PENDAHULUAN Latar Belakang Broiler merupakan salah satu sektor peternakan yang menghasilkan bahan pakan hewani yang mempunyai nilai gizi yang tinggi. Broiler adalah ternak unggas yang penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring dengan meningkatnya penghasilan dan kesadaran penduduk akan pentingnya protein hewani. Dalam mengembangkan usaha ternak broiler, pada umumnya peternak memberikan pakan komersil karena pakan komersil telah memenuhi standar kebutuhan zat–zat makanan yang telah ditetapkan. Walaupun harganya relatif mahal, karena beberapa bahan penyusunnya masih diimpor, tetapi pakan komersil banyak tersedia di pasaran dan mudah didapat. Selain itu, di dalamnya sudah terkandung bahan pakan tambahan (imbuhan pakan). Pencampuran imbuhan pakan ini dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan ternak. Namun penggunaan imbuhan pakan yang terus menerus akan mengakibatkan terdapatnya produk metabolit berupa residu antibiotik seperti tylosin, penicillin, oxytetracyeline dan kanamycin. Oleh karena itu penggunaan imbuhan pakan alami merupakan alternatif untuk mengurangi akumulasi residu imbuhan pakan dalam daging. Salah satu imbuhan pakan alami yang dapat digunakan adalah kombinasi ramuan herbal baik serbuk maupun cair serta 12 bahan dan 7 bahan ramuan herbal. Berbagai hasil pengkajian menunjukkan bahwa tanaman daerah tropis mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai obat. Ramuan 1 herbal telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional maupun untuk memperbaiki metabolisme dalam tubuh. Ramuan herbal dalam bentuk tunggal memiliki kemampuan antimikroba yang lebih rendah dibanding bila bahan ramuan herbal tersebut dalam bentuk campuran, maka diperlukan pembuktian secara ilmiah. Dalam perdagangan obat atau jamu, ramuan herbal dapat berbentuk cairan maupun serbuk. Penggunaan ramuan herbal dalam bentuk serbuk secara logika akan lebih higienis dibanding bila diberikan dalam air minum unggas. Ramuan yang dicampur dalam air minum mudah terkontaminasi lendir yang dikeluarkan dari air liur ayam. Sebagaimana diketahui ramuan herbal dapat meningkatkan kebugaran dan ketahanan tubuh manusia yang menggunakannya, demikian juga bila diberikan pada unggas. Rangkaian penelitian Agustina (2006) dan Agustina et al (2009) serta Agustina (2010), pada tahun 2006 menunjukkan penggunaan ramuan herbal dalam bentuk cair maupun serbuk mampu menghambat bakteri Gram positif dan Gram negatif, karena bahan ramuan mengandung zat bioaktif. Penelitian 2009 menunjukkan perlu pengurangan jenis bahan yang diduga memiliki zat bioaktif yang sama. Pada tahun 2010, penggunaan ramuan herbal cair sebanyak 2,5 ml/l air minum, merupakan hasil terbaik ditinjau dari performa dan kelainan histopatologi organ dalam. Penggunaan serbuk ramuan herbal dosis 0,15% dalam pakan, efektif memperbaiki performa, menurunkan jumlah kematian, lemak abdominal dan kolesterol darah serta memberi nilai OD (Optic Density) paling tinggi yang menunjukkan bahwa serbuk ramuan herbal memiliki kemampuan mencegah virus (menggunakan Pelikin kit untuk menguji IFNγ). 2 Rumusan Masalah Penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan menghasilkan residu dalam karkas ayam broiler. Apabila mengonsumsi daging ayam dikhawatirkan menjadi resistensi sintetik antibiotik, maka diperlukan imbuhan pakan yang bukan antibiotik. Imbuhan pakan pengganti antibiotik dapat diperoleh dari ramuan herbal yang banyak terbukti dapat meningkatkan konsumsi dan nafsu makan broiler. Diperlukan bahan-bahan alternatif yang aman, alami, dan mudah didapat sebagai pengganti fungsi dari antibiotik diantaranya ramuan herbal. Ramuan herbal yang terdiri dari 12 bahan, pada beberapa bahan memiliki kandungan zat bioaktif sama, sehingga perlu mengurangi jenis bahan yang sama tersebut. Oleh karena itu perlu mengkaji komposisi dan bentuk ramuan herbal (cair dan serbuk) yang efektif untuk meningkatkan performa broiler dan kualitas produk. Hipotesis Diduga bahwa dengan pemberian jumlah ramuan herbal bentuk cair dan serbuk dapat memperbaiki pertambahan berat badan, konsumsi pakan, dan konversi pakan broiler. Tujuan dan Kegunaan Tujuan penelitian ini untuk mengefektifkan penggunaan ramuan herbal baik serbuk dan cair yang memiliki kandungan zat bioaktif sama dalam meningkatkan performa broiler. Kegunaan penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai jumlah bahan ramuan herbal yang efektif dalam bentuk serbuk dan cair sebagai imbuhan pakan dalam meningkatkan performa broiler. 3 TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Broiler Ayam pedaging disebut juga broiler, merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya broiler ini baru popular di Indonesia tahun 1980-an dimana pemegang kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya (Rasyaf, 2008). Masyarakat Indonesia telah mengenal broiler dengan berbagai kelebihannya. Waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen, menyebabkan banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan di berbagai wilayah Indonesia (Bappenas, 2000). Rasyaf (2008) menambahkan pada umumnya di Indonesia ayam broiler sudah dipasarkan pada umur 5-6 minggu dengan berat 1,3 – 1,6 kg walapun laju pertumbuhannnya belum maksimum, karena ayam broiler yang sudah berat susah dijual. Menurut Amrullah (2004), pertumbuhan ayam yang cepat ini harus diimbangi dengan ketersediaan pakan yang cukup, karena kekurangan pakan akan sangat mengganggu laju pertumbuhan. Rasyaf (2008) menjelaskan beberapa hal yang mendukung keunggulan broiler, diantaranya adalah makanan, temperatur lingkungan dan manajemen pemeliharaan. Pertumbuhan yang sangat cepat tidak akan tampak bila tidak didukung dengan pakan yang mengandung protein dan asam amino yang seimbang sesuai dengan kebutuhan ayam. Broiler akan tumbuh optimal pada 4 temperatur lingkungan 19-200C. Jika terlalu panas, ayam akan memilih banyak minum daripada makan untuk mengurangi beban panas, sehingga sejumlah unsur nutrisi yang diperlukan tidak masuk ke dalam tubuh ayam. Broiler mampu menghasilkan daging sebagai sumber protein hewani dalam jumlah yang cukup besar serta memiliki rasa yang gurih (Amrullah, 2004). Untuk keperluan hidupnya dan untuk produksi, ayam membutuhkan sejumlah nutrisi yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan berkualitas, energi yang berintikan karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral (Rasyaf, 2008). Kartadisastra (1994) menyatakan bahwa jumlah pakan yang diberikan sangat bergantung dari jenis ayam yang dipelihara, sistem pemeliharaan dan tujuan produksi. Di samping itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan genetik dan lingkungan tempat ternak itu dipelihara. Broiler dapat menyesuaikan konsumsi pakannya untuk memperoleh cukup energi guna pertumbuhan maksimum. Penyesuaian tersebut berkisar antara 2800-3400 kkal energi metabolisme per kg pakan (Anggorodi, 1985). Daya cerna karbohidrat yang berupa pati cukup tinggi, sekitar 95%. Akan tetapi bila ada unsur-unsur pembangunan dari tanaman seperti selulosa dan hemisellulosa, lignin dan lain sebagainya menyebabkan daya cerna karbohidrat akan menurun. Zat-zat tersebut merupakan salah satu unsur penentu daya cerna energi. Kadar serat kasar yang tinggi akan menurunkan nilai daya cerna dari bahan pakan, sehingga dapat menyebabkan menurunnya pertambahan bobot badan ternak (Anggorodi, 1985). 