BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Operasional Ada beberapa pengertian dari manajemen operasional menurut para ahli, antara lain: Menurut Heizer dan Render (2009:4), manajemen operasional adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. Menurut Herjanto (2007:2), manajemen operasional adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan barang, jasa dan kombinasinya, melalui proses transformasi dari sumber daya produksi menjadi keluaran yang diinginkan. Menurut Stevenson (2009:4), manajemen operasional adalah sistem manajemen atau serangkaian proses dalam pembuatan produk atau penyediaan jasa. Menurut Daft (2006:216), manajemen operasional adalah bidang manajemen yang mengkhususkan pada produksi barang, serta menggunakan alat dan teknik khusus untuk memecahkan masalah produksi. Menurut Evans dan Collier (2007:5), manajemen operasional adalah ilmu dan seni untuk memastikan bahwa barang dan jasa diciptakan dan berhasil dikirim ke pelanggan. Jadi dapat disimpulkan dari berbagai penjelasan di atas, manajemen operasional adalah ilmu yang mempelajari proses pengubahan input menjadi output yang memiliki nilai untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam bentuk barang maupun jasa. 2.1.1 Sepuluh Keputusan Strategis Manajemen Operasional Menurut Heizer dan Render (2009:56-57), diferensiasi, biaya rendah dan respons yang cepat dapat dicapai saat manajer membuat keputusan efektif dalam sepuluh wilayah manajemen operasional. Keputusan ini dikenal sebagai keputusan operasi (operations decisions). Berikut sepuluh keputusan manajemen operasional yang mendukung misi dan menerapkan strategi: 13 14 a. Perancangan barang dan jasa. Perancangan barang dan jasa menetapkan sebagian besar proses transformasi yang akan dilakukan. Keputusan biaya, kualitas dan sumber daya manusia bergantung pada keputusan perancangan. b. Kualitas. Ekspektasi pelanggan terhadap kualitas harus ditetapkan, peraturan dan prosedur dibakukan untuk mengidentifikasi serta mencapai standar kualitas tersebut. c. Perancangan proses dan kapasitas. Keputusan proses yang diambil membuat manajemen mengambil komitmen dalam hal teknologi, kualitas, penggunaan sumber daya manusia dan pemeliharaan yang spesifik. Komitmen pengeluaran dan modal ini akan menentukan struktur biaya dasar suatu perusahaan. d. Pemilihan lokasi. Keputusan lokasi organisasi manufaktur dan jasa menentukan kesuksesan perusahaan. e. Perancangan tata letak. Aliran bahan baku, kapasitas yang dibutuhkan, tingkat karyawan, keputusan teknologi dan kebutuhan persediaan mempengaruhi tata letak. f. Sumber daya manusia dan rancangan pekerjaan. Manusia merupakan bagian yang integral dan mahal dari keseluruhan rancang sistem. Karenanya, kualitas lingkungan kerja diberikan, bakat dan keahlian yang dibutuhan, dan upah yang harus ditentukan dengan jelas. g. Manajemen rantai pasokan. Keputusan ini menjelaskan apa yang harus dibuat dan apa yang harus dibeli. h. Persediaan. Keputusan persediaan dapat dioptimalkan hanya jika kepuasan pelanggan, pemasok, perencanaan produksi dan sumber daya manusia dipertimbangkan. i. Penjadwalan. Jadwal produksi yang dapat dikerjakan dan efisien harus dikembangkan. j. Pemeliharaan. Keputusan harus dibuat pada tingkat kehandalan dan stabilitas yang diinginkan. Berdasarkan sepuluh keputusan strategis manajemen operasional menurut Heizer dan Render di atas, Quality Function Deployment berada di aspek kualitas, dimana berfungsi sebagai alat pengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan cara pemenuhannya oleh perusahaan. 15 2.1.2 Logistik Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat (Aditama, 2003). Logistik merupakan aktivitas yang berkaitan dengan masalah transportasi, pergudangan, dan persediaan simpanan (Shapiro, 2001). Manajemen logistik dilakukan dengan maksud menekan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh aktivitasaktivitas tersebut diatas, namun tanpa melupakan pencapaian customer service level. Aktivitas logistik dapat dibedakan kedalam aktivitas kunci dan aktivitas pendukung. Aktivitas-aktivitas kunci dari logistik adalah: 1. Merancang target customer service level 2. Transportasi a. Memilih mode transportasi b. Mengkonsolidasikan muatan c. Menentukan rute distribusi d. Menjadwalkan pengiriman e. Memproses klaim / gugatan f. Mengaudit tingkat tarif 3. Manajemen inventory a. Membuat kebijakan tentang raw material dan produk yang harus disimpan b. Meramalkan penjualan jangka pendek 4. Memproses order a. Merancang prosedur untuk alokasi produk b. Membuat aturan dalam melakukan order Sedangkan yang merupakan aktivitas pendukung adalah: 1. Warehousing a. Menentukan space b. Mendesain layout untuk penyimpanan dan tempat bongkar muat (dock) c. Merancang konfigurasi gudang 2. Material handling a. Pemilihan peralatan untuk material handling 16 b. Membuat kebijakan penempatan peralatan. 3. Pembelian a. Memilih supplier b. Menentukan waktu pembelian c. Menentukan kuantitas yang harus dibeli 4. Melindungi kemasan (protective packaging), dengan merancang cara untuk : a. Handling (pemindahan) b. Penyimpanannya 5. Bersama dengan bagian produksi melakukan: a. Merinci jumlah agregrat yang diproduksi b. Membuat urutan dan waktu produksi untuk setiap jenis produk 6. Menjaga informasi (information maintanance) a. Mengumpulkan informasi, menyimpan, dan memanipulasi b. Menganalisa data c. Merancang prosedur kendali 2.1.3 Procurement Procurement mengacu pada semua aktivitas yang melibatkan pengadaan barang-barang dari pemasok, hal ini meliputi pembelian dan juga kegiatan logistic ke dalam seperti transportasi, barang masuk, dan penyimpanan di gudang sebelum barang tersebut digunakan (Kalakota dan Robinson, 2004:56) Turban (2008:234) berpendapat bahwa procurement management adalah koordinasi semua aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan pembelian barangbarang dan jasa yang dibutuhkan untuk melengkapi misi organisasi. Sedangkan menurut Donald (2002:40), procurement menyangkut informasi untuk melengkapi persiapan purchase order, modifikasi dan pencarian pemasok secara keseluruhan. Jadi dapat disimpulkan bahwa procurement adalah semua kegiatan pengadaan barang dan jas dari pemasok mulai dari pencarian pemasok, membuat pemesanan hingga barang dikirimkan. 