Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) Page 1 JURIDICAL

advertisement
JURIDICAL ANALYSIS OF THE COOPERATION AGREEMENT BETWEEN
MAIN DEALER WITH DEALER OF ASTRA HONDA AUTHORIZED
SERVICE STATION (CASE STUDY THE COOPERATION
AGREEMENT BETWEEN PT. WAHANA MAKMUR
SEJATI WITH PT. ABELINDO JAYA SAMUDERA)
Elisabeth D. Hutabarat 1
K.M.S Herman, S.H., M.H., M.Si 2
ABSTRACT
Agreement entered into between Main Dealer PT. Wahana Makmur Sejati and PT.
Abelindo Jaya Samudera was an agreement on the appointment as Astra Honda
Authorized Service Station (AHASS) Dealer. Such appointment was made subject to the
appointment criteria and procedures as stipulated by Main Dealer and Sole Distributor,
Astra Honda Motor. Since this agreement was not formalized in such an authentic and
notorized deed, it was disproportional to the Dealer. Legal consequences of the AHASS
agreement were an incurrence of contractually consented rights and obligations;
however, as Dealer was in the event of default, i.e. the selling by Dealer of non-genuine
Honda spare parts, the extension of agreement on the appointment as Dealer of AHASS
H3 was not granted.
Keywords: AHASS Dealer Appointment Criteria and Procedures, Legal consequences
on AHASS Cooperation Agreement.
ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA MAIN DEALER
DENGAN DEALER ASTRA HONDA AUTHORIZED SERVICE STATION
(STUDI KASUS PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT. WAHANA
MAKMUR SEJATI DENGAN PT. ABELINDO JAYA SAMUDERA)
Elisabeth D. Hutabarat 1
K.M.S Herman, S.H., M.H., M.Si 2
ABSTRAK
Bentuk kerjasama Main Dealer PT. Wahana Makmur Sejati dengan PT. Abelindo Jaya
Samudera adalah berbentuk pengangkatan dan penunjukan sebagai Dealer Astra Honda
Service Station (AHASS). Penunjukan dan pengangkatan Dealer sudah berdasarkan
prosedur dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Main Dealer dan Distributor tunggal
Astra Honda Motor tetapi perjanjian ini dibuat secara baku dan tanpa bentuk akta otentik
melalui notaris sehingga terlihat tidak seimbang bagi Dealer. Konsekuensi hukum dari
perjanjian kerjasama AHASS adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipatuhi
bersama tetapi karena ada wanprestasi dari Dealer dengan menjual spare part bukan merk
honda asli maka perpanjangan penunjukan dan pengangkatan Dealer AHASS H3 tidak
diberikan.
Kata Kunci : Prosedur dan Kriteria Pengangkatan dan Penunjukan Dealer AHASS,
Konsekuensi Hukum atas Perjanjian Kerjasama AHASS.
1
Mahasiswi Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945
2
Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.
Jakarta.
Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
Page 1
Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara
Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi
Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera)
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam dunia bisnis sudah tidak asing adanya perjanjian kerjasama atau lebih dikenal dengan
istilah kontrak. Kontrak ini dilakukan
dengan pertimbangan adanya hubungan saling menguntungkan. Subekti
mengatakan bahwa “suatu perjanjian
adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu
hal”.3 Sedangkan menurut Subekti
dan Tjitrosudibio dalam Buku Kitab
Undang-Undang Hukum perdata
pada Pasal 1313 KUH Perdata mengatakan bahwa “suatu perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih.4 Hal ini merupakan perbuatan
hukum dan dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara
dua orang atau lebih yang disebut
perikatan yang di dalamya terdapat
hak dan kewajiban masing-masing
pihak dan perjanjian itu akan menjadi undang-undang bagi para pihak
serta semua yang dijanjikan tersebut
harus dilakukan dan dilaksanakan
berdasarkan kesepakatan perjanjian
tersebut.
Dalam Pasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata, menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.5
3
Subekti, Hukum Perjanjian,
Jakarta, Intermasa, 2010, hlm. 1
4
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio,
Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
Jakarta, Pradnya Paramita, 2004, hlm. 338.
5
Ibid., hlm. 342.
Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
2015
Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan
tetapi kebebasan ini dibatasi oleh
hukum yang sifatnya memaksa,
sehingga para pihak yang membuat
perjanjian harus menaati hukum yang
sifatnya memaksa. Suatu perjanjian
tidak dapat ditarik kembali selain
dengan sepakat kedua belah pihak,
atau karena alasan-alasan yang oleh
undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu. Perjanjian tidak hanya
mengikat untuk hal-hal yang dengan
tegas dinyatakan didalamnya, tetapi
juga untuk segala sesuatu yang
menurut sifat perjanjian, diharuskan
oleh kepatutan, kebiasaan atau
undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.
Perjanjian Main Dealer dan
Dealer sebagai Astra Honda Authorized Service Station (AHASS) antara PT. Wahana Makmur Sejati
dengan PT. Abelindo Jaya Samudra
pada dasarnya adalah suatu perwujudan kewenangan hukum para pihak untuk menunjuk dan mengangkat
Dealer yang berhak untuk menyediakan jasa service dan memasarkan
serta menjual suku cadang asli sepeda motor merk Honda yaitu Honda
Genuine Part (HGP) Honda Value
Line (HVL) yang didistribusikan
oleh PT. Astra Honda Motor selaku
Distributor Tunggal diseluruh wilayah Republik Indonesia. Dengan permasalahan hukum yang timbul dari
perjanjian kerjasama ini, maka menarik perhatian peneliti untuk menganalisis secara yuridis isi dan permasalahan serta dampak atau akibat
hukum yang terjadi dari perjanjian
kedua belah pihak tersebut. Maka
Page 2
Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara
Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi
Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera)
peneliti tertarik untuk mengemukakan judul penelitian ini sebagai berikut : “ Analisis Yuridis Perjanjian
Kerjasama Antara Main Dealer dengan Dealer Astra Honda Authorized
Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama antara PT. Wahana
Makmur Sejati dengan PT. Abelindo
Jaya Samudera).”
