JURIDICAL ANALYSIS OF THE COOPERATION AGREEMENT BETWEEN MAIN DEALER WITH DEALER OF ASTRA HONDA AUTHORIZED SERVICE STATION (CASE STUDY THE COOPERATION AGREEMENT BETWEEN PT. WAHANA MAKMUR SEJATI WITH PT. ABELINDO JAYA SAMUDERA) Elisabeth D. Hutabarat 1 K.M.S Herman, S.H., M.H., M.Si 2 ABSTRACT Agreement entered into between Main Dealer PT. Wahana Makmur Sejati and PT. Abelindo Jaya Samudera was an agreement on the appointment as Astra Honda Authorized Service Station (AHASS) Dealer. Such appointment was made subject to the appointment criteria and procedures as stipulated by Main Dealer and Sole Distributor, Astra Honda Motor. Since this agreement was not formalized in such an authentic and notorized deed, it was disproportional to the Dealer. Legal consequences of the AHASS agreement were an incurrence of contractually consented rights and obligations; however, as Dealer was in the event of default, i.e. the selling by Dealer of non-genuine Honda spare parts, the extension of agreement on the appointment as Dealer of AHASS H3 was not granted. Keywords: AHASS Dealer Appointment Criteria and Procedures, Legal consequences on AHASS Cooperation Agreement. ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA MAIN DEALER DENGAN DEALER ASTRA HONDA AUTHORIZED SERVICE STATION (STUDI KASUS PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT. WAHANA MAKMUR SEJATI DENGAN PT. ABELINDO JAYA SAMUDERA) Elisabeth D. Hutabarat 1 K.M.S Herman, S.H., M.H., M.Si 2 ABSTRAK Bentuk kerjasama Main Dealer PT. Wahana Makmur Sejati dengan PT. Abelindo Jaya Samudera adalah berbentuk pengangkatan dan penunjukan sebagai Dealer Astra Honda Service Station (AHASS). Penunjukan dan pengangkatan Dealer sudah berdasarkan prosedur dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Main Dealer dan Distributor tunggal Astra Honda Motor tetapi perjanjian ini dibuat secara baku dan tanpa bentuk akta otentik melalui notaris sehingga terlihat tidak seimbang bagi Dealer. Konsekuensi hukum dari perjanjian kerjasama AHASS adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipatuhi bersama tetapi karena ada wanprestasi dari Dealer dengan menjual spare part bukan merk honda asli maka perpanjangan penunjukan dan pengangkatan Dealer AHASS H3 tidak diberikan. Kata Kunci : Prosedur dan Kriteria Pengangkatan dan Penunjukan Dealer AHASS, Konsekuensi Hukum atas Perjanjian Kerjasama AHASS. 1 Mahasiswi Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 2 Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. Jakarta. Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) Page 1 Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT. Abelindo Jaya Samudera) A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam dunia bisnis sudah tidak asing adanya perjanjian kerjasama atau lebih dikenal dengan istilah kontrak. Kontrak ini dilakukan dengan pertimbangan adanya hubungan saling menguntungkan. Subekti mengatakan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.3 Sedangkan menurut Subekti dan Tjitrosudibio dalam Buku Kitab Undang-Undang Hukum perdata pada Pasal 1313 KUH Perdata mengatakan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.4 Hal ini merupakan perbuatan hukum dan dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak dan perjanjian itu akan menjadi undang-undang bagi para pihak serta semua yang dijanjikan tersebut harus dilakukan dan dilaksanakan berdasarkan kesepakatan perjanjian tersebut. Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.5 3 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, 2010, hlm. 1 4 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya Paramita, 2004, hlm. 338. 5 Ibid., hlm. 342. Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) 2015 Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga. Perjanjian Main Dealer dan Dealer sebagai Astra Honda Authorized Service Station (AHASS) antara PT. Wahana Makmur Sejati dengan PT. Abelindo Jaya Samudra pada dasarnya adalah suatu perwujudan kewenangan hukum para pihak untuk menunjuk dan mengangkat Dealer yang berhak untuk menyediakan jasa service dan memasarkan serta menjual suku cadang asli sepeda motor merk Honda yaitu Honda Genuine Part (HGP) Honda Value Line (HVL) yang didistribusikan oleh PT. Astra Honda Motor selaku Distributor Tunggal diseluruh wilayah Republik Indonesia. Dengan permasalahan hukum yang timbul dari perjanjian kerjasama ini, maka menarik perhatian peneliti untuk menganalisis secara yuridis isi dan permasalahan serta dampak atau akibat hukum yang terjadi dari perjanjian kedua belah pihak tersebut. Maka Page 2 Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT. Abelindo Jaya Samudera) peneliti tertarik untuk mengemukakan judul penelitian ini sebagai berikut : “ Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer dengan Dealer Astra Honda Authorized Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama antara PT. Wahana Makmur Sejati dengan PT. Abelindo Jaya Samudera).” B. RUMUSAN MASALAH Dalam penelitian ini pokok permasalahan yang ada adalah sebagai berikut: 1. Apakah bentuk perjanjian kerjasama antara PT. Wahana Makmur Sejati dan PT. Abelindo Jaya Samudera? 2. Apakah prosedur dan kriteria penunjukan dan pengangkatan Dealer PT. Abelindo Jaya Samudera sudah terpenuhi? 