gr, Baking Powder 0,2 gr, Garam 1 gr Margarin 125 gr Vanili 1 gr Pengadukan dengan mixer sampai kalis Bentuk adonan/dipipihkan Pencetakan Oven 20 menit (160oC) BISKUIT IKAN GABUS PENGAMATAN - Analisa Kadar Air, Kadar Abu, Kadar Protein, Kadar Lemak, Kadar karbohidrat, Uji Organoleptik (Rasa), Daya Patah Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Biskuit Tepung Ikan Gabus 33 D. Metode Analisa Pengamatan Parameter pengamatan pada penelitian ini yaitu uji organoleptik, uji daya patah, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar karbohidrat dan kadar air. a. Uji Organoleptik (Rampengan, dkk, 1985) Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau kelayakan suatu produk agar dapat diterima oleh panelis (konsumen). Metode pengujian yang dilakukan adalah metode hedonik (uji kesukaan) meliputi: rasa. Dalam metode hedonik ini, panelis (konsumen) diminta memberikan penilaian berdasarkan tingkat kesukaan. Skor yang digunakan adalah 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka), dan 1 (sangat tidak suka). b. Kadar air (Sudarmadji dkk., 1997) 1. Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan kedalam cawan yang telah diketahui beratnya. 2. Bahan yang dikeringkan dalam oven suhu 100-1050C selama 3-5 jam, selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbnag. Bahan kemudian dikeringkan lagi dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan. 34 3. Dihitung kadar airnya dengan rumus: Kadar air = (berat awal – berat akhir) x 100% Berat akhir c. Kadar lemak (Sudarmadji,. dkk, 1997) Kadar lemak ditentukan dengan metode socxhlet. Prosedur kerja penentuan kadar lemak sebagai berikut : 1. Ditimbang dengan teliti kurang lebih 1 gram sampel. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala 10 ml, ditambahkan khloroform mendekati skala. 2. Kemudian ditutup rata, dikocok dan dibiarkan semalam. Himpitkan dengan tanda skala 10 ml dengan pelarut lemak yang sama dengan memakai pipet, lalu dikocok hingga homogen. Kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam tabung reaksi. 3. Dipipet 5 cc ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya (a gram). Lalu diovenkan pada suhu 100oC selama 3 jam. 4. Dimasukkan ke dalam desikator lebih kurang 30 menit, kemudian ditimbang (b gram). 5. Dihitung kadar lemak dengan menggunakan persamaan : 𝑃𝑋(𝑏−𝑎) Kadar lemak = 𝐺𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑥 100% Dimana : P = Pengenceran = 10/5 = 2 35 d. Kadar Protein (Sudarmadji,. dkk, 1997) Kadar menggunakan protein ditentukan dengan destruksi Gerhardt Kjeldaterm. metode Prosedur kjedahl kerja sebagai berikut : 1. Bahan ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian dimasukkan ke dalam labu kjedahl 100 ml. 2. Ditambahkan kurang lebih 1 gram campuran selenium dan 10 ml H2SO4 pekat kemudian dihomogenkan. 3. Didestruksi dalam lemari asam sampai jernih. Bahan dibiarkan dingin, kemudian dibuang ke dalam labu ukur 100 ml sambil dibilas dengan aquadest. 4. Dibiarkan dingin kemudian ditambahkan aquades sampai tanda tera. Disiapkan penampung yang terdiri dari 10 ml H 2BO3 2% tambah 4 tetes larutan indikator dalam erlenmeyer 100 ml. 5. Dipipet 5 ml NaOH 30% dan 100 ml aquadest, di suling hingga volume penampung menjadi kurang lebih 50 ml. Dibilas ujung penyuling dengan aquades kemudian ditampung bersama isinya. 