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam penelitian ini pokok
permasalahan yang ada adalah sebagai berikut:
1. Apakah bentuk perjanjian kerjasama antara PT. Wahana Makmur Sejati dan PT. Abelindo Jaya
Samudera?
2. Apakah prosedur dan kriteria penunjukan dan pengangkatan Dealer PT. Abelindo Jaya Samudera
sudah terpenuhi?
3. Apakah konsekuensi hukum yang
terjadi dalam penunjukan dan pengangkatan PT. Abelindo Jaya
Samudera sebagai Dealer Astra
Honda Authorized Service Station (AHASS) ?
C. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu
kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi, yang
dilakukan metodologis, sistematis
dan konsisten.6 Penelitian hukum
merupakan suatu kegiatan ilmiah,
yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu,
yang bertujuan untuk mempelajari
2015
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.7
Metodologi penelitian pada
umumnya dibedakan antara data
yang diperoleh secara langsung dari
masyarakat dan dari bahan-bahan
pustaka. Yang diperoleh langsung
dari masyarakat dinamakan data primer (atau data dasar), sedangkan
yang diperoleh dari bahan-bahan
pustaka lazimnya dinamakan data
sekunder.8
Metodologi penelitian yang
digunakan dalam penulisan skripsi
ini adalah metodologi penelitian
yuridis-normatif atau penelitian
yuridis-dogmatis karena bahan-bahan
yang digunakan untuk dasar penelitian ini merupakan bahan-bahan
yang dikumpulkan melalui alat
pengumpulan data yang berupa studi
bahan-bahan pustaka dan data sekunder lainnya.
Menurut Soejono Soekanto
sebagaimana dikutip oleh Hotma P.
Sibuea bahwa penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder dapat
dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian kepustaka-an.9
Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa objek kajian atau objek
yang diteliti dalam penelitian
yurudis-normatif
atau
yuridisdogmatif adalah bahan-bahan kepustakaan yang dapt dikategorikan sebagai data sekunder. Di dalam pene7
Soerjono Soekanto, Op.Cit., 43
Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji, Penelitian Hukum Normatif,
Jakarta, Raja Grafindo, 2011, hlm. 12
9
Hotma P. Sibuea dan Heryberthus
Sukantono, Metode Penelitian Hukum,
Jakarta, Krakatauw Book, 2009, hlm 79
8
6
Soerjono Soekanto, Pengantar
Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas
Indonesia – UI Press, 2010, hlm. 42
Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
Page 3
Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara
Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi
Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera)
litian hukum,ada 3 (tiga) bahan hukum yaitu 10:
1. Bahan Hukum Primer yakni
bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari UndangUndang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945,
peraturan perundang-undangan
dan perjanjian yang relevan dengan pokok permasalahan dalam
penelitian ini seperti
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata.
2. Bahan Hukum Sekunder yakni
bahan yang memberi penjelasan
mengenai mengenai bahan hukum primer, dapat berupa hasilhasil penelitian, hasil karya dari
kalangan hukum atau literaturliteratur yang berkaitan dengan
Perjanjian Kerjasama dan Perjanjian Kerjasama antara PT. Wahana Makmur Sejati dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera
3. Bahan Hukum Tersier yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder berupa tulisan yang diperoleh melalui media internet
yang berkenaan dengan Perjanjian Main Dealer dan Dealer
bengkel AHASS.
D. PEMBAHASAN
Hak dan Kewajiban Perjanjian
Kerjasama
PT. Wahana Makmur Sejati
ditunjuk oleh Astra Honda Motor
sebagai Main Dealer sepeda motor
Honda untuk wilayah JakartaTangerang sejak 1972. Di-support
10
Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji, Op. Cit., hlm. 13
Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
2015
oleh jaringan 121 outlet Dealer dan
350 outlet Astra Honda Authorized
Service Station (AHASS) dengan
kualitas produk dan pelayanan kelas
dunia menjadikan PT. Wahana Makmur Sejati menjadi pemimpin pasar
di Jakarta dan di Indonesia. Dalam
usahanya Main Dealer dapat menunjuk dan mengangkat Dealer dalam
membantu kegiatan penjualan motor,
perbaikan dan pemeliharaan dan penjualan spare part asli motor Honda.
Dengan adanya penunjukan dan pengangkatan delear oleh Main Dealer,
maka timbul perjanjian kerjasama
dan untuk melaksanakan suatu perjanjian harus terlebih dahulu ditetapkan apa saja isi dari perjanjian tersebut, atau dengan kata lain apa saja
hak dan kewajiban masing-masing
pihak. Hak dan kewajiban tidak hanya timbul dari apa yang telah tegas
dinyatakan dalam perjanjian, akan
tetapi juga termasuk segala sesuatu
yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan
undang-undang. Hal ini terdapat
dalam Pasal 1339 KUH Perdata yang
berbunyi: “suatu perjanjian tidak hanya megikat untuk hal yang dengan
tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi
juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh
kepatutan, kebiasaan atau undangundang”.
Merujuk kepada peristiwa hukum konkritnya, pada saat perjanjian
kerjasama disepakati oleh para pihak
yang terkait, norma-norma dalam
perjanjian kerjasama tentang pengangkatan dan penunjukan sebagai
Dealer AHASS H23 tersebut dipergunakan sebagai sandaran dalam menunaikan hak dan kewajiban para
Page 4
Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara
Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi
Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera)
pihak. Adapun hak dan kewajiban
dalam perjanjian kerjasama antara
Main Dealer PT. Wahana Makmur
Sejati dan Dealer PT. Abelindo Jaya
Samudera adalah sebagai berikut:
1. Dealer bersedia memenuhi SDM
dengan standar yang ditetapkan
dan harus melengkapi sarana dan
prasarana serta menjalankan program-program yang telah ditetapkan Main Dealer.
2. Dealer berkewajiban menjalankan program promosi yang ditetapkan Main Dealear.
3. Main Dealer menjual strategis
tools kepada Dealer dengan harga
subsidi.
4. Dealer wajib mengikuti program
penyeragaman exterior / tampak
depan dan dalam yang dibangun
dan disubsidi oleh Main Dealer
dan memasang Shop’s Sign pada
tempat usaha dengan spesifikasi
standar.