2.2 Jasa / Pelayanan (Service) Perkembangan jasa berawal dari tukar-menukar barang secara sederhana tanpa menggunakan alat tukar berupa uang ataupun logam mulia. Dengan 17 berkembangnya ilmu pengetahuan, maka semakin dibutuhkannya suatu alat tukar yang berlaku umum dan untuk itulah diciptakan uang. Disamping itu, manusia juga memerlukan jasa yang mengurus hal-hal tertentu, sehingga jasa menjadi bagian utama dalam pemasaran (Supranto, 2006, p226). Menurut Supranto (2006, p227), jasa merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut. Kotler dan Keller (2006) mengemukakan bahwa jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujd dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan. Produksi jasa dapat terikat atau tidak terikas pada suatu produk fisik. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa jasa pada dasarnya adalah sesuatu yang mempunyai ciri-ciri seperti: suatu yang tidak berwujud, tetapi dapat memenuhi kebutuhan konsumen; proses produksi jasa dapat menggunakan atau tidak menggunakan bantuan suatu produk fisik; jasa tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan; dan, terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa, maka dari itu definisi jasa harus diamati dengan baik, karena pengertiannya berbeda dengan produk berupa barang. Kondisi dan cepat lambatnya pertumbuhan jasa akan sangat tergantung pada penilaian pelanggan terhadap kinerja (penampilan) yang ditawarkan oleh pihak produsen. 2.2.1 Karakteristik Jasa Kotler dan Keller (2006) mengemukakan bahwa terdapat empat karakteristik yang terdapat dalam jasa, yaitu: 1. Tidak berwujud (Intangible) Jasa tidak dapat dilihat, dicium, atau diraba. Untuk mengurangi ketidakpastian, para pembeli akan mencari tanda atau bukti dari mutu jasa tersebut melalui tempat, orang, peralatan, symbol, dan harga yang mereka lihat. Oleh karena itu, tugas penyedia jasa adalah mengelola bukti tersebut, sehingga mewujudkan yang tidak berwujud. 2. Tidak dapat dipisahkan (Inseparibility) Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedia jasa (provider), baik berbentuk manusia atau mesin. Jika seseorang memberikan pelayanan, maka 18 penyedianya merupakan bagian dari jasa tersebut. Interaksi penyedia jasa dan konsumen merupakan ciri khusus dalam proses penyampaian jasa. 3. Bervariasi (Variability) Banyaknya variasi kualitas jasa tergantung pada siapa, kapan, dimana, dan bagaimana jasa tersebut dihasilkan. 4. Tidak tahan lama (Perishability) Jasa berbeda dengan barang dimana tidak dapat disimpan untuk kemudian dijual dan digunakan oleh konsumen sebagai akibat keberadaan nilai jasa hanya pada titik tertentu dan akan lenyap, seperti kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni atau jam tertentu tanpa pasien di tempat praktek dokter gigi yang akan hilang atau berlalu begitu saja karena jasa itu tidak dapat disimpan. Jika disimpulkan dari beberapa karakterisik di atas, jasa merupakan hal yang tidak memiliki bentuk, keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari penyedia jasa, oleh karena itu bentuk dari jasa berbeda-beda tergantung dari situasi dan kondisi pada saat jasa diberikan, serta jasa tidak dapat disimpan karena tidak memiliki bentuk. 2.3 Kualitas Davis dalam Yamit (2005:8) membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang digunakan Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas. Keistimewaan dan keunggulan produk dapat diukur melalui tingkat kepuasan pelanggan. Keistimewaan ini tidak hanya terdiri dari karakteristik produk yang ditawarkan, tetapi juga pelayanan yang menyertai produk itu, seperti cara pemasaran, cara pembayaran, ketepatan penyerahan dan lain-lain. Keistimewaan dari suatu produk dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu keistimewaan langsung dan atraktif. Keistimewaan langsung berkaitan dengan kepuasan pelanggan yang diperoleh secara langsung dengan mengkonsumsi produk yang memiliki karakteristik unggul seperti produk tanpa cacat, keterhandalan dan lain-lain. Sedangkan keistimewaan atraktif 19 berkaitan dengan kepuasan pelanggan yang diperoleh secara tidak langsung dengan mengkonsumsi produk itu. Keistimewaan atraktif sering memberikan kepuasan yang lebih besar pada pelanggan dibandingkan dengan keistimewaan langsung. Beberapa keistimewaan atraktif, misalnya bank yang buka pada hari minggu, pelayanan 24 jam tanpa tambahan biaya, pembelian produk melalui telepon, penyerahan di rumah, dan sebagainya. Keistimewaan atraktif dapat meningkatkan kepuasan pelanggan secara cepat, meskipun untuk itu membutuhkan inovasi dan pengembangan secara terusmenerus. Dengan demikian tiga kategori produk seperti yang didefinisikan disini, yaitu: 1. Barang (goods), misalnya mobil, pakaia, makanan, dan lain-lain. 2. Perangkat lunak (software), misalnya program komputer, laporan keuangan, prosedur atau instruksi dalam sistem kualiatas ISO 9000, dan lain-lain. 3. Jasa (service), misalnya perbankan, asuransi, transportasi, pergudangan, pendidikan dan pelatihan, dan lain-lain. Di samping pengertian kualitas seperti telah disebutkan di atas, kualitas juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan kearah perbaikan secara terus menerus sehinggan dikenal dengan istilah Q-MATCH (Quality = Meet agreed terms and changes). Dalam