[URAIAN TEMA DAN SUB TEMA] Sidang XI Sinode GKSBS 2015 URAIAN TEMA DAN SUB TEMA SIDANG XI SINODE GKSBS TEMA MENJADI GEREJA YANG BERDIAKONIA SUB TEMA ”Bersama Masyarakat, Gereja Berpartisipasi Membangun Spiritualitas Kedamaian Menuju Kesejahteraan Yang Bermartabat” I. SIDANG XI SINODE GKSBS Majelis Pekerja Sinode GKSBS dalam Sidang XI Sinode GKSBS 2015 yang dihimpun oleh GKSBS Klasis Kotabumi ini mengangkat tema: “Menjadi Gereja Yang Berdiakonia”. Tema ini merupakan hasil pemahaman alkitab pada saat rapat MPS yang bersumber dari Kisah Rasul 6: 1-7. Alasan pemilihan tema ini, yang pertama agar ada keberlanjutan pesan dari tema Sidang IX Sinode GKSBS di Buaymadang tahun 2010 dengan tema: “Berapa Banyak Roti Yang Ada Padamu… Cobalah Periksa”. Pada tahun 2010-2015 GKSBS telah membangun kesadaran dalam mengerjakan panggilan berbagi, dengan meningkatkan kapasitas persekutuan (koinonia) agar dapat bersaksi (marturia) dan melayani (diakonia). Alasan kedua, bahwa konteks kemiskinan dengan segala persoalan dan seruan penderitaan masyarakat telah nyata dilihat dan didengar oleh jemaat sampai hari ini. Seruan itu telah menjadi ungkapan doa melalui syafaat-syafaat di dalam tempat ibadah di mana kita bersekutu, berdoa dan mendengar firman. Niat GKSBS sebagai persekutuan yang menjadi pelaku firman telah menjadi dasar panggilan tugas untuk bersaksi dan melayani di Sumatera Bagian Selatan. Selanjutnya, GKSBS Jemaat Kotabumi yang mendapat giliran untuk menjadi penyelenggara Sidang XI Sinode GKSBS adalah jemaat yang terletak di kabupaten Lampung Utara dengan keadaan khasnya. GKSBS Klasis kotabumi mendapat persetujuan Sidang III Sinode GKSBS pada 7-9 September 1993 bersama dangan GKSBS Klasis Tulangbawang sebagai pembiakan dari GKSBS Klasis Bandarjaya. Setelah selama 23 tahun menjadi Klasis mandiri, kini GKSBS Klasis Kotabumi menunjukkan kemandiriannya mewujudkan persekutuan se-sinode GKSBS dengan menyelenggarakan Sidang XI Sinode GKSBS. Pembiakan tersebut semakin membuahkan hasil dengan bertambahnya jemaat GKSBS Klasis Kotabumi menjadi delapan jemaat dewasa dan mandiri untuk menguatkan panggilan diakonia di Sumatera Bagian Selatan. Oleh karena itu tema menjadi gereja yang berdiakonia sebenarnya sudah berjalan, Menjadi Gereja Yang BERDIAKONIA [1] [URAIAN TEMA DAN SUB TEMA] Sidang XI Sinode GKSBS 2015 sedang diberdayakan dan terus dibentuk menjadi budaya GKSBS dengan identitas diakonatnya. Arah bersama GKSBS dari menghitung berapa banyak “roti” yang ada di setiap jemaat untuk menjadi persekutuan yang bersaksi serta berdiakonia di Sumatera Bagian Selatan ditempa oleh situasi sosial, politik dan ekonomi di setiap wilayah. Namun kuasa kebangkitan Tuhan Yesus yang adalah Kritus, Sang Kepala Gereja telah menguatkan dan meneguhkan GKSBS dimanapun tempat untuk terus bangkit. Pengalaman GKSBS Kotabumi menghadapi situasi sulit saat kegiatan tempat ibadah di jalan pahlawan dihentikan, majelis jemaat bersedia berbagi dan memperhatikan satu kelompok di GKSBS yang minta diperhatikan dan dilayani oleh GKSBS Kotabumi. Iman dan semangat berbagi warga jemaat kotabumi terus menyala dengan menempuh berbagai upaya, sehingga dengan penyertaan Tuhan akhirnya berdiri tempat ibadah yang telah