MODUL PERKULIAHAN Etika Dan Filsafat Komunikasi PokokBahasan : Etika dan Alasan Moral Dalam Pengambilan Keputusan Fakultas Program Studi Fakultas Ilmu Komunikasi Marcomm TatapMuka 11 Kode MK DisusunOleh MK 85009 Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom Abstract Kompetensi Pengambilan keputusan yang dibuat haruslah keputusan yang baik, rasional, dan mengandung nilai-nilai etis dalam batasan-batasan tertentu. Mahasiswa mampu menerapkan etika secara proporsional dalam pengambilan keputusan Etika dan Alasan Moral Dalam Pengambilan Keputusan Pertimbangan etika dalam pengambilan keputusan Pada pengertian yang paling dasar, etika adalah sistem nilai pribadi yang digunakan memutuskan apa yang benar, atau apa yang paling tepat, dalam suatu situasi tertentu; memutuskan apa yang konsisten dengan sistem nilai yang ada dalam organisasi dan diri pribadi. Kata etika berasal dari bahasa Yunani, ethos atau taetha yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kebiasaan atau adat istiadat. Oleh filsuf Yunani, Aristoteles, etika digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan kebajikan dan suara hati. Etika juga diartikan pula sebagai filsafat moral yang berkaitan dengan studi tentang tindakan-tindakan baik ataupun buruk manusia di dalam mencapai kebahagiaannya. Apa yang dibicarakan di dalam etika adalah tindakan manusia, yaitu tentang kualitas baik (yang seyogyanya dilakukan) atau buruk (yang seyogyanya dihindari) atau nilai-nilai tindakan manusia untuk mencapai kebahagiaan serta tentang kearifannya dalam bertindak. Etika (Yunani Kuno: “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. 2016 2 Etika dan Filsafat Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia. Menurut Mathis dan Jackson, etika memiliki dimensi-dimensi konsekuensi luas, alternatif ganda, akibat berbeda, konsekuensi tak pasti, dan efek personal. 1. Konsekuensi Luas : keputusan etika membawa konsekuensi yang luas. Misalnya, karena menyangkut masalah etika bisnis tentang pencemaran lingkungan maka diputuskan penutupan perusahaan dan pindah ke tempat lain yang jauh dari karyawan. Hal itu akan berpengaruh terhadap kehidupan karyawan, keluarganya, masyarakat dan bisnis lainnya. 2. Alternatif Ganda : beragam alternatif sering terjadi pada situasi pengambilan keputusan dengan jalur di luar aturan. Sebagai contoh, memutuskan seberapa jauh keluwesan dalam melayani karyawan tertentu dalam hal persoalan keluarga sementara terhadap karyawan yang lain menggunakan aturan yang ada. 3. Akibat Berbeda : keputusan-keputusan dengan dimensi-dimensi etika bisa menghasilkan akibat yang berbeda yaitu positif dan negatif. Misalnya mempertahankan pekerjaan beberapa karyawan di suatu pabrik dalam waktu relatif lama mungkin akan mengurangi peluang para karyawan lainnya untuk bekerja di pabrik itu. Di satu sisi keputusan itu menguntungkan perusahaan tetapi pihak karyawan dirugikan. 4. Ketidakpastian Konsekuensi : konsekuensi keputusan-keputusan bernuansa etika sering tidak diketahui secara tepat. Misalnya pertimbangan penundaan promosi pada karyawan tertentu yang hanya berdasarkan pada gaya hidup dan kondisi keluarganya padahal karyawan tersebut benar-benar kualifaid. 5. Efek Personal : keputusan-keputusan etika sering mempengaruhi kehidupan karyawan dan keluarganya, misalnya pemecatan terhadap karyawan disamping membuat sedih si karyawan juga akan membuat susah keluarganya. Misal lainnya, kalau para pelanggan asing tidak menginginkan dilayani oleh “sales” wanita maka akan berpengaruh negatif pada masa depan karir para “sales” tersebut. 2016 3 Etika dan Filsafat Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Nilai Etika dan Moral dalam Pengambilan Keputusan Seorang pemimpin dalam mengambil keputusan dihadapkan pada dilema etika dan moral. Keputusan yang diambil pemimpin tentunya akan menghasilkan dampak bagi orang lain. Idealnya, seorang pemimpin mempunyai integritas yang menjunjung tinggi nilai moral dan etika. Sehingga, keputusan yang diambilnya adalah mengacu tidak hanya pada kepentingannya sendiri, melainkan juga kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya. Tentunya pengambilan keputusan dilakukan tanpa mengacu pada nilai-nilai etika dan moral. Oleh karena