1 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya ( State of

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Penelitian Sebelumnya ( State of The Art )
Pada bagian ini, akan dibahas mengenai beberapa penelitian yang sudah
diakukan sebelumnya. Akan terdapat persamaan dan perbedaan yang akan dilihat
dari objek dan metode yang diteliti. Penyusunan penelitian sebelumnya akan
dijabarkan dalam bentuk tabel untuk memudahkan pembaca dalam memahaminya.
Tabel 2.1
State of The Art
1.
Judul
The
Active-Emphatic
Listening
Scale
(AELS):
Conceptualization and Evidence of Validity Within the
Interpersonal Domain
Penulis
Graham D. Bodie
Tahun
2011
Hasil
Adanya langkah-langkah valid dalam Listening yang
sering diabaikan, walaupun banyak dari perspektif para
teoritis telah memberi perhatian pada pentingnya
keterampilan mendengar. Penelitian ini memberikan
konseptualisasi
dan pengukuran dari keterampilan
mendengar untuk kesejahteraan individu: mendengar
secara aktif – empatik.
Perbandingan
Penelitian ini sama-sama membahas tentang langkahlangkah untuk menjadi pendengar yang baik. Namun,
penelitian ini hanya menjelaskan apa saja langkahlangkah menjadi pendengar yang baik sebatas untuk
kesejahteraan individu saja. Sedangkan penelitian yang
akan diteliti tidak hanya sebatas kesejahteraan bagi
individu saja, tetapi juga untuk kesejahteraan perusahaan.
2.
Judul
Listening: A Concept Analysis
9
10
Penulis
Sheila D. Shipley
Tahun
2010
Hasil
Mendengarkan diakui oleh berbagai disiplin ilmu sebagai
komponen penting dalam komunikasi yang efektif.
Mendengarkan selalu dianggap sebagai komponen
penting dalam ilmu keperawatan dan manfaat dari
mendengarkan telah didokumentasikan dalam literatur
keperawatan.
Beberapa
karakter
penting
dari
mendengarkan
seperti
empati,
memperhatikan
komunikasi verbal dan nonverbal, serta kemampuan
untuk tidak menghakimi dan mencoba menerima, telah
teridentifikasi
dalam
semua
literatur.
Selain
itu,
mendengarkan adalah tindakan yang disengaja dan
membutuhkan komitmen sadar dari si pendengar.
Perbandingan
Persamaan jurnal ini dengan penelitian yang akan
dilakukan
adalah
sama-sama
membahas
tentang
pentingnya keterampilan mendengar dalam kegiatan
berbisnis suatu perusahaan. Untuk menjadi Conscious
Listener, diperlukan tahap-tahap dan tips yang berguna
untuk
keberhasilan
berbisnis
perusahaan.
Namun,
penelitian ini hanya berfokus pada literatur keperawatan
saja. Sedangkan penelitian yang akan diteliti berfokus
pada bisnis sebuah perusahaan, yaitu perusahaan
asuransi.
3.
Judul
Good Listening Skills Make Efficient Business Sense
Penulis
D. B. Rane
Tahun
2012
Hasil
Mendengarkan dikenal
sebagai kemampuan untuk
memahami dan memberikan respon untuk komunikasi
verbal. Efektivitas dalam mendengarkan bergantung pada
hubungan timbal balik antara pengirim dan penerima
pesan,
sebagaimana
dapat
dilihat
dalam
sebuah
perusahaan. Kualitas hubungan dengan orang lain serta
11
efektivitas dalam bekerja sangat bergantung pada
kemampuan mendengar dari setiap individu yang
bersangkutan.
Kurangnya
kemampuan
mendengarkan
akan
menyebabkan masalah dalam perusahaan tersebut. Untuk
menjadi pendengar yang baik, tiap individu harus sering
berlatih agar pesan yang diterima dapat dipahami dengan
baik.
Banyak
orang
yang
memiliki
kemampuan
mendengar yang buruk yang harus segera diperbaiki agar
mampu bekerja dengan efektif. Maka dari itu, jurnal ini
menjabarkan
proses
mendengarkan,
pentingnya
mendengarkan secara aktif dalam komunikasi bisnis,
konsep mendengarkan secara efektif, hambatan dalam
mendengarkan dengan baik, dan beberapa tips untuk
menjadi pendengar yang baik.
Perbandingan
Persamaan jurnal ini dengan penelitian yang akan
dilakukan
adalah
sama-sama
membahas
tentang
pentingnya keterampilan mendengar dalam kegiatan
berbisnis suatu perusahaan. Untuk menjadi Conscious
Listener, diperlukan tahap-tahap dan tips yang berguna
untuk
keberhasilan
berbisnis
perusahaan.
Namun,
penelitian ini berfokus pada keterampilan mendengar
secara umum, sedangkan penelitian yang akan diteliti ini
lebih khusus, yaitu berfokus pada bagaimana Conscious
Listening dapat mempengaruhi keberhasilan berbisnis
perusahaan.
4.
Judul
Efektivitas Komunikasi Dalam Organisasi
Penulis
Hassa Nurohim, Lina Anatan
Tahun
2010
Hasil
Kebutuhan komunikasi dalam persaingan bisnis kini
selalu berubah. Kemajuan teknologi informasi dan
perubahan dalam mengelola organisasi telah merubah
cara organisasi dalam berkomunikasi. Proses komunikasi
12
harus dikelola secara efektif karena tidak semua individu
dalam organisasi mampu berkomunikasi dengan baik.
Perbandingan
Penelitian ini sama-sama membahas bagimana cara
berkomunikasi yang baik dalam suatu organisasi.
Penelitian yang akan dilakukan juga membahas tentang
berkomunikasi dalam suatu organisasi bisnis, yaitu
perusahaan asuransi. Namun, penelitian ini membahas
secara umum mengenai berkomunikasi dengan baik
dalam organisasi. Sedangkan penelitian yang akan
dilakukan ini akan berfokus pada bagian keterampilan
mendengar saja.