5 B. Gambaran Mengenai Ramuan Herbal Ramuan tanaman herbal adalah obat tradisional yang terbuat dari bahan alami terutama tumbuhan dan merupakan warisan budaya bangsa Indonesia dan telah digunakan secara turun temurun. Ramuan tanaman obat (jamu) selain untuk konsumsi manusia dapat digunakan untuk kesehatan ternak (Zainuddin, 2010). Sampai saat ini masalah yang dihadapi peternak ayam adalah biaya pakan dan obat-obatan yang tinggi serta kematian akibat penyakit termasuk flu burung dengan kematian mencapai 50-100%. Untuk mengatasi masalah penyakit secara konvensional penggunaan jamu sudah dikenal sejak nenek moyang bangsa Indonesia dan secara empiris telah terbukti dapat mencegah berbagai penyakit pada manusia. Peternak juga telah menggunakan pengalaman ini untuk pencegahan dan pengobatan penyakit termasuk sejak terjadinya kasus flu burung yang telah banyak memakan korban dan kerugian material. Bahan ramuan herbal sangat mudah diperoleh dan merupakan salah satu kebanggaan bangsa Indonesia, karena masyarakat secara turun temurun telah memanfaatkannya. Indonesia memiliki sumber kekayaan keanekaragaman hayati urutan terbesar kedua di dunia setelah Brazil dan mempunyai peluang besar dalam mengembangkan tanaman obat, karena iklim di Indonesia memungkinkan untuk menanam tanaman sepanjang tahun sehingga produksi dapat berkesinambungan. Bahan obat tradisional digunakan sebagai alternatif penggunaan obat paten dan dampak negatif dari obat tradisional belum terbukti secara ilmiah tetapi beberapa penyakit ternyata lebih cocok ditanggulangi dengan obat tradisional. 6 Kombinasi beberapa bahan herbal yang digunakan ternyata memiliki zat bioaktif sama, sehingga perlu mencoba mengurangi jenis bahan untuk mendapatkan performa yang paling efisien dan ekonomis tanpa menyebabkan kelainan fisiologi ayam (Agustina et al, 2009). Kandungan zat bioaktif berbagai jenis herbal dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Zat Bioaktif Berbagai Jenis Herbal No 1. Jenis Herbal Jenis Zat Bioaktif Kandungan (%) Temulawak Kadar minyak atsiri 6,55 Kadar Kurkumin 2,33 2. Kunyit Kadar minyak atsiri 6,18 Kadar Kurkumin 8,6 3. Daun Sirih Kadar minyak atsiri O,91 *Kadar Metil caviol 2,68 4. Jahe Kadar minyak atsiri 2,49 *Kadar gingerol 0,799 5. Sereh Dapur Kadar minyak atsiri 1,33 6. Kemangi Kadar minyak atsiri 1,11 Kadar eugenol 27,98 *Kadar Sitral A 14,07 *Kadar sitral B 10,9 *Kadar flavonoid Sebagai Quersetin 0,47 7. Bawang putih* Kadar Alicin 8. Kadar Alicin Bawang merah* 9. Kadar minyak atsiri 3,35 Kencur Kadar Kurkumin 0,006 10. Kadar minyak atsiri 0,81 Lengkuas 11. Kadar minyak atsiri 1,89 Temu hitam 12. Kadar minyak atsiri 3,42 Temu kunci Kadar kurkumin 0,02 Analisis : Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Balitro Bogor (2009) Keterangan : Tulisan bold merupakan bahan yang dikeluarkan (12 bahan menjadi 7 bahan) *Laboratorium Kimia Organik FMIPA-UGM (2009) 7 B.1. Kunyit Kunir atau kunyit (Curcuma longa Linn. syn. Curcuma domestica Val.) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat asli dari wilayah Asia Tenggara. Berikut klasifikasi dari kunyit : Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Subkelas : Zingiberidae Ordo : Zingiberales Family : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma domestica Val. (Winarto 2003). Kandungan utama rimpang kunyit terdiri dari minyak atsiri, kurkumin, resin, oleoresin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin, damar, gom, lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi (Rahardjo dan Rostiana 2005). Winarto (2003) mengatakan bahwa zat warna kuning (kurkumin) dimanfaatkan untuk menambah cerah atau warna kuning kemerahan pada kuning telur. Kunyit jika dicampurkan pada pakan ayam, dapat menghilangkan bau kotoran ayam dan menambah berat badan ayam, juga minyak atsiri kunyit bersifat antimikroba. Kandungan kimia minyak atsiri kunyit terdiri dari ar-tumeron, α dan β-tumeron, tumerol, α-atlanton, β-kariofilen, linalol, 1,8 sineol (Rahardjo dan Rostiana 2005). 8 Kunyit mengandung komponen aktif kurkumin yang memiliki sifat antibakteri (Rahayu dan Budiman 2008). Umumnya penggunaan kunyit dalam pakan ayam diberikan dengan tujuan menurunkan tingkat populasi bakteri dalam saluran pencernaan ayam. Senyawa kimia yang ada dalam kunyit mampu menurunkan lemak dalam tubuh, berperan pada proses sekresi empedu dan pankreas yang dikeluarkan lewat feses. Komposisi dari kurkumin memiliki khasiat dapat memperlancar sekresi empedu. Penelitian sebelumnya juga membuktikan bahwa serbuk kunyit dalam pakan ayam broiler dapat berperan sebagai imunomodulator dengan meningkatkan aktivitas fagositosis sel polimorfonuklear (PMN) yang ditantang dengan bakteri E. coli secara in vitro (Kusumaningrum, 2008). B.2. Temulawak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan tanaman asli Indonesia yang termasuk salah satu jenis temu-temuan atau jahe-jahe dengan klasifikasi sebagai berikut : Filum : Spermatophyta Sub filum : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb (Purseglove et al, 1981) 9 Temulawak, seperti halnya kunyit, mempunyai khasiat pengobatan untuk berbagai penyakit. Temulawak juga memiliki sifat tonikum seperti kunyit yang berkhasiat sebagai penyegar dan meningkatkan stamina sehingga badan tidak cepat lelah dan sifat imunostimulan yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh serta menangkal berbagai serangan kuman penyebab penyakit, termasuk virus. Efek antioksidan kurkumin pada temulawak berfungsi untuk melindungi tubuh dari serangan radikal bebas yang berbahaya dan bersifat karsinogenik serta penyakit lainnya (Wijayakusuma, 2005). Kandungan minyak atsiri temulawak sekitar 4,6-11% yang berkhasiat sebagai kolagoga yaitu meningkatkan produksi sekresi empedu, menurunkan kadar kolesterol dan mengaktifkan enzim pemecah lemak. Fraksi kurkuminoid yang terkandung dalam tepung temulawak berjumlah 3,16%. Kurkuminoid pada rimpang temulawak terdiri dari dua jenis yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin, mempunyai warna kuning, berbentuk serbuk dengan aroma yang khas, rasa sedikit pahit, tidak bersifat toksik, serta larut dalam aseton, alkohol, asam asetat dan alkali hidroksida (Purgeslove et al, 1981). B.3. Temu Hitam Menurut Satya (2007), sistematika temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb) adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Class : Monocotylodonae Bangsa : Zingiberales 10 Suku : Zingiberceae Marga : Curcuma Spesies : Curcuma Aeruginosa Roxb Menurut Wahyuni (2006), komponen yang utama dalam rimpang temu hitam (Curcuma Aeruginosa Roxb) adalah curcuminoid dan minyak atsiri yang mempunyai manfaat antibakteri, antioksidan dan anti hepatoksik. Menurut Rukmana (2005), temu hitam mengandung minyak atsiri yang dapat meningkatkan nafsu makan karena kerja minyak atsiri dapat mempercepat gerak peristaltik usus halus dan dapat mempercepat terjadinya pengosongan lambung. Natamidjaya (2004) menambahkan bahwa pemberian temu hitam dalam pakan terbukti tidak menimbulkan dampak negatif terhadap ayam dan bahkan dapat meningkatkan bobot badan. Ditambahkan oleh Puspitawati (2006), rimpang temu hitam merupakan salah satu obat tradisional yang telah terbukti dapat digunakan untuk menambah nafsu makan serta pemacu pertumbuhan. Khasiat dari temu hitam, berdasarkan penelitian tim riset independen memang memiliki keunggulan mampu memperbaiki pencernaan ayam, mencegah defisiensi vitamin, membentuk jaringan tubuh yang sehat dan menjaga daya tahan tubuh ayam tetap tinggi, apalagi bahan aktif ini telah lama digunakan masyarakat Indonesia sebagai bahan untuk obat-obatan tradisional dan diakui khasiatnya. Menurut Rukmana (2004), di dalam tepung temu hitam terkandung zat-zat aktif berupa minyak atsiri dan curcumin yang mempengaruhi saluran pencernaan dengan menimbulkan keseimbangan antara peristaltik usus dengan aktivitas 11 absorbsi nutrisi, serta meningkatkan kemampuan metabolisme tubuh ayam sehingga dapat mempengaruhi peningkatan pertumbuhan. B.4. Kemangi (Ocimum