PERTUNJUKAN TEATER BAHASA JAWA KOMUNITAS SEGO

advertisement
PERTUNJUKAN TEATER BAHASA JAWA KOMUNITAS
SEGO GURIH SEBAGAI MEDIA PESAN
*Elyandra Widharta
Abstraksi
Pertunjukan teater sebagai media pesan ini berusaha menguraikan beberapa
kajian komunikasi yang berhubungan dengan seni pertunjukan. Teater yang
dipandang sebagai cabang seni ternyata mempunyai korelasi dengan proses
komunikasi manusia ditinjau dari fungsi teater itu sediri. Teater merupakan alat
komunikasi dan berfungsi mengkomunikasikan pesan. Salah satu yang bisa dilihat
jelas adalah proses penyampaian pesannnya.
Teater menjadi media alternatif dalam komunikasi. Ketika media mainstream
yang bermunculan cukup tak terbendung perkembangannya. Media komunikasi
tradisional mudah ditinggalkan dan dirasa sudah kuno. Sebenarnya memang yang
terjadi karena persoalan akses informasi dan komunikasi yang belum merata di
masyarakat. Masyarakat yang tinggal di pedesaan dan perkampungan belum tentu
merasakan kemudahan fasilitas untuk mendapat informasi. Khususnya sebuah
hiburan pertunjukan yaitu seni pertunjukan kerakyatan. Sebuah teater yang
membawakan lakon-lakon cerdas dan sarat dengan kritik sosial. Sekaligus mudah
dipahami karena bahasa yang digunakan ada bahasa Jawa.
Pendahuluan
Dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang majemuk masih banyak
akses informasi yang belum begitu merata. Tidak banyak yang mengenal media
komunikasi tertentu sebagai akses informasi yang mudah dijangkau. Sementara arus
informasi yang saat ini berkembang semakin cepat, dilain hal masyarakat yang masih
minim fasilitas menjadi ketinggalan. Komunikasi dan informasi menjadi hal yang
paling mendasar. Meski sebenarnya dalam aspek kebudayaan masyarakat masih
mempunyai media komunikasi tradisional dan cukup relevan diakses dengan mudah.
1
Media tersebut ialah seni pertunjukan atau masyarakat lebih sering mengenalnya
dengan pertunjukan, sandiwara atau teater.
Pertunjukan teater merupakan media yang berfungsi sebagai alat komunikasi.
Tentu saja media yang digunakan bersifat alternatif. Rangkaian pesan yang
disampaikan dalam pertunjukan teater pun cukup beragam. Mulai dari pesan sosial,
politik bahkan moral sekalipun. Bukan tidak lagi mempercayai media yang sudah
baku, tetapi persoalan terobosan baru mengenai proses komunikasi melaui media
yang lain. Ada hal menarik jika media pesan yang disampaikan melalui pertunjukan
teater. Fungsinya untuk menyalurkan ide, gagasan, aspirasi, inovasi, dan juga kritik.
Pertunjukkan teater merupakan sebuah upaya mengkomunikasikan pesan-pesan
kepada masyarakat. Oleh karena berbagai faktor, seperti minimnya pengetahuan dan
ketrampilan masyarakat pada sebuah tempat, kemudian persoalan status sosial
ekonomi sehingga tidak mampu mengakses informasi baik formal maupun non
formal. Persoalan mendasar yang lainnya yaitu pendidikan, misalnya kemampuan
baca dan tulis sangat kurang.
Berdasarkan faktor di atas pemilihan pertunjukkan teater sebagai media untuk
mengkomunikasikan pesan pada masyarakat haruslah tepat, sesuai, dan kontekstual.
Media pesan cukup fleksibel dan berisikan komunikasi yang persuasif tentunya akan
sangat mudah disisipkan pesan-pesan tertentu, biasanya berisikan tentang keteladanan,
simbol, ritual, cita-cita budaya, dan nilai moral, semua itu dikomunikasikan dengan
gaya bahasa yang dekat dengan masyarakat.
Ragam media tradisional sendiri dapat berupa teater rakyat, pewayangan,
penceritaan/kisah-kisah, tarian rakyat, balada, dan lawakan. Media ini merupakan
sarana yang paling umum terutama pada masyarakat. Teater dan masyarakat itu dua
hal yang saling melengkapi. Dalam kajian sosiologi teater, sebuah pementasan teater
bisa dianggap merepresentasikan peristiwa kehidupan. Kehidupan itu realitas sosial.