5. Dealer tidak boleh membuka usaha yang sejenis tanpa ijin tertulis
dari Main Dealer.
6. Main Dealer memberikan supervisi kepada Dealer mengenai
keadaan AHASS, persediaan suku cadang, administrasi, promosi,
manajemen untuk Dealer dengan
memberikan training full operational Service Center.
7. Main Dealer memberikan penilaian dan pemutusan kerjasama kepada Dealer dengan ketentuan
yang berlaku.
8. Main Dealer mempunyai hak
untuk mengambil atau menarik
kembali segala sarana dan prasarana standart yang mengandung
subsidi atau hasil kreasi Main
Dealer dan membebaskan Main
Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
2015
Dealer atas kerusakan yang
timbul dari proses penarikan
tersebut.
9. Delear mengirimkan laporan Service Kendaraan setiap bulan secara rutin dengan form dan bentuk laporan yang sudah disediakan dan tetapkan Main Dealer.
Berakhirnya Perjanjian
Suatu perjanjian berakhir karena beberapa hal:
a. ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu;
b. undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian;
c. para pihak atau undang-undang
menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka
persetujuan akan hapus;
Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa
(overmacht) yang diatur dalam Pasal
1244 dan 1245 KUH Perdata. Ketentuan ini memberikan kelonggaran
kepada debitur untuk tidak melakukan Penggantian biaya, kerugian, dan
bunga kepada kreditur, oleh karena
suatu keadaan yang berada diluar
kekuasaannya.
Ada tiga hal yang menyebabkan debitur tidak melakukan penggantian biaya, kerugian dan bunga,
yaitu:
1. adanya suatu hal yang tak terduga sebelumnya, atau
2. terjadinya secara kebetulan, dan
atau
3. keadaan memaksa.
Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1) keadaan memaksa absolut, dan
2) keadaan memaksa yang relatif.
Page 5
Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara
Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi
Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera)
Keadaan memaksa absolut adalah
suatu keadaan di mana debitur sama
sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh
karena adanya gempa bumi, banjir
bandang, dan adanya lahar. Keadaan
memaksa yang relatif adalah suatu
keadaan yang menyebabkan debitur
masih mungkin untuk melaksanakan
prestasinya.
Di dalam perjanjian selalu
ada dua subjek yaitu pihak yang
berkewajiban untuk melaksanakan
suatu prestasi dan pihak yang berhak
atas suatu prestasi. Didalam pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian
yang telah dibuat oleh para pihak
tidak jarang pula debitur lalai melaksanakan kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajibannya atau tidak
melaksanakan seluruh prestasinya,
hal ini disebut wanprestasi.
Wirjono Prodjodikoro, mengatakan bahwa wanprestasi adalah
ketiadaan suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal
yang harusdilaksanakan sebagai isi
dari suatu perjanjian. Barangkali dalam bahasa Indonesia dapat dipakai
istilah “pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya
janji untuk wanprestasi”.11 Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan
debitur baik karena kesengajaan atau
kelalaian atau suatu keadaan di mana
debitur tidak memenuhi janjinya atau
tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya. Menurut M.
2015
Yahya Harahap bahwa “wanprestasi”
dapat dimaksudkan juga sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat
pada waktunya atau dilaksanakan
tidak selayaknya.12 Dengan kata lain
bahwa wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada
waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah
satu pihak, pihak yang lainnya dapat
menuntut pembatalan perjanjian.
Bentuk dan Karakteristik Perjanjian Kerjasama Main Dealer dan
Dealer
Sistem yang diberlakukan dalam Perjajian Kerjasama Main Dealer dan Dealer bukan sistem franchise yang mengharuskan investor
membayar manajement fee atau franchise fee, melainkan hanya sistem
kerjasama dimana Dealer merupakan
mitra kerja sebagai kepanjangan tangan dari Distributor Tunggal Astra
Honda Motor. Jadi bentuk perjanjian
kerjasama Main Dealer dan Dealer
adalah bentuk penunjukan dan pengangkatan dari Dealer oleh Main
Dealer sebagai Dealer resmi dari
AHASS dengan karakteristik jenis
perjanjian yang telah ditetapkan oleh
Main Dealer.
Menurut Fandy Tjiptono, beliau mengemukaan bahwa “Dealer
adalah perusahaan yang fungsi utamanya menjual produk kepada konsumen akhir untuk pemakaian pri-
11
Wirjono Prodjodikoro, Hukum
Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan
Tertentu, Cetakan IX. Bandung, Sumur.
1991, hlm 17
Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
12
M. Yahya Harahap, Segi-segi
Hukum Perjanjian, Op. Cit, hlm 60
Page 6
Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara
Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi
Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera)
badi atau rumah tangga”.13 Jadi dapat
disimpulkan bahwa Dealer adalah
suatu badan atau perorangan yang
bertugas sebagai tangan distribusi
dari produsen kepada konsumen.
Dealer AHASS berarti badan atau
perorangan yang bertugas sebagai tangan distribusi dalam rangka penjualan dan pelayanan dari AHASS
kepada konsumen akhir. Sedangkan
arti bahasa indonesia dari Main adalah utama yang berarti pengertian dari kata Main Dealer adalah Dealer
Utama. Dealer utama merupakan
Dealer resmi yang ditunjuk sebagai
distributor atau sebagi kepanjangan
tangan dari produsen motor honda
dan suku cadangannya atau dikenal
dengan nama Astra Honda Authorized Station (AHASS).
Dalam kegiatan usahanya
kerjasama ini mempunyai 3 (tiga) karakteristik sesuai dengan bentuk perjanjian kerjasama yang diajukan oleh
Dealer kepada Main Dealer. Adapun
karakteristik Perjanjian Kerjasama
ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. AHASS H1
Sales/Penjualan, disini menyediakan varian sepeda motor Honda
yang terbaru dan juga bekerja
sama dengan pihak ketiga untuk
keperluan kredit sepeda motor
HONDA, jaringan dengan status
H1 berhak menjual sepeda motor
Honda Produksi Astra Honda
Motor ( AHM ).
