I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hubungan lalu lintas pelayaran antara Tionghoa dari Tiongkok dengan Nusantara
telah berlangsung sejak zaman purba sampai batas waktu yang tidak terhingga.
Berdasarkan kronik dan berbagai ceritera dalam Dinasti Han, maka pada masa
pemerintah Kaisar Wang Ming atau Wang Mang (1-6 SM) ternyata Tiongkok
telah mengenal Nusantara yang disebut Huang-tse. Penduduknya sama dengan
penduduk Hainan yang hidup dari perdagangan permata dan perompakan.
Perjalanan pulang pergi dari Tiongkok ke Nusantara memerlukan waktu satu
tahun karena pengaruh musim, sehingga banyak pendatang Tionghoa yang harus
tinggal selama 6 bulan dan akhirnya jatuh cinta dengan negeri yang kaya ini,
apalagi kalau dibandingkan dengan negeri tempat mereka berasal yang tandus dan
banyak terjadi bencana alam dan peperangan.
Masa kerajaan Airlangga di Tuban, Gresik, Jepara, Lasem dan Banten bekuasa,
memberikan bukti yang kuat tentang keberadaan orang China di Indonesia, karena
cukup banyak bukti tentang keberadaan orang-orang China tersebut di negeri yang
dikenal dengan seribu pulau ini. Berdasarkan catatan sejarah, orang China mulai
berdatangan ke Indonesia pada abad ke-9, yaitu pada masa Dinasti Tang
2
memerintah. Mereka datang ke Indonesia adalah untuk berdagang dan mencari
kehidupan baru di luar Tiongkok. Migrasi orang-orang China ke berbagai negara
pada masa itu mempunyai sebab-sebab tertentu, di antaranya karena di daratan
China telah terjadi peperangan yang tidak kunjung selesai. Akibat dari peperangan
tersebut tidak sedikit penduduk China meninggalkan negerinya dengan berbagai
alasan untuk mencari penghidupan baru di luar China, salah satunya adalah
Indonesia. (Komaruddin Hidayat, 2010:15-16)
Umat Islam dari bangsa Indonesia sudah sangat lama mengenal bangsa Tionghoa.
Sejarah mencatat bahwa pada abad-abad pertama kehadiran Islam. di Tiongkok
sudah ada orang-orang Tionghoa yang menganut agama islam dan terus
bertambah jumlahnya sampai sekarang. Namun di Indonesia sangat sedikit
pengenalan kita tentang Tionghoa. Salah seorang tokoh Tionghoa adalah Cheng
Ho, seorang pelayar yang memimpin suatu armada muhibah.
Cheng Ho adalah
pelayar besar bukan hanya di dalam sejarah pelayaran
Tiongkok, tetapi juga di sepanjang sejarah pelayaran dunia. Selama 28 tahun dia
memimpin armadanya untuk mengunjungi kawasan yang terletak di Asia
Tenggara, Samudra Hindia, Laut Merah, Afrika Timur dan lain-lain. Nama Cheng
Ho sudah tidak asing lagi bagi sebagian masyarakat Indonesia, terutama
masyarakat yang tinggal di daerah pesisir Sumatra dan Jawa. Tokoh ini di kenal
sebagai seorang laksamana yang memimpin suatu armada besar mengelilingi
hampir separuh belahan bumi. Cheng Ho adalah nama yang di berikan oleh Zhu
Di kaisar ke-3 Dinasti Ming yang berkuasa dari tahun 1403 sampai 1424. Nama
aslinya adalah Ma Ho, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao, berasal dari
3
provinsi Yunnan, Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang
kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok, ketika pasukan Ming menaklukkan
Yunnan, Cheng Ho di tangkap dan kemudian dijadikan orang kasim dia adalah
seorang bersuku Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han,
namun beragama Islam. (http://www.Wikipedia.com).
Di antara tahun 1405-1433 Yong-le (Zhu Di/Chu Ti) dan Chu Chanchi/Zhu Zhanji sejumlah kaisar dari Dinasti Ming memerintahkan sampai
tujuh kali ekspedisi pelayaran kerajaan spektakuler menuju laut Tiongkok
Selatan (Nanyang) dan Samudera Hindia. Sebagai pemimpin ekspedisi di
tunjuk Laksamana Cheng Ho, seorang Muslim ahli navigasi yang berbakat
dan pandai.(Benny G. Setiono, 2002:25).
