BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya ( State of The Art ) Pada bagian ini, akan dibahas mengenai beberapa penelitian yang sudah diakukan sebelumnya. Akan terdapat persamaan dan perbedaan yang akan dilihat dari objek dan metode yang diteliti. Penyusunan penelitian sebelumnya akan dijabarkan dalam bentuk tabel untuk memudahkan pembaca dalam memahaminya. Tabel 2.1 State of The Art 1. Judul The Active-Emphatic Listening Scale (AELS): Conceptualization and Evidence of Validity Within the Interpersonal Domain Penulis Graham D. Bodie Tahun 2011 Hasil Adanya langkah-langkah valid dalam Listening yang sering diabaikan, walaupun banyak dari perspektif para teoritis telah memberi perhatian pada pentingnya keterampilan mendengar. Penelitian ini memberikan konseptualisasi dan pengukuran dari keterampilan mendengar untuk kesejahteraan individu: mendengar secara aktif – empatik. Perbandingan Penelitian ini sama-sama membahas tentang langkahlangkah untuk menjadi pendengar yang baik. Namun, penelitian ini hanya menjelaskan apa saja langkahlangkah menjadi pendengar yang baik sebatas untuk kesejahteraan individu saja. Sedangkan penelitian yang akan diteliti tidak hanya sebatas kesejahteraan bagi individu saja, tetapi juga untuk kesejahteraan perusahaan. 2. Judul Listening: A Concept Analysis 9 10 Penulis Sheila D. Shipley Tahun 2010 Hasil Mendengarkan diakui oleh berbagai disiplin ilmu sebagai komponen penting dalam komunikasi yang efektif. Mendengarkan selalu dianggap sebagai komponen penting dalam ilmu keperawatan dan manfaat dari mendengarkan telah didokumentasikan dalam literatur keperawatan. Beberapa karakter penting dari mendengarkan seperti empati, memperhatikan komunikasi verbal dan nonverbal, serta kemampuan untuk tidak menghakimi dan mencoba menerima, telah teridentifikasi dalam semua literatur. Selain itu, mendengarkan adalah tindakan yang disengaja dan membutuhkan komitmen sadar dari si pendengar. Perbandingan Persamaan jurnal ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama membahas tentang pentingnya keterampilan mendengar dalam kegiatan berbisnis suatu perusahaan. Untuk menjadi Conscious Listener, diperlukan tahap-tahap dan tips yang berguna untuk keberhasilan berbisnis perusahaan. Namun, penelitian ini hanya berfokus pada literatur keperawatan saja. Sedangkan penelitian yang akan diteliti berfokus pada bisnis sebuah perusahaan, yaitu perusahaan asuransi. 3. Judul Good Listening Skills Make Efficient Business Sense Penulis D. B. Rane Tahun 2012 Hasil Mendengarkan dikenal sebagai kemampuan untuk memahami dan memberikan respon untuk komunikasi verbal. Efektivitas dalam mendengarkan bergantung pada hubungan timbal balik antara pengirim dan penerima pesan, sebagaimana dapat dilihat dalam sebuah perusahaan. Kualitas hubungan dengan orang lain serta 11 efektivitas dalam bekerja sangat bergantung pada kemampuan mendengar dari setiap individu yang bersangkutan. Kurangnya kemampuan mendengarkan akan menyebabkan masalah dalam perusahaan tersebut. Untuk menjadi pendengar yang baik, tiap individu harus sering berlatih agar pesan yang diterima dapat dipahami dengan baik. Banyak orang yang memiliki kemampuan mendengar yang buruk yang harus segera diperbaiki agar mampu bekerja dengan efektif. Maka dari itu, jurnal ini menjabarkan proses mendengarkan, pentingnya mendengarkan secara aktif dalam komunikasi bisnis, konsep mendengarkan secara efektif, hambatan dalam mendengarkan dengan baik, dan beberapa tips untuk menjadi pendengar yang baik. Perbandingan Persamaan jurnal ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama membahas tentang pentingnya keterampilan mendengar dalam kegiatan berbisnis suatu perusahaan. Untuk menjadi Conscious Listener, diperlukan tahap-tahap dan tips yang berguna untuk keberhasilan berbisnis perusahaan. Namun, penelitian ini berfokus pada keterampilan mendengar secara umum, sedangkan penelitian yang akan diteliti ini lebih khusus, yaitu berfokus pada bagaimana Conscious Listening dapat mempengaruhi keberhasilan berbisnis perusahaan. 4. Judul Efektivitas Komunikasi Dalam Organisasi Penulis Hassa Nurohim, Lina Anatan Tahun 2010 Hasil Kebutuhan komunikasi dalam persaingan bisnis kini selalu berubah. Kemajuan teknologi informasi dan perubahan dalam mengelola organisasi telah merubah cara organisasi dalam berkomunikasi. Proses komunikasi 12 harus dikelola secara efektif karena tidak semua individu dalam organisasi mampu berkomunikasi dengan baik. Perbandingan Penelitian ini sama-sama membahas bagimana cara berkomunikasi yang baik dalam suatu organisasi. Penelitian yang akan dilakukan juga membahas tentang berkomunikasi dalam suatu organisasi bisnis, yaitu perusahaan asuransi. Namun, penelitian ini membahas secara umum mengenai berkomunikasi dengan baik dalam organisasi. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan ini akan berfokus pada bagian keterampilan mendengar saja. 5. Judul Memahami Orang Lain Melalui Mendengar Secara Empatik Penulis Sukron Makmun Tahun 2013 Hasil Jurnal ini membahas tentang bagaimana mengembangkan keterampilan mendengarkan secara empatik untuk memahami orang lain. Adanya telusuran lebih dalam mengenai konsep mendengarkan secara empatik dan urgensi-nya dalam proses komunikasi, hambatan apa saja yang sering ditemui dalam proses mendengarkan, dan menjelaskan bagaimana cara untuk mengembangkan keterampilan mendengarkan secara empatik. Hasil penelitian dalam jurnal ini menunjukkan bahwa kegagalan komunikasi sering disebabkan oleh kurangnya keterampilan mendengar secara empatik yang memadai. Perbandingan Persamaan jurnal ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah keterampilan mendengarkan secara empatik merupakan bagian dari komunikasi efektif. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Conscious Listening merupakan bagian dari efektivitas komunikasi juga. Keduanya sama-sama diperlukan untuk mengurangi 13 gagalnya dalam berkomunikasi serta membangun kepercayaan untuk mencapai tujuan bersama, terutama dalam sebuah perusahaan. Namun, penelitian ini fokus membahas mengenai mendengarkan secara empatik, sedangkan penelitian yang akan diteliti berfokus pada Conscious Listening. 2.2. Landasan Konseptual 2.2.1. Komunikasi Organisasi Setiap harinya, manusia pasti akan berkomunikasi dengan orang-orang yang ditemui, baik dengan keluarga, rekan kerja, bahkan dengan orang yang tidak kenal sekalipun. Walaupun sama-sama berkomunikasi, tentu caranya berbeda satu sama lain dan disesuaikan dengan siapa lawan bicaranya. Berkomunikasi dalam lingkungan keluarga tentu akan berbeda dengan berkomunikasi dalam dunia kerja atau sebuah organisasi. Berikut akan dijelaskan mengenai apa dan bagaimana berkomunikasi dalam organisasi, atau yang lebih dikenal sebagai komunikasi organisasi. Menurut R. Wayne Pace dan Don F. Faules yang dialihbahasakan oleh Mulyana, komunikasi organisasi didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suuatu organisasi tertentu. (dalam Ruliana, 2014 : 18) Menurut Wiryanto, komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. (dalam Romli, 2014 : 2) Menurut Goldhaber, komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau selalu berubah-ubah. (dalam Ruliana, 2014 : 20) 14 2.2.1.1. Dimensi Komunikasi Organisasi Dalam sebuah organisasi, terdapat beberapa perbedaan dalam berkomunikasi, baik antara pemimpin dengan bawahan, bawahan dengan pemimpin, sesama karyawan, dan dengan pihak di luar organisasi. Menurut Romli, terdapat beberapa dimensi dalam komunikasi organisasi, di antaranya: (Romli, 2014 : 6) 1. Komunikasi internal, yaitu komunikasi yang terjadi antara anggotaanggota organisasi, seperti komunikasi antara pemimpin dengan bawahan, bawahan dengan pemimpin, dan antar karyawan. Proses komunikasi internal biasa berwujud komunikasi antarpribadi atau juga komunikasi kelompok. Komunikasi internal dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu: a) Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari atas ke bawah dan juga sebaliknya, dari bawah ke atas. Komunikasi antara pemimpin dengan bawahan dan bawahan dengan pemimpin merupakan komunikasi vertikal. Komunikasi yang dilakukan pemimpin biasanya seperti memberikan instruksi, motivasi, dan informasi baru kepada bawahannya. Sedangkan komunikasi yang dilakukan bawahan biasanya seperti memberikan laporan hasil pekerjaan, saran atau ide, pengaduan, dan lainnya. b) Komunikasi horizontal atau lateral, yaitu komunikasi yang terjadi antara sesama karyawan, atau antara sesama manager. Komunikasi ini bermanfaat untuk saling menukar pengalaman, pengetahuan, dan lainnya agar organisasi dapat meminimalisir masalah yang dapat memecahkan satu sama lainnya. 2. Komunikasi eksternal, yaitu komunikasi yang terjadi antara pemimpin dengan publik di luar organisasi. Komunikasi ini dapat dilakukan oleh pemimpin langsung organisasi tersebut atau juga oleh kepala hubungan masyarakat. Komunikasi ini dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu: a) Komunikasi dari organisasi kepada publik. Komunikasi ini umumnya bersifat informatif sehingga publik merasa dilibatkan dalam jalannya organisasi tersebut. Komunikasi ini berguna untuk menjaga hubungan yang intim dengan publik seperti client, media, distributor, dan lainnya. Komunikasi ini dapat melalui berbagai 15 bentuk seperti press release, pidato di media, brosur, flyer, poster, konferensi pers, dan lainnya. b) Komunikasi dari publik kepada organisasi. Komunikasi ini merupakan feedback dari segala kegiatan dan komunikasi yang dilakukan organisasi. Komunikasi ini seperti kritik dan saran dari client. 