6. Dititrasi dengan larutan HCL atau H2SO4 0,02 N, perhitungan kadar protein dilakukan sebagai berikut: % Kadar Protein = V1 x Normalitas H2 SO4 x 6,25x p gram contoh x100% Keterangan : V1 = volume titrasi contoh N = normalitas larutan HCL atau H2SO4 0,02 N P = faktor pengenceran = 100/5 36 e. Kadar Abu (Sudarmadji dkk., 1997) Kadar abu ditentukan dengan metode tanur. Prosedur kerja penentuan kadar abu sebagai berikut : 1. Cawan pengabuan dibakar dalam tanur kemudian dan didinginkan 3 - 5 menit lalu ditimbang. 2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 g sampel yang sudah dihomogenkan dalam cawan. 3. Dimasukkan dalam cawan pengabuan kemudian dimasukkan ke dalam tanur dan dibakar sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap. 4. Bahan didinginkan kemudian ditimbang. 5. Dihitung kadar abunya dengan rumus: % abu berat abu ( gr ) x100 % berat sampel ( gr ) f. Karbohidrat by Difference (Winarno,2004) Kandungan karbohidrat dihitung secara perbedaan antara jumlah kandungan air, protein, lemak dan abu dengan 100 karbohidrat (g/100g) = 100% – %(protein + lemak + abu + air). E. Daya Patah (Matz, 2001) Disiapkan alat tekstur analyzer dengan memasang plat silinder dengan diameter 100mm. Sampel disiapkan , kemudian tempatkan sampel pada alat uji tekstur analyzer dengan posisi 37 horizontal. Lakukan proses pengujian dengan alat tekstur analyzer. Pengujian dilakukan dengan tiga kali ulangan. Daya Patah = 𝐹𝑥𝐷 𝑆 (mN/s) Keterangan : F : Force (kg) D : Distance S : Time F. Pengolahan Data Pengolahan data dalam peneitian ini adalah data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Deskriptif Kuantitatif dengan 3 kali ulangan. 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Biskuit merupakan makanan kecil (snack) yang biasanya dibuat dari bahan dasar tepung terigu atau tepung jenis lainnya. Biasanya, dalam proses pembuatan biskuit, ditambahkan lemak atau minyak yang berfungsi untuk melembutkan atau membuat renyah, sehingga menjadi lebih lezat. Menurut Matz and Matz (1978) mendefinisikan biskuit sebagai bahan makanan kering hasil pemanggangan, dengan bahan dasar tepung terigu dan bahan tambahan lain yang membentuk suatu formula adonan, yang pada gilirannya akan membentuk produk dengan sifat dan struktur tertentu serta mempunyai umur simpan relatif lama dan mudah dibawa karena volume dan beratnya relatif kecil sebagai akibat dari proses pengeringan. A. Penelitian Pendahuluan Pembuatan Tepung Ikan Gabus Pembuatan tepung ikan pada penelitian ini kulit dan isi perut ikan dibuang. Pembuangan kulit bertujuan agar tepung ikan yang dihasilkan memiliki warna yang lebih cerah, sedangkan pembuangan isi perut bertujuan untuk menghambat kerusakan ikan sebelum ditangani. Hal ini sesuai dengan Hasbullah (2001), yang menyatakan bahwa dalam pembuatan filet ikan isi perut yang menjadi sumber enzim dan bakteri harus disiangi agar tidak mencemari daging ikan. 39 Persiapan utama dalam pembuatan biskuit pada penelitian ini adalah pembuatan tepung ikan gabus. Pembuatan tepung ikan gabus diawali dengan sortasi ikan. Ikan yang telah dimatikan dikuliti dan dibuang isi perutnya. Setelah itu dipisahkan antara bagian badan ikan dan kepala ikan lalu daging dari ikan tersebut diambil dan direbus. Daging ikan gabus selanjutnya diproses untuk dijadikan tepung. Selanjutnya tepung kemudian digunakan pada penelitian utama pada pembuatan biskuit. Gambar 4. Tepung Ikan Gabus B. Penelitian Utama Pembuatan Biskuit dengan Penambahan Konsentrasi Tepung Ikan Gabus Penelitian utama adalah lanjutan dari penelitian pendahuluan, dimana hasil perlakukan terbaiknya akan dilanjutkan kepenelitian selanjutnya. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui berapa komposisi terbaik antara tepung ikan gabus dan tepung terigu yang menghasilkan biskuit terbaik. Bagaimana hasil daya patah, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat serta analisa 40 sensori biskuit yang dihasilkan. Dalam penelitian ini dilakukan suplementasi tepung ikan gabus ke dalam biskuit dengan konsentrasi tepung ikan sebagai berikut : 0%(A1), 90%(A2), 80%(A3), 70%(A4), 60%(A5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi tepung ikan gabus dan tepung terigu yang berbeda dalam pembuatan produk biskuit berpengaruh terhadap kadar air, protein, lemak, dan total abu produk tersebut. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap hasil uji organoleptik dengan menggunakan metode hedonik. Gambar 5. Biskuit Ikan Gabus dengan Penambahan Konsentrasi Tepung Ikan Gabus C. Uji Kesukaan (Hedonic Test) Uji kesukaan merupakan faktor terpenting untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap suatu produk baik makanan maupun minuman. Suatu produk yang diproduksi sasaran utamanya adalah konsumen jadi salah satu pemenuhan mutu suatu produk tersebut harus dengan kriteria konsumen dimana kenampakan, citarasa, dan 41 nilai gizi suatu produk merupakan faktor utama. Uji organoleptik yang dilakukan terhadap rasa biskuit tepung ikan gabus karena disini kita ingin melihat tingkat penerimaan konsumen terhadap produk karena kita ketahui bahwa konsumen menerima suatu produk hanya melihat dari segi rasa, maka dilakukan uji organoleptik terhadap tingkat kesukaan rasa saja. Menurut Setyaningsih, (2010) bahwa, tujuan analisa sensori adalah sebagai pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan kesukaan dan kemauan untuk mempergunakan suatu produk. Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menetukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawi. Hasil uji kesukaan panelis terhadap produk biskuit ikan gabus dengan parameter rasa adalah sebagai berikut. Rasa Rasa merupakan hal yang terpenting dalam menentukan penerimaan atau penolakan suatu bahan pangan oleh panelis. Dalam penelitian ini rasa juga merupakan salah satu uji untuk mendapatkan hasil yang diinginkan karena inti dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan hasil yang terbaik yang telah di uji oleh beberapa panelis. Hasil uji organoleptik terhadap rasa bertujuan untuk mengetahui kesukaannya tingkat terhadap masing-masing perlakuan. respon biskuit dari yang panelis mengenai dihasilkan pada 42 Cita rasa makanan merupakan salah satu faktor penentu bahan makanan. Makanan yang memiliki rasa yang enak dan menarik akan disukai oleh konsumen. Rasa lebih banyak melibatkan indera lidah. Rasa yang enak dapat menarik perhatian sehingga konsumen lebih cenderung menyukai makanan dari rasanya. Cita rasa dari bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen, yaitu bau, rasa, dan rangsangan mulut (Rampengan dkk., 1985). Hasil uji organoleptik terhadap rasa biskuit tepung ikan gabus yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 8. RASA 5 NILAI RASA (SKALA 1-5) 4.5 4 3.5 keterangan: kontrol 100% tepung terigu 3.92 3.69 3.38 3.38 3 2.54 2.5 2 1.5 1 KONTROL 10%+90% 20%+80% 30%+70% 40%+60% TEPUNG IKAN GABUS (%) + TEPUNG TERIGU (%) Gambar 6. Hasil Uji Organolpetik Terhadap Rasa Biskuit Ikan Gabus Hasil uji organoleptik biskuit pada gambar histogram diatas menunjukan bahwa perlakuan dengan penambahan tepung ikan gabus 90 g, 80 g, 70 g dan 60 g, yaitu dengan rata-rata 3,38%, 43 3,38%, 3,92% dan 2,54% yang menghasilkan 3 kategori yaitu suka, agak