SOSIOLOGI KOMUNIKASI DAN INFORMASI “Media Massa dan Masyarakat” Perspektif Teori Sosiologi untuk Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik) baik itu media elektronik maupun media cetak. Organisasi - organisasi media ini akan menyebarluaskan pesan-pesan yang akan mempengaruhi dan mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat, lalu informasi ini akan mereka hadirkan serentak pada khalayak luas yang beragam. Hal ini membuat media menjadi bagiandari salah satu institusi yang kuat di masyarakat. Dalam komunikasi masa, media masa menjadi otoritas tunggal yang menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak.Komunikasi massa adalah proses penyampaian informasi kepada khalayak massa dengan menggunakan saluransaluran media massa. Jadi komunikasi massa tidak sama dengan media massa. Media massa hanyalah salah satu faktor yang membentuk proses komunikasi. Perpektif sosiologis terhadap fenomena komunikasi massa belum sepenuhnya berkembang seperti yang diharapkan. Penyebab yang terpenting antara lain karena luasnya masalah itu sendiri, di samping adanya beberapa orientasi atau tema yang mendominasi studi mengenai masalah ini pada masa yang lalu. Tema yang dominan itu adalah tentang efek-efek langsung media massa kepada individu dan publik, dan mengenai apa yang disebut sebagai masyarakat dan kebudayaan massa.Seharusnya sosiologi komunikasi massa mengkaji secara mendalam masalah-masalah pokok yang begitu luas, mengenai interaksi media massa dengan masyarakat , media massa dengan institusi sosial yang lain, dan sistem komunikasi massa dengan sistem-sistem sosial lainnya. Selain dengan tatanan masyarakat secara keseluruhan.seharusnya komunikasi massa bisa mengambarkan yang memetakan secara ditail pola yang menyeluruh dari perilaku komunikasi baik bagi seperangkat individu maupun lokasi tertentu., hubungan (relationship) antara model komunikasi, distribusi kebutuhan komunikasi serta memperhatikan masalah bahasa komunikasi selain lisan dan tulisan dan secara sistematik menggali dan memonitor sistem pengawasan dan pengendalian. Pendekatan Makro Dalam pendekatan makro organisasi dipandang sebagai suatu struktur global yang berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam berinteraksi ini , organisasi melakukan aktivitas tertentu seperti Memproses Informasi dari Lingkungan, mengadakan Identifikasi, Melakukan Integrasi, dan menentukan Tujuan Organisasi. a. Memproses informasi dan lingkungan Eksistentensi organisasi merupakan suatu yang esensial, karena ini menyangkut ada dan tidak ada nya organisasi. Untuk menjaga keeksistensial suatu oraganisasi maka organisasi harus memproses informasi yang masuk dari ligkungan nya, memproses ini dimaksud adalah menyesuaikan apa yang terjadi pada lingkungan dengan jalan mentransfer informasi yang relevan dengan keadaan intern organisasi, kemudian merumuskan suatu respon yang tepat sebagai input informasi tersebut. Informasi ini digunakan untuk melakukan identifikasi dan penentuan tujuan organisasi. b. Mengadakan identifikasi Proses penyesuaian diri dinamakan dengan identifikasi, Ketika kita berbicara dalam tatanan konsep oraganisasi. Suatu oraganisasi menggunakan informasi yang telah diproses dari lingkungan untuk mecapai beberapa macam negosiasi, persetujuan dengan relasi-relasi yang potensial dari lingkungannya misalkan sebuah oraganisasi atu lembaga yang menggeluti bidang jasa transportasi, berdasarkan informasi yang didapat dari lingkungan nya bahwa penumpang menginginkan ransportasi yang cepat, selamat, dapat dipercaya dan pelayanan yang sangat menyenangkan, maka berdasarkan iniformasi ini organisasi atau lembaga harus mengusahakan maupun mengkoordinasikan segala kegiatan supaya dapat memenuhi keinginan dari pelanggan nya. Untuk memberi tahu pelanggannya bahwa organisasi terkait telah meningkatkan pelayanan nya organisasi harus membuat iklan tentang itu dan melakukan sebuah percobaan pelayanana yang gratis, maka dalam hal ini komunikasi sangat memegan peranan yang sangat penting karena tampa dikomunikasikan kepada langganan para pelanggan tidak akan mengetahui bahwa oraganisasi terkait telah meningkatkan layanan nya sesuai dengan keinginan konsumen. c. Melakukan integrasi dengan organisasi lain Setiap oraganisasi dipengaruhi oleh aktivitas oraginisasi lain dalam lingkungan nya. Organisasi pasti melakukan monitoring terhadap aktivitas ini. Dan menentukan apa efek yang ditimbulkan