itu, hasilnya adalah kehancuran. Maka, ada baiknya sebelum Anda mengambil keputusan mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini: •Autonomy Isu ini berkaitan dengan apakah keputusan Anda melakukan eksploitasi terhadap orang lain dan mempengaruhi kebebasan mereka? Setiap keputusan yang Anda ambil tentunya akan mempengaruhi banyak orang. Oleh karena itu, Anda perlu mempertimbangkan faktor ini ke dalam setiap proses pengambilan keputusan Anda. Misalnya keputusan untuk merekrut pekerja dengan biaya murah. Seringkali perusahaan mengeksploitasi buruh dengan biaya semurah mungkin padahal sesungguhnya upah tersebut tidak layak untuk hidup. • Non-malfeasance Apakah keputusan Anda akan mencederai pihak lain? Di kepemerintahan, nyaris setiap peraturan tentunya akan menguntungkan bagi satu pihak sementara itu mencederai bagi pihak lain. Begitu pula halnya dengan keputusan bisnis pada umumnya, dimana tentunya menguntungkan bagi beberapa pihak namun tidak bagi pihak lain. Misalnya kasus yang belakangan menghangat yaitu pemerintah dengan UU ITE (UndangUndang Informasi dan Transaksi Elektronik) yang baru disahkan dan ditentang oleh banyak pihak. Salah satunya implikasi dari UU tersebut adalah pemblokiran situs porno. Meskipun usaha pemerintah baik, namun banyak pihak yang menentangnya. 2016 4 Etika dan Filsafat Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id •Beneficence Apakah keputusan yang Anda ambil benar-benar membawa manfaat? Manfaat yang Anda ambil melalui keputusan harus dapat menjadi solusi bagi masalah dan merupakan solusi terbaik yang bisa diambil. • Justice Proses pengambilan keputusan mempertimbangkan faktor keadilan, dan termasuk implementasinya. Di dunia ini memang sulit untuk menciptakan keadilan yang sempurna namun tentunya kita selalu berusaha untuk menciptakan keadilan yang ideal dimana memperlakukan tiap orang dengan sejajar. Misalnya dalam keputusan reward, Astra Internasional mempunyai 2 filosofi dasar. Pertama adalah fair secara internal, dimana setiap orang dengan dengan golongan yang sama dan prestasi yang sama maka pendapatannya juga sama. Keputusan ini mencerminkan keadilan di dalam perusahaan itu sendiri. Sementara itu, filosofi lainnya adalah kompetitif secara eksternal, atau gaji yang bersaing dalam industri. • Fidelity Fidelity berkaitan dengan kesesuaian keputusan dengan definisi peran yang kita mainkan. Seringkali ini melibatkan ‘looking at the bigger picture’ atau melihat secara keseluruhan dan memahami peran Anda dengan baik. Misalnya keputusan Chairman Federal Reserve, Ben S. Bernanke untuk menyelamatkan Bear Stearns dengan cara menyokong dana bagi akuisisi JPMorgan terhadap Bear Stearns senilai $30 miliar dan dipertanyakan oleh banyak pihak. Namun, Bernanke berpendapat bahwa ia melakukannya demi mencegah kekacauan finansial yang akan dialami pasar jika Bear Stearns benar-benar bangkrut. Pengambilan keputusan yang etis Ada beberapa ciri-ciri dalam pengambilan keputusan yang etis: • Pertimbangan tentang apa yang benar dan apa yang salah. 2016 5 Etika dan Filsafat Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id • Sering menyangkut pilihan yang sukar. • Tidak mungkin dielakkan. • Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman, tabiat dan lingkungan sosial. KRITERIA PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG ETIS 1. Pendekatan bermanfaat Pendekatan bermanfaat(utilitarian approach), yang dudukung oleh filsafat abad kesembilan belas ,pendekatan bermanfaat itu sendiri adalah konsep tentang etika bahwa prilaku moral menghasilkan kebaikan terbesar bagi jumlah terbesar. 2. Pendekatan individualisme Pendekatan individualisme adalah konsep tentang etika bahwa suatu tindakan dianggap pantas ketika tindakan tersebut mengusung kepentingan terbaik jangka panjang seorang indivudu. 3. Konsep tentang etika bahwa keputusan yang dengan sangat baik menjaga hak-hak yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut secara sadar dan tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan. hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan di luar pekerjaanya. hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan diri dari memberikan perintah yang melanggar moral dan norma agamanya. hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara benar mengkritik etika atau legalitas tindakan yang dilakukan orang lain. hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan berhak atas perlakuan yang adil. hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan ancaman terhadap kesehatan dan keamanannya. 