BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya ( State of the art ) Pada tahap ini, akan di bahas mengenai penelitian yang sudah di lakukan sebelumnya dimana terdapat persamaan dan perbedaan yang akan di lihat dari objek dan metode yang di teliti. Penyusunan penelitian sebelumnya akan di jabarkan melalui bentuk tabel matrik yang akan memudahkan pembaca dalam memahaminya. Tabel 2.1 State of the Art No 1 Nama Peneliti Judul Penelitian Graham D Bodie (2011) The Understudied Nature of Listening in Interpersonal Communication: Introduction to a Special Issue 2 Wong, Huerta; Juan; Schoech, Enrique, Experential Harry and Learning Richard Environments: The Case of Active Listening (2010 ) 3 Learning Skills Weger, Gina R Active Listening in Peer Interviews: The Castle, Mellisa C .Emmett Influence of Message Paraphrasing on 4 (2010) Perceptions of Listening Skill Sukron Makmun (2013) Memahami Orang lain melalui mendengar secara empatik 5 Rita (2012) Hubungan Kepuasan Kerja dengan Perilaku Citizenship Organisasional 6 Cecep Hidayat Ferdiansyah (2011) ; Pengaruh Motivasi dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan 7 1. Graham D Bodie (2011) : The Understudied Nature of Listening in Interpersonal Communication: Introduction to a Special Issue Jurnal ini membahas mengenai Listening yang merupakan komponen penting dari keberhasilan dalam komunikasi interpersonal, dan dimana para sarjana komunikasi interpersonal telah mengabaikan teori teori dan pentingnya mendengarkan. Memang benar kegiatan mendengarkan serasa sulit di lakukan baik di dunia kerja dan kehidupan sehari hari. Setelah lulus dari sekolah, seseorang akan masuk ke dunia kerja dan mendapatkan kendala dalam proses Listening. Maka dari itu di tuntut adanya Active Listening bagi setiap orang baik para pimpinan perusahaan maupun karyawan yang berada di lapangan kerja. agar hal itu dapat memudahkan satu sama lain dan berdampak pada kepuasan kerja bagi diri sendiri dan juga orang lain. 2. Wong, Huerta; Enrique, Juan; Schoech, Richard (2010 ) : Experential Learning and Learning Environments: The Case of Active Listening Skills Penelitian ini membandingkan lingkungan virtual dan tatap muka pembelajaran dan konsep mendengarkan aktif untuk menguji apakah efektivitas lingkungan belajar tergantung pada teknik mengajar. Adanya efektivitas dari dua lingkungan belajar (virtual, face-to-face) dan dua teknik mengajar (pengalaman, ceramah ditambah diskusi) pada kepuasan, persepsi keuntungan belajar, dan belajar keterampilan mendengarkan. Penemuan ini mendukung bahwa baik virtual dan tatap muka adalah teknik yang dapat mengembangkan keterampilan mendengarkan mengajar. Lingkungan belajar face-to-face memberikan hasil yang lebih baik daripada lingkungan belajar virtual hanya ketika teknik experiential learning yang digunakan. Meskipun studi ini tidak memberikan hasil yang diterapkan pada populasi umum, menggabungkan sistem virtual learning dengan pengalaman belajar bisa menjadi analisa yang efektif untuk mendidik siswa. Sama halnya dengan dunia kerja, efektifitas Active Listening dalam jam kerja dapat meningkatkan kinerja dibandingkan dengan bekerja melalui virtual. Bekerja dengan proses virtual dapat membantu seseorang dalam bekerja, namun harus diimbangi dengan proses face to face sehingga pekerjaan lebih mudah dilakukan dan akhirnya dapat menghasilkan kepuasan kerja karyawan. 3. Harry Weger, Gina R Castle, Mellisa C .Emmett (2010) : Active Listening in Peer Interviews: The Influence of Message Paraphrasing on Perceptions of Listening Skill Tidak ada keterampilan komunikasi yang diidentifikasi dengan cara mendengarkan secara teratur dan aktif dalam program pelatihan di berbagai disiplin ilmu dan kegiatan. Namun adanya penelitian empiris kecil telah memeriksa unsur-unsur tertentu dari respon mendengar aktif dalam hal efektivitas mereka dalam mencapai hasil yang diinginkan antarpribadi. Penelitian ini melaporkan percobaan yang dirancang untuk menguji adanya pengaruh elemen tertentu dari respon mendengarkan secara aktif, yaitu, parafrase pesan. Seratus delapan puluh mahasiswa berpartisipasi dalam wawancara di mana mereka menerima baik refleksi lalu diparafrasekan dan adanya pengakuan sederhana dalam menanggapi pendapat mereka. Hasil analisa data menunjukkan bahwa parafrase pesan dikaitkan dengan daya tarik sosial pendengar tetapi tidak terkait dengan kepuasan percakapan atau persepsi perasaan yang dimengerti oleh peserta. Hal ini berkaitan pula dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai Active Listening dimana parafrase pesan juga akan mempengaruhi kegiatan mendengar, dan termasuk dalam bagian proses Active Listening yang nantinya akan membentuk puas atau tidaknya seorang karyawan dalam bekerja. 