ISO 8402 (Quality Vocabulary), kualitas didefinisikan sebagai karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikasian atau ditetapkan. Kualitas seringkali diartikan sebagai kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau konformansi terhadap kebutuhan atau persyaratan (conformance to the requirements). Perlu dicatat sejak awal pengertian produk seperti yang didefiniskan dalam ISO 8402 bahwa produk adalah hasil dari aktivitas maupun proses. Suatu produk dapat berbentuk (tangible), tidak berbentuk (intangible), atau kombinasi keduanya. Berdasarkan definisi tentang kualitas baik yang konvensional maupun yang lebih strategis, dinyatakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu pada pengertian pokok berikut: 1. Kualitas terdiri dari beberapa keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu. 2. Kualitas terdiri atas segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan 20 Berdasarkan pengertian dasar dari kualitas di atas, tampak bahwa kualitas selalu berfokus pada pelanggan (customer focused quality), dengan demikian segala bentuk pelayanan, desain, maupun proses produksi dirancang untuk memenuhi keinginan pelanggan. Oleh karena itu, sebuah produk mampu dikatakan berkualitas apabila produk tersebut telah memenuhi keinginan pelanggan dan menciptakan kepuasan bagi pelanggan. 2.3.1 Kualitas Pelayanan Pengertian kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk memenuhi harapan pelanggan. Menurut Wyckof dalam Tjiptono (2005:260), kualitas pelayanan adalah tingkatan keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada 2 (dua) faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu Expected Service dan Perceived Service. Jika pelayanan yang dirasakan (perceived) sesuai dengan yang diharapkan (expected), maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik. Jika pelayanan yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal dan begitu sebaliknya, jika pelayanan yang diterima lebih rendan daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada penyedia pelayanan yang memenuhi harapan pelanggannya. Menurut Gronroos dalam Purnama (2006:20), kualitas pelayanan meliputi kualitas fungsi yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan, terdiri dari: dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku, hubungan internal, penampilan, kemudahan akses, dan service mindedness. Kemudian kualitas teknis dengan kualitas output yang dirasakan konsumen, meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan estetika output. Dan yang terakhir adalah reputasi perusahaan yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi di mata konsumen. Menurut Heizer dan Render dalam Ibrahim, Mohammed, Gigiorgis (2015), kualitas pelayanan jasa adalah kegiatan-kegiatan ekonomi yang biasanya menghasilkan produk intangible seperti pendidikan, hiburan, makanan dan penginapan, transportasi, asuransi, perdagangan, pemerintah, keuangan, real estate, perbaikan kesehatan dan pemeliharaan. 21 Dari beberapa definisi mengenai kualitas pelayanan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah pemberian jasa kepada pelanggan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. 2.3.2 Dimensi Kualitas Pelayanan Parasuraman et al (dalam Yarimoglu, 2014) mengemukakan ada 10 dimensi kualitas pelayanan yaitu reliability, responsiveness, competence, access, courtesy, communication, credibility, security, understanding, dan tangibles. Dalam perkembangan selanjutnya, (Parasuraman et al dalam Ibrahim, Mohammed, dan Gigiorgis, 2015) mengemukakan 5 (lima) dimensi kualitas pelayanan jasa. Kelima dimensi tersebut meliputi: 1. Reliability (Kehandalan) Adapun pengertian reliability, yaitu kemampuan perusahaan untuk mewujudkan pelayanan yang dijanjikan secara tepat dan dapat diandalkan sesuai dengan definisi, “Reliability is the ability to perform the promised service dependably and accurately”. Reliability adalah kemampuan memenuhi pelayanan yang dijanjikan secara terpercaya dan akurat. 2. Responsiveness (Daya Tanggap) Dimensi ini menekankan pada perhatian dan kecepatan (ketanggapan) dalam memenuhi permintaan, pertanyaan, pengaduan dan masalah-masalah yang dikemukakan oleh pelanggan. “Responsiveness is the willingness to help customers and provide prompt service”. Responsiveness adalah kesediaan untuk segera membantu pelanggan dan memberikan layanan. 3. Assurance (Jaminan) “Assurance is employee`s knowledge and courtesy and the ability of the firm and its employee`s to inspire trust and confidence”. Assurance adalah pengetahuan, kompetensi, kesopanan, sifat dapat dipercaya dari pada staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Dimensi ini mencakup dimensi competence, courtesy, credibility, dan security. 4. Empathy (Empati) “Emphati is caring, individualizing attention the firm provides its customer”. Empathy adalah adanya rasa peduli dan perhatian kepada setiap pelanggan secara individual. Dimensi ini mencakup dimensi access, communication, dan understanding the customer. 22 5. Tangibles (Berwujud) “Tangibels is appearance of physical facilities, equipment, personnel, and communication materials”. Tangibles adalah penampilan fasilitas fisik, peralatan, karyawan, dan bahan komunikasi. Tangibles sering digunakan perusahaan pelayanan untuk meningkatkan image perusahaan karena menyirapkan kualitas dari pelayanan yang diharapkan. 