2.2.1.2. Tujuan Komunikasi Organisasi Secara umum, tujuan dari komunikasi organisasi yaitu untuk mengawasi dan membimbing segala aktivitas organisasi agar tujuan yang ditrgetkan tercapai. Menurut Liliweri (dalam Ruliana, 2014 : 24), ada empat tujuan komunikasi organisasi: 1) Menyatakan pikiran, pandangan dan pendapat 2) Membagi informasi 3) Menyatakan perasaan dan emosi 4) Melakukan koordinasi 2.2.1.3. Fungsi Komunikasi Organisasi Menurut Liliweri (dalam Ruliana, 2014 : 26), ada dua fungsi komunikasi organisasi yaitu fungsi umum dan fungsi khusus. Berikut akan dijabarkan penjelasannya. 1) Fungsi umum a. Komunikasi organisasi berfungsi untuk menyampaikan atau memberikan informasi kepada individu atau kelompok tentang bagaimana melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan kompetensinya. Contoh, deskripsi pekerjaan. b. Komunikasi organisasi berfungsi untuk menjual gagasan dan ide, pendapat, dan fakta. Termasuk juga menjual sikap organisasi dan sikap tentang sesuatu yang merupakan subjek layanan. Contoh, pameran, expo, public relations, dan lainnya. c. Komunikasi organisasi berfungsi untuk meningkatkan kemampuan para karyawan, agar mereka dapat belajar dari orang lain (internal), 16 belajar tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dikerjakan orang lain tentang apa yang “dijual” atau yang diceritakan orang lain tentang organisasi. d. Komunikasi organisasi berfungsi untuk menentukan apa dan bagaimana organisasi membagi pekerjaan atau siapa yang menjadi atasan dan siapa yang menjadi bawahan, dan besaran kekuasaan dan kewenangan, serta menentukan bagaimana menangani sejumlah orang, bagaimana memanfaatkan sumber daya manusia, dan mengalokasikan manusia, mesin, metode, dan teknik dalam organisasi. 2) Fungsi khusus a. Komunikasi organisasi membuat para karyawan melibatkan diri ke dalam isu-isu organisasi lalu menerjemahkannya ke dalam tindakan tertentu di bawah sebuah komando atau perintah. b. Komunikasi organisasi membuat para karyawan menciptakan dan menangani relasi antar sesama bagi peningkatan produk organisasi. c. Komunikasi kemampuan organisasi untuk membuat menangani para dan karyawan mengambil memiliki keputusan- keputusan dalam suasana yang ambigu dan tidak pasti. Sedangkan menurut Charles Conrad, ada dua fungsi komando dan fungsi relasi, dimana kedua fungsi tersebut akan mendukung fungsi dalam pengambilan keputusan. Berikut penjelasannya dalam bentuk tabel dibawah ini 17 Tabel 2.2. Fungsi Komunikasi Organisasi Fungsi Komando Mengarahkan dan Fungsi Relasi membatasi tindakan Menciptakan dan melanjutkan sifat impresional dalam organisasi Menangani dan memelihara tampilan yang dekat melalui umpan Membuat koordinasi antar unit kegiatan balik Menggunakan instruksi publikasi dan Menentukan dan mendefinisikan peran organisasi Fungsi Komunikasi untuk Mengambil Keputusan dalam Suasana yang Ambigu dan Tidak Pasti Menjaga keseimbangan antara kepentingan organisasi dengan kepentingan individual Mengelola pelbagai akibat yang ditinggalkan atau memelihara tradisi organisasi Menciptakan perspektif bagi peluang pembagian pengalaman kerja Sumber : Charles Conrad (dalam Ruliana, 2014 : 27 ; Komunikasi Organisasi) 2.2.1.4. Paradigma Komunikasi Organisasi Gambar 2.1 Paradigma Komunikasi Organisasi Sumber : Goldhaber (dalam Ruliana, 2014 : 20 ; Komunikasi Organisasi) 18 Berdasarkan paradigma yang dikemukakan oleh Goldhaber tersebut, terkandung tujuh konsep kunci mengenai komunikasi organisasi, yaitu: (dalam Ruliana, 2014 : 21) 1. Proses (Process). Organisasi merupakan suatu sistem terbuka yang bersifat dinamis yang akan menimbulkan saling menukar pesan antar anggotanya. Hal ini berjalan secara terus-menerus tanpa henti, maka organisasi dapat dikatakan sebagai suatu proses. 2. Pesan (Message). Pesan merupakan hal yang akan terus melekat dalam komunikasi. Tidak mungkin kita berkomunikasi tanpa adanya pesan yang dikirim atau diterima. Dalam komunikasi organisasi, kita akan belajar mengenai ciptaan dan pertukaran pesan dalam organisasi. 3. Jaringan (Network). Dalam sebuah organisasi, setiap orang akan menduduki posisi atau peranan yang berbeda satu sama lainnya. Masingmasing dari peranan tersebut akan terhubung dengan apa yang dinamakan jaringan komunikasi. 4. Keadaan saling tergantung (Interdependence). Organisasi merupakan suatu sistem yang saling bergantung sama lain. Apabila terdapat satu bagian mengalami gangguan, maka akan berdampak juga pada bagian lainnya dalam organisasi tersebut. Adanya hubungan ketergantungan ini akan membuat organisasi menjadi saling melengkapi satu sama lain. 5. Hubungan (Relationship). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, adanya jaringan serta keadaan saling bergantung menandakan adanya hubungan yang terjalin satu sama lain. 6. Lingkungan (Environment). Lingkungan merupakan faktor pendukung dalam pembuatan keputusan mengenai individu dalam suatu sistem. Lingkungan ini dibedakan menjadi lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal adalah setiap individu yang berada dalam organisasi tersebut (para karyawan). Lingkungan eksternal seperti pelanggan, distributor, pesaing, dan lainnya. 