5.
Judul
Memahami Orang Lain Melalui Mendengar Secara
Empatik
Penulis
Sukron Makmun
Tahun
2013
Hasil
Jurnal
ini
membahas
tentang
bagaimana
mengembangkan keterampilan mendengarkan secara
empatik untuk memahami orang lain. Adanya telusuran
lebih dalam mengenai konsep mendengarkan secara
empatik dan urgensi-nya dalam proses komunikasi,
hambatan apa saja yang sering ditemui dalam proses
mendengarkan, dan menjelaskan bagaimana cara untuk
mengembangkan keterampilan mendengarkan secara
empatik. Hasil penelitian dalam jurnal ini menunjukkan
bahwa kegagalan komunikasi sering disebabkan oleh
kurangnya keterampilan mendengar secara empatik yang
memadai.
Perbandingan
Persamaan jurnal ini dengan penelitian yang akan
dilakukan adalah keterampilan mendengarkan secara
empatik merupakan bagian dari komunikasi efektif.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Conscious
Listening merupakan bagian dari efektivitas komunikasi
juga. Keduanya sama-sama diperlukan untuk mengurangi
13
gagalnya
dalam
berkomunikasi
serta
membangun
kepercayaan untuk mencapai tujuan bersama, terutama
dalam sebuah perusahaan. Namun, penelitian ini fokus
membahas mengenai mendengarkan secara empatik,
sedangkan penelitian yang akan diteliti berfokus pada
Conscious Listening.
2.2.
Landasan Konseptual
2.2.1. Komunikasi Organisasi
Setiap harinya, manusia pasti akan berkomunikasi dengan orang-orang yang
ditemui, baik dengan keluarga, rekan kerja, bahkan dengan orang yang tidak kenal
sekalipun. Walaupun sama-sama berkomunikasi, tentu caranya berbeda satu sama
lain dan disesuaikan dengan siapa lawan bicaranya. Berkomunikasi dalam
lingkungan keluarga tentu akan berbeda dengan berkomunikasi dalam dunia kerja
atau sebuah organisasi. Berikut akan dijelaskan mengenai apa dan bagaimana
berkomunikasi dalam organisasi, atau yang lebih dikenal sebagai komunikasi
organisasi.
Menurut R. Wayne Pace dan Don F. Faules yang dialihbahasakan oleh
Mulyana, komunikasi organisasi didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran
pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suuatu organisasi
tertentu. (dalam Ruliana, 2014 : 18)
Menurut Wiryanto, komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan
berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu
organisasi. (dalam Romli, 2014 : 2)
Menurut Goldhaber, komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan
saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu
sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau selalu berubah-ubah.
(dalam Ruliana, 2014 : 20)
14
2.2.1.1.
Dimensi Komunikasi Organisasi
Dalam sebuah organisasi, terdapat beberapa perbedaan dalam berkomunikasi,
baik antara pemimpin dengan bawahan, bawahan dengan pemimpin, sesama
karyawan, dan dengan pihak di luar organisasi. Menurut Romli, terdapat beberapa
dimensi dalam komunikasi organisasi, di antaranya: (Romli, 2014 : 6)
1.
Komunikasi internal, yaitu komunikasi yang terjadi antara anggotaanggota organisasi, seperti komunikasi antara pemimpin dengan
bawahan, bawahan dengan pemimpin, dan antar karyawan. Proses
komunikasi internal biasa berwujud komunikasi antarpribadi atau juga
komunikasi kelompok. Komunikasi internal dibagi lagi menjadi dua
bagian, yaitu:
a) Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari atas ke bawah dan juga
sebaliknya, dari bawah ke atas. Komunikasi antara pemimpin
dengan bawahan dan bawahan dengan pemimpin merupakan
komunikasi vertikal. Komunikasi yang dilakukan pemimpin
biasanya seperti memberikan instruksi, motivasi, dan informasi
baru kepada bawahannya. Sedangkan komunikasi yang dilakukan
bawahan biasanya seperti memberikan laporan hasil pekerjaan,
saran atau ide, pengaduan, dan lainnya.
b) Komunikasi horizontal atau lateral, yaitu komunikasi yang terjadi
antara sesama karyawan, atau antara sesama manager. Komunikasi
ini bermanfaat untuk saling menukar pengalaman, pengetahuan,
dan lainnya agar organisasi dapat meminimalisir masalah yang
dapat memecahkan satu sama lainnya.
2.
Komunikasi eksternal, yaitu komunikasi yang terjadi antara pemimpin
dengan publik di luar organisasi. Komunikasi ini dapat dilakukan oleh
pemimpin langsung organisasi tersebut atau juga oleh kepala hubungan
masyarakat. Komunikasi ini dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu:
a) Komunikasi dari organisasi kepada publik. Komunikasi ini umumnya
bersifat informatif sehingga publik merasa dilibatkan dalam
jalannya organisasi tersebut. Komunikasi ini berguna untuk
menjaga hubungan yang intim dengan publik seperti client, media,
distributor, dan lainnya. Komunikasi ini dapat melalui berbagai
15
bentuk seperti press release, pidato di media, brosur, flyer, poster,
konferensi pers, dan lainnya.
b) Komunikasi
dari
publik
kepada
organisasi.
Komunikasi
ini
merupakan feedback dari segala kegiatan dan komunikasi yang
dilakukan organisasi. Komunikasi ini seperti kritik dan saran dari
client.
2.2.1.2.
Tujuan Komunikasi Organisasi
Secara umum, tujuan dari komunikasi organisasi yaitu untuk mengawasi dan
membimbing segala aktivitas organisasi agar tujuan yang ditrgetkan tercapai.