4. Sukron Makmun (2013) : Memahami Orang lain melalui mendengar secara empatik Jurnal ini membahas bagaimana mengembangkan keterampilan mendengarkan empati untuk memahami orang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu keterampilan saat ini dibutuhkan oleh manusia dan sering luput dari perhatian adalah keterampilan mendengarkan empatik. Dapat dikatakan bahwa kegagalan dalam komunikasi dapat disebabkan oleh kurangnya keterampilan yang memadai dalam hal ini. Oleh karena itu, dengan mengembangkan keterampilan empati kegagalan komunikasi dapat terungkap dan mendengarkan kesalahpahaman dapat dihindari dan perselisihan dapat dihilangkan. Melalui mendengar dan memahami orang lain. Persamaan dari jurnal ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah dengan adanya proses mendengar dan juga berhubungan dengan memahami lawan komunikasi. Baik itu mendengarkan secara empatik ataupun secara aktif, dapat membuat lawan bicara akan merasa nyaman dan tentunya seseorang dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang memang mutlak dibutuhkan dalam membangun kerja sama dengan orang lain. Jika seseorang mendengarkan aktif, maka cenderung juga berempati dan membuat seorang karyawan mampu untuk menyampaikan pesan dengan cara dan sikap yang memudahkan lawan bicara yaitu pimpinan perusahaan untuk menerima pesan yang disampaikan. Oleh karena itu, berusaha untuk mengerti adalah prinsip benar yang dimanifestasikan di banyak bidang kehidupan. Seorang pendengar yang aktif dan empatik dapat membaca hal yang sedang terjadi secara mendalam dan cepat. Ia dapat menerima dan mengerti orang lain sehingga orang lain merasa aman untuk membuka hal yang menutupi permasalahan mereka sebenarnya. Usaha untuk mengerti orang lain adalah satu investasi yang akan membawa keberuntungan yang besar buat kita. 5. Rita (2012) : Hubungan Kepuasan Kerja dengan Perilaku Citienship Organisasional Kepuasan kerja merupakan perhatian utama organisasi untuk mencapai keefektifan kinerja. Setiap anggota memiliki perilaku citizenship pada kegiatan yang dikerjakannya.Kepuasan kerja diyakini berhubungan dengan perilaku para karyawan. Tujuan penelitian ini menganalisa pengaruh kepuasan kerja pada perilaku citizenship organisasional. Penelitian mengenai kepuasan kerja ini mengambil sampel Lembaga Swadaya Masyarakat di Jawa. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hasil yang berbeda dengan teori dan penelitian yang lain karena terkait situasi dan kompleksitas organisasi atau obyek. Dan akhirnya pembayaran akan kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap perilaku citizenship organisasional. Dimana perlu dilakukan penelitian yang lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan hasil penelitian di atas, adanya factor factor yang akan menghilangkan sisi dari kepuasan kerja itu sendiri baik dari perilaku pekerja, komunikasi di dalam kerja, dan juga berpengaruh pada Active Listening di tempat kerja. 6. Cecep Hidayat ; Ferdiansyah (2011) : Pengaruh Motivasi dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Pada jurnal terakhir mengenai kepuasan kerja mengungkapkan bahwa seberapa besar pengaruh motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun simultan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan penelitian di atas, kepuasan kerja dapat di hasilkan apabila pekerja memiliki motivasi yang kuat. Kepuasan kerja tidak akan tercapai apabila pekerja tidak mendapatkan motivasi yang cukup untuk meningkatkan kinerja di perusahaan, begitupula dengan perusahaan Benindo ini yang mengalami kendala pada kepuasan kerja dari karyawan – karyawannya. 1.2 Landasan Konseptual 2.2.1 Komunikasi Sebelum membahas Active Listening dan kepuasan kerja lebih jauh, perlunya menjabarkan beberapa pengertian mengenai komunikasi. Komunikasi merupakan proses sosial dimana individu individu menggunakan simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. (West & Turner, 2009 : 5) Weaver berpendapat bahwa komunikasi adalah semua prosedur dimana pikiran seseorang dapat mempengaruhi orang lain. (Ardianto & Q-Anees, 2011 : 17) . Berdasarkan kedua teori menurut ahli di atas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa komunikasi merupakan suatu proses dimana terdapat dua orang / lebih yang saling memberikan interaksi baik secara verbal maupun nonverbal dan memberikan dampak pada lawan komunikasi nya. Keterkaitan teori komunikasi dalam pembahasan ini dikarenakan komunikasi merupakan kebutuhan dasar untuk berinteraksi dengan orang lain, terutama di tempat kerja. Dan siapapun dalam perusahaan dituntut untuk dapat berkomunikasi dengan baik. Seperti yang sudah diungkapkan oleh West & Turner mengenai definisi komunikasi, pimpinan perusahaan akan mengkomunikasikan berbagai macam hal yang akan mendukung kegiatan kerja di perusahaan. Begitu pula dengan karyawan yang harus melakukan hal yang sama agar alur komunikasi perusahaan menjadi lancar. Selain itu komunikasi adalah bagian dari cara yang dilakukan dalam Active Listening yang baik dan sangat bermanfaat dalam mempertahankan kepuasan kerja karyawan PT Benindo Ekakarya Sempurna. Komunikasi yang baik sangat mendukung perusahaan dalam melaksanakan Listening yang baik. 2.2.1.1 Bentuk dan Cara Komunikasi Secara luas, Komunikasi memiliki berbagai macam bentuk yang semuanya bergantung pada segi kita memandangnya, yaitu : (Nurjaman & Umam, 2012 : 41) 1. Penyampaian Pesan Komunikasi dapat dilakukan secara lisan dan tertulis atau elektronik 2. Kemasan pesan Komunikasi dapat dilakukan secara verbal dan nonverbal. 3. Kemasan keresmian Komunikasi dapat di kategorikan sebagai komunikasi formal dan nonformal. 