Pertimbangan etika dalam pengambilan

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Etika Dan
Filsafat
Komunikasi
PokokBahasan :
Etika dan Alasan Moral Dalam
Pengambilan Keputusan
Fakultas
Program Studi
Fakultas Ilmu
Komunikasi
Marcomm
TatapMuka
11
Kode MK
DisusunOleh
MK 85009
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
Abstract
Kompetensi
Pengambilan keputusan yang dibuat
haruslah keputusan yang baik, rasional,
dan mengandung nilai-nilai etis dalam
batasan-batasan tertentu.
Mahasiswa mampu menerapkan etika
secara proporsional dalam pengambilan
keputusan
Etika dan Alasan Moral Dalam Pengambilan
Keputusan
Pertimbangan etika dalam pengambilan keputusan
Pada
pengertian
yang
paling
dasar,
etika
adalah
sistem
nilai
pribadi
yang digunakan memutuskan apa yang benar, atau apa yang paling tepat, dalam
suatu situasi tertentu; memutuskan apa yang konsisten dengan sistem nilai yang
ada dalam organisasi dan diri pribadi.
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, ethos atau taetha yang berarti tempat tinggal,
padang rumput, kebiasaan atau adat istiadat. Oleh filsuf Yunani, Aristoteles, etika digunakan
untuk menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma
moral, perintah, tindakan kebajikan dan suara hati.
Etika juga diartikan pula sebagai filsafat moral yang berkaitan dengan studi tentang
tindakan-tindakan baik ataupun buruk manusia di dalam mencapai kebahagiaannya. Apa
yang dibicarakan di dalam etika adalah tindakan manusia, yaitu tentang kualitas baik (yang
seyogyanya dilakukan) atau buruk (yang seyogyanya dihindari) atau nilai-nilai tindakan
manusia untuk mencapai kebahagiaan serta tentang kearifannya dalam bertindak.
Etika (Yunani Kuno: “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah cabang utama
filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik,
buruk, dan tanggung jawab.
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat
spontan kita Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis
kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu
untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
2016
2
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai
etika Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi
Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah
tingkah laku manusia Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah
laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut
baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Menurut Mathis dan Jackson, etika memiliki dimensi-dimensi konsekuensi luas,
alternatif ganda, akibat berbeda, konsekuensi tak pasti, dan efek personal.
1. Konsekuensi Luas : keputusan etika membawa konsekuensi yang luas. Misalnya,
karena menyangkut masalah etika bisnis tentang pencemaran lingkungan maka
diputuskan penutupan perusahaan dan pindah ke tempat lain yang jauh dari
karyawan. Hal itu akan berpengaruh terhadap kehidupan karyawan, keluarganya,
masyarakat dan bisnis lainnya.
2. Alternatif Ganda : beragam alternatif sering terjadi pada situasi pengambilan
keputusan dengan jalur di luar aturan. Sebagai contoh, memutuskan seberapa jauh
keluwesan dalam melayani karyawan tertentu dalam hal persoalan keluarga
sementara terhadap karyawan yang lain menggunakan aturan yang ada.
3. Akibat Berbeda : keputusan-keputusan dengan dimensi-dimensi etika bisa
menghasilkan
akibat
yang
berbeda
yaitu
positif
dan
negatif.
Misalnya
mempertahankan pekerjaan beberapa karyawan di suatu pabrik dalam waktu relatif
lama mungkin akan mengurangi peluang para karyawan lainnya untuk bekerja di
pabrik itu. Di satu sisi keputusan itu menguntungkan perusahaan tetapi pihak
karyawan dirugikan.
4. Ketidakpastian Konsekuensi : konsekuensi keputusan-keputusan bernuansa etika
sering tidak diketahui secara tepat. Misalnya pertimbangan penundaan promosi pada
karyawan tertentu yang hanya berdasarkan pada gaya hidup dan kondisi
keluarganya padahal karyawan tersebut benar-benar kualifaid.
