Modul Etika dan Filsafat Komunikasi

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Etika Dan
Filsafat
Komunikasi
PokokBahasan :
Rangkuman Materi Etika &
Filsafat Komunikasi
Fakultas
Program Studi
Fakultas Ilmu
Komunikasi
Marcomm
TatapMuka
15
Kode MK
DisusunOleh
MK 85009
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
Abstract
Kompetensi
Dalam
berkomunikasi
harus
mempertimbangkan
pendekatan
positif
tentang moral dan etika penyampaian
informasi oleh individu, organisasi itu sendiri
dalam hubungannya dengan individu,
organisasi lain.
Mahasiswa mampu menerapkan etika
secara proporsional dalam pengambilan
keputusan dalam bidang komunikasi.
Etika
Etika (Yunani Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah cabang utama filsafat
yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung
jawab.
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak
kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral
yang merupa-kan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”,
yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang
baik (kesusilaan), dan menghin-dari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang
sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau
moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian
sistem nilai-nilai yang berlaku.
Macam-macam Etika
Sebagai ilmu tentang moralitas, etika juga dapat dianggap sebagai ilmu yang menyelidiki
tingkah laku moral manusia. Di dalam perkembangannya, etika dibedakan menjadi etika
deskriptif, etika normatif dan metaetika (Bertens, 2001: 15—22). Dalam bagian ini akan dibahas
dahulu pembagian etika dan kemudian dibahas tentang etika terapan.
Etika Deskriptif
Etika deskriptif memberikan gambaran tentang tingkah laku moral dalam arti yang luas, seperti
berbagai norma dan aturan yang berbeda dalam suatu masyarakat atau individu yang berada
dalam kebudayaan tertentu atau yang berada dalam kurun atau periode tertentu. Norma atau
aturan tersebut ditaati oleh individu atau masyarakat yang berasal dari kebudayaan atau
kelompok tertentu.
Sebagai contoh, masayarakat Jawa mengajarkan bertatakrama terhadap orang yang lebih tua
dengan menghormatinya, bahkan dengan sapaan yang halus merupakan ajaran yang harus
diterima. Apabila seseorang menolak melakukan hal itu, maka masyarakat menganggapnya
aneh; ia dianggap bukan orang Jawa.
2016
2
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Norma-norma tersebut berisi ajaran atau semacam konsep etis tentang yang baik dan tidak
baik, tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Dengan kata lain, etika deskriptif
mengkaji berbagai bentuk ajaran-ajaran moral yang berkaitan dengan “yang baik” dan “yang
buruk”. Ajaran tersebut lazim diajarkan oleh para pemuka masyarakat pada masyarakatnya
ataupun individu tertentu dan nampaknya sering terdapat pada suatu kebudayaan manusia.
Pemerian atau penggambaran etika orang Jawa, atau etika orang Bugis, adalah contoh bentuk
etika deskriptif.
Etika Normatif
Bagian yang dianggap penting dalam studi etika adalah etika normatif karena ketika
mempelajari etika normatif muncul berbagai studi atau kasus yang berkaitan dengan masalah
moral. Etika normatif merupakan etika yang mengkaji apa yang harus dirumuskan secara
rasional dan bagaimana prinsip-prinsip etis dan bertanggung jawab dapat digunakan oleh
manusia. Di dalam etika normatif hal yang paling menonjol adalah munculnya penilaian tentang
norma-norma tersebut. Penilaian tentang norma-norma tersebut sangat sangat menentukan
sikap manusia tentang “yang baik’ dan “yang buruk”.
Dalam mempelajari etika normatif, dijumpai etika yang bersifat umum dan etika yang bersifat
khusus. Etika umum memiliki landasan dasar seperti norma etis/norma moral, hak dan
kewajiban, hati nurani, dan tema-tema itulah yang menjadi kajiannya. Sedang etika khusus
berupaya menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum atas perilaku manusia yang khusus.
Lama kelamaan etika khusus tersebut berkembang menjadi etika terapan (applied ethics). Etika
khusus mengembangkan dirinya menjadi etika individual dan etika sosial. Etika individual
menyangkut kewajiban dan sikap individu terhadap dirinya sendiri. Sedang etika sosial
berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia
atau masyarakat. Bentuk etika sosial yang diterapkan pada berbagai bentuk memunculkan
kajian-kajian mengenai etika keluarga, etika profesi (etika biomedis, etika perbankan, etika
bisnis, dan sebagainya), etika politik, dan etika lingkungan hidup.
Metaetika
Metaetika adalah kajian etika yang membahas ucapan-ucapan atau kaidah-kaidah bahasa,
khususnya yang berkaitan dengan bahasa etis (yaitu bahasa yang digunakan dalam bidang
moral). Kebahasaan seseorang dapat menimbulkan penilaian etis terhadap ucapan mengenai
2016
3
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
“yang baik” dan “yang buruk” dan kaidah logika. Sebagai contoh, sebuah tayangan iklan obatobatan dengan merk tertentu di televisi swasta sering menyesatkan banyak orang dengan
slogan-slogan yang menganjurkan untuk minum obat tertentu dengan khasiat semua penyakit
yang diderita akan hilang dan orang menjadi sehat kembali. Slogan-slogan tersebut sangat
berlebihan dan ketika orang mulai mengkritiknya, maka oleh sekelompok produsen
dimunculkan sebuah ucapan etis yang berbunyi: “Jika sakit berlanjut, hubungi dokter”. Ucapan
etis tersebut seakan menjadi semacam perilaku moral yang baik yang dihadirkan oleh
sekelompok produsen dan disampaikan agar masyarakat menjadi lebih “bijaksana” dalam
meminum obat.
Etika Terapan
Etika terapan (applied ethics) adalah studi etika yang menitikberatkan pada aspek aplikatif teori
etika atau norma yang ada. Etika terapan muncul akibat perkembangan yang pesat dari etika
dan kemajuan ilmu lainnya. Sejak awal Abad XX, etika terapan menjadi suatu studi yang
menarik karena terlibatnya berbagai bidang ilmu lain (ilmu kedokteran, ilmu ekonomi, ilmu
sosial, ilmu keperawatan, dan sebagainya) dalam mengkaji etika.
Disebut etika terapan karena sifatnya yang praktis, yaitu memperlihatkan sisi kegunaannya. Sisi
kegunaan itu berasal dari penerapan teori dan norma etika ketika berada pada perilaku
manusia. Sebagai ilmu praktis, etika bekerja sama dengan bidang ilmu lain dalam melihat
prinsip yang baik dan yang buruk. Penyelidikan atau kajian etika terapan meliputi dua wilayah
besar, yaitu kajian yang menyangkut suatu profesi dan kajian yang berkaitan dengan suatu
masalah. Kajian tentang profesi berarti membahas etika terapan dari sudut profesi tertentu,
misalnya etika kedokteran, etika politik, etika bisnis, etika keperawatan. Etika terapan yang
meyoroti berbagai masalah misalnya pencemaran lingkungan hidup menimbulkan kajian
tentang etika lingkungan hidup; pembuatan, pemilikan dan penggunaan senjata nuklir
menimbulkan kajian tentang etika nuklir; diskriminasi dalam berbagai bentuk (ras, agama,
gender, warna kulit, dan lain-lain) menyebabkan munculnya studi tentang hal itu (misalnya
etika feminisme dan etika multikultural). Jadi jelaslah bahwa etika terapan yang berkaitan
dengan masalah tersebut sangat diminati oleh masyarakat modern saat ini karena topiknya
aktual dan sangat relevan dengan kehidupan kontemporer.
2016
4
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
a) Pengertian Etika Profesi
Bidang etika terapan yang dapat dipelajari secara lebih khusus adalah etika profesi.