7. Ketidakpastian (Uncertainty). Ketidakpastian dalam organisasi dapat dilihat dalam situasi yang berhubungan dengan pihak eksternal organisasi. Misalnya seperti suatu organisasi harus menunggu kebijakan pemerintah yang berpengaruh terhadap produksi barang-barangnya. 19 2.2.1.5. Pendekatan Komunikasi Organisasi Untuk melihat komunikasi yang terjadi dalam sebuah organisasi, Romli memaparkan tiga jenis pendekatan, yaitu: (dalam Romli, 2014 : 20) 1. Pendekatan makro. Dalam pendekatan ini, organisasi dipandang sebagai suatu struktur global yang berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam interaksi ini, organisasi melakukan aktivitas seperti: a. Memproses informasi dan lingkungan. Maksud dari memproses informasi adalah menyesuaikan apa yang terjadi pada lingkungan dengan jalan mentransfer informasi yang relevan dengan keadaan dalam organisasi yang kemudian merumuskan suatu respons yang tepat terhadap input informasi tersebut. b. Identifikasi. Suatu organisasi akan menggunakan informasi yang telah diproses yang kemudian melakukan proses penyesuaian diri (identifikasi) agar respons dari organisasi sejalan dengan lingkungan. c. Integrasi dengan organisasi lain. Setiap organisasi akan dipengaruhi oleh aktivitas organisasi lain dalam lingkungannya. Memonitor apakah ada aktivitas dari organisasi lain yang dapat mempengaruhi organisasi sendiri. d. Penentuan tujuan. Pada beberapa organisasi, biasanya pemimpin akan merumuskan tujuan dari organisasi dan bawahan hanya menjalankan kebijakannya saja. Namun, ada juga yang melibatkan seluruh pihak dalam organisasi untuk merumuskan tujuannya, sehingga sangat diperlukan komunikasi untuk saling bertukar ide dan informasi demi tujuan yang baik. 2. Pendekatan mikro. Pendekatan ini berfokus pada komunikasi dalam unit dan sub-unit pada suatu organisasi. Komunikasi dalam pendekatan ini terjadi dalam kelompok sosial pada organisasi. Komunikasi tersebut antara lain: a. Orientasi dan latihan b. Keterlibatan anggota c. Penentuan iklim organisasi d. Supervisi dan pengarahan 20 e. Kepuasan kerja 3. Pendekatan individual. Pendekatan ini berfokus pada tingkah laku komunikasi individual dalam organisasi. Bentuk-bentuk dari komunikasi individual ini seperti: a. Berbicara pada kelompok kerja b. Mengadiri dan berinteraksi dalam rapat-rapat c. Menulis d. Berdebat untuk suatu usulan 2.2.1.6. Komponen Komunikasi Organisasi Dalam proses komunikasi organisasi, terdapat beberapa komponen yang penting untuk diperhatikan, yaitu: (Ruliana, 2014 : 22) 1. Jalur komunikasi internal, eksternal, atas-bawah, bawah-atas, horizontal, serta jaringan 2. Induksi, antara lain orientasi tersembunyi dari para karyawan, kebijakan dan prosedur, serta keuntungan para karyawan 3. Saluran, seperti media elektronik, media cetak, dan secara tatap muka 4. Rapat, seperti briefing, rapat para staff, rapat proyek, dan lainnya 5. Wawancara, seperti seleksi sumber daya manusia. 2.2.1.7. Hambatan Dalam Komunikasi Organisasi Dalam setiap kali berkomunikasi, tentu akan ditemukan berbagai macam hambatan yang menghalangi jalannya komunikasi. Hambatan ini dapat menyebabkan salah penafsiran makna dari suatu informasi, sehingga akan berdampak langsung terhadap organisasi. Plunkett dan Atner memaparkan lima hambatan yang kerap muncul dalam komunikasi organisasi pada tabel berikut. Tabel 2.3. Hambatan Komunikasi Organisasi 1. Management manajemen) level (tingkatan Dalam organisasi, terdapat peringkat manajemen yaitu top, upper, middle, dan lower management dan dalam tingkatan manajemen tersebut, dapat saja terjadi 21 penyampaian pesan/informasi yang tidak sepenuhnya berlangsung dengan lancar, baik ditinjau dari arah atau aliran informasi atau pola komunikasi, baik secara top down maupun bottom up. 2. Number of people supervised Jika staf atau karyawan yang langsung di (jumlah staf yang berada dalam bawah pengawasan seorang pimpinan kendali atau di bawah pengawasan) kurang dari 12 orang, maka komunikasi mengenai bidang pekerjaannya tugas akan atau lebih lancar. Sebaliknya, apabila jumlah staf yang di bawah pengawasan lebih dari 12 orang, maka komunikasi akan cenderung terhambat. 3. The rank of position in the Jika jenjang kepangkatan, jabatan, dan organization (jenjang kepangkatan, status atau kedudukan di dalam jabatan, dan status, atau kedudukan organisasi terlalu jauh, maka komunikasi di dalam organisasi) yang terjadi kurang lancar dan akan lebih kaku. 4. Change in manager (pergantian Perubahan atau pergantian manager atau manager) perubahan sikap dari manager dapat mengakibatkan perubahan dalam pola komunikasi dari atasan ke bawahan. 