5. Efek Personal : keputusan-keputusan etika sering mempengaruhi kehidupan
karyawan dan keluarganya, misalnya pemecatan terhadap karyawan disamping
membuat sedih si karyawan juga akan membuat susah keluarganya. Misal lainnya,
kalau para pelanggan asing tidak menginginkan dilayani oleh “sales” wanita maka
akan berpengaruh negatif pada masa depan karir para “sales” tersebut.
2016
3
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Nilai Etika dan Moral dalam Pengambilan Keputusan
Seorang pemimpin dalam mengambil keputusan dihadapkan pada dilema etika dan
moral. Keputusan yang diambil pemimpin tentunya akan menghasilkan dampak bagi orang
lain. Idealnya, seorang pemimpin mempunyai integritas yang menjunjung tinggi nilai moral
dan etika. Sehingga, keputusan yang diambilnya adalah mengacu tidak hanya pada
kepentingannya sendiri, melainkan juga kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya.
Tentunya pengambilan keputusan dilakukan tanpa mengacu pada nilai-nilai etika dan
moral. Oleh karena itu, hasilnya adalah kehancuran. Maka, ada baiknya sebelum Anda
mengambil keputusan mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini:
•Autonomy
Isu ini berkaitan dengan apakah keputusan Anda melakukan eksploitasi terhadap orang lain
dan mempengaruhi kebebasan mereka? Setiap keputusan yang Anda ambil tentunya akan
mempengaruhi banyak orang. Oleh karena itu, Anda perlu mempertimbangkan faktor ini ke
dalam setiap proses pengambilan keputusan Anda.
Misalnya keputusan untuk merekrut pekerja dengan biaya murah. Seringkali perusahaan
mengeksploitasi buruh dengan biaya semurah mungkin padahal sesungguhnya upah
tersebut tidak layak untuk hidup.
• Non-malfeasance
Apakah keputusan Anda akan mencederai pihak lain? Di kepemerintahan, nyaris setiap
peraturan tentunya akan menguntungkan bagi satu pihak sementara itu mencederai bagi
pihak lain. Begitu pula halnya dengan keputusan bisnis pada umumnya, dimana tentunya
menguntungkan bagi beberapa pihak namun tidak bagi pihak lain.
Misalnya kasus yang belakangan menghangat yaitu pemerintah dengan UU ITE (UndangUndang Informasi dan Transaksi Elektronik) yang baru disahkan dan ditentang oleh banyak
pihak. Salah satunya implikasi dari UU tersebut adalah pemblokiran situs porno. Meskipun
usaha pemerintah baik, namun banyak pihak yang menentangnya.
2016
4
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
•Beneficence
Apakah keputusan yang Anda ambil benar-benar membawa manfaat? Manfaat yang Anda
ambil melalui keputusan harus dapat menjadi solusi bagi masalah dan merupakan solusi
terbaik yang bisa diambil.
• Justice
Proses pengambilan keputusan mempertimbangkan faktor keadilan, dan termasuk
implementasinya. Di dunia ini memang sulit untuk menciptakan keadilan yang sempurna
namun tentunya kita selalu berusaha untuk menciptakan keadilan yang ideal dimana
memperlakukan tiap orang dengan sejajar.
Misalnya dalam keputusan reward, Astra Internasional mempunyai 2 filosofi dasar. Pertama
adalah fair secara internal, dimana setiap orang dengan dengan golongan yang sama dan
prestasi yang sama maka pendapatannya juga sama. Keputusan ini mencerminkan keadilan
di dalam perusahaan itu sendiri. Sementara itu, filosofi lainnya adalah kompetitif secara
eksternal, atau gaji yang bersaing dalam industri.
• Fidelity
Fidelity berkaitan dengan kesesuaian keputusan dengan definisi peran yang kita mainkan.
Seringkali ini melibatkan ‘looking at the bigger picture’ atau melihat secara keseluruhan dan
memahami peran Anda dengan baik.