Etika profesi merupakan bidang yang sangat diperlukan oleh dunia kerja, khususnya yang
berkaitan dengan kemajuan teknologi. Dalam arus globalisasi yang sedemikian pesat ini, ilmu
pengetahuan dan teknologi membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kecerdasan,
keterampilan, serta kepandaian dalam mengolah dan menguasai teknologi yang dihadapinya
ketika ia bekerja. Selain menguasai pendidikan formal, dan berpengalaman bekerja, sumber
daya manusia itu membutuhkan semacam sarana untuk berpijak dalam bidang yang
digelutinya. Sarana itu adalah etika profesi. Mengapa harus etika profesi? Etika profesi adalah
etika yang berkaitan dengan profesi atau etika yang diterapkan dalam dunia kerja manusia. Di
dalam dunia kerjanya, manusia membutuhkan pegangan, berbagai pertimbangan moral dan
sikap yang bijak.
Secara lebih khusus, etika profesi dapat dirumuskan sebagai bagian dari etika yang
membahas masalah etis tentang bidang-bidang yang berkaitan dengan profesi tertentu, seperti
dokter (kedokteran), pustakawan (perpustakaan), arsiparis (kearsipan), profesional informasi,
ahli hukum, dan pengacara. Yang menjadi pertanyaan sekarang, sebenarnya profesi itu apa?
Profesi (dalam bahasa Latin: professues ) semula berarti suatu kegiatan manusia atau pekerjaan
manusia yang dikaitkan dengan sumpah suci. Atas dasar sumpah itulah manusia harus bekerja
dengan baik. Selain itu ada beberapa istilah profesi yang harus dijelaskan, yaitu profesi yang
menyangkut tindak bekerja yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah
hidup serta mengandalkan keahlian tertentu. Pengertian profesi yang lain, adalah sebagai
perbuatan seseorang yang dilakukan untuk memperoleh nilai komersial. Dalam perbuatan itu,
misalnya Tuan Komang bekerja sebagai pegawai administrasi BB. la merasa tidak bahagia,
tetapi ia terpaksa menerima pekerjaan itu (meskipun dengan honor yang dianggapnya kurang
memadai) karena mencari pekerjaan yang lebih memadai sangat sulit. Selain itu terdapat
pengertian profesi sebagai komunitas moral (moral community) yang diikat oleh adanya citacita dan nilai bersama yang dimiliki seseorang ketika ia berada dan bersama-sama dengan
teman sejawat dalam dunia kerjanya.
Di sisi lain, seorang profesional hendaknya memiliki sejumlah keahlian yang
diperolehnya secara formal, misalnya belajar di perguruan tinggi, sekolah tinggi dan sebagainya.
Perolehan keahlian secara formal sangat penting dan menjadi bagian terpenting bagi seorang
profesional ketika ia kelak disumpah atas dasar profesi tertentu. Tidaklah mungkin seorang
dokter melakukan sumpah jabatan (dokter) apabila ia belum menyelesaikan studinya secara
2016
5
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
penuh. Dengan keahliannya seorang profesional bekerja di suatu tempat, membuka praktek,
memberikan pelayanan kepada khalayak yang membutuhkannya.
Dalam kaitannya dengan profesinya itu, seorang profesional berhadapan dengan klien
atau pasien atau pemakai jasa, yaitu seseorang yang menaruh kepercayaan terhadap dirinya
sehingga profesional tersebut memberikan pelayanan tertentu atas dasar keahliannya Untuk itu
seorang profesional dapat menerima sejumlah honor atau pembayaran atas pelayanan yang
diberikannya. Hubungan professional – klien/pasien/pemakai jasa berdasarkan semacam
kontrak kerja atau perjanjian yang disepakati bersama. Dengan kesepakatan itu seorang
profesional wajib membela kepentingan kliennya/pasiennya/pemakai jasa dan, sebaliknya, si
klien/pasien/pemakai jasa harus memberikan sejumlah pembayaran yang juga telah disepakati
bersama. Dalam hubungan kerja antara profesional–klien terdapat juga beberapa aspek moral
atau pertimbangan-pertimbangan etis. Aspek moral atau pertimbangan etis menjadi landasan
bagi kedua pihak untuk menjaga kepercayaan di antara mereka.
Segala bentuk pelayanan haruslah memiliki aspek pro bono publico (segala bentuk
pelayanan untuk kebaikan umum). Dalam hubungan pelayanan itu kebaikan umum dapat
beraspek ganda. Pertama, adanya profesional yang memiliki profesi khusus, yang
mementingkan pro lucro, yaitu demi keuntungan, sehingga pelayanan diberikan kepada klien.
Kedua, pro bono, demi kebaikan si klien, sehingga pelayanan yang diberikan si profesional tidak
semata-mata
demi
pembayaran.
Dampak
aspek-aspek
itudapat
berupa
timbulnya
ketidakpastian dalam hubungan pelayanan (saling tidak percaya sehingga antara si profesional
dengan kliennya tidak terdapat hubungan yang harmonis yang dapat berakibat pada pemutusan
hubungan). Namun, aspek pro bono dapat memunculkan profesional yang memiliki profesi
luhur, yaitu profesi yang semata-mata tidak mementingkan upah melainkan berdasarkan
pengabdian pada masyarakat, misalnya perawat, guru, dosen, dan rohaniwan.
Sesuatu yang tidak terpisahkan dari etika profesi adalah kode etik profesi yang
merupakan “akibat” dari hadirnya etika profesi, yang muncul karena etika profesi tersebut
berada dalam komunitas tertentu yang memiliki keahlian yang sama. Kode etik profesi
merupakan aturan atau norma yang diberlakukan pada profesi tertentu. Di dalam norma
tersebut muncul beberapa persyaratan atau kriteria yang bersifat etis dan harus ditaati oleh
para pemilik profesi. Di dalam masyarakat ilmiah seperti kedokteran, ilmu perpustakaan, atau
ilmu sejarah muncul kode etik yang berlaku bagi para dokter, para pustakawan, atau sejarawan
yang tergabung dalam “wadah” tertentu (Ikatan Dokter Indonesia, Masyarakat Sejarah
Indonesia, Himpunan Dosen Etika Seluruh Indonesia, dan lain-lain).
2016
6
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kode etik profesi yang tertua dipelopori oleh Hippocrates, seorang dokter Yunani Kuno
yang hidup pada Abad V SM, yang dianggap sebagai Bapak llmu Kedokteran. Kode etik profesi
itu kemudian terkenal dengan sebutan “Sumpah Hippocrates”. Melalui pemikiran-pemikiran
etis, produk etika profesi muncul dalam masyarakat moral (moral community) yang dianggap
memiliki cita-cita bersama dan dipersatukan oleh latar belakang pendidikan yang sama dan
keahlian yang sama pula. Refleksi etis muncul di dalam kode etik profesi. Itu berarti bahwa kode
etik dapat diubah atau diperbaharui susunan “aturan”-nya atau dibuat baru demi situasi atau
kondisi yang baru akibat implikasi-implikasi yang muncul. Perubahan kode etik tidak
mengurangi nilai etis atau nilai moral yang telah ada, tetapi justru menjadi nilai tambah bagi
kode etik profesi itu sendiri.
Selain itu di dalam kode etik profesi termaktub pernyataan-pernyataan yang berisikan
pesan moral dan rasa tanggung jawab moral bagi yang akan menjalankan profesi itu. Bila terjadi
pelanggaran kode etik profesi, maka profesional yang melanggar itu akan mendapatkan sangsi
dari masyarakat moralnya (dalam hal ini institusi atau lembaga yang memiliki masyarakat
dengan keahlian tertentu). Tujuan sangsi tersebut ialah untuk menyadarkan betapa pentingnya
tanggung jawab moral ditegakkan di dalam dunia profesi.