Menurut Liliweri (dalam Ruliana, 2014 : 24), ada empat tujuan komunikasi
organisasi:
1) Menyatakan pikiran, pandangan dan pendapat
2) Membagi informasi
3) Menyatakan perasaan dan emosi
4) Melakukan koordinasi
2.2.1.3.
Fungsi Komunikasi Organisasi
Menurut Liliweri (dalam Ruliana, 2014 : 26), ada dua fungsi komunikasi
organisasi yaitu fungsi umum dan fungsi khusus. Berikut akan dijabarkan
penjelasannya.
1) Fungsi umum
a. Komunikasi
organisasi
berfungsi
untuk
menyampaikan
atau
memberikan informasi kepada individu atau kelompok tentang
bagaimana
melaksanakan
suatu
pekerjaan
sesuai
dengan
kompetensinya. Contoh, deskripsi pekerjaan.
b. Komunikasi organisasi berfungsi untuk menjual gagasan dan ide,
pendapat, dan fakta. Termasuk juga menjual sikap organisasi dan
sikap tentang sesuatu yang merupakan subjek layanan. Contoh,
pameran, expo, public relations, dan lainnya.
c. Komunikasi organisasi berfungsi untuk meningkatkan kemampuan
para karyawan, agar mereka dapat belajar dari orang lain (internal),
16
belajar tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dikerjakan
orang lain tentang apa yang “dijual” atau yang diceritakan orang
lain tentang organisasi.
d. Komunikasi organisasi berfungsi untuk menentukan apa dan
bagaimana organisasi membagi pekerjaan atau siapa yang menjadi
atasan dan siapa yang menjadi bawahan, dan besaran kekuasaan
dan kewenangan, serta
menentukan bagaimana menangani
sejumlah orang, bagaimana memanfaatkan sumber daya manusia,
dan mengalokasikan manusia, mesin, metode, dan teknik dalam
organisasi.
2) Fungsi khusus
a. Komunikasi organisasi membuat para karyawan melibatkan diri ke
dalam isu-isu organisasi lalu menerjemahkannya ke dalam tindakan
tertentu di bawah sebuah komando atau perintah.
b. Komunikasi organisasi membuat para karyawan menciptakan dan
menangani relasi antar sesama bagi peningkatan produk organisasi.
c. Komunikasi
kemampuan
organisasi
untuk
membuat
menangani
para
dan
karyawan
mengambil
memiliki
keputusan-
keputusan dalam suasana yang ambigu dan tidak pasti.
Sedangkan menurut Charles Conrad, ada dua fungsi komando dan fungsi
relasi, dimana kedua fungsi tersebut akan mendukung fungsi dalam pengambilan
keputusan. Berikut penjelasannya dalam bentuk tabel dibawah ini
17
Tabel 2.2. Fungsi Komunikasi Organisasi
Fungsi Komando

Mengarahkan
dan
Fungsi Relasi
membatasi

tindakan

Menciptakan dan melanjutkan sifat
impresional dalam organisasi
Menangani
dan
memelihara

tampilan yang dekat melalui umpan
Membuat
koordinasi
antar
unit
kegiatan
balik

Menggunakan
instruksi
publikasi
dan

Menentukan
dan
mendefinisikan
peran organisasi
Fungsi Komunikasi untuk Mengambil Keputusan dalam Suasana yang Ambigu
dan Tidak Pasti

Menjaga keseimbangan antara kepentingan organisasi dengan kepentingan
individual

Mengelola pelbagai akibat yang ditinggalkan atau memelihara tradisi organisasi

Menciptakan perspektif bagi peluang pembagian pengalaman kerja
Sumber : Charles Conrad (dalam Ruliana, 2014 : 27 ; Komunikasi Organisasi)
2.2.1.4.
Paradigma Komunikasi Organisasi
Gambar 2.1 Paradigma Komunikasi Organisasi
Sumber : Goldhaber (dalam Ruliana, 2014 : 20 ; Komunikasi Organisasi)
18
Berdasarkan paradigma yang dikemukakan oleh Goldhaber tersebut,
terkandung tujuh konsep kunci mengenai komunikasi organisasi, yaitu: (dalam
Ruliana, 2014 : 21)
1.
Proses (Process). Organisasi merupakan suatu sistem terbuka yang
bersifat dinamis yang akan menimbulkan saling menukar pesan antar
anggotanya. Hal ini berjalan secara terus-menerus tanpa henti, maka
organisasi dapat dikatakan sebagai suatu proses.
2.
Pesan (Message). Pesan merupakan hal yang akan terus melekat dalam
komunikasi. Tidak mungkin kita berkomunikasi tanpa adanya pesan yang
dikirim atau diterima. Dalam komunikasi organisasi, kita akan belajar
mengenai ciptaan dan pertukaran pesan dalam organisasi.
3.
Jaringan (Network). Dalam sebuah organisasi, setiap orang akan
menduduki posisi atau peranan yang berbeda satu sama lainnya. Masingmasing dari peranan tersebut akan terhubung dengan apa yang
dinamakan jaringan komunikasi.
4.
Keadaan saling tergantung (Interdependence). Organisasi merupakan
suatu sistem yang saling bergantung sama lain. Apabila terdapat satu
bagian mengalami gangguan, maka akan berdampak juga pada bagian
lainnya dalam organisasi tersebut. Adanya hubungan ketergantungan ini
akan membuat organisasi menjadi saling melengkapi satu sama lain.
5.
Hubungan (Relationship). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
adanya jaringan serta keadaan saling bergantung menandakan adanya
hubungan yang terjalin satu sama lain.
6.
Lingkungan (Environment). Lingkungan merupakan faktor pendukung
dalam pembuatan keputusan mengenai individu dalam suatu sistem.