Misalnya keputusan Chairman Federal Reserve, Ben S. Bernanke untuk menyelamatkan
Bear Stearns dengan cara menyokong dana bagi akuisisi JPMorgan terhadap Bear Stearns
senilai $30 miliar dan dipertanyakan oleh banyak pihak. Namun, Bernanke berpendapat
bahwa ia melakukannya demi mencegah kekacauan finansial yang akan dialami pasar jika
Bear Stearns benar-benar bangkrut.
Pengambilan keputusan yang etis
Ada beberapa ciri-ciri dalam pengambilan keputusan yang etis:
• Pertimbangan tentang apa yang benar dan apa yang salah.
2016
5
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
• Sering menyangkut pilihan yang sukar.
• Tidak mungkin dielakkan.
• Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman, tabiat dan lingkungan sosial.
KRITERIA PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG ETIS
1. Pendekatan bermanfaat
Pendekatan bermanfaat(utilitarian approach), yang dudukung oleh filsafat abad kesembilan
belas ,pendekatan bermanfaat itu sendiri adalah konsep tentang etika bahwa prilaku moral
menghasilkan kebaikan terbesar bagi jumlah terbesar.
2. Pendekatan individualisme
Pendekatan individualisme adalah konsep tentang etika bahwa suatu tindakan dianggap
pantas ketika tindakan tersebut mengusung kepentingan terbaik jangka panjang seorang
indivudu.
3. Konsep tentang etika bahwa keputusan yang dengan sangat baik menjaga hak-hak yang
harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut
secara sadar dan tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan.

hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan di luar
pekerjaanya.

hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan diri dari memberikan perintah
yang melanggar moral dan norma agamanya.

hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara benar mengkritik etika atau
legalitas tindakan yang dilakukan orang lain.

hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan
berhak atas perlakuan yang adil.

hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan
ancaman terhadap kesehatan dan keamanannya.
2016
6
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
PILIHAN-PILIHAN ETIS SEORANG MANAJER
1. Tingkat prekonvesional = mematuhi peraturan untuk menghindari hukuman.
Bertindak dalam kepentingannya sendiri.
2. Tingkat konvensional = menghidupkan pengharapan orang lain. Memenuhi
kewajiban sistem sosial. Menjunjung hukum.
3. Tingkat poskonvensional = mengikuti prinsip keadilan dan hak yang dipilih sendiri.
Mengetahui bahwa orang-orang menganut nilai-nilai yang berbeda dan mencari
solusi kreatif untuk mengatasi dilema etika. Menyeimbangkan kepentingan diri dan
kepentingan orang banyak.
Sebagian besar kehidupan kita sehari-hari diwarnai oleh pengambilan keputusan
secara etis. Contoh cerita berikut. Saat anda selesai bekerja, anda menjemput anak anda
yang masih kecil dari rumah pengasuhnya dan singgah sebentar di sebuah super market
untuk membeli beberapa barang untuk menyambut kedatangan saudara anda yang akan
berkunjung malam ini. Di toko, anda bertemu seorang teman dan anda berbincang2
sebentar dengannya. Anda berbicara tentang hujan yang tak turun2, tentang diskon di
bagian pakaian dan keinginan untuk potong rambut. Selama itu, anak anda berjalan
melihat2 aneka macam kue di bagian makanan.
Ini kelihatannya peristiwa singkat, namun dalam pikiran anda terdapat pengambilan
keputusan secara etis yang berlanjut berdasarkan nilai2 dasar yang anda yakini. Anda
membiarkan anak anda berjalan melihat2 karena anda ingin ia tumbuh sebagai seorang
yang mandiri dan penuh rasa ingin tahu. Teman anda adalah sahabat yang memberi anda
kekuatan dan dukungan selama bertahun2. Ia pernah mencucikan pakaian anda selama
ayah anda sakit selama sebulan. Anda tahu bahwa anaknya punya masalah dengan
narkoba sehingga anda berhati2 berbicara mengenainya sambil mencermati air mukanya
dan nada suaranya.