basillicum) Menurut Agusta (2000), klasifikasi dari kemangi adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub filum : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Famili : Lamiaceae Genus : Ocimum Spesies : O. basilicum Kemangi merupakan tanaman setahun yang tumbuh tegak dengan cabang banyak. Daunnya tunggal, berhadapan, bentuk bulat telur, bagian tepi bergerigi, berwarna hijau, dan berbau aromatis khas kemangi. Bentuk daun oval mungil dan berbulu halus di permukaan bagian bawah (Her, 2002). Bunga majemuk berbentuk malai, kelopak berwarna hijau, mahkota dan benang sari berwarna putih. Tinggi tanaman antara 60-70 cm (Massimo et al, 2004). Sisca (2003) menyebutkan bahwa menurut tim peneliti dari Center for New Crops and Plant Products, Purdue University, AS, daun kemangi terbukti ampuh untuk menyembuhkan diare, sembelit, dan gangguan ginjal. Telci et al, (2006) menambahkan bahwa ekstrak kemangi berkhasiat menyembuhkan diare, obat disentri, dan juga dapat mengatasi albuminaria, yaitu adanya konsentrasi albumin di dalam urin. 12 Minyak kemangi berkhasiat mengatasi gangguan pencernaan seperti salah cerna, infeksi usus, radang lambung, serta gas dalam usus. Minyak yang dihasilkan juga dapat memberikan fungsi melawan bakteri seperti Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella enteritidis. Minyak tersebut bahkan mampu menangkal infeksi yang disebabkan virus seperti Bacillus subtilis, Salmonella parathyph, dan Proteus vulgaris (Adnyana dan Firmansyah, 2006). Massimo et al., (2004) menyatakan minyak atsiri tanaman kemangi mengandung osinema, farsena, sineol, felandrena, sedrena, bergamotena, amorftena, burnesena, kardinena, kopaena, pinena, terpinena, santelena, sitral, dan kariofilena. Telci et al, (2006) menambahkan bahwa terkandung senyawa lain didalam minyak atsiri tanaman kemangi seperti anetol, apigenin, asam kafeat, eskuletin, eskulin, estragol, faenesol, histidin, magnesium, rutin,tanin, ß – sitoserol. Ahmet et al (2005) menyatakan ethanol sari O. basilicum mengandung senyawa antimicrobial yang mampu melawan sembilan jenis bakteri patogen seperti Acinetobacter, Baksil, Escherichia, dan Staphylococcus. Di sisi lain, metanol dan heksan ekstrak O. basilicum menunjukkan aktivitas antibacterial melawan enam spesies bakteri meliputi Acinetobacter, Baksil, Brucella, Escherichia, Micrococcus, dan Staphylococcus. Daun kemangi banyak mengandung vitamin A dan C serta mineral P, Ca, dan Fe. Kandungan mineral kalsium dan fosfor dalam daun kemangi sebanyak 154 g dan 69 g per 100 g daun kemangi. 13 B.5. Bawang Putih Bawang putih adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia. Klasifikasi dari bawang putih dijabarkan di bawah ini : Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Liliflorae Famili : Amaryllidaceae Bangsa : Allieae Genus : Allium Spesies : Allium sativum Linn (Syamsiah & Tajudin 2003). Di dunia internasional, bawang putih merupakan kelompok komoditas bawang-bawangan kedua terpenting setelah bawang bombay (Allium cepa L). Penggunaan bawang putih sebagai bahan untuk pengobatan berbagai penyakit sudah lama diketahui. Kandungan kimia yang berguna untuk bahan obat pada bawang putih adalah sativine (suatu senyawa kimia yang mempunyai daya mempercepat pertumbuhan sel dan pertumbuhan jaringan dan dapat merangsang susunan syaraf), allicin (suatu senyawa yang berkhasiat sebagai antibiotika), siniatrin, saponin, nicotinic acid yang bersifat hipotensive, diallydisulfide sebagai anti cacing, vitamin A, B, C, dan D, serta fosfor (Tampubolon, 1981). 14 Komponen aktif dalam bawang putih, allicin merupakan zat aktif yang mempunyai daya bunuh pada bakteri dan anti radang, allicin merupakan suatu asam amino yang bekerja sebagai antibiotik serta dapat menurunkan kolesterol darah dan daging pada broiler (Jaya, 1997). Rismunandar (1986) menambahkan beberapa komponen kimia lainnya yaitu antihemolitik sebagai antilesu darah, selenium yaitu mikromineral yang dapat menghindarkan penggumpalan darah, antitoksin pembersih darah dan scordinin untuk mempercepat pertumbuhan sel. Manfaat bawang putih antara lain membantu menurunkan kadar kolesterol. Hal ini disebabkan karena adanya zat ajoene yang terkandung di dalamnya, yaitu suatu senyawa yang bersifat antikolesterol dan membantu mencegah penggumpalan darah. Pemberian bawang putih hingga 2,5% dalam pakan ayam broiler dapat meningkatkan konversi pakan, meningkatkan karkas, menurunkan koloni bakteri S. typhimurium dalam feses dengan tidak mempengaruhi kadar immunoglobulin dalam darah (Anonim, 2012a). B.6. Kencur Kencur memiliki nama botani Kaempferia galanga Linn. Menurut Rukmana (1994), bahwa klasifikasi tanaman kencur termasuk kedalam famili Zingiberaceae dengan sistematikanya dapat dilihat sebagai berikut : Kingdom : Plantarum Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Zingiberales 15 Famili : Zingiberaceae Genus : Kaempferia Spesies : Kaempferia galanga Linn. Menurut Rukmana (1994) kencur mempunyai daya adaptasi yang cukup tinggi. Rimpang kencur mengandung minyak astiri yang di dalamnya terkandung lebih kurang 23 macam senyawa, 17 diantaranya merupakan senyawa aromatik, monoterpena dan seskuiterpena. Semua bagian kencur bermanfaat tetapi yang umum dipakai adalah rimpangnya untuk menambah nafsu makan dan memperlancar peredaran darah. Rimpang kencur mempunyai aroma spesifik, harum, daging buahnya berwarna putih dan kulit luar coklat. Kandungan kimia rimpang kencur mengandung pati, mineral, dan minyak atsiri. Berupa sineol, asam metal kanil, cinnamic acid, ethyl ester, borneol, camphene, paraeumarin, asam anisicalkaloid, dan gom. Kencur segar mengandung antibakteri walau cuma sedikit (Anonim, 2011b). B.7. Daun Sirih Menurut Darwis et al (1991), taksonomi daun sirih adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper Spesies : Piper betle Linn. 16 Daun sirih mengandung minyak atsiri 0.1-1.8 %. Senyawa kimia yang terdapat pada minyak atsiri daun sirih adalah fenol (eugenol, chavicol, estragol) dan chavibetol, alkaloid arakene, terpen dan seskuiterpen. Daun muda mempunyai kadar minyak atsiri lebih tinggi dari daun tua. Chavicol sebagai komponen kimia utama pada minyak atsiri sirih bertanggung jawab terhadap bau khas pada sirih dan bersifat antibakteri kuat yaitu 5 kali dari fenol. Ekstrak daun dan minyak atsiri mempunyai aktivitas sebagai antibakteri dan antifungi. Minyak atriri mempunyai sifat sebagai antelminthic (obat cacing) (Teo dan Banka, 2000). Teo dan Banka (2000) melaporkan bahwa komposisi minyak atsiri daun (kering angin) Piper aduncum L. Mengandung sekitar 1 % minyak atsiri dengan komposisi: 20 macam senyawa, Piper amboinensis (Miq) D.C, komposisi minyak atsiri bagian atas tumbuhan (kering angin) mengandung sekitar 0.6 % minyak atsiri dengan komposisi: 9 macam senyawa. Sedangkan Piper methysticum Forst. komposisi minyak atsiri bagian atas tumbuhan (kering angin) mengandung sekitar 0.7 % minyak atsiri dengan komposisi: 14 macam senyawa. B.8. Temu Kunci Tanaman temu kunci (Kaempheria pandurata Ridl) termasuk family Zingiberaceae, banyak tumbuh di hutan jati, tinggi tanaman dapat mencapai 80 cm, warna kulit rimpang coklat dan warna daging rimpang putih. Menurut Hayani (2007), taksonomi temu kunci adalah sebagai berikut : Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Zingiberales 17 Famili : Zingiberaceae Genus : Kaempheria Spesies : Kaempheria pandurata Ridl Selain digunakan sebagai bumbu masak, rimpang temu kunci juga memiliki khasiat sebagai obat. Rimpang temu kunci memiliki khasiat memperkuat lambung. Apabila dikunyah dengan pinang dapat digunakan sebagai obat batuk kering dan peringitis, obat sakit perut serta obat suka kencing pada anak-anak. Pada wanita, rimpang temu kunci dapat digunakan sebagai obat pembengkakan kandungan serta obat infeksi alat reproduksi. Temu kunci dapat digunakan untuk obat diare, disentri, pelangsing, dan obat keputihan. Pengujian secara in vitro menunjukkan temu kunci dapat meningkatkan jumlah limfosit, antibodi spesifik, dan dapat membunuh sel (Hayani, 2007). Rimpang temu kunci mengandung minyak atsiri yaitu metilsinamat, kamper, sineol, dan terpena. Di samping minyak atsiri, temu kunci mengandung saponin dan flavonoid. Senyawa-senyawa yang mempunyai prospek cukup baik biasanya berasal dari golongan flavonoid, kurkumin, limonoid, vitamin C, vitamin E (tokoferol), dan katekin yang bisa digunakan sebagai obat antikanker. Senyawasenyawa tersebut biasanya bermanfaat pula sebagai antioksidan. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam rimpang temu kunci terkandung senyawa-senyawa selain pinostrobin, pinocembrin dan minyak atsiri yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Senyawa-senyawa tersebut termasuk golongan flavonoid. Adapun beberapa kandungan lain senyawa flavonoid atau turunannya dalam rimpang temu kunci yang berpotensi sebagai antioksidan. 18 Masing-masing senyawa tersebut berpotensi untuk berperanan dalam aktivitas antioksidan ekstrak etanol (Hayani, 2007). B.9. Lengkuas Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz) merupakan salah satu tanaman dari famili Zingiberaceae yang rimpangnya dapat dimanfaatkan sebagai obat. Rimpang lengkuas merah (Alpinia galanga) selama ini telah dikenal sebagai obat tradisional. Penelitian mengenai kandungan senyawa dan identifikasi kandungan kimia lengkuas merah senyawa flavonoid, triterpenoid dan minyak atsiri telah banyak dilakukan, selain itu rimpang lengkuas mengandung lebih kurang 1 % minyak atsiri berwarna kuning kehijauan yang terutama terdiri dari metil-sinamat 48 %, sineol 20 % – 30 %, eugenol, kamfer 1 %, seskuiterpen, δ-pinen, galangin, dan lain-lain. Selain itu rimpang juga mengandung resin yang disebut galangol, kristal berwarna kuning yang disebut kaemferida dan galangin, kadinen, heksabidrokadalen hidrat, kuersetin, amilum, dan lain-lain. Penelitian yang lebih intensif menemukan bahwa rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim xanthin oksidase sehingga bersifat sebagai antitumor, yaitu trans-p-kumari diasetat, transkoniferil diasetat, asetoksi chavikol asetat, asetoksi eugenol setat, dan 4-hidroksi benzaidehida. Rimpang lengkuas juga mengandung suatu senyawa diarilheptanoid yang dinamakan 1-(4-hidroksifenil)-7- fenilheptan3,5-diol (Tjitrosoepomo, 2004) Menurut Syamsiah (2003) bagian rimpang lengkuas mengandung atsiri 1%, kamfer, sineol minyak terbang, eugenol, seskuiterpen, pinen kaemferida, galangan, galangol, kristal kuning dan asam metil sinamat. Minyak atsiri yang 19 dikandungnya antara lain galangol, galangin, alpinen, kamfer, dan methylcinnamate. B.10. Jahe Jahe (Zingiber officinale Rosc) adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi 30–60 cm. Jahe memiliki kandungan aktif yaitu oleoresin. Oleoresin adalah minyak dan damar yang merupakan campuran minyak atsiri sebagai pembawa aroma dan sejenis damar sebagai pembawa rasa. Oleoresin jahe mengandung komponen gingerol, paradol, shogaol, zingerone, resin dan minyak atsiri. Persenyawaan zingerone tidak dalam bentuk persenyawaan keton bebas, melainkan dalam bentuk persenyawaan aldehid alifatis jenuh, terutama senyawa n-heptanal (Ravindran et al, 2005). Berbagai penelitian membuktikan bahwa jahe mempunyai sifat antioksidan dan antikanker. Beberapa komponen utama dalam jahe seperti gingerol, shogaol dan gingerone memiliki antioksidan di atas Vitamin E. Selain itu, jahe mampu menaikkan aktivitas salah satu sel darah putih, yaitu sel natural killer (NK) dalam melisis sel targetnya, yaitu sel tumor dan sel yang terinfeksi virus. (Zakaria et al, 1999). B.11. Bawang merah Bawang merah termasuk ke dalam Famili: Liliaceae. Nama ilmiahnya: Allium cepa L. Bawang merah mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin atau mineral, dan senyawa yang berfungsi sebagai anti-mutagen dan antikarsinogen. Senyawa ini kurang diperhatikan karena tak punya nilai gizi sama sekali dan ditemukan dalam jumlah sangat terbatas. Meski begitu, senyawa 20 tersebut berpotensi secara fisiologis (Anonim, 2011c). Bawang merah bukan sebagai sumber utama karbohidrat, protein, vitamin maupun mineral. Namun demikian, potensi dari produk ini tak kalah penting daripada produk pertanian lainnya. Bawang merah merupakan komoditi pertanian yang banyak mengandung air, dimana airnya sekitar 80-85%. Dari setiap 100 gram umbi bawang merah kandungan airnya mencapai 80-85 g, protein 1,5 g, lemak 0,3 g, karbohidrat 9,3 g. Adapun komponen lain adalah beta karoten 50 IU, tiamin 30 mg, riboflavin 0,04 mg, niasin 20 mg, asam askorbat (vitamin C) 9 mg. Mineralnya antara lain kalium 334 mg, zat besi 0,8 mg, fosfor 40 mg, dan menghasilkan energi 30 kalori (Anonim, 2011c). Bawang merah berfungsi membunuh bakteri penyebab penyakit Entamuba coli dan Salmonella. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa bawang merah mampu menurunkan kadar kadar gula dan kolesterol dalam darah. Selain itu bawang merah dapat meningkatkan aktivitas fibriolitik sehingga memperlancar aliran darah. Tidak kalah pentingnya bawang merah dapat memobilisasi kolesterol dari tempat penimbunannya (Anonim, 2011c). Menurut Depkes RI dalam Buku Tanaman Obat Indonesia, umbi bawang merah dengan nama simplisia Alii cepae Bulbus mengandung minyak atsiri,siklo aliin, metilaliin, dihidroaliin, kaemferol, fluroglusin. Di dalam bawang merah terdapat ikatan asam amino yang tidak berbau, tak bewarna dan dapat larut dalam air. Ikatan asam amino ini disebut aliin. Dimana senyawa tersebut dapat berubah menjadi alicin. Bersama dengan tiamin (vitamin B), alicin dapat membentuk allitiamin, senyawa bentukan ini ternyata lebih mudah diserap oleh tubuh daripada 21 viamin B sendiri. Dengan demikian, alicin dapat membuat vitamin B lebih efisien dimanfaatkan oleh tubuh. Senyawa-senyawa yang bersifat bakterisida dan fungisida diduga juga terdapat dalam minyak atrisi bawang merah. Umbi bawang merah dengan nama simplisia Alii cepae Bulbus berguna untuk memacu enzim pencernaan, obat luka, peluruh air seni, peluruh dahak/obat batuk, peluruh haid, dan obat sakit gula (Anonim, 2011c). B.12. Sereh Sereh merupakan sejenis tanaman dari keluarga rumput yang rimbun dan berumpun besar serta mempunyai aroma yang kuat dan wangi. Sereh juga merupakan tanaman tahunan yang hidup secara liar. Tanaman ini dapat mencapai ketinggian sampai 1,2 meter). Kandungan zat bioaktif dari sereh yaitu minyak atsiri, citronnelal, geraniol, sitral, eugenol, kadine, kadinol. Minyak sereh dikenal dengan minyak astiri dapat digunakan sebagai bahan pijat rematik. Batangnya dapat digunakan sebagai peluruh air seni, peluruh keringat, peluruh dahak/obat batuk, bahan untuk kumur penghangat badan. Daunnya dapat digunakan sebagai peluruh angin kentut, penambah nafsu makan, pengobatan pasca persalinan, penurun panas dan pereda kejang (Anonim, 2011d). Akar digunakan sebagai peluruh air seni, peluruh keringat, peluruh dahak / obat batuk, bahan untuk kumur, dan penghangat badan. Daunnya digunakan sebagai peluruh angin perut, penambah nafsu makan, pengobatan pasca persalinan, penurun panas dan pereda kejang (Anonim, 2011d). 22 C. Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan adalah korelasi peningkatan pada tubuh yang tampak pada interval waktu sesuai dengan karakteristik spesies, sehingga terdapat karakteristik kisaran tubuh untuk setiap spesies dan karakteristik perkembangan serta ukuran tubuh dewasa. Bobot maksimum dan perkembangan dimunculkan oleh gabungan dari heriditas, nutrisi dan manajemen yang merupakan faktor esensial yang mendukung laju tumbuh hewan (Singh, 1997). Laju pertumbuhan seekor ternak dikendalikan oleh banyaknya konsumsi pakan dan terutama energi yang diperoleh. Energi merupakan perintis pada produksi ternak dan hal tersebut terjadi secara alami (McDonal et al, 1995). Untuk mendapatkan pertambahan bobot badan yang maksimal maka sangat perlu diperhatikan keadaan kuantitas pakan. Pakan tersebut harus mengandung zat nutrisi dalam keadaan cukup dan seimbang sehingga dapat menunjang pertumbuhan maksimal (Yamin, 2002). Kartadisastra (1997), menyatakan bahwa bobot tubuh ternak senantiasa berbanding lurus dengan konsumsi pakan, makin tinggi bobot tubuhnya, makin tinggi pula tingkat konsumsinya terhadap pakan. Bobot tubuh ternak dapat diketahui dengan penimbangan. Suharno dan Nazaruddin (1994), menyatakan bahwa pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh tipe ternak, suhu lingkungan, jenis ternak dan gizi yang ada dalam pakan. 23 D. Konsumsi Pakan Menurut Wahyu (1992), konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan, umur, aktivitas ternak, palatabilitas pakan, tingkat produksi dan pengelolaannya. Parakkasi (1983) menyatakan bahwa komposisi kimia dan keragaman pakan erat hubungannya dengan konsumsi pakan. Sesuai dengan tujuan pemeliharaannya yaitu memproduksi daging sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat, maka jumlah pemberian pakan tidak dibatasi (ad libitum) artinya berapa saja jumlah pakan yang dapat dihabiskan, itulah yang diberikan (Kartadisastra, 1994). Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa palatabilitas merupakan sifat performans dari bahan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki bahan-bahan pakan tersebut, hal ini tercermin oleh organoleptik seperti penampilan, bau, rasa dan temperatur. Sifat khusus unggas adalah mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga jumlah pakan yang dikonsumsi tiap harinya cenderung berhubungan erat dengan kadar energinya. Bila konsentrasi protein yang tetap terdapat dalam semua pakan, maka pakan yang mempunyai konsentrasi energi metabolis tinggi akan menyediakan protein yang kurang dalam tubuh unggas karena rendahnya jumlah pakan yang dikonsumsi. Sebaliknya, bila kadar energi kurang maka unggas akan mengkonsumsi pakan untuk mendapatkan lebih banyak energi akibatnya kemungkinan akan mengkonsumsi protein yang berlebihan (Tillman et al, 1991). 24 Anggorodi (1985) menyatakan bahwa broiler dapat menyesuaikan konsumsi pakannya untuk memperoleh cukup energi guna pertumbuhan maksimum. Sedangkan Widodo (2002) menyatakan bahwa ayam cenderung meningkatkan konsumsi jika diberi pakan energi rendah. E. Konversi Pakan Feed Convertion Ratio (FCR) merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan produksi yang dihasilkan. Konversi pakan pada broiler termasuk jumlah pakan yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 pounds atau 1 kg berat hidup. Konversi pakan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: umur ternak, bangsa, kandungan gizi pakan, keadaan temperatur dan keadaan unggas (Anggorodi, 1985). Angka konversi pakan menunjukkan tingkat penggunaan pakan dimana jika angka konversi semakin kecil maka penggunaan pakan semakin efisien dan sebaliknya jika angka konversi besar maka penggunaan pakan tidak efisien (Campbell, 1984). Lestari (1992) menyatakan angka konversi pakan menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan pakan. Angka konversi pakan dipengaruhi oleh strain dan faktor lingkungan seperti seluruh pengaruh luar termasuk di dalamnya faktor makanan terutama nilai gizi rendah. Konversi pakan adalah perbandingan jumlah pakan yang dikonsumsi pada satu minggu dengan pertambahan bobot badan pada minggu itu (Rasyaf, 1994). 25 F. Pengaruh Pemberian Ramuan Herbal Terhadap Performa Broiler Dari hasil penelitian Agustina (2006), pengaruh ramuan herbal terhadap performa broiler dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan broiler dengan pemberian ramuan herbal, perekor selama penelitian : Perlakuan Parameter P0 P1 P2 Konsumsi Pakan (g/ekor/minggu) 419.0 415.5 404.5 Pertambahan Bobot badan (g/ekor/minggu) Konversi pakan 256.0a 278.8b 254.2a 1.63 1.49 1.59 Dari hasil penelitian Agustina (2006) menunjukkan bahwa pemberian ramuan herbal tidak memberi pengaruh yang nyata pada konsumsi pakan, konversi pakan, rasio efisiensi protein, persentase karkas dan persentase lemak abdominal (Tabel 2). Namun ditinjau dari aspek biologis konsumsi pakan dan rasio efisiensi protein serta konversi pakan terbaik pada perlakuan 2.5 ml per liter air minum. Diduga zat bioaktif dalam ramuan herbal yang sangat tepat dosisnya dalam kombinasi ramuan dan adanya efek dari kombinasi bahan yang bersifat saling melengkapi, berefek positif terhadap beberapa parameter performans. Pertambahan bobot badan tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 (P <0,05), hal ini dapat disebabkan karena selain mengandung zat bioaktif yang bersifat antimikroba, ramuan herbal juga mengandung minyak atsiri dan kurkumin yang berperan meningkatkan kerja organ pencernaan, merangsang dinding empedu mengeluarkan cairan empedu dan merangsang keluarnya getah pankreas yang mengandung enzim amilase, lipase dan protease untuk meningkatkan pencernaan bahan pakan karbohidrat, lemak dan protein (Winarto, 2003). Antibakteri akan 26 dapat melisiskan racun yang menempel pada dinding usus, sehingga penyerapan zat nutrisi menjadi lebih baik, sebagaimana mekanisme kerja antibiotik sebagai growth promotant. 27 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012 di Laboratorium Omnivora / Unggas, Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universiatas Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Penelitian ini menggunakan alat-alat yaitu timbangan, kandang baterai yang terbuat dari besi, tempat makan, tempat air minum, ember, gayung, surat kabar, dan lampu pijar 40 watt. Bahan yang digunakan yaitu broiler umur 1 hari atau day old chik (DOC) sebanyak 100 ekor dengan jenis kelamin campuran (unsexed), molases, EM4, air, 12 ramuan herbal, 7 ramuan herbal. Pakan basal terdiri dari jagung kuning, dedak, tepung ikan, tepung udang, tepung bulu, bungkil kelapa, bungkil kedelai, minyak, dan premix. Jenis bahan yang digunakan dan komposisi ransum yang disusun berdasarkan hasil perhitungan tertera pada Tabel 3 dan kandungan nutrisi berdasarkan perhitungan disajikan pada Tabel 4. 28 Tabel 3. Komposisi Ransum dan Nutrisinya yang Digunakan dalam Percobaan Berdasarkan Hitungan Jenis Pakan Komposisi Ransum Fase Starter Jagung Kuning Dedak*** Bungkil Kedelai* Bungkil Kelapa* Tepung Ikan** Tepung Udang** Tepung Bulu* Minyak* Premix* 55 6,5 13 6 9 7 2 1,5 0 Fase Finisher 54 6 17 10 5 5 1 2 0 Tabel 4. Kandungan Nutrisi Berdasarkan Perhitungan Kandungan Nutrisi Fase Starter Protein (%) 22,4 Energi metabolisme (Kkal) 3074,5 Lemak (%) 4,9 Serat Kasar (%) 4,5 Kalsium (%) 0,90 Posfor (%) 0,6 Sumber : * : Ichwan (2003) ** : Hasil Analisa Proksimat (2012) *** : Wahyu (1985) Fase Finisher 20,27 2903,1 6,265 4,831 0,4005 0,53 Metode Penelitian 1. Pembuatan Ramuan Herbal Dalam penelitian ini terlebih dahulu dibuat ramuan herbal dalam bentuk cair dan serbuk.Cara pembuatan ramuan herbal dalam bentuk cair dan serbuk selengkapnya dijelaskan pada Gambar 1 dan Gambar 2. 