Sebagai sebuah kajian yang berkaitan dengan perilaku etis manusia yang bekerja, etika
terapan memiliki objek. Objek forma etika profesi adalah perilaku etis atau perilaku manusia
yang berkaitan dengan yang baik dan buruk. Untuk memperjelas objek tersebut, haruslah
disebut juga objek forma etika profesi. Objek forma atau pokok perhatian dari etika profesi
adalah perilaku manusia tentang yang baik dan buruk yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Dan dalam kaitannya dengan pekerjaannya itu maka seseorang hendaknya dapat memiliki
kepekaan moralitas atau kepedulian etis untuk bersikap baik terhadap sesama rekan kerja, dan
sesama manusia yang berkaitan dengan profesinya tanpa merugikan orang lain.
b) Etika Profesi sebagai Ilmu Praktis dan Terapan
Etika profesi hendaknya dilihat sebagai ilmu yang bersifat praktis. Oleh karena itu, di
dalam kajiannya etika profesi tidak meninggalkan segi atau landasan teoretisnya. Sebagai ilmu
praktis, etika profesi memiliki sifat yang mementingkan tujuan perbuatan dan kegunaannya,
baik secara pragmatis maupun secara utilitaristis dan deontologis.
Memandang etika profesi secara pragmatis berarti melihat bagaimana kegunaan itu
memiliki makna bagi seorang profesional melalui tindakan positif berupa pelayanan terhadap
klien, pasien atau pemakai jasa. Kegunaan yang bersifat utilitaristis akan sangat bermanfaat
2016
7
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
apabila dapat menghasilkan perbuatan yang baik. Seorang arsitek akan mendapatkan
kebahagiaan apabila rancang bangunnya dipakai oleh orang lain dan diterapkan dalam
pembuatan rumahnya, dan pada akhirnya orang itu merasa puas atas disain rumahnya.
Pada kegunaan etika profesi yang bersifat deontologis, kegunaan itu akan dinilai baik
apabila disertai kehendak baik. Pelayanan kesehatan di rumah sakit “X” akan dinilai baik dan
sangat berguna bagi masyarakat umum apabila para dokter rumah sakit itu memiliki kehendak
baik dalam menjalankan tugasnya. Kegunaan secara deontologis tidak hanya menyaratkan
unsur kehendak baik tetapi juga kewajiban, yakni apa yang harus dilakukan. Kewajiban moral,
menurut Kant, mengandung imperatif kategoris, yakni perintah yang mewajibkan begitu saja,
tanpa syarat. Seorang profesional menjalankan kewajiban atau tugasnya yang memang menjadi
tanggung jawabnya tanpa harus diperingatkan berulang kali oleh pimpinannya. Di dalam
penerapannya, yakni di dunia kerja, seorang profesional harus dibimbing oleh norma moral,
yaitu norma yang mewajibkan tanpa syarat (begitu saja) tanpa disertai pertimbangan lain.
c) Metode atau Pendekatan Etika Profesi
Dalam mempelajari etika profesi, pendekatan yang harus dipakai adalah pendekatan
kritis refleksif dan dialogis. Pendekatan (metode) tersebut dipakai oleh seseorang yang
memiliki profesi tertentu (dokter, pustakawan, arsitek, dan sebagainya) dalam menilai apa yang
telah ia lakukan (tindakan) terhadap bidang atau pekerjaan tertentu. Orang perlu merenungkan
secara kritis dan mendialogkan segala sesuatu yang telah ia lakukan selama bekerja, baik saat
itu maupun di masa mendatang. Pendekatan itu bertujuan agar seseorang profesional dapat
bekerja dengan sebaik mungkin sehingga tercapai tujuan yang diinginkan. Dalam berdialog,
pertimbangan-pertimbangan moral menjadi dasar bagi hubungan profesional dengan klien.
Pertimbangan-pertimbangan moral yang baik membutuhkan sikap awal yang jernih dalam
melihat kasus/bentuk pelayanan, norma etis, cara berpikir yang logis dan rasional, serta
informasi yang memadai tentang kasus atau bentuk pelayanan yang ditanganinya.
d) Peran Etika Profesi dalam Ilmu-ilmu Lain
Sebenarnya etika profesi itu milik siapa atau diletakkan di mana? Etika profesi dapat
diberlakukan pada, pertama, individu-individu yang memiliki kewajiban-kewajiban tertentu
seperti kewajiban seorang profesional informasi terhadap kliennya, atau kewajiban seorang
dokter terhadap pasiennya, atau kewajiban seorang pengacara terhadap kliennya. Kedua, etika
2016
8
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
profesi dapat diterapkan pada kelompok-kelompok tertentu yang memiliki profesi tertentu,
misalnya kewajiban kelompok wartawan terhadap masyarakat pembacanya, atau kewajiban
kelompok ilmuwan atas hasil temuan mereka yang berupa teknologi.
Di sisi lain, bidang-bidang yang bersifat multi disipliner atau kajian lintas ilmu dapat
menjadi media atau “lahan” penerapan etika profesi. Dengan perkembangan dunia ilmu
pengetahuan dan kemajuan teknologi, etika profesi menjadi semakin diperkaya oleh ilmu-ilmu
tersebut seperti munculnya etika profesi bagi ilmu-ilmu kesehatan, ilmu teknik, dan ilmu
komputer. Etika profesi mampu berdialog dengan berbagai ilmu, bertahan dan dibutuhkan
selama hubungan profesional-klien masih tetap ada.
Bagi seorang profesional yang bergerak di bidang tertentu seperti perpustakaan,
kedokteran, disain interior, atau dosen, etika profesi dapat berperan sebagai “kompas” moral,
penunjuk jalan bagi si profesional yang berdasarkan nilai-nilai etisnya: hati nurani, kebebasantanggung jawab, kejujuran, kepercayaan, hak-kewajiban dalam bentuk pelayanan terhadap
kliennya. Peran yang kedua, etika profesi diharapkan dapat menjamin kepercayaan masyarakat
(klien-klien) terhadap pelayanan yang diberikan oleh si profesional. Untuk itulah harus
diciptakan semacam kode etik yang baik (kode etik pustakawan, kode etik dokter, kode etik
dosen, dan sebagainya).
FILSAFAT TEKNOLOGI DAN PEMANFAATAN MEDIA KOMUNIKASI
Sejak manusia dapat berpikir dan adanya keinginan untuk lebih mengenal lingkungannya
agar dapat mengatasi segala tantangan dan ancaman yang dihadapi -- maka manusia membuat
dan mengembangkan peralatan dan prasarana hidup yang ia butuhkan. Mulai saat itu,
keterampilan yang dimiliki untuk membuat prasarana dan peralatan terus disempurnakan.
Keterampilan tidak dapat dipisahkan dari perencanaan, perekayasaan dan pembuatan apa saja
yang diperlukan manusia dengan memanfaatkan ‘teknologi’, yaitu ”cara dan teknik untuk dapat
memiliki apa yang dinginkan dengan pengorbanan minimal“.
Perlu dijelaskan perbedaan antara ’teknologi’ dan ‘teknik’, dengan ilustrasi berikut: Teknologi
dibutuhkan untuk membuat senjata, sedangkan untuk memanfaatkan senjata tersebut
dibutuhkan teknik tertentu. Jikalau beberapa orang memakai senjata yang sama hasilnya akan
berbeda. Perbedaan tersebut sangat tergantung pada teknik masing-masing dalam
memanfaatkan senjata. Demikian pula halnya dengan membuat (teknologi) dan memanfaatkan
(teknik) alat musik, menyusun (teknologi) dan membacakan (teknik) suatu makalah dan
sebagainya.