5. Manager interpretation (interpretasi Masing-masing manager memiliki pola manager) pikir, cara menafsirkan dan pola berhubungan yang berbeda terhadap para karyaawannya. Misalnya, ada manager yang suka terhaadap karyawan walaupun pekerjaannya karyawan kurang tersebut baik pandai asalkan bersikap. Tetapi ada juga manager yang suka terhadap sikap karyawan yang cuek tetapi hasil kerjanya bagus dan 22 memuaskan. Sumber : Warren R. Plunkett & Raymond F. Atner (dalam Ruliana, 2014 : 34 ; Komunikasi Organisasi) Sutrisna Dewi juga memaparkan beberapa hambatan dalam komunikasi organisasi, yaitu: (dalam Dewi, 2007 : 17) 1. Kelebihan beban informasi dan pesan bersaing. Pesan dari berbagai sumber dalam suatu organisasi telah membanjiri dan saling bersaing untuk memperoleh perhatianlebih awal. Hal ini bisa berakibat pada adanya pesan yang dianggap tidak penting, pesan yang tidak ditanggapi, atau pemberian respons yang tidak akurat. 2. Penyaringan yang tidak tepat. Tidak memungkinkan bahwa dalam suatu organisasi akan terjadi pesan berantai. Pesan berantai ini terjadi penyaringan di mana pesan akan dipotong atau disingkat. Hal ini dapat membuat beberapa inti pesan hilang dan maksud sebenarnya dari pesan tersebut tidak tersampaikan. 3. Iklim komunikasi tertutup atau tidak memadai. Pertukaran informasi yang bebas dan terbuka merupakan ciri dari komunikasi yang efektif. Iklim komunikasi sangat terkait dengan gaya manajemen. Gaya manajemen yang tertutup akan menghambat pertukaran informasi. 2.2.1.8. Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi Organisasi Cara mengatasi hambatan komunikasi organisasi menurut Bovee & Thill yaitu: (dalam Dewi, 2007 : 18) 1. Memelihara iklim komunikasi terbuka 2. Bertekad memegang teguh etika berkomunikasi 3. Memahami kesulitan komunikasi antarbudaya 4. Menggunakan pendekatan komunikasi yang berpusat pada penerima 5. Menggunakan teknologi secara bijaksana dan bertanggung jawab untuk memperoleh dan membagi informasi 6. Menciptakan dan memproses pesan ecara efektif dan efisien. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: a. Memahami si penerima pesan 23 b. Menyesuaikan pesan dengan si penerima c. Mengembangkan dan menghubungkan gagasan d. Mengurangi jumlah pesan e. Memilih saluran atau media yang tepat f. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi 2.2.1.9. Teori Budaya Organisasi Di dalam kelompok dan organisasi terdapat beberapa teori yang terkandung, salah satunya adalah teori budaya organisasi. Teori ini dikemukakan oleh Clifford Geertz, Michael Pacanowsky, dan Nick O’Donnell-Trujillo. Teori ini menjelaskan bahwa inti dari kehidupan berorganisasi dapat ditemukan dalam budayanya. Dalam hal ini, budaya bukan berarti mengacu pada keanekaragaman ras, etnis, agama, latar belakang pendidikan, dan lainnya. Menurut Pacanowsky dan O’Donnell Trujillo, budaya yang dimaksud adalah suatu cara hidup dalam sebuah organisasi. (dalam West & Turner, 2008 : 317) Teori ini memiliki tiga asumsi, yaitu: (West & Turner, 2008 : 319) 1. Anggota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi. 2. Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi. 3. Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda, dan interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam. Dari ketiga asumsi diatas, dapat disimpulkan bahwa ketika budaya organisasi dipelajari, maka akan ditemukan jaringan yang kompleks dan rumit. Budaya organisasi sangat bervariasi dan berbeda-beda antara organisasi yang satu dengan organisasi lainnya, karena budaya organisasi mewakili jati dari organisasi tersebut. Budaya organisasi dapat menentukan tingkat keberhasilan dalam perusahaan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, budaya organisasi merupakan inti kehidupan dalam berorganisasi. Apabila budaya organisasi yang tercipta tidak sesuai atau tidak berjalan dengan baik, koordinasi di dalam perusahaan akan tidak teratur, 24 terjadinya bentrok antara satu sama lain, yang akan mengakibatkan terhambatnya keberhasilan perusahaan. Dengan adanya penjabaran mengenai teori budaya organisasi di atas, dapat dibuktikan bahwa budaya organisasi dapat memberikan andil dalam membawa perusahaan menuju kesuksesan dalam berbisnis. Berhasil atau tidaknya perusahaan tergantung dalam bagaimana perusahaan menetapkan dan menjalankan dengan benar budaya organisasi yang dianutnya. 2.2.2. Komunikasi Interpersonal Dalam Organisasi Komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya komunikasi interpersonal yang baik. Komunikasi interpersonal sama saja dengan membangun hubungan dengan orang lain (relationship). Menurut Berger, komunikasi interpersonal banyak membahas tentang bagaimana suatu hubungan dimulai, bagaimana mempertahankan suatu hubungan, dan keretakan suatu hubungan. (dalam West & Turner, 2008 : 36) Menurut Deddy Mulyana, komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. (Mulyana, 2010 : 81) Jika dilihat dari definisi komunikasi interpersonal oleh Deddy Mulyana, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal berperan penuh dalam membangun hubungan yang baik dengan sesama. Adanya tatap-muka dan reaksi secara langsung saat melakukan komunikasi membuat pihak-pihak yang terlibat merasa akrab dibandingkan dengan