Mendadak anda menghentikan pembicaraan dan berlari menyelamatkan anak anda
yang hampir tertimpa susunan gelas. Disini anda peduli dan berusaha menyelamatkan
seseorang yang anda cintai. Sekali lagi, sebuah keputusan etis.
2016
7
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM HADAPI ETIK/MORAL
Teori-teori etika :
1. Teori Utilitariansme
(tindakan dimaksudkan untuk memberikan kebahagiaan yang maksimal);
2. Teori Deontologi
(tindakan berlaku umum & wajib dilakukan dalam situasi normal karena menghargai:
Norma yang berlaku, Misal kewajiban melakukan pelayanan prima kepada semua orang
secara obyektif)
3. Teori Hedonisme
(berdasarkan alasan kepuasan Yang ditimbulkannya): mencari kesenangan, menghindari
ketdksenangan;
4. Teori Eudemonisme (tujuan akhir untuk kebahagiaan )
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang etis
1.
Tahap perkembangan moral :
Tahap ini merupakan suatu tahap penilaian (assessment) dari kapasitas seseorang untuk
menimbang nimbang apakah secara moral benar, makin tinggi perkembangan moral
seorang berarti makin kurang ketergantungannya pada pengaruh- pengaruh luar sehingga ia
akan makin cenderung berperilaku etis.
Sebagai misal, kebanyakan orang dewasa berada dalam tingkat menengah dari
perkembangan moral,
mereka sangat
dipengaruhi
oleh
rekan sekerja dan akan
mengikuti aturan dan prosedur suatu organisasi. Individu-individu yang telah maju
ketahap-tahap yang lebih tinggi itu menaruh nilai yang bertambah pada hak-hak orang lain,
tak peduli akan pendapat mayoritas, dan kemungkinan besar menantang praktik-praktik
organisasi yang mereka yakini secara pribadi sebagai sesuatu hal yang keliru.
2.
Lingkungan Organisasi
Dalam lingkungan organisasional merujuk pada persepsi karyawan mengenai pengharapan
(ekspetasi) organisasional. Apakah organisasi itu mendorong dan mendukung perilaku etis
2016
8
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dengan memberi ganjaran atau menghalangi perilaku tak-etis dengan memberikan
hukuman/sangsi. Kode etis yang tertulis, perilaku moral yang tinggi dari para seniornya,
pengharapan yang realistis akan kinerja, penilaian kinerja sebagai dasar promosi bagi
individu-individu, dan hukuman bagi individu-individu yang bertindak tak-etis merupakan
suatu contoh nyata dari kondisi lingkungan organisasional sehingga kemungkinan besar
dapat menumbuh kembangkan pengambilan keputusan yang sangat etis.
3.
Tempat kedudukan kendali
Tempat kedudukan kendali tidak
lepas dengan struktur
organisasi,
pada umumnya
individu-individu yang memiliki moral kuat akan jauh lebih kecil kemungkinannya
mengambil keputusan
yang
tak-etis,
namun
untuk
jika mereka dikendalai oleh lingkungan
organisasi sebagai tempat kedudukannya yang sedikit banyak
tidak
menyukai
pengambilan keputusan etis, ada kemungkinan individu-individu yang telah mempunyai
moral yang kuatpun dapat tercemari oleh suatu lingkaungan organisasi sebagai tempat
kedudukannya yang mengizinkan atau mendorong praktik-praktik pengambilan keputusan
tak-etis.
PENDEKATAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengertian Pengambilan Keputusan
Para
individu dalam organisasi
membuat keputusan (decision), artinya mereka
membuat pilihan-pilihan dari dua alternative atau lebih. Sebagai contoh, manajer puncak
bertugas menentukan tujuan-tujuan organisasi, produk atau jasa yang ditawarkan, cara
terbaik untuk membiayai berbagai operasi, produk atau jasa yang menempatkan pabrik
manufaktur yang baru. Manajer tingkat menengah dan bawah menentukan jadawal
produksi, menyeleksi karyawan baru, dan merumuskan bagaimana meningkatkan bayaran
karyawan. Karyawan nonmanajerial juga membuat keputusan yang mempengaruhi
pekerjaan dan organisasi tempat mereka bekerja. Semakin banyak organisasi memberikan
karyawan nonmanajerial otoritas pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan,
maka pengambilan keputusan individual merupakan satu bagian penting dari perilaku
organisasi.