Lingkungan ini dibedakan menjadi lingkungan internal dan lingkungan
eksternal. Lingkungan internal adalah setiap individu yang berada dalam
organisasi tersebut (para karyawan). Lingkungan eksternal seperti
pelanggan, distributor, pesaing, dan lainnya.
7.
Ketidakpastian (Uncertainty). Ketidakpastian dalam organisasi dapat
dilihat dalam situasi yang berhubungan dengan pihak eksternal
organisasi. Misalnya seperti suatu organisasi harus menunggu kebijakan
pemerintah yang berpengaruh terhadap produksi barang-barangnya.
19
2.2.1.5.
Pendekatan Komunikasi Organisasi
Untuk melihat komunikasi yang terjadi dalam sebuah organisasi, Romli
memaparkan tiga jenis pendekatan, yaitu: (dalam Romli, 2014 : 20)
1.
Pendekatan makro. Dalam pendekatan ini, organisasi dipandang sebagai
suatu struktur global yang berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam
interaksi ini, organisasi melakukan aktivitas seperti:
a. Memproses informasi dan lingkungan. Maksud dari memproses
informasi adalah menyesuaikan apa yang terjadi pada lingkungan
dengan jalan mentransfer informasi yang relevan dengan keadaan
dalam organisasi yang kemudian merumuskan suatu respons yang
tepat terhadap input informasi tersebut.
b. Identifikasi. Suatu organisasi akan menggunakan informasi yang telah
diproses yang kemudian melakukan proses penyesuaian diri
(identifikasi) agar respons dari organisasi
sejalan dengan
lingkungan.
c. Integrasi dengan organisasi lain. Setiap organisasi akan dipengaruhi
oleh aktivitas organisasi lain dalam lingkungannya. Memonitor
apakah ada aktivitas dari organisasi lain yang dapat mempengaruhi
organisasi sendiri.
d. Penentuan tujuan. Pada beberapa organisasi, biasanya pemimpin akan
merumuskan
tujuan
dari
organisasi
dan
bawahan
hanya
menjalankan kebijakannya saja. Namun, ada juga yang melibatkan
seluruh pihak dalam organisasi untuk merumuskan tujuannya,
sehingga sangat diperlukan komunikasi untuk saling bertukar ide
dan informasi demi tujuan yang baik.
2.
Pendekatan mikro. Pendekatan ini berfokus pada komunikasi dalam unit
dan sub-unit pada suatu organisasi. Komunikasi dalam pendekatan ini
terjadi dalam kelompok sosial pada organisasi. Komunikasi tersebut
antara lain:
a. Orientasi dan latihan
b. Keterlibatan anggota
c. Penentuan iklim organisasi
d. Supervisi dan pengarahan
20
e. Kepuasan kerja
3.
Pendekatan individual. Pendekatan ini berfokus pada tingkah laku
komunikasi individual dalam organisasi. Bentuk-bentuk dari komunikasi
individual ini seperti:
a. Berbicara pada kelompok kerja
b. Mengadiri dan berinteraksi dalam rapat-rapat
c. Menulis
d. Berdebat untuk suatu usulan
2.2.1.6.
Komponen Komunikasi Organisasi
Dalam proses komunikasi organisasi, terdapat beberapa komponen yang
penting untuk diperhatikan, yaitu: (Ruliana, 2014 : 22)
1.
Jalur komunikasi internal, eksternal, atas-bawah, bawah-atas, horizontal,
serta jaringan
2.
Induksi, antara lain orientasi tersembunyi dari para karyawan, kebijakan
dan prosedur, serta keuntungan para karyawan
3.
Saluran, seperti media elektronik, media cetak, dan secara tatap muka
4.
Rapat, seperti briefing, rapat para staff, rapat proyek, dan lainnya
5.
Wawancara, seperti seleksi sumber daya manusia.
2.2.1.7.
Hambatan Dalam Komunikasi Organisasi
Dalam setiap kali berkomunikasi, tentu akan ditemukan berbagai macam
hambatan yang menghalangi jalannya komunikasi. Hambatan ini dapat menyebabkan
salah penafsiran makna dari suatu informasi, sehingga akan berdampak langsung
terhadap organisasi. Plunkett dan Atner memaparkan lima hambatan yang kerap
muncul dalam komunikasi organisasi pada tabel berikut.
Tabel 2.3. Hambatan Komunikasi Organisasi
1. Management
manajemen)
level
(tingkatan Dalam organisasi, terdapat peringkat
manajemen yaitu top, upper, middle, dan
lower management dan dalam tingkatan
manajemen tersebut, dapat saja terjadi
21
penyampaian pesan/informasi yang tidak
sepenuhnya berlangsung dengan lancar,
baik ditinjau dari arah atau aliran
informasi atau pola komunikasi, baik
secara top down maupun bottom up.
2. Number
of
people
supervised Jika staf atau karyawan yang langsung di
(jumlah staf yang berada dalam bawah pengawasan seorang pimpinan
kendali atau di bawah pengawasan)
kurang dari 12 orang, maka komunikasi
mengenai
bidang
pekerjaannya
tugas
akan
atau
lebih
lancar.
Sebaliknya, apabila jumlah staf yang di
bawah pengawasan lebih dari 12 orang,
maka
komunikasi
akan
cenderung
terhambat.
3. The
rank
of
position
in
the Jika jenjang kepangkatan, jabatan, dan
organization (jenjang kepangkatan, status
atau
kedudukan
di
dalam
jabatan, dan status, atau kedudukan organisasi terlalu jauh, maka komunikasi
di dalam organisasi)
yang terjadi kurang lancar dan akan lebih
kaku.
4. Change in manager (pergantian Perubahan atau pergantian manager atau
manager)
perubahan sikap dari manager dapat
mengakibatkan perubahan dalam pola
komunikasi dari atasan ke bawahan.