suka dan tidak disukai panelis. Pada uji rasa kali ini yang agak disukai (skor 3) panelis yaitu perlakuan A 2 dan A3, yang disukai (skor 4) panelis yaitu perlakuan A1 dan A4 dan tidak disukai (skor 2) panelis yaitu perlakuan A5. Berdasarkan hasil penelitian, terhadap penambahan tepung ikan gabus pada produk biskuit menunjukkan bahwa batas penerimaan yang disukai oleh panelis yakni pada perlakuan A4 (30% tepung ikan gabus+70% tepung terigu). Hal ini diduga karena selera dari masing-masing panelis yang lebih menyukai biskuit dengan penambahan 30% tepung ikan gabus serta penambahan tepung ikan gabus sudah tidak bisa menutupi bahan yang mempengaruhi rasa biskuit yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Winarno (2004), bahwa konsistensi bahan akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat ditimbulkan oleh bahan tersebut dapat merubah bau dan rasa karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya ransangan terhadap sel reseptor oleh faktor dari kelenjar air liur. D. Analisa Uji Proximat Pemilihan formulasi terbaik pada biskuit ikan gabus yaitu perlakuan (A4) yakni 30% tepung ikan gabus + 70% tepung terigu. Kandungan gizi pada biskuit diuji dengan melakukan analisis 44 proksimat meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Hasil analisis proksimat biskuit dapat dilihat pada gambar 7. Analisa Proksimat (%) UJI PROKSIMAT 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 44.72 33.87 16.1 1.423 K. LEMAK K. PROTEIN K. ABU 3.898 K. AIR K. KARBOHIDRAT Gambar 7. Hasil Keseluruhan Uji Proksimat Terhadap Biskuit Ikan Gabus Pengukuran kadar air, abu, lemak dan protein pada biskuit tepung ikan gabus ini dimaksudkan untuk mengetahui kandungan dari bahan yang digunakan dan kemudian dibandingkan dengan komposisi pada umumnya, agar dapat menjadi acuan untuk pembuatan produk. Kadar air, abu, lemak dan protein pada biskuit tepung ikan gabus pada penelitiaan ini sesuai dengan standar yang yang ada. 1. Kadar Air Menurut Winarno (1997), kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan penerimaan, kesegaran dan daya tahan pangan tersebut. Pada proses pemanggangan biskuit, terjadi proses 45 pemanasan dan proses pengurangan kadar air. Kandungan air pada biskuit akan mempengaruhi penerimaan konsumen terutama pada atribut tekstur (kerenyahan). Biskuit dengan kadar air tinggi cenderung tidak renyah sehingga teksturnya kurang disukai. Kadar air biskuit yang dihasilkan 3,89 Syarat mutu biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992 menyatakan kadar air maksimum yang terdapat pada biskuit adalah 5% (bb). Kadar air biskuit yang dihasilkan masih berada di bawah persyaratan SNI, sehingga dapat dikatakan bahwa kadar air biskuit dengan substitusi tepung ikan gabus dan tepung terigu memenuhi persyaratan mutu biskuit berdasarkan SNI. 2. Kadar Abu Menurut Soebito (1988), kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar sampai bebas unsur karbon. Kadar abu juga dapat diartikan sebagai komponen yang tidak mudah menguap, tetap tinggal dalam pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Syarat mutu biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992, kadar abu maksimum pada biskuit adalah 1.5% (bb). Kadar abu biskuit yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 1.41%. Kadar abu biskuit memenuhi persyaratan mutu biskuit SNI. Tinggi rendahnya kadar abu pada biskuit yang dihasilkan diduga karena penambahan 46 tepung ikan gabus. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukami (1979) bahwa ikan gabus selain sebagai sumber protein juga sebagai sumber mineral. 