Pengambilan keputusan mengandung arti pemilihan altematif terbaik dari sejumlah
Alternatif yang tersedia. Teori-teori pengambilan keputusan bersangkut paut dengan
2016
9
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
masalah bagaimana pilihan-pilihan semacam itu dibuat. Beberapa pegertian tentang
keputusan menurut beberapa tokoh (dhino ambargo: 2) adalah sebagai berikut :
-
Menurut Davis (1988) keputusan adalah hasil dari pemecahan masalah yang
dihadapinya dengan tegas. Hal ini berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
mengenai apa yang harus dilakukan dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan.
Keputusan dibuat untuk menghadapi masalah-masalah atau kesalahan yang terjadi
terhadap rencana yang telah digariskan atau penyimpangan serius terhadap rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya. Tugas pengambilan keputusan tingkatnya sederajad dengan
tugas pengambilan rencana dalam organisasi.
-
Siagian (1996) menyatakan, pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu
pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data.
Penentuan yang matang dari altenatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang
menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
-
Claude S. George, Jr (2005) menyatakan, proses pengambilan keputusan itu
dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang
termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan di antara sejumlah alternatif.
-
Horolddan Cyril O'Donnell (2005) juga berpendapat bahwa pengambilan keputusan
adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari
perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan,
suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
-
Dee Ann Gullies (1996) menjelaskan definisi Pengambilan keputusan sebagai suatu
proses kognitif yang tidak tergesa-gesa terdiri dari rangkaian tahapan yang dapat dianalisa,
diperhalus, dan dipadukan untuk menghasilkan ketepatan serta ketelitian yang lebih besar
dalam menyelesaikan masalah dan memulai tindakan. Definisi yang lebih sederhana
dikemukakan oleh Handoko (1997), pembuatan keputusan adalah kegiatan yang
menggambarkan proses melalui serangkaian kegiatan dipilih sebagai penyelesaian suatu
masalah tertentu.
-
Ralp C. Davis dalam Imam Murtono (2009) menyatakan keputusan dapat dijelaskan
sebagai hasil pemecahan masalah, selain itu juga harus didasari atas logika dan
pertimbangan, penetapan alternatif terbaik, serta harus mendekati tujuan yang telah
ditetapkan. Seorang pengambil keputusan haruslah memperhatikan hal-hal seperti; logika,
realita, rasional, dan pragmatis.
2016
10
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dari beberapa penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengambilan
keputusan ini adalah sesuatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat suatu masalah,
pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi,
dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
Pengambilan keputusan yang dilakukan biasanya memiliki beberapa tujuan , seperti ; tujuan
yang bersifat tunggal (hanya satu masalah dan tidak berkaitan dengan masalah lain) dan
tujuan yang bersifat ganda (masalah saling berkaitan, dapat bersifat kontradiktif ataupun
tidak kontradiktif).
Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan adalah :
1.
hal-hal yang berwujud maupun tidak berwujud, yang emosional maupun rasional
perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan;
2.
setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan
organisasi;
3.
setiap keputusan janganlah berorientasi pada kepentingan pribadi, perhatikan
kepentingan orang lain;
4.
jarang sekali ada 1 pilihan yang memuaskan;
5.
pengambilan keputusan merupakan tindakan mental. Dari tindakan mental ini
kemudian harus diubah menjadi tindakan fisik;
6.
pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama;
7.
diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang
baik;
8.
setiap keputusan hendaknya dikembangkan, agar dapat diketahui apakah
keputusan yang diambil itu betul; dan
9.
setiap keputusan itu merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan
berikutnya.
