Hs, Widjono. 2007. Bahasa Indonesia:Mata Kuliah Pengembangan

advertisement
MODUL PERKULIAHAN (10)
BAHASA
INDONESIA
Pilihan Kata (Diksi)
Fakultas
Program Studi
EKONOMI
MANAJEMEN
Abstract
Tatap Muka
Kode MK
10
Disusun Oleh
DRS. SRI SATATA, MM
Kompetensi
Setelah mempelajari materi pada bab (1)
ini diharapkan mahasiswa dapat
memahami dan menggunakan diksi
(2)
(pilihan kata) serta berbagai jenis
makna dengan baik dan benar.
(3)
Mampu memahami syarat-syarat
diksi
Mampu memahami proses
pembentukan kata.
Mampu memahami berbagai
jenis makna .
BAB IX
PILIHAN KATA (DIKSI)
9.1 Standar Kompetensi :
Setelah mempelajari materi pada bab ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan
menggunakan diksi (pilihan kata) serta berbagai jenis makna dengan baik dan benar.
9.2 Kompetensi Dasar :
(4) Mampu memahami syarat-syarat diksi
(5) Mampu memahami proses pembentukan kata.
(6) Mampu memahami berbagai jenis makna .
9.3 Indikator :
(1) Mampu menjelaskan pengertian diksi
(2) Mampu menjelaskan syarat-syarat diksi
(3) Mampu menjelaskan proses pembentukan kata
(4) Mampu menjelaskan berbagai macam makna
9.4 Pengertian Diksi
Seseorang yang menguasai banyak kosa kata dapat menyampaikan gagasannya dengan baik.
Namun, akan lebih baik jika dalam mengungkapkan gagasannya, ia dapat memilih
atau
menempatkan kata secara tepat dan sesuai.1 Pilihan kata (diksi) pada dasarnya adalah hasil dari
upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alinea, atau wacana. Pemilihan kata akan
dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan. Ketepatan
pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata yang dapat menimbulkan gagasan-gagasan
yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar. Untuk itu, agar gagasan-gagasan tersebut dapat
dengan tepat ada pada majinasi pembaca atau pendengar, ketersediaan kata yang dimiliki oleh
Solihin, Hudori, K.A., dan Embay Sa’adah, Terampil Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi,
Jakarta:Uhamka Press, 2003, 46.
1
2016
2
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
seorang penulis mutlak diperlukan yaitu berupa perbendaharaan kata yang memadai, seakan-akan ia
memiliki daftar kata. Persoalan ketepatan pilihan kata dari daftar kata itu akan menyangkut pula
masalah makna kata dan kosa kata seseorang, sehingga dari daftar kata itu dipilih satu kata yang
paling tepat untuk mengungkapkan suatu pengertian. Tanpa menguasai sediaan kata yang cukup
banyak, tidak mungkin seseorang dapat melakukan pemilihan atau seleksi kata.2
Pemilihan kata bukanlah sekadar kegiatan memilih kata yang tepat, melainkan juga memilih
kata yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti sesuai dengan konteks di mana kata itu berada, dan
maknanya tidak bertentangan dengan nilai rasa masyarakat pemakainya. Untuk itu, dalam memilih
kata diperlukan analisis dan pertimbangan tertentu. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan
dengan pilihan kata adalah di antaranya penulis/pengarang mampu membedakan secara cermat
denotasi dan konotasi kata, mampu mengetahui kata kerja yang menggunakan kata depan yang
harus digunakan secara idiomatis, mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya, menghindari
kata-kata ciptaan sendiri, waspada terhadap penggunaan kata asing, dan mampu membedakan
dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.3 Kata-kata yang bersinonim tidak selalu memiliki
distribusi yang saling melengkapi. Oleh karena itu, penulis atau pembicara harus berhati-hati
memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya, sehingga
tidak timbul interpretasi yang berlainan, sebagai contoh, kata mati bersinonim dengan mampus,
meninggal, wafat, mangkat, tewas, gugur, berpulang, kembali ke haribaan Tuhan. Akan tetapi, katakata tersebut tidak dapat bebas digunakan. Mengapa? Ada nilai rasa dan nuansa makna yang
membedakannya. Kita tidak dapat mengatakan Kucing kesayanganku wafat tadi malam. Sebaliknya,
kurang tepat pula jika kita mengatakan Menteri Fulan mati tadi malam. Itulah contoh hasil analisis
dan pertimbangan tertentu. Jadi, ketepatan makna kata menuntut pula kesadaran penulis atau
pembicara untuk mengetahui bagaimana hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan
referensinya. Demikian pula masalah makna kata yang tepat meminta pula perhatian penulis atau
pembicara untuk tetap mengikuti perkembangan makna kata dari waktu ke waktu.
Dari uraian di atas ada tiga hal yang dapat kita simpulkan, yaitu (1) kemampuan memilih
kata hanya dimungkinkan bila seseorang menguasai banyak kosa kata, (2) pilihan kata mengandung
pengertian upaya atau kemampuan membedakan secara tepat kata-kata yang memiliki nuansa
makna yang bersinonim, (3) pilihan kata menyangkut kemampuan untuk memilih kata yang tepat
2016
2
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, Jakarta:Diksi Insan Mulia, 2009, 129.
3
Solihin, Hudori, K.A., dan Embay Sa’adah, Terampil Berbahasa 47 – 48.