5. Manager interpretation (interpretasi Masing-masing manager memiliki pola
manager)
pikir,
cara
menafsirkan
dan
pola
berhubungan yang berbeda terhadap para
karyaawannya. Misalnya, ada manager
yang suka terhaadap karyawan walaupun
pekerjaannya
karyawan
kurang
tersebut
baik
pandai
asalkan
bersikap.
Tetapi ada juga manager yang suka
terhadap sikap karyawan yang cuek
tetapi
hasil
kerjanya
bagus
dan
22
memuaskan.
Sumber : Warren R. Plunkett & Raymond F. Atner (dalam Ruliana, 2014 : 34 ;
Komunikasi Organisasi)
Sutrisna Dewi juga memaparkan beberapa hambatan dalam komunikasi
organisasi, yaitu: (dalam Dewi, 2007 : 17)
1.
Kelebihan beban informasi dan pesan bersaing. Pesan dari berbagai
sumber dalam suatu organisasi telah membanjiri dan saling bersaing
untuk memperoleh perhatianlebih awal. Hal ini bisa berakibat pada
adanya pesan yang dianggap tidak penting, pesan yang tidak ditanggapi,
atau pemberian respons yang tidak akurat.
2.
Penyaringan yang tidak tepat. Tidak memungkinkan bahwa dalam suatu
organisasi akan terjadi pesan berantai. Pesan berantai ini terjadi
penyaringan di mana pesan akan dipotong atau disingkat. Hal ini dapat
membuat beberapa inti pesan hilang dan maksud sebenarnya dari pesan
tersebut tidak tersampaikan.
3.
Iklim komunikasi tertutup atau tidak memadai. Pertukaran informasi
yang bebas dan terbuka merupakan ciri dari komunikasi yang efektif.
Iklim komunikasi sangat terkait dengan gaya manajemen. Gaya
manajemen yang tertutup akan menghambat pertukaran informasi.
2.2.1.8.
Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi Organisasi
Cara mengatasi hambatan komunikasi organisasi menurut Bovee & Thill
yaitu: (dalam Dewi, 2007 : 18)
1.
Memelihara iklim komunikasi terbuka
2.
Bertekad memegang teguh etika berkomunikasi
3.
Memahami kesulitan komunikasi antarbudaya
4.
Menggunakan pendekatan komunikasi yang berpusat pada penerima
5.
Menggunakan teknologi secara bijaksana dan bertanggung jawab untuk
memperoleh dan membagi informasi
6.
Menciptakan dan memproses pesan ecara efektif dan efisien. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara:
a. Memahami si penerima pesan
23
b. Menyesuaikan pesan dengan si penerima
c. Mengembangkan dan menghubungkan gagasan
d. Mengurangi jumlah pesan
e. Memilih saluran atau media yang tepat
f. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi
2.2.1.9.
Teori Budaya Organisasi
Di dalam kelompok dan organisasi terdapat beberapa teori yang terkandung,
salah satunya adalah teori budaya organisasi. Teori ini dikemukakan oleh Clifford
Geertz, Michael Pacanowsky, dan Nick O’Donnell-Trujillo. Teori ini menjelaskan
bahwa inti dari kehidupan berorganisasi dapat ditemukan dalam budayanya. Dalam
hal ini, budaya bukan berarti mengacu pada keanekaragaman ras, etnis, agama, latar
belakang pendidikan, dan lainnya. Menurut Pacanowsky dan O’Donnell Trujillo,
budaya yang dimaksud adalah suatu cara hidup dalam sebuah organisasi. (dalam
West & Turner, 2008 : 317)
Teori ini memiliki tiga asumsi, yaitu: (West & Turner, 2008 : 319)
1. Anggota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan
yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang berakibat pada
pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi.
2. Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi.
3. Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda, dan interpretasi
tindakan dalam budaya ini juga beragam.
Dari ketiga asumsi diatas, dapat disimpulkan bahwa ketika budaya organisasi
dipelajari, maka akan ditemukan jaringan yang kompleks dan rumit. Budaya
organisasi sangat bervariasi dan berbeda-beda antara organisasi yang satu dengan
organisasi lainnya, karena budaya organisasi mewakili jati dari organisasi tersebut.
Budaya organisasi dapat menentukan tingkat keberhasilan dalam perusahaan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, budaya organisasi merupakan inti
kehidupan dalam berorganisasi. Apabila budaya organisasi yang tercipta tidak sesuai
atau tidak berjalan dengan baik, koordinasi di dalam perusahaan akan tidak teratur,
24
terjadinya bentrok antara satu sama lain, yang akan mengakibatkan terhambatnya
keberhasilan perusahaan.
Dengan adanya penjabaran mengenai teori budaya organisasi di atas, dapat
dibuktikan bahwa budaya organisasi dapat memberikan andil dalam membawa
perusahaan menuju kesuksesan dalam berbisnis. Berhasil atau tidaknya perusahaan
tergantung dalam bagaimana perusahaan menetapkan dan menjalankan dengan benar
budaya organisasi yang dianutnya.
2.2.2. Komunikasi Interpersonal Dalam Organisasi
Komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya komunikasi interpersonal
yang baik. Komunikasi interpersonal sama saja dengan membangun hubungan
dengan orang lain (relationship). Menurut Berger, komunikasi interpersonal banyak
membahas tentang bagaimana suatu hubungan dimulai, bagaimana mempertahankan
suatu hubungan, dan keretakan suatu hubungan. (dalam West & Turner, 2008 : 36)
Menurut Deddy Mulyana, komunikasi interpersonal adalah komunikasi
antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal.