Kehidupan masyarakat mencakup hubungan antar kelompok masyarakat dengan
orang-orang, antar orang-orang dan antar peristiwa (Nur Sahid, 2008:21). Realitas
sosial yang tersaji dalam rangkaian peristiwa tentu saja terdapat begitu banyak pesan.
2
Karena pertunjukan teater merupakan salah satu perwujudan dunia sosial seperti yang
menyangkut seluruh aktivitas hubungan manusia dengan lingkungannya.
Penggunaan media pesan yang bersifat tradisional sendiri memiliki beberapa
tujuan seperti membangun hubungan kedekatan antara masyarakat dengan
pemerintah, pengikat atau perekat transaksi sosial, pengakuan atau penghargaan
identitas diri dan eksistensi budaya, penyeimbang dominasi media modern,
menghilangkan pembatas sistem tradisional dan modern (Onong Uchjana Effendy,
1992:134).
Bagaimana jika media pesan itu disampaikan melalui pertunjukan teater, hal
ini yang menarik penulis untuk dilakukan penelitian. Dalam hal ini teater sebagai
media pesan berfungsi sebagai representasi kehidupan mampu memberikan akses
informasi dan komunikasi yang cukup efektif. Bahkan teater sebagai pertunjukan
mampu menghadirkan isu-isu aktual seputar kritik pembangunan dan masalah sosial.
Masyarakat diajak untuk bebas bicara soal apapun dan mencermati kehidupan seharihari melalui representasi yang dihadirkan melalui lakon di atas panggung. Teater
berelasi sedemikian akrab bersama penonton yang masih awam atau pun masyarakat
yang sudah begitu mengenal produk pertunjukan lokal mereka sendiri. Pertunjukan
dengan semangat kerakyatan.
Hal tersebut di atas yang menjadi semacam pemicu lahirnya kelompok teater
sebagai media pesan yang dilakukan oleh Komunitas Sego Gurih. Sebuah kelompok
sandiwara berbahasa Jawa yang hingga kini masih produktif membuat produksi
pertunjukan keliling. Mulai dari keliling desa sampai dengan perkampungan tengah
kota urban. Pementasan selama ini dilakukan dengan membidik segmentasi penonton
yang sangat fleksibel dari berbagai macam kalangan.
Komunitas Sego Gurihtidak ingin selektif memilih penonton, justru usaha
yang selalu dilakukan adalah bagaimana sebuah pertunujukan teater itu menghibur,
namun tetap interaktif dan komunikatif. Maka untuk mencapai target tersebut
Komunitas Sego Gurih sengaja untuk tidak mementaskan di gedung-gedung
pertunjukan yang sudah baku atau konvensional. Justru pemanggungan akan
dilakukan di desa-desa maupun kampung-kampung kota. Maksudnya di sini ingin
3
memberikan tawaran baru dengan bentuk pementasan teater lingkungan. Khususnya
teater yang belajar peka terhadap lingkungan sosialnya. Bagaimana teater merespon
dan bersinergi dengan lingkungan, baik tempat, atmosfir maupun penonton.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Komunitas Sego Gurih awalnya berdiri di Sekolah Menengah Karawitan
Indonesia (SMKI) pada tahun 1996. Sekarang berganti menjadi SMK 1 Kasihan
Bantul Yogyakarta. Dominasinya adalah anak-anak dari jurusan teater. Komunitas ini
sering membuat pertunjukan keliling keluar sekolah di acara-acara nikahan,
perpisahan kuliah kerja nyata, di halaman rumah acara tujuh belasan, atau dipinggir
sawah. Pada prinsipnya bahwa komunitas yang dibuat untuk menjadi ruang kesenian
yang menyenangkan siapa saja. Rumah komunitas bagi mereka yang mempunyai
tujuan bersama dan minat yang sama yaitu melestarikan budaya khususnya bahasa
Jawa. Pada tahun 2002 beberapa personil silih berganti, lalu diperkuat beberapa
mahasiswa jurusan teater Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Komunitas Sego Gurih
sudah melakukan hampir seluruhnya 26 produksi pementasan terhitung sejak tahun
1998. Produksi pertunjukan ini bersifat inisiasi secara swadaya, maupun seleksi acara
festival ataupun undangan.