2. AHASS H2
Bengkel / Pemeliharaan, disini
menyediakan layanan service
13
Tjiptono, Fandy Tjiptono,
Service Management Mewujudkan Layanan
Prima, Yogyakarta, penerbit CV. Andi
Offset. 2008, hlm 191.
Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
2015
(perbaikan) untuk semua varian
sepeda motor Honda mulai dari
awal produksi sampai dengan
produk terakhir yang dikeluarkan
oleh PT. Astra Honda Motor, jaringan dengan status H2, berhak
menerima Kartu Perawatan Berkala (KPB) dari sepeda motor
Honda yang baru serta menerima
service dari sepeda motor Honda
lama.
3. AHASS H3: Spare part, disini
menyediakan Suku Cadang asli
Honda, jaringan dengan H3 ini
berhak menjual spare part Honda
Genuine Part (HGP).
Untuk PT. Abelindo Jaya Samudera sendiri mempunyai status
usaha H23 yaitu sebagai bengkel
yang menyediakan layanan service
(perbaikan) serta tempat yang menyediakan dan menjual spare part
Honda Genuine Part. Penunjukan
Dealer PT. Abelindo Jaya Samudera,
untuk pertama kali diberikan Main
Dealer PT. Wahana Makmur Sejati
sebagai AHASS H2 dengan penandatanganan Perjanjian Penunjukan dan
pengangkatan Astra Honda Authorized service Station (AHASS) Nomor:
AHASS/240/LO/WMS/PPPA/VII/
2005 pada tanggal 19 Juli 2005.
Kemudian Penunjukan sebagai Dealer AHASS H3 dilakukan pada tanggal 1 Januari 2007 dengan Nomor:
08104 / 238 / LO / WMS / SPParts/1/ 2007.
Pasal atau Klausul Dalam Perjanjian Kerjasama AHASS
Perjanjian kerjasama yang
dipunyai PT. Abelindo Jaya Samudera adalah AHASS H2 dan AHASS
H3 dibuat asli rangkap 3 (tiga) dan
Page 7
Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara
Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi
Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera)
ketiganya mempunyai kekuatan hukum yang sama sebagai lembar asli,
Lembar asli pertama dipegang oleh
Dealer, lembar asli kedua dipegang
oleh Main Dealer dan lembar asli ketiga dipegang oleh PT. Astra Honda
Motor. Jika dilihat dari pasal dan
klausula dari isi perjanjian maka
dapat dikatakan bahwa bentuk perjanjian kerjasama ini adalah bentuk
penunjukan dan pengangkatan PT.
Abelindo Jaya Samudera sebagai
Dealer AHASS H2 dan H3 oleh
Main Dealer PT. Wahana Makmur
Sejati yang bertugas untuk memberikan service dan penjualan spare
part motor asli merk honda.
Perjanjian ini bersifat perjanjian baku
dengan klausul baku karena format
dan bentuk dibuat standar oleh Main
Dealer dan berlaku untuk semua
Dealer yang ditunjuk dan diangkatnya. Dalam rangka kepentingan bisnis dan efisiensi banyak sekali pelaku
bisnis yang membakukan perjanjian
yang dibuat. Perjanjian baku dimaksudkan untuk membuat keseragaman
ukuran pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. Perjanjian baku ini
tentu telah dipersiapkan sebelumnya
oleh pelaku usaha dan telah ditetapkan secara sepihak isinya. Namun,
pelaku usaha tetap meminta persetujuan dari pihak lain yang diajak
bertransaksi atas perjanjian baku
yang diadakan oleh pelaku usaha tersebut. Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak
memiliki pilihan selain menerimanya.
Namun di sisi lain, harus diakui pula
klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita seJurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
2015
lalu harus menegosiasikan syarat dan
ketentuannya. Dalam pustaka hukum,
perjanjian baku juga dikenal dengan
sebutan standardized agreement,
standard contract atau contract of
adhesion.
Undang-undang No.8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) mendefinisikan klausula baku sebagai aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku
usaha atau penyalur produk yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan
atau perjanjian yang mengikat dan
wajib dipenuhi oleh konsumen. Intinya, si produsen atau pemberi jasa
telah menyiapkan perjanjian standar
dengan ketentuan umum dan konsumen hanya memiliki dua pilihan,
yaitu menyetujui atau menolaknya.
Disamping prosedur pembuatannya
yang bersifat sepihak, terdapat hal
masalah lain. Isi perjanjian standar
mengandung ketentuan pengalihan
kewajiban atau tanggung jawab pelaku usaha. Biasanya ketentuan ini bermaksud membatasi, atau bahkan
menghapus sama sekali tanggung jawab yang semestinya dibebankan
atau ditanggung kepada pihak produsen atau penyalur (penjual). Jadi
terlihat adanya ketidakseimbangan
posisi tawar menawar antara produsen atau penjual dan konsumen di
pihak lain. Jika kita teliti UUPK
terutama Psl 18, sebenarnya kontrak
standar masih dibenarkan. Namun,
UUPK melarang dengan tegas kontrak standar yang isinya mengalihkan
tanggungjawab pelaku usaha atau pihak produsen atau penyalur/penjual.
Bila pelaku usaha tetap melakukan
Page 8
Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara
Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi
Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera)
hal ini maka dapat dikenakan sanksi
pidana atau denda sebesar 1 milyar
rupiah.
Klausula baku adalah setiap
syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha
yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat
dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun di sisi lain, harus diakui pula
klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita selalu harus merenegosiasikan syarat
dan ketentuannya. Begitu pula dengan perjanjian kerjasama penunjukan dan pengangkatan Dealer oleh
Main Dealer AHASS, perjanjian ini
dibuat secara standart untuk setiap
Dealer dengan syarat dan ketentuan
yang telah disiapkan dan tetapkan
oleh Main Dealer dan dituangkan
dalam perjanjian. Seperti terlihat dari
perjanjian AHASS H2 dan H3 antara
PT. Abelindo Jaya Samudera dan PT.
Wahana Makmur Sejati maka terdapat beberapa hal yang menunjukan
bahwa perjanjian ini menggunakan
klausula baku dengan adanya beberapa pasal-pasal yang mengatakan
hal-hal berikut:
AHASS H2
a. Pasal 5 ayat b: mengharuskan
penggantian harga strategic tools
diatur tersendiri oleh Distributor
Tunggal karena Dealer tidak
menjadi AHASS lagi karena sebab apapun juga.
Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
2015
b. Pasal 7: semua masalah perpajakan dan retribusi dimana segala
beban pajak, retribusi dan biaya
lain-lainnya yang timbul sebagai
akibat dari perjanjian ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab
dan wajib dibayar oleh Dealer.
c. Pasal 11 ayat c: dimana Dealer
harus memberikan persetujuan
dan kuasa kepada Main Dealer
yang tidak dapat ditarik kembali
setelah berakhirnya perjanjian
mengambil kembali segala sarana
dan prasarana standar yang mengandung subsidi walaupun ada
bagian dari biaya yang dikeluarkan oleh Dealer untuk hal tersebut. Ayat d: Main Dealer tidak
dapat dituntut apapun atas kerusakan yang timbul pada fisik bangunan tempat exterior dan interior pada tempat Dealer. Ayat
f: Tidak menghalangi hak dari
Main Dealer/Distributor Tunggal
atas pertimbangannya sendiri untuk menetapkan kebijaksanaan
lain yang berkaitan dengan pengembalian exterior dan interior
yang ada pada Dealer. Ayat h:
Main Dealer dapat menjalin kerjasama dengan pihak lain tanpa
adanya hak berupa apapun juga
dari Dealer untuk meminta dan
menurut ganti rugi dari Main
Dealer dengan cara apapun juga.
AHASS H3
a. Pasal 7: Dealer memberikan kuasa yang tidak dapat ditarik kembali kepada Main Dealer untuk
memasuki perkarangan dan gedung dan/atau dalam kekuasaan
Dealer dan/atau melakukan caracara atau metode-metode lainnya
Page 9
Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara
Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi
Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera)
yang diperlukan untuk mengambil kembali shop’sign.
b. Pasal 10: Main Dealer dapat
langsung mencabut status kedealeran dan/atau mengakhiri jangka
waktu perjanjian ini tanpa perlu
menunggu selesainya proses hukum atas pelanggaran merek
Honda dan sama sekali tidak
memberikan hak / kewenangan
Dealer untuk menuntut ganti rugi
berupa apapun dan dengan cara
apapun dari Main Dealer.
c. Pasal 11: Jika perjanjian berakhir,
maka Dealer harus memberikan
persetujuan dan kuasa kepada
Main Dealer yang tidak dapat ditarik kembali untuk menarik/mengambil kembali segala peralatan
dan/atau sarana yang berada dalam kekuasaan Dealer yang mengandung subsidi dan/atau hasil
kreasi dari distributor tunggal
dan/atau dokumen-dokumen dan/
atau surat-surat yang menjadi
standar/ ciri/identitas jaringan pemasaran Distributor Tunggal antara lain termasuk tetapi tidak terbatas pada tampak depan (exterior) dan/atau interior toko/ruang
penjualan, dalam keadaan utuh
sebagaimana mestinya sesuai dengan prosedur/tata cara pengembalian yang akan ditetapkan kemudian oleh Main Dealer dan/
atau Distributor Tunggal dalam
suatu keputusan tersendiri dengan
biaya sepenuhnya dari Dealer.
Dari hal tersebut di atas maka
perjanjian ini seharusnya dapat perbaiki sehingga dapat memberikan
hak-hak yang sama bagi para pihak
yang melakukan perjanjian, bukan
karena pihak Main Dealer memJurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
2015
punyai wewenang yang lebih tinggi
dapat mengatur dan menetapkan perjanjian sesuai dengan keinginan dan
kepentingan bisnisnya saja tetapi juga
memperhatikan keseimbangan dalam
perjanjian. Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999,
pelaku usaha dalam menawarkan
barang dan atau jasa yang ditu-jukan
untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian, antara lain:
1. Menyatakan pengalihan tanggung
jawab pelaku usaha;
2. Menyatakan bahwa pelaku usaha
berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
3. Menyatakan bahwa pelaku usaha
berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas
barang dan atau jasa yang dibeli
konsumen;
4. Menyatakan pemberian kuasa dari
konsumen kepada pelaku usaha
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan
segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli
konsumen secara angsuran;
5. Mengatur perihal pembuktian atas
hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh
konsumen;
6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi
objek jual beli jasa;
7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanPage 10
Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara
Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi
Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera)
jutan yang dibuat sepihak oleh
pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8. Menyatakan bahwa konsumen
memberi kuasa kepada pelaku
usaha untuk pembebanan hak
tanggungan, hak gadai, atau hak
jaminan terhadap barang yang
dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Analisis tentang prosedur dan
kriteria penunjukan dan pengangkatan Dealer oleh Main Dealer
Astra Honda Authorized Service
Station (AHASS)
Untuk mendapatkan ijin penunjukan dan pengangkatan sebagai
Dealer AHASS dari Main Dealer diperlukan pengajuan proposal untuk
menjadi jaringan AHASS. Adapun
proposal tersebut berisi data dan dokumen sebagai berikut:
1. Surat Permohonan jadi AHASS
2. Foto Bangunan tempat usaha/
Bengkel
3. Lay out Bangunan Bengkel
4. Denah sekitar Bengkel
5. Fotocopy KTP, kartu keluarga
dan Pas Foto
Dari prosedur pengajuan proposal dan kriteria sebagai Dealer semuanya terpenuhi oleh PT. Abelindo
Jaya Samudera maka pihak Main
Dealer dalam hal ini melakukan penunjukan dan pengangkatan Dealer
untuk pertama kali diberikan Main
Dealer PT. Wahana Makmur Sejati
sebagai Dealer AHASS H2 sebagai
penyedia jasa perbaikan pada tanggal
19 Juli 2005. Kemudian Penunjukan
Dealer PT. Abelindo Jaya Samudera
sebagai AHASS H3 atau Dealer
Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
2015
penjual suku cadang dilakukan pada
tanggal 1 Januari 2007.