4. Pasangan komunikasi, Komunikasi dapat dilihat sebagai Komunikasi Intrapersonal dan Komunikasi Interpersonal Purwanto juga meringkas bahwa ada dua bentuk dasar komunikasi yang lazim digunakan dalam dunia bisnis, yaitu komunikasi verbal dan nonverbal. ( Purwanto, 2006 : 5) Menurut bentuk bentuk komunikasi yang sudah dipaparkan, terdapat hubungan mengenai komunikasi verbal dan nonverbal lebih jauh, sehingga penelitian dapat dilakukan lebih lanjut. Cara berkomunikasi dalam bukunya (Ruben & Stewart, 2013 : 62-66 ) diungkapkan dengan 4 cara, yaitu : 1. Pesan Penglihatan 2. Pesan Sentuhan 3. Pesan Penciuman dan Pengecapan 4. Pesan Pendengaran 2.2.2 Proffesional Image Proffesional Image banyak diketahui oleh masyarakat namun bahwasanya pengertian yang muncul biasanya tertuju pada kalangan manajer atau pun pekerja kantoran kelas atas. Padahal, istilah “professional image” ini berlaku untuk semua kalangan dari tingkat atas sampai yang paling bawah. Selain itu, banyak perusahaan yang kurang menerapkan professional image dalam bekerja sehari-hari yang secara otomatis akan menjatuhkan image perusahaan tersebut. Katz menyebutkan bahwa citra adalah cara pihak lain memandang sebuah perusahaan, produk atau jasa, seseorang atau aktivitas. (Nurjaman & Umam, 2012 : 125). Mackiewicz percaya bahwa citra korporasi yang kuat adalah aset yang penting dalam era kompetisi tanpa batas. (Oliver, 2007 : 51) Menurut pemaparan mengenai citra di atas, maka dapat disimpulkan bahwa citra adalah suatu penilaian dari pihak luar memandang gambaran pihak dalam perusahaan. Perusahaan tidak bergantung pada keberhasilan dalam menjual produk ataupun keberhasilan dalam membangun branding menjadi terkenal. Namun dituntut pula citra agar mendapat penghargaan dari eksternal Perusahaan. Citra perusahaan dapat dibangun berdasarkan pengalaman orang yang pernah berhubungan dengan perusahaan baik itu mantan karyawan, supplier, consumer, pemegang saham, dan lainnya. Setiap perusahaan mempunyai citra yang melekat meskipun terkadang keberadaan citra itu sendiri tidak disadari. Citra merupakan suatu hal yang tidak bisa diukur menggunakan angka karena citra berada pada pikiran seseorang. Keterkaitan citra professional dalam penelitian ini karena citra juga merupakan bagian dari dari perusahaan dimana dari Active Listening yang baik juga dapat memunculkan image yang professional. 2.2.3 Komunikasi Interpersonal Devito mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera. (DeVito, 2013 : 43) Menurut McDavid & Harari dalam buku (Maulana & Gumelar, 2013 : 75) menyatakan “komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah suatu proses komunikasi yang bersetting pada objek objek sosial untuk mengetahui pemaknaan suatu stimulus yang berupa informasi atau pesan. Rogers dalam Hidayat mengemukakan pula bahwa komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka beberapa pribadi. (Hidayat D, 2012 : 42) Menurut ketiga defisini yang di jabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang di lakukan bersama seseorang dengan yang lain, dengan cara menyampaikan dan menerima informasi oleh satu dengan yang lain, bila di kaitkan dengan proses mendengarkan, komunikasi interpersonal sangat berperan aktif untuk menghasilkan suatu teknik mendengarkan yang efektif, sehingga menunjukan pengertian lebih di antara keduanya. 2.2.3.1 Tujuan Komunikasi Interpersonal Adapun tujuan dari komunikasi interpersonal menurut Purwanto dalam buku (Sunyoto, 2013 : 60) : 1. Menyampaikan informasi kepada orang lain 2. Berbagi pengalaman kepada orang lain 3. Menumbuhkan simpati 4. Melakukan kerja sama 5. Membangkitkan motivasi Maulana & Gumelar juga memaparkan tujuan dari komunikasi Interpersonal yang antara lain : (Maulana & Gumelar, 2013 : 75) 1. Untuk mendapatkan respons / umpan balik. Hal ini sebagai salah satu tanda efektivitas proses komunikasi. 2. Melakukan antisipasi setelah mengevaluasi respons/ umpan balik. 3. Melakukan kontrol terhadap lingkungan sosial, yaitu dengan melakukan modifikasi perilaku orang lain dengan cara persuasi. Dengan adanya komunikasi interpersonal dari pihak pimpinan dan juga para karyawan dapat terlihat sehingga memudahkan proses penelitian yang akan dijalankan pada objek yang akan diteliti. 2.2.4 Komunikasi Verbal and Nonverbal 2.2.4.1 Komunikasi Verbal Komunikasi verbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang lazim digunakan dalam dunia bisnis untuk menyampaikan pesan pesan bisnis kepada pihak lain baik secara tertulis maupun lisan. Bentuk komunikasi verbal memiliki struktur yang teratur dan terorganisasi dengan baik, sehingga tujuan penyampaian pesan – pesan bisnis dapat tercapai dengan baik. ( Purwanto, 2006 : 5 ) Proses penyampaian informasi secara lisan yang dinamakan berbicara. Pada kenyataannya, bahasa merupakan fungsi utama menjadi alat untuk mengekspresikan berbagai macam perasaan dan alat komunikasi. Semua perasaan yang didapatkan diekspresikan melalui ucapan ucapan. Menurut Nurjaman & Umam, Komunikasi verbal sebagai alat komunikasi dengan masyarakat, bahasa dapat memperlancar pergaulan, memperluas hubungan, melahirkan gagasan dan idem menambah pengetahuan dan juga untuk menyampaikan informasi. (Nurjaman & Umam, 2012 : 55) Sebenarnya pada saat melakukan komunikasi, seseorang bukan hanya menyampaikan pesan yang bersifat verbal, namun juga menyampaikan pesan secara nonverbal. Kualitas proses komunikasi verbal akan menjadi lebih jelas apabila diimbangi dengan kiat kiat dari komunikasi nonverbal. 2.2.4.2 Komunikasi Nonverbal Kesadaran akan komunikasi nonverbal penting bukan hanya untuk kemampuan bertahan, tetapi juga untuk memahami kebutuhan, perasaan, emosi dan pemikiran orang lain. Di dalam bukunya (Iriantara & Syaripudin, 2013 : 85) , kiat kiat dalam komunikasi nonverbal, yaitu : 1. Sentuhan Sentuhan sangat efektif digunakan, dalam menggunakan sentuhan, lawan bicara akan mendapatkan rasa nyaman. 