(Mulyana, 2010 : 81) Jika dilihat dari definisi komunikasi interpersonal oleh Deddy
Mulyana, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal berperan penuh
dalam membangun hubungan yang baik dengan sesama. Adanya tatap-muka dan
reaksi secara langsung saat melakukan komunikasi membuat pihak-pihak yang
terlibat merasa akrab dibandingkan dengan menggunakan media atau tidak secara
tatap-muka. Kita sudah familiar dengan istilah, “Mendekatkan yang jauh dan
menjauhkan yang dekat”. Ini menandakan bahwa semakin lama, komunikasi
interpersonal jarang sekali dilakukan lagi. Manusia mulai sangat sibuk dengan urusan
gadget-nya. Zic Rubin mengatakan bahwa kita biasanya menganggap pendengaran
dan penglihatan sebagai indra primer, padahal sentuhan dan penciuman atau
komunikasi nonverbal lainnya juga sama pentingnya dalam menyampaikan pesanpesan bersifat intim (dalam Mulyana, 2010 : 81)
H. Syaiful Rohim dalam bukunya memaparkan dua bagian khusus dari
komunikasi interpersonal, diantaranya komunikasi diadik (dyadic communication)
dan komunikasi triadik (triadic communication). (Rohim, 2009 : 70) Komunikasi
25
diadik (dyadic communication) adalah komunikasi yang berlangsung antara dua
orang. Orang pertama berperan sebagai komuikator dan orang kedua berperan
sebagai komunikan. Dalam komunikasi diadik (dyadic communication), komunikator
akan terus memusatkan perhatiannya kepada si komunikan tersebut, sehingga dialog
yang terjadi antara keduanya berlangsung secara serius dan intensif. Sedangkan
komunikasi triadik (triadic communication) adalah komunikasi yang berlangsung
antara tiga orang. Orang pertama berperan sebagai komunikator dan dua orang
lainnya
berperan
sebagai
komunikan.
Dalam
komunikasi
triadik
(triadic
communication), komunikasi yang terjalin secara berdialogis. Misalnya, A sebagai
komunikator pertama kali akan berkomunikasi dengan komunikan B, kemudian jika
ditanggapi maka akan dialihkan ke komunikan C.
Jika dibandingkan antara kedua bentuk komunikasi tersebut, komunikasi
diadik (dyadic communication) lebih efektif, karena komunikasi hanya terjadi antara
dua orang saja, dimana mereka akan saling fokus satu sama lain. Feedback juga akan
langsung didapatkan, sehingga proses komunikasi yang terjadi akan berlangsung
secara efektif.
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang dilakukan seorang
individu dengan individu lain yang apabila dikaitkan dengan proses mendengar akan
menghasilkan teknik mendengarkan yang baik dan tentu akan menunjukkan saling
pengertian antara kedua pihak. Hal seperti itulah yang sangat diperlukan dalam
sebuah organisasi.
Sebuah organisasi tidaklah dapat berjalan hanya dengan satu orang saja,
melainkan dengan banyak orang dan dibutuhkan interaksi yang baik antara satu sama
lain. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, komunikasi interpersonal dapat
memulai dan mempertahankan sebuah hubungan. Di dalam organisasi dibutuhkan
sebuah hubungan timbal balik agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
organisasi tersebut.
William V. Hanney mengatakan bahwa organisasi terdiri atas sejumlah
orang; melibatkan keadaan saling bergantung; kebergantungan memerlukan
koordinasi; dan koordinasi mensyaratkan komunikasi. (dalam Effendy, 2013 : 116)
Namun, dibalik adanya keadaan bergantung tersebut, Gilsdorf mengungkapkan
26
bahwa hubungan dalam organisasi dibatasi oleh: (dalam Goodall, Goodall &
Schiefelbein, 2010 : 100)
1. Peraturan, yaitu aturan yang membatasi bagaimana pihak-pihak dalam
organisasi berkomunikasi dengan benar. Mengetahui apa perbedaannya ketika
berkomunikasi dengan pimpinan, bawahan, maupun sesamanya.
2. Kebijakan, merupakan pedoman bagaimana berperilaku dalam organisasi
sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya.
3. Budaya, meyakini bahwa budaya setiap organisasi berbeda satu sama lain,
sehingga harus mengetahui bagaimana berkomunikasi yang benar sesuai
dengan budaya organisasi yang ditetapkan.
Seperti yang telah diketahui bahwa dalam sebuah organisasi, setidaknya
terdapat minimal satu pemimpin yang mengoordinasi jalannya organisasi. Sebagai
seorang pemimpin, ia harus mengetahui apa peranannya dan menyesuaikan cara
penyampaiannya pesannya. Menurut Henry Mintzberg, terdapat tiga peranan penting
dalam wewenang formal seorang pemimpin atau manager, salah satunya yaitu
peranan antarpersona (interpersonal roles). (dalam Effendy, M.A., 2013 : 117)
Wewenang formal dari seorang manager secara langsung akan menimbulkan tiga
peranan yang mendasari hubungan interpersonal dalam organisasi, diantaranya
adalah:
a) Peranan tokoh (figurehead role)
Seorang pemimpin selain memimpin organisasinya sendiri, ia juga akan
tampil dalam berbagai acara diluar kantornya seperti undangan dari rekan
organisasi lain, ulang tahun suatu instansi, pembukaan sebuah proyek,
pernikahan rekan manager, dan acara lainnya yang bersifat formal maupun
nonformal. Hal ini dikarenakan peran yang disandanginya sebagai
pimpinan organisasi. Dan karena peranannya itu, ia akan selalu tampil
menjadi komunikator untuk memberikan penjelasan, himbauan, ajakan,
dan lainnya.
b) Peranan pemimpin (leader role)
Seorang pemimpin bertanggung jawab atas kelancaran pekerjaan yang
dilakukan oleh bawahannya. Jika seorang pemimpin ingin menjadi
27
pemimpin yang baik, maka ia harus melakukan kepemimpinannya secara
efektif atau yang sering dikenal sebagai Effective Leadership.