terhadap oraganisasi tersebut. Jika sebuah instansi maupun oraganisasi yang menghasilkan dengan cara yang sama (beberapa oraganisasi/perusahaan melakuakn aktivitas yang sama) yang satunya melakukan dengan kualiatas mantap (Higth Quality) dengan produksi yang lebih sederhan dan murah maka akan menjadi ancaman buat oraganisasi lain yang memproduksi hal yang sama dengan yang mengeluarkan biaya dan tenaga yang banyak sehingga akan terjadi persaingan yang tidak sehat. Maka disini diperlukan sebuah integrasi untuk menjaga kelangsungan hidup organisasi lain dan menimalisir terjadinya persaingan tidak sehat. d. Menentukan tujuan organisasi Tanpa terkecuali semua oraganisasi memiliki tujuan. Tujuan ini tergantung kepada arah dan orintasi serta objek dari organisaisi tesebut ketika arah nya kepada perdagangan maka tujuan nya adalah Provite Oriented atau Commercial Oriented ketika itu sebuah LSM maka tujaun nya adalah terhadap masalah social masyarakat (invironment Development), ketika komunitasnya mahsiswa maka tujuan nya adalah apa yang seirama dan senada dengan makna kata mahasiswa yang berujung kepada pemantapan kaulitas manusia, terciptanya insan akademisi sebagai komunitas ilmiah yang bermuara kepada sebuah maen stream umum (Human Developmen). Frankfrut school Tradisi Marxist yang paling lama dan terkenal adalah Frankfurt School. The Frankfurt School merupakan tradisi terpenting di dalam critical studies dan kemudian tradisi ini seringkali disebut critical theory. Teori ini pada mulanya mendasarkan gagasan pokoknya pada pemikiran Marxist, meskipun dalam perjalanan lima puluh tahun terakhir telah mengalami pergeseran cukup berarti dari asal usul teorinya. Komunikasi memiliki peran sentral dalam gerakan tersebut, dan komunikasi massa menjadi area studi yang sangat penting ( Baca Kellner, 1995:162-177; Huspek, dalam Littlejohn 2001 :212). Teori kritis dikembangkan oleh para pemikir seperti Mark Horkheimer, Theodore Adorno, Herbert Marcuse, dan para koleganya yang berkarya di bawah payung Frankfurt Institute for Social Research tahun 1923 ( Farrel & Aune,1979: 93-120). Kelompok pakar ini semula berpedoman pada prinsipprinsip Marxist, meskipun tidak satupun dari mereka ini yang memiliki afiliasi dengan partai politik apa pun, dan karyanya lebih bersifat keilmiahan ketimbang sebuah gerakan. Dengan kelahiran the National Socialist Party di Jerman pertengahan 1930-an, para ilmuwan Frankfurt ini pun hijrah ke Amerika Serikat dan di sana semakin tertarik dengan komunikasi massa dan media sebagai biang opresif di dalam masyarakat kapitalis. Para ilmuwan Frankfurt pada awalnya bereaksi keras terhadap idealisme klasikal ala Marxism dan kesuksesan revolusi Rusia. Mereka melihat kapitalisme sebagai tahap evolutionary dalam perkembangan, pertama dari sosialisme dan kemudian komunisme. Ide mereka pada masa itu merupakan wujud kritik kerasnya terhadap kapitalisme dan demokrasi liberal. Jurgen Habermas Semenjak tahun-tahun permulaan, dalam Frankfurt School tidak ada kesepakatan mengenai teori yang menyatukan karakteristik pemikiran mereka. Ilmuwan Frankfurt School kontemporer yang paling terkenal adalah Jurgen Habermas, yang teorinya mengenai universal pragmatics dan transformasi sosial masyarakat telah diakui sangat berpengaruh di daratan Eropa dan gaungnya masih berkembang terus di Amerika Serikat. Habermas merupakan juru bicara terpenting dari Frankfurt School saat ini. Teorinya menggambarkan luasnya pemikiran dan mewakili paduan pandangan kritis tentang komunikasi dan masyarakat. Tulisan selanjutnya akan mengurai kontribusi penting pemikiran Habermas ini. Habermas mengajarkan bahwa masyarakat harus dipahami sebagai perpaduan tiga kepentinganutama : kerja, interaksi dan kekuasaan. Ketiga kepentingan itu sama-sama penting. Kerja, sebagai kepentingan pertama, meliputi kemampuan menghasilkan sumberdaya material. Karena sifatnya yang highly instrumental nature — yang hasilnya adalah objek-objek konkrit, maka kerja pada dasarnya adalah “technical interest”, kepentingan teknis. Di dalamnya berlaku rasionalisasi instrumental dan diwakili oleh ilmuwan empirisanalitis. Dengan kata lain, teknologi digunakan sebagai alat guna mencapai tujuan praktis dan itu diasarkan pada riset ilmiah. Misalnya desainer komputer , pembangun jembatan, para ahli yang menempatkan satelite di dalam orbitnya, pelaku organisasi/ kementerian, dan para ahli dengan kemampuan penanganan