Hal-hal penting yang berhubungan dengan prosedur penunjukan
dan pengangkatan Dealer AHASS
adalah Pasal 1 (satu) menjelaskan
bahwa prosedur penunjukan dan pengangkatan Dealer merupakan hak
dari Main Dealer dengan permohonan, verifikasi dan analisis tentang
prospek bisnis di wilayah Dealer,
sehingga pihak Dealer dalam hal ini
PT. Abelindo Jaya Samudera harus
memberikan informasi yang dapat
mendukung kerjasama ini dalam
jangka waktu yang panjang dan saling menguntungkan, kemudian dalam pasal-pasal selanjutnya dijelaskan tentang waktu perjanjian adalah
satu tahun dan akan diperpanjang
berdasarkan hasil evaluasi dari Main
Dealer.
Kriteria penunjukan Dealer
berdasarkan kriteria yang ditetapkan
oleh Main Dealer dimana Dealer harus mempunyai tempat usaha yang
menguntungkan dengan disertai copy
bukti kepemilikan tempat, memiliki
lay out bangunan bengkel yang ideal
berukuran 8 meter x 10 meter atau
lebih, lokasi sekitar bengkel memiliki
potensi-potensi bisnis seperti ada pasar, sekolah atau perumahan dengan
detail serta ditambah data populasi
sepeda motor Honda atau bengkel
berada minimal pada jarak radius 10
Km dari tempat-tempat potensi bisnis
sebagai Dealer dan kriteria terakhir
adalah kelengkapan data legal sebagai badan hukum seperti copy
dokumen izin gangguan HO (Hinder
Ordonantie), SIUP (Surat Ijin Usaha
Perdagangan), TDP (Tanda Daftar
Perusahaan), NPWP (Nomor Pokok
Page 11
Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara
Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi
Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera)
Wajib Pajak), SITU (Surat Izin
Tempat Usaha) dan KTP. Kewajiban
Dealer adalah harus melakukan pemasangan shop’s sign atau papan
nama toko pada tempat usaha Dealer
untuk menunjukan indentitas Dealer
dan nama besar Astra Honda Motor
disamping hal tersebut larangan penjualan produk atau spare part palsu.
Dealer harus memberikan reporting
mengenai data-data service yang telah dilakukan dan pihak Main Dealer
juga akan memverifikasi kegiatan
dari operasional Dealer. Dealer dilarang untuk mengadakan kerja sama
lain dengan perusahaan yang mempunyai kegiatan yang sama dengan
bisnis dalam perjanjian kerjasama
dengan Main Dealer dan Dealer
harus membantu untuk mempromosikan produk atau program-program
baik yang berasal dari Astra Honda
Motor maupun dari Main Dealer PT.
Wahana Makmur Sejati.
Analisis
tentang
konsekuensi
hukum penunjukan PT. Abelindo
Jaya Samudera sebagai Dealer
Astra Honda Authorized Service
Station (AHASS)
Perjanjian kerjasama merupakan dokemen hukum yang utama
(main legal document) yang dibuat
secara sah dengan memenuhi syaratsyarat sebagaimana ditetapkan dalam
Pasal 1320 KUH Perdata. Akibat hukum perjanjian yang dibuat secara
sah, maka akan berlaku sebagai
undang-undang bagi para pihak
(Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata).
Dalam pelaksanaannya tidak berarti
perjanjian kerjasama tidak membawa
masalah serta berbagai kendala yang
dapat merugikan salah satu pihak
Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
2015
oleh sebab itu harus diperhatikan
siapa yang melakukan perjanjian dan
apa isi dari perjanjian agar jika
terjadi suatu kendala dapat diselesaikan dengan cara yang terbaik.
Akibat adalah pengaruh terhadap
para pihak dan juga mengandung arti
sebagai sanksi bagi pihak yang lalai
melaksanakan kewajibannya. Suatu
hal daripada ketidakjujuran dalam
suatu perjanjian akan membawa akibat terhadap perjanjian itu sendiri.
Pasal 1340 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat hanya berlaku
diantara para pihak yang membuatnya. Dalam hal perjanjian kerjasama
Main Dealer dan Dealer AHASS
maka perjanjian ini berlaku untuk
PT. Wahana Makmur Sejati dengan
PT. Abelindo Jaya Samudera. Ini berarti bahwa setiap perjanjian yang
buat oleh kedua perusahaan ini hanya
membawa akibat berlakunya ketentuan pasal 1311 Kitab UndangUndang Hukum perdata bagi para
pihak yang terlibat atau membuat
perjanjian tersebut. Jadi apa yang
menjadi kewajiban atau prestasi yang
harus dilaksanakan oleh PT. Abelindo Jaya Samudera dalam perjanjian hanya merupakan dan menjadi
kewajiban-kewajibanya semata-mata.
Dengan demikian bahwa prestasi
yang dibebankan oleh Kitab UndangUndang Hukum Perdata bersifat
personal dan tidak dapat dialihkan
dengan begitu saja karena semua
perjanjian yang telah dibuat dengan
sah antara PT. Wahana Makmur Sejati dan PT. Abelindo Jaya Samudera
akan berlaku sebagai Undangundang bagi kedua perusahaan terPage 12
Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara
Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi
Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera)
sebut. Jadi perjanjian tersebut akan
mengikat dan melahirkan perikatan
bagi para pihak dalam perjanjian ini
karena perjanjian kerjasama Main
Dealer dengan Dealer tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena
alasan-alasan yang oleh undangundang dinyatakan cukup untuk itu.
Dengan ketentuan pasal 1338 ayat 2
kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jelas bahwa apa yang sudah
disepakati oleh PT. Wahana Makmur
Sejati dengan PT. Abelindo Jaya
Samudera tidak boleh diubah oleh
pihak manapun, kecuali jika perubahan tersebut memang dikehendaki
secara bersama oleh para pihak atau
ditentukan demikian oleh undangundang berdasarkan suatu perbuatan
hukum atau peristiwa hukum atau
keadaan hukum tertentu.
Dengan demikian perjanjian
mulai mengikat para pihak dan
berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya, terhitung
sejak tercapainya kesepkatan para
pihak. Di samping bentuk perjanjian
konsensual seperti tersebut di atas
ada pula bentuk perjanjian lainnya
yaitu perjanjian formal dan perjanjian riil. Untuk kedua perjanjian itu
tidak cukup hanya dengan kata
sepakat tapi diperlukan suatu formalitas atau suatu perbuatan yang nyata.