memperoleh ijin dari pemerintah. Dengan fasilitas yang disediakan Tuhan inilah GKSBS Kotabumi menyiapkan proses pembentukan dirinya untuk menjadi gereja yang berdiakonia. Sesungguhnya semangat warga jemaat dan para pelayan di GKSBS Kotabumi mencerminkan juga semangat warga jemaat dan pelayan se-Sinode GKSBS. Gereja terus memandang kepada Tuhan Yesus Kristus Raja Gereja yang memiliki arah melakukan Misi Allah (Misio Dei), terwujudnya Kerajaan Allah di bumi ini. Satu hal lagi yang perlu disyukuri dan dirayakan dalam Sidang XI Sinode GKSBS bahwa Tuhan Yesus Kristus telah menyertai kehadiran GKSBS selama 28 tahun. GKSBS dipelihara dengan Sang Firman yang terus menghidupi jemaat. GKSBS ke depan memandang dunia sebagaimana Tuhan Yesus Kristus memandang dunia secara positif bahkan menjadi agenda doa, agar kehendak Allah terjadi atas dunia seperti sorga adanya. GKSBS memahami amanat agung itu adalah cara Tuhan Yesus Kristus memandang bahwa dunia itu suci supaya para murid membaptiskan dengan cara pandangNya. Oleh karena itu di hari ucapan syukur HUT ke-28 Sinode GKSBS, bersama Tuhan Yesus Kristus kita melangkah ke dalam dunia dengan sukacita karena dunia itu suci. GKSBS menjadi gereja yang berdiakonia, dengan perubahan cara memahami (transformasi) memandang secara baru terhadap dunia sampai terwujudnya bumi dan langit yang baru (band. I Pet. 3.13). II. Kisah Para Rasul 6:1-4 Untuk uraian memahami tema dan sub tema Sidang XI Sinode GKSBS tahun 2015, bermula dari pemahaman terhadap teks Kisah Para Rasul 6:1-4. Situasi Kisah Rasul 6:1-4 adalah semangat gereja mula-mula yang mengalami perubahanperubahan sebagai buah-buah iman dengan banyak makna panggilan diakonia. Kis.6: ay 1, 2 dan 4 terdapat 3 kata “diakonia” dan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) diterjemahkan Menjadi Gereja Yang BERDIAKONIA [2] [URAIAN TEMA DAN SUB TEMA] Sidang XI Sinode GKSBS 2015 dengan “pelayanan”. Kitab Kisah Para Rasul ini menarasikan tanggapan umat kepada karya Allah. Pesan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus dan turunnya Roh Kudus menggerakkan persekutuan yang ber-saksi dan ber-aksi diakonia. Kis.6:1b ὅτι παρεθεωροῦντο ἐν τῇ διακονίᾳ τῇ καθημερινῇ αἱ χῆραι αὐτῶ. [hoti paretheorounto hen te diakonia te kathemerine hai kerai auto). Oleh LAI diterjemahkan: karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari. Pengertian teks Yunani “αἱ χῆραι αὐτῶ.” (hai kerai auto) menunjuk bahwa janda-janda adalah subyek jamak (nominatif plural) yang dipersoalkan dari ayat 1 b ini. Sedangkan “dalam pelayanan sehari-hari” atau teks Yunaninya “ἐν τῇ διακονίᾳ τῇ καθημερινῇ” (en te diakonia te kathemerine) oleh kitab suci bahasa inggris King James Version diterjemahkan dengan “daily ministration” adalah obyek tidak langsung (datif). Jadi Kis. 6:1 ini menjadi referensi bahwa pelayanan atau diakonia mengandung makna kelembagaan yang bersifat administratif serta memerlukan perencanaan, terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Kis.6:2b Tulisan teks Kis. 6:2b dalam bahasa Yunani dan teks terjemahannya: Οὐκ ἀρεστόν ἐστιν ἡμᾶς καταλείψαντας τὸν λόγoν τοῦ Θεοῦ διακονεῖν τραπέζαις. ( ouk areston estin hemas kataleispsantas ton logon tou theou dianinein