hujjatul islam REPUBLIKA ● AHAD, 15 AGUSTUS 2010 B9 LAKSAMANA MUSLIM DARI NEGERI TIONGKOK Oleh Syahruddin El-Fikri Dari pelayarannya, ia mampu mengubah peta navigasi dunia. C Muslim yang Taat aksamana Cheng Ho dikenal sebagai Muslim yang sangat taat dalam menjalankan ibadah. Tentu saja, keislamannya ini karena dilakukan dari lubuk hatinya yang terdalam. Ia dilahirkan dari etnis Suku Hui yang dikenal sebagai pemeluk Muslim sehingga menambah semangat untuk menjalankan keislamannya dengan baik dan benar. Bagi Cheng Ho, bulan Ramadhan merupakan bulan yang sangat dinantikan. Bahkan, pada 7 Desember 1411, sesudah pelayarannya yang ke-3, laksamana kepercayaan kaisar Ming ini menyempatkan pulang ke kampungnya, Kunyang, untuk berziarah ke makam sang ayah. Ketika Ramadhan tiba, ia memilih menjalankan ibadah puasa di kampung halamannya. Dalam setiap kali melakukan pelayaran, para awak kapal yang beragama Islam juga senantiasa melaksanakan shalat secara berjamaah. Tercatat, beberapa tokoh Muslim yang pernah ikut adalah Ma Huan, Guo Chongli, Fei Xin, Hassan, Sha’ban, dan Pu Heri. “Kapal-kapalnya diisi dengan prajurit yang kebanyakan terdiri atas orang Islam,” tulis Hamka. Ma Huan dan Guo Chongli yang fasih berbahasa Arab dan Persia bertugas sebagai penerjemah. Sedangkan, Hassan yang juga pimpinan Masjid Tang Shi di Xian (Provinsi Shan Xi) berperan mempererat hubungan diplomasi Tiongkok dengan negeri-negeri Islam. Hassan juga bertugas memimpin kegiatan-kegiatan keagamaan dalam rombongan ekspedisi, misalnya dalam melaksanakan penguburan jenazah di laut atau memimpin shalat hajat ketika armadanya diserang badai. Cheng Ho juga dikenal sangat peduli dengan kemakmuran masjid. Tahun 1413, dia merenovasi Masjid Qinging (timur laut Kabupaten Xian). Tahun 1430, ia memugar Masjid San San di Nanjing yang rusak karena terbakar. Pemugaran masjid mendapat bantuan langsung dari kaisar. Konon, pada ekspedisi terakhir (1431-1433), ia sempat menunaikan ibadah haji sebagai pelengkap menjadi seorang Muslim sejati. L ■ syahruddin elfikri/berbagai sumber Kadar Gula Pernah Mencapai 408 mg/dl M . SANI, SE. (57 th) PNS warga Jl. Flamboyan Kec. Cengkareng Jakarta Barat ini sejak satu tahun yang lalu menderita penyakit diabetes dengan kadar gula dalam darah mencapai 408 mg/dl. Angka yang sangat tinggi untuk ukuran normal kadar gula dalam darah yakni 124 mg/dl sampai 180 mg / dl. Seperti biasa setiap orang yang memiliki penyakit diabetes apabila salah atau tidak hatihati dalam mengkonsumsi makanan akan menaikan kadar gula dalam darah dan yang terjadi adalah badan menjadi lemah lesu, tidak bergairah, walaupun nafsu makan tinggi tetap saja tubuh terasa lemah. “..Terkadang saya tidak kontrol dalam mengkonsumsi makanan hal ini menyebabkan gula dalam darah naik, sehingga saya tidak bisa melakukan aktifitas dengan sempurna..,” membuka perbincangan. Sebagai Pengawas TK/SD di Lingkungan Dinas Pendidikan tentu membutuhkan stamina yang prima setiap waktu ada saja kunjungan ke sekolah untuk melakukan kegiatan pengawasan. “Banyak usaha yang telah saya lakukan untuk mengendalikan penyakit diabetes ini baik melakukan pengobatan ke dokter ataupun mengkonsumsi jamu atau pengobatan alternatif lainnya, akan tetapi belum menemukan kecocokan...,” tambah nya. Peristiwa yang sangat menye- dihkan adalah ketika pak Sani mengalami kecelakaan lalu lintas, yg sempat divonis harus diamputasi karena adanya penyakit gula yang deritanya. Pada suatu waktu Kakak Sa-ya yang bekerja di BPPT menyarankan agar mengkonsumsi GENTONG MAS. “......Alhamdulillah