medis. Kepentingan utama kedua adalah interaksi, atau penggunaan bahasa dan sistim simbol komunikasi lainnya. Karena kerjasama sosial merupakan suatu keharusan untuk bisa bertahan hidup, Habermas menyebut item yang kedua ini sebagai “practical interest” atau kepentingan praksis. Ini mencakup rasionalisasi praksis dan diwakili oleh ilmu pengetahuan historis dan hermeneutik. Kepentingan interaksi dapat dilihat dalam berbagai pidato, konferensi, psychoteraphy, hubungan antarkeluarga, dan segala bentuk usaha kerjasama. Kepentingan utama yang ketiga adalah power, atau kekuasaan. Tatanan sosial biasanya mengarahkan pada pembagian kekuasaan, namun kita juga berkepentingan untuk terbebas dari dominasi. Kekuasaan cenderung mendistorsi komunikasi, namun dengan kesadaran akan ideologi yang mendominasi di dalam masyarakat, kelompok-kelompok bisa memberdayakan mereka sendiri menuju transformasi sosial. Akibatnya, kekuasaan menjadi “kepentingan emansipatory”. Rasionalisasi yang terjadi dalam kepentingankekuasaan ini berupa ‘self-reflection’ dan jenis ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan hal ini adalah critical theory. Menurut Habermas, jenis pekerjaan yang dilakukan oleh teoritisi kritis yang selanjutnya akan didiskusikan dalam bahasan nanti termasuk emancipatory karena ia bisa memberdayakan kelompok-kelompok lain yang tidak memiliki kekuasaan. Sebagai ilustrasi jenis-jenis kepentingandalam pekerjaan bisa kita lihat dari kajian yang dilakukan oleh Steven Early, yang melakukan survai klasifikasi pekerjaan di Negara Bagian Georgia di tahun 1970-an (Early, 1981) Pada saat itu, di Georgia terikat tanggung jawab untuk mengklasifikasikan 45.000 posisi pekerjaan. Menurut Early, hasilnya menunjukkan adanya communiction breakdown yang memprihatinkan. Pemerintah mempekerjakan perusahaan konsultan untuk mengadakan survai yang sangat penting itu dan perencanaan telah dibuat untuk memeroleh informasi tentang masing-masing posisi pekerjaan, mengembangkan spesifikasi pekerjaan dan mengklasifikasi posisi dan kemudian menentukan berapa besar gaji untuk tiap posisi pekerjaan. Panduan teknis pekerjaan yang rigit telah dibuat untuk menjalankan survai tersebut. Ada rangkaian tugas yang harus dilakukan oleh konsultan dengan menggunakan metode tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Mereka menerapkan seakan-akan tugas tersebut bisa diatasi dengan menggunakan prosedur scientific yang “objective” — pengumpulan data, klasifikasi pekerjaan dan sejenisnya. Para karyawan dan departemen yang disurvai memandang metode yang dipakai dalam survai seharusnya tidaklah demikian. Para konsultan ini melihat studi tersebut sebagai persoalan praktis, sesuatu yang memengaruhi kerja keseharian dan gaji mereka. Sementara menurut kalangan departemen, di dalam pengumpulan data dan implementasi hasilnya harus telah melibatkan interaksi dan sehingga menciptakan kesepakatan konsensus yang optimal; kenyataannya tidak demikian. Karena mereka memiliki kekuasaan,kepentingan teknis organisasi pengambil keputusan lebih diutamakan; metode konsultan dipaksakan diterapkan dan segala kepentingan praktis dieliminasi. Dengan kata lain, para pekerja diharapkan mengikuti jalannya survai tanpa ada diskusi tentang apa sesungguhnya kebutuhan mereka dan persoalan praktis yang timbul seperti gangguan operasional, permasalahan management, pertanyaan moral yang mungkin timbul karena adanya klasifikasi ulang pekerjaan tersebut. Pendeknya, para partisipan tidak sama kedudukan di dalam kekuasaan dan pengetahuan, dan kepentingan para pekerja telah dikalahkan oleh pihak management. Kajian ini menggambarkan kurangnya semacam komunikasi terbuka seperti yang disinggung oleh Habermas bahwa itu menjadi keharusan di dalam masyarakat yang bebas. Alhasil, sistem klasifikasi yang baru itu tidak diterima oleh kalangan pekerja dan hanya bisa dilaksanakan sebagian setelah melalui penundaan berulang kali, melakukan kajian ulang, tuntutan hukum dan permohonan naik banding. Kasus di atas menggambarkan, kehidupan manusia tidak bisa dijalankan hanya dengan menggunakan satu perspektif dari satu jenis kepentingan —kerja, interaksi atau kekuasaan. Segala aktivitas tampaknya merupakan rentang dari ketiga kategori tersebut. Dengan demikian ketiganya sama-sama penting. Contohnya, pengembangan obatan-obatan baru jelas merefleksikan kepentingan teknis, namun itu tidak bisa dilakukan tanpa kerjasama dan komunikasi, dengan