Adapun maksud Kaisar Zhu Di mengutus Cheng Ho berlayar ke Samudera Hindia
ialah sebelumnya Kaisar Zhu Di telah menyusun pedoman diplomatiknya sebagai
“permufakatan Negara-negara asing” agar pengaruh politik Kerajaan Ming
meluas. Politik diplomatiknya sebagai berikut :
1. Di jalankan politik kerukunan dan persahabatan dengan Negara-negara
asing. Menurut Kaisar Zhu Di rakyat di segala penjuru dunia adalah
sekeluarga. Sebagai salah satu bukti, pada tahun Yong Le pertama (tahun
1403) oleh Kaisar Ming di kirim utusan persahabatan ke Korea, Campa,
Siam, Kamboja, Jawa dan Sumatra dengan membawa sutra dewangga
berbenang emas, dan lain-lain sebagai cendera mata.
2. Penduduk sepanjang pantai Tiongkok di larang merantau ke luar negeri
tanpa mendapat izin. Maksudnya antara lain agar perompak-perompak
Jepang yang sering mengganggu keamanan pantai Tiongkok menjadi
terpencil.
3. Mendorong perniagaan antara Tiongkok dengan Negara-negara asing.
Ketika Zhu Di naik takhta, segera di kirimnya utusan-utusan dari
Tiongkok ke berbagai Negara asing, termasuk rombongan perdagangan
yang datang ke Tiongkok akan disambut dengan hangat dan tulus hati.
(Hembing Wijakusuma, 2000:9-10)
Berdasarkan politik luar negeri tersebut Kaisar Zhu Di mengutus Cheng Ho untuk
memimpin pelayaran ke Samudera Hindia. Maksudnya tak lain adalah
4
mempropagandakan
kejayaan
Dinasti
Ming,
menyebarluaskan
pengaruh
politiknya di Asia-Afrika dan sekaligus mendorong maju perniagaan antara
Tiongkok dengan Negara-negara lain.
Misi muhibah Cheng Ho adalah mempererat hubungan Kerajaan Cina dengan
Kerajaan-kerajaan Islam lain di dunia. Misinya tidak hanya mementingkan politik
saja, namun juga membawa misi damai dan bersahabat dengan raja-raja yang mau
menerima persahabatan Tiongkok. Perjalanan Cheng Ho juga memudahkan
pedagang Cina untuk mencapai dan berdagang hingga keseluruh penjuru dunia,
seperti diketahui orang Cina berhasil tersebar diseluruh dunia termasuk Indonesia.
(http://www.suaramerdeka.com/harian/0508/02/opi3.htm)
Pelayaran Cheng Ho telah mencapai hasil yang sangat menakjubkan dalam
sejarah
usaha
pelayaran.
Pelayaran-pelayaran
itu
menunjukkan
dan
memperlihatkan teknik pelayaran dari Tiongkok yang melebihi operasi pelayaran
sebelumnya di tempat manapun di dunia. Cheng Ho memang tokoh yang patut
mendapatkan penghargan tinggi, paling tidak atas jasa-jasanya dalam bidang
bahari dan hubungan internasional di masa Kaisar Yong Le, Dinasti Ming. Selain
itu, Cheng Ho juga bejasa besar dalam penyebaran agama Islam, pembauran, dan
peningkatan sumber daya manusia dalam bidang perdagangan dan pertanian bagi
daerah yang di kunjunginya. Cheng Ho berperan besar dalam membentuk
hubungan diplomatik dan persahabatan antara negara Tiongkok dan masyarakat
Indonesia serta dengan masyarakat dunia lainnya. Oleh karena itu, perjalanan
Cheng Ho dapat di jadikan contoh yang baik untuk tujuan merekontruksi sejarah
5
masyarakat Tionghoa di negeri lain pada umumnya, dalam peran seranya bagi
proses pembentukan identitas kebangsaan.