2.4 Total Quality Management Konsep TQM berasal dari tiga kata yaitu total, quality, dan management. Fokus utama dari TQM adalah kualitas/mutu. Terkait dengan mutu sebagai fokus utama, ada beberapa definisi mengenai mutu. Berikut adalah beberapa definisi mutu menurut para ahli dalam (Ismanto, 2009: 64), Crosby mendefinisikan mutu sebagai “tercukupinya kebutuhan” (conformance to requirement). Juran dan Gray mendefinisikan mutu sebagai “baik untuk digunakan” (fitness for use). Fred Smith, CEO General Expres mengartikan kualitas sebagai kinerja standar yang diharapkan oleh pemakai produk atau jasa (customer). Sedangkan General Servise Administration (GSA) mendefinisikan kualitas adalah pertemuan kebutuhan customer pada awal mula dan setiap saat. Menurut Goetsch dan Davis dalam (Siswanto, 2007: 195), mutu (quality) merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kata selanjutnya adalah total, yang dalam bahasa Indonesia sering dipakai kata menyeluruh atau terpadu. Kata total (terpadu) dalam TQM menegaskan bahwa setiap orang yang berada dalam organisasi harus terlibat dalam upaya peningkatan secara terus menerus (Sallis, 2011: 74). Unsur ketiga dari TQM adalah kata management, yang merupakan konsep awal dari TQM itu sendiri. Ada banyak definisi manajemen yang telah dikemukakan oleh para pakar. Secara etimologis, kata manajemen berasal dari bahasa Inggris “management” yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan pengelolaan (Munir, 2006:9). Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata (Terry, 2005:1). Istilah manajemen (management) telah diartikan oleh berbagai pihak dengan perspektif yang berbeda, 23 misalnya pengelolaan, pembinaan, pengurusan, ketatalaksanaan, kepemimpinan, ketatapengurusan, administrasi, dan sebagainya. TQM menurut Youssef et al dalam Talib, Rahman, dan Qureshi (2010) adalah sebuah filosofi keseluruhan yang tujuannya adalah untuk memenuhi atau melampaui kebutuhan internal dan pelanggan (eksternal) dengan menciptakan organisasi budaya di mana semua orang di setiap tahap menciptakan produk serta setiap tingkat manajemen berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dan memahaminya kepentingan strategis secara jelas. Selanjutnya, TQM menurut Demirbag et al dalam Talib, Rahman, dan Qureshi (2010) adalah Sebuah filosofi manajemen holistik yang bertujuan melakukan perbaikan terus-menerus dalam semua fungsi organisasi untuk memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan atau persyaratan di awah kepemimpinan topmanajemen. Lalu, TQM menurut Christofi et al dalam Talib, Rahman, dan Qureshi (2010), Kualitas supply chain berdasarkan komitmen yang melebar dari pemasok, produsen, dengan konsumen dari sebuah organisasi, dalam rangka mencapai keunggulan dalam produksi dan pelayanan jasa oleh manajemen. Total Quality Management (TQM) merupakan suatu konsep manajemen modern yang berusaha untuk memberikan respon secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik yang didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal organisasi. Dasar pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Total Quality Management (TQM) merupakan teori ilmu manajemen yang mengarahkan pimpinan organisasi dan personilnya untuk melakukan program perbaikan mutu secara berkesinambungan yang terfokus pada pencapaian kepuasan para pelanggan. 2.4.1 Konsep Total Quality Management Menurut Goetsch dan Davis (dalam Nasution 2010:22-24), komponen TQM yang harus diperhatikan dalam menjalankan program pengelolaan kualitas dengan baik adalah sebagai berikut: 1. Fokus Pada Konsumen Dalam TQM, baik konsumen internal maupun eksternal merupakan driver. Konsumen eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan 24 kepada mereka, sedangkan konsumen internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa. 2. Obsesi terhadap Kualitas Dalam organisasi yang menerapkan TQM, konsumen internal dan eksternal menentukan kualitas. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut. Hal ini berarti bahwa semua karyawan pada setiap level berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaannya berdasarkan perspektif “Bagaimana kita dapat melakukannya dengan lebih baik?” bila suatu organisasi terobsesi dengan kualitas, maka berlaku prinsip ‘good enough is never good enough’. 3. Pendekatan Ilmiah Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM terutamaa untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian, data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan. 4. Komitmen Jangka Panjang TQM merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu, dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu, komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses. 5. Kerja Sama Tim Dalam organisasi yang dikelola secara tradisional sering kali diciptakan persaingan antardepartement yang ada dalam organisasi tersebut agar daya saingnya terdongkrak. Akan tetapi, persaingan internal tersebut cenderung hanya menggunakan dan menghabiskan energi yang seharusnya dipusatkan pada upaya perbaikan kualitas, yang pada gilirannya untuk meningkatkan daya saing perusahaan pada lingkungan eksternal. 6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan Setiap produk dan atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses terntentu di dalam suatu sistem/lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat makin meningkat. 25 7. Pendidikan dan Pelatihan Dewasa ini masih terdapat perusahaan yang menutup mata tehadap pentingnya pendidikan dan pelatihan karyawan. Mereka beranggapan bahwa perusahaan bukanlah sekolah, yang diperlukan adalah tenaga terampil siap pakai. Jadi, perusahaan-perusahaan seperti itu hanya akan memberikan pelatihan sekedarnya kepada para karyawannya. Kondisi seperti itu menyebabkan perusahaan yang bersangkutan tidak berkembang dan sulit bersaing dengan perusahaan lainnya, apalagi dalam era persaingan global. Sedangkan dalam organisai yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses yang tidak ada akhrinya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya. 8. Kebebasan yang Terkendali Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting untuk dapat meningkatkan ras memiliki dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Dalam hal ini, karyawanlah yang melakukan standarisasi proses dan mereka pula yang mencari cara untuk meyakinkan setiap orang agar bersedia mengikuti prosedur standar tersebut. 