3
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dan cocok untuk situasi atau konteks tertentu.4 Dengan demikian bahwa pilihan kata sebenarnya
berhubungan dengan tutur dan tata tulis untuk mewadahi pikiran. Untuk memilih kata dengan tepat,
diperlukan penguasaan kosa kata yang memadai. Kata yang dipilih harus dapat memberi ketepatan
makna karena pada masyarakat tertentu sebuah kata sering mempunyai makna yang baik , dan pada
masyarakat lain memberikan makna yang kurang baik. Penggunaan kata harus sesuai dengan norma
kebahasaan masyarakat. Agar tidak salah, gunakanlah kamus sebagai pedoman dalam pemilihan
kata. Karena dengan menggunakan kamus, kata-kata yang disajikan tidak hanya sebatas kata, tetapi
juga beserta contoh kalimatnya, sehingga kita bisa melihat dengan tepat konteks kata tersebut.5
Jadi, yang dimaksud dengan pilihan kata adalah kesanggupan sebuah kata untuk
menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa
yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara.6 Agar maksud dan tujuan pilihan kata
dapat tercapai seperti apa yang telah dituliskan pada definisi tersebut diperlukan semacam indikator
bahwa si pendengar atau pembaca dapat memiliki gambaran atau perasaan yang sama layaknya
penulis atau pembicara, yaitu (1) dapat mengomunikasikan gagasan dan sesuai berdasarkan kaidah
suatu bahasa, dalam hal ini adalah kaidah bahasa Indonesia, (2) menghasilkan komunikasi puncak
(yang paling efektif) tanpa salah penafsiran atau salah makna, (3) menghasilkan respon pembaca
atau pendengar sesuai dengan harapan penulis atau pembicara, dan (4) menghasilkan target
komunikasi yang diharapkan.7 Untuk itu diperlukan sesuatu yang disebut dengan kesesuaian pilihan
kata dan ketepatan pilihan kata walaupun kedua kata tersebut memiliki arti yang berbeda.
Ketepatan pilihan kata berkenaan dengan apakah kata yang digunakan sudah setepat-tepatnya,
sehingga tidak menimbulkan anggapan yang lain antara pembicara dan pendengar atau penulis
dengan pembaca. Adapun yang berkenaan dengan kesesuain pilihan kata, apakah kata yang
4
Lamuddin Finoza, Komposisi, 130.
5
Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi:Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian,
Jakarta:Grasindo, 2009, 69.
6
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta:Gramedia, 1999, 87.
7
Widjono Hs., Bahasa Indonesia:Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi,
Jakarta:Gramedia, 2007, 98.
2016
4
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
digunakan tersebut tidak merusak suasana atau menyinggung perasaan orang yang diajak
berbahasa.8
Agar seseorang dapat mendayagunakan bahasa secara maksimal diperlukan kesadaran
betapa pentingnya menguasai kosakata. Penguasaan kosa kata tidak akan perrnah lepas dari
kemampuan menggunakan pilihan kata secara tepat. Memilih kata yang tepat untuk dapat
menyampaikan gagasan ilmiah menuntut penguasaan, seperti (1) keterampilan yang tinggi terhadap
bahasa yang digunakan, (2) wawasan bidang ilmu yang dtulis, (3) konsistensi penggunaan sudut
pandang, istilah, baik dalam makna maupun bentuk agar tidak menimbulkan salah penafsiran, (4)
syarat ketepatan kata, dan (5) syarat kesesuaian kata. Oleh karena itu, ketepatan pemilihan kata
terkait dengan konsep, logika, dan gagasan yang hendak ditulis dalam karangan. Ketepatan tersebut
akan dapat menghasilkan kepastian makna, sedangkan kesesuaian kata menyangkut kecocokan
antara kata yang dipakai dengan situasi yang hendak diciptakan, sehingga tidak mengganggu
suasana batin, emosi, atau psikis antara penulis dan pembacanya, pembicara dan pendengarnya.
Oleh karena itu, untuk menghasilkan karangan berkualitas, penulis harus memperhatikan ketepatan
dan kesesuaian kata.9 Agar dapat memiliki ketepatan dan kesesuaian kata dalam pemilihan kata, ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi.
9.5 Syarat-syarat Pemilihan Kata
Kemahiran memilih kata oleh seorang pengarang/penulis tentunya berkaitan erat dengan
penguasaan kosakata. Seorang pengarang/penulis yang menguasai kosakata, selain mengetahui
makna sebuah kata, ia juga tentunya memahami perubahan makna. Di samping itu, agar dapat
memilih kata yang akurat, seorang penulis/pengarang harus menguasai sejumlah persyaratan. Ada
syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang penulis/pengarang dapat menghasilkan sebuah
tulisan/karangannya dengan baik, yaitu dapat membedakan denotasi dan konotasi, dapat
membedakan kata-kata yang hampir bersinonim, dapat membedakan kata-kata yang hampir mirip
ejaannnya, dapat memhamai dengan tepat makna kata-kata abstrak, dapat memakai kata
penghubung yang berpasangan dengan tepat, dapat membedakan kata umum dan kata khusus
2016
8
Solihin, Hudori, K.A., dan Embay Sa’adah, Terampil Berbahasa, 51.
9
Widjono Hs., Bahasa Indonesia, 100 – 101 .
5
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dengan tepat.10 Perhatikan uraian di atas tersebut dengan contoh-contoh di bawah sekaligus untuk
melatih ketajaman pemahaman.