menggunakan media atau tidak secara tatap-muka. Kita sudah familiar dengan istilah, “Mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat”. Ini menandakan bahwa semakin lama, komunikasi interpersonal jarang sekali dilakukan lagi. Manusia mulai sangat sibuk dengan urusan gadget-nya. Zic Rubin mengatakan bahwa kita biasanya menganggap pendengaran dan penglihatan sebagai indra primer, padahal sentuhan dan penciuman atau komunikasi nonverbal lainnya juga sama pentingnya dalam menyampaikan pesanpesan bersifat intim (dalam Mulyana, 2010 : 81) H. Syaiful Rohim dalam bukunya memaparkan dua bagian khusus dari komunikasi interpersonal, diantaranya komunikasi diadik (dyadic communication) dan komunikasi triadik (triadic communication). (Rohim, 2009 : 70) Komunikasi 25 diadik (dyadic communication) adalah komunikasi yang berlangsung antara dua orang. Orang pertama berperan sebagai komuikator dan orang kedua berperan sebagai komunikan. Dalam komunikasi diadik (dyadic communication), komunikator akan terus memusatkan perhatiannya kepada si komunikan tersebut, sehingga dialog yang terjadi antara keduanya berlangsung secara serius dan intensif. Sedangkan komunikasi triadik (triadic communication) adalah komunikasi yang berlangsung antara tiga orang. Orang pertama berperan sebagai komunikator dan dua orang lainnya berperan sebagai komunikan. Dalam komunikasi triadik (triadic communication), komunikasi yang terjalin secara berdialogis. Misalnya, A sebagai komunikator pertama kali akan berkomunikasi dengan komunikan B, kemudian jika ditanggapi maka akan dialihkan ke komunikan C. Jika dibandingkan antara kedua bentuk komunikasi tersebut, komunikasi diadik (dyadic communication) lebih efektif, karena komunikasi hanya terjadi antara dua orang saja, dimana mereka akan saling fokus satu sama lain. Feedback juga akan langsung didapatkan, sehingga proses komunikasi yang terjadi akan berlangsung secara efektif. Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang dilakukan seorang individu dengan individu lain yang apabila dikaitkan dengan proses mendengar akan menghasilkan teknik mendengarkan yang baik dan tentu akan menunjukkan saling pengertian antara kedua pihak. Hal seperti itulah yang sangat diperlukan dalam sebuah organisasi. Sebuah organisasi tidaklah dapat berjalan hanya dengan satu orang saja, melainkan dengan banyak orang dan dibutuhkan interaksi yang baik antara satu sama lain. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, komunikasi interpersonal dapat memulai dan mempertahankan sebuah hubungan. Di dalam organisasi dibutuhkan sebuah hubungan timbal balik agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi tersebut. William V. Hanney mengatakan bahwa organisasi terdiri atas sejumlah orang; melibatkan keadaan saling bergantung; kebergantungan memerlukan koordinasi; dan koordinasi mensyaratkan komunikasi. (dalam Effendy, 2013 : 116) Namun, dibalik adanya keadaan bergantung tersebut, Gilsdorf mengungkapkan 26 bahwa hubungan dalam organisasi dibatasi oleh: (dalam Goodall, Goodall & Schiefelbein, 2010 : 100) 1. Peraturan, yaitu aturan yang membatasi bagaimana pihak-pihak dalam organisasi berkomunikasi dengan benar. Mengetahui apa perbedaannya ketika berkomunikasi dengan pimpinan, bawahan, maupun sesamanya. 2. Kebijakan, merupakan pedoman bagaimana berperilaku dalam organisasi sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. 3. Budaya, meyakini bahwa budaya setiap organisasi berbeda satu sama lain, sehingga harus mengetahui bagaimana berkomunikasi yang benar sesuai dengan budaya organisasi yang ditetapkan. Seperti yang telah diketahui bahwa dalam sebuah organisasi, setidaknya terdapat minimal satu pemimpin yang mengoordinasi jalannya organisasi. Sebagai seorang pemimpin, ia harus mengetahui apa peranannya dan menyesuaikan cara penyampaiannya pesannya. Menurut Henry Mintzberg, terdapat tiga peranan penting dalam wewenang formal seorang pemimpin atau manager, salah satunya yaitu peranan antarpersona (interpersonal roles). (dalam Effendy, M.A., 2013 : 117) Wewenang formal dari seorang manager secara langsung akan menimbulkan tiga peranan yang mendasari hubungan interpersonal dalam organisasi, diantaranya adalah: a) Peranan tokoh (figurehead role) Seorang pemimpin selain memimpin organisasinya sendiri, ia juga akan tampil dalam berbagai acara diluar kantornya seperti undangan dari rekan organisasi lain, ulang tahun suatu instansi, pembukaan sebuah proyek, pernikahan rekan manager, dan acara lainnya yang bersifat formal maupun nonformal. Hal ini dikarenakan peran yang disandanginya sebagai pimpinan organisasi. Dan karena peranannya itu, ia akan selalu tampil menjadi komunikator untuk memberikan penjelasan, himbauan, ajakan, dan lainnya. b) Peranan pemimpin (leader role) Seorang pemimpin bertanggung jawab atas kelancaran pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya. Jika seorang pemimpin ingin menjadi 27 