Pada dasarnya pengambilan keputusan adalah suatu akibat adanya reaksi atas
sebuah masalah (problem), yang artinya ada ketidaksesuian antara perkara saat ini dan
keadaan yang diinginkan, yang membutuhkan pertimbangan untuk membuat beberapa
tindakan alternative. Namun, berpaling dari hal ini keputusan yang dibuat haruslah
keputusan yang baik, rasional, dan mengandung nilai-nilai etis dalam batasan-batasan
tertentu. Oleh karena itu haruslah ada kerangka kerja pengambilan keputusan yang etis
atau ethical decision making (EDM) Framework.
2016
11
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Contoh :
Skandal Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom telah menunjukkan kepada
masyarakat luas, runtuhnya pasar modal, dan pada akhirnya Sarbanes Oxley Act 2002,
yang membawa reformasi tata kelola yang luas. Skandal-skandal korporasi berikutnya,
termasuk Adephia, Tyco, HealthSouth, dan skandal lainnya menyajikan kesadaran publik
yang semakin tinggi bahwa para eksekutif dapat membuat keputusan yang lebih baik. Kasus
pengadilan berikutnya terkait denda, hukuman penjara, dan penyelesaiannya telah
menggaris bawahi kebutuhan akan keputusan untuk menghasilkan tindakan yang legal.
Pengadilan pendapat umum juga telah secara kejam berdampak pada perusahaan dan
individu yang telah bertindak tidak etis. Kehilangan reputasi akibat tindakan tidak etis atau
ilegal telah menyebabkan penurunan pendapatan dan keuntungan, merusak harga saham,
dan akhir karir bagi banyak eksekutif meskipun tindakan tersebut belum diinvestigasi secara
penuh dan tanggung jawab bagi mereka belum sepenuhnya terbukti.
Ethical Decision Making (EDM) Framework
Kerangka kerja EDM menilai etis atau tidaknya suatu keputusan atau tindakan dengan
menguji :

Konsekuensi atau kemunculan keuntungan atau biaya bersih

Hak dan kewajiban yang terpengaruh

Keadilan yang ada

Motivasi atau kebajikan yang diharapkan
Tiga
pertimbangan
pertama
dari
empat
pertimbangan
diatas,
yaitu
konsekuensialisme, deontologi dan keadilan, diuji dengan menitikberatkan pada dampak
suatu keputusan terhadap pemegang saham dan pemangku kepentingan lain yang
terpengaruh, yang dikenal dengan analisis dampak pemangku kepentingan. Pertimbangan
keempat, motivasi pengambil keputusan, adalah pendekatan yang dikenal dengan etika
kebajikan. Keempat pertimbangan harus sungguh-sungguh diuji dan nilai etika yang sesuai
harus diterapkan dalam keputusan dan implementasinya jika suatu keputusan atau tindakan
dapat dipertahankan secara etis.
2016
12
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pendekatan-pendekatan pengambilan keputusan etis (Leonard J Brooks : 330)
1.
Pendekatan filosofi
a.
Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi
Pelaku Konsekuensialisme sungguh-sungguh dalam memaksimalkan manfaat yang
dihasilkan oleh keputusan. Paham ini berpegang pada prinsip bahwa suatu tindakan itu
benar secara moral jika dan hanya jika tindakan itu memaksimalkan manfaat bersih. Dengan
kata lain, suatu tindakan dan juga keputusan disebut etis jika konsekuensi yang
menguntungkan lebih besar daripada konsekuensi yang merugikan. Utilitarianisme klasik
berkaitan dengan utilitas keseluruhan, mencakup keseluruhan varian, dan karenanya hal ini
hanyalah sebagian manfaat dalam pengambilan keputusan etis dalam konteks bisnis,
profesional dan organisasi. Konsekuensialisme dan utilitarianisme berfokus pada hasil atau
akhir dari tindakan, maka disebut juga Teleological.
b.