9. Kesatuan Tujuan Supaya TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian, setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Akan tetapi, kesatuan tujuan ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan/ kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan, misalnya mengenai upah dan kondisi kerja. 10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekadar melibatkan karyawan, melainkan juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti. Usaha untuk melibatkan karyawan membawa dua manfaat utamaa, yaitu untuk meningkatkan perencanaaan dan pengambilan keputusan, 26 serta meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya. 2.5 Quality Function Deployment Quality Function Deployment (QFD) merupakan pendekatan sistematik yang menentukan tuntutan atau permintaan konsumen dan kemudian menerjemahkan tuntutan tersebut secara akurat ke dalam desain teknis, manufacturing, dan perencanaan produksi yang tepat. Pada prinsipnya, QFD membantu mendengarkan suara atau keinginan konsumen dan berguna untuk brainstorming sessions bagi tim pengembang dalam menentukan cara terbaik memenuhi keinginan konsumen (Wijaya, 2011:45). “QFD adalah proses sistematis yang membantu perusahaan memahami dengan cepat dan memadukan kebutuhan klien ke dalam barang atau jasa mereka,” (ASI, dalam Wijaya, 2011:46). Menurut Akao dalam Wijaya (2011), QFD sebagai metode untuk mengembangkan kualitas desain yang bertujuan memuaskan konsumen dan kemudian menerjemahkan permintaan konsumen ke target desain dan poin assurance kualitas utama yang dapat digunakan dalam tahap produksi. Menurut Jaiswal (2012), QFD adalah alat kualitas yang membantu untuk menerjemahkan suara pelanggan (voice of customer) menjadi produk baru yang benar-benar memenuhi kebutuhan mereka. Dari beberapa definisi di atas, Quality Function Deployment dapat disimpulkan sebagai sistem desain barang atau jasa berdasarkan keinginan konsumen, yang mana dalam prosesnya melibatkan partisipasi anggota seluruh fungsi organisasi. 2.5.1 Manfaat Quality Function Deployment Ada 3 (tiga) manfaat utama yang diperoleh perusahaan bila menggunakan metode QFD (Ariani, dalam Wijaya, 2011:48), yaitu: 1. Customer Focused Perusahaan mendapatkan input dan umpan balik dari pelanggan mengenai kebutuhan dan harapan pelanggan. Hal ini penting, karena kinerja organisasi tidak akan terlepas dari pelanggan, apalagi bila para pesaingnya juga melakukan hal yang sama. 2. Time-efficient 27 Mengurangi waktu pengembangan produk. Dengan menerapkan QFD maka program pengembangan produk akan memfokuskan pada kebutuhan dan harapan pelanggan. 3. Time-oriented QFD menggunakan pendekatan yang berorientasi pada kelompok. Semua keputusan didasarkan pada konsensus dan keterlibatan semua orang dalam diskusi dan pengambilan keputusan dengan teknik brainstorming. 4. Documentation-oriented QFD menggunakan data dan dokumentasi yang berisi semua proses dan seluruh kebutuhan dan harapan pelanggan. Data dan dokumentasi ini digunakan sebagai informasi mengenai kebutuhan dan harapan pelanggan yang selalu diperbaiki dari waktu ke waktu. Menurut Eldin dalam Wijaya (2011), penerapan QFD dapat mengurangi waktu desain sebesar 40% dan biaya 60% secara bersamaan dengan dipertahankan dan ditingkatkannya kualitas desain. Ada tiga manfaat yang dapat diperoleh perusahaan bila menggunakan metode QFD, yaitu: 1. Mengurangi biaya Hal ini dapat terjadi karena produk yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan, sehingga tidak ada pengulangan pekerjaan atau pembuangan bahan baku karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh pelanggan. Pengurangan biaya dapat dicapai dengan pengurangan biaya pembelian bahan baku, pengurangan biaya overhead atau pengurangan upah, penyederhanaan proses produksi, dan pengurangan pemborosan (waste). 2. Meningkatkan pendapatan Dengan pengurangan biaya, maka hasil yang kita terima akan meningkat. Dengan QFD, produk atau jasa yang dihasilkan akan lebih dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. 3. Pengurangan waktu produksi QFD adalah kunci penting dalam pengurangan biaya. QFD akan menjadikan tim pengembangan produk atau jasa membuat keputusan awal dalam proses pengembangan. Ada beberapa cara dimana QFD dapat mengurangi piaya produksi, antara lain QFD membantu mengurangi perubahan-perubahan dan 28 QFD membantu mengurangi biaya pelaksanaan produksi karena pengulangan kegiatan. Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan Quality Function Deployment dapat membantu pelaksanaan filosofi Total Quality Management, perencanaan produksi, serta pelayanan yang lebih efisien dan efektif sehingga biaya produksi dapat berkurang, waktu yang digunakan dalam proses desain maupun produksi dapat dimaksimalkan, serta pendapatan dapat bertambah seiring pengurangan biaya dan waktu yang digunakan. 2.5.2 Kelemahan Quality Function Deployment Metode Quality Function Deployment (QFD) ini mempunyai kelemahan (Wijaya, 2011:49). Quality Function Deployment (QFD) mempunyai kelemahankelemahan sebagai berikut: 1. Memerlukan keahlian spesifik beragam yaitu input pada QFD memerlukan analis pasar. Penerjemahan karakteristik kualitas membutuhkan keahlian peramcangan. Penerjemahan ke spesifikasi teknis. 2. Kesulitan dalam pengisian matriks. 3. Hanya merupakan alat, tidak ada kejelasan kerangka pemecahan masalah. QFD merupakan metode yang beroperasi berdasarkan input, mengolahnya, dan mengeluarkan output tertentu. Keberhasilan alat ini ditentukan oleh kejelian melihat konteks permasalahan yang dapat dikategorikan menjadi upstream yaitu penentuan sumber input yang tepat, dan downstream yaitu tindak lanjut yang dilakukan pada output. 