3. Apakah konsekuensi hukum yang terjadi dalam penunjukan dan pengangkatan PT. Abelindo Jaya Samudera sebagai Dealer Astra Honda Authorized Service Station (AHASS) ? C. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi, yang dilakukan metodologis, sistematis dan konsisten.6 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari 2015 satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.7 Metodologi penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan data primer (atau data dasar), sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder.8 Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metodologi penelitian yuridis-normatif atau penelitian yuridis-dogmatis karena bahan-bahan yang digunakan untuk dasar penelitian ini merupakan bahan-bahan yang dikumpulkan melalui alat pengumpulan data yang berupa studi bahan-bahan pustaka dan data sekunder lainnya. Menurut Soejono Soekanto sebagaimana dikutip oleh Hotma P. Sibuea bahwa penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian kepustaka-an.9 Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa objek kajian atau objek yang diteliti dalam penelitian yurudis-normatif atau yuridisdogmatif adalah bahan-bahan kepustakaan yang dapt dikategorikan sebagai data sekunder. Di dalam pene7 Soerjono Soekanto, Op.Cit., 43 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Raja Grafindo, 2011, hlm. 12 9 Hotma P. Sibuea dan Heryberthus Sukantono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Krakatauw Book, 2009, hlm 79 8 6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia – UI Press, 2010, hlm. 42 Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) Page 3 Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT. Abelindo Jaya Samudera) litian hukum,ada 3 (tiga) bahan hukum yaitu 10: 1. Bahan Hukum Primer yakni bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari UndangUndang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, peraturan perundang-undangan dan perjanjian yang relevan dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini seperti Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 2. Bahan Hukum Sekunder yakni bahan yang memberi penjelasan mengenai mengenai bahan hukum primer, dapat berupa hasilhasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum atau literaturliteratur yang berkaitan dengan Perjanjian Kerjasama dan Perjanjian Kerjasama antara PT. Wahana Makmur Sejati dengan PT. Abelindo Jaya Samudera 3. Bahan Hukum Tersier yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa tulisan yang diperoleh melalui media internet yang berkenaan dengan Perjanjian Main Dealer dan Dealer bengkel AHASS. D. PEMBAHASAN Hak dan Kewajiban Perjanjian Kerjasama PT. Wahana Makmur Sejati ditunjuk oleh Astra Honda Motor sebagai Main Dealer sepeda motor Honda untuk wilayah JakartaTangerang sejak 1972. Di-support 10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit., hlm. 13 Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) 2015 oleh jaringan 121 outlet Dealer dan 350 outlet Astra Honda Authorized Service Station (AHASS) dengan kualitas produk dan pelayanan kelas dunia menjadikan PT. Wahana Makmur Sejati menjadi pemimpin pasar di Jakarta dan di Indonesia. Dalam usahanya Main Dealer dapat menunjuk dan mengangkat Dealer dalam membantu kegiatan penjualan motor, perbaikan dan pemeliharaan dan penjualan spare part asli motor Honda. Dengan adanya penunjukan dan pengangkatan delear oleh Main Dealer, maka timbul perjanjian kerjasama dan untuk melaksanakan suatu perjanjian harus terlebih dahulu ditetapkan apa saja isi dari perjanjian tersebut, atau dengan kata lain apa saja hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hak dan kewajiban tidak hanya timbul dari apa yang telah tegas dinyatakan dalam perjanjian, akan tetapi juga termasuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang. Hal ini terdapat dalam Pasal 1339 KUH Perdata yang berbunyi: “suatu perjanjian tidak hanya megikat untuk hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undangundang”. Merujuk kepada peristiwa hukum konkritnya, pada saat perjanjian kerjasama disepakati oleh para pihak yang terkait, norma-norma dalam perjanjian kerjasama tentang pengangkatan dan penunjukan sebagai Dealer AHASS H23 tersebut dipergunakan sebagai sandaran dalam menunaikan hak dan kewajiban para Page 4 Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT. Abelindo Jaya Samudera) pihak. Adapun hak dan kewajiban dalam perjanjian kerjasama antara Main Dealer PT. Wahana Makmur Sejati dan Dealer PT. Abelindo Jaya Samudera adalah sebagai berikut: 1. Dealer bersedia memenuhi SDM dengan standar yang ditetapkan dan harus melengkapi sarana dan prasarana serta menjalankan program-program yang telah ditetapkan Main Dealer. 2. Dealer berkewajiban menjalankan program promosi yang ditetapkan Main Dealear. 3. Main Dealer menjual strategis tools kepada Dealer dengan harga subsidi. 4. Dealer wajib mengikuti program penyeragaman exterior / tampak depan dan dalam yang dibangun dan disubsidi oleh Main Dealer dan memasang Shop’s Sign pada tempat usaha dengan spesifikasi standar. 5. Dealer tidak boleh membuka usaha yang sejenis tanpa ijin tertulis dari Main Dealer. 6. Main Dealer memberikan supervisi kepada Dealer mengenai keadaan AHASS, persediaan suku cadang, administrasi, promosi, manajemen untuk Dealer dengan memberikan training full operational Service Center. 