2016
9
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Seperti halnya filsafat, teknologi adalah murni hasil pemikiran manusia dan karena itu
hubungan antara filsafat dan teknologi sangat erat. Jikalau filsafat menkaji, meneliti dan
menganalisis manusia dalam berbagai aspeknya, maka teknologi berperan sangat menentukan
terhadap nasib manusia. Teknologi tidak hanya dapat menjawab permasalahan yang dialami
manusia pada waktu dan tempat tertentu saja, namun dapat juga menjawab pertanyaanpertanyaan metafisik manusia itu sendiri. (Heidegger, 1962) (Martin Heidegger: Die Technik
und die Kehre, Pfullingen, ISBN 978‐3‐608‐91050‐6, 1962)
Kemampuan manusia untuk mengembangkan teknologi didorong oleh kelemahan fisiknya
yang harus berhadapan dengan ancaman dan tantangan lingkungan. Oleh karenanya, dengan
memanfaatkan panca indera dan otaknya, manusia ‘dipaksa’ untuk memiliki teknologi yang ia
perlukan guna mempertahankankelangsungan hidupnya (Gehlen, 1940). (A. Gehlen: Der
Mensch, Seine Natur und seiner Stellung in der Welt, Berlin, 1940)
Hanya dengan teknologi yang tepat dan berguna, kualitas karya manusia dapat ditingkatkan.
Nilai karya manusia ditentukan oleh pasar, di mana karya-karya tersebut bersaing. Sumberdaya
alam (SDA) terbarukan atau tidak terbarukan -- akan diberi nilainya masing-masing di pasar.
Tanpa teknologi nilai tersebut tidak dapat ditingkatkan. Hal ini juga berlaku untuk suatu sistem
karya yang merupakan hasil murni pemikiran dan rekayasa sumberdaya manusia (SDM).
Penambahan nilai atau nilai-tambah tersebut hanya dapat tercapai dengan memanfaatan teknik
dan teknologi yang tepat.
Tidak ada suatu teknologi yang dapat dikembangkan tanpa penguasaan ilmu alam dan ilmu
hasil eksperimen, dalam rangka mengecek keunggulan teori, menganalisis suatu sistem atau
membuat/mengembangkan alat dibutuhkan. Oleh karena itu teknologi adalah produk murni
hasil pemikiran manusia dan bukan sumberdaya alam.
Jikalau teknologi dapat bersinergi dengan budaya, perilaku dan bakat seseorang, maka yang
bersangkutan akan menjadi sangat terampil atau sangat ’produktif’. Keunggulan daya saing
sesorang hanya ditentukan oleh dua elemen saja, yaitu ‘teknologi‘ dan ‘produktivitas‘.
Di pasar, karya hasil pemikiran yang diimbangi oleh keinginan dan kebutuhan manusia
tersebut menjadi pendorong utama berkembangnya teknologi dan produktivitas. Temuan
produk baru, proses nilai-tambah akan terus berkembang dan demikian pula kualitas SDM.
Teknologi, produktivitas, nilai-tambah, keunggulan dan daya saing harus bersinergi untuk
menjawab tuntutan pasar, sehingga dapat menghasilkan produk apa pun yang berkualitas tinggi
dengan harga yang tepat.
2016
10
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Teknologi adalah rangkuman beberapa disiplin Ilmu terapan, sedangkan ilmu terapan adalah
berunsur pada Ilmu dasar terkait. Ilmu dasar dan ilmu terapan akan terus berkembang sesuai
kebutuhan manusia sepanjang masa. Tahap demi tahap teknologi tepat-guna dan energi telah
merubah SDA menjadi produk baru. Untuk perubahan ini manusia telah diilhami, dirangsang
dan belajar dari alam sekitarnya. Ilmu pengetahuan dasar, dan demikian pula ilmu pengetahuan
terapan, diilhami oleh ‘mekanisme alam‘ melalui suatu evolusi telah berkembang. (Nachtigall,
2005 dan Nachtigall, 2003). (Werner Nachtigall: Biologisches Design ISBN 3‐540‐22789‐X
Springer, 2005; Werner Nachtigall: Bau‐Bionik, ISBN 3‐540‐44336‐3 Springer, 2003)
Dewasa ini tidak ada satu kebijaksanaan pun yang dapat menyelesaikan masalah, tanpa
memperhatikan filsafat dan teknologi. Apakah masalah ekonomi ataupun politik, sama saja.
Nasib manusia pada waktu ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan manusia mengembangkan,
menerapkan, mengendalikan dan menguasai teknologi.
MEMAHAMI FILSAFAT TEKNOLOGI
Tak banyak orang yang mengenal filsafat teknologi. Karena filsafat umumnya kita kenal
sebagai maha ilmu yang membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan eksistensi manusia,
Tuhan ataupun Wujud (realitas). Untuk itu menghubungkan filsafat dan teknologi akan terkesan
tak biasa. Padahal filsafat teknologi adalah salah satu genre dalam ranah filsafat yang dapat
dikatakan banyak menarik perhatian para filsuf. Heidegger, Habermas, Jacques Ellul, Don Ihde
dan Andrew Feenberg adalah beberapa contoh filsuf yang memberikan perhatian pada hakikat
teknologi dalam dunia-kehidupan.
Pertanyaan tentang hakikat teknologi sebenarnya sudah muncul sejak zaman Yunani
kuno (Aristoteles). Saat itu dikenal terma filsafat: techne dan poiesis. Heidegger mengungkap
hal ini dalam bukunya The Question Concerning Technology (1977). Techne dapat dijelaskan
sebagai pengetahuan tentang cara memproduksi atau mentransfomasikan, sedangkan poiesis
adalah sebuah penyingkapan, yang dengannya sesuatu yang baru hadir di muka bumi. Pada
masa modern filsafat teknologi tidak hanya membahas techne, poiesis dan kaitannya dengan
dunia-kehidupan saja, tapi juga artifak atau teknofak yang tak dapat dipungkiri mempengaruhi
kehidupan dan juga kesadaran.
Heidegger adalah salah satu filsuf yang membuka diskursus filsafat teknologi. Karakter
dan hakikat teknik (teknologi) bahkan sudah dibicarakan oleh Heidegger dalam buku besarnya
Being and Time(1927), yang kemudian dtuntaskan dalam bukunya The Question Concerning
Technology(1977). Menurut Heidegger hakikat teknologi adalah bukan sesuatu yang bersifat
2016
11
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
teknologis, melainkan enframing; membuat, mencipta atau mentransformasikan (yang
kemudian mengungkapkan sesuatu yang baru). Yang teknologis kemudian dimengerti bukan
semata-mata yang teknis tetapi juga yang reflektif filosofis.
Refleksi filosofis tentang teknologi telah mencipta tanggapan yang berbeda-beda tentang
hakikat teknologi. Di Amerika misalnya dikenal sebuah gerakan atau perkumpulan antiteknologi. Gerakan ini bernama Neo-Luddite. Nama ini berasal dari Luddisme, yaitu sebuah
gerakan anti industrialisasi di Inggris pada awal abad 19. Gerakan ini sering dikisahkan sebagai
gerakan merusak mesin yang dilakukan oleh para buruh karena mengancam lahan kerjanya,
salah satunya diperkirakan orang yang bernama Ned Ludd. Demikianlah Luddisme dikenal.
Sekarang kita mengenal neo-luddite sebagai gerakan anti teknologi. Gerakan yang mempunyai
manifesto bahwa: biosphere itu lebih utama dari technosphere. Mesin misalnya menurut NeoLuddite merupakan dekadensi dalam peradaban. Ia telah mengambil alih kerja (keterampilan
tangan/seni)
manusia—memproduksi
secara
massal.
Gerakan
ini
bahkan
menolak
produksi/percetakan buku atau kertas—padahal dikenal sebagai gerakan kaum intelektual.
Alasannya, produksi buku (kertas) secara masal telah menghabiskan hutan-hutan di Eropa.
Selain itu menurut mereka budaya baca buku telah menghilangkan tradisi bercerita atau
mendongeng.