2016 6 Etika dan Filsafat Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id PILIHAN-PILIHAN ETIS SEORANG MANAJER 1. Tingkat prekonvesional = mematuhi peraturan untuk menghindari hukuman. Bertindak dalam kepentingannya sendiri. 2. Tingkat konvensional = menghidupkan pengharapan orang lain. Memenuhi kewajiban sistem sosial. Menjunjung hukum. 3. Tingkat poskonvensional = mengikuti prinsip keadilan dan hak yang dipilih sendiri. Mengetahui bahwa orang-orang menganut nilai-nilai yang berbeda dan mencari solusi kreatif untuk mengatasi dilema etika. Menyeimbangkan kepentingan diri dan kepentingan orang banyak. Sebagian besar kehidupan kita sehari-hari diwarnai oleh pengambilan keputusan secara etis. Contoh cerita berikut. Saat anda selesai bekerja, anda menjemput anak anda yang masih kecil dari rumah pengasuhnya dan singgah sebentar di sebuah super market untuk membeli beberapa barang untuk menyambut kedatangan saudara anda yang akan berkunjung malam ini. Di toko, anda bertemu seorang teman dan anda berbincang2 sebentar dengannya. Anda berbicara tentang hujan yang tak turun2, tentang diskon di bagian pakaian dan keinginan untuk potong rambut. Selama itu, anak anda berjalan melihat2 aneka macam kue di bagian makanan. Ini kelihatannya peristiwa singkat, namun dalam pikiran anda terdapat pengambilan keputusan secara etis yang berlanjut berdasarkan nilai2 dasar yang anda yakini. Anda membiarkan anak anda berjalan melihat2 karena anda ingin ia tumbuh sebagai seorang yang mandiri dan penuh rasa ingin tahu. Teman anda adalah sahabat yang memberi anda kekuatan dan dukungan selama bertahun2. Ia pernah mencucikan pakaian anda selama ayah anda sakit selama sebulan. Anda tahu bahwa anaknya punya masalah dengan narkoba sehingga anda berhati2 berbicara mengenainya sambil mencermati air mukanya dan nada suaranya. Mendadak anda menghentikan pembicaraan dan berlari menyelamatkan anak anda yang hampir tertimpa susunan gelas. Disini anda peduli dan berusaha menyelamatkan seseorang yang anda cintai. Sekali lagi, sebuah keputusan etis. 2016 7 Etika dan Filsafat Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM HADAPI ETIK/MORAL Teori-teori etika : 1. Teori Utilitariansme (tindakan dimaksudkan untuk memberikan kebahagiaan yang maksimal); 2. Teori Deontologi (tindakan berlaku umum & wajib dilakukan dalam situasi normal karena menghargai: Norma yang berlaku, Misal kewajiban melakukan pelayanan prima kepada semua orang secara obyektif) 3. Teori Hedonisme (berdasarkan alasan kepuasan Yang ditimbulkannya): mencari kesenangan, menghindari ketdksenangan; 4. Teori Eudemonisme (tujuan akhir untuk kebahagiaan ) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang etis 1. Tahap perkembangan moral : Tahap ini merupakan suatu tahap penilaian (assessment) dari kapasitas seseorang untuk menimbang nimbang apakah secara moral benar, makin tinggi perkembangan moral seorang berarti makin kurang ketergantungannya pada pengaruh- pengaruh luar sehingga ia akan makin cenderung berperilaku etis. Sebagai misal, kebanyakan orang dewasa berada dalam tingkat menengah dari perkembangan moral, mereka sangat dipengaruhi oleh rekan sekerja dan akan mengikuti aturan dan prosedur suatu organisasi. Individu-individu yang telah maju ketahap-tahap yang lebih tinggi itu menaruh nilai yang bertambah pada hak-hak orang lain, tak peduli akan pendapat mayoritas, dan kemungkinan besar menantang praktik-praktik organisasi yang mereka yakini secara pribadi sebagai sesuatu hal yang keliru. 