Komunitas Sego Gurih memang melakukan pertunjukan sebagai bagian dari
klangenan atau mengelola kesukaan atau hobi pada minat khusus yaitu seni teater.
Sebagai sebuah komunitas teater nirlaba masalah dana menjadi sesuatu yang
mendasar. Dana merupakan tumpuan yang tidak bisa dipandang remeh. Dana
mempunyai peran besar dimana produksi pertunjukan keliling dilakukan. Meski
hanya komunitas dengan motivasi kecintaan yang sama terhadap teater. Persoalan
dana menjadi tanggung jawab setiap anggota komunitas untuk pencarian usaha
sumber dana.
Selama ini langkah yang dilakukan sejak berdiri tahun 1998 memang
pertunjukan keliling membawa dampak positif dalam membangun jejaring untuk
prospek pendanaan. Membuat produksi pertunjukan berarti sama halnya sedang
melakukan relasi sosio-ekonomi bersama orang lain. Berjejaring dengan individu,
4
komunitas dan lembaga yang sekiranya memang berminat menjalin kerjasama. Jadi
sembari memproduksi pertunjukan, berlangsung pula usaha menciptakan komunikasi
yang tujuannya membangun relasi dan informasi sumber dana. Peristiwa pertunjukan
menjadi strategi yang cukup potensial untuk membangun jaringan. Pada akhirnya
jaringan Komunitas Sego Gurih yang selama ini diajak kerjasama sebagai sumber
dana terdiri dari berbagai kalangan. Mulai dari institusi pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat, tokoh, seniman, karang taruna kampung atau desa, pengusaha, artis film,
komunitas otomotif, komunitas film atau fotografi.
1. Teater sebagai Media Komunitas
Awalan bentuk lahirnya sebuah komunitas tentu beragam sebab dan tujuannya.
Hal ini didasari dahulu mengenai semangat untuk berkumpul dan asas manfaatnya.
Komunitas menjadi ruang artikulasi alternatif selain organisasi formal maupun
nonformal. Adakalanya pemenuhan untuk membentuk komunitas itu lahir dari proses
aktualisasi diri manusia. Setiap manusia sebagai individu mempunyai kebutuhan ini.
Jadi cukup dikatakan wajar dan alamiah. Menurut psikolog Abraham Harold Maslow
bahwa,
“Kebutuhan ini muncul setelah semua kebutuhan sebelumnya terpenuhi.
Aktualisasi diri adalah hasrat individu untuk menjadi orang yang sesuai
dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya. Atau hasrat dari individu
untuk menyempurnakan dirinya melalui pengungkapan segenap potensi yang
dimilikinya. Aktualisasi diri itu berupa pengembangan potensi sesuai bakat,
talenta dan hobi yang dimiliki : seperti pemusik, olah raga dan bakat lainnya”
(Harold Maslow, 2004:279).
Sangat jelas sekali bahwa aktualisasi diri merupakan dasar seseorang ataupun
manusia. Manusia sebagai individu maupun kelompok untuk melahirkan, membentuk
ataupun membangun komunitas. Komunitas bisa dilahirkan oleh siapapun dan
dimanapun tergantung dengan prioritas dan orientasi ke masa depan. Selain itu
manusia juga didukung dengan pernyatan bahwa manusia adalah mahkluk sosial.
Secara sadar bahwa kebutuhan aktualisasi tersebut tentunya memang diselaraskan
5
dengan proses interaksi sosial, sehingga komunitas menjadi alat atau media untuk
manusia menjalankan fungsi sosialnya di masyarakat.
Fungsi sosial manusia lahir dari kebutuhan akan fungsi tersebut oleh orang
lain, dengan demikian produktivitas fungsional dikendalikan oleh berbagai macam
kebutuhan manusia (Burhan Bungin, 2006:26). Di sinilah terlihat jelas bahwa
komunitas menjadi bagian dari regulasi dan proses komunikasi. Manusia
menempatkan fungsi sosialnya dan mendapatkan kesadaran aktualisasinya di dalam
masyarakat.
Media komunitas merupakan institusi media yang relatif kecil atau terbatas
pada komunitas tertentu yag pada umumnya memiliki hubungan langsung dan
intensif (Eni Maryani, 2011:62). Memang awalnya komunitas ini didominasi anakanak murid kelas dari jurusan teater. Kecintaan mereka terhadap bahasa Jawa dirasa
perlu diaktualisasikan bersama dalam sebuah kelompok atau komunitas seni
pertunjukan. Karena dirasa dilingkungan sekolah pada waktu itu banyak sekali lahir
kelompok teater dengan gaya pertunjukan yang realis dan menggunakan bahasa
Indonesia.