1. Dapat membedakan denotasi dan konotasi.
Contoh:
a. Hari Minggu lalu, Saras jatuh ketika sedang naik sepeda bersama teman-temannya.
b. Syarat utama seseorang bisa naik haji adalah dia tergolong orang yang mampu, baik
secara material maupun spiritual.
2. Dapat membedakan kata-kata yang hampir bersinonim.
Contoh:
Selama tiga bulan ini, rencana kami masih dalam rangka memberolahragakan karyawan
Setiap Sabtu pagi, Wandasti bersama kedua orang tuanya selalu mengolahragakan badan
mereka agar selalu sehat.
3. Dapat membedakan kata-kata yang hampir mirip dalam ejaannya.11
Contoh:
intensif – insentif
preposisi – proposisi
interferensi – inferensi korporasi – koperasi
karton – kartun
sarat – syarat
4. Dapat memahami dengan tepat makna kata-kata abstrak
Contoh:
kesejahteraan, keadilan, kemakmuran, keamanan, kerukunan, kebersamaan
5. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri jika
pemahaman belum dapat dipastikan. Maka, pemakai kata harus menemukan makna yang
tepat dalam kamus, misalnya, kata modern sering diartikan secara subjektif canggih, padahal
2016
10
Gorys Keraf, Diksi, 88 – 89 .
11
Lamuddin Finoza, Komposisi, 132 .
6
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
menurut kamus, kata modern berarti terbaru atau mutakhir; canggih berarti banyak cakap,
suka mengganggu, banyak mengetahui, dan bergaya intelektual.12
6. Dapat memakai kata penghubung yang berpasangan secara tepat.
Contoh:
Antara karyawan dengan atasan harus selalu saling bekerja sama.
Nurdiana tidak mau menerima hadiah berbentuk barang, tetapi berupa uang.
Baik anak maupun orang tua ikut menyaksikan pertandingan itu.
Bukan Imron yang tidak bersalah, melainkan Husen yang telah melakukannya.
7. Dapat membedakan kata umum dan kata khusus dengan benar.
Kata ikan merupakan kata umum yang merujuk pada acuan yang lebih luas daripada kata
mujair atau tawes. Ikan tidak hanya mujair atau tidak hanya tawes, tetapi ikan terdiri atas
beberapa macam. Dalam hal ini yang acuannya lebih luas disebut kata umum, seperti ikan,
sedangkan kata yang acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti mujair dan tawes.
Kata umum disebut dengan istilah superordinat, sedangkan kata khusus disebut dengan
hiponim. 13 Hal ini juga berlaku pada kata bunga dan mawar. Bunga disebut dengan
superordinat, sedangkan mawar adalah hiponim.
8. Jika seorang pengarang/penulis menggunakan imbuhan asing, dia harus memahami
maknanya secara tepat, misalnya, dilegalisir seharusnya dilegalisasi, koordinir seharusnya
koordinasi.14
9. Menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang benar, misalnya,
berdasarkan pada yang seharusnya berdasar pada.
10. Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya, kata issue yang kata
tersebut berasal dari bahasa Inggris yang berarti publikasi, kesudahan, perkara, sedangkan
isu dalam bahasa Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal-usulnya, kabar angin, atau
desas-desus.15
12
Widjono Hs., Bahasa Indonesia, 99.
13
E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa indonesia untuk Perguruan Tinggi:Sebagai
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian, Jakarta:Akademika Pressindo, 2008, 31 .
2016
14
Widjono Hs., Bahasa Indonesia, 99.
15
Widjono Hs., Bahasa Indonesia..
7
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Untuk mempertajam pemahaman makna, terkadang kita memerlukan terjemahan asing,
terutama bahasa Inggris sebagai pembanding, sebab perbedaan nuansa makna antarkata yang
bermiripan itu terkadang begitu tipis. Dengan memahami makna yang tepat akan dapat dilakukan
pemilihan kata yang akurat. Bandingkan dengan cermat tatanan kata-kata bahasa Indonesia dalam
bahasa Inggris pada tabel di bawah ini.
PERBANDINGAN KATA INDONESIA – INGGRIS DALAM UPAYA MENDAPATKAN PILIHAN KATA YANG
TEPAT16
Bahasa Indonesia
Bahasa Inggris
perencanaan
planning
rencana
plan
jadwal
schedule
program
program
agneda, acara
agenda
rancangan, desain
desain
hampa, vakum
vacuum
kompong
void
kosong
empty
blanko
blank
luang
free
lowong, lowongan
vacant, vacancy
nihil
nil, nought
16
2016
8
Lamuddin Finoza, Komposisi, 134.