29 0.25 kg tiap bahan dicuci sampai bersih diiris tipis kemudian dihaluskan (blender) Masukkan dalam jerigen 20 liter sampai penuh 1 liter molases + 1 liter EM4 + air sumur untuk mengencerkan molases Campuran homogen dan tutup rapat Fermentasi selama 2 minggu sampai tidak berbentuk gas. Gas yang berbentuk selama proses dikeluarkan dengan membuka tutup jerigen, setelah itu ditutup rapat kembali Ramuan herbal disaring Simpan dalam keadaan anaerob di tempat sejuk dan siap untuk digunakan Gambar 1. Prosedur pembuatan ramuan herbal dalam bentuk cair (Agustina, 2006) 30 Masing-masing 225 g untuk 7 bahan herbal dan 125 g untuk 12 bahan herbal, dicuci bersih, diiris-iris Dikeringkan dibawah sinar matahari atau diovenkan pada suhu ± 60ºC Bahan ramuan digiling Masing-masing bahan ramuan herbal yang telah diserbukkan dicampurkan hingga homogen Serbuk ramuan herbal Gambar 2. Pembuatan ramuan herbal dalam bentuk serbuk (Agustina et al, 2009) 31 2. Cara Pemeliharaan Broiler dipelihara dari DOC sampai umur 35 hari diatas kandang baterai. Perlakuan diberikan sejak ayam berumur 1 hari sampai panen. Sebelum diberi perlakuan, Broiler ditimbang untuk mendapatkan berat awal yang homongen sebanyak 100 ekor dan secara acak dimasukkan kedalam petak masing-masing 5 ekor. Pemberian pakan dan air minum secara adlibitum. Parameter yang diamati 1. Pertambahan Berat Badan Pertambahan berat badan broiler diperoleh melalui penimbangan setiap minggu dengan cara menimbang broiler disetiap kandang perlakuan. Pertambahan berat badan broiler dapat diketahui berdasarkan rumus (Rasyaf, 2006) : PBB (g/ekor/minggu) = BBt – BBt-1 Keterangan : PBB = Pertambahan berat badan BBt = Berat badan pada waktu t BBt-1 = Berat badan pada waktu yang lalu t = Kurun waktu satu minggu. 2. Konsumsi Pakan Jumlah konsumsi pakan dihitung dengan cara menimbang pakan yang telah diberikan setiap hari selama seminggu dikurangi pakan sisa pada akhir minggu itu pula. Konsumsi pakan broiler dapat diketahui berdasarkan rumus (Rasyaf, 2006) : Pakan yang diberikan(g) - Pakan sisa(g) Konsumsi pakan (g/ekor/minggu) = Jumlah Ayam (Ekor) 32 3. Konversi Pakan Menurut Rasyaf (2006), konversi pakan merupakan pembagian antara konsumsi pakan dengan berat badan yang dicapai pada minggu itu, dapat diketahui berdasarkan rumus : Konsumsi pakan (g/ekor/minggu) Konversi pakan = Pertambahan berat badan (g/ekor/minggu) Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gasperz, 1991) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan dimana setiap unit percobaan terdiri dari 5 ekor ayam. Perlakuaannya sebagai berikut : A1 = Pemberian 12 bahan ramuan herbal cair A2 = Pemberian 7 bahan ramuan herbal cair A3 = Pemberian 12 bahan serbuk ramuan herbal A4 = Pemberian 7 bahan serbuk ramuan herbal Pengolahan Data Data yang diperoleh diolah dengan sidik ragam sesuai dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan bantuan software SPSS versi 16. Adapun model matematikanya (Gaspersz, 1991) adalah : Yij = µ + τi + εij Keterangan : Yi = Hasil pengamatan dari peubah pada penggunaan ramuan herbal ke-i dengan ke-j µ = Rata-rata pengamatan 33 τi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j dimana: i = 1,2,3, 4 j = 1,2,3, 4, dan 5 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata pertambahan berat badan, konsumsi pakan, dan konversi pakan broiler yang mendapat ransum mengandung ramuan herbal kombinasi 12 bahan dan 7 bahan serbuk dan cair dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata pertambahan berat badan, konsumsi pakan, dan konversi pakan broiler yang mendapat ransum mengandung ramuan herbal kombinasi 12 bahan dan 7 bahan serbuk dan cair Parameter Perlakuan A1 Pertambahan berat badan (g/ekor) 1.204 ± 112,4` Konsumsi Pakan (g/ekor) 2.471,88 ± 192,54 A2 1.165,8 ± 105,51 2.402,68 ± 224,12 2,06 ± 0,07 A3 1.167,17 ± 49,59 2.459,83 ± 121,53 2,11 ± 0,16 A4 1.158 ± 75 2.338,05 ± 202,52 2,01 ± 0,56 Konversi Pakan 2,05 ± 0,1 Keterangan : A1: Herbal cair 12 bahan, A2: Herbal cair 7 bahan, A3: Herbal serbuk 12 bahan, A4: Herbal serbuk 7 bahan Pertambahan Berat Badan Analisis ragam menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata (P= 0,845) terhadap pertambahan berat badan. Pertambahan berat badan yang diperoleh yaitu A1 = 1.204 g/ekor, A2 = 1.165,8 g/ekor, A3 = 1.167,17 g/ekor, dan A4 = 1.158 g/ekor. Dari data tersebut ada kecenderungan perlakuan yang diberi 12 bahan ramuan herbal cair memberi pengaruh yang lebih baik daripada perlakuan yang lain. Hal ini mengindikasikan pemberian dalam bentuk cair menunjukkan berat badan ayam yang lebih baik daripada pemberian dalam bentuk serbuk, kemungkinan pemberian dalam bentuk serbuk banyak yang terbuang karena bentuk serbuk yang terlalu ringan dan berdebu sehingga ayam tidak 35 memperoleh semua zat bioaktif selengkap bahan ramuan herbal cair yang ada di dalam pakan. Kombinasi 12 ramuan herbal cenderung memiliki reaksi yang baik daripada kombinasi 7 ramuan herbal. Hal ini dikarenakan jumlah zat bioaktif pada 12 bahan lebih banyak dibandingkan dengan 7 bahan ramuan herbal. Jumlah zat bioaktif pada 12 bahan dan 7 bahan ramuan herbal dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah zat biokatif pada 12 bahan dan 7 bahan ramuan herbal : 12 Ramuan Herbal Jenis Zat Bioaktif Kandungan (g) Minyak atsiri 70,10 Kurkumin 27,39 7 Ramuan Herbal Jenis Zat Bioaktif Kandungan (g) Minyak atsiri 46,42 Kurkumin 27,33 Persentase kandungan zat bioaktif pada tabel diatas diperoleh dari hasil perhitungan kandungan zat bioaktif pada Tabel 1. Persentase kandungan zat bioaktif pada Tabel 1, baik untuk 12 bahan maupun 7 bahan ramuan herbal, masing-masing dikalikan dengan 0,25 kg (250 g) sehingga diperoleh hasil pada data tersebut. Jenis zat bioaktif pada 12 bahan ramuan herbal yaitu minyak atsiri adalah 70,10 g, lebih tinggi dibandingkan minyak atsiri pada 7 bahan ramuan herbal yaitu 46,42 g. Zat bioaktif seperti kurkumin pada 12 bahan ramuan herbal adalah 27,39 g, memiliki kadar yang sedikit lebih tinggi dibandingkan kadar kurkumin pada 7 bahan ramuan herbal yaitu 27,33 g. Setidaknya ada 115 konstituen dalam varietas jahe segar dan kering yang telah diidentifikasi oleh berbagai proses analitis. Gingerol merupakan konstituen utama dari jahe segar dan ditemukan sedikit berkurang dalam jahe kering, sedangkan konsentrasi shogaols, yang merupakan produk utama gingerol, lebih berlimpah dalam jahe kering daripada di jahe segar (Jolad et al, 2005). 36 Zat bioaktif yang terkandung dalam ramuan herbal dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif yang dapat menyerang ternak sehingga ramuan herbal baik serbuk dan cair dapat digunakan sebagai imbuhan pakan. Perbedaan luas daya hambat disebabkan oleh adanya zat bioaktif berupa kurkumin dan minyak atsiri yang terdapat dalam ramuan herbal baik serbuk dan cair yang dapat menghambat pertumbuhan dari bakteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarto (2003), bahwa kurkumin bersifat sebagai antibakteri dalam temulawak yang menyebabkan adanya daya hambat antibakteri yang cukup kuat dalam ramuan herbal. Penelitian sebelumnya juga menyebutkan Azmi (2012), bahwa ramuan herbal dapat menghambat bakteri Gram positif dan Gram negatif dan menunjukkan bakteri Gram positif lebih luas dibandingkan dengan Gram negatif. Pertambahan berat badan sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan. Pertambahan berat badan pada 12 ramuan herbal cair sejalan dengan nilai konsumsi ransum yang tinggi pula. Menurut Ichwan (2003) bahwa secara umum penambahan berat badan akan dipengaruhi oleh jumlah konsumsi pakan yang dimakan dan kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan tersebut. Hal ini didukung pula oleh pendapat Abidin (2002) bahwa, faktor yang mempengaruhi terhadap pertambahan berat badan adalah konsumsi pakan. Konsumsi Pakan Analisis ragam menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata (P= 0,671) terhadap konsumsi pakan. Konsumsi pakan yang diperoleh pada penelitian ini yaitu A1 = 2.471,88 g/ekor, A2 = 2.402,68 g/ekor, A3 = 2.459,83 