Lahir dengan semangat dan kebutuhan aktualisasi pada minat yang sama, lalu
mendasari kelompok ini dengan cita-cita yang sederhana. Cita-citanya yaitu mencari
ruang kesenian di luar sekolah yang sifatnya tidak mengikat dengan tuntutan sekolah.
Ruang komunitas yang benar-benar dirasa nyaman untuk berbagi gagasan bersama.
Jadi jelas bahwa Komunitas Sego Gurih dilahirkan sebagai kelompok yang diinisiasi
bersama untuk mengerjakan teater berbasis komunitas. Meski secara pertumbuhan
komunitas ini berada di lingkungan sosial sekolah. Tidak menjadi halangan pada
waktu komunitas ini juga mampu bersaing dengan kelompok teater yang tumbuh di
Yogyakarta. Komunitas ini tetap mendapat tempat tersendiri di penggemar teater
berbahasa Jawa. Karena boleh dikatakan komunitas ini dikatakan unik secara pilihan
bahasa komunikasinya.
Hal yang terkuat yang dimiliki komunitas ini adalah memproduksi
pertunjukan yang dikelilingkan di kampung maupun desa. Mereka sengaja tidak
memilih panggung baku seperti umumnya. Pertunjukan bisa saja terjadi di pendapa
6
kelurahan, balai desa, halaman samping rumah, pekarangan tanpa tuan, lapangan dan
sebagainya. Kedekatan secara pertunjukan inilah yang ditunjukkan bahwa komunitas
ini benar-benar mendatangi penonton. Mereka tidak menungu penonton untuk datang
ke gedung pertunjukan. Teater milik siapa saja, tidak hanya seniman dan mahasiswa.
Masyarakat pinggiran dimanapun membutuhkan tontonan kerakyatan ini.
Pemanggungan di sini yang dibayangkan dalam kepala sutradara bukanlah
“ideologi”teater yang intelektual. Tetapi lebih berbicara sesuatu yang sederhana
mulai dari yang sederhana pula. Proses pertukaran gagasan dan gesekan kreatif yang
muncul dari anggota komunitas cukup diakomodir untuk kepentingan artsitik
pertunjukan. Siapa saja boleh saling berbagi ide dan kreativitas untuk mendukung
sebuah pertunjukan. Bahkan dalam buku Menyentuh Teater mengungkapkan
pertunjukan akan menjadi baik jika terjadi kekompakan antara pengisi acara dan
pekerja pertunjukan tersebut (Nano Riantiarno, 2003:103).
Teater bahasa Jawa Komunitas Sego Gurih mempunyai komitmen bahwa
segala pengelolaan komunitas dan produksi pertunjukan menganut manajemen saling
percaya. Meski pada prakteknya proses kepercayaan itu menjadi sulit dilakukan. Hal
semacam itu memang perlu didukung komunikasi yang baik sekaligus tepat sasaran.
Sebab bagaimanapun manajemen adalah proses bukan teori baku kemudian berjalan
dengan sendirinya. Sementara kepercayaan ialah bagian dari potensi komunikasi
antar manusia. Dalam pengertian komunitas, komunikasi yang terjadi bahkan mirip
dengan komunikasi kelompok. Karena kelompok yang baik adalah kelompok yang
dapat mengatur sirkulasi tatap muka yang intensif diantara anggota kelompok, serta
tadi tatap muka itu pula akan mengatur sirkulasi komunikasi makna diantar mereka,
sehingga mampu melahirkan sentimen-sentimen kelompok serta kerinduan diantara
mereka (Burhan Bungin, 2006:270).