Filsafat teknologi tentu tidak terbatas pada bagaimana relasi manusia dengan artifak (dan
teknofak) itu dapat dijelaskan. Jacques Ellul, seorang pemikir dari Perancis dalam bukunya The
Technological Society (1964) melihat teknologi (lebih spesifik dunia teknik) sebagai entitas
yang otonom, manusia tidak bisa mengontrol dan mengatasi kemajuan teknik. Hanya teknologi
yang dapat mengontrol dan mengatasi dirinya sendiri.
Dengan kata lain, implikasi etis, sosiologis dan ekologis dari kemajuan teknik hanya dapat
diatasi oleh teknik itu sendiri. Untuk mengatasi persoalan limbah industri misalnya diperlukan
teknologi baru untuk mengolah atau mengatasi permasalahan limbah. Sehingga teknik terus
menerus maju untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya. Ia bergerak
dengan sendirinya layaknya sebuah organisme–bagian dari laju evolusi kehidupan. Karena itu ia
tidak dapat dikontrol, seperti monsternya Frankenstein.
Bahkan Teknologi di sini diandaikan seperti roh absolut Hegel yang bergerak secara masif
mengontrol dan menguasai dunia-kehidupan. Tidak ada kekuatan selain dunia teknik itu
sendiri. Karena teknik adalah syarat bagi kehidupan. Dengan kata lain orang yang tidak
menggunakan atau anti teknologi (teknik) akan dengan sendirinya tersingkir dan tereliminasi
dari dunia-kehidupan.
2016
12
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Gagasan Ellul tentu saja terkesan ambisius. Mengapa kita tidak bisa mengontrolnya? Bukankah
semua itu kreasi manusia? Banyak pemikir melihat bahwa determinisme teknik adalah
konsekuensi dari ideologi modernisme, yang di dalamnya terdapat gagasan ideologis tentang
kemajuan dan perubahan. Sehingga gagasan deterministik mengandaikan sebuah kondisi
sejarah yang tak terelakkan, kita hidup dalam sebuah keniscayaan sejarah yang menempatkan
dunia teknik sebagai syarat-syaratnya.
Don Ihde, ahli fenomenologi dari Amerika menanggapi dengan berbeda soal determinisme ini,
bahkan dalam beberapa hal menolaknya. Ia mengupas terlebih dahulu relasi teknologi dan
kebudayaan manusia. Argumen diawali dengan penjelasan tentang relasi hermeneutis dalam
konteks kultural, yaitu sebuah interpretasi yang terjadi ketika suatu budaya menangkap atau
menerima artifak teknologi kebudayaan lain. Don Ihde melihat bahwa ada kegiatan hermeneutis
ketika teknologi sebagai instrumen kultural dimaknai dan diinterpretasikan secara berbeda;
Yaitu ketika terjadi transfer teknologi (Don Ihde, Technology and the Lifeworld: From Garden to
Earth, 1990: 125).
Nilai praktis teknologi dalam proses transfer teknologi dapat diinterpretasikan secara
berbeda bahkan tidak dimengerti. Namun bila nilai praktis dapat dimengerti, proses transfer
teknologi menjadi mudah. Dapat dikatakan tidak ada kegiatan hermeneutis. Orang Papua Nugini
misalnya dapat mengkonversikan pisau/kapak dari batu menjadi pisau/kapak dari besi karena
nilai praktis yang dapat dimengerti atau sama. Berbeda ketika mereka pertama kali melihat
senapan. Mereka tidak mengerti nilai praktis senapan. Perlu adanya kegiatan hermeneutis
sebelum senapan menjadi penting dan berguna. Jadi sama seperti kita pertama kali melihat
komputer atau teknologi lainnya. Orang yang tidak mengerti nilai praktis teknologi tentunya
akan bertanya-tanya ketika melihat benda teknologi tersebut.
Nilai praktis memberikan persepsi yang berbeda dalam melihat teknologi. Setiap budaya
misalnya mempunyai teknologi yang sama, namun mempunyai nilai praktis yang berbeda. Di
Cina pada awalnya bubuk mesiu digunakan untuk petasan, perayaan-perayaan, berbeda dengan
di Barat yang menggunakan bubuk mesiu untuk senjata, peperangan. Begitu juga tenaga angin
(kincir angin), ia juga sama-sama dipakai di Barat dan juga di Timur (Iran). Namun nilai
praktisnya berbeda, di Barat tenaga angin membawa banyak kegunaan, sedangkan di Iran
hanya untuk tenaga irigasi. Jadi setiap budaya mempunyai ekspresi berbeda tentang teknologi
yang digunakannya. Masing-masing mempunyai nilai praktisnya sendiri.
Berdasarkan interpretasi antropologis, Don Ihde kemudian menyimpulkan bahwa teknologi
itu inheren dengan kebudayaan. Bila kita melihat contoh di atas benarlah bahwa setiap artifak
kebudayaan itu mengandung nilai teknologisnya sendiri. Setiap budaya menggunakan
2016
13
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
instrumen teknologi (artifak) sesuai dengan tradisi yang diturunkan, dan ia bersifat unik.
Karena itu teknologi inheren dengan budaya itu sendiri. Maka pertanyaan pun beralih, apakah
budaya itu dapat dikontrol atau tidak? Atau apakah budaya itu bersifat determinisitik?
Tentu tidak semudah itu mengatakan bahwa apakah budaya itu dapat dikontrol atau tak
dapat dikontrol (deterministik). Kata kontrol dalam konteks ini bermasalah. Karena dalam nalar
Don Ihde relasi manusia-teknologi (budaya) sudah mengandaikan adanya kegiatan
“mengontrol” dan “dikontrol” (Technology and the Lifeworld, 1990: 140). Untuk itu budayateknologi tidak dapat dipertanyakan apakah ia dapat dikontrol atau tidak. Teknologi bukanlah
monster yang berdiri bebas dan otonom. Karena ia digunakan dan bersifat intensional, artinya
manusia mempunyai kebebasan untuk mengontrol dan dikontrol. Dalam konteks inilah Don
Ihde menolak asumsi metafisika deterministik dari teknologi.
Ketika setiap budaya mempunyai ekspresi yang berbeda tentang teknologi, maka teknologi
dipahami bersifat non-netral. Bahkan Ihde melihat bahwa teknologi itu bersifat ambigu. Ketika
teknologi dimaknai sebagai kode-kode budaya maka ia pun dapat dimaknai secara berbeda.
Karenanya teknologi sebagai bagian inheren dari budaya bersifat kontekstual dan mempunyai
ciri multistabil (Technology and the Lifeworld, 1990: 144). Multistabilitas ini dapat dipahami
sebagai pandangan khas/unik setiap budaya dalam memahami dan menjelaskan dunianya. Jadi
relasi teknik dan relasi hermeneutis setiap budaya dalam menjelaskan dan memahami dunia itu
berbeda-beda
Karena pengalaman kebudayaan berbeda-beda maka persepsi tentang teknologi pun
berbeda. Mulstabilitas yang terjadi pada relasi manusia-teknologi ini dapat dicontohkan dalam
sistem navigasional. Orang Barat mempunyai sistem yang baik untuk navigasi kapal, tapi tetap
tidak bisa mentransfer teknologi navigasionalnya ke suku-suku di Pasifik Selatan. Artinya suku
di Pasifik Selatan itu tetap tidak mengerti teknologi navigasional orang Barat yang bersifat
hermeneutis/representasional (penggunaan kompas misalnya). Mereka tetap mempunyai
teknologinya sendiri, seperti membaca arah lewat pola-pola ombak atau pola bintang-bintang
(relasi kemenubuhan).
Gagasan determinisme teknologi tak dapat dimungkiri juga terkait dengan fenomena
kesadaran dan relasinya dengan artifak-artifak teknik. Habermas misalnya melihat bahwa
kemajuan teknik (teknologi) akhirnya menentukan kesadaran masyarakat modern. Selfunderstanding masyarakat modern tentang dunianya menurut Habermas dimediasikan oleh
apropriasi hermeneutis terhadap budaya teknologi yang bergerak secara teleologis. Ini
memberikan sebuah asumsi bahwa jaring-jaring logika teknik kemudian menjadi determinan
2016
14
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
utama kesadaran. Aksi-intensi kemudian ditentukan oleh logika dan hukum yang berlaku dalam
dunia teknologi.