Suatu perjanjian disebut formal akan menjadi sah apabila harus
dilaksanakan dengan suatu tindakan
tertentu, apabila tidak dilakukan maka perjanjian tersebut tidak sah. Untuk perjanjian perdamaian yang harus
dilaksanakan secara tertulis, kalau
tidak maka ia tidak sah. Demikian
pula terhadap perjanjian riil, perjanJurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
2015
jian itu menjadi atau mulai sah apabila telah dilaksanakan suatu penyerahan.
Akibat dari perjanjian diatur
dengan tegas dalam Pasal 1338 KUH
Perdata yang mengatakan : “semua
persetujuan yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat
ditarik kembali selain dari sepakat
kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang
dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan harus dilaksanakan dengan
itikad baik”.
Bentuk perjanjian penunjukan
dan pengakatan Dealer oleh Main
Dealer dibuat secara baku yang merupakan hasil inisiasi dari Main
Dealer yang dituangkan dalam bentuk pasal atau klausul dari perjanjian
yang dibuat untuk kepentingan bisnis
dalam perjanjian kerjasama sehingga
dapat digunakan untuk seluruh
Dealer yang diangkat oleh Main
Dealer. Adapun mengenai akibat
dari suatu perjanjian adalah sesuai
dengan apa yang para pihak perjanjikan sehingga jika pihak Dealer
menyetujui perjanjian yang dibuat
secara standart dan baku oleh Main
Dealer ini, maka perjanjian ini harus
dijalakankan karena bila perjanjian
untuk memberikan sesuatu atau menyerahkan sesuatu, para pihak harus
melaksanakannya, sedangkan bila
perjanjian untuk berbuat sesuatu,
maka para pihak baru berbuat sesuai
dengan yang diperjanjikan.
Permasalahan yang timbul
dari perjanjian ini adalah adanya
wanprestasi dari pihak dealer dimana
pihak Dealer melakukan penjualan
Page 13
Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara
Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi
Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera)
suku cadang yang bukan asli merk
Honda yang telah ditetapkan oleh
Main Dealer. Hal ini telah melanggar
kesepakatan yang tertuang dalam
perjanjian penunjukan dan pengangkatan PT. Abelindo Jaya Samudera
sebagai Dealer AHASS H3 pada
Pasal 4 dan 5 yaitu pada Pasal 4
mengatakan bahwa Dealer berjanji
untuk tidak melakukan atau ikut serta
melakukan atau membantu kegiatan
dalam bentuk apapun juga yang
bermaksud untuk membuat dan/atau
menjual/memasarkan dan/atau memberi kemasan/ mengemas suku cadang dengan memakai kemasan palsu
atau yang dipalsukan dan/atau menyalahgunakan kemasan asli milik
Distributor Tunggal dengan cara apapun kepada pihak lain siapapun juga
dan pada pasal 5 mengatakan bahwa
Dealer berjanji untuk tidak melakukan atau ikut serta melakukan atau
membantu melakukan kegiatan dalam
bentuk apapun juga yang bermaksud
untuk membuat dan/atau menjual/
memasarkan dan/atau memberi kemasan/mengemas suku cadang dengan memakai kemasan yang mengunakan identitas/atribut Honda dan/
atau Distributor Tunggal dengan cara
apapun kepada pihak lain siapapun
juga.
Jadi penggunaan, pembuatan
dan penjualan dengan kemasan dan
atribut suku cadang palsu tidak
diperkenakan bagi setiap Dealer
AHASS. Kejadian yang dialami PT.
Abelindo Jaya Samudera adalah adanya diketemukan bahwa karyawan
PT. Abelindo Jaya Samudera dalam
hal ini montir untuk perbaikan sepeda
motor menjual spare part palsu yang
tanpa sepengetahuan dari pemilik
Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
2015
karena dilakukan secara diam-diam,
tetapi pada saat sidak oleh pihak
Main Dealer ditemukan hal tersebut.
Hal ini menyebabkan diputuskannya
secara sepihak oleh Main Dealer
dengan cara tidak memperpanjang
kontrak kerjasama penunjukan dan
pengangkatan Dealer AHASS H3
atau sebagai penjual spare part asli
merk honda. Kebijakan ini dilakukan
oleh Main Dealer berdasarkan oleh
kesepakatan pasal 10 yang berbunyi
bahwa Apabila Dealer tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana
dimaksud dalam butir 4 dan 5 Perjanjian ini dan/atau apabila ditemukan
adanya pelanggaran merek Honda
dalam bentuk apapun juga ditempat
usaha Dealer, maka Main Dealer
dapat langsung mencabut status kedealeran dan/atau mengakhiri jangka
waktu perjanjian ini tanpa perlu menunggu selesainya proses hukum atas
pelanggaran merek Honda tersebut
dan hal ini sama sekali tidak memberikan hak/kewenangan Main Dealer
untuk menuntut ganti rugi berupa
apapun dan dengan cara apapun dari
Dealer.
Walaupun kesalahan dilakukan bukan karena unsur kesengajaan
dari pemilik Dealer tetapi karena
karyawan atau montir tersebut masih
dalam pengawasan pemilik Dealer
PT. Abelindo Jaya Samudera maka
konsekuensi hukum atas tindakan tersebut berdampak pada tidak diperpanjangnya penunjukan dan pengangkatan Dealer AHASS H3. Hal ini
membuktikan bahwa pernjanjian
yang disepakati bersama berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang menyepakatinya. Tetapi
hendaknya pemutusan kontrak tersePage 14
Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara
Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi
Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera)
but tidak dilakukan secara sepihak
tanpa adanya penjelasan dan alasan
dari pihak Dealer walaupun penunjukan dan pengangkatan Dealer merupakan hak mutlak dari Main Dealer
dalam menilai dan menganalisa
Dealer. Hal ini tentunya menimbulkan ketidakseimbangan perjanjian
kerjasama ini dimana seharusnya pihak Main Dealer memberikan surat
peringatan terlebih dahulu dan melihat pihak Dealer melakukan perubahan atas kesalahan pada tindakan
tersebut dan tidak secara langsung
menolak perpan-jangan penunjukan
dan pengangkatan Dealer AHASS
H3 secara sepihak tanpa ada penjelasan dari Dealer.