2. Teater sebagai Media Pesan
Penonton mempunyai peran penting dalam pementasan teater. Teater tanpa
penonton itu mustahil. Tanpa penonton, teater bukanlah peristiwa budaya. Jadi
penonton memiliki kekuatan yang dibutuhkan dalam setiap seni pertunjukan seperti
7
halnya komunikasi, penonton adalah salah satu komunikan. Dalam kajian ilmu
sosiologi teater menyebutkan bahwa melacak apakah penonton memiliki interaksi
dengan pementasan dan evaluasi pementasan teater: apakah unsur teatrikal dan
kultural yang ada bisa menuntun atau mengintervensi penonton terhadap teaterikal
sosial; mentalitas, emosi dan nilai penonton, dan pengaruh ideologi terhadap cara
penonton dalam menyaksikan pementasan teater (Nur Sahid, 2008:156). Dalam
kajian sosiologi komunikasi tentu saja masih relevan menyebutkan penonton
merupakan bagian dari masyarakat tertentu. Seperti yang dikemukakan Burhan
Bungin bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang
menghasilkan kebudayaan (Soekanto, 2003:24). Seperti yang dijelaskan dalam
penelitian ini bahwa teater merupakan salah satu produk kebudayaan masyarakat.
Pertunjukan
Komunitas
Sego
Gurih
selama
ini
dilakukan
dengan
mendekatkan kepada penonton yang sangat fleksibel dari berbagai macam kalangan.
Komunitas Sego Gurihtidak ingin mengkotakkan penonton, justru usaha yang selalu
dilakukan adalah bagaimana sebuah pertunujukan teater itu menghibur, namun tetap
interaktif, komunikatif dan representatif. Maka untuk mencapai target tersebut,
pertunjukan tidak dipentaskan di gedung-gedung pertunjukan yang sudah baku atau
konvensional (prosceneum). Justru pemanggungan akan dilakukan di desa-desa
maupun kampung-kampung kota. Maksudnya di sini ingin memberikan tawaran baru
dengan bentuk pementasan teater berbasis lingkungan. Teater yang belajar peka
terhadap lingkungan sosial penonton. Bagaimana teater merespon dan bersinergi
dengan lingkungan, baik tempat, atmosfir maupun penonton. Komunitas ini tidak
ingin menunggu penonton yang mencari pertunjukan tapi kami akan “mencari dan
menghadang penonton”. Di situlah pengertian dari kenapa kami mementaskan di
beberapa tempat yang sebenarnya bukan standar gedung pertunjukan teater. Karena
penonton dianggap menjadi pendukung pertunjukan yang paling utama. Sekaligus
penonton mempunyai posisi tawar sebagai komunikan yang patut diperhitungkan.
Hal yang paling terpenting sepanjang sejarah komunitas ini berdiri dan
produktif adalah proses berteater yang memang diproduksi untuk pertunjukan keliling.
Bagian yang terpenting dalam teater adalah pesan. Pesan apakah yang akan
8
disampaikan kepada penonton dan masyarakat. Pesan yang kelak akan diapresiasi dan
diterjemahkan ulang oleh penonton dengan persepsi mereka masing-masing. Seperti
diungkapkan bahwa untuk memperkuat kesan bahwa pementasan yang sedang
berlangsung adalah pementasan yang paling penting dalam kehidupan aktor. Guna
menimbulkan kesan ini, maka harus dibuat sedemikian rupa seingga ada pemisahan
antara aktor dan penonton agar jika ada kesalahan atau kekeliruan dalam pementasan,
penonton tidak bakal mengetahuinya. Kalaupun penonton menemukan kekeliruan,
aktor mengharapkan bahwa hal itu tidak bakal mengubah citra mereka di mata
penonton (Bernard Raho 2007:121). Persoalan inilah yang kemudian ditangkap
sebagai hubungan emosional antara aktor atau pelaku dengan penonton. Kesan
menjadi sangat penting di dalam proses penyampaian pesan. Membangun kesan
tertentu juga diperlukan untuk berkomunikasi dengan masyarakat.
Penonton merupakan bagian dari sistem sosial di dalam masyarakat. Maka
ketika teater akan hadir di tengah masyarakat tersebut harus patuh dengan sistem
sosial yang sudah berlaku. Hal kepatuhan ini yang sebenarnya berkaitan dengan tema
pertunjukan kenapa harus digelar di desa atau kampung. Tema tersebut yang
diuraikan tentu saja adalah pesan itu sendiri. Komunitas ini dituntut akan
membawakan pesan apa, kepada siapa dan mengapa. Hal ini yang mendasari teater
yang dibuat untuk masyarakat desa atau kampung. Seperti yang sudah diuraikan
dalam bab sebelumnya bahwa ini akan ditinjau dengan dengan model Harold Laswell.
Pesan (message) mempunyai kedudukan kedua setelah sumber(source). Tentu saja
pesan
yang
dikomunikasikan
melalui
pertunjukan
teater.