“Kekuatan terbesar seorang pemimpin ialah visi pribadinya, yang
dikomunikasikan dalam contoh hidupnya sehari-hari; Kepemimpinan
bukanlah tugas, juga bukan peran yang dimainkan seseorang ketika
bekerja dan kemudian dikesampingkan selama perjalanan pulang agar
ia dapat santai dan menikmati hidup sesungguhnya. Berbeda dengan
itu semua, kepemimpinan ialah kehidupan nyata seorang pemimpin”
(Lowney, 2005 : 22)
Dengan adanya Effective Leadership, dapat dipastikan mampu membuat
suasana di dalam organisasi menjadi kondusif dan para karyawan akan
menyelesaikan pekerjaannya dengan semangat dan bergairah yang tentu
akan mencapai tujuan dari organisasi tersebut.
c) Peranan penghubung (liasion role)
Dalam peranannya sebagai penghubung, seorang pemimpin memiliki
akses untuk melakukan komunikasi, baik dengan pihak internal maupun
pihak eksternal dari organisasi. Hal ini dapat membuat pemimpin tersebut
mendapatkan informasi dari berbagai sumber. Informasi tersebut dapat
diteruskan kepada pihak internal organisasi untuk memperkuat kinerja para
karyawannya, dan juga sebaliknya dapat memperkuat relasi dengan pihak
eksternal organisasi.
2.2.3. Listening
Mendengar adalah proses fisik dan pasif dalam keterampilan mendengar.
Dengan mendengar kata-kata tidak berarti Anda mengerti pesannya. (Goodall,
Goodall & Schiefelbein, 2010 : 82) Maka dari itu, dibutuhkan keterampilan
mendengar bukan hanya mendengarkan saja.
Dengan melakukan keterampilan mendengar, kita dapat mengerti dengan
jelas apa maksud dan makna dari pesan yang disampaikan. Misalnya, seorang atasan
memberikan informasi mengenai kebijakan baru perusahaan kepada salah satu
bawahannya dan meminta untuk disebarluaskan informasi tersebut. Namun, bawahan
tersebut hanya mendengarkan saja, tidak memahami apa makna dibalik informasi
tersebut. Sehingga ketika informasi tersebut disebar, bawahan tersebut tidak mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar kebijakan baru tersebut. Akan tetapi,
28
ketika ia mendengarkan secara baik saat pemimpin tersebut memberikan informasi,
maka ia akan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan.
2.2.3.1.
Tahapan Listening
Ada lima tahapan dalam proses Listening, yaitu: (Goodall, Goodall &
Schiefelbein, 2010 : 82)
1.
Hearing. Dalam tahap ini, pendengar baru hanya menangkap dan
memproses sinyal dari si pembicara.
2.
Informational Listening. Dalam tahap ini, pendengar mengidentifikasi
sinyal yang diproses tadi sebagai kata-kata. Pada tahapan ini, terjadi
perpindahan dari Hearing menjadi Listening.
3.
Critical Listening. Dalam tahap ini, pendengar melibatkan apa yang
pembicara sampaikan dengan berfokus pada logika, alasan, dan sudut
pandang dari si pembicara.
4.
Self-Reflexive Listening. Dalam tahap ini, pendengar merefleksikan apa
yang disampakan oleh pembicara dengan mengaplikasikannya ke dalam
hidup si pendengar.
5.
Conscious Listening. Dalam tahap ini, pendengar telah menerima atau
terbuka dengan sudut pandang si pembicara.
2.2.3.2.
Tujuan Listening
Terdapat empat tujuan dari Listening menurut Ross Jay, yaitu: (Jay, 2007 :
107)
1.
Mencegah terjadinya kesalahpahaman akibat komunikasi yang buruk
2.
Membantu seseorang memahami apa yang sedang terjadi
3.
Membuka peluang seseorang untuk membaca apa pesan tersirat ketika
seseorang sedang berbicara
4.
Membuat pembicara merasa positif terhadap respon yang diberikan oleh
si pendengar
29
2.2.3.3.
Hambatan Dalam Proses Listening
Berikut akan dipaparkan mengenai hambatan apa saja yang ditemui dalam
proses Listening, yaitu: (Maulana & Gumelar, 2013 : 66)
1.
Preoccupation. Sebuah situasi di mana seseorang tengah sibuk dengan
urusan lain yang tidak ada hubungannya dengan topik pembicaraan.
2.
Preconceived Ideas. Adanya berbagai ide atau pemahaman yang telah
mendominasi pemikiran seseorang, sehingga sering terjadi penolakan
berbagai gagasan baru.
3.
Talking too much. Adanya dominasi untuk terus berbicara daripada
mendengarkan. Hal ini tentu tidak baik karena orang lain akan merasa
tidak dihargai untuk didengar.
4.
Thinking of Responses. Tidak terjalinnya kesinambungan dalam memberi
respon atau terlalu banyak berpikir untuk memberi respon daripada
mendengarkan.
5.
Lack of Interest. Setiap individu cenderung mendengar hanya hal-hal
yang dianggap menarik. Apabila hal yang didengar tidak menarik, maka
akan diabaikan. Padahal, hal yang tidak menarik tersebut bisa merupakan
sebuah informasi baru yang penting.
2.2.3.4.
Cara Mengatasi Hambatan Listening
Beberapa cara mengatasi hambatan dalam mendengarkan: (Goodall, Goodall
& Schiefelbein, 2010 : 83)
1.
Jika memungkinkan, cari tempat yang lebih tenang agar tidak banyak
noise saat proses mendengarkan berlangsung.
2.
Tempat sangat berpengaruh dalam proses mendengarkan. Semakin
nyaman tempat-nya, maka semakin nyaman pula proses mendengarkan.
Tempat yang nyaman dapat meliputi suhu yang tepat, penerangan yang
tepat, dan tempat yang berganti-ganti agar tidak kebosanan.