Deontologi
Berbeda dengan konsekuensialisme, deontologi berfokus pada kewajiban dan
tanggung jawab yang memotivasi suatu keputusan atau tindakan dan bukan pada
konsekuensi dari tindakan. Tindakan yang didasarkan pada pertimbangan kewajiban, hak,
dan keadilan sangat penting bagi professional, direktur, dan eksekutif yang diharapkan
memenuhi kewajibannya. Menambah konsekuensialisme dengan analisis deontologi secara
khusus termasuk perlakuan yang adil akan menjaga terhadap situasi dimana untuk
kepentingan apa pertimbangan konsekuensi yang menguntungkan akan diperbolehkan
untuk membenarkan tindakan ilegal atau tidak etis dalam mencapai tujuan.
c.
Virtue Ethics
Kalau kedua pendekatan tadi menekankan pada konsekuensi dari tindakan atau
tanggung jawab, hak dan prinsip-prinsip sebagai panduan untuk membenarkan kebiasaan
moral, etika kebajikan berkaitan dengan aspek motivasi dari karakter moral yang ditunjukkan
oleh pengambil keputusan.
Stakeholder Impact Analysis – alat untuk menilai keputusan dan tindakan
2016
13
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sejak berkembangnya konsep utilitarianisme pada 1861, suatu pendekatan yang
diterima untuk menilai keputusan dan hasil tindakan adalah dengan mengevaluasi hasil
akhir atau konsekuensi dari tindakan, yang secara tradisional didasarkan pada dampak
keputusan terhadap kepentingan pemilik perusahaan atau pemegang saham. Biasanya,
dampak ini diukur dari keuntungan atau kerugian yang terjadi, karena keuntungan telah
menjadi ukuran keberadaan yang ingin dimaksimalkan oleh pemegang saham. Pandangan
tradisional ini sekarang berubah dalam dua jalan. Pertama, asumsi bahwa semua
pemegang saham ingin memaksimalkan hanya keuntungan jangka pendek menunjukkan
fokus yang terlalu sempit. Kedua, hak dan tuntutan kelompok-kelompok non-pemegang
saham, seperti pekerja, konsumen/klien, supplier, pemerhati lingkungan, dan pemerintah
yang mempunyai kepentingan dalam keluaran keputusan, atau didalam perusahaan itu
sendiri, statusnya diakui dalam pengambilan keputusan perusahaan. Perusahaan modern
sekarang akuntabel terhadap pemegang saham dan kelompok non-pemegang saham, yang
keduanya menjadi pemangku kepentingan, kepada siapa respon perusahaan ditujukan.
Biasanya, maksimalisasi keuntungan dalam jangka waktu lebih dari setahun memerlukan
hubungan yang harmonis dengan kelompok pemangku kepentingan dan kepentingannya.
Menurut George R.Terry, pengambilan keputusan adalah memilih alternatif yang ada.
Ada 5 (lima) hal pokok dalam pengambilan keputusan:
1.
Intuisi berdasarkan perasaan, lebih subyektif dan mudah terpengaruh
2.
Pengalaman mewarnai pengetahuan praktis, seringnya terpapar suatu kasus
meningkatkan kemampuan mengambil keputusan terhadap nsuatu kasus
3.
Fakta, keputusan lebih riel, valit dan baik.
4.
Wewenang lebih bersifat rutinitas
5.
Rasional, keputusan bersifat obyektif, trasparan, konsisten
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
2016
1.
Posisi/kedudukan
2.
Masalah, terstruktur, tidak tersruktur, rutin,insidentil
3.
Situasi:faktor konstan, faktor tidak konstan
4.
Kondisi, faktor-faktor yang menentukan daya gerak
5.
Tujuan, antara atau obyektif
14
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
DaftarPustaka
1. Stephen
Robbins,
P
(2008),
Organizational
Behavior,
Concept, and App
lication,12th Edition, Prentice Hall, USA.
2. Basyid, Fahmi, 2006. Teori Pengambilan Keputusan. Widiasarana Indonesia,
Jakarta:penerbit Gramedia.
3. Bartens, K, 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
2016
15
Etika dan Filsafat Komunikasi
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download