Unsur
sumber (who) merangsang pertanyaan mengenai pengendalian pesan, sedangkan
unsur pesan (says what) merupakan bahan untuk analisis isi (Dedy Mulyana
2009:148).
Dalam penyampaian pesan peran seorang aktor mempunyai fungsi yang
paling penting. Pertunjukan teater akan sukses atau pesan yang dibawa akan sampai
kepada penonton tentu saja melalui dialog-dialog yang di ucapkan aktor. Peranan
aktor membawa pengaruh kepada penonton melalui representasi kehidupan melalui
cerita yang dilakonkan di atas panggung. Melalui aktorlah sebuah pertunjukan
9
menjadi tahu siapa penontonnya, atau bagaiaman karakter penontonnya. Karena hal
itu dibuktikan ketika pertunjukan berlangsung, setiap aktor akan berinteraksi dengan
penonton. Respon penonton bisa terbaca salah satunya melalui aktor. Jadi aktor
mempunyai kendali penuh dalam penyampaian pesan kepada penonton.
Proses penyampaian pesan mempunyai urutan seperti yang diungkapkan Alan H.
Monroe bahwa, ada lima langkah dalam urutan penyusunan pesan : perhatian,
kebutuhan, pemuasan, visualisasi, dan tindakan(Jalaluddin Rakhmat, 2009:297).
Pengertiannya bahwa pertunjukan teater juga mempunyai urutan proses penyampaian
pesan. Yaitu melalui proses urutan yang sesuai menurut pendapat di atas. Pengertian
urutan proses penyampaiannya sebagai berikut ini :

Perhatian
Komunitas Sego Gurih sebagai pertunjukan teater mempunyai caranya
mencari perhatian. Tentu saja dengan suasana kemeriahan yang didukung lampu atau
cahaya dan musik. Sebelum pertunjukan dimulai pengaruh musik atau tata
suara(sound) bisa mengundang perhatian khusus secara pendengaran. Apalagi tata
lampu mempunyai kekuatan bahwa informasi bisa ditangkap melalui cahaya
meskipun tampak dari kejauhan.
Informasi yang dipublikasikan melalui poster atau undangan. Publikasi yang
sudah disebar ke beberapa tempat di daerah pertunjukan itu mempunyai tujuan untuk
mencari perhatian. Perhatian masyarakat agar mau merespon informasi tersebut
sehingga ditanggapi dengan baik. Perhatian menjadi proses yang saling menanggapi
antara Komunitas Sego Gurih dan masyarakat. Disamping itu seorang aktor harus
piawai memainkan watak tokoh dengan bagus. Meski sesekali disisipi dengan
nyanyian bersama pemusik atau gaya karikatural yang mengarah ke komedi.
Keharmonisan inilah yang mendukung untuk penyampaian pesan moral ataupun
kritik sosial selama pertunjukan.

Kebutuhan
Jelas bahwa pertunjukan akan didatangi penonton karena keduanya saling
mempunyai kebutuhan yaitu menghibur dan terhibur. Tak bisa dipungkiri bahwa
selain hiburan, manusia juga membutuhkan aktualisasi. Menonton hiburan berarti
10
sebelumnya mempunyai kesiapan secara psikologis bahwa dengan sadar sedang
membutuhkan hiburan. Kebutuhan akan hiburan inilah yang nampak secara jelas,
apalagi pertunjukan tersebut digelar tanpa pungutan biaya.
Komunitas Sego Gurih sebelumnya tentu meyakinkan masyarakat melalui informasi
dan komunikasi bahwa pertunjukannya gratis. Hal itu sama dengan komunitas ini
berusaha meyakinkan akan kebutuhan penontonnya. Bahwa hiburan itu diberikan
secara cuma-cuma. Semacam ada kebutuhan penonton yang secara langsung
terpenuhi oleh pertunjukan teater. Begitu juga sebaliknya Komunitas Sego Gurih jadi
merasa yakin bahwa dengan memberikan informasi gratis pasti akan ada banyak
sekali yang menonton.

Pemuasan
Disaat penonton sudah merasa dirinya yakin ia akan merasa puas. Karena
kebutuhannya merasa diakomodir oleh teater. Bahwa penonton siap akan datang
untuk melihat pertunjukan teater. Prosesnya menjadi demikian, karena penonton
datang ke pertunjukan dengan membawa harapan kepada apa yang akan disaksikan.