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Selanjutnya, harus dibedakan pilihan kata yang tidak cermat, yang hanya menegaskan
sesuatu dengan kira-kira, dengan pilihan kata yang tidak tepat, tidak betul, atau tidak kena. Pilihan
kata yang tidak cermat berhubungan dengan pikiran yang kabur, pilihan kata yang tidak betul
dengan ketidaktahuan, misalnya, nyaris mendapat hadiah, menduduki juara pertama, merupakan
contoh pilihan kata yang tidak tepat.17
Pemakaian pewatas yang berlebih juga dapat mengurangi kekuatan dan kecermatan pilihan
kata. Jika kata benda dan kata kerja masing-masing tidak dapat menjelaskan maksud, kita tidak perlu
menambahkan pewatas yang sebenarnya tidak memperjelas keterangan. Kata atau ungkapan yang
banyak disalahgunakan antara lain; cukup, relatif, pasti, sering, sangat, banyak, selalu, sama sekali,
misalnya, cukup memuaskan, relatif lebih murah, pasti menang, sering menyalahgunakan
kekuasaan, sangat meyakinkan, banyak pejabat yang tidak mau bertanggung jawab, selalu datang
terlambat, sama sekali belum makan.18
9.5.1 Gaya Bahasa
Kata dan ungkapan dapat ditafsirkan menurut arti harfiah dan menurut arti majasinya. Arti
harfiah itu sama dengan denotasi atau makna sebenarnya. Arti majasi diperoleh jika denotasi kata
atau ungkapan dialihkan dan mencakupi juga denotasi lain bersamaan dengan tautan pikiran lain.19
Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah cara penutur
mengungkapkan maksudnya. Banyak cara yang dapat dipakai untuk mengungkapkan maksud. Ada
cara yang memakai perlambang (majas metafora, personifikasi); ada cara yang menekankan
kehalusan (majas eufemisme, litotes); dan masih banyak lagi majas yang lainnya. Semua itu pada
2016
17
Alek A dan Achmad H.P., Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Jakarta:Kencana, 2010, 236.
18
Alek A dan Achmad H.P., Bahasa Indonesi,a 235.
19
Alek A dan Achmad H.P., Bahasa Indonesia, 237.
9
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
prinsipnya merupakan corak seni berbahasa atau retorika untuk menimbulkan kesan tertentu bagi
mitra komunikasi kita (pembaca/pendengar).20
Sebelum menampilkan gaya tertentu ada enam faktor yang mempengaruhi tampilan bahasa
seorang komunikator dalam berkomunikasi dengan mitranya, yaitu (a) cara dan media komunikasi,
apakah secara lisan atau tulisan, langsung atau tidak langsung, media cetak atau media elektronik;
(b) bidang ilmu, apakah filsafat, sastra, hukum, teknik, atau kedokteran; (c) situasi, apakah resmi,
tidak resmi, atau setengah resmi, (d) ruang atau konteks, apakah seminar, kuliah, ceramah, atau
pidato; khalayak:, apakah dibedakan berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan
status sosial; (e) tujuan, apakah membandingkan emosi, diplomasi, humor, atau informasi.21 Keenam
hal tersebut turut membentuk dan mempegaruhi seseorang dalam melakukan kegiatan tindak tutur
bersama rekannya.
Syarat-syarat apa saja yang diperlukan untuk membedakan suatu gaya bahasa yang baik
dengan gaya bahasa yang buruk? Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur
berikut; kejujuran, sopan santun, dan menarik. Kejujuran berarti mengikuti aturan dalam kaidah
berbahasa. Lalu, yang dimaksud dengan sopan santun di sini berarti menyampaikan sesuatu secara
jelas dan membuat pembaca atau pendengar tidak memeras keringat untuk mencari tahu apa yang
ditulis atau dikatakan. Kemudian, yang dimaksud dengan menarik di sini adalah bahwa gaya bahasa
tersebut harus dibuat bervariasi, sehingga akan menghindari monotomi dalam nada, struktur, dan
pilihan kata. Untuk itu, seorang penulis/pengarang perlu memiliki kekayaan dalam kosakata dan
humor yang sehat berarti gaya bahasa itu mengandung tenaga untuk menciptakan rasa nikmat dan
gembira.22
9.5.2 Idiom
2016
20
Lamuddin Finoza, Komposisi, 135.
21
Lamuddin Finoza, Komposisi.
22
Gorys Keraf, Diksi, 113 – 115 .
10
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ungkapan idiomatik adalah ugkapan yang khas pada suatu bahasa yang salah satu unsurnya
tidak dapat dihilangkan atau diganti. Ungkapan idiomatik adalah kata-kata yang mempunyai sifat
idiom yang tidak terkena kaidah ekonomi bahasa.23 Oleh karena itu, setiap kata yang membentuk
idiom berarti di dalamnya sudah ada kesatuan bentuk dan makna. Meski dengan prinsip ekonomi
bahasa pun, salah satu unsurnya tetap tidak boleh dihilangkan. Setiap idiom sudah terpatri
sedemikian rupa sehingga para pemakai bahasa mau tidak mau harus tunduk pada aturan
pemakainya. Sebagian besar idiom yang berupa kelompok kata, misalnya, gulung tikar, adu domba,
muka tembok tidak boleh dipertukarkan susunannya menjadi *tikar gulung, *domba adu, *tembok
muka karena ketiga kelompok kata yang terakhir itu bukan idiom.24
Biasanya, idiom juga digolongkan dengan peribahasa dalam bahasa Indonesia. Padahal,
pengertian idiom jauh lebih luas daripada peribahasa. Untuk mengetahui makna sebuah idiom,
setiap orang harus mempelajarinya sebagai seorang penutur asli, tidak mungkin hany melalui makna
dari kata-kata yang membentuknya. Jadi, pengertian idiom adalah pola-pola struktural yang
menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya
tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata
yang membentuknya.25 Misalnya, ada seorang asing yang sudah mengetahui makna kata makan dan
tangan, tidak akan memahami frasa makan tangan. Siapa orang yang akan berpikir bahwa makan
tangan sama artinya dengan kena tinju atau beruntung besar? Selanjutnya, masib terdapat idiom
dengan kata makan lainnya, seperti makan garam yang berarti berpengalaman dalam hidup, makan
hati yang berarti bersusah hati karena perbuatan orang lain, makan suap yaitu menerima uang
sogok.