Akibatnya menurut Habermas pengejawantahan rasio melulu bersifat teknis, artinya
dimensi praksis rasio adalah kegiatan produktif yang hanya mengungkapkan nilai-nilai efesien
dan fungsional. Dimensi praksis rasio kemudian semata-mata dimengerti sebagai aplikasi teknis
yang merupakan penerapan sains dan rasionalitas. Hal inilah yang kemudian menggejala dalam
bentuk kontrol teknis terhadap alam. Sehingga tujuan utama pencerahan (emansipasi sosial )
terlupakan. Ilmu pengetahuan kemudian semata-mata dimengerti sebagai moda atau cara
bagaimana mengontrol dan memanipulasi alam. Inilah yang membuat masyarakat modern
tenggelam dan terarahkan oleh dimensi teknis dari pengetahuan. Padahal tujuan utama
pencerahan adalah emansipasi sosial yang terkait dengan kesadaran bahwa lewat pengetahuan
kita dapat melepaskan diri dari segala dogmatisme dan kepicikan.
Berbicara tentang teknologi dalam konteks filsafat tentu tak lepas dari persoalan bagaimana
kita secara ontologis memahami dunia lewat instrumen teknik. Dalam nalar Heideggerian hal ini
menyangkut bagaimana kita secara ontologis memahami dunia lewat instrumen teknik. Dalam
nalar Heideggerian hal ini menyangkut bagaimana interaksi kita terhadap dunia dapat
dijelaskan dan diatasi melalui instrumen.
Seperti kita ketahui pada zaman kuno dunia dijelaskan lewat mitos, manusia
mengkonstruksikan sebuah sistem untuk menjelaskan dunianya lewat pengandaianpengandaian mitologis. Sekarang manusia menggunakan atau menciptakan instrumen untuk
menjelaskan dan memahami dunia. Instrumen teknologi secara perseptual kemudian
merepresentasikan realitas. Kita menggunakan teropong (teleskop) untuk melihat benda-benda
di kejauhan, termometer untuk mengukur suhu, atau mikroskop untuk melihat partikel-partikel
yang tak dapat dilihat secara telanjang oleh mata. Dunia dihadirkan lewat instrumen teknologi.
Don Ihde membuat isitilah hermeneutika teknik untuk menjelaskan fenomena tersebut di atas.
Menurutnya, teknologi itu sendiri adalah sebuah teks. Kita secara interpretif memahami dunia
lewat artifak teknologi sebagai sebuah teks (Technology and the Lifeworld, 1990: 81). Lebih
jauh Hermenutika teknik adalah moda tentang bagaimana manusia menginterpretasikan,
membaca, dan memahami dunianya lewat artifak teknologi. Misalnya pilot tidak melihat secara
langsung dunia, melainkan membaca lewat panel kontrol. Manusia dalam hal ini
menggambarkan dunia lewat sebuah teks atau instrumen teknologi.
Dalam hermenutika teknik juga dikenal relasi kemenubuhan. Ini berarti instrumen teknologi
dipahami sebagai kepanjangan atau ekstensi dari fungsi tubuh. Artinya secara transparan dunia
2016
15
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ditampilkan oleh instrumen. Tidak ada jarak antara manusia dengan teknologi dalam relasi
kemenubuhan. Hal ini dapat diilustrasikan demikian: (I-Technology)-World. Aku dan teknologi
menjadi satu berhadapan dengan dunia. Jadi seperti seorang buta dengan tongkatnya. Teknologi
adalah tongkat yang digunakan untuk membaca dan mengatasi dunia. (Aku-Tongkat)-Dunia.
Relasi kemenubuhan dalam konteks teknologi adalah relasi yang telah ada sejak manusia
primitif. Sejak manusia mulai membuat instrumen dari batu. Membuat instrumen untuk
memperluas kemampuan atau fungsi organ-organ tubuhnya. Instrumen teknik adalah mimesis
dari fungsi tubuh manusia.
Sekarang artifak teknologi telah meluas tidak hanya sebatas nilai efesiensi dan
fungsionalitas. Teknologi baru yang berhubungan dengan dunia-kehidupan manusia sekarang
terkait dengan nilai-nilai yang mengundung unsur permainan. Bahkan di negara kurang maju ia
menjadi semacam perhiasan saja atau fashion. Misalnya ada suku-suku di Afrika yang tidak
dapat menerima dan mengerti budaya jam, mereka kemudian menganggap jam tangan sebagai
gelang perhiasan. Fungsionalitas jam tangan dalam hal ini tak dapat dimengerti.
Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, dunia teknologi kemudian
semakin sulit dimengerti. Artinya cara kerja/sistem (teknis) artifak teknologi itu dalam
beberapa hal hanya dipahami oleh para ilmuwan atau teknisi saja. Sekarang artifak teknologi
tidak lagi sebatas instrumen untuk membaca dan memahami dunia. Ia telah meluas dan
membentuk dunianya sendiri. Yang teknis tidak lagi terkait dengan pengalaman konkret, seperti
analogi tongkat di atas. Teknologi tidak hanya memberikan makna intrumental dan fungsional
saja. Ia juga secara ontologis membentuk dunianya sendiri.
Dapat dikatakan dunia teknologi pada masa modern terbagi menjadi dua: dunia makna dan
dunia teknis yang tersembunyi. Seperti yang ungkapkan oleh Dr. Karlina Supelli (dalam seminar
terbatas “Technology and the Lifeworld“) bahwa ada pemilahan analitis dalam dunia-teknologi,
yaitu ranah makna dan ranah teknis.
Ranah teknis dapat dinterpretasikan sebagai dunia yang hanya dipahami dengan baik
oleh oleh para teknisi. Misalnya kebanyakan orang tidak mengerti mengapa AC bisa membuat
udara menjadi dingin atau mengapa besi bisa terbang di udara. Ini berbeda dengan dunia makna
yang menjelaskan artifak teknologi sebatas fungsionalitasnya saja. Dengan kata lain instrumen
tersebut sudah siap pakai. Kita tinggal menggunakannya saja, dalam beberapa hal kita tidak
mempedulikan teknik atau cara kerjanya. Radio atau televisi dapat langsung kita nikmati, kita
terkadang tidak menyadari bahwa di dalamnya ada dunia teknik yang bekerja. Dunia teknis
kemudian menjadi dunia yang selalu terbungkus. Dunia yang makin lama makin sulit
dimengerti, semakin asing.
2016
16
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Filsafat teknologi menurut Mario Bunge [1979:72] dipandang sebagai gabungan dari 5
cabang filsafat :
1. Technoepistemology, adalah telaah filsafati tentang pengetahuan teknis. Persoalan yang
dibahasnya antara lain ialah bagaimana membedakan pengetahuan teknologis dari
pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah atau adakah metode teknologis yang sejajar
dengan metode ilmiah dan apa aturannya.
2. Technometaphysics, adalah telaah filsafati tentang sifat dasar sistem buatan dari mesin
sederhana sampai sistem barang manusiawi yang rumit. Persoalan yang dibahasnya
antara lain ialah apakah prasyarat ontologis dari teknologi atau apa kekhasan dari
semua barang teknologis yang membedakannya dari benda-benda alamiah.
3. Technoaxiology, adalah telaah telaah filsafati tentang penilaian yang dilakukan oleh para
ahli teknologi dalam pelaksanaan dari kegiatan teknologis'. Persoalan yang dibahasnya
antara lain ialah nilai-nilai apakah yang dipegang oleh para ahli teknologi: kognitif,
moral, ekonomi, sosial, atau politis dan petunjuk petunjuk nilai teknologis apakah
yang paling dapat dipercaya.