trapezais) Oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) ayat tersebut diterjemahkan: “Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja. Bagian dari ayat 2 b ini “ἡμᾶς καταλείψαντας τὸν λόγον τοῦ Θεοῦ” (estin hemas kataleispsantas ton logon) yang diterjemahkan dengan, “kami melalaikan firman Allah” menunjuk kepada perkataan-perkataan (genitif plural) dari Allah. Ayat 2 b ini, dapat diterjemahkan bebas menjadi: “hal ini tidak bijaksana untuk melayani meja, kami mengabaikan perkataan-perkataan Allah”. Kata “meja" (τραπέζαις-trapezais) menunjuk kepada bentuk meja atau bentuk kursi tanpa sandaran yang berfungsi sebagai tempat meletakkan bahan makanan. Selain itu, fungsi “meja” digunakan menjadi semacam tempat untuk menghitung saat transaksi bunga pinjaman. Oleh karena itu bisa dimengerti kesibukan para murid “melayani meja” dengan pengertian semacam itu, yang membuat mereka mengabaikan firman Allah. Ayat 2.b. ini menunjukkan kesadaran murid-murid untuk Menjadi Gereja Yang BERDIAKONIA [3] [URAIAN TEMA DAN SUB TEMA] Sidang XI Sinode GKSBS 2015 kembali fokus pada firman Allah dan perlunya mengangkat diaken untuk mengerjakan tugas sebagai “pelayan meja”. Kis.6:3 Tulisan teks Kis. 6:3 dalam bahasa Yunani: ἐπισκέψασθε δέ, ἀδελφοί, ἄνδρας ἐξ ὑμῶν μαρτυρουμένους ἑπτὰ πλήρεις Πνεύματος καὶ σοφίας, οὓς καταστήσομεν ἐπὶ τῆς χρείας ταύτης· (episkepsasthe de, adelphoi, andras ex umon marturoumenous hepta plereis pneumatos kai sophias, hous katastesomen epi tes kreias tautes) LAI menerjemahkan ayat ketiga, “karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu” Sebagai kelanjutan dari ayat 2 b, ayat 3 menunjuk kepada realisasi pentingnya mengangkat diaken dan dicatat membutuhkan tujuh diaken. Ada semacam empat syarat diaken yang dicatat penulis yaitu, sudah dewasa, terkenal baik, penuh Roh dan hikmat. Pertama, dewasa yang dimaksud dari segi usia sudah dapat melakukan tugas berdasarkan kesadaran pribadi (ἄνδρας: andras) . Kedua, kata “terkenal baik”, dalam bahasa Yunani “dapat bersaksi” (μαρτυρουμένους/ marturoumenos/ marturia). Alkitab bahasa Inggris, King James Version (KJV) menerjemahkan dengan, “catatan kejujuran”, “catatan kelurusan hati” (“honest report”) bahasa sekarang dikenal dengan “track record” konsistensi kejujuran. Ketiga, penuh Roh (πλήρεις Πνεύματος – plereis pneumatos) oleh Alkitab bahasa Inggris, King James Version (KJV) diterjemahkan dengan “penuh Roh Kudus” (“full of Holy Ghost”). Ada beberapa pilihan terjemahan “penuh Roh” yaitu, “jiwa yang rasional dengan prinsip yang kuat” (the rational soul-vital principle), “pengendalian diri yang baik” (mental disposition), memiliki spiritualitas Kristus (Christ’s spirit). Tentu baik kalau yang dimaksud “penuh Roh”, menggunakan pilihan-pilihan itu secara keseluruhan dan tak terpisahkan satu dengan yang lain. Keempat, kata “hikmat” (σοφίας), oleh (KJV) diterjemahkan dengan “kebijaksanaan” (“wisdom”). Kis.6:4 Tulisan teks Kis. 6:4 dalam bahasa Yunani: ἡμεῖς δὲ τῇ προσευχῇ καὶ τῇ διακονίᾳ τοῦ λόγου προσκαρτερήσομεν. (hem eis de te proseuche kai te diakonia tou logou psoskarteresomen). Terjemahan LAI: “dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman." Menjadi Gereja Yang BERDIAKONIA [4] [URAIAN