Belum lagi ketika pertunjukan berlangsung bahwa penonton diajak untuk masuk
menyelami cerita dari dasar kehidupan sehari-hari. Penonton sebenarnya mengalami
perjumpaan itu dalam kehidupannya lalu menyaksikan kembali dalam representasi
pertunjukan. Proses komunikasi inilah yang terjadi bahwa Komunitas Sego Gurih dan
masyarakat sedang berusaha saling memberikan kepuasan.

Visualisasi
Komunitas Sego Gurih menyajikan pertunjukan tentu saja dengan visualisasi
yang dengan unsur semacam konser langsung dihadapan penonton. Karena teater
berbeda dengan film. Visualisasi tersebut juga didukung bahwa teater yang disajikan
bukan memberi jarak dengan penonton. Seperti halnya di gedung pertunjukan, antara
pelaku pertunjukan dan pemain dibedakan dengan jarak antara panggung dan tempat
duduk penonton.
Dalam pertunjukan yang digelar komunitas ini semua sekat itu ditiadakan.
Penonton boleh merespon langsung pertunjukan begitu juga sebaliknya. Penonton
adalah relasi sekaligus menjadi bagian dari peristiwa teater yag sedang berlangsung.
11

Tindakan
Selama pertunjukan teater berlangsung banyak sekali tersurat nilai,
penyadaran, kritik sosial yang diterima penonton. Saat itulah terjadi proses apresiasi
teater oleh penonton. Kandungan atau makna apapun yang didapat dari cerita atau
lakon yang sudah dipentaskan menjadi sarat makna ketika diapresiasi penonton.
Komunitas Sego Gurih mempunyai pengaruh yang begitu mendalam kepada
masyarakat. Hal ini bisa dibuktikan ketika saat pertunjukan belangsung sampai usai.
Pengertian teater tidak sebatas pada pertunjukan saja namun peristiwa yang terjadi
saat itu. Sebuah pengalaman perjumpaan atau interaksi dengan penonton yang tidak
bisa diulang atau direkayasa kembali seperti film. Realitas panggung yang
disandingkan dengan realitas penonton dan pelaku pertunjukannya.
Selain itu hal yang paling mendasar bahwa pertunjukan teater tak lain adalah
proses berbagi informasi dan pengetahuan. Informasi yang mampu memotivasi secara
positif bagi penikmatnya. Informasi dan pengetahuan yang dimiliki masyarakat akan
semakin mampu membangun keberdayaan (Ade Tanesia dkk, 2007:26). Efek yang
dirasakan penonton setelah pertunjukan memang diharapkan adalah hiburan yang
edukatif. Teater diharapakan mampu memberikan ruang penyadaran sosial dan
pendidikan informal. Menonton pertunjukan teater itu proses pembelajaran. Ada
narasi kehidupan yang dikemas menjadi pertunjukan. Hal itu dekat dengan
masryarakat. Ceritanya pun cukup akrab bahkan sering dialami oleh masyarakat.
Teater hanyalah alat bahwa ada proses komunikasi di dunia yang begitu majemuk.
Melalui teater bahwa hidup ini bisa disikapi dengan terbuka, jujur dan berani.
Dampak apapun yang langsung dirasakan penonton itulah proses komunikasi teater
sesungguhnya. Teater tidak bisa memaksakan penonton untuk patuh terhadap
pernyataan atau gagasan pertunjukan. Namun teater memberi cara pandang yang lain
melalui hiburan, pendidikan dan interkasi budaya. Hal semacam inilah yang akan
terjadi terus di masyarakat pinggiran. Hanya didapati di kota dan desa. Karena
Komunitas Sego Gurih akan terus konsisten memberikan tontonan sederhana namun
12
berkualitas. Melalui bahasa Jawa yang sarat dengan nilai, lokalitas dan dialektika dari
sekitar kita.
Kesimpulan
Komunitas Sego Gurih mengusung format teater yang berfungsi sebagai
media alternatif maupun alat komunikasi informal. Terlepas dipandang sebagai
komunikasi tradisional, namun secara penyampaian pesan moral maupun nilai-nilai
sosial melalui pertunjukan jadi lebih efektif.