pemimpin yang baik, maka ia harus melakukan kepemimpinannya secara efektif atau yang sering dikenal sebagai Effective Leadership. “Kekuatan terbesar seorang pemimpin ialah visi pribadinya, yang dikomunikasikan dalam contoh hidupnya sehari-hari; Kepemimpinan bukanlah tugas, juga bukan peran yang dimainkan seseorang ketika bekerja dan kemudian dikesampingkan selama perjalanan pulang agar ia dapat santai dan menikmati hidup sesungguhnya. Berbeda dengan itu semua, kepemimpinan ialah kehidupan nyata seorang pemimpin” (Lowney, 2005 : 22) Dengan adanya Effective Leadership, dapat dipastikan mampu membuat suasana di dalam organisasi menjadi kondusif dan para karyawan akan menyelesaikan pekerjaannya dengan semangat dan bergairah yang tentu akan mencapai tujuan dari organisasi tersebut. c) Peranan penghubung (liasion role) Dalam peranannya sebagai penghubung, seorang pemimpin memiliki akses untuk melakukan komunikasi, baik dengan pihak internal maupun pihak eksternal dari organisasi. Hal ini dapat membuat pemimpin tersebut mendapatkan informasi dari berbagai sumber. Informasi tersebut dapat diteruskan kepada pihak internal organisasi untuk memperkuat kinerja para karyawannya, dan juga sebaliknya dapat memperkuat relasi dengan pihak eksternal organisasi. 2.2.3. Listening Mendengar adalah proses fisik dan pasif dalam keterampilan mendengar. Dengan mendengar kata-kata tidak berarti Anda mengerti pesannya. (Goodall, Goodall & Schiefelbein, 2010 : 82) Maka dari itu, dibutuhkan keterampilan mendengar bukan hanya mendengarkan saja. Dengan melakukan keterampilan mendengar, kita dapat mengerti dengan jelas apa maksud dan makna dari pesan yang disampaikan. Misalnya, seorang atasan memberikan informasi mengenai kebijakan baru perusahaan kepada salah satu bawahannya dan meminta untuk disebarluaskan informasi tersebut. Namun, bawahan tersebut hanya mendengarkan saja, tidak memahami apa makna dibalik informasi tersebut. Sehingga ketika informasi tersebut disebar, bawahan tersebut tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar kebijakan baru tersebut. Akan tetapi, 28 ketika ia mendengarkan secara baik saat pemimpin tersebut memberikan informasi, maka ia akan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan. 2.2.3.1. Tahapan Listening Ada lima tahapan dalam proses Listening, yaitu: (Goodall, Goodall & Schiefelbein, 2010 : 82) 1. Hearing. Dalam tahap ini, pendengar baru hanya menangkap dan memproses sinyal dari si pembicara. 2. Informational Listening. Dalam tahap ini, pendengar mengidentifikasi sinyal yang diproses tadi sebagai kata-kata. Pada tahapan ini, terjadi perpindahan dari Hearing menjadi Listening. 3. Critical Listening. Dalam tahap ini, pendengar melibatkan apa yang pembicara sampaikan dengan berfokus pada logika, alasan, dan sudut pandang dari si pembicara. 4. Self-Reflexive Listening. Dalam tahap ini, pendengar merefleksikan apa yang disampakan oleh pembicara dengan mengaplikasikannya ke dalam hidup si pendengar. 5. Conscious Listening. Dalam tahap ini, pendengar telah menerima atau terbuka dengan sudut pandang si pembicara. 2.2.3.2. Tujuan Listening Terdapat empat tujuan dari Listening menurut Ross Jay, yaitu: (Jay, 2007 : 107) 1. Mencegah terjadinya kesalahpahaman akibat komunikasi yang buruk 2. Membantu seseorang memahami apa yang sedang terjadi 3. Membuka peluang seseorang untuk membaca apa pesan tersirat ketika seseorang sedang berbicara 4. Membuat pembicara merasa positif terhadap respon yang diberikan oleh si pendengar 29 2.2.3.3. Hambatan Dalam Proses Listening Berikut akan dipaparkan mengenai hambatan apa saja yang ditemui dalam proses Listening, yaitu: (Maulana & Gumelar, 2013 : 66) 1. Preoccupation. Sebuah situasi di mana seseorang tengah sibuk dengan urusan lain yang tidak ada hubungannya dengan topik pembicaraan. 2. Preconceived Ideas. Adanya berbagai ide atau pemahaman yang telah mendominasi pemikiran seseorang, sehingga sering terjadi penolakan berbagai gagasan baru. 3. Talking too much. Adanya dominasi untuk terus berbicara daripada mendengarkan. Hal ini tentu tidak baik karena orang lain akan merasa tidak dihargai untuk didengar. 4. Thinking of Responses. Tidak terjalinnya kesinambungan dalam memberi respon atau terlalu banyak berpikir untuk memberi respon daripada mendengarkan. 5. Lack of Interest. Setiap individu cenderung mendengar hanya hal-hal yang dianggap menarik. Apabila hal yang didengar tidak menarik, maka akan diabaikan. Padahal, hal yang tidak menarik tersebut bisa merupakan sebuah informasi baru yang penting. 2.2.3.4. Cara Mengatasi Hambatan Listening Beberapa cara mengatasi hambatan dalam mendengarkan: (Goodall, Goodall & Schiefelbein, 2010 : 83) 1. Jika memungkinkan, cari tempat yang lebih tenang agar tidak banyak noise saat proses mendengarkan berlangsung. 