4. Technoethics, adalah cabang etika yang menyelidiki pokok-pokok pertikaian moral yang
dihadapi oleh para ahli teknologi dan masyarakat umum dalam hubungannya dengan
dampak sosial dari proyek-proyek teknologis yang berskala besar seperti misalnya:
pengendalian kelahiran secara massal, perkenalan terhadap biji padi-padian yang ajaib,
pembangunan bendungan raksasa atau pabrik tenaga nuklir.
5. Technopraxiology, adalah telaah filsafati tentang tindakan manusia yang dibimbing oleh
teknologi. Persoalan yang dibahasnya antara lain ialah bagaimana konsep tindakan
rasional dapat diwujudkan secara pasti atau bagaimana seseorang dapat merumuskan
dalam istilah-istilah umum derajat efisiensi dari suatu sarana terhadap suatu tujuan
tertentu.
Pemanfaatan media komunikasi
Media merupakan bahan untuk menyampaikan informasi, baik perangkat keras atau
perangkat lunaknya. Dengan media, dapatlah disampaikan berbagai pesan yang diperuntukkan
kebutuhan manusia itu sendiri salah satu contoh pesan yang mengandung nilai pendidikan.
2016
17
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dalam penyampaian pesan yang dilakukan melalui media seperti televisi, terkadang telah
melanggar atau tidak lagi mempergunakan etika yang ada. Pesan tersebut menjadi pesan yang
kesannya mengandung
unsur negatif, sehingga baik secara sadar atau tidak sadar telah
menanamkan karakter manusia. Sebab pesan yang disampaikan tersebut, tidak hanya dilihat
oleh orang dewasa yang mungkin dapat memisahkan antara yang baik dengan yang buruk.
Tetapi jika hal ini dilihat oleh anak-anak dibawah umur, tentunya akan menjadi sesuatu yang
mendarah daging, dan terakhir terbawa hingga dewasa.
Dalam berkomunikasi, tidak akan terlepas dari suatu ekologi tertentu. Sehingga suatu
pesan yang disampaikan media tersebut berpengaruh terhadap masyarakat tertentu.
Ekologi adalah suatu ilmu yang mengkaji hubungan antara organisme dengan
lingkungannya. Organisme dapat berarti mahluk hidup dan dapat pula berarti suatu unsurunsur yang rumit. Jadi ekologi merupakan seperangkat ilmu yang mengkaji tentang hubungan
antara suatu organisme dengan lingkungannya, baik mahluk hidup seperti manusia, hewan dan
lainnya. Kemudian bagaimana tinggkat hubunganny tersebut sehingga mengandung unsur yang
positif. Tetapi terkadang nilai-nilai negatif yang merugikan suatu ekologi tertentu.
Sedangkan ekologi media komunokasi dapat diartikan sebagai hubungan antara orang
dengan lingkungan media dan dapat pula berarti hubungan antara media sebagai suatu sistem
dengan lingkungannya.
Peran media komunikasi ternyata sangatlah penting bagi kehidupan manusia, sebagai
contoh mereka yang menginginkan suatu informasi yang up to date, melalui media seperti
televisi akan membantu sekali. Atau contoh lain ingin menyaksikan siaran langsung rapat di
kantor DPR atau contoh lain. Hanya dengan media televisi dapat kita langsung melihat dan
mendengar kejadian di suatu daerah tertentu. Informasi yang terkini juga dapat diperoleh
secara cepat, seperti hasil penelitian atau ilmu pengetahuan lainnya.
Kemudia contoh lain seperti telepon, internet, disaat ini merupakan suatu kebutuhan
yang sangat besar bagi kehidupan, malahan kita juga merasakan secara langsung dalam
kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian begitu pentingnya peran media komunikasi dalam kehidupan manusia
dalam berhubungan dengan lingkungannya. Wawasan manusia juga tergantung pada
bagaimana ia berupaya untuk mendapatkan informasi secepatnya, dan kemudia dapat
berinteraksi dengan manusia lain untuk berdiskusi atau apapun jenisnya.
2016
18
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Media elektronik telah menciptakan suatu keadaan yang global, dimana semua manusia
dipenjuru dunia tidak terlaihat lagi dinding pemisah antara keduannya, baik dalam bentuk
kebudayaan, seni, olahraga dan lain-lain. Televisi merupakan sarana yang amat penting dalam
memperlihatkan dan mempertontonkan apapun keadaan dan kejadian secara nyata dan aktual.
Sehingga media ini memungkinkan manusia diseluruh penjuru dunia seperti tidak ada pemisah
atau dalam satu kesatuan. Atau dunia kelihatan menyusut disebabkan jangkauan televisi dan
alat elektronik lainnya yang berfungsi sebagai media.
Jika kemauan manusia untuk memanfaatkan media begitu tinggi kelihatannya intensitas
rendah demikian sebaliknya. Itu berarti penyampaian pesan yang dilakukan media haruslah
memiliki aturan yang kuat dalam etika berkomunikasi.
Etika adalah disiplin keilmuan yang membehas nilai-nilai ddan pembenarannya. Etika
meliputi semua tindak tanduk yang dapat diterima baik secara universal maupun dalam suatu
budaya tertentu. Etika mempersoalkan baik dadn buruk, benar atau salah, susila atau tidak
susila. Etika hendaknya senantiasa menjadi pegangan dalam aspek pergaulan, hidup kita,
termasuk dalam penggunaan media komunikasi.
Dalam
menyampaikan suatu
informasi melalui
media
komunikasi
hendaknya
menggunakan suatu norma-norma seperti agama, adat istiadat yang berlaku disuatu daerah
tertentu, tidak menunjukkan suatu informasi yang dapat merusak karakter berbangsa atau
berbudaya.
Dalam penyampaian pesan yang disampaikan melalui media komunikasi pada umumnya
dapat digambarkan pada Constructed Reality (bumbu-bumbu/dibuat-buat) yang didasarkan
oleh bahan baku (Realita). Kemudian proses akhinya dalah Perceived Reality (Tanggapan
terhadap suatu pesan). Bagaimana proses pesan yang disampaikan pada hakekatnya untuk
menyampaikan realita, tetapi terkadang bumbu-bumbu yang disampaikan malah dapat
memudarkan makna realita, jika prosesnya tidak mengikuti etika dalam menggunakan media
komunikasi.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
•
Davis (1988) keputusan adalah hasil dari pemecahan masalah yang dihadapinya dengan
tegas.
•
Siagian (1996) pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap
hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data.
2016
19
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
•
Claude S. George, Jr (2005) pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan
manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan,
penilaian dan pemilihan di antara sejumlah alternatif.
 Ciri keputusan yang etis:
1. Mempunyai pertimbangan tentang apa yg benar & apa yg salah.
2. Sering menyangkut pilihan yg sukar
3. Tidak mungkin dielakkan
4. Dipengaruhi oleh norma-norma, situasi, iman, tabiat dan lingkungan sosial
Komunikasi Dialogis
adalah komunikasi dua arah sehingga antar komunikator dan komunikan melakukan saling
tukar informasi dan respon sehingga isi/materi/substansi yang dibicarakan saling dipahami.
•
Strategi yang harus dikuasai untuk mengembangkan komunikasi dialogis yaitu :
–
Meningkatkan keterampilan mendengarkan
–
Membangun keterbukaan
–
Memberikan kesempatan komunikasi empat mata
Membangun komunikasi yang menyentuh perasaan : menyangkut hal yang bersifat pribadi,
menyampaikan secara berulang-ulang, memberikan contoh konkrit.
Membangun komunikasi dua arah :
2016
•
Mendengar
•
Terbuka
•
Menyamakan persepsi
20
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
•
Komunikasi empat mata
Konflik Kepentingan
suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang memerlukan kepercayaan, seperti
pengacara, politikus, eksekutif atau direktur suatu perusahaan, memiliki kepentingan
profesional dan pribadi yang bersinggungan.