7. Main Dealer memberikan penilaian dan pemutusan kerjasama kepada Dealer dengan ketentuan yang berlaku. 8. Main Dealer mempunyai hak untuk mengambil atau menarik kembali segala sarana dan prasarana standart yang mengandung subsidi atau hasil kreasi Main Dealer dan membebaskan Main Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) 2015 Dealer atas kerusakan yang timbul dari proses penarikan tersebut. 9. Delear mengirimkan laporan Service Kendaraan setiap bulan secara rutin dengan form dan bentuk laporan yang sudah disediakan dan tetapkan Main Dealer. Berakhirnya Perjanjian Suatu perjanjian berakhir karena beberapa hal: a. ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu; b. undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian; c. para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus; Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Ketentuan ini memberikan kelonggaran kepada debitur untuk tidak melakukan Penggantian biaya, kerugian, dan bunga kepada kreditur, oleh karena suatu keadaan yang berada diluar kekuasaannya. Ada tiga hal yang menyebabkan debitur tidak melakukan penggantian biaya, kerugian dan bunga, yaitu: 1. adanya suatu hal yang tak terduga sebelumnya, atau 2. terjadinya secara kebetulan, dan atau 3. keadaan memaksa. Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1) keadaan memaksa absolut, dan 2) keadaan memaksa yang relatif. Page 5 Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT. Abelindo Jaya Samudera) Keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar. Keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya. Di dalam perjanjian selalu ada dua subjek yaitu pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi dan pihak yang berhak atas suatu prestasi. Didalam pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak tidak jarang pula debitur lalai melaksanakan kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajibannya atau tidak melaksanakan seluruh prestasinya, hal ini disebut wanprestasi. Wirjono Prodjodikoro, mengatakan bahwa wanprestasi adalah ketiadaan suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harusdilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam bahasa Indonesia dapat dipakai istilah “pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk wanprestasi”.11 Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian atau suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya. Menurut M. 2015 Yahya Harahap bahwa “wanprestasi” dapat dimaksudkan juga sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilaksanakan tidak selayaknya.12 Dengan kata lain bahwa wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian. Bentuk dan Karakteristik Perjanjian Kerjasama Main Dealer dan Dealer Sistem yang diberlakukan dalam Perjajian Kerjasama Main Dealer dan Dealer bukan sistem franchise yang mengharuskan investor membayar manajement fee atau franchise fee, melainkan hanya sistem kerjasama dimana Dealer merupakan mitra kerja sebagai kepanjangan tangan dari Distributor Tunggal Astra Honda Motor. Jadi bentuk perjanjian kerjasama Main Dealer dan Dealer adalah bentuk penunjukan dan pengangkatan dari Dealer oleh Main Dealer sebagai Dealer resmi dari AHASS dengan karakteristik jenis perjanjian yang telah ditetapkan oleh Main Dealer. Menurut Fandy Tjiptono, beliau mengemukaan bahwa “Dealer adalah perusahaan yang fungsi utamanya menjual produk kepada konsumen akhir untuk pemakaian pri- 11 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Cetakan IX. Bandung, Sumur. 1991, hlm 17 Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) 12 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Op. Cit, hlm 60 Page 6 Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT. Abelindo Jaya Samudera) badi atau rumah tangga”.13 Jadi dapat disimpulkan bahwa Dealer adalah suatu badan atau perorangan yang bertugas sebagai tangan distribusi dari produsen kepada konsumen. Dealer AHASS berarti badan atau perorangan yang bertugas sebagai tangan distribusi dalam rangka penjualan dan pelayanan dari AHASS kepada konsumen akhir. Sedangkan arti bahasa indonesia dari Main adalah utama yang berarti pengertian dari kata Main Dealer adalah Dealer Utama. Dealer utama merupakan Dealer resmi yang ditunjuk sebagai distributor atau sebagi kepanjangan tangan dari produsen motor honda dan suku cadangannya atau dikenal dengan nama Astra Honda Authorized Station (AHASS). Dalam kegiatan usahanya kerjasama ini mempunyai 3 (tiga) karakteristik sesuai dengan bentuk perjanjian kerjasama yang diajukan oleh Dealer kepada Main Dealer. Adapun karakteristik Perjanjian Kerjasama ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. AHASS H1 Sales/Penjualan, disini menyediakan varian sepeda motor Honda yang terbaru dan juga bekerja sama dengan pihak ketiga untuk keperluan kredit sepeda motor HONDA, jaringan dengan status H1 berhak menjual sepeda motor Honda Produksi Astra Honda Motor ( AHM ). 2. AHASS H2 Bengkel / Pemeliharaan, disini menyediakan layanan service 13 Tjiptono, Fandy Tjiptono, Service Management Mewujudkan Layanan Prima, Yogyakarta, penerbit CV. Andi Offset. 2008, hlm 191. Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) 2015 (perbaikan) untuk semua varian sepeda motor Honda mulai dari awal produksi sampai dengan produk terakhir yang dikeluarkan oleh PT. Astra Honda Motor, jaringan dengan status H2, berhak menerima Kartu Perawatan Berkala (KPB) dari sepeda motor Honda yang baru serta menerima service dari sepeda motor Honda lama. 3. AHASS H3: Spare part, disini menyediakan Suku Cadang asli Honda, jaringan dengan H3 ini berhak menjual spare part Honda Genuine Part (HGP). Untuk PT. Abelindo Jaya Samudera sendiri mempunyai status usaha H23 yaitu sebagai bengkel yang menyediakan layanan service (perbaikan) serta tempat yang menyediakan dan menjual spare part Honda Genuine Part. Penunjukan Dealer PT. Abelindo Jaya Samudera, untuk pertama kali diberikan Main Dealer PT. Wahana Makmur Sejati sebagai AHASS H2 dengan penandatanganan Perjanjian Penunjukan dan pengangkatan Astra Honda Authorized service Station (AHASS) Nomor: AHASS/240/LO/WMS/PPPA/VII/ 2005 pada tanggal 19 Juli 2005. Kemudian Penunjukan sebagai Dealer AHASS H3 dilakukan pada tanggal 1 Januari 2007 dengan Nomor: 08104 / 238 / LO / WMS / SPParts/1/ 2007. Pasal atau Klausul Dalam Perjanjian Kerjasama AHASS Perjanjian kerjasama yang dipunyai PT. Abelindo Jaya Samudera adalah AHASS H2 dan AHASS H3 dibuat asli rangkap 3 (tiga) dan Page 7 Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT. Abelindo Jaya Samudera) ketiganya mempunyai kekuatan hukum yang sama sebagai lembar asli, Lembar asli pertama dipegang oleh Dealer, lembar asli kedua dipegang oleh Main Dealer dan lembar asli ketiga dipegang oleh PT. Astra Honda Motor. Jika dilihat dari pasal dan klausula dari isi perjanjian maka dapat dikatakan bahwa bentuk perjanjian kerjasama ini adalah bentuk penunjukan dan pengangkatan PT. Abelindo Jaya Samudera sebagai Dealer AHASS H2 dan H3 oleh Main Dealer PT. Wahana Makmur Sejati yang bertugas untuk memberikan service dan penjualan spare part motor asli merk honda. Perjanjian ini bersifat perjanjian baku dengan klausul baku karena format dan bentuk dibuat standar oleh Main Dealer dan berlaku untuk semua Dealer yang ditunjuk dan diangkatnya. Dalam rangka kepentingan bisnis dan efisiensi banyak sekali pelaku bisnis yang membakukan perjanjian yang dibuat. Perjanjian baku dimaksudkan untuk membuat keseragaman ukuran pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. Perjanjian baku ini tentu telah dipersiapkan sebelumnya oleh pelaku usaha dan telah ditetapkan secara sepihak isinya. Namun, pelaku usaha tetap meminta persetujuan dari pihak lain yang diajak bertransaksi atas perjanjian baku yang diadakan oleh pelaku usaha tersebut. Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun di sisi lain, harus diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita seJurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) 2015 lalu harus menegosiasikan syarat dan ketentuannya. Dalam pustaka hukum, perjanjian baku juga dikenal dengan sebutan standardized agreement, standard contract atau contract of adhesion. Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) mendefinisikan klausula baku sebagai aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha atau penyalur produk yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Intinya, si produsen atau pemberi jasa telah menyiapkan perjanjian standar dengan ketentuan umum dan konsumen hanya memiliki dua pilihan, yaitu menyetujui atau menolaknya. Disamping prosedur pembuatannya yang bersifat sepihak, terdapat hal masalah lain. Isi perjanjian standar mengandung ketentuan pengalihan kewajiban atau tanggung jawab pelaku usaha. Biasanya ketentuan ini bermaksud membatasi, atau bahkan menghapus sama sekali tanggung jawab yang semestinya dibebankan atau ditanggung kepada pihak produsen atau penyalur (penjual). Jadi terlihat adanya ketidakseimbangan posisi tawar menawar antara produsen atau penjual dan konsumen di pihak lain. Jika kita teliti UUPK terutama Psl 18, sebenarnya kontrak standar masih dibenarkan. Namun, UUPK melarang dengan tegas kontrak standar yang isinya mengalihkan tanggungjawab pelaku usaha atau pihak produsen atau penyalur/penjual. Bila pelaku usaha tetap melakukan Page 8 Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT. Abelindo Jaya Samudera) hal ini maka dapat dikenakan sanksi pidana atau denda sebesar 1 milyar rupiah. Klausula baku adalah setiap syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun di sisi lain, harus diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita selalu harus merenegosiasikan syarat dan ketentuannya. Begitu pula dengan perjanjian kerjasama penunjukan dan pengangkatan Dealer oleh Main Dealer AHASS, perjanjian ini dibuat secara standart untuk setiap Dealer dengan syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan tetapkan oleh Main Dealer dan dituangkan dalam perjanjian. Seperti terlihat dari perjanjian AHASS H2 dan H3 antara PT. Abelindo Jaya Samudera dan PT. Wahana Makmur Sejati maka terdapat beberapa hal yang menunjukan bahwa perjanjian ini menggunakan klausula baku dengan adanya beberapa pasal-pasal yang mengatakan hal-hal berikut: AHASS H2 a. Pasal 5 ayat b: mengharuskan penggantian harga strategic tools diatur tersendiri oleh Distributor Tunggal karena Dealer tidak menjadi AHASS lagi karena sebab apapun juga. Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) 2015 b. Pasal 7: semua masalah perpajakan dan retribusi dimana segala beban pajak, retribusi dan biaya lain-lainnya yang timbul sebagai akibat dari perjanjian ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan wajib dibayar oleh Dealer. c. Pasal 11 ayat c: dimana Dealer harus memberikan persetujuan dan kuasa kepada Main Dealer yang tidak dapat ditarik kembali setelah berakhirnya perjanjian mengambil kembali segala sarana dan prasarana standar yang mengandung subsidi walaupun ada bagian dari biaya yang dikeluarkan oleh Dealer untuk hal tersebut. Ayat d: Main Dealer tidak dapat dituntut apapun atas kerusakan yang timbul pada fisik bangunan tempat exterior dan interior pada tempat Dealer. Ayat f: Tidak menghalangi hak dari Main Dealer/Distributor Tunggal atas pertimbangannya sendiri untuk menetapkan kebijaksanaan lain yang berkaitan dengan pengembalian exterior dan interior yang ada pada Dealer. Ayat h: Main Dealer dapat menjalin kerjasama dengan pihak lain tanpa adanya hak berupa apapun juga dari Dealer untuk meminta dan menurut ganti rugi dari Main Dealer dengan cara apapun juga. AHASS H3 a. Pasal 7: Dealer memberikan kuasa yang tidak dapat ditarik kembali kepada Main Dealer untuk memasuki perkarangan dan gedung dan/atau dalam kekuasaan Dealer dan/atau melakukan caracara atau metode-metode lainnya Page 9 Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT. Abelindo Jaya Samudera) yang diperlukan untuk mengambil kembali shop’sign. b. Pasal 10: Main Dealer dapat langsung mencabut status kedealeran dan/atau mengakhiri jangka waktu perjanjian ini tanpa perlu menunggu selesainya proses hukum atas pelanggaran merek Honda dan sama sekali tidak memberikan hak / kewenangan Dealer untuk menuntut ganti rugi berupa apapun dan dengan cara apapun dari Main Dealer. c. Pasal 11: Jika perjanjian berakhir, maka Dealer harus memberikan persetujuan dan kuasa kepada Main Dealer yang tidak dapat ditarik kembali untuk menarik/mengambil kembali segala peralatan dan/atau sarana yang berada dalam kekuasaan Dealer yang mengandung subsidi dan/atau hasil kreasi dari distributor tunggal dan/atau dokumen-dokumen dan/ atau surat-surat yang menjadi standar/ ciri/identitas jaringan pemasaran Distributor Tunggal antara lain termasuk tetapi tidak terbatas pada tampak depan (exterior) dan/atau interior toko/ruang penjualan, dalam keadaan utuh sebagaimana mestinya sesuai dengan prosedur/tata cara pengembalian yang akan ditetapkan kemudian oleh Main Dealer dan/ atau Distributor Tunggal dalam suatu keputusan tersendiri dengan biaya sepenuhnya dari Dealer. Dari hal tersebut di atas maka perjanjian ini seharusnya dapat perbaiki sehingga dapat memberikan hak-hak yang sama bagi para pihak yang melakukan perjanjian, bukan karena pihak Main Dealer memJurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) 2015 punyai wewenang yang lebih tinggi dapat mengatur dan menetapkan perjanjian sesuai dengan keinginan dan kepentingan bisnisnya saja tetapi juga memperhatikan keseimbangan dalam perjanjian. Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditu-jukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian, antara lain: 1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; 2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; 3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli konsumen; 4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran; 5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; 6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa; 7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanPage 10 Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT. Abelindo Jaya Samudera) jutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; 8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Analisis tentang prosedur dan kriteria penunjukan dan pengangkatan Dealer oleh Main Dealer Astra Honda Authorized Service Station (AHASS) Untuk mendapatkan ijin penunjukan dan pengangkatan sebagai Dealer AHASS dari Main Dealer diperlukan pengajuan proposal untuk menjadi jaringan AHASS. Adapun proposal tersebut berisi data dan dokumen sebagai berikut: 1. Surat Permohonan jadi AHASS 2. Foto Bangunan tempat usaha/ Bengkel 3. Lay out Bangunan Bengkel 4. Denah sekitar Bengkel 5. Fotocopy KTP, kartu keluarga dan Pas Foto Dari prosedur pengajuan proposal dan kriteria sebagai Dealer semuanya terpenuhi oleh PT. Abelindo Jaya Samudera maka pihak Main Dealer dalam hal ini melakukan penunjukan dan pengangkatan Dealer untuk pertama kali diberikan Main Dealer PT. Wahana Makmur Sejati sebagai Dealer AHASS H2 sebagai penyedia jasa perbaikan pada tanggal 19 Juli 2005. Kemudian Penunjukan Dealer PT. Abelindo Jaya Samudera sebagai AHASS H3 atau Dealer Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) 2015 penjual suku cadang dilakukan pada tanggal 1 Januari 2007. Hal-hal penting yang berhubungan dengan prosedur penunjukan dan pengangkatan Dealer AHASS adalah Pasal 1 (satu) menjelaskan bahwa prosedur penunjukan dan pengangkatan Dealer merupakan hak dari Main Dealer dengan permohonan, verifikasi dan analisis tentang prospek bisnis di wilayah Dealer, sehingga pihak Dealer dalam hal ini PT. Abelindo Jaya Samudera harus memberikan informasi yang dapat mendukung kerjasama ini dalam jangka waktu yang panjang