2. Postur dan gerak tubuh Lawan bicara menggunakan postur untuk memperjelas topic yang dibahas dan memfokuskan perhatian. Postur dan gerak tubuh digunakan untuk menunjukan sikap, suasana hati, setuju atau tidak setuju, rasa ingin tahu, keramahan. Dalam hal ini seorang pimpinan perusahaan dapat menilai komunikasi yang terjalin dari gerak tubuh dan postur karyawan. 3. Ekspresi wajah Diperlihatkan saat berbicara dan menyimak pembicaraan akan menginformasikan siapa dan bagaimana seseorang pada lawan bicaranya. 4. Kontak mata Kontak mata penting dalam komunikasi. Tatapan mata dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keseriusan dan juga kebohongan. 5. Intonasi Suara dan Gaya bicara Dalam hal ini, penting menekankan pada intonasi suara karena dipergunakan untuk menilai komunikasi seseorang. 6. Cara berpakaian Apa yang melekat pada tubuh dapat menginformasikan siapa dan bagaimana seseorang terhadap yang lainnya. Karyawan akan memperhatikan secara detail cara berpakaian dari para pimpinan, begitupula dengan pimpinan perusahaan. Cara berpakaian merupakan salah satu indikator rasa percara diri dan kredibilitas seseorang, meski penampilan dari luar memang tidak selalu menjamin kualitas pengetahuan seseorang. Selain adanya kiat kiat nonverbal, Maulana & Gumelar memaparkan beberapa klasifikasi perilaku nonverbal, yaitu : (Maulana & Gumelar, 2013 : 80-81 ) 1. Body Motion Adanya gesture ( gerak isyarat ), gerakan tubuh, pernyataan air muka, perilaku / gerakan mata. 2. Physical Characteristic ( karakteristik fisik ) Adanya tanda tanda fisik yang tak bergerak, seperti bau badan, berat, tinggi, dan lainnya 3. Teaching Behavior Perilaku perilaku dalam kontak dengan orang lain seperti usapan, salaman, dan lainnya 4. Paralanguage Hal hal yang berhubungan dengan lisan/bahasa.suara, termasuk kualitas bahasa, seperti tekanan suara. 5. Proxemics Penggunaan jarak atau pendekatan 6. Artifac Penggunaan lipstik, parfum, kacamata, wig, dan sebagainya. 7. Environmental factor Penggunaan perabotan, dekorasi interior, lampu, dan sebagainya. Pada objek penelitian yang diteliti, para pekerja dan pimpinan menggunakan bantuan komunikasi nonverbal. Komunikasi ini memang memakan waktu dalam memahaminya, namun dengan bantuan dari aspek aspek nonverbal, maka seseorang akan lebih mudah dan lebih cepat dalam memahami komunikasi yang diberikan lawan bicara. 2.3.1 Listening Mendengarkan adalah salah satu ketrampilan di tempat kerja. Perusahaan yang mendengarkan secara efektif selalu mendapatkan informasi dan biasanya akan jauh dari kesulitan. Mendengarkan secara efektif sangat penting dalam proses membangun kepercayaan baik dari antar perusahaan lain maupun antar individu, Di dalam jurnalnya, (Elsevier, 2005 : 159) “Listening is an active process in which attentive focus on salient acoustic features in auditory tasks can influence receptive field properties of cortical neurons” ( Mendengarkan adalah proses aktif di mana perhatian fokus pada fitur akustik penting dalam tugas-tugas pendengaran dapat mempengaruhi sifat lapangan reseptif neuron kortikal ) 2.3.1.1 Tujuan Listening Untuk menjadi pendengar yang baik, seseorang dapat memvariasikan cara mendengarkan agar sesuai dengan situasi yang di hadapi. Terdapat 4 aspek dalam mendengarkan: (Goodall, Goodall, & Schiefelbein, 2010 : 82) 1. Mendengarkan informasi Ketika seseorang mendengarkan suatu isi pembicaraan, maka hal hal yang di butuhkan adalah informasi yang akan menyebabkan pemahaman. Pada tahap ini, seseorang perlu memahami, bukan mengevaluasi suatu pembicaraan. Fokus pada informasinya saja. 2. Mendengarkan kritis Mendengarkan kritis adalah kemampuan pendengar untuk memusyawarahkan apa yang dikatakan dengan memfokuskan pada logika , alasan , dan sudut pandang si pembicara. Adanya pertanyaan untuk menyelidiki sudut pandang dan kredibilitas si pembicara. 3. Mendengarkan refleksi Diri Pendengar merefleksikan pada bagaimana yang disampaikan, dan menaruhnya pada kehidupan. Dengan merenungkan apa yang dikatakan dan bagaimana hal itu akan mempengaruhi si pendengar , bergerak lebih dekat ke mendengarkan sadar. Pendengar akan mendengarkan untuk mencerminkan identitas di tempat kerja, tujuan pribadi kita, pemahaman kita tentang sebuah isu atau masalah, dan kepekaan. 4. Mendengarkan sadar Pendengar menjadi terbuka akan point point dari pandangan si speaker. Mengembangkan keterampilan mendengarkan sadar harus menjadi tujuan bagi siapa pun dalam bisnis. Bahkan, dalam banyak situasi bisnis kita menemukan bahwa mendengarkan adalah tugas setiap orang. Seberapa baik seseorang mendengarkan dalam situasi ini, tingkat di mana kita mendengarkan, dan hasil dari mendengarkan kita semua akan memiliki dampak langsung pada kesuksesan . Ross Jay mengemukakan terdapat tujuan lain dari mendengarkan dengan saksama, yaitu : ( Jay, 2007 : 107 ) 1. Mencengah terjadinya kesalahan akibat kesalahpahaman atau komunikasi yang buruk 2. Membantu seseorang memahami apa yang sedang terjadi. 3. Memungkinkan seseorang membaca apa yang tersirat ketika seseorang berbicara 4. Membuat pendengar. orang lain merasa positif terhadap Keterampilan mendengarkan harus dipelajari dan ditekankan pada aktifitas bekerja, karena menjadi pendengar yang baik tidak hanya bermanfaat bagi pekerja, namun begitu pula dengan pimpinan perusahaan, agar dapat mempertahankan perusahaannya. 