3. Kadar Lemak Lemak memiliki efek shortening pada makanan yang dipanggang seperti biskuit, kue kering, dan roti sehingga menjadi lebih lezat dan renyah. Lemak nantinya akan memecah struktur kemudian melapisi pati dan gluten, sehingga dihasilkan biskuit yang renyah (Gaman, P, M, dan K, B, Sherrington, 1992). Lemak dapat memperbaiki struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan, tekstur, dan aroma (Matz, 1978). Kadar lemak biskuit yang dihasilkan pada penelitian ini yakni 33,87%. Nilai tersebut telah memenuhi standar menurut SNI No. 01-2973-92 yang diatas 9,5% (minimal 9,5%). Hal ini diduga karena penambahan tepung ikan gabus, margarin dan butter dimana pada bahan tersebut yakni margarin dan butter mengandung lemak masing-masing 25% - 30%. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunaryo (1985), bahwa pada adonan ini gluten mengembang penuh karena air yang ditambahkan memungkinkan terjadi pengembangan yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk akhir, penyusutan panjang setelah pencetakan dan pemanggangan. Biasanya produk akhir mempunyai kadar lemak 25% - 30%. sifat cryspinnes tertentu dengan 47 4. Kadar Protein Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh kita, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Protein juga berfungsi untuk mengganti jaringan tubuh yang rusak dan perlu dirombak. Sehingga fungsi utama protein adalah membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada. Protein adalah komponen terbesar setelah air. Protein juga merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein juga mengandung fosfor dan belerang dan ada juga jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 2004). Kadar protein biskuit yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 16,1%. Nilai tersebut telah memenuhi standar menurut SNI No. 01-2973-92 yaitu minimal 9%. Hal tersebut disebabkan karena porsi karbohidrat digantikan oleh bahan yang disuplementasikan yaitu tepung ikan gabus. Semakin banyak tepung ikan gabus yang disuplementasikan atau ditambahkan kedalam biskuit makan kadar protein yang ada pada biskuit menjadi tinggi. 48 5. Kadar Karbohidrat Menurut Whiteley (1971), kandungan karbohidrat dalam daging ikan berupa polisakarida, yaitu yang terdapat di dalam sarkoplasma diantara miofibril-miofibril. Kadar karbohidrat tepung ikan cukup tinggi dibandingkan pada ikan segar. Hal ini dikarenakan terjadi pengurangan sejumlah besar air dan lemak pada proses pengepresan ikan sehingga kadar karbohidrat meningkat. Bahan yang menjadi sumber karbohidrat pada pembuatan biskuit antara lain tepung terigu, gula, dan susu. Kadar karbohidrat pada biskuit dihitung dengan penentuan kadar karbohidrat secara kasar menggunakan metode by difference. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar karbohidrat biskuit menggunakan formulasi tepung ikan gabus 30% dan tepung terigu 70% sebesar 44.72% (bb). Jika dibandingkan dengan persyaratan minimum kadar karbohidrat biskuit terigu yang tercantum pada SNI (70%), kadar karbohidrat biskuit dengan substitusi tepung ikan gabus lebih rendah. Pengurangan kadar karbohidrat ini dikarenakan terjadi penggantian sebagian tepung terigu yang menjadi sumber utama karbohidrat pada biskuit dengan tepung ikan gabus yang tinggi protein dan rendah karbohidrat. E. Daya Patah Daya patah merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan mutu sebuah biskuit. Daya patah ini biasa juga dikenal dengan