melibatkan interkasi kepentingan juga. Di dalam ekonomi pasar, obat-obatan dikembangkan melalui kerjasama guna mencapai kemanfaatan yang kompetitif yang jelas merupakan kepentingan kekuasaan juga. Tidak ada aspek kehidupan yang terlepas dari kepentingan, bahkan di dalam ilmu pengetahuan sekalipun. Masyarakat yang emansipatory terbebas dari dominasi yang tidak perlu dari kepentingan apapun dan setiap orang memiliki kesamaan kesempatan berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan. Habermas (1975) secara khusus menaruh perhatian pada dominasi kepentingan teknis di dalam masyarakat kapitalis kontemporer . Di dalam masyarakat semacam itu, wilayah public dan private saling beririsan sehingga mencapai satu titik di mana sektor publik tidak bisa bertahan melawan penindasan private, yakni kepentingan teknis. Idealnya, public dan private harus seimbang, dan sektor publik cukup kuat sehingga menciptakan iklim yang memberi kebebasan orang untuk mengekspresikan ide dan perdebatan. Pendekatan berbasis teori Pendekatan Motivasional dan Uses and Gratification Uses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumbersumber lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan akan akibat-akibat lain, barangkali termasuk juga yang tidak kita inginkan (Katz, Blumler, Gurevitch, 1974:20). Asumsi dasar teori uses and gratifications: Khalayak dianggap aktif. Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya. Banyak tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khalayak. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak. Motif Kognitif dan Gratifikasi Media Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat ideasional tertentu. Motif afektif menekankan aspek perasaan dan kebutuhan mencapai tingkat emosional tertentu. Pada kelompok motif kognitif yang berorientasi pada pemeliharaan keseimbangan, menekankan aspek kognitif dari kebutuhan manusia, yang bertitik tolak dari individu sebagai makhluk yang memelihara stabilitas psikologisnya, McGuire menyebut empat teori, yaitu: 1. Teori Konsistensi Memandang manusia sebagai makhluk yang dihadapkan pada berbagai konflik. Komunikasi massa mempunyai potensi untuk menyampaikan informasi yang menggoncangkan kestabilan psikologis individu. Tetapi, pada saat yang sama karena individu mempunyai kebebasan untuk memilih isi media, media massa memberikan banyak peluang untuk memenuhi kebutuhan akan konsistensi. 2. Teori Atribusi Memandang individu sebagai psikolog amatir yang mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Komunikasi massa memberikan validasi atau pembenaran pada teori kita dengan penyajian realitas yang disimplifikasikan, dan didasarkan stereotip. 3. Teori Kategorisasi Memandang manusia sebagai makhluk yang selalu mengelompokkan pengalamannya dalam kategorisasi yang sudah dipersiapkannya. Komunikasi massa disusun berdasarkan alur-alur cerita yang tertentu, dengan mudah diasimilasikan pada kategori yang ada. 4. Teori Objektifitas Memandang manusia sebagai makhluk yang pasif, yang tidak berpikir, yang selalu mengandalkan petunjuk-petunjuk eksternal untuk merumuskan konsepkonsep tertentu. Terpaan isi media dapat memberikan petunjuk kepada individu untuk menafsirkan atau mengidentifikasi kondisi perasaan yang tidak jelas, untuk mengatribusikan perasaan-perasaan negatif pada faktor eksternal, atau memberikan kriteria pembanding yang ekstrem untuk perilakunya yang kurang baik. Teori kognitif yang melukiskan individu sebagai makhluk yang berusaha mengembangkan kondisi kognitif yang dimilikinya. Teori Otonomi Melihat manusia sebagai makhluk yang berusaha mengaktualisasikan dirinya sehingga mencapai identitas kepribadian yang otonom. Komunikasi massa sangat sedikit memuaskan kebutuhan humanistik ini. Teori Stimulasi Memandang manusia sebagai makhluk yang “lapar stimuli”, yang senantiasa mencari pengalaman-pengalaman baru, yang selalu berusaha memperoleh hal- hal yang memperkaya pemikirannya. Komunikasi massa menyajikan hal-hal baru, aneh, spektakuler, yang menjangkau pengalaman yang tidak terdapat pada pengalaman individu sehari-hari. Teori Teleologis Memandang manusia sebagai makhluk yang berusaha mencocokkan persepsinya tentang situasi sekarang dengan representasi internal dari kondisi yang dikehendaki. Media massa merupakan sumber pemuasan kebutuhan yang subur. Teori Utilitarian Memandang individu sebagai orang yang memperlakukan setiap situasi sebagai peluang