2.3.1.2 Kendala proses Listening Beberapa kendala yang terjadi saat berkomunikasi akan menjadikan proses mendengar menjadi tidak efektif. Kelima kendala komunikasi saat proses mendengar adalah : (Maulana & Gumelar, 2013 : 66 – 69 ) 1. Preoccupation Situasi dimana seseorang sedang sibuk dengan sebuah urusan lain yang tidak secara langsung berhubungan dengan topic pembicaraan. 2. Preconceived Ideas Berbagai ide atau pemahaman yang sudah terlanjur medominasi pemikiran seseorang. Mengakibatkan munculnya penolakan terhadap berbagai input baru ke dalam pemikiran. Kendala ini berhubungan dengan ego, tidak nyaman, dan malas. 3. Talking too much Seseorang yang terlalu banyak berbicara cenderung dilatorbelakangi oleh rasa bersalah, takut, khawatir, tidak nyaman, atau egois. 4. Thinking of Responses Kesulitan untuk menjaga kesinambungan pernyataan. 5. Lack of interest Seseorang cenderung mengaitkan sesuatu hanya dengan hal – hal yang di mengerti, jika sesuatu tidak menarik, maka akan di abaikan. Padahal bisa jadi yang di abaikan adalah informasi yang penting. Hambatan komunikasi ialah segala macam bentuk gangguan yang menghalangi proses komunikasi agar berjalan efektif. Terdapat faktor lain yang menyebabkan hambatan dalam berkomunikasi, yaitu : (Maulana & Gumelar, 2013 : 64-65 ) 1. Gangguan Ada dua jenis gangguan yang menjadi penghambat jalannya komunikasi, yaitu gangguan semantik yaitu gangguan tentang bahasa dan gangguan mekanik yaitu gangguan dari saluran komunikasi berupa alat atau media. 2. Kepentingan Komunikator yang tidak memperhatikan kepentingan komunikan akan menimbulkan ketidakseimbangan antara keduanya, sehingga komunikan hanya akan mau melakukan komunikasi apabila ada kepentingan yang berkaitan dengannya. 3. Motivasi terpendam Apabila komunikasi sesuai dengan motivasi seseorang terutama komunikan, maka komunikasi berjalan efektif. 4. Prasangka Prasangka akan menjadi penghambat komunikasi dan juga dapat memperburuk keadaan. Tetapi apabila komunikasi mampu memberi kesan yang baik dan mampu meyakinkan komunikan, maka komunikasi dapat berjalan efektif. Sesuai dengan kedua konsep di atas, maka hal ini dapat menjadi pedoman bagi para pimpinan agar dapat mengetahui hal hal apa saja yang menghambat dari proses Listening itu sendiri agar dapat meminimalisirkan hambatan tersebut. 2.3.1.3 Cara mengatasi kendala Listening Cara mengatasi kendala - kendala dalam mendengarkan, menurut , (Goodall, Goodall, & Schiefelbein, 2010 : 84) 1. Kendalikan hambatan terhadap penerimaan fisik sebanyak mungkin. 2. Hindari mendengar secara selektif. Mencoba berfokus pada pembicara dan menganalisa apa yang didengar 3. Pertahankan pikiran yang terbuka. Menghindari setiap prasangka atau tidak mendengarkan secara defensive 4. Menguraikan dengan kata sendiri mengenai ide dari pembicara 5. Rekam / Tulis informasi ( jangan hanya mengandalkan daya ingat ) 6. Tingkatkan daya ingat jangka pendek. Dengan cara mengulang informasi, dan mengatur dalam suatu daftar. 7. Tingkatkan daya ingat jangka panjang. Chris Battell dalam bukunya mengemukakan bagaimana meningkatkan kemampuan mendengarkan untuk menjadi pendengar yang lebih baik yang dimana membutuhkan beberapa persiapan mental, yaitu : ( Battell, 2006 : 3 - 4 ) 1. Menilai keterampilan mendengarkan diri sendiri yang sedang berlangsung untuk mengidentifikasi adanya bidang untuk perbaikan. Fokus pada area yang dimana ingin adanya perbaikan. 2. Mengembangkan kesadaran diri. Menjadi lebih sadar akan suara internal kita sendiri dalam artian mengontrol emosi diri sendiri akan memberi dampak besar dari kemampuan mendengarkan. 3. Belajar cara untuk melatih diri sendiri. Adanya suara hati yang memutuskan. 4. Mengembangkan empati yang lebih besar untuk orang lain. Dari konsep yang telah dipaparkan diatas, dapat menjadi pedoman dalam mengatasi kendala listening dan juga meningkatkan listening para pimpinan perusahaan sehingga dapat menganalisa Active Listening dari para pimpinan. 2.3.2 Active Listening Mendengarkan dengan aktif berarti mendengar untuk memahami maksud yang di katakan di balik pesan. Menurut Ratna, mendengar aktif adalah memahami, meyimak secara objektif apa yang sepenuhnya ingin disampaikan oleh si pembicara. ( Mahdi & Sulistami, 2006 : 124 ) Menurut jurnal oleh Davidhizar, mendengarkan aktif adalah strategi yang di sengaja yang dapat memberikan jembatan di seluruh hambatan budaya, memungkinkan bias budaya yang harus ditangani secara konstruktif dan membantu agar memastikan semua kebutuhan terpenuhi. (Davidhizar & Ruth, 2004 : 22) Apabila tidak mendengarkan dengan aktif, yang terjadi adalah ketidakmengertian bahasa yang digunakan, sulit dan kurangnya waktu untuk menerjemahkan pesan dalam bentuk kata kata, atau mengabaikan komunikasi nonverbal. Banyak kekurangan dapat dihindari dengan cara mendengarkan secara aktif. Orang yang mendengarkan dengan aktif harus mengetahui juga perasaan yang melatarbelakangi pesan itu, artinya harus dapat mengetahui pesan yang di terima secara keseluruhan. 