kerenyahan, daya patah dapat dipengaruhi oleh kadar air 49 biskuit atau protein jenis gluten yang dikandung oleh tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan biskuit, dengan membandingkan daya patah pada sebuah biskuit kita akan mengetahui tingkat kekuatan suatu biskuit. Berdasarkan hasil penelitian bahwa penambahan jumlah tepung ikan tidak berpengaruh besar terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan berdasarkan hasil uji dengan menggunakan uji Tekstur Analyzer. Nilai rata-rata tingkat kerenyahan dari biskuit yang dihasilkan yakni dapat dilihat pada gambar 8 dibawah ini: Daya patah 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 6.242 5.999 5.562 5.417 Daya Patah mN/s 5.748 KONTROL 10%+90% 20%+80% 30%+70% 40%+60% TEPUNG IKAN GABUS (%) + TEPUNG TERIGU GABUS (%) Gambar 8. Hasil Analisa Daya Patah Pada Biskuit Ikan Gabus Pada gambar diatas menunjukan bahwa biskuit ikan gabus dengan perlakuan (100% tepung terigu) memiliki daya patah 6.242 mN/s, perlakuan (90% tepung terigu+10% tepung ikan gabus) dengan daya patah 5.748 mN/s, perlakuan (80% tepung terigu+20% tepung ikan gabus) dengan daya patah 5.999 mN/s, 50 perlakuan (30% tepung terigu+70% tepung ikan gabus) memiliki daya patah 5.562 mN/s, dan perlakuan (40% tepung terigu+60% tepung ikan gabus) dengan daya patah 5.417 mN/s. Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa penambahan tepung ikan gabus tidak berpengaruh besar terhadap tingkat kerenyahan biskuit yang dihasilkan. Tingkat kerenyahan biskuit ditentukan dari jenis tepung yang digunakan, semakin tinggi kandungan protein pada tepung maka, biskuit yang dihasilkan kurang renyah. Hal ini dikarenakan pada tepung yang berprotein tinggi memiliki kandungan gluten yang tinggi. Sebaliknya, penggunaan tepung dengan kadar protein rendah akan menghasilkan biskuit yang renyah. Hal ini disebabkan tepung terigu yang digunakan pada pembuatan biskuit ini memiliki kandungan protein yang rendah. Hal ini sesuai dengan Whiteley (1971), bahwa tepung terigu yang baik untuk pembuatan biskuit adalah tepung terigu yang memiliki protein yang rendah. 51 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Hasil analisis biskuit yang disubstitusi tepung ikan gabus diperoleh perlakuan yang mendekati Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk biskuit ikan gabus dengan kadar air 3.89%, kadar abu 1.41% dan kadar protein 16.1% 2. Perlakuan terbaik pada biskuit tepung ikan gabus yang dihasilkan dan berdasarkan uji penetapan perlakuan terbaik dengan metode organoleptik terhadap rasa adalah perlakuan A4 (30% tepung ikan gabus + 70% tepung terigu) dengan nilai 3.92%. 3. Pembuatan biskuit tepung ikan gabus dimulai dari adonan dibuat sampai kalis, dicampurkan bahan, dicetak dengan memakai sendok lalu dibentuk pipih dan dipanggang selama 20 menit dengan suhu 1600C. B. Saran Saran yang dapat saya berikan adalah sebaiknya dilakukan pembuatan biskuit dengan perlakuan terbaik menggunakan konsentrasi tepung ikan gabus yang lebih tinggi serta penelitian mengenai umur masa simpan biskuit. 