2. Tempat sangat berpengaruh dalam proses mendengarkan. Semakin nyaman tempat-nya, maka semakin nyaman pula proses mendengarkan. Tempat yang nyaman dapat meliputi suhu yang tepat, penerangan yang tepat, dan tempat yang berganti-ganti agar tidak kebosanan. 3. Beri perhatian sepenuhnya. Jangan melakukan aktvitas lain ketika sedang mendengarkan orang lain. 4. Katakan sejujurnya apabila kita sedang berada di situasi yang kurang tepat untuk mendengarkan. “Sekarang adalah waktu yang kurang tepat 30 untuk kita berbicara. Saya sangat terganggu sekali dan tidak akan bisa memberikan perhatian penuh kepada Anda. Bisakah kita mengatur waktu lain untuk berbicara lagi?” Kalimat tersebut dapat diucapkan ketika kita tengah sibuk melakukan aktivitas lain dan ada orang yang menghampiri kita untuk mendengarkannya. 2.2.4. Conscious Listening Conscious Listening merupakan tahap akhir dalam proses Listening yang baik. Apabila proses Listening tidak mencapai Conscious Listening, maka yang terjadi hanyalah ketidakfahaman dan kesalahan dalam mengolah informasi yang didengar. Conscious Listening akan terjadi ketika seluruh pihak yang berkomunikasi terlibat dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi seluruh kelompok, team, dan perusahaan. Menurut Peter Senge, Conscious Listening didefinisikan sebagai sebuah pola yang lebih dalam mengenai makna yang mengalir melalui sebuah kelompok yang membangun kesadaran akan pemikiran kolektif yang memungkinkan untuk mengubah pengalaman kita. (dalam Goodall, Goodall & Schiefelbein, 2010 : 89) Conscious Listening dapat membangun hubungan antar individu yang saling bergerak untuk kepentingan bersama. Conscious Listening membuka komunikasi yang dilandasi dengan adanya pembagian visi, tujuan, dan nilai hubungan bersama. Conscious Listening merupakan keterampilan bisnis yang cukup vital. Hal ini dapat membantu perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Berikut beberapa hal untuk menjadi Conscious Listener dalam konteks berbisnis perusahaan yaitu: (Goodall, Goodall & Schiefelbein, 2010 : 90) 1. Berhenti berbicara. Kita tidak bisa melakukan Conscious Listening apabila digabungkan dengan terus berbicara. 2. Berhenti bereaksi. Kita tidak bisa melakukan Conscious Listening apabila kita hanya fokus pada memformulasikan apa yang akan kita bicarakan selanjutnya. 31 3. Mendengar dengan perasaan. Mendengarkan secara empatik dapat membuat kita mengerti apa yang orang lain rasakan saat mendengarkan mereka. 4. Mendengar untuk isyarat diri sendiri. Memahami apakah yang orang lain katakan benar adanya tentang diri kita. 5. Mendengar untuk termotivasi. Jadikan apa yang dikatakan oleh pembicara menjadi motivasi untuk diri kita sendiri. 6. Mendengar dengan niat. Semua bermula dari niat kita untuk mau mendengarkan. Apabila kita tidak niat untuk mendengarkan dari awal, maka kita tidak dapat melakukan Conscious Listening. 7. Mendengar untuk keuntungan. Conscious Listening jika dilakukan dengan benar akan memberikan keuntungan, baik dalam jangka waktu panjang maupun pendek. 8. Mengulang kembali dengan tenang apa yang orang lain bicarakan dengan tujuan untuk memastikan. 9. Mengusulkan alternatif yang dapat menguntungkan semua pihak dalam perusahaan. 32 2.3. Kerangka Pikir ANALISIS CONSCIOUS LISTENING PADA DIVISI CMC PT PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE TAHAPAN CONSCIOUS LISTENING: HAMBATAN CONSCIOUS LISTENING: HEARING INFORMATIONAL LISTENING CRITICAL LISTENING SELF-REFLEXIVE LISTENING CONSCIOUS LISTENING Sumber: (Goodall, Goodall Schiefelbein, 2010 : 82) PREOCCUPATION PRECONCEIVED IDEAS TALKING TOO MUCH THINKING OF RESPONSES LACK OF INTEREST Sumber: (Maulana & Gumelar, 2013 : 66) & Gambar 2.2. Kerangka Pikir Sumber: Hasil Pengolahan Data Pada kerangka pikir, bagan pertama diawali dari analisa mengenai Conscious Listening dalam divisi Corporate Marketing and Communication PT Prudential Indonesia. Dari fokus penelitian, muncul dua pertanyaan yang merupakan dasar dari fokus penelitian tersebut. Bagaimana tahapan Conscious Listening yang diterapkan, serta apa saja hambatan proses Listening yang sering ditemui dalam PT Prudential Indonesia. Kedua hal tersebut akan menyebabkan komunikasi, diantaranya komunikasi organisasi, komunikasi interpesonal dalam organisasi, serta Listening. Komunikasi organisasi memiliki tujuh konsep kunci yang membedakannya dengan komunikasi lainnya. Ketujuh konsep itu antara lain proses, pesan, jaringan, keadaan saling bergantung, hubungan, lingkungan, dan ketidakpastian. Kemudian, dari komunikasi 33 organisasi akan ditelusuri lebih dalam lagi mengenai komunikasi yang terjalin oleh setiap individu dalam sebuah organisasi yang dikenal sebagai komunikasi interpersonal dalam organisasi. Listening merupakan tahapan akhir yang kemudian akan menjadi Conscious Listening nantinya, sesuai dengan budaya organisasi dari PT Prudential Indonesia. Karena bersinggungan dengan budaya organisasi yaitu Listening, maka penelitian ini menggunakan teori budaya organisasi sebagai teori dasar dalam penelitian ini.