untuk memperoleh informasi yang berguna atau ketrampilan baru yang diperlukan dalam menghadapi tantangan hidup. Komunikasi massa dapat memberikan informasi, pengetahuan dan ketrampilan seperti apa yang dapat diberikan oleh lembaga pendidikan. Motif Afektif dan Gratifikasi Media Teori-teori pada motif afektif ditandai oleh kondisi perasaan atau dinamika yang menggerakkan manusia mencapai tingkat perasaan tertentu. Teori Reduksi Tegangan Memandang manusia sebagai sistem tegangan yang memperoleh kepuasan pada pengurangan ketegangan. Komunikasi massa menyalurkan kecenderungan destruktif manusia dengan menyajikan peristiwa atau adegan kekerasan. Teori Ekspresif Menyatakan bahwa orang memperoleh kepuasan dalam mengungkapkan eksistensi dirinya (menampakkan perasaan dan keyakinannya). Komunikasi massa mempermudah orang untuk berfantasi, melalui identifikasi dengan tokoh-tokoh yang disajikan sehingga orang secara tidak langsung mengungkapkan perasaannya. Teori Ego-Defensif Beranggapan bahwa dalam hidup ini kita mengembangkan citra diri yang tertentu dan kita berusaha untuk mempertahankan citra diri ini serta berusaha hidup sesuai dengan diri dan dunia kita. Dari media massa kita memperoleh informasi untuk membangun konsep diri kita, pandangan dunia kita, dan pandangan kita tentang sifat manusia dan hubungan sosial. Teori Peneguhan Memandang bahwa orang dalam situasi tertentu akan bertingkah laku dengan suatu cara yang membawanya kepada ganjaran seperti yang telah dialaminya pada waktu lalu. Orang menggunakan media massa karena mendatangkan ganjaran berupa informasi, hiburan, hubungan dengan orang lain, dan sebagainya. Teori Penonjolan Memandang manusia sebagai makhluk yang selalu mengembangkan seluruh potensinya untuk memperoleh penghargaan dari dirinya dan dari orang lain. Komunikasi massa merupakan institusi pendidikan yang menyediakan informasi dan ketrampilan yang membantu orang untuk menaklukkan dunia. Teori Afiliasi Memandang manusia sebagai makhluk yang mencari kasih sayang dan penerimaan orang lain. Komunikasi massa digunakan individu untuk menghubungkan dirinya dengan orang lain. Isi media massa digunakan orang sebagai bahan percakapan dalam membina interaksi sosial. Teori Identifikasi Melihat manusia sebagai pemain peranan yang berusaha memuaskan egonya dengan menambahkan peranan yang memuaskan pada konsep dirinya. Komunikasi massa tidak secara eksplisit dirancang untuk menampilkan tokoh yang memainkan peranan atraktif, media cenderung menggambarkan orang dalam berbagai situasi dramatis yang melibatkan respon menarik dan memperkenalkan khalayak pada berbagai peranan dan gaya hidup, sehingga memberikan bahan alternatif identitas peranan untuk memperkaya konsep diri. Teori Peniruan Memandang manusia sebagai makhluk yang selalu mengembangkan kemampuan afektifnya. Komunikasi massa menampilkan berbagai model untuk ditiru oleh khalayaknya. Kita dapat menyimpulkan bahwa orang menggunakan media massa karena didorong oleh beraneka ragam motif. Pada setiap orang motif yang mendorong konsumsi media itu tidak sama. Menurut aliran uses and gratification, perbedaan motif dalam konsumsi media massa menyebabkan kita bereaksi pada media massa secara berbeda pula. Efek media massa juga berlainan pada setiap anggota khalayaknya. Teori Efek Media Teori perubahan sikap ( attitude change theory ) Menurut Carl Hovland, teori perubahan sikap ( attitude change theory ) memberikan penjelasan bagaimana sikap seseorang terbentuk dan bagaimana sikap seseorang itu dapat berubah melalui proses komunikasi dan bagaimana sikap itu dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Dalam teori perubahan sikap ( attitude change theory ) menyatakan bahwa seseorang akan mengalami proses ketidaknyamanan di dalam dirinya bila dihadapkan pada sesuatu yang baru yang bertentangan dengan keyakinannya. Sehingga membutuhkan waktu untuk menganalisa sehingga sampai pada sebuah keyakinan untuk mengambilnya atau tidak sesuai dengan tabiatnya. Dalam upaya mengurangi ketidaknyamanan tersebut, seseorang secara otomatis akan melakukan tiga proses selektif yaitu: 1. Penerimaan Informasi Selektif Merupakan proses dimana orang hanya akan menerima informasi yang sesuai dengan sikap atau kepercayaan yang sudah dimilikinya. 2. Ingatan Selektif Ingatan selektif mengasumsikan orang tidak mudah lupa atau sangat mengingat pesan yang sesuai dengan sikap atau kepercayaan yang sudah dimiliknya. 