4. Bersifat proyek tanpa kelanjutan yaitu tidak ada pembakuan institusi atau job description yang tepat untuk orang-orang yang terlibat didalamnya. 2.5.3 Posisi QFD dalam Supply Chain Management Supply Chain adalah sebuah proses bisnis dan informasi yang berulang yang menyediakan produk atau layanan dari pemasok melalui proses pembuatan dan pendistribusian kepada konsumen (Schroeder, 2007). Supply chain adalah sejaringan mitra yang secara kolektif mengubah komoditas dasar (hulu) kedalam produk jadi (hilir) yang bernilai bagi end user, dan yang mengelola kembali dimasing-masing tahap. 29 Supply Chain Management adalah perancangan, desain, dan kontrol arus material dan informasi sepanjang rantai pasokan dengan tujuan kepuasan konsumen sekarang dan dimasa depan (Schoeder, 2007). Supply Chain Management adalah suatu pendekatan dalam mengintegrasikan berbagai organisasi yang menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang, yaitu supplier, manufacturer, warehouse, dan stores sehingga barang-barang tersebut dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, lokasi yang tepat, waktu yang tepat dengan biaya seminimal mungkin (Simchi-Levi dan Kaminsky, 2004). Pada lingkup supply chain, pengiriman barang terjadi pada awal material masuk dan juga pada saat produk jadi dikirim ke customer maupun end customer pada waktu dan tempat yang tepat. Kegiatan ini akan melibatkan jasa transportasi. Dalam cakupan kegiatan distribusi, perusahaan harus dapat merancang jaringan distribusi yang tepat. Keputusan mengenai perancangan jaringan distribusi harus mempertimbangkan trade-off antara aspek biaya, aspek fleksibilitas, dan aspek kecepatan respon terhadap konsumen.Gambar 2.1 Proses Supply Chain Sumber: Heizer & Render, 2006 QFD digunakan diawal proses desain untuk membantu menetapkan apa yang dapat memuaskan pelanggan dan memberikan kualitas pada hal yang diperlukan (Heizer & Render, 2006). Jadi dapat disimpulkan bahwa posisi QFD dalam supply chain management berada di antara suppliers dan manufactures, karena dalam tahap inilah produk didesain dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. 2.5.4 QFD dan Servqual Quality Function Deployment dan Servqual adalah hal yang berbeda namun berkaitan. Servqual berguna untuk menganalisa perbedaan antara persepsi dengan harapan pelanggan. Sedangkan QFD digunakan untuk merancang perbaikan kualitas layanan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh pelanggan serta kemampuan pihak manajemen perusahaan. Jadi bisa dikatakan bahwa Servqual merupakan salah satu langkah penting dalam proses QFD. Berikut penjelasan detail poin-poin pembeda antara QFD dengan Servqual: Tabel 2.1 Perbedaan QFD dan Servqual Poin QFD Servqual Visualisasi ouput Bisa di visualisasikan Tidak bisa di 30 pengolahan data dengan house of quality visualisasikan dengan house of quality Hasil pengolahan data Jenis data dan Mampu menjelaskan Hanya mampu prioritas kebutuhan menjelaskan prioritas pelanggan per dimensi kebutuhan pelanggan per maupun per karakteristik karakteristik Menggunakan data ordinal Menggunakan data rata- perhitungannya rata hasil jawaban responden Sumber: penulis, 2015 2.5.5 House of Quality (HOQ) Matrix House of Quality (HOQ) atau rumah mutu adalah bentuk yang paling dikenal dari representasi QFD. Matriks ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian horizontal dari matriks berisi informasi yang berhubungan dengan konsumen dan disebut dengan customer table, bagian vertikal dan matriks berisi informasi teknis sebagai respon bagi input konsumen dan disebut dengan technical table. Disajikan dalam bentuk gambar sebagai berikut: Bagian E (Correlation Roof Matrix) Korelasi Respon Teknis Bagian C (Hows) Karakteristik Teknis Bagian A (Whats) Bagian D Kebutuhan Dan Keinginan Konsumen Hubungan (Correlation Matrix) (pengaruh karakteristik teknis terhadap kebutuhan konsumen) Bagian B (Competitive Assessment) Matriks Perencanaan (survei pasar dan rencana strategis) Bagian F (Customer Requirement Priorities) Matriks Teknis (prioritas karakteristik teknis, perbandingan dengan pesaing target) 31 Gambar 2.2 Model House of Quality Sumber: Wijaya (2011:80) Penjelasan model House of Quality di atas dijabarkan sebagai berikut: Bagian A, terdiri dari sejumlah kebutuhan dan keinginan konsumen yang diperoleh dari penelitian pasar. Bagian B, terdiri dari tiga jenis informasi, yaitu: a. Bobot kepentingan kebutuhan konsumen. b. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa. c. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa sejenis dari perusahaan pesaing. Bagian C, berisi persyaratan-persyaratan teknis untuk produk atau jasa baru yang akan dikembangkan. Data ini diturunkan berdasarkan informasi yang diperoleh mengenai kebutuhan dan keinginan konsumen (Bagian A). Bagian D, terdiri dari penelitian manajemen mengenai kekuatan hubungan antara elemen-elemen yang terdapat pada bagian persyaratan teknis (Bagian C) dan kebutuhan konsumen (Bagian A) yang dipengaruhinya. Kekuatan hubungan ditentukan dengan simbol-simbol tertentu. Bagian E, menunjukkan korelasi antara persyaratan teknis yang satu dan persyaratan-persyaratan lain yang terdapat di Bagian C. korelasi antara kedua persyaratan teknis tersebut ditunjukkan menggunakan simbol-simbol tertentu. Bagian F, terdiri dari tiga jenis informasi: a. Urutan tingkat kepentingan (ranking) persyaratan teknis. b. Informasi untuk membandingkan kinerja teknis produk atau jasa yang dihasilkan dari kinerja produk atau jasa perusahaan pesaing. c. Target kinerja persyaratan teknis produk atau jasa yang baru dikembangkan. 