2. Lingkungan Organisasi Dalam lingkungan organisasional merujuk pada persepsi karyawan mengenai pengharapan (ekspetasi) organisasional. Apakah organisasi itu mendorong dan mendukung perilaku etis 2016 8 Etika dan Filsafat Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dengan memberi ganjaran atau menghalangi perilaku tak-etis dengan memberikan hukuman/sangsi. Kode etis yang tertulis, perilaku moral yang tinggi dari para seniornya, pengharapan yang realistis akan kinerja, penilaian kinerja sebagai dasar promosi bagi individu-individu, dan hukuman bagi individu-individu yang bertindak tak-etis merupakan suatu contoh nyata dari kondisi lingkungan organisasional sehingga kemungkinan besar dapat menumbuh kembangkan pengambilan keputusan yang sangat etis. 3. Tempat kedudukan kendali Tempat kedudukan kendali tidak lepas dengan struktur organisasi, pada umumnya individu-individu yang memiliki moral kuat akan jauh lebih kecil kemungkinannya mengambil keputusan yang tak-etis, namun untuk jika mereka dikendalai oleh lingkungan organisasi sebagai tempat kedudukannya yang sedikit banyak tidak menyukai pengambilan keputusan etis, ada kemungkinan individu-individu yang telah mempunyai moral yang kuatpun dapat tercemari oleh suatu lingkaungan organisasi sebagai tempat kedudukannya yang mengizinkan atau mendorong praktik-praktik pengambilan keputusan tak-etis. PENDEKATAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pengertian Pengambilan Keputusan Para individu dalam organisasi membuat keputusan (decision), artinya mereka membuat pilihan-pilihan dari dua alternative atau lebih. Sebagai contoh, manajer puncak bertugas menentukan tujuan-tujuan organisasi, produk atau jasa yang ditawarkan, cara terbaik untuk membiayai berbagai operasi, produk atau jasa yang menempatkan pabrik manufaktur yang baru. Manajer tingkat menengah dan bawah menentukan jadawal produksi, menyeleksi karyawan baru, dan merumuskan bagaimana meningkatkan bayaran karyawan. Karyawan nonmanajerial juga membuat keputusan yang mempengaruhi pekerjaan dan organisasi tempat mereka bekerja. Semakin banyak organisasi memberikan karyawan nonmanajerial otoritas pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan, maka pengambilan keputusan individual merupakan satu bagian penting dari perilaku organisasi. Pengambilan keputusan mengandung arti pemilihan altematif terbaik dari sejumlah Alternatif yang tersedia. Teori-teori pengambilan keputusan bersangkut paut dengan 2016 9 Etika dan Filsafat Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id masalah bagaimana pilihan-pilihan semacam itu dibuat. Beberapa pegertian tentang keputusan menurut beberapa tokoh (dhino ambargo: 2) adalah sebagai berikut : - Menurut Davis (1988) keputusan adalah hasil dari pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Hal ini berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan. Keputusan dibuat untuk menghadapi masalah-masalah atau kesalahan yang terjadi terhadap rencana yang telah digariskan atau penyimpangan serius terhadap rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Tugas pengambilan keputusan tingkatnya sederajad dengan tugas pengambilan rencana dalam organisasi. - Siagian (1996) menyatakan, pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data. Penentuan yang matang dari altenatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. - Claude S. George, Jr (2005) menyatakan, proses pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan di antara sejumlah alternatif. - Horolddan Cyril O'Donnell (2005) juga berpendapat bahwa pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat. - Dee Ann Gullies (1996) menjelaskan definisi Pengambilan keputusan sebagai suatu proses kognitif yang tidak tergesa-gesa terdiri dari rangkaian tahapan yang dapat dianalisa, diperhalus, dan dipadukan untuk menghasilkan ketepatan serta ketelitian yang lebih besar dalam menyelesaikan masalah dan memulai tindakan. Definisi yang lebih sederhana dikemukakan oleh Handoko (1997), pembuatan keputusan adalah kegiatan yang menggambarkan proses melalui serangkaian kegiatan dipilih sebagai penyelesaian suatu masalah tertentu. - Ralp C. Davis dalam Imam Murtono (2009) menyatakan keputusan dapat dijelaskan sebagai hasil pemecahan masalah, selain itu juga harus didasari atas logika dan pertimbangan, penetapan alternatif terbaik, serta harus mendekati tujuan yang telah ditetapkan. Seorang pengambil keputusan haruslah memperhatikan hal-hal seperti; logika, realita, rasional, dan pragmatis. 