Di bawah tingkatan idiom ini ada pasangan kata yang selalu muncul bersama sebagai frasa.
Kelompok kata bertemu dengan, dibacakan oleh, misalnya, bukan idiom, tetapi berperilaku idiom.
Pasangan kelompok kata semacam ini pantas disebut ungkapan idiomatik. 26 Kedua contoh kata di
bawah ini belum beraroma idiomatis karena tidak berisi ungkapan idiomatik.
2016
23
E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa, 53
24
Lamuddin Finoza, Komposisi, 135 – 136
25
Gorys Keraf, Diksi, 109 .
26
Lamuddin Finoza, Komposisi.
11
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
(1) Presiden Rusia, Vladimir Putin, bertemu Presiden RI, SBY.
(2) Berita selengkapnya dibacakan Putra Nababan.
Dengan alasan ekonomi bahasa pun contoh (1) dan (2) tetap salah karena terasa timpang.
Pembetulannya tidak lain adalah dengan cara menempatkan pasangan serasi bagi kata bertemu,
yaitu dengan; dan pasangan serasi bagi kata dibacakan, yaitu oleh..
(1a) Presiden Rusia, Vladimir Putin, bertemu Presiden RI, SBY.
(2a) Berita selengkapnya dibacakan oleh Putra Nababan.
9.5.3 Bahasa Artifisial
Bahasa artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni. Bahasa yang artifisial tidak
terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannya untuk menyatakan suatu
maksud. Fakta-fakta yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana dan langsung tak perlu
disembunyikan.27 Dalam karya sastra memang perlu ditampilkan bahasa yang artifisial. Dalam
bahasa umum atau bahasa ilmiah, bahasa artifisial perlu dihindari. Dalam menyampaikan sesuatu
secara tertulis, setiap penulis memang harus memperhatikan bagaimana dan apa yang ditulis.
Namun, bila konsentrasi lebih ditekankan kepada bagaimana ia harus menulis tanpa memperhatikan
apa yang ditulis, tulisannya akan cenderung mengarah ke tulisan yang artifisial. 28
Sebagai contoh bahasa artifisial adalah sebagai berikut; Ia mendengar kepak sayap kelelawar
dan guyuran sisa hujan dari dedaunan, karena angin pada kemuning. Ia mendengar resah kuda serta
langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti yang jauh. Kalimat-kalimat
tersebut di atas dapat diubah menjadi bahasa biasa adalah sebagai berikut; Ia mendengar bunyi
sayap kelelawar dan sisa hujan yang ditiup angin di daun. Ia mendengar derap kuda dan pedati
ketika langit mulai terang.
9.5.4 Peranti-peranti Diksi
2016
27
Gorys Keraf, Diksi, 110 .
28
Solihin, Hudori, Terampil Berbahasa ,53..
12
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Agar tercipta pilihan kata yang tepat dan sesuai dengan konteks kalimat, sehingga apa yang
dirasakan dan dibayangkan oleh penulis dan pembicara dapat dirasakan dan dibayangkan pula oleh
si pembaca dan pendengar. Jika hal tersebut dapat tercapai tentunya akan dapat tercipta suatu
komunikasi yang efektif dan efisien, sehingga akan ada pemahaman yang baik dan terhindar dari
kesalahpahaman dalam berkomunikasi. selain hal-hal tersebut di atas, masih ada yang perlu
diperhatikan, yaitu; (1) bernilai rasa, belum tentu kata yang bernilai rasa tinggi termasuk ke dalam
dimensi kebakuan, namun sebaliknya, ada kata yang menggunakann ragam santai atau bahkan tidak
bernilai rasa sama seklai, justru bisa jadi merupakan bagian ragam baku. Jika hal seperti itu terjadi
harus dipertimbangkan secara cermat laras bahasanya dan sekaligus perlu dipertimbangkan segala
hal yang menyangkut konteks kebahasannya,29 kemudian (2) ragam baku dan ragam tidak baku,
yang disebut sebagai ragam baku adalah ragam yang dilembagakan serta diakui oleh sebagian besar
warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa
dalam penggunaannya, sedangkan ragam tidak baku adalah sebaliknya.30 Contoh untuk nomor (1)
dalam konteks pemakaian umum kata wanita dan perempuan sering dipersoalkan. Ada yang
mengatakan bahwa bentuk perempuan lebih benar, tetapi ada pula yang mengatakan perempuan itu
tidak memiliki nilai rasa, sedangkan untuk yang nomor (2) bentukan kata merubah dengan
mengubah yang sering kali salah, tidak hanya diucapkan, tetapi juga dituliskan. Padahal, bentukan
baku dari kedua kata tersebut adalah mengubah dan bukan merubah.
Kemudian, selain kedua hal tersebut di atas, hal lain yang masih harus diperhatikan adalah
(3) masalah penyempitan dan perluasan makna, hal ini dapat selalu terjadi karena bahasa yang
hidup selalu berkembang. Tuntutan yang demikian itu hadir karena adanya dinamika bahasa. Melalui
inovasi dan kreativitas kebahasaan akan dapat dimunculkan makna-makna kebahasaan yang baru,31
setelah itu (4) ragam sosiolek dan funsgiolek, ragam sosiolek merupakan ragam bahasa yang
sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang
lebih kecil dalam masyarakat, sedangkan ragam fungsiolek merupakan ragam fungsional yang
dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu. Ragam fungsional juga
dikaitkan dengan keresmian kedaan penggunanya. Dalam kenyataan, ragam fungsional menjelma
2016
29
R. Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Jakarta:Erlangga, 2009, 34.