52 DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2011a. Suplemen Ikan Gabus. http:// /PUJIMIN suplemen ikan gabus.htm. Akses tanggal 27 November 2012. Anonim, 2011b. Lemak Makanan. http://id.wikipedia.org/wiki/lemakmakanan/. Akses Tanggal 27 November 2012. Makassar. Anonim, 2012a. Mengenal Ikan gabus. http://www. penyuluhpi.blogspot.com/.../mengenal-ikan-gabus-ophiocephalus. Akses tanggal 27 November 2012. Anonim, 2012b. Sehat dengan Ikan Gabus. http://id. http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2012/05/30/sehatdengan-ikan-gabus-461026.html. Akses tanggal 27 November 2012. Anonim, 2012c. Khasiat dan Manfaat Ikan Gabus / Haruan. http://id Khasiat dan Manfaat Ikan Gabus Haruan ~ Artikel Kesehatan Julak.htm. Akses tanggal 27 November 2012. Apandi, 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni. Bandung. Apriyantono, A., 2006. Bahan Pembuat Bakery dan Kue. http://dunia.pelajar-islam.or.id. Akses tanggal 6 desember 2011. Makassar. Astawan ,Made. Tepung Terigu. 2004. Dan Nasi http://www.gizi.net Akses Tanggal 10 januari 2012. Astuti, Puji. 2003. Gabus Temuan Sang Profesor. Gatra Kesehatan. Surabaya. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta. Cavallo. 1998. Penelitian Ekstrak Ikan Gabus. Jurnal pengabdian Kepada Masyarakat. Akses tanggal 27 November 2012. Dep. Perindustrian.1990. Standar Industri Indonesia (SII). Standar Mutu Biskuit (SII 0177 – 90). 1990. Akses tanggal 27 November 2012. Dep. Perindustirian. 2003. Biskuit. Penanganan Gizi Buruk. Jakarta. Faridi, H. 1994. The Science of Cookie and Cracker Production. Capman and Hall. New York. 53 Fellous, P, J. 1990. Food Processing and Technology, Principles and Practise. Ellis Harwod. New York. Gaman, P, M dan K,B, Sherington, 1992. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi Terjemahan M, Gardjito, S, Naruki, A, Murdiati, Sardjono. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Hasil Perikanan. Yogyakarta: Liberty. Hasbullah. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri. Dewan Ilmu pengetahuan Teknologi dan Industri, sumatera Barat. Hiswaty. 2002. Pengaruh Penambahan Tepung ikan Nila Merah (Oreochromus sp) Terhadap Karakteristik Biskuit. Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB, Bogor. Hui, A, Y. 1992. Encyclopedia of Food and Technology. John Wiley and sons Company Inc. New York. Matz & Matz TD.1978. cooke AVI.co.Inc,Westport.connecticut. & cracer technology. Munandar, Aliem Iskak. 1995. Teori Pastry. Yogyakarta : Akademi Kesejahteraan Sosial Tarakanita Yogyakarta. Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1985. Dasar-dasar Pengawasan Mutu Pangan. Badan Kerja sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang. Smith. W. H. 1972. Biscuit, Crackers and Cookies Technology Production and Management. London : Aplied Science Publisher : LTD. Sunaryo E, 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Jurusan Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Suprayitmo. 2006. Jumlah Protein Ikan Gabus. .blogspot.com/2011/09/ikan-gabus.html. Akses tanggal 27 November 2012. Taib, Gunarif., 1987. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Melton Putra. Jakarta. Whitely PR. 1971. Biskuit Manufacture. Applied Science Publishing, Ltd. London. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia. Pengolahan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 54 55 Lampiran 01a. Tabel Hasil Uji Analisa Daya Patah Biskuit Tepung Ikan Gabus Perlakuan A1 (Tepung Terigu 100 gr) Force Force FxD/S Bagian Distance Time FxD/S (kg) (mN) (mN) A1 0.2976 2976 4.621 2.203 0.006 6.242 Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013 Lampiran 01b. Tabel Hasil Uji Analisa Daya Patah Biskuit Tepung Ikan Gabus Perlakuan A2 (Tepung Ikan Gabus 10 gr : Tepung Terigu 90 gr) Force Force FxD/S Bagian Distance Time FxD/S (kg) (mN) (mN) A2 0.2875 2875 4.878 2.44 0.006 5.748 Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013 Lampiran 01c. Tabel Hasil Uji