dan saling menguntungkan, kemudian dalam pasal-pasal selanjutnya dijelaskan tentang waktu perjanjian adalah satu tahun dan akan diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi dari Main Dealer. Kriteria penunjukan Dealer berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Main Dealer dimana Dealer harus mempunyai tempat usaha yang menguntungkan dengan disertai copy bukti kepemilikan tempat, memiliki lay out bangunan bengkel yang ideal berukuran 8 meter x 10 meter atau lebih, lokasi sekitar bengkel memiliki potensi-potensi bisnis seperti ada pasar, sekolah atau perumahan dengan detail serta ditambah data populasi sepeda motor Honda atau bengkel berada minimal pada jarak radius 10 Km dari tempat-tempat potensi bisnis sebagai Dealer dan kriteria terakhir adalah kelengkapan data legal sebagai badan hukum seperti copy dokumen izin gangguan HO (Hinder Ordonantie), SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan), TDP (Tanda Daftar Perusahaan), NPWP (Nomor Pokok Page 11 Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT. Abelindo Jaya Samudera) Wajib Pajak), SITU (Surat Izin Tempat Usaha) dan KTP. Kewajiban Dealer adalah harus melakukan pemasangan shop’s sign atau papan nama toko pada tempat usaha Dealer untuk menunjukan indentitas Dealer dan nama besar Astra Honda Motor disamping hal tersebut larangan penjualan produk atau spare part palsu. Dealer harus memberikan reporting mengenai data-data service yang telah dilakukan dan pihak Main Dealer juga akan memverifikasi kegiatan dari operasional Dealer. Dealer dilarang untuk mengadakan kerja sama lain dengan perusahaan yang mempunyai kegiatan yang sama dengan bisnis dalam perjanjian kerjasama dengan Main Dealer dan Dealer harus membantu untuk mempromosikan produk atau program-program baik yang berasal dari Astra Honda Motor maupun dari Main Dealer PT. Wahana Makmur Sejati. Analisis tentang konsekuensi hukum penunjukan PT. Abelindo Jaya Samudera sebagai Dealer Astra Honda Authorized Service Station (AHASS) Perjanjian kerjasama merupakan dokemen hukum yang utama (main legal document) yang dibuat secara sah dengan memenuhi syaratsyarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Akibat hukum perjanjian yang dibuat secara sah, maka akan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata). Dalam pelaksanaannya tidak berarti perjanjian kerjasama tidak membawa masalah serta berbagai kendala yang dapat merugikan salah satu pihak Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) 2015 oleh sebab itu harus diperhatikan siapa yang melakukan perjanjian dan apa isi dari perjanjian agar jika terjadi suatu kendala dapat diselesaikan dengan cara yang terbaik. Akibat adalah pengaruh terhadap para pihak dan juga mengandung arti sebagai sanksi bagi pihak yang lalai melaksanakan kewajibannya. Suatu hal daripada ketidakjujuran dalam suatu perjanjian akan membawa akibat terhadap perjanjian itu sendiri. Pasal 1340 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat hanya berlaku diantara para pihak yang membuatnya. Dalam hal perjanjian kerjasama Main Dealer dan Dealer AHASS maka perjanjian ini berlaku untuk PT. Wahana Makmur Sejati dengan PT. Abelindo Jaya Samudera. Ini berarti bahwa setiap perjanjian yang buat oleh kedua perusahaan ini hanya membawa akibat berlakunya ketentuan pasal 1311 Kitab UndangUndang Hukum perdata bagi para pihak yang terlibat atau membuat perjanjian tersebut. Jadi apa yang menjadi kewajiban atau prestasi yang harus dilaksanakan oleh PT. Abelindo Jaya Samudera dalam perjanjian hanya merupakan dan menjadi kewajiban-kewajibanya semata-mata. Dengan demikian bahwa prestasi yang dibebankan oleh Kitab UndangUndang Hukum Perdata bersifat personal dan tidak dapat dialihkan dengan begitu saja karena semua perjanjian yang telah dibuat dengan sah antara PT. Wahana Makmur Sejati dan PT. Abelindo Jaya Samudera akan berlaku sebagai Undangundang bagi kedua perusahaan terPage 12 Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT. Abelindo Jaya Samudera) sebut. Jadi perjanjian tersebut akan mengikat dan melahirkan perikatan bagi para pihak dalam perjanjian ini karena perjanjian kerjasama Main Dealer dengan Dealer tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undangundang dinyatakan cukup untuk itu. Dengan ketentuan pasal 1338 ayat 2 kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jelas bahwa apa yang sudah disepakati oleh PT. Wahana Makmur Sejati dengan PT. Abelindo Jaya Samudera tidak boleh diubah oleh pihak manapun, kecuali jika perubahan tersebut memang dikehendaki secara bersama oleh para pihak atau ditentukan demikian oleh undangundang berdasarkan suatu perbuatan hukum atau peristiwa hukum atau keadaan hukum tertentu. Dengan demikian perjanjian mulai mengikat para pihak dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, terhitung sejak tercapainya kesepkatan para pihak. Di samping bentuk perjanjian konsensual seperti tersebut di atas ada pula bentuk perjanjian lainnya yaitu perjanjian formal dan perjanjian riil. Untuk kedua perjanjian itu tidak cukup hanya dengan kata sepakat tapi diperlukan suatu formalitas atau suatu perbuatan yang nyata. Suatu perjanjian disebut formal akan menjadi sah apabila harus dilaksanakan dengan suatu tindakan tertentu, apabila tidak dilakukan maka