Armada Cheng Ho juga pernah berkunjung ke bagian timur pulau Jawa
dan mengadakan pertemuan dan perdagangan dengan perantau Tionghoa.
Kebetulan di Jawa kala itu terjadi perang saudara dalam kerajaan
Majapahit. Perang itu berlangsung antara raja timur yang bernama
Wirabumi dengan raja barat Wikramawardhana. Dalam kekacauan perang
itu 170 awak kapal Cheng Ho terbunuh oleh angkatan bersenjata
Wikramawardhana. Setelah terjadi peristiwa yang tidak diinginkan itu,
Wikramawardhana segera mengirimkan utusannya ke Tiongkok untuk
mengaku salah kepada Kaisar Zhu Di Dinasti Ming. Karena pembunuhan
itu ternyata dilakukan dengan tidak sengaja, Cheng Ho tidak mengadakan
serangan balasan. Oleh Kaisar Ming dituntut supaya Wikramawardhana
mengganti rugi atas pembunuhannya terhadap awak kapal Cheng Ho
dengan emas 60.000 tail, tetapi hanya 10.000 tail emas yang diserahkan
oleh Wikramawardhana kepada Kaisar Ming. Akan tetapi Kaisar Zhu Di
menghapuskan segala utang emas Raja Barat di Jawa karena rajanya sudah
menyadari kesalahannya dan saat itu hubungan antara Raja
Wikramawardhana dan Tiongkok tepelihara dengan baik khususnya di
Jawa didirikan Kelenteng Sam Po Kong. (Hembing Wijakusuma, 2000:9192)
Begitu juga saat perjalanan pulang ke Tiongkok armada Cheng Ho berhasil
menumpas bajak laut yaitu Chen Zuyi yang menggangu ketentraman masyarakat
Palembang. Saat di Samudra Pasai Cheng Ho juga menyelesaikan konflik yang
terjadi antara Kerajaan Samudra Pasai dengan Kerajaan Nakur dan Cheng Ho juga
memberikan peninggalan berupa lonceng raksasa bernama Cakrodanya, sekarang
ini lonceng tersebut digantung dan diletakkan pada bagian paling depan dari
Museum Banda Aceh.
6
B. Analisis Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan secara singkat diatas,
maka penulis mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Di jalankan politik kerukunan dan persahabatan dengan Negara-negara
asing.
2. Mempropagandakan kejayaan Dinasti Ming.
3. Terbunuhnya 170 awak kapal yang dipimpin Cheng Ho pada saat
ekspedisi di pulau Jawa.
4. Perseteruan Cheng Ho dengan bajak laut di Palembang pada saat
perjalanan pulang ke Tiongkok.
5. Cheng Ho menyelesaikan konflik internal di Samudra Pasai.
6. Misi Perjalanan Laksamana Cheng Ho di Nusantara
2. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah pada Misi Perjalanan Laksamana
Cheng Ho di Nusantara.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah tersebut, maka masalahnya dapat dirumuskan
sebagai berikut: Bagaimanakah Misi Perjalanan Laksamana Cheng Ho di
Nusantara?
7
C. Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui Misi Perjalanan Laksamana Cheng Ho di Nusantara
b. Ingin mengangkat kembali sejarah Cheng Ho untuk generasi yang akan
datang.
D. Kegunaan Peneltian
Setiap Penelitian tentunya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan, adapun kegunaan dari penelitian ini
adalah:
a. Sebagai sumbangan referensi bagi mahasiswa dan masyarakat umum
agar mengetahui misi Perjalanan Laksamana Cheng Ho di Nusantara.
b. Untuk menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan informasi
mengenai Misi Perjalanan Laksaman Cheng Ho di Nusantara.
E. Ruang Lingkup Penelitian
a. Objek Penelitian
: Laksamana Cheng Ho di Nusantara
b. Subyek Penelitian
: Misi Perjalanan
c. Tempat Penelitian
: Perpustakaan Universitas Lampung dan
Perpustakaan Daerah Propinsi Lampung
d. Waktu Penelitian
: Tahun 2010/2011
e. Bidang Ilmu
: Sejarah
Download