30
Solihin, Hudori, Terampil Berbahasa ,51.
31
Rahardi, Bahasa Indonesia, 37.
13
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sebagai bahasa negara dan bahasa teknis keprofesian, seperti bahasa dalam keilmuan atau
teknologi, kedoketran, dan keagamaan.32
Contoh untuk yang nomor (3)kita ambil kata pendeta, yang telah mengalami penyempitan
makna, yang semula bermakna orang yang berlimu, saat ini hanya dapat digunakan untuk kata yang
bermakna pengajar atau pengkhotbah agama Kristen dan yang untuk perluasan kita ambil contoh
kata bapak dan ibu, yang semula untuk sebutan seorang anak kepada kedua orang tuanya, saat ini
dijadikan sebagai sebutan secara umum. Kedua kata tersebut bisa digunakan dalam berbagai
lingkungan dan situasi, salah satunya dalam lingkungan perkantoran, yaitu karyawan sebagai atasan
atau bawahannya, atau sebutan lainnya, yang paling tidak sebagai bentuk penghargaan kepada
seseorang dalam bentuk kata sapaan, sedangkan contoh untuk nomor (4) adalah kata-kata seperti
golf, film, dan folio, ekstra adalah bentuk-bentuk ucapan sosiolek bagi yang pernah mengenyam
pendidikan, bandingkan dengan golep, pilem/pelem, polio, dan estra, ucapan-ucapan seperti yang
tersebut dapat kita katakan bahwa orang tersebut mungkin belum pernah mengenyam pendidikan.
Untuk contoh ragam fungsiolek adalah istilah-istilah yang ada pada bidang pekerjaan atau kegiatan
tertentu, yaitu kata kohesi yang dalam ilmu fisika berarti gaya tarik-menarik di antara molekul sejenis
dalam suatu benda, sedangkan pada linguistik yaitu keterkaitan antarunsur dalam struktur sintaksis
atau struktur wacana yang ditandai antara lain konjungsi, pengulangan, penyulihan, dan pelesapan.
Peranti-peranti berikut yang harus ada dalam proses pemilihan kata adalah; (5) keaktifan
kata dan kepasifan kata. Yang dimaksud dengan keaktifan kata adalah kata-kata yang banyak
digunakan oleh tokoh masyarakat, sehingga kata-kata yang semula pasif, yaitu jarang digunakan,
menjadi aktif lagi dan siap untuk digunakan. Dalam kerangka dinamika bahasa, fakta demikian lazim
karena telah terjadi proses kreatif, yakni kreativitas yang sifatnya membangkitkan,33 selanjutnya (6)
kata yang berhubungan dengan indra/sinestesia yaitu istilah-istilah yang menyatakan pengalamanpengalaman yang diserap pancaindra, seperti penglihatan, pendengaran, peraba, perasa,
penciuman. Hubungan satu indra dengan indra yang lain begitu rapat, sehingga kata yang
sebenarnya hanya dikenakan pada satu indra dikenakan pula pada indra yang lain,34 dan yang
2016
32
Solihin, Hudori, Terampil Berbahasa, 52 – 53.
33
Rahardi, Bahasa Indonesia, 38.
34
Solihin, Hudori, Terampil Berbahasa, 49.
14
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
terakhir adalah (7) kelugasan kata yaitu kata-kata yang sekaligus juga ringkas, tidak merupakan frasa
panjang, tidak mendayu-dayu, dan sama sekali tidak berbelit-belit.35
Contoh untuk nomor (5) adalah kata terkini yang merupakan bentukan tidak benar. Tidak
banyak orang tahu bahwa bentuk kebahasaan yang demikian itu sesungguhnya tidak benar dari sisi
kebahasaan. Bentuk kata keterangan kini tidak mungkin dapat ditambahkan dengan awalan ter-.
Untuk nomor (6) kata yang termasuk sinestesia adalah sedap dan manis. Kedua kata tersebut
digunakan jika berhubungan dengan indra pengecap/perasa, tetapi kedua kata tersebut dapat
digunakan untuk kata yang tidak berhubungan dengan indra tersebut, contoh Sedap betul
kedengarannya kata-katanya itu dan Gadis manis berkepang dua itu istri saya. Untuk bagian terakhir
(7) contohnya adalah kata-kata yang berhubungan dengan hal yang tabu, seperti kata penis lebih
lugas daripada zakar dan sanggama lebih lugas daripada berhubungan badan atau koitus.
9.6 Pembentukan Kata
Salah satu cara untuk memperluas perbendaharaan kata adalah dengan menganalisis
sebuah kata. Namun, yang khusus akan dibicarakan di sini adalah analisis terhadap bagian-bagian
kata yang selalu muncul dalam bentuk-bentuk gabungan, sehingga dengan mengingat dasar katanya,
semua kata yang mempergunakan dasar tadi, dapat diduga maknanya secara tepat. Bagian-bagian
kata yang selalu muncul dalam bentuk gabungan itu, dapat berupa akar kata, dapat pula berbentuk
imbuhan-imbuhan. 36 Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan dari luar bahasa
Indonesia. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosakata baru dengan dasar kata yang sudah ada,
sedangkan yang dari luar terbentuk kata baru melalui unsur serapan.37 Bahasa Indonesia mengenal
pula konsep akar kata. Namun, konsep akar kata dalam bahasa Indonesia agak berbeda bila
dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain, seperti Sansekerta, Latin, dan Yunani. Akar kata dalam
bahasa Indonesia merupakan hasil dari sebuah analisis hipotesis karena tidak produktif lagi,
contohnya terdapat akar kata kit yang diperkirakan bermakna naik, misalnya, rakit, sakit, ungkit,
bukit, bangkit. Namun, akar kata tersebut tidak dapat dipakai seenaknya untuk membentuk kata-
2016
35
Rahardi, Bahasa Indonesia, 36.