setelah mengkonsumsi Gentong Mas secara rutin selama satu bulan kadar gula dalam darah saya berangsur turun kembali normal..,” menutup perbincangan. Gentong Mas adalah suplemen kesehatan yang sangat bermanfaat dan aman tanpa efek samping. Bahan baku utama Gentong Masa adalah Habbatussauda (jintan hitam), dan gula aren. Gentong Mas mengandung fi-ber yang dapat menormalisir gula darah, dan chomium yang mengatur metabolisme gula darah dan menambah kepekaan sel terhadap insulin. Selain itu glisemik indek gula aren pada Gentong Mas yang rendah yaitu hanya 35, membuat Gentong Mas baik di-konsumsi oleh penderita diabetes. Gentong Mas dibuat dari gula aren dan Habbatussauda, dipro-ses tanpa bahan pengawet sehingga aman dikonsumsi. Manfaat yang hebat bagi kesehatan dan rasa yang lezat membuat semakin banyak masyarakat mengkonsumsi Gentong Mas. Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi 021 70804636 / 081381658919 kunjungi www. gentongmas.com. Bagi anda yg membutuhkan Gentong Mas bisa didapatkan di apotek / toko obat terdekat atau hubungi : Jakarta Pusat (021) 71503671 Jakarta Selatan (021) 71201834, Jakarta Barat (021) 71537244, Jakarta Timur (021) 71503618, Jakarta Utara (021) 37460843 Bekasi (021) 704-95100, Depok (021) 37713090 , Kota Tangerang (081219269571), Tangerang Selatan (081210344-355), Kab. Tangerang (081279-066628), Bogor (0852 21019518), Cirebon (08122169618), Banten (0818474322), Jawa Barat (0813-94689449), Jogja karta (081320-001013) Jawa Timur (08131 6821146), Bali (08133 7571457) Lampung (0812-10883349) Sumatra Selatan (081323017741) Bengkulu (085273023491) Jambi (0813 66971641) Sumatera Utara (081384777717) Riau (0813 87650717) Aceh (0813-62900792) Kalimantan Timur (08522 398 27-05) Sulawesi Selatan (0813222 62366) Sulawesi Tenggara (08-131495 2303) Kaliman tan Selatan (08125 0980 570) Kalimantan Barat (081376179880) Kalimantan Tengah (0813 4638 2718), Sumatra Barat (0812 833 07337) NTB (081338 3556 61). G Depkes:P – IRT : 812.3205.01.114 www.gentongmas.com hristopher Columbus, pelanglang buana asal Italia ini, boleh saja disebut sebagai seorang pelaut yang andal dan dianggap sebagai penemu Benua Amerika pada tahun 1492 M. Demikian juga dengan Vasco da Gama, pelaut asal Portugal yang berlayar dari Lisabon hingga daratan India tahun 1488 M. Namun, dibandingkan pelaut Muslim, seperti Ibnu Batutah dan Laksamana Cheng Ho, sebenarnya Columbus dan Vasco da Gama belum ada apa-apanya. Kedua pelaut Muslim ini jauh lebih hebat lagi. Keduanya lebih dahulu melakukan pelayaran dan menjelajahi sejumlah benua dibandingkan pelaut asal Italia dan Portugal tersebut. Ibnu Batutah pertama kali melakukan pelayaran tahun 1325-1354 M. Demikian juga dengan Laksamana Cheng Ho, ia melakukan pengembaraan pertama kali sejak tahun 1405 hingga 1433 M. Selama lebih dari 28 tahun melakukan pelayaran, ia telah menjelajahi sejumlah negara, dari Asia hingga Afrika (Mozambik). Ibnu Batutah dan Laksamana Cheng Ho bahkan pernah mendarat di bumi nusantara. Cheng Ho melakukan pelayaran selama tujuh kali dengan armada yang sangat besar, baik dalam jumlah awak kapal, armada, maupun kapal yang dikendarai. Besarnya kapal yang ditumpangi Cheng Ho hampir lima kali lebih besar dibandingkan kapal yang digunakan Columbus untuk menjelajahi dunia. Ada 62 dua kapal besar dan puluhan kecil yang mengiringi ekspedisi Cheng Ho melanglang Samudra Barat, sebutan untuk lautan sebelah barat Tiongkok. Selain itu, jumlah awaknya mencapai 27.800 orang. Pada pelayaran ketiga, ia mengerahkan kapal besar 48 buah dan