2.3.2.1 Cara Active Listening Nurjaman & Umam mengungkapkan beberapa cara dalam mendengarkan secara aktif., yaitu : (Nurjaman & Umam, 2012 : 60-61 ) 1. Menangkap ungkapan nonverbal Pada saat mendengarkan aktif, penerima menangkap isyarat verbal lalu menguraikan sendiri melalui kata kata tentang pesan yang disampaikan oleh pengirimm dan mengulang kembali dengan cara sendiri. 2. Mengecek kembali Penerima pesan mengecek kembali hal hal yang ada di balik pesan yang di terimanya untuk mengerti pesan yang diterima. 3. Gambaran perilaku Mengamati orang lain tanpa membuat keputusan tentang latar belakang, perilaku, dan sifat merupakan upaya untuk memahami gambaran perilaku dari seseorang. Setiap orang mempunyai ciri atau tanda yang lain yang dapat meningkatkan keaktifan mendengarkan. Mendengar aktif merupakan salah satu kemampuan atau keterampilan yang dapat meningkatkan efektivitas komunikasi. Cara meningkatkan kemampuan mendengarkan aktif, yaitu : ( Mahdi & Sulistami, 2006 : 124 ) 1. Sediakan waktu, dengan suasana hati yang mau mendengar 2. Gunakan bahasa tubuh yang tepat. 3. Hindari terlalu sibuk dengan diri sendiri. 4. Ajukan pertanyaan 5. Hindari menginterupsi pembicara 6. Jangan terlalu banyak bicara 7. Ciptakan transisi halus antara peran si pembicara dan pendengar. Dari kedua sumber mengenai cara mendengarkan aktif, seseorang akan sangat terbantu jika dapat memahami siapa yang sedang diajak berbicara. Hal ini dapat terjadi ketika di perusahaan, yang dimana pimpinan dan pekerja dapat saling memahami agar tercipta komunikasi yang efektif. 2.3.2.2 Proses Active Listening Perkembangan membutuhkan kemampuan pengidentifikasian dari mendengarkan berbagai elemen individu dan kemampuan tertentu yang dapat meningkatkan keefektifan mendengarkan. Brownell menyatakan bahwa efektivitas mendengarkan dapat dimengerti melalui indikator perilaku bahwa seseorang merasa berhubungan dengan mendengarkan secara efektif dengan menekankan 6 unsur yang dikenal dengan HURIER Model : (Nurjaman & Umam, 2012 : 61 ) Gambar 2.1 Proses Active Listening Hearing Understanding Remembering Active / Effective Listening Responding Evaluating Interprenting Sumber : Behaviour in Organization, Jerald Greenberg, Robert A. Baron ( dalam Nurjaman & Umam, 2012 : 61 ) 1. Hearing / Mendengar Memberi perhatian tentang apa yang akan di katakan. Dengan kata lain mendengarkan dengan sungguh pesan yang disampaikan oleh seorang komunikator. 2. Understanding Memahami pesan pesan yang dikirim. Melakukan pengulangan isi pesan dengan kata-kata sendiri guna menghindari kesalahan dalam menerima isi pesan 3. Remembering Dapat memanggil kembali pesan yang sudah dikirimkan. 4. Interprenting Tidak membaca apapun dari pesan yang pengirim pesan komunikasikan. berusaha mengintrepretasikan maksud sang pembicara. Dalam arti lain adanya kemampuan dalam mengintrepretasikan maksud si pembicara. 5. Evaluating Tidak segera memeberikan tanggapan atas pesan yang dikirimkan. mengevaluasi apakah persepsi penerima pesan sudah sesuai dengan si pemberi pesan. 6. Responding Menjawab ke pengirim pesan dan memberitahukan ke sender agar tahu bahwa receiever memberi perhatian. Mengungkapkan komponen dari Mendengarkan yaitu Model Brownell yang berupa HURIER. Model ini memiliki 6 komponen yang bila dikombinasikan membentuk proses dari mendengarkan yaitu : Hearing, Understanding, Remembering, Interpreting, Evaluating, Responding. Model ini juga sebagai proses dinamis yang berkelanjutan, akan berkolaborasi antara dari speaker dan listener. ( Coopman & Lull, 2012 : 55-56 ) 1. Hearing : Penerimaan fisik dari suara. Ketika seseorang mendengar, maka akan selektif dalam menerima dan mengikuti suara dan stimuli lainnya. Mendengarkan selektif dapat membantu seseorang mengidentifikasi apa yang penting dan apa yang tidak dari semua informasi yang diterima setiap hari. 2. Understanding : Memahami apa yang sudah didengar. Mendengarkan secara efektif dan juga aktif membutuhkan niat yang sadar untuk fokus pada si pembicara dan berusaha untuk mengerti arti pesan dari si pembicara. 3. Remembering : Proses ini memperkenankan seseorang untuk berpikir dan memanggil kembali informasi auditori. Untuk memanggil apa yang sudah di dengar dan dipahami 4. Interpreting : Seseorang menetapkan sebuah artian dari suara yang sudah di terima berdasarkan dari pengalaman dan pengetahuan sendiri. 5. Evaluating : Proses ini memperkenankan untuk kritis dalam mempertimbangkan sebuah pesan, seperti seseorang yang menguji logika dari si pembicara. 6. Responding : Pada akhirnya proses mendengarkan membutuhkan respons untuk apa yang sudah pembicara katakan. Adanya respons verbal dan nonverbal yang mendemonstrasikan keterlibatan seseorang dalam suatu komunikasi dan merefleksikan efektivitas seseorang sebagai pendengar. Dari konsep Brownell ini merupakan pedoman yang cukup kuat dalam menganalisa proses Active Listening oleh pimpinan di perusahaan tempat penelitian berlangsung. Dari semua proses diatas, peran dari teknik mendengarkan, seperti kebudayaan dan nilai nilai dapat mengakibatkan setiap komponen yang ada. Perkataan, nada suara dan pergerakan tubuh juga memainkan peran dalam membuat suatu pesan yang bermakna. 