32 2.5.6 Pembentukan House of Quality (HOQ) Langkah-langkah dalam pembentukan House of Quality (Cohen dalam Homkhiew, Ratanawilai, dan Pochana, 2012): 1. Pembentukan sub matriks what`s dengan mengidentifikasikan kebutuhankebutuhan konsumen (dengan wawancara atau pengisian kuesioner) sehubungan dengan karakteristik-karakteristik produk yang diinginkan. Persyaratan-persyaratan dari pelanggan ini dikelompokan dalam kategori primer dan sekunder. Syarat primer dapat saja berupa kategori umum. Masing-masing persyaratan diberi ranking menurut skala likert dengan nilai 1 (satu) hingga 5 (lima). 2. Pembentukan sub matriks persepsi konsumen yang telah didapat kemudian diberi bobot berdasarkan kepentingan oleh konsumen itu sendiri. Tingkat kepentingan konsumen memiliki skala 1 (satu) sampai dengan 5 (lima), dimana nilai 5 (lima) menunjukkan bahwa karakteristik yang ada sangat dibutuhkan dan karakteristik tersebut harus ada pada produk yang diinginkan. Tingkatan ini menurun seiring dengan menurunnya nilai yang diberikan, dimana nilai 1 (satu) berarti karakteristik tersebut tidak selalu ada pada produk tersebut. 3. Pembentukan sub matriks how`s, yaitu dengan menterjemahkan kebutuhankebutuhan tersebut ke dalam kebutuhan-kebutuhan desain, yang dapat diketahui kualitas dan kuantitasnya untuk memproduksi produk yang sesuai dengan karakteristik yang diinginkan. Susunlah kebutuhan-kebutuhan desain tersebut ke dalam kelompok-kelompok tertentu. 4. Pembentukan sub matriks hubungan (relationship), yaitu dengan menentukan hubungan hubungan yang terjadi antara kebutuhan konsumen (what`s) dan kebutuhan desain (how`s), dengan penilaian sebagai berikut: Tidak ada hubungan (tidak ada lambang; bobot = 0) Menunjukan banyak atau sedikit perubahan kuantitas atau kualitas how`s tidak mengakibatkan terjadinya perubahan pada tingkat kepuasan konsumen yang berarti. Hubungan yang lemah (lambang ; bobot = 1) Menunjukan bahwa perubahan besar pada kuantitas atau kualitas how`s mengakibatkan sedikit atau tidak ada perubahan pada tingkat kepuasan konsumen. 33 Hubungan yang sedang (lambang ; bobot = 3) Menunjukan bahwa perubahan besar pada kuantitas atau kualitas how`s mengakibatkan perubahan pada tingkat kepuasan konsumen yang cukup berarti, tetapi tidak banyak. Hubungan yang kuat (lambang ; bobot = 9) Menunjukan bahwa sedikit perubahan pada kualitas atau kuantitas how`s mengakibatkan terjadinya perubahan yang signifikan pada tingkat kepuasan konsumen. 5. Penentuan target berdasarkan karakteristik kualitas how`s dan tingkat kesulitan perusahaan, yaitu dengan menjabarkan nilai-nilai target dari kebutuhan desain, yang mana nilai ini merupakan suatu nilai unit pengukuran (measurement unit) yang berhubungan dengan kebutuhan desain yang dapat dihasilkan oleh perusahaan. Tingkat kesulitan perusahaan dalam memenuhi target, dengan ketentuan sebagai berikut: Paling mudah (1), yaitu dalam merealisasikan tidak terdapat kendala yang berarti. Mudah (2), yaitu timbul kendala yang masih mudah diatasi. Cukup sulit (3), yaitu cukup sulit dalam merealisasikan karena timbul kendala yang sulit dan banyak. Sulit (4), yaitu sulit dalam merealisasikan karena terdapat kendalakendala seperti variabel teknis yang tidak dapat dikontrol. Sangat sulit (5), yaitu paling sulit direalisasikan bahkan ada kemungkinan tidak dapat dilakukan karena biasanya kendala yang dihadapi merupakan efek samping teknologi yang digunakan. 6. Membuat representasi target, yaitu nilai-nilai target tersebut dapat meningkat atau menurun sesuai dengan pengembangan yang dilakukan. Untuk menunjukan peningkatan atau penurunan dari nilai target digunakan tanda panah, bila pengembangan pada target tidak sesuai dan target terbaik merupakan gambaran nominal, maka representasinya menggunakan “O”. berarti semakin besar semakin baik. berarti semakin kecil semakin baik. 34 7. Pembentukan sub matriks korelasi, yaitu dengan menunjukan korelasi yang terjadi antara setiap kebutuhan desain. Adapun penjabarannya sebagai berikut: Korelasi yang sangat positif (simbol ) Menunjukan perubahan terjadi pada satu kebutuhan desain dapat langsung memberikan dampak positif terhadap kebutuhan desain yang lain. Korelasi yang positif (simbol ) Menunjukan perubahan yang terjadi pada satu kebutuhan desain dapat langsung memberikan dampak positif terhadap kebutuhan desain yang lainnya dengan kadar lebih rendah daripada korelasi yang sangat positif. Korelasi yang negatif (simbol ) Menunjukan perubahan yang terjadi pada satu kebutuhan desain dapat langsung memberikan dampak negatif terhadap kebutuhan desain yang lainnya dengan kadar lebih rendah daripada korelasi yang sangat negatif. Korelasi yang sangat negatif (simbol ) Menunjukan perubahan yang terjadi pada satu kebutuhan desain dapat langsung memberikan dampak negatif terhadap kebutuhan desain yang lainnya. 8. Menentukan perbandingan teknis antar masing-masing pesaing, yaitu dengan cara membandingkan kebutuhan-kebutuhan konsumen tersebut dengan pesaing dan hasilnya diranking oleh konsumen. Hal ini untuk mengetahui posisi kita terhadap pesaing. 9. Membandingkan setiap how`s dengan suatu benchmark kompetitif secara teknis. Akan terdapat korelasi antar kedua perbandingan kompetitif ini, apa yang terlihat lebih baik pada keinginan konsumen akan berkorelasi. 10. Membuat perhitungan prioritas, yaitu dengan cara melakukan perhitungan matematis dengan mengganti lambang-lambang dengan nilai bobotnya, maka keseluruhan penilaian akan dapat disusun berdasarkan kepentingan relatif dari setiap kebutuhan konsumen. Nilai relatif yang didapat merupakan tingkat kepentingan yang harus diperhatikan oleh pihak perusahaan terhadap setiap 35 kebutuhan desain primer yang ada, dimana kebutuhan desain yang memiliki nilai lebih tinggi harus mendapat prioritas untuk pengembangan produk. Perhitungannya adalah sebagai berikut, untuk setiap kolom, kalikan nilai tingkat kepentingan pelanggan dengan setiap nilai masukan yang berhubungan dengan bobotnya masing-masing. Total setiap kolom akan menghasilkan nilai absolut yang dikonversikan dalam persentase dari nilainilai absolut tersebut. 