g/ekor, dan A4 37 = 2.338,05 g/ekor. Hal tersebut menggambarkan bahwa keberadaan ramuan herbal dengan 12 bahan dan 7 bahan dalam bentuk cair dan serbuk masih dapat direspon dengan baik dan cukup efektif untuk memperoleh konsumsi pakan yang normal. Pakan yang mengandung ramuan herbal menghasilkan aroma wangi karena temulawak mengandung zat aktif yaitu kurkumin dan minyak atsiri yang dapat meningkatkan nafsu makan. Sementara minyak atsiri dalam temulawak dapat merangsang peningkatan relaksasi usus halus sehingga akan terjadi peningkatan pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan (Mahendra, 2005). Konsumsi pakan yang baik dapat dilihat pada pemberian ramuan herbal cair yang tidak dikurangi komposisinya yaitu 12 ramuan herbal. Dalam menghasilkan ramuan herbal serbuk dilakukan pemanasan 60o C diduga karena minyak atsiri yang dijadikan zat aktif pada ransum telah menguap pada saat pengolahan menjadi tepung . Hal ini diperkuat dengan pendapat Robinson (1995) bahwa senyawa atsiri yang gugusannya terdiri dari berbagai alkohol, aldehid, keton, dan ester terdapat dalam tumbuhan mudah menguap. Konversi Pakan Analisis ragam menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata (P= 0,578) terhadap konversi pakan. Berdasarkan analisa data statistik, walaupun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan namun konversi pakan yang diperoleh sudah cukup baik. Angka konversi pakan dalam penelitian ini yaitu A1 = 2,05, A2 = 2,06, A3 = 2,11, dan A4 = 2,01. Konversi pakan tersebut tidak berbeda jauh antara semua perlakuan namun konvesi pakan pada perlakuan A4 cenderung lebih baik karena memiliki konversi pakan yang paling rendah dari perlakuan lainnya. 38 Perlakuan A4 adalah pemberian dengan 7 ramuan herbal dalam bentuk serbuk. Hal ini mengindikasikan kualitas pakan pada pemberian 7 ramuan herbal dalam bentuk serbuk sudah cukup baik karena angka konversi pakan menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan pakan, artinya semakin rendah angka konversi pakan, semakin tinggi nilai efisiensi pakan dan semakin ekonomis. Amrullah (2004) menyebutkan bahwa konversi pakan yang baik berkisar antara 1,75-2, semakin rendah angka konversi pakan berarti kualitas pakan semakin baik. Anggorodi (1985) menyatakan bahwa tinggi rendahnya konversi pakan sangat ditentukan oleh keseimbangan antara energi metabolisme dengan zat-zat nutrisi terutama protein dan asam-asam amino. Pemberian ramuan herbal pada semua perlakuan sudah tepat untuk diberikan karena konversi pakan yang ditunjukkan masih pada batas standar konversi pakan yang normal. Penggunaan ramuan herbal dan kombinasinya sebagai imbuhan pakan dapat menggantikan fungsi antibiotika dalam meningkatkan produktifitas ternak broiler dan efisiensi penggunaan pakan. Anggorodi (1990) menyebutkan bahwa antibakteri akan dapat melisiskan racun yang menempel pada dinding usus, sehingga penyerapan zat nutrisi menjadi lebih baik, sebagaimana mekanisme kerja antibiotik sebagai growth promotant. Angka kematian dalam penelitian ini yaitu A1 = 3 ekor, A2 = 3 ekor, A4 = 2 ekor, dan A4 = 2 ekor. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kematian pada broiler, salah satunya disebabkan suhu udara dalam kandang melebihi zona nyaman (>28oC) yang menyebabkan ayam mengalami heat stress. Stres ini akan muncul ketika ayam tidak bisa membuang panas dari dalam tubuhnya akibat 39 tingginya cekaman suhu tersebut. Dalam penelitian ini, tidak di temukan kematian yang disebabkan oleh penyakit. Ramuan herbal yang memiliki zat bioaktif dapat memperbaiki metabolisme dan menekan berbagai penyakit. Hasil penelitian Agustina et al (2009) membuktikan bahwa ekstrak ramuan herbal mengandung berbagai zat bioaktif yang memiliki aktifitas antimikroba, mampu menghambat bakteri patogen Gram positif sebanyak 4 jenis dan Gram negatif sebanyak 7 jenis. Pada penetian Ademoyegun et al (2010) mengungkapkan bahwa kegiatan antioksidan yang paling tinggi dari lima ramuan herbal berturut-turut adalah : kunyit, jahe, kemangi, bawang putih, dan bawang merah. Dari hasil penelitian ini, jelaslah bahwa ramuan herbal memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dalam larutan ekstrak metanol. Ramuan herbal diharapkan menjadi konstituen makanan berharga untuk mempromosikan kesehatan yang baik dalam kehidupan kita sehari-hari. Ditambahkan Ana et al (2012) bahwa dalam ekstrak bawang putih mengandung S-allylcysteine sebagai senyawa yang paling melimpah. Pada penelitian ini, walaupun terdapat perbedaan secara numerik pada setiap kelompok perlakuan terhadap performa broiler tetapi secara statistik tidak ada perbedaan yang nyata diantara kelompok tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka pemberian dengan 7 bahan ramuan herbal dinilai paling efisien untuk diberikan pada broiler. 40 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa pemberian ramuan herbal dari 12 bahan dan 7 bahan dalam bentuk cair dan serbuk tidak berpengaruh terhadap pertambahan berat badan, konsumsi, dan konversi pakan broiler. Pemberian 7 bahan ramuan herbal dalam bentuk serbuk cenderung lebih baik dalam memperbaiki konversi pakan broiler. Saran Sebaiknya menggunakan ramuan 7 bahan sebagai alternatif pengganti antibiotik sintetik. Penggunaan 7 bahan ramuan herbal cenderung lebih efisien bila diberikan pada broiler. 41 DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Pedaging. Agro Media Pustaka. Jakarta Agusta, A. 2000.Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. ITB Bandung, Bandung. Ademoyegun OT, Adewuyi GO, Fariyike TA, 2010. Effect Of Heat Treatment On Antioxidant Activity Of Some Spices. Continental J. Food Science and Technology 4: 53 – 59, 2010 Adnyana, K dan A. Firmansyah. 2006. Kemangi versus Selasih. Solusisehat. net. [22 Februari 2012] Agustina, L. 2006. Penggunaan ramuan herbal sebagai imbuhan pakan untuk meningkatkan performans broiler. Inovasi Teknologi dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdayasaing.Prosiding Lokakarya Nasional.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bekerjasama dengan Jurusan Sosek Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. ________, M. Hatta dan S. Purwanti. 2009. Penggunaan ramuan herbal untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas broiler. 1. Analisis zat bioaktif dan uji aktifitas antibakteri ramuan herbal dalam menghambat bakteri gram positif dan gram negatif. Pengembangan Sistem Produksi dan Pemanfaatan Sumber Daya Lokal untuk Kemandirian Pangan Asal Ternak.Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Jatinangor, 21-22 September 2009. Hal. 60-75 _______________________________. 2010. Penggunaan ramuan herbal untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas broiler. 2. Uji Aktifitas antibakteri ramuan herbal terhadap masa kedaluarsa. Seminar Nasional Perspektif Agribisnis Peternakan di Indonesia. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto, 10 April 2010. Hal. 143 Ahmet, A., Medine G., I. I. Ce1,. Meryem Peng., Hatice ., Fikrettin Pahun., dan Usa Karaman. 2005. Antimicrobial effects of Ocimum basilicum (Lamiatae) extract. Turk Biology Journal. 29:155-160 Amrullah IK. 2004. Seri Beternak Mandiri : Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunungbudi. Bogor: 42 Ana L. Col´ın-Gonz´alez,1 Ricardo A. Santana et al. 2012. The Antioxidant Mechanisms Underlying the Aged Garlic Extract- and S-AllylcysteineInduced Protection. Hindawi Publishing Corporation Oxidative Medicine and Cellular Longevity Volume 2012, Article ID 907162, 16 Anonim, 2012a. Khasiat Bawang Putih. Buletin Charoen Pokphan. http://www.ciptapangan.com/ [22 Februari 2012]. , 2012b. Manfaat Rimpang Kencur. http://kimia.unp.ac.id/=716. [5 Maret 2012]. Makassar. , 2012c. Khasiat Bawang Merah. http://slamet riyadi03.blogspot.com. [5 Maret 2012]. Makassar. ________, 2012d. Khasiat Sereh. http://www.iptek.net.id/ 2012]. Makassar. [Tanggal 5 Maret Anggorodi. H.R. 1985. Ilmu Pakan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta. _____________. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbitan PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Azmi, Cahyaning Ulul. 2012. Optimalisasi penggunaan bahan ramuan herbal yang berbeda terhadap daya hambat bakteri Gram positif dan Gram Negatif. [Skripsi]. Universitas Hasanuddin. Makassar Bappenas. 2000. Budidaya Ayam Ras Pedaging. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan: Jakarta. http://www.ristek.go.id. [18 Februaru 2012]. Campbell, W. 1984. Principles of Fermentation Tegnology. Pergaman Press, New York. Darwis, S.N, Abd Madjoindo dan Hasiyah. 1991. Tanaman Obat Famili Zingeberasceae. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor. Duriat AS. 1999. Status dan Prospek Bawang Putih di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Holtikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico. Bandung. Hayani, Eni. 2007. Pemisahan Komponen Rimpang Temu Kunci Secara Kromatografi Kolom. Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1. 43 Her. 2002. Merawat kulit dan melawan bakteri dengan kemangi. http: //www.tempo.co .id/iptek /kesehatan/2002/03/3/kes03.html. 519 [Diakses 22 Februari 2012]. Ichwan. 2003. Membuat Pakan Ras Pedaging. Agro Media Pustaka. Jakarta Jaya INS. 1997. Pengaruh Penambahan Bawang Putih (Allium Sativum L.) dalam Pakan pada Kadar Kolesterol Ayam Broiler [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Jolad S. D, Lantz R. C, Chen G. J, Bates R. B, Timmermann B. N. Commercially processed dry ginger (Zingiber officinale): Composition and effects on LPS-stimulated PGE2 production. Phytochemistry. 2005;66(13):1614–35. [PubMed] Kartadisastra. H.R. 1994. Pengelolaan Pakan Ayam. Kanisius, Yogyakarta. _______________. 1997. Penyediaan dan Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta Pengelolaan Pakan Ternak Kusumaningrum W. 2008. Efektifitas Kunyit, Bawang Putih, dan Zink dalam Pakan Terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel Polimorfonuklear. Ayam Broiler [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Lestari. 1992. Menentukan Bibit Broiler. Peternakan Indonesia. Massimo, L., M. Miele., B. Ledda., F. Grassi., M. Mazzei., dan F. Sala. 2004. Morphological characterization essential oil composition and DNA genotyping of Ocimum basilicum L. cultivars. J. Plant Science (167):725-731. Mahendra, B. 2005. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Cetakan 1. Penebar Swadaya. Jakarta. Mc Donald, P., Edwards, A.R., Green Halg, J.F.D., and Morgan. 1995. Animal Nutition. Fifth Editing, On Wiley and Sons Inc, New York. Natamidjaya. 2004. Pengaruh Pemberian Jamu Ayam Terhadap Kualitas Karkas Ayam Ras Sulawesi Selatan: Litbang. (http://www.Litbang.Jakarta.net. (Diakses 22 Februari 2012) National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Edition. Revised. National Academy Press. Washington D.C. 44 Parakkasi, A. 1983. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Angkasa, Bandung. Purseglove, J. W., E. G. Brown, C. L. Green dan S. R. J. Robbins. 1981. Spices. Vol. 2. Longman Inc., New York. Puspitawati. 2006. Bolus Serbuk Temu Hitam Untuk Meningkatkan Kualitas Susu Sapi Perah. Surabaya: Airlangga University Library (http://www.LibUnair.Surabaya.net) (Diakses 22 Februari 2012) Rasyaf, M. 1997. Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta. _________2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya. Rahardjo M dan Rostiana O. 2005. Budidaya Tanaman Kunyit. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. Sirkuler No. 11, 2005.http://www.balittro.go.id/includes/Kunyit.pdf. [21 Februari 2012]. Rahayu I dan Budiman C. 2008. Pemanfaatan Tanaman Tradisional Sebagai Feed Additive Dalam Upaya Menciptakan Budidaya Ayam Lokal Ramah Lingkungan. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Ternak, Fapet-IPB. http ://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/ lokakarya/lkayam-lkl05-16.pdf. [23 Februari 2012] Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan. Oleh Kosasih Padmawinata. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Roemantyo, S. H., dan Soekarman. 1996. Sekilas pemanfaatan kencur pada jamu kemasan. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta. III (2) : 15 -16 Rismunndar. 1986. Membudidayakan Lima Jenis Bawang. Bandung: Sinar Baru. Rukmana, R. 1994. Kencur. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. ___________. 2005. Temu Hitam. Yogyakarta: Kanisius. ___________.2003. Ayam Buras: Intensifikasi dan Kiat Pengembangan. Yogyakarta: Kanisius Satya, Felicia. 2007. Tanaman Obat. Jakarta: Multiply Inc. (http: //www. MultiplyInc. Jakarta. net. (Diakses 10 Februari 2012). Scott, M. L., M. C. Nesheem and R. J. Young. 1982. Nutrion of The Chicken. 3rd Ed., M. L. Scott and Associates. Ithaca, New York 45 Singh. K.S. 1997. Animal Nutrion. Kalyani Publisher, New Delhi. Susanto, W. H. 1985. Mempelajari Pengawetan Minuman Beras Kencur dengan Perlakuan Fisis dan Kemis. Universitas Brawijaya. Malang. Sisca, D. 2003. Berbagai khasiat daun kemangi. Solusisehat. net. [Diakses 22 Februaru 2012]. Suharno, B, Nazaruddin. 1994. Ternak Komersil. Penebar Swadaya, Jakarta. Sutarno, H. dan Atmowidjojo. 2001. Tantangan Pengembangan dan Fakta Jenis Tanaman Rempah. Prosea Indonesia-Yayasan Prosea, Bogor. Syamsiah IS dan Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih. Jakarta: Agromedia Pustaka. Tampubolon OT. 1981. Tumbuhan Obat Bagi Pecinta Alam. Jakarta: Bharata Karya Aksara. Telci, I., E. Bayram., G. Yilmaz., dan B. Avci. 2006. Variabilityy in essential oil composition of Turkish basils. Biochemical Systematics and Ecology Journal.34 (2006):489-497. Tjitrosoepomo,Gembong. 2004. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Gajah Mada University Press: Yogyakarta. Tillman. A.D., Hartadi. H., Reksohadiprodjo. S., Prawirokusuma. S dan Lebdosoekojo.S. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Teo SP and Banka RA. 2000. Piper betle L. In : Plant Resources of South-East Asia 16. Backhuys Publishers. Netherlands. Wahyu. J. 1992. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. UGM-Press, Yogyakarta. Wahyuni. 2006. Potensi Serbuk Temu Hitam Sebagai Obat Cacing dan Peningkatan Produksi Susu Serta Kesehatan Sapi Perah. Surabaya:Airlangga University Library. (http://www.LibUnair.Surabaya.net. Diakses 22 Februari 2012) Widodo,W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang 46 Wijayakusuma, M. H. 2005. Kunyit dan Temulawak untuk Mencegah Flu Burung. http://www.republika.co.id. [22 Februari 2012]. Winarto WP. 2003. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta: Agromedia Pustaka. Yamin, M. 2002. Pengaruh Tingkat Protein Pakan terhadap Konsumsi, Pertambahan Bobot Badan dan IOFC Ayam Buras Umur 0-8 Minggu. Jurnal Agroland Vol. 9 No. 3 September 2002. Zainuddin, D. 2010. Tanaman Obat-Obatan. http://toni komara. blogspot.com/ 2010/01. (23 Februari 2012). Zakaria, F.R. dan T.M. Rajab. 1999. Pengaruh ekstrak jahe (Zingiber officinale Roscoe) terhadap produksi radikal bebas makrofag mencit sebagai indikator imunostimulan secara in vitro. Persatuan Ahli Pangan Indonesia (PATPI). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan: 707−716. 47 MAKALAH HASIL PENELITIAN EFEKTIFITAS KOMBINASI JUMLAH DAN BENTUK RAMUAN HERBAL SEBAGAI IMBUHAN PAKAN TERHADAP PERFORMA BROILER Oleh : ZULFAIDHA MARWANDANA I 211 07 951 JURUSAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 48