perjanjian tersebut tidak sah. Untuk perjanjian perdamaian yang harus dilaksanakan secara tertulis, kalau tidak maka ia tidak sah. Demikian pula terhadap perjanjian riil, perjanJurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) 2015 jian itu menjadi atau mulai sah apabila telah dilaksanakan suatu penyerahan. Akibat dari perjanjian diatur dengan tegas dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang mengatakan : “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dari sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Bentuk perjanjian penunjukan dan pengakatan Dealer oleh Main Dealer dibuat secara baku yang merupakan hasil inisiasi dari Main Dealer yang dituangkan dalam bentuk pasal atau klausul dari perjanjian yang dibuat untuk kepentingan bisnis dalam perjanjian kerjasama sehingga dapat digunakan untuk seluruh Dealer yang diangkat oleh Main Dealer. Adapun mengenai akibat dari suatu perjanjian adalah sesuai dengan apa yang para pihak perjanjikan sehingga jika pihak Dealer menyetujui perjanjian yang dibuat secara standart dan baku oleh Main Dealer ini, maka perjanjian ini harus dijalakankan karena bila perjanjian untuk memberikan sesuatu atau menyerahkan sesuatu, para pihak harus melaksanakannya, sedangkan bila perjanjian untuk berbuat sesuatu, maka para pihak baru berbuat sesuai dengan yang diperjanjikan. Permasalahan yang timbul dari perjanjian ini adalah adanya wanprestasi dari pihak dealer dimana pihak Dealer melakukan penjualan Page 13 Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT. Abelindo Jaya Samudera) suku cadang yang bukan asli merk Honda yang telah ditetapkan oleh Main Dealer. Hal ini telah melanggar kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian penunjukan dan pengangkatan PT. Abelindo Jaya Samudera sebagai Dealer AHASS H3 pada Pasal 4 dan 5 yaitu pada Pasal 4 mengatakan bahwa Dealer berjanji untuk tidak melakukan atau ikut serta melakukan atau membantu kegiatan dalam bentuk apapun juga yang bermaksud untuk membuat dan/atau menjual/memasarkan dan/atau memberi kemasan/ mengemas suku cadang dengan memakai kemasan palsu atau yang dipalsukan dan/atau menyalahgunakan kemasan asli milik Distributor Tunggal dengan cara apapun kepada pihak lain siapapun juga dan pada pasal 5 mengatakan bahwa Dealer berjanji untuk tidak melakukan atau ikut serta melakukan atau membantu melakukan kegiatan dalam bentuk apapun juga yang bermaksud untuk membuat dan/atau menjual/ memasarkan dan/atau memberi kemasan/mengemas suku cadang dengan memakai kemasan yang mengunakan identitas/atribut Honda dan/ atau Distributor Tunggal dengan cara apapun kepada pihak lain siapapun juga. Jadi penggunaan, pembuatan dan penjualan dengan kemasan dan atribut suku cadang palsu tidak diperkenakan bagi setiap Dealer AHASS. Kejadian yang dialami PT. Abelindo Jaya Samudera adalah adanya diketemukan bahwa karyawan PT. Abelindo Jaya Samudera dalam hal ini montir untuk perbaikan sepeda motor menjual spare part palsu yang tanpa sepengetahuan dari pemilik Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) 2015 karena dilakukan secara diam-diam, tetapi pada saat sidak oleh pihak Main Dealer ditemukan hal tersebut. Hal ini menyebabkan diputuskannya secara sepihak oleh Main Dealer dengan cara tidak memperpanjang kontrak kerjasama penunjukan dan pengangkatan Dealer AHASS H3 atau sebagai penjual spare part asli merk honda. Kebijakan ini dilakukan oleh Main Dealer berdasarkan oleh kesepakatan pasal 10 yang berbunyi bahwa Apabila Dealer tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam butir 4 dan 5 Perjanjian ini dan/atau apabila ditemukan adanya pelanggaran merek Honda dalam bentuk apapun juga ditempat usaha Dealer, maka Main Dealer dapat langsung mencabut status kedealeran dan/atau mengakhiri jangka waktu perjanjian ini tanpa perlu menunggu selesainya proses hukum atas pelanggaran merek Honda tersebut dan hal ini sama sekali tidak memberikan hak/kewenangan Main Dealer untuk menuntut ganti rugi berupa apapun dan dengan cara apapun dari Dealer. Walaupun kesalahan dilakukan bukan karena unsur kesengajaan dari pemilik Dealer tetapi karena karyawan atau montir tersebut masih dalam pengawasan pemilik Dealer PT. Abelindo Jaya Samudera maka konsekuensi hukum atas tindakan tersebut berdampak pada tidak diperpanjangnya penunjukan dan pengangkatan Dealer AHASS H3. Hal ini membuktikan bahwa pernjanjian yang disepakati bersama berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang menyepakatinya. Tetapi hendaknya pemutusan kontrak tersePage 14 Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT. Abelindo Jaya Samudera) but tidak dilakukan secara sepihak tanpa adanya penjelasan dan alasan dari pihak Dealer walaupun penunjukan dan pengangkatan Dealer merupakan hak mutlak dari Main Dealer dalam menilai dan menganalisa Dealer. Hal ini tentunya menimbulkan ketidakseimbangan perjanjian kerjasama ini dimana seharusnya pihak Main Dealer memberikan surat peringatan terlebih dahulu dan melihat pihak Dealer melakukan perubahan atas kesalahan pada tindakan tersebut dan tidak secara langsung menolak perpan-jangan penunjukan dan pengangkatan Dealer AHASS H3 secara sepihak tanpa ada penjelasan dari Dealer. Jika dilihat dari bentuk kerjasama antara PT. Wahana Makmur Sejati dengan PT. Abelindo Jaya Samudera maka banyak sekali pasalpasal yang memberatkan PT. Abelindo Jaya Samudera. Dari analisis perjanjian bahwa hal penting yang membuat perjanjian ini tidak seimbang adalah: 1) Pihak Main Dealer bisa melakukan pemutusan secara sepihak kepada Dealer jika tidak memenuhi kriteria yang dibe-rikan oleh Main Dealer. (Pasal 10 Perjanjian AHASS H3). 