2016 10 Etika dan Filsafat Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dari beberapa penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengambilan keputusan ini adalah sesuatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi, dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Pengambilan keputusan yang dilakukan biasanya memiliki beberapa tujuan , seperti ; tujuan yang bersifat tunggal (hanya satu masalah dan tidak berkaitan dengan masalah lain) dan tujuan yang bersifat ganda (masalah saling berkaitan, dapat bersifat kontradiktif ataupun tidak kontradiktif). Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan adalah : 1. hal-hal yang berwujud maupun tidak berwujud, yang emosional maupun rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan; 2. setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan organisasi; 3. setiap keputusan janganlah berorientasi pada kepentingan pribadi, perhatikan kepentingan orang lain; 4. jarang sekali ada 1 pilihan yang memuaskan; 5. pengambilan keputusan merupakan tindakan mental. Dari tindakan mental ini kemudian harus diubah menjadi tindakan fisik; 6. pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama; 7. diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang baik; 8. setiap keputusan hendaknya dikembangkan, agar dapat diketahui apakah keputusan yang diambil itu betul; dan 9. setiap keputusan itu merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan berikutnya. Pada dasarnya pengambilan keputusan adalah suatu akibat adanya reaksi atas sebuah masalah (problem), yang artinya ada ketidaksesuian antara perkara saat ini dan keadaan yang diinginkan, yang membutuhkan pertimbangan untuk membuat beberapa tindakan alternative. Namun, berpaling dari hal ini keputusan yang dibuat haruslah keputusan yang baik, rasional, dan mengandung nilai-nilai etis dalam batasan-batasan tertentu. Oleh karena itu haruslah ada kerangka kerja pengambilan keputusan yang etis atau ethical decision making (EDM) Framework. 2016 11 Etika dan Filsafat Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Contoh : Skandal Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom telah menunjukkan kepada masyarakat luas, runtuhnya pasar modal, dan pada akhirnya Sarbanes Oxley Act 2002, yang membawa reformasi tata kelola yang luas. Skandal-skandal korporasi berikutnya, termasuk Adephia, Tyco, HealthSouth, dan skandal lainnya menyajikan kesadaran publik yang semakin tinggi bahwa para eksekutif dapat membuat keputusan yang lebih baik. Kasus pengadilan berikutnya terkait denda, hukuman penjara, dan penyelesaiannya telah menggaris bawahi kebutuhan akan keputusan untuk menghasilkan tindakan yang legal. Pengadilan pendapat umum juga telah secara kejam berdampak pada perusahaan dan individu yang telah bertindak tidak etis. Kehilangan reputasi akibat tindakan tidak etis atau ilegal telah menyebabkan penurunan pendapatan dan keuntungan, merusak harga saham, dan akhir karir bagi banyak eksekutif meskipun tindakan tersebut belum diinvestigasi secara penuh dan tanggung jawab bagi mereka belum sepenuhnya terbukti. Ethical Decision Making (EDM) Framework Kerangka kerja EDM menilai etis atau tidaknya suatu keputusan atau tindakan dengan menguji : Konsekuensi atau kemunculan keuntungan atau biaya bersih Hak dan kewajiban yang terpengaruh Keadilan yang ada Motivasi atau kebajikan yang diharapkan Tiga pertimbangan pertama dari empat pertimbangan diatas, yaitu konsekuensialisme, deontologi dan keadilan, diuji dengan menitikberatkan pada dampak suatu keputusan terhadap pemegang saham dan pemangku kepentingan lain yang terpengaruh, yang dikenal dengan analisis dampak pemangku kepentingan. Pertimbangan keempat, motivasi pengambil keputusan, adalah pendekatan yang dikenal dengan etika kebajikan. Keempat pertimbangan harus sungguh-sungguh diuji dan nilai etika yang sesuai harus diterapkan dalam keputusan dan implementasinya jika suatu keputusan atau tindakan dapat dipertahankan secara etis. 2016 12 Etika dan Filsafat Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pendekatan-pendekatan pengambilan keputusan etis (Leonard J Brooks : 330) 1. Pendekatan filosofi a. Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi Pelaku Konsekuensialisme sungguh-sungguh dalam memaksimalkan manfaat yang dihasilkan oleh keputusan. Paham ini berpegang pada prinsip bahwa suatu tindakan itu benar secara moral jika dan hanya jika tindakan itu memaksimalkan manfaat bersih. Dengan kata lain, suatu tindakan dan juga keputusan disebut etis jika konsekuensi yang menguntungkan lebih besar daripada konsekuensi yang merugikan. Utilitarianisme klasik berkaitan dengan utilitas keseluruhan, mencakup keseluruhan varian, dan karenanya hal ini hanyalah sebagian manfaat dalam pengambilan keputusan etis dalam konteks bisnis, profesional dan organisasi. Konsekuensialisme dan utilitarianisme berfokus pada hasil atau akhir dari tindakan, maka disebut juga Teleological. b. Deontologi Berbeda dengan konsekuensialisme, deontologi berfokus pada kewajiban dan tanggung jawab yang memotivasi suatu keputusan atau tindakan dan bukan pada konsekuensi dari tindakan. Tindakan yang didasarkan pada pertimbangan kewajiban, hak, dan keadilan sangat penting bagi professional, direktur, dan eksekutif yang diharapkan memenuhi kewajibannya. Menambah konsekuensialisme dengan analisis deontologi secara khusus termasuk perlakuan yang adil akan menjaga terhadap situasi dimana untuk kepentingan apa pertimbangan konsekuensi yang menguntungkan akan diperbolehkan untuk membenarkan tindakan ilegal atau tidak etis dalam mencapai tujuan. c. Virtue Ethics Kalau kedua pendekatan tadi menekankan pada konsekuensi dari tindakan atau tanggung jawab, hak dan prinsip-prinsip sebagai panduan untuk membenarkan kebiasaan moral, etika kebajikan berkaitan dengan aspek motivasi dari karakter moral yang ditunjukkan oleh pengambil keputusan. Stakeholder Impact Analysis – alat untuk menilai keputusan dan tindakan 2016 13 Etika dan Filsafat Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sejak berkembangnya konsep utilitarianisme pada 1861, suatu pendekatan yang diterima untuk menilai keputusan dan hasil tindakan adalah dengan mengevaluasi hasil akhir atau konsekuensi dari tindakan, yang secara tradisional didasarkan pada dampak keputusan terhadap kepentingan pemilik perusahaan atau pemegang saham. Biasanya, dampak ini diukur dari keuntungan atau kerugian yang terjadi, karena keuntungan telah menjadi ukuran keberadaan yang ingin dimaksimalkan oleh pemegang saham. Pandangan tradisional ini sekarang berubah dalam dua jalan. Pertama, asumsi bahwa semua pemegang saham ingin memaksimalkan hanya keuntungan jangka pendek menunjukkan fokus yang terlalu sempit. Kedua, hak dan tuntutan kelompok-kelompok non-pemegang saham, seperti pekerja, konsumen/klien, supplier, pemerhati lingkungan, dan pemerintah yang mempunyai kepentingan dalam keluaran keputusan, atau didalam perusahaan itu sendiri, statusnya diakui dalam pengambilan keputusan perusahaan. Perusahaan modern sekarang akuntabel terhadap pemegang saham dan kelompok non-pemegang saham, yang keduanya menjadi pemangku kepentingan, kepada siapa respon perusahaan ditujukan. Biasanya, maksimalisasi keuntungan dalam jangka waktu lebih dari setahun memerlukan hubungan yang harmonis dengan kelompok pemangku kepentingan dan kepentingannya. Menurut George R.Terry, pengambilan keputusan adalah memilih alternatif yang ada. Ada 5 (lima) hal pokok dalam pengambilan keputusan: 1. Intuisi berdasarkan perasaan, lebih subyektif dan mudah terpengaruh 2. Pengalaman mewarnai pengetahuan praktis, seringnya terpapar suatu kasus meningkatkan kemampuan mengambil keputusan terhadap nsuatu kasus 3. Fakta, keputusan lebih riel, valit dan baik. 4. Wewenang lebih bersifat rutinitas 5. Rasional, keputusan bersifat obyektif, trasparan, konsisten Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan 2016 1. Posisi/kedudukan 2. Masalah, terstruktur, tidak tersruktur, rutin,insidentil 3. Situasi:faktor konstan, faktor tidak konstan 4. Kondisi, faktor-faktor yang menentukan daya gerak 5. Tujuan, antara atau obyektif 14 Etika dan Filsafat Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id DaftarPustaka 1. Stephen Robbins, P (2008), Organizational Behavior, Concept, and App lication,12th Edition, Prentice Hall, USA. 2. Basyid, Fahmi, 2006. Teori Pengambilan Keputusan. Widiasarana Indonesia, Jakarta:penerbit Gramedia. 3. Bartens, K, 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius. 2016 15 Etika dan Filsafat Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id