awaknya 27 ribu. Sedangkan, pelayaran ketujuh terdiri atas 61 kapal besar dan berawak 27.550 orang. Bila dijumlah dengan kapal kecil, ratarata pelayarannya mengerahkan 200-an kapal. Sedang Columbus—ketika menemukan Benua Amerika—mengerahkan tiga kapal dan awak 88 orang. Model kapal yang digunakan Cheng Ho menjadi inspirasi petualang Spanyol dan Portugal serta pelayaran modern masa kini. Desainnya bagus, tahan terhadap serangan badai, serta dilengkapi teknologi yang canggih, seperti kompas magnetik. Bahkan, menurut sejarawan, JV Mills, kapasitas kapal yang digunakan Cheng Ho mencapai 2.500 ton. Ini menunjukkan bahwa peradaban Cina saat itu sudah sangat maju dengan tradisi membuat kapal yang besar dan kemampuan navigasi yang hebat untuk menjelajah dunia. Cheng Ho dilahirkan tahun 1371 M di sebuah Provinsi bernama Yunan yang ada di sebelah barat daya Cina. Nama kecilnya adalah Ma Ho atau Ma He. Namun, ia juga dikenal dengan Sam Bo, Sam Po, atau Ma San Po dalam dialek Fujian. Kadang, ada pula yang memanggilnya; Zheng He atau Cheung Ho dalam dialek Kanton. Menurut beberapa riwayat, nama Muslimnya adalah Haji Mahmud Syams. Laksamana agung ini adalah seorang Muslim yang sangat taat. Ia merupakan keturunan Cina dari Suku Hui. Ia dilahirkan sebagai anak kedua dari pasangan Ma Hazhi dan Wen, ibunya. Sebagai orang Hui—etnis Cina yang sebagian besar pemeluk Islam—Cheng Ho sejak kecil sudah memeluk agama Islam. Kakek dan ayahnya sudah menunaikan rukun haji. Konon, kata hazhi dalam dialek mandarin mengacu pada kata haji. Awalnya Cheng Ho jadi kasim, seperti pesuruh pada masa Dinasti Ming. Ketika itu, ia berusia 11 tahun dan harus mengabdi pada Raja Zhu di Istana Beiping (Beijing, sekarang). Saat menjadi kasim, ia menunjukkan keberaniannya dalam memimpin perebutan takhta melawan Kaisar Zhu Yunwen yang juga dari Dinasti Ming. Sebab, saat itu, Dinasti Ming sedang mengalami konflik kekuasaan. Karena itu, oleh kaisar Zhu Di, ia diangkat menjadi panglima atau laksamana yang memimpin armada ekspedisi ke Nanyang, daerah Laut Cina Selatan (Asia Tenggara). Tujuannya mengembalikan kejayaan Tiongkok dan mengontrol perdagangan serta memperluas pengaruh di Samudra Hindia. Pada saat Dinasti Ming ini, panglima-panglimanya berasal dari Provinsi Swato dan Yuan, yang mayoritas Muslim. Contohnya, dubes pertama Dinasti Ming di Majapahit bernama Laksamana Haji Ma Hong Po. Berkat keberhasilan ini, Cheng Ho kemudian diperintahkan lagi oleh Kaisar Ming untuk melanjutkan ekspedisi dari Champa ke pulau nusantara (Jawa) hingga Calcuta atau Calicut di India. Tahun 1407-1409, ia berangkat lagi dalam ekspedisi kedua. Ekspedisi ketiga dilakukan 1409-1411. Ketiga ekspedisi tersebut menjangkau India dan Srilanka. Tahun 1413-1415, ia kembali melaksanakan ekspedisi. Kali ini, ia mencapai Aden, Teluk Persia, dan Mogadishu (Afrika Timur). Jalur ini diulang kembali pada ekspedisi kelima (1417-1419) dan keenam (14211422). Ekspedisi terakhir (1431-1433) berhasil mencapai Laut Merah. Pelayaran yang luar biasa ini berhasil membuahkan sebuah buku berjudul Zheng He’s Navigation Map. Bahkan, pelayarannya ini juga mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini, terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Jalur perdagangan Cina berubah, tidak sekadar bertumpu pada ‘Jalur Sutra’ antara Beijing-Bukhara. Dalam majalah Star Weekly, Buya Hamka pernah menulis, “Senjata alat pembunuh tidak banyak dalam kapal itu, yang banyak adalah ‘senjata budi’ yang akan dipersembahkan kepada raja-raja yang diziarahi.” ■ berbagai sumber