3. Persepsi Selektif Orang akan memberikan interpretasinya terhadap setiap pesan yang diterimanya sesuai dengan sikap atau kepercayaan yang sudah dimilikinya. Teori kognitif sosial ( social cognitive theory ) Teori kognitif sosia ( social cognitive theory ) yang diperkenalkan oleh Albert Bandura memiliki argumentasi bahwa manusia meniru perilaku yang dilihatnya. Proses peniruan ini terjadi dengan dua cara yaitu imitasi dan identifikasi. Imitasi yaitu proses peniruan secara langsung dari perilaku yang diamati. Identifikasi adalah perilaku meniru yang bersifat khusus yang mana pengamat tidak meniru secara persis. Teori kognitif sosial ( social cognitive theory ) menjelaskan pemikiran dan tindakan manusia sebagai proses saling mempengaruhi satu sama lain dengan berbagai variasi kekuatannya. Proses interaksi dan saling mempengaruhi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pertama, simbolisasi yang dimaknai sebagai suatu sistem dari makna bersama yang dikenal sebagai bahasa yang tersusun dari berbagai simbol. Kedua, pengaturan diri yang dimaknai sebagai kemampuan untuk memotivasi dan evaluasi. Ketiga, koreksi diri yang dimaknai sebagai kemampuan untuk bercermin atau merefleksi diri. Keempat, kemampuan belajar yang dimaknai sebagai kemampuan belajar dari sumber lain tanpa harus memiliki pengalaman langsung. a. Pengamatan dan Peniruan Teori kognitif sosial memiliki argumen bahwa manusia meniru perilaku melalui dua cara yaitu identifikasi dan imitasi. Proses tersebut adalah hasil dari tiga proses yaitu: b. Pengamatan (observation learning) Yaitu manusia mengamati suatu perilaku atau menerima perlakuan orang lain atau tindakan dengan cara melihatnya. Perilaku pengamatan sehingga bisa menirukan ini disebut dengan “modeling” yang meliputi empat proses yakni, Perhatian, seseorang harus memperhatikan penuh dan cermat terhadap setiap perilaku orang agar ia dapat melakukan tindakan sebagaimana orang tersebut. Ingatan, perilaku yang telah diamati diingat dan disimpan untuk digunakan dikemudian hari. Orang menyimpan informasi dengan simbol simbol (representasi simbolik) yang nantinya diubah menjadi tindakan. Reproduksi Tindakan, melakukan peniruan tindakan sesuai dengan apa yang telah diamati dan diingat. Berupa penterjemahan kode-kode kognitif menjadi tindakan atau perilaku. Motivasi, perilaku meniru sangat ditentukan oleh motivasi pelaku. Apakah ada dorongan dari dalam diri individu atau tidak untuk melakukan peniruan. Efek Larangan (Inhibitory Effect) Efek larangan terjadi jika tindakan atau perilakuyang diamati menghalangi atau mencegah pengamat untuk menirunya. Misal, seorang perokok memutuskan untuk berhenti merokok setelah melihat teman dekatnya menderita sakit paru-paru. Efek Suruhan (Disinhibitory Effect) Merupakan kebalikan dari efek larangan yang justru mendorong untuk melakukan suatu tindakan yang sebelumnya dihindari atau tidak ingin dilakukan. Dengan kata lain, efek suruhan merupakan proses yang mana seseorang mendapat penghargaan (misal dari lingkungan baru) karena melakukan sesuatu yang dilarang. Misal, seseorang yang dididik dengan nilai agaa yang tinggi dan dilarang meminum alkohol, akan tetapi ditempat yang baru dan memiliki teman yang terbiasa minum alkohol menyebabkan nilai yang dipegangnya mengenai alkohol menjadi kendor. Teori Kultivasi ( George Gebner ) Teori Kultivasi dikemukakan oleh penelitian Geroge Gebner yaitu seorang mantan dekan komunikasi Universitas Pensylvania dan pernah membantu pemerintah Amerika Serikat dalam meneliti efek tayangan televisi.Dalam penelitiannya disebutkan bahwa semakin sering seseorang menonton televisi akan memiliki kepercayaan atau keyakinan yang berlebihan tentang realitas sosial (kejahatan, kemiskinan, kerusuhan, kepanikan sosial dll ). Gerbner menegaskan bahwa televisi adalah sistem pencitraan terpusat. Televisi telah menjadi bagian keseharian kita. Drama, iklan, berita dan program lainnyamenyajikan dunia gambar dan dunia peran yang sama yang relatif menyatu (koheren) ke dalam setiap rumah.pola mengulang-ngulang pesan dangambar produksi massal televisi membentuk arus utama dari lingkungan simbolik utama. Asumsi Dasar Teori kultivasi mengajukan tiga asumsi dasar untuk mengedepankan gagasan bahwa realitas yang diperantarai oleh televisi menyebabkan khalayak menciptakan realitas sosial mereka sendiri yang berbeda dengan realitas sebenarnya. Ketiga asumsi dasar itu adalah : 1. TV adalah media yang sangat berbeda Televisi memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan media lain. TV adalh media yang memiliki daya jangkau paling besar dan paling mudah untuk menjangkau anak-anak maupun orang tua. 2. TV membentuk cara masyarakat berfikir dan berinteraksi Menyaksikan televisi membuat kita memiliki gambaran tersendiri mengenai dunia luar (nyata). Tayangan kekerasan yang berulang akan memberikan gambaran bahwa kejahatan dan tindakan anarkis begitu merajalela di luar sana. Padahal jumlah yang sebenarnya tak sebanyak yang ditampilkan televisi. 