3.
Beri perhatian sepenuhnya. Jangan melakukan aktvitas lain ketika sedang
mendengarkan orang lain.
4.
Katakan sejujurnya apabila kita sedang berada di situasi yang kurang
tepat untuk mendengarkan. “Sekarang adalah waktu yang kurang tepat
30
untuk kita berbicara. Saya sangat terganggu sekali dan tidak akan bisa
memberikan perhatian penuh kepada Anda. Bisakah kita mengatur waktu
lain untuk berbicara lagi?” Kalimat tersebut dapat diucapkan ketika kita
tengah sibuk melakukan aktivitas lain dan ada orang yang menghampiri
kita untuk mendengarkannya.
2.2.4. Conscious Listening
Conscious Listening merupakan tahap akhir dalam proses Listening yang
baik. Apabila proses Listening tidak mencapai Conscious Listening, maka yang
terjadi hanyalah ketidakfahaman dan kesalahan dalam mengolah informasi yang
didengar. Conscious Listening akan terjadi ketika seluruh pihak yang berkomunikasi
terlibat dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi seluruh kelompok, team,
dan perusahaan.
Menurut Peter Senge, Conscious Listening didefinisikan sebagai sebuah pola
yang lebih dalam mengenai makna yang mengalir melalui sebuah kelompok yang
membangun kesadaran akan pemikiran kolektif yang memungkinkan untuk
mengubah pengalaman kita. (dalam Goodall, Goodall & Schiefelbein, 2010 : 89)
Conscious Listening dapat membangun hubungan antar individu yang saling
bergerak untuk kepentingan bersama. Conscious Listening membuka komunikasi
yang dilandasi dengan adanya pembagian visi, tujuan, dan nilai hubungan bersama.
Conscious Listening merupakan keterampilan bisnis yang cukup vital. Hal ini dapat
membantu perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berikut beberapa hal untuk menjadi Conscious Listener dalam konteks
berbisnis perusahaan yaitu: (Goodall, Goodall & Schiefelbein, 2010 : 90)
1.
Berhenti berbicara. Kita tidak bisa melakukan Conscious Listening
apabila digabungkan dengan terus berbicara.
2.
Berhenti bereaksi. Kita tidak bisa melakukan Conscious Listening apabila
kita hanya fokus pada memformulasikan apa yang akan kita bicarakan
selanjutnya.
31
3.
Mendengar dengan perasaan. Mendengarkan secara empatik dapat
membuat kita mengerti apa yang orang lain rasakan saat mendengarkan
mereka.
4.
Mendengar untuk isyarat diri sendiri. Memahami apakah yang orang lain
katakan benar adanya tentang diri kita.
5.
Mendengar untuk termotivasi. Jadikan apa yang dikatakan oleh
pembicara menjadi motivasi untuk diri kita sendiri.
6.
Mendengar dengan niat. Semua bermula dari niat kita untuk mau
mendengarkan. Apabila kita tidak niat untuk mendengarkan dari awal,
maka kita tidak dapat melakukan Conscious Listening.
7.
Mendengar untuk keuntungan. Conscious Listening jika dilakukan
dengan benar akan memberikan keuntungan, baik dalam jangka waktu
panjang maupun pendek.
8.
Mengulang kembali dengan tenang apa yang orang lain bicarakan dengan
tujuan untuk memastikan.
9.
Mengusulkan alternatif yang dapat menguntungkan semua pihak dalam
perusahaan.
32
2.3.
Kerangka Pikir
ANALISIS CONSCIOUS
LISTENING PADA DIVISI CMC
PT PRUDENTIAL LIFE
ASSURANCE
TAHAPAN CONSCIOUS
LISTENING:





HAMBATAN CONSCIOUS
LISTENING:
HEARING
INFORMATIONAL
LISTENING
CRITICAL LISTENING
SELF-REFLEXIVE
LISTENING
CONSCIOUS LISTENING
Sumber: (Goodall, Goodall
Schiefelbein, 2010 : 82)





PREOCCUPATION
PRECONCEIVED IDEAS
TALKING TOO MUCH
THINKING OF RESPONSES
LACK OF INTEREST
Sumber: (Maulana & Gumelar, 2013
: 66)
&
Gambar 2.2. Kerangka Pikir
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Pada kerangka pikir, bagan pertama diawali dari analisa mengenai Conscious
Listening dalam divisi Corporate Marketing and Communication PT Prudential
Indonesia.
Dari fokus penelitian, muncul dua pertanyaan yang merupakan dasar dari
fokus penelitian tersebut. Bagaimana tahapan Conscious Listening yang diterapkan,
serta apa saja hambatan proses Listening yang sering ditemui dalam PT Prudential
Indonesia.
Kedua hal tersebut akan menyebabkan komunikasi, diantaranya komunikasi
organisasi, komunikasi interpesonal dalam organisasi, serta Listening. Komunikasi
organisasi memiliki tujuh konsep kunci yang membedakannya dengan komunikasi
lainnya. Ketujuh konsep itu antara lain proses, pesan, jaringan, keadaan saling
bergantung, hubungan, lingkungan, dan ketidakpastian. Kemudian, dari komunikasi
33
organisasi akan ditelusuri lebih dalam lagi mengenai komunikasi yang terjalin oleh
setiap individu dalam sebuah organisasi yang dikenal sebagai komunikasi
interpersonal dalam organisasi. Listening merupakan tahapan akhir yang kemudian
akan menjadi Conscious Listening nantinya, sesuai dengan budaya organisasi dari PT
Prudential Indonesia. Karena bersinggungan dengan budaya organisasi yaitu
Listening, maka penelitian ini menggunakan teori budaya organisasi sebagai teori
dasar dalam penelitian ini.
Download