Teater bukan menjadi sebuah tontonan kemudian selesai, namun teater
mampu memberikan ruang artikulasi masyarakat untuk menjadi kritis dan giat
mencermati kondisi sosial. Komunitas Sego Gurih berani mengajak masyarakat
penontonnya untuk tegas dan kritis mencermati sekaligus menanggapi isu-isu sosial
di lingkungan sekitar. Hal yang paling penting adalah masyarakat kemudian menjadi
sadar secara moral untuk lebih bijaksana menanggapi persoalan yang terjadi di
masyarakat.
Diperoleh pengertian komunitas yang mampu menggerakan strategi
kebudayaannya melalui peristiwa pertunjukan teater. Masyarakat penonton dipandang
sebagai relasi pertunjukan teater yang begitu ekonomis dan strategis. Komunitas Sego
Gurih mampu membawa pesan umun yaitu menjadi media komunitas yang berpihak
pada persoalan masyarakat yang menyangkut tentang informasi dan pengetahuan.
Bahwa informasi dan pengetahuan ternyata mampu dikemas melalui pertunjukan
teater. Tidak hanya melalui media mainstream yang sudah ada seperti televisi, radio
ataupun jejaring sosial.
Menjadi lebih menarik lagi bahwa dalam penyampaian pesan melalui
pertunjukan teater, komunitas ini menggunakan dialog berbahasa Jawa. Bahasa Jawa
menjadi alat komunikasi untuk setiap pesan yang ingin disampaikan. Karena bahasa
Jawa menjadi lebih tepat sasaran secara informasi. Pesan menjadi mudah dimengerti
kemudian dipahami secara langsung oleh penonton. Bahasa Jawa dipandang sebagai
bahasa yang mampu mengkomunikasikan kultur secara terbuka dan berani. Bahasa
ibu yang cerdas dan spiritual, untuk menanggapi segala hal kondisi ekonomi, sosial,
13
politik dan budaya. Bahasa Jawa menjadi lebih lentur dan fleksibel memberikan
pesan-pesan pendidikan, moral, dan kritik sosial lebih langsung tepat mengenai
sasaran. Semua yang ingin disampaiakan menjadi spontan dan mengalir selama
pertunjukan berlangsung.
Daftar Pustaka
Bungin, Burhan, 2006, Sosiologi Komunikasi, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta.
Djelantik, A.A,M, 1999, Estetika Sebuah Pengantar, Masyarakat Seni Pertunjukan
Indonesia & The Ford Foundation, Bandung.
Dahana, Panca, Radhar, 2001, Ideologi Politik dan Teater Modern Indonesia,
Penerbit IndonesiaTera, Magelang, Jawa Tengah.
Effendy, Uchjana, Onong, 1992, Dinamika Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Gerungan , W.A, 2004, Psikologi Sosial, PT Refika Aditama, Bandung.
Harymawan, RMA, 1988, Dramaturgi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Kayam, Umar, 1998, GAPIT, Taman Budaya Surakarta & The Ford Foundation,
Surakarta.
Maryani, Eny, 2011, Media dan Perubahan Sosial, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Mulyana, Dedy, 2009, Ilmu Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Naisaban, Ladislaus, 2004, Para Psikolog Terkemuka Dunia, PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Permas, Achsan dkk, 1999, Manajemen Organisasi Seni Pertunjukan, PPM, Jakarta
Rahmat, Jalaluddin, 2009, Psikologi Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Raho, Bernard, 2007, Teori Sosiologi Modern, Prestasi Pustakaraya, Jakarta
Rendra, WS, 1984, Mempertimbangkan Tradisi, PT Gramedia, Jakarta.
Riantiarno, Nano, 2003, Menyetuh Teater – Tanya Jawab Seputar Teater Kita, PT
HM Sampoerna, Jakarta.
Sahid, Nur, 2008, Sosiologi Teater, Penerbit Prastista, Yogyakarta.
14
Siregar, Ashadi, 1997, Popularisasi Gaya Hidup Sisi Remaja dalam Komunikasi
Massa -Lifestyle Ecstacy, Penerbit Jalasutra, Yogyakarta.
Sutopo, H,B, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Sebelas Maret University Press,
Surakarta Jawa Tengah.
Tanesia, Ade, 2007, Media Rakyat – Mengorganisasi Diri Melalui Informasi,
Combine Resource Institution, Yogyakarta.
Yudiaryani, 2002, Panggung Teater Dunia – Perkembangan dan Perubahan
Konvensi, Pustaka Gondho Suli, Yogyakarta.
15
Download