Jika dilihat dari bentuk kerjasama antara PT. Wahana Makmur
Sejati dengan PT. Abelindo Jaya Samudera maka banyak sekali pasalpasal yang memberatkan PT. Abelindo Jaya Samudera. Dari analisis
perjanjian bahwa hal penting yang
membuat perjanjian ini tidak seimbang adalah:
1) Pihak Main Dealer bisa melakukan pemutusan secara sepihak
kepada Dealer jika tidak memenuhi kriteria yang dibe-rikan oleh
Main Dealer. (Pasal 10 Perjanjian AHASS H3).
2) Dealer harus menanggung segala
beban pajak, retribusi dan biaya
lain-lainnya yang timbul sebagai
akibat dari perjanjian (Pasal 7
Perjanjian AHASS H2).
3) Biaya pembuatan interior atau
peralatan service yang mengandung unsur subsidi bisa diambil
oleh Main Dealer saat terjadi
wanprestasi walaupun biaya tersebut sebagian dikeluarkan oleh
Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
2015
Dealer. (Pasal 6 Perjanjian
AHASS H2; Pasal 6 dan 11
perjanjian AHASS H3).
4) Main Dealer mempunyai kuasa
untuk mengambil paksa barang
bersubsidi dan akibat dari kerusakan atau biaya menjadi beban
Dealer (Pasal 11 Perjanjian
AHASS H2; Pasal 6 dan 11
perjanjian AHASS H3).
Jika dilihat dari empat point
di atas sudah jelas bahwa tidak ada
keseimbangan dalam perjanjian kerjasama ini dan pihak Main Dealer
yang diuntungkan dengan adanya
kerjasama ini. Seharusnya setiap perjanjian yang dilahirkan selalu terdapat pengharapan tercapainya tujuan dan kepentingan para pihak
yang membuatnya. Setiap perjanjian
yang disepakati selalu berisikan
tentang kepentingan yang bertimbal
balik yang secara ideal seharusnya
memiliki keseimbangan.
E. SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Dari uraian yang telah dijelaskan diatas, maka dapatlah diambil
kesimpulan sebagai berikut:
a. Bentuk Perjanjian Kerjasama
antara PT. Wahana Makmur
Sejati dan PT. Abelindo Jaya
Samudera adalah bentuk perjanjian kerjasama penunjukan
dan pengangkatan dari Main
Dealer
kepada
dengan
Channel 2 dan 3 atau AHASS
H 2,3.
b. Prosedur dan kriteria penunjukan Dealer oleh Main Dealer sudah terpenuhi pada saat
pengajuan proposal dan ditanda tangani bersama perPage 15
Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara
Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi
Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT.
Abelindo Jaya Samudera)
janjian kerjasama ini tetapi
perjanjian tertulis ini dibuat
dibawah tangan tanpa dibuat
dihadapan pejabat yang berwenang (Notaris) yang dalam pelaksanaanya menempatkan menempatkan posisi
tidak seimbang dimana format bentuk kerjasama sudah
bentuk baku yang menjadi
standar dari Main Dealer
kepada Dealer.
c. Akibat hukum yang terjadi
dalam perjanjian kerjasama
adalah tidak diperpanjang
kontrak kerjasama untuk
AHASS H3 akibat wanprestasi karena Dealer dianggap
tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah disepakati
dan diberikan oleh Main
Dealer akibat adanya karyawan Dealer yang menjual
spare part yang bukan merk
asli Honda.
2. Saran
Berdasarkan hal-hal yang sudah diuraikan diatas penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:
a. Hendaknya para pihak dalam
membuat perjanjian kerjasama
agar kiranya dapat dibuat dalam
bentuk akta otentik melalui
pejabat yang berwenang seperti
Notaris. Sehingga kontrak yang
dibuat para pihak secara substansial memberikan masukan dari
pertimbangan Hukum dari Notaris.
b. Hendaknya disarankan dalam
melakukan dan melaksanakan
Kerjasama, para pihak harus
memenuhi hak dan kewajiban
Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16)
c.
2015
yang telah disepakati bersama
tetapi hak dan kewajiban tersebut harus dibuat seimbang.
Hendaknya disarankan penyelesaian sengketa para pihak dalam
perjanjian sebaiknya sebelum
menuju penyelesaian melalui jalur pengadilan (litigasi), diupayakan terlebih dahulu melalui jalan musyawarah mufakat, agar
para pihak yang bersangkutan tidak merasa ada yang menang
maupun kalah dan bertujuan untuk menghindari sengketa yang
berkepanjangan.
Page 16
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Harahap, M. Yahya., Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung, PT. Alumni,
1986.
Muljadi, Kartini dan Widjaja, Gunawan., Perikatan yang lahir dari
Perjanjian, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2014.
Prodjodikoro, Wirjono., Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan
Tertentu, Cetakan IX, Bandung, Sumur, 1991.
Sibuea, Hotma P. dan Sukantono, Heryberthus., Metode Penelitian Hukum,
Jakarta, Krakatauw Book, 2009
Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri., Penelitian Hukum Normatif, Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 2011.
Soekanto, Soerjono., Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit
Universitas Indonesia (UI-PRESS), 2010.
Subekti, R., Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Intermasa, 2010.
Subekti, R. dan Tjitrosudibio, R., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Jakarta, Penerbit PT. Pradnya Paramita, 2004.
Sudikno, Mertokusomo., Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta,
Cahaya Atma Pustaka, 2010.
S. Meliala, Djaja., Hukum Perdata dalam Perspektif BW, Bandung, Nuansa
Aulia, 2014
Tjiptono, Fandy., Service Management Mewujudkan Layanan Prima,
Yogyakarta, penerbit CV. Andi Offset, 2008
B. Internet
Yudha Hernoko, Agus., Keseimbangan Versus Keadilan dalam Kontrak
(Bagian III), 2010, http://gagasanhukum.wordpress.com/2010/06/10.
diakses tanggal 11 Nopember 2014.
Download