11. Memasukan pelanggan, keinginan, dan kebutuhannya serta kepentingan relatif (urutan prioritas) untuk masing-masing karakteristik yang diinginkan pelanggan itu, kemudian ditempatkan dalam segi empat pada sisi kiri dari HOQ. 12. Melakukan analisis untuk setiap keinginan dan kebutuhan pelanggan berdasarkan karakteristik produk yang ada serta produk dari pesaing untuk semua dimensi kualitas yang dinyatakan itu. Analisis itu ditempatkan dalam segi empat pada sisi kanan dari HOQ. 13. Mengidentifikasikan karakteristik teknik yang sesuai dengan keinginan dan keutuhan pelanggan dalam segi empat yang berada di atas matriks hubungan (relationship matrix) yang terletak ditengah dari HOQ. Hal ini memberikan respon teknik untuk setiap keinginan dan kebutuhan pelanggan yang sering disebut sebagai (what`s) yang dibutuhkan pelanggan (customer requirements). Kebutuhan teknik sering disebut sebagai how`s (technical requirements). Keadaan ini menunjukan bagaimana perusahaan akan memberikan respon terhadap apa yang diinginkan pelanggan. 14. Menggambarkan hubungan (relationship) di antara setiap what`s (customer requirements) dan setiap how`s (technical requirement). Dalam beberapa kasus, suatu keinginan pelanggan mungkin menghasilkan kebutuhan teknik yang saling bertentangan (conlifcting technical requirements). 15. Menilai derajat kesulitan dan menentukan nilai target dari setiap kebutuhan teknik (how`s). Beberapa dari nilai target mungkin menggambarkan significant breaktroughs dalam desain dan apabila tercapai akan menghasilkan produk yang superior terhada pesaing di pasar. 16. Melakukan analisis korelasi yang menunjukan hubungan di antara how`s (technical requirements). Matriks korelasi ditempatkan pada atap dari HOQ. 36 Dalam analisis korelasi ini mungkin ada trade-offs yang harus dipertimbangkan dalam usaha-usaha desain. 2.6 Skala Likert Untuk mengukur persepsi tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan konsumen, maka setiap jawaban diberi nilai (skor). Dimana dalam pemberian nilai digunakan skala likert, nilai (skor) jawaban, sebagai berikut: Tabel 2.2 Bobot dan Kategori Pengukuran Data Bobot Skala Tidak penting 1 Kurang penting 2 Cukup penting 3 Penting 4 Sangat penting 5 Sumber: penulis, 2015 2.7 Uji Validitas Menurut Sugiyono (2010:3) valid adalah suatu hal yang menunjukkan derajat ketepatan antara data yng sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti. Berdasarkan definisi diatas, maka validitas dapat diartikan sebagai suatu karakteristik dari ukuran terkait dengan tingkat pengukuran sebuah alat test (kuesioner) dalam mengukur secara benar apa yang diinginkan peneliti untuk diukur. Suatu alat ukur disebut valid bila dia melakukan apa yang seharusnya dilakukan dengan mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas dilakukan untuk mengukur pernyataan yang ada dalam kuesioner. Validitas suatu data tercapai jika pernyataan tersebut mampu mengungkapkan apa yang akan diungkapkan. Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan masing-masing pernyataan dengan jumlah skor untuk masingmasing variabel. Teknik korelasi yang digunakan adalah teknik korelasi pearson. 37 Untuk mempercepat dan mempermudah penelitian ini pengujian validitas dilakukan dengan bantuan komputer dengan menggunakan software SPSS 20.0 for windows dengan metode korelasi pearson yang rumusnya sebagai berikut: keterangan : r = Koefisien korelasi n = Banyaknya sampel Y = Variabel tergantung X = Variabel bebas 2.8 Uji Reliabilitas Menurut Sugiyono (2010:3) reliabilitas adalah derajat konsistensi/keajegan data dalam interval waktu tertentu. Berdasarkan definisi tersebut, maka reliabilitas dapat diartikan sebagai suatu karakteristik terkait dengan keakuratan, ketelitian, dan kekonsistensian. Suatu alat disebut reliabel apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek sama sekali diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Dalam hal ini relatif sama berarti tetap ada toleransi perbedaan-perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran. Mencari reliabilitas digunakan rumus sebagai berikut : keterangan: ri = reliabilitas internal seluruh instrument rb = korelasi antara belahan pertama dan kedua 2.9 Kerangka Pemikiran Berikut kerangka pemikiran dalam penelitian ini guna menjawab rumusan masalah penelitian: Keinginan Pelanggan (dimensi kualitas) Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy Karakteristik kualitas dari perusahaan 38 Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Sumber: penulis, 2015 Penelitian ini dimulai dengan mencari input berupa keinginan pelanggan dan karakteristik kualitas pelayanan jasa dari perusahaan. Input keinginan pelanggan berdasarkan dimensi kualitas yang ditentukan sebelumnya, yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. Sedangkan input karakteristik kualitas pelayanan jasa dari perusahaan berupa karakteristik pelayanan jasa yang digunakan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Setelah input diperoleh maka dilakukan proses perbandingan dan penggabungan terhadap karakteristik keinginan pelanggan dan karakteristik kualitas dari perusahaan di dalam house of quality untuk mendapatkan suatu karakteristik pelayanan jasa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pelanggan. Karakteristik pelayanan yang diperoleh lalu dianalisa lebih lanjut untuk menentukan peningkatan kualitas pelayanan jasa yang seperti apa yang akan dilakukan sebagai bentuk respon terhadap keinginan pelanggan. 39