3. Pengaruh TV bersifat terbatas Penelitian kultivasi tidak memandang televisi sebagai media yang memiliki kekuatan besar, melainkan sebagai media yang memiliki pengaruh terbatas terhadap individu dan budaya. 4. Proses Kultivasi Bagaimana televisi mempengaruhi penonton dalam memandang dunia, Gerbner mengemukakan dua alasan yaitu : 5. Mainstreaming Mainstreaming adalah proses mengikuti arus utama yang terjadi ketika berbagai simbol, ide dan informasi yang ditayangkan televisi mendominasi dan mengalahkan informasi, simbol dari sumber lain. Atau menurut West dan Turner menegaskan bahwa mainstreaming adalah kecenderungan bagi penonton kelompok berat untuk menerima suatu realitas budaya dominan yang sama dengan realitas yang digambarkan media, meskipun realita yang digambarkan media tidak sama dengan realitas yang sebenarnya. 6. Resonansi Resonansi terjadi ketika apa yang disajikan oleh media sama dengan realitas aktual yang dihadapi penonton. Dengan kata lain realitas eksternal objektif masyarakat bergema atau bergaung di TV. Jadi apa yang terjadi dimasyarakat terdengar gema atau gaungnya ti TV dan diterima oleh penonton. Meskipun objektif namun efek yang ditimbulkan adalah terjadinya penghalangan atau hambatan untuk terbentuknya realitas sosial yang lebih optimis atau positif. Realitas yang ditayangkan televisi menghilangkan harapan bahwa mereka dapat mewujudkan situasi yang leibih baik. Hubungan antara Media dan Masyarakat Hubungan media massa dengan masyarakat telah di bahas dengan berbagai pendekatan yang berbeda. Pertama, hubungan tersebut merupakan bagian dari sejarah perkembangan setiap media massa dalam masyarakat sendiri. Pola hubungan tersebut merupakan hasil refleksi sejarah yang di perkirakan turut berperan dalam perkembangan sejarah itu tersendiri. Terlepas dari adanya persamaan dari beberapa institusi media pada semua masyarakat, pada awalnya media juga menerapkan kegiatan dan konvensi sebagaimana yang diterapkan oleh institutasi nasional lainnya. Hal itu tampak dalam isi media. Mediapun memenuhi harapan khalayaknya. Media mencerminkan, menyajikan dan kadangkala berperan serta secara aktif untuk memenuhi kepentingan nasional yang di tentukan oleh para aktor dan isntitusi lain yang lebih kuat. Kedua, gambaran media sebagai institusi mediasi, yang menghubungkan para anggota masyarakat biasa dengan peristiwa dunia yang sulit di jangkau oleh penguasa, merupakan ide yang mengandung konsep hubungan yang terjadi setidak-tidaknya karena adanya arus informasi yang berkesinambungan. Ketiga, sebagai suatu institusi yang di perlukan bagi kesinambungan sistem sosial masyarakat industri (informasi) modern yang berskala besar. Hubungan lainnya, dapat di lihat dari sisi normatif. Dalam sisi normatif ini di sebutkan harapan masyarakat terhadap media dan peran yang seharusnya di mainkan oleh media. Hal ini di karenakan, dalam fungsi media telah di sebutkan media massa berperan untuk membuat rasa nyaman terhdap publik atau komunikannya. Jika, masyarakat mulai tidak suka terhadap tayangan yang di tampilkan oleh televisi maka televisi tersebut dengan sendirinya akan mengalami “miskin” pendapatan. Pendapatan televisi terbesar di peroleh dari iklan. Para pemasang iklan akan melihat rating tayangan tertentu jika memasang iklan di televisi tersebut. Sebut saja misalnya, sebuah perusahaan akan mengiklankan produknya di salah satu stasiun televisi. Jika rating program yang di tayangkan sangat sedikit penontonnya, maka si pemilik perusahaan akan memilih program lain atau stasiun televisi lainnya yang memiliki penonton dengan jumlah besar. Konsep Dasar Hubungan Media Massa dan Masyarakat Hubungan antara media dan masyarakat sangat tergantung pada situasi ruang dan waktu. Konteks sosial yang dikarakterisasi oleh kesejahteraan ekonomi dan kekuasaan politik yang berbeda antara kelas sosial ekonomi yang