36
Gorys Keraf, Diksi, 71.
37
Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa, 33.
15
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kata baru, seperti halnya akar kata dari bahasa Sansekerta, Arab, Latin, dan Yunani. Akar-akar kata
dari bahasa-bahasa tersebut masih tetap produktif untuk membentuk kata-kata baru.38
Kita sadar bahwa kosakata bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh bahasa asing, kontak
bahasa memang tidak dapat dielakkan karena kita berhubungan dengan bangsa lain. Oleh sebab itu,
pengaruh-memengaruhi dalam hal kosakata pasti akan selalu ada. Kata-kata pungut adalah kata
yang diambil dari kata-kata asing. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan kita terhadap nama dan
penamaan benda atau situasi tertentu yang belum dimiliki bahasa Indonesia. Pemungutan kata-kata
asing yang bersifat internasional sangat kita perlukan karena kita memerlukan suatu komunikasi
dalam dunia dan teknologi modern, kita memerlukan komunikasi yang lancar dalam segala macam
segi kehidupan. Kata-kata pungut tersebut ada yang dipungut tanpa diubah, tetapi ada juga yang
diubah. Kata-kata pungut yang sudah disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia disebut bentuk
serapan.39
Bentuk-bentuk serapan itu ada empat macam; (1) Mengambil kata yang sudah sesuai
dengan ejaan bahasa Indonesia, seperti; bank, opname, dan golf. (2) Mengambil kata dan
menyesuaikan kata tersebut dengan ejaan bahasa Indonesia, seperti; subject menjadi subjek,
apotheek menjadi apotek, standard menjadi standar, dan university menjadi universitas. (3)
Menerjemahkan dan memadankan istilah-istilah asing ke dalam bahasa Indonesia, seperti; starting
point menjadi titik tolak, meet the press menjadi jumpa pers, up to date menjadi mutakhir, briefing
menjadi taklimat, dan hearing menjadi dengar pendapat. (4) Mengambil istilah yang tetap seperti
aslinya karena sifat keuniversalannya, yaitu; de facto, status quo, cum laude, dan ad hoc. (5) Dapat
juga menyerap dari bahasa daerah. (6) Berikut didaftarkan beberapa kata serapan, seperti
configuration menjadi konfigurasi, list menjadi senarai, pavilion menjadi anjungan, airport menjadi
bandara, editing menjadi penyuntingan, established menjadi mapan, general reherseal menjadi
geladi bersih, image menjadi citra, sophisticated menjadi mutakhir, take off menjadi lepas landas,
snack menjadi kudapan, gap menjadi kesenjangan, dan customer menjadi pelanggan atau nasabah,
ambiguous menjadi taksa, supervision menjadi penyelia, full time menjadi purnawaktu, drain
menjadi salir, domain menjadi ranah.
Ketika menggunakan kata, terutama dalam situasi resmi, kita perlu memperhatikan
beberapa ukuran, yaitu (1) kata yang lazim dipakai dalam bahasa tutur atau bahasa setempat
2016
38
Gorys Keraf, Diksi, 72.
39
Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa, 34.
16
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sebaiknya dihindari dan kata-kata tersebut dapat digunakan bila sudah menjadi milik umum, (2)
kata-kata yang mengandung nilai rasa hendaknya dipakai secara cermat dan hati-hati agar sesuai
dengan tempat dan suasana pembicaraan, dan (3) kata yang tidak lazim dipakai seharusnya
dihindari, kecuali kalau sudah dipakai oleh masyarakat.40
Untuk contoh nomor (1), misalnya, kata nongkrong dan raun, sedangkan kata-kata yang
sudah dianggap sebagai milik umum, seperti ganyang, lugas, heboh, santai, anjangsana, kelola, dan
pamrih. Lalu, contoh nomor (2) yaitu kata-kata seperti tunanetra dengan buta, tunarungu dengan
tuli, dan tunawicara dengan bisu. Kemudian, contoh untuk nomor (3), kata-kata seperti; konon,
bayu, laskar, puspa, lepau, dan didaulat.
Yang terpenting dan perlu diperhatikan juga adalah bahwa dalam menyusun atau
membentuk konsep-konsep ilmiah yang baru, para ilmuwan ternyata juga sering mempergunakan
akar-akar kata dalam bahasa Yunani dan Latin yang sudah terkenal. Dengan mengetahui akar-akar
kata tersebut, pada saat pertama kali kita menemukan suatu istilah baru, kita sudah dapat menduga
makna istilah tersebut.41
Akar-akar kata dari bahasa Yunani yang sering dipergunakan seperti untuk maksud tersebut
di antaranya, seperti aero (udara) menjadi bentukan aerodinamik, aerobik, dan aeronautika,
kemudian bio (hidup) menjadi bentukan biokimia, biogenesis, dan bioskop, serta photos (cahaya)
menjadi fotograf, fotosintesis, dan fototelegraf. Akar-akar kata dari bahasa Latin yang juga sering
dipergunakan, seperti aqua menjadi akuarium, akuades, dan akuarius, kemudian dic/dict (berkata)
menjadi diktator, predikat, dan kontradiksi, serta scrib/script (menulis) menjadi skripsi, transkripsi,
dan deskripsi.