2) Dealer harus menanggung segala beban pajak, retribusi dan biaya lain-lainnya yang timbul sebagai akibat dari perjanjian (Pasal 7 Perjanjian AHASS H2). 3) Biaya pembuatan interior atau peralatan service yang mengandung unsur subsidi bisa diambil oleh Main Dealer saat terjadi wanprestasi walaupun biaya tersebut sebagian dikeluarkan oleh Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) 2015 Dealer. (Pasal 6 Perjanjian AHASS H2; Pasal 6 dan 11 perjanjian AHASS H3). 4) Main Dealer mempunyai kuasa untuk mengambil paksa barang bersubsidi dan akibat dari kerusakan atau biaya menjadi beban Dealer (Pasal 11 Perjanjian AHASS H2; Pasal 6 dan 11 perjanjian AHASS H3). Jika dilihat dari empat point di atas sudah jelas bahwa tidak ada keseimbangan dalam perjanjian kerjasama ini dan pihak Main Dealer yang diuntungkan dengan adanya kerjasama ini. Seharusnya setiap perjanjian yang dilahirkan selalu terdapat pengharapan tercapainya tujuan dan kepentingan para pihak yang membuatnya. Setiap perjanjian yang disepakati selalu berisikan tentang kepentingan yang bertimbal balik yang secara ideal seharusnya memiliki keseimbangan. E. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Dari uraian yang telah dijelaskan diatas, maka dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Bentuk Perjanjian Kerjasama antara PT. Wahana Makmur Sejati dan PT. Abelindo Jaya Samudera adalah bentuk perjanjian kerjasama penunjukan dan pengangkatan dari Main Dealer kepada dengan Channel 2 dan 3 atau AHASS H 2,3. b. Prosedur dan kriteria penunjukan Dealer oleh Main Dealer sudah terpenuhi pada saat pengajuan proposal dan ditanda tangani bersama perPage 15 Elisabeth Debora Hutabarat - Analisis Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara Main Dealer Dengan Dealer Astra Honda Authorizaed Service Station (Studi Kasus Perjanjian Kerjasama Antara PT. Wahana Makmur Sejati Dengan PT. Abelindo Jaya Samudera) janjian kerjasama ini tetapi perjanjian tertulis ini dibuat dibawah tangan tanpa dibuat dihadapan pejabat yang berwenang (Notaris) yang dalam pelaksanaanya menempatkan menempatkan posisi tidak seimbang dimana format bentuk kerjasama sudah bentuk baku yang menjadi standar dari Main Dealer kepada Dealer. c. Akibat hukum yang terjadi dalam perjanjian kerjasama adalah tidak diperpanjang kontrak kerjasama untuk AHASS H3 akibat wanprestasi karena Dealer dianggap tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah disepakati dan diberikan oleh Main Dealer akibat adanya karyawan Dealer yang menjual spare part yang bukan merk asli Honda. 2. Saran Berdasarkan hal-hal yang sudah diuraikan diatas penulis memberikan saran-saran sebagai berikut: a. Hendaknya para pihak dalam membuat perjanjian kerjasama agar kiranya dapat dibuat dalam bentuk akta otentik melalui pejabat yang berwenang seperti Notaris. Sehingga kontrak yang dibuat para pihak secara substansial memberikan masukan dari pertimbangan Hukum dari Notaris. b. Hendaknya disarankan dalam melakukan dan melaksanakan Kerjasama, para pihak harus memenuhi hak dan kewajiban Jurnal Lex Certa, Vol. 1 No. 1 (1 – 16) c. 2015 yang telah disepakati bersama tetapi hak dan kewajiban tersebut harus dibuat seimbang. Hendaknya disarankan penyelesaian sengketa para pihak dalam perjanjian sebaiknya sebelum menuju penyelesaian melalui jalur pengadilan (litigasi), diupayakan terlebih dahulu melalui jalan musyawarah mufakat, agar para pihak yang bersangkutan tidak merasa ada yang menang maupun kalah dan bertujuan untuk menghindari sengketa yang berkepanjangan. Page 16 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Harahap, M. Yahya., Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung, PT. Alumni, 1986. Muljadi, Kartini dan Widjaja, Gunawan., Perikatan yang lahir dari Perjanjian, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2014. Prodjodikoro, Wirjono., Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Cetakan IX, Bandung, Sumur, 1991. Sibuea, Hotma P. dan Sukantono, Heryberthus., Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Krakatauw Book, 2009 Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri., Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011. Soekanto, Soerjono., Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS), 2010. Subekti, R., Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Intermasa, 2010. Subekti, R. dan Tjitrosudibio, R., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, Penerbit PT. Pradnya Paramita, 2004. Sudikno, Mertokusomo., Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Cahaya Atma Pustaka, 2010. S. Meliala, Djaja., Hukum Perdata dalam Perspektif BW, Bandung, Nuansa Aulia, 2014 Tjiptono, Fandy., Service Management Mewujudkan Layanan Prima, Yogyakarta, penerbit CV. Andi Offset, 2008 B. Internet Yudha Hernoko, Agus., Keseimbangan Versus Keadilan dalam Kontrak (Bagian III), 2010, http://gagasanhukum.wordpress.com/2010/06/10. diakses tanggal 11 Nopember 2014.