satu dengan kelas sosial ekonomi yang lain, turut mempengaruhi hubungi media dengan masyarakat. Ada dua perspektif utama yang dikembangkan untuk melihat keterkaitan antara media dengan masyarakat. Perspektif pertama terdiri: a. Pendekatan Media Centric (Media Sentris). Pendekatan ini memfokuskan pada otonomi dan pengaruh komunikasi serta aktivitas yang dilakukan oleh media. Media massa dianggap sebagai penyebab utama dari perubahan sosial, dan media sendiri sangat dikendalikan oleh perkembangan teknologi komunikasi. Teori komunikasi yang muncul merupakan respon atau tanggapan terhadap pergeseran struktur media dan teknologi media. b. Pendekatan Society (Social) Centric (Masyarakat Sentris): Pendekatan ini melihat media sebagai refleksi kekuatan ekonomi dan politik yang berlaku dalam masyarakat. Perspektif kedua terdiri dari: a. Pendekatan Culturalist (Kulturalis) Pendekatan ini lebih menekankan pada bidang budaya dan gagasan b. Pendekatan Materialist (Materialis) Pendekatan ini menekankan pada kekuatan dan faktor material Kedua perspektif utama itu memunculkan empat macam perspektif yaitu, 1. Perspektif Media-Culturalist Perspektif ini memberikan perhatian pada isi media dan bagaimana isi (pesan) media diterima oleh individu. Penerimaan isi media tersebut diyakini dipengaruhi oleh lingkungan personal yang paling dekat. 2. Perspektif Media-Materialist Perspektif ini melihat pada aspek ekonomi politik dan teknologi dari media. 3. Perspektif Social-Culturalist Perspektif ini menekankan pada pengaruh faktor-faktor sosial terhadap produksi media dan penerimaan media oleh masyarakat. Selain itu juga melihat pada fungsi media di dalam kehidupan sosial. 4. Perspektif Social-Materialist Perspektif ini melihat media sebagai refleksi dari kondisi ekonomi dan kondisi material masyarakat. Media bukan penyebab dari terjadinya kondisi-kondisi tersebut. B. Tipologi Hubungan Media Massa dan Masyarakat Hubungan Media Massa dan Masyarakat meliputi tiga tipe, yaitu 1.Makro Tipe hubungan ini melihat bagaimana media berhubungan dengan institusi sosial lain, di mana pada tingkat tertentu media bersaing dengan kekuasaan dan pengaruh yang dominan, atau media memperkuat kekuasaan dan pengaruh dominan tersebut. 2.Mikro Tipe hubungan ini memfokuskan pada institusi media dan organisasi media secara langsung. Kajiannya meliputi bagaimana media menginterpretasikan dan menjalankan tugas yang sudah dipilih dan diembannya, khususnya di tengah perkembangan teknologi yang berubah cepat dan persaingan dalam hal sumber daya maupun dukungan. 3.Hubungan Media dengan Khalayak Fokusnya pada interaksi antara khalayak dengan produk dan teknologi media. Model di atas menunjukkan bagaimana hubungan antara media dengan dunia sosial. Semua komponen media berada dalam kerangka dunia sosial yang lebih luas. Dari model tersebut tampak bahwa keempat elemen (Media Industry, Media Message or Product, Audience dan Technology) merupakan bagian dari dunia sosial dan dikelilingi oleh dunia sosial. Proses yang terjadi bersifat sirkuler, multidimensional. Industri media merupakan struktur organisasi secara keseluruhan yang membangun media, termasuk semua personel media. Industri media ini juga dipengaruhi oleh perubahan-perubahan teknologi yang terjadi, misalnya penemuan televisi, internet dan sebagainya. Tetapi, media juga mempengaruhi arah dan aplikasi teknologi itu sendiri. Industri media selanjutnya akan menghasilkan pesan atau produk media. Sebaliknya, genre atau tipe format dari pesan media juga akan mempengaruhi kreator produk media. Pesan media ini memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi khalayak. Namun, khalayak sendiri juga harus aktif melakukan interpretasi dan konstruksi makna dari pesan dan produk media yang mereka peroleh. Sementara itu, arah dan perkembangan teknologi juga sangat ditentukan oleh apakah khalayak memilih untuk menggunakan teknologi itu atau tidak. Sebaliknya, teknologi sendiri juga bisa mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan khalayak. Dunia sosial merupakan semua elemen sosial yang tidak termasuk dalam keempat elemen tersebut di atas. Beberapa elemen sosial tersebut bisa mempengaruhi kinerja media, seperti misalnya peran pemerintah dan kekuatan eknomi yang lebih luas. Dengan demikian, jelas bahwa seluruh komponen yang berkaitan dengan media itu tidak bergerak dalam ruang yang terisolasi, tetapi memiliki keterkaitan satu sama lain.