2.3.3 Kepuasan Kerja karyawan Setiap karyawan pasti merasakan apa yang dinamakan dari kepuasan kerja. Kepuasan kerja dapat tercapai dari dalam dan juga luar pekerjaan. Lock mengemukakan: “Job satisfaction is a pleasurable or positive emotional state resulting from the appraisal of one’s job or job experience.” (Sopiah, 2008 : 170) ( Kepuasan kerja merupakan suatu ungkapan emosional yang bersifat positif atau menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja. ) Menurut Mathis & Jackson, kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. (Mathis & Jackson, 2006 : 121) Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. (Hasibuan M. S., 2012 : 202) Jadi, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukkan bagaimana rasa penghargaan yang di terima nya. Dengan kata lain, jika seorang karyawan merasa puas akan pekerjaanya, maka seseorang akan berupaya maksimal . 2.3.3.1 Penyebab kepuasan kerja Menurut Fred Luthans, faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, sebagai berikut : (Darmawan, 2013 : 59 – 60 ) 1. Pekerjaan itu sendiri Pekerjaan yang dilakukan seseorang, apakah memiliki elemen yang dapat memuaskan sehingga tercapainya kepuasan kerja. 2. Pembayaran Kesesuaian jumlah imbalan apakah sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. 3. Promosi Kesempatan adanya promosi mempunyai pengaruh luas. Seseorang dapat mengembangkan karier nya melalui kenaikan jabatan. 4. Pengawasan Karakter dari gaya kepemimpinan saat memberi perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Ada dua dimensi gaya pengawasan yaitu employee centeredness yang diukur dari tingkat ketertarikan personal kepada karyawan yang ditunjukan dengan memeriksa hasil kerja, memberi nasihat, dan melakukan komunikasi yang baik kepada bawahan. Partisipasi yaitu mengijinkan bawahan berpartisipasi dalam membuat keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. 5. Suasana kerja Seperti : rekan kerja, kerjasama erat atau kondisi kerja yang mendukung seperti keadaan bersih, dan nyaman. Adapun penyebab kepuasan kerja lain menurut Kreitner dan Kinicki yaitu : (Wibowo, 2007 : 505-506 ) 1. Need fulfillment ( pemenuhan kebutuhan ) Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya. 2. Discrepancies ( perbedaan ) Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. 3. Value attainment ( pencapaian nilai ) Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting. 4. Equity ( keadilan ) Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. 5. Dispositional / Genetic components ( komponen genetik) Kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Dalam kedua konsep yang sudah dijabarkan mengenai kepuasan kerja, terdapat korelasi yang dapat menyebabkan terpenuhinya kepuasan kerja pada perusahaan dimana dilakukannya penelitian, sehingga dapat menjadi pedoman lain selain proses Active Listening dari pimpinan perusahaan. 2.3.3.2 Aspek kepuasan kerja Menurut Lamb & McKee, Kepuasan kerja karyawan dapat di ukur dari timbal balik karyawan ke Perusahaan. Ketika mereka merasa puas dengan pekerjaan mereka, maka mereka akan peduli dengan kepuasan para customer, lebih dapat berkerjasama dengan yang lainnya, dan akan menunjukan banyak usaha mereka dan juga lebih produktif. (Lamb & McKee, 2004 : 8) Kepuasan kerja karyawan dapat dilihat secara nyata dan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Hasilnya akan diukur dari keuntungan perusahaan. Berikut merupakan aspek penting dengan adanya kepuasan kerja karyawan: 1. Employee retention Seorang karyawan yang merasa puas dengan pekerjaan mereka akan sulit untuk mencari perusahaan lain atau dalam kata lain berpaling pada perusahaan lain, dan tentunya akan membuat seorang karyawan loyal pada perusahaan tempatnya bekerja. 2. Kepuasan Pelanggan Kepuasan seorang karyawan akan berdampak pada kepuasan pelanggan. mendapatkan kepuasan, Seorang tentunya karyawan akan yang membuat customer merasa puas juga. Karyawan akan menjaga hubungan dengan para customer yang nantinya akan berdampak pada hasil yang nyata. 3. Produktifitas Ketika seorang karyawan puas akan tempat kerjanya, mereka akan lebih produktif, dan mereka akan berusaha bekerja sama secara aktif dengan orang lain, dan tentunya akan lebih cepat dalam bekerja. Kepuasan kerja memiliki dampak perilaku bagi setiap individu atau kelompok dalam organisasi. Menurut Keith Davis, dampak tersebut meliputi: (Suharsono, 2012 :112-113) 1. Produktivitas kerja ( prestasi ) Kepuasan kerja memiki dampak terhadap produktivitas kerja. 2. Kemangkiran Tingkat kepuasan kerja seseorang dfapat mempengaruhi tingkat kemangkiran dalam aktifitas kerja. 3. Pergantian Pegawai ( Turnover) Semakin tinggi kepuasan kerja, maka akan membuat semakin kecil tingkat keluar masuknya pegawai. 4. Pencurian Pencurian juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan adanya ketidakpuasan kerja karena merasa diperlakukan tidak adil dan frustasi. Ketika karyawan mendapatkan hal hal dari kepuasan kerja, maka karyawan dapat memberikan timbal balik ke perusahaan baik dari segi aspek dan dampak adanya kepuasan kerja. 2.3.3.3 Respons terhadap ketidakpuasan kerja Ketidakpuasan dapat diungkapkan dengan berbagai respons. Dalam bukunya (Wibowo, 2007 : 515-516 ) respons ketidakpuasan kerja didefinisikan sebagai berikut : 1. Exit Perilaku meninggalkan organisasi termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri. 2. Suara Adanya usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk perserikatan. 