Analisa Daya Patah Biskuit Tepung Ikan Gabus Perlakuan A3 (Tepung Ikan Gabus 20 gr : Tepung Terigu 80 gr) Force Force FxD/S Bagian Distance Time FxD/S (kg) (mN) (mN) A3 0.3001 3001 3.438 1.72 0.006 5.999 Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013 Lampiran 01d. Tabel Hasil Uji Mekanik Analisa Daya Patah Biskuit Tepung Ikan Gabus Perlakuan A4 (Tepung Ikan Gabus 30 gr : Tepung Terigu 70 gr) Force Force FxD/S Bagian Distance Time FxD/S (kg) (mN) (mN) A4 0.2643 2643 4.954 2.354 0.006 5.562 Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013 Lampiran 01e. Tabel Hasil Uji Analisa Daya Patah Biskuit Tepung Ikan Gabus Perlakuan A5 (Tepung Ikan Gabus 40 gr : Tepung Terigu 60 gr) Force Force FxD/S Bagian Distance Time FxD/S (kg) (mN) (mN) A5 0.2621 2621 4.865 2.354 0.005 5.417 Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013 56 Lampiran 01f. Tabel Hasil Analisa Daya Patah Biskuit Tepung Ikan Gabus standar FxD/s (N/m) total devisiasi perlakuan1 perlakuan2 perlakuan3 perlakuan4 perlakuan5 6.242 5.748 5.999 5.562 5.417 28.968 0.331963 Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013 Lampiran 02. Hasil Analisis Proksimat Terhadap Formulasi Biskuit yang Dihasilkan No. Komponen Rata-rata 1. 2. 3. Kadar Air Kadar Abu Kadar Lemak 3.89% 1.41% 33,87% 4. Kadar Protein 16,1% 5. Kadar Karbohidrat 44,72% Sumber: Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Biskuit, 2013 Lampiran 03. Tabel Hasil Analisa Kadar Air Biskuit Tepung Ikan Gabus ULANGAN RATASAMPEL TOTAL RATA I II III A4 3.846 4.061 3,788 11.695 3.898 Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013 Lampiran 04. Tabel Hasil Analisa Kadar Abu Biskuit Tepung Ikan Gabus ULANGAN RATASAMPEL TOTAL RATA I II III A4 1.424 1.446 1.399 4.269 1.423 Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013 Lampiran 05. Tabel Hasil Analisa Kadar Protein Biskuit Tepung Ikan Gabus ULANGAN RATASAMPEL TOTAL RATA I II III A4 16.30 15.85 16.15 48.3 16.1 Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013 57 Lampiran 06. Tabel Hasil Analisa Kadar Lemak Biskuit Tepung Ikan Gabus ULANGAN RATASAMPEL TOTAL RATA I II III A4 33.84 34.76 33.01 101.61 33.87 Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013 Lampiran 07. Tabel Hasil Analisa Kadar Karbohidrat Biskuit Tepung Ikan Gabus Analisa (%) Ulangan Protein Lemak Air Abu Karbohidrat Ul 1 16.30 33.84 3.84 1.42 44.6 Ul 2 15.85 34.76 4.06 1.44 43.89 Ul 3 16.15 33.01 3.78 1.39 45.67 Rata-rata 16.1 33.87 3.89 1.42 44.72 Lampiran 08. Hasil Uji Organolpetik terhadap rasa Biskuit Tepung Ikan Gabus NO PANELIS SAMPEL 354 731 159 273 932 1 1 5 4 2 3 3 2 2 4 3 3 4 2 3 3 3 4 5 3 2 4 4 4 5 3 5 2 5 5 3 4 3 4 2 6 6 4 3 3 4 3 7 7 4 3 3 4 4 8 8 3 4 4 5 4 9 9 2 3 4 5 1 10 10 4 2 3 4 3 11 11 4 4 5 4 2 12 12 3 2 4 3 3 13 13 5 3 2 3 2 JUMLAH 48 44 44 51 33 3.69230 3.3846 3.38461 3.92307 8 15 5 7 Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013 RERATA 2.53846 2 TOTAL 17 16 17 19 16 17 18 20 15 15 19 15 15 219 16.84615 58 Keterangan : A1 : 100% tepung terigu A2 : 90% tepung terigu + 10% tepung ikan gabus A3 : 80% tepung terigu + 20% tepung ikan gabus A4 : 70% tepung terigu + 30% tepung ikan gabus A5 : 60% tepung terigu + 40% tepung ikan gabus Skor: 5 = sangat suka 4 = suka 3 = agak suka 2 = agak tidak suka 1 = tidak suka Lampiran 9. Gambar Proses Pembuatan Biskuit Ikan Gabus 59 Lampiran 10. Gambar Tepung Biskuit Ikan Gabus Lampiran 11. Biskuit dengan berbagai Perlakuan Setelah dioven Lampiran 12. Bahan-bahan yang Digunakan Dalam Campuran Biskuit