Di samping akar-akar kata yang berasal dari bahasa Yunani dan Latin, awalan dari kedua
bahasa tersebut juga sering digunakan untuk membentuk kata-kata atau istilah-istilah baru.42 Prefiks
atau awalan yang terpenting yang sering digunakan dari bahasa Yunani di antaranya, seperti a-/an(tidak/tanpa) menjadi anarki, anekdot, dan anemia, prefiks ini diimbangi oleh prefiks tak-, misalnya,
taksosial, taksadar, dan takinsaf, kemudian
2016
homo- (sama) menjadi homogen, homonim, dan
40
Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa, 35 – 36.
41
Gorys Keraf, Diksi.
42
Gorys Keraf, Diksi, 75
17
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
homoseks, serta tele- (jauh) menjadi televisi, telepon, telegraf. Awalan yang sering digunakan dari
bahasa Latin, di antaranya; seperti bi- (dua, dua kali), misalnya, bilateral, bilingual, dan biliun, prefiks
ini diimbangi dengan dwi-, seperti; dwiwarna, dwikora, dan dwiminggu, kemudian ante- (sebelum, di
depan), yaitu anteseden, antemeridiem, dan antedate, prefiks ini diimbangi oleh prefiks purba-,
seperti purbakala, purbasangka, dan purbasangka. Contoh terakhir, yaitu prefiks post- (sesudah),
misalnya, postgraduate, postlude, dan postskriptum, prefiks ini diimbangi dalam bahasa Indonesia
menjadi pasca-, yaitu pascasarjana, pascapanen, dan pascaperang.
9.7 Ringkasan
Seseorang yang menguasai banyak kosa kata dapat menyampaikan gagasannya dengan baik.
Namun, akan lebih baik jika dalam mengungkapkan gagasannya, ia dapat memilih
atau
menempatkan kata secara tepat dan sesuai. Pilihan kata (diksi) pada dasarnya adalah hasil dari
upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alinea, atau wacana. Pemilihan kata
bukanlah sekadar kegiatan memilih kata yang tepat, melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok
dalam hal ini berarti sesuai dengan konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak
bertentangan dengan nilai rasa masyarakat pemakainya. Kemampuan memilih kata hanya
dimungkinkan bila seseorang menguasai banyak kosa kata, pilihan kata mengandung pengertian
upaya atau kemampuan membedakan secara tepat kata-kata yang memiliki nuansa makna yang
bersinonim, pilihan kata menyangkut kemampuan untuk memilih kata yang tepat dan cocok untuk
situasi atau konteks tertentu.
Syarat-syarat pilihan kata yang harus diketahui dan dapat diaplikasikan oleh penulis; (1)
dapat membedakan denotasi dan konotasi, (2) dapat membedakan kata-kata yang hampir
bersinonim, (3) dapatt membedakan kata-kata yang hampir mirip dalam ejaannya, (4) dapat
memahami dengan tepat makna kata-kata abstrak, (5) tidak menafsirkan makna kata secara
subjektif berdasarkan pendapat sendiri jika pemahaman belum dapat dipastikan, (6) dapat memakai
kata penghubung yang berpasangan secara tepat, (7) dapat membedakan kata umum dan kata
khusus dengan benar, (8) jika menggunakan imbuhan asing, dia harus memahami maknanya secara
tepat, (9) menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang benar, (10) dapat
menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat.
2016
18
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kata dan ungkapan dapat ditafsirkan menurut arti harfiah dan menurut arti majasinya. Arti
harfiah itu sama dengan denotasi atau makna sebenarnya. Arti majasi diperoleh jika denotasi kata
atau ungkapan dialihkan dan mencakupi juga denotasi lain bersamaan dengan tautan pikiran lain.
Ungkapan idiomatik adalah ugkapan yang khas pada suatu bahasa yang salah satu unsurnya tidak
dapat dihilangkan atau diganti. Ungkapan idiomatik adalah kata-kata yang mempunyai sifat idiom
yang tidak terkena kaidah ekonomi bahasa. Bahasa artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni.
Bahasa yang artifisial tidak terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannya
untuk menyatakan suatu maksud. Fakta-fakta yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana
dan langsung tak perlu disembunyikan
2016
19
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
A, Alek dan Achmad H.P. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:Kencana Prenada
Media Group
Arifin, E Zaenal dan S. Amran Tasai. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi:Sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Jakarta:Akapress
Finoza, Lamuddin. 2009. Komposisi Bahasa Indonesia:untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa.
Jakarta:Diksi Insan Mulia.
Hs, Widjono. 2007. Bahasa Indonesia:Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Jakarta:Grasindo.
Keraf, Gorys. 1999. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta:Gramedia.
Rahardi, R. Kunjana. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:Erlangga.
Rahayu, Minto. 2009. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi:Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian. Grasindo:Jakarta.
Solihin, Hudori K.A., dan Embay Sa’adiah. 2003. Terampil Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta:Uhamka Press.
2016
20
Bahasa Indonesia
Drs. Sri Satata,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download