3. Kesetiaan Ditunjukan secara pasif. Tetapi optimis dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi di hadapan kritik eksternal dan memercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar. 4. Pengabaian Ketidakpuasan ditunjukan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin baru, termasuk kemangkiran dan keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan kesalahan. Robbins mengungkapkan beberapa akibat yang dapat dilakukan oleh seorang individu yang mengalami ketidakpuasan dalam bekerja, yaitu : ( Dariyo, 2008 : 84 – 86 ) 1. Keluar dari Pekerjaan ( Exit ) Setelah merasakan ketidakpuasan dalam pekerjaan, individu bisa langsung menyatakan keluar dari tempat kerjanya dan berusaha mencari tempat kerja lain yang dapat memenuhi harapannya. 2. Protes ( Voice ) Ketidakpuasan yang dialami individu tidak membuat seseorang putus asa, maka dari itu individu berpikir positif bagaimana memecahkan kondisi masalah yang dihadapinya lalu mencoba membicarakan semua masalah itu dengan pihak atasan untuk mencari penyelesaian dengan baik. 3. Tetap Setia pada Pekerjaan ( Loyalty ) Walaupun merasa tidak puas, individu bersikap setia pada pekerjaannya, sambil menunggu datangnya perubahan kebijakan atasan yang mengelola. 4. Bersikap Pasif dan Acuh tak Acuh ( Neglect ) Sikap tidak peduli ini dan keluar kerja merupakan tidakan yang bersifat destruktif, yang tidak baik bagi pihak perusahaan, namun bisa dianggap positif bagi individu yang bersangkutan. Dari kedua konsep mengenai respons dan akibat ketidakpuasan kerja, maka perusahaan yang sebagai objek penelitian harus memperhatikan hal hal ini agar dapat mengurangi ketidakpuasan kerja yang ditunjukan oleh para pekerja, guna mempertahankan produktifitas dan loyalitas dari para pekerja. 2.3.3.4 Teori Ketidaksesuaian Kepuasan kerja memiliki beberapa teori yang salah satunya adalah teori ketidaksesuaian (discrepancy theory). Teori ini dikemukakan oleh Proter, yang mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawai bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dengan apa yang diharapkan. Apabila yang didapat pegawai lebih besar dari apa yang diharapkan, mereka akan puas, dan sebaliknya. Seorang individu yang merasa puas atau tidak merupakan sesuatu yang personal dimana tergantung bagaimana ia mempersepsikan keadaannya dengan adanya kesesuaian atau pertentangan antara harapannya dengan kenyataan. (Barnawi & Arifin, 2012, 137 – 138 ) R.A Katzell juga mengembangkan teori ini bahwa kepuasan kerja bergantung pada perbedaan antara reward yang diterima oleh seseorang dengan reward yang diterima oleh orang lain untuk pekerjaan yang setingkat. Semakin besar perbedaan, semakin berkuranglah kepuasan kerja. ( Ndraha, 2012, 149 ) Dari kedua sumber diatas mengenai teori ketidaksesuaian. Hal ini dapat membuktikan bahwa seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi ideal dengan aktualnya. Kepuasan atau ketidak puasan seseorang dalam bekerja ditunjukan dalam sikapnya. Sikap positif akan menunjukan kepuasan kerja, sebaliknya, sikap negative akan menunjukan ketidakpuasan kerja. 29 2.4 Kerangka Pikir ANALISA ACTIVE LISTENING PIMPINAN PADA KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT BENINDO EKAKARYA SEMPURNA Bagaimana Active Listening yang Bagaimanakah kepuasan kerja di terapkan oleh pimpinan para karyawan selama bekerja ? KOMUNIKASI INTERPERSONAL KOMUNIKASI VERBAL DAN NONVERBAL Kepuasan Kerja : Listening : 1. Penyebab Kepuasan Kerja 1. Tujuan Listening 2. Aspek Kepuasan kerja 2. Kendala proses Listening 3. Cara mengatasi kendala Listening 3. Respons Ketidakpuasan kerja 4. Teori Ketidaksesuaian TIDAK Active Listening : 1. Cara Active Listening 2. Proses Active Listening TERCAPAINYA KEPUASAN KERJA Gambar 2.2 Kerangka Pikir Sumber : Hasil pengolahan data TERCAPAINYA KEPUASAN KERJA 30 Pada kerangka pikir, terdapat bagan yang terlihat berhubungan baik antara satu dengan yang lainnya, pada bagian Listening dan juga kepuasan kerja yang terlihat memiliki proses antara satu dengan yang lainnya, pada kerangka pikir diawali dengan fokus dari penelitian ini yang menganalisa Active Listening dari pimpinan pada kepuasan kerja yang dialami oleh para karyawan yang berada di PT Benindo Ekakarya Sempurna. Dari fokus penelitian terlahirlah dua pertanyaan penelitian yang mendasari dari fokus penelitian tersebut dimana mengetahui bagaimana Active Listening yang diterapkan oleh pimpinan, dan juga mengetahui kepuasan kerja para karyawan. Dari kedua aspek tersebut akan melahirkan komunikasi yang akan terjadi di perusahaan. Dengan adanya komunikasi interpersonal yang dilakukan para pimpinan perusahaan dengan para karyawan secara intens maka akan menghasilkan bentuk komunikasi baik komunikasi verbal dan juga nonverbal. yang dari komunikasi verbal dan nonverbal akan menghasilkan tahapan Listening. Dari tahapan Listening sendiri memiliki 3 konsep yang mewakili yaitu dari tujuan Listening, kendala proses Listening dan juga cara mengatasi Listening. Dari tahapan Listening sendiri tentu dapat menghasilkan kepuasan kerja yang dilihat dari segi penyebab kepuasan kerja, aspek kepuasan kerja, respons ketidakpuasan kerja dan juga teori kepuasan kerja. Namun dari Listening saja tidak cukup, dimana harus menuju pada tahap Active Listening agar tercapainya kepuasan kerja yang maksimal. Agar dapat mencapai Active Listening sendiri dibutuhkan cara dan proses dari Active Listening itu sendiri. Setelah pimpinan yang sudah melakukan Active Listening yang baik maka akan berdampak pada kepuasan kerja karyawan dimana karyawan akan tercapainya kepuasan kerja yang diinginkan.