Conflict of interest adalah sebuah konflik berkepentingan yang terjadi ketika sebuah individu
atau organisasi yang terlibat dalam berbagai kepentingan, salah satu yang mungkin bisa
merusak motivasi untuk bertindak.
•
Jenis Konflik Menurut Baden Eunson :
1. Konflik vertikal yang terjadi antara tingkat hirarki,seperti antara manajemen puncak
dan manajemen menengah, manajemen menengah dan penyelia, dan penyelia dan
subordinasi.
2. Konflik Horisontal, yang terjadi di antara orang-orang yang bekerja pada tingkat hirarki
yang sama di dalam perusahaan. Contoh bentuk konflik ini adalah tentang perumusan
tujuan yang tidak cocok, tentang alokasi dan efisiensi penggunaan sumberdaya, dan
pemasaran.
3. Konflik di antara staf lini, yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki tugas
berbeda. Misalnya perbedaan pendapat antara divisi pembelian bahan baku dan divisi
keuangan.
4. Konflik peran berupa kesalahpahaman tentang apa yang seharusnya dikerjakan oleh
seseorang. Konflik bisa terjadi antarkaryawan karena tidak lengkapnya uraian
pekerjaan, pihak karyawan memiliki lebih dari seorang manajer, dan sistem koordinasi
yang tidak jelas.
Konflik Kepentingan Organisasi
1. Adanya suatu jenjang jabatan atau kedudukan yang memungkinkan semua individu
terbagi dalam posisi yang jelas.
2016
21
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Adanya pembagian kerja sesuai dengan jabatan atau posisi yang dimiliki
Faktor penyebab konflik
•
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
•
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda.
•
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
•
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Sumber Konflik Kepentingan
a. Hubungan yang Menimbulkan Konflik [conflicting relationships]
b. Pemberian dan Hadiah [gifts and perks]
c. Checkbook Juornalism
d. Hubungan personal
e. Partisipasi publik
Pendekatan untuk menyelesaikan konflik kepentingan
•
Pertama, tentu saja tujuan atau goal haruslah menghindari konflik kepentingan yang
cenderung menggali kewajiban professional praktisi media.
•
Kedua, jika konflik tidak bisa diantisipasi, setiap usaha dilakukan untuk memecahkan
dilemma harus dilakukan.
•
Ketiga, jika konflik kepentingan tidak bisa dihindari, hal ini harus diketahui oleh umum
atau klien.
2016
22
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ETIKA KOMUNIKASI ANTARPERSONAL
•
nilai-nilai dan norma-norma sosial budaya setempat
•
segala aturan, ketentuan, tata-tertib yang sudah disepakati
•
adat-istiadat, kebiasaan yang dijaga kelestariannya
•
tata krama pergaulan yang baik
•
norma kesusilaan dan budi pekerti.
•
norma sopan-santun dalam segala tindakan.
KOMUNIKASI ANTAR PERSONAL
•
Komunikasi yang mengalir antar individu yang menekankan transfer informasi dari satu
individu ke individu lain.
–
Berada ditengah garis kontinum di antara media komunikasi dan teknologi
informasi di satu sisi dan komunikasi nonverbal di sisi lain.
–
•
Paling relevan dalam studi Perilaku Organisasi
Komunikasi antar pribadi yang efektif tergantung pada umpan balik
–
Umpan balik menciptakan komunikasi dua arah
–
Umpan balik dapat menguji bagaimana pesan diintepretasikan
KOMUNIKASI KELOMPOK
•
Bentuk komunikasi yang terdiri atas beberapa pelaku komunikasi, tiap subyek atau
pelaku komunikasi memiliki peluang yang sama dalam mentraksasikan pesan, persepsi
subyek atas subyek yang lain masih penting dan menentukan makna pesan, umpan balik
juga bersifat langsung.
•
Komunikasi kelompok ialah komunikasi antara seseorang dengan kelompok orang
dalam situasi tatap muka. Kelompok tersebut bisa kecil, dapat juga besar
2016
23
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kelompok Kecil
•
Menurut Robert F. Bales, Kelompok kecil sebagai: “Sejumlah orang yang terlibat dalam
interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka (face to face
meeting)
•
Individu-individu dalam kelompok kecil bersifat rasional sehingga setiap pesan yang
disampaikannya akan ditanggapi secara kritis.
•
Menurut shaw kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat
mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain,
berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan
berkomunikasi tatap muka.
•
Jika salah satu komponen ini hilang individu yang terlibat tidaklah berkomunikasi dalam
kelompok kecil.
Keuntungan dari berkomunikasi kelompok kecil:
•
Terdapat kontak pribadi.
•
Umpan balik bersifat langsung.
•
Suasana lingkungan komunikasi dapat diketahui.
Kerugian dari berkomunikasi pada kelompok kecil:
•
Frame or reference komunikan tidak diketahui secara individual.
•
Kondisi fisik dan mental komunikan tidak dipahami secara individual.
Etika Komunikasi Dalam Konteks Organisasi
•
Etika organisasi menetapkan parameter dan merinci kewajiban – kewajiban
(obligations) organisasi, serta menggariskan konteks tempat keputusan – keputusan
etika perorangan itu dibentuk (Vasu, Stewart dan Garson, 1990).
•
Etika organisasi adalah pola bahasa dan interaksi serta rutinitas kehidupan organisasi.
Bersifat dinamis, berkesinambungan dan terlihat pada sistim nilai kolektif.
2016
24
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
•
Penyalahgunaan kekuasaan di organisasi mendorong munculnya kode etika untuk
pelatihan dan penelitian di bidang manajemen.
Organisasi
•
organisasi adalah bagian dari sebuah budaya yang memiliki komponen-komponen
berupa nilai dasar organisasi, asumsi yang diterima, kaidah pengambilan keputusan,
gaya manajerial, cerita kesuksesan dan keberhasilan, makna tradisi dan loyalitas, serta
topik dan metode komunikasi yang diterima.
•
Dalam berkomunikasi harus mempertimbangkan pendekatan positif tentang moral dan
etika penyampaian informasi oleh individu maupun oleh organisasi itu sendiri dalam
hubungannya dengan individu lain maupun dengan organisasi lain.
Komunikasi Organisasi
•
Komunikasi dalam organisasi yaitu proses menciptakan dan saling menukar pesan
dalam hubungan jaringan yang saling bergantung satu sama lain untuk mengatasi
lingkungan yang selalu berubah-ubah. Goldhaber (1986)
•
komunikasi organisasi sebagai derajat atau tingkat informasi tentang pekerjaan yang
dikirimkan organisasi untuk anggota dan diantara anggota organisasi. Price (1997)
•
Komunikasi mampu membangun iklim & budaya organisasi
•
Komunikasi mengurangi kesalahpahaman & menciptakan suatu pengertian
•
Komunikasi yang efektif akan menjamin tercapainya tujuan organisasi
PENTING KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
a. Komunikasi mendatangkan efektifitas yang lebih besar.
b. Komunikasi menempatkan menempatkan orang-orang pada tempat yang seharusnya.
c. Komunikasi membawa orang-orang untuk terlibat dalam organisasi dan meningkatkan
motivasi untuk melibatkan kinerja yang baik dan meningkatkan komitmen terhadap
organisasi.
2016
25
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
d. Komunikasi menghasilkan hubungan dan pengertian yang lebih baik antara bawahan,
kolega, dan orang-orang di dalam dan di luar organisasi.
e. Komunikasi menolong orang-orang untuk mengerti perlunya perubahan.
f.
Komunikasi meminimalkan permasalahan-permasalahan di dalam keorganisasian
seperti konflik, stress, demotifasi dan loyalitas.
2016
26
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download