TEMA DAN SUB TEMA] Sidang XI Sinode GKSBS 2015 Kata “pelayanan” (τῇ διακονίᾳ) dalam ayat empat diletakkan setara dengan kata “doa” (τῇ προσευχῇ) dalam tata bahasa Yunani memiliki posisi kata benda sebagai obyek tidak langsung (datif) dari kata “τοῦ λόγου” (dari firman). Di sini semakin jelas makna pelayanan (diakonia) begitu luas, karena pada hakekatnya doa dan pelayanan bersumber dari firman (τοῦ λόγου). Firman itu sendiri memiliki banyak makna yaitu, keadaan nyata, kesungguhan, berbicara, berpidato, ucapan, ungkapan, kata-kata, tindakan (Kristus) dan ekspresi Ilahi. Dalam ayat 4 ini murid-murid menetapkan uraian kerja bagi diri mereka dalam berdoa dan berdiakonia atau melayani firman. Para rasul sadar bahwa pertumbuhan jemaat itu juga memerlukan pembangunan dasar-dasar iman, yaitu firman. Dengan memahami teks Kisah Rasul 6:1-4 tentang diakonia dapat diperoleh beberapa gambaran makna kata diakonia, yaitu: 1. pelayanan harian (ministration), 2. melayani meja (διακονεῖν τραπέζαις) dan 3. pelayanan firman dan doa. III. GKSBS dan Diakonia: Kesadaran terhadap Situasi Kini dan di sini. Memahami kata diakonia dalam hubungannya antara gereja dengan situasi kemiskinan di Sumatera bagian selatan nampaknya sudah biasa. Bahwa istilah diakonia biasa dipahami dengan pelayanan. Bahwa setiap jemaat memiliki tiga tugas yaitu: pertama, persekutuan untuk kedua, bersaksi dan ketiga, melayani yang menjadi ajaran sehari-hari. Berdiakonia mengatasi kemiskinan itu sudah biasa dilakukan di setiap lingkungan jemaat. Barangkali yang tidak biasa adalah ketika harus memperhatikan situasi kemiskinan di luar jemaat. Di sini GKSBS diperhadapkan antara kebiasaan di dalam jemaat dengan situasi “besar” di luar jemaat. Memilih kata “diakonia” atau “melayani”? Bila menggunakan kata melayani mungkin lebih sederhana, tetapi memilih kata “diakonia” juga menjadi penting untuk menemukan keutuhan maknanya. Karena kata “diakonia” ternyata memiliki pemahaman yang sangat luasi. Bahwa kesadaran terhadap situasi perubahan di Kisah Rasul berbeda dengan situasi di Sumatera Bagian Selatan. Kitab Kisah Rasul menjelaskan kesadaran terhadap kebiasaan melayani meja membuat para rasul mengabaikan pelayanan firman. Barangkali situasi di Sumatera sebaliknya, gereja terlalu banyak konsentrasi pada pelayanan firman dan mengabaikan melayani meja. Gereja mungkin saja sudah melayani meja dalam arti Menjadi Gereja Yang BERDIAKONIA [5] [URAIAN TEMA DAN SUB TEMA] Sidang XI Sinode GKSBS 2015 menyejahterakan warga gereja. Saat memandang keluar terhadap “akutnya” gejala kemiskinan yang berada dalam masyarakat, gereja sadar dirinya tidak berdaya. Panggilan berdiakonia di tengah situasi miskin yang menyebabkan semakin merebaknya kejahatan menjadikan tekanan psikologis kepada gereja yang merasa tidak berdaya. Situasi tertekan dan tidak berdaya itu diekspresikan dengan cara beragam, misalnya: merasa kecil (minority complex), penolakan terhadap panggilan, pembenaran diri, sampai bersembunyi di balik teks alkitabiah dan akhirnya membuat pernyataan itu bukan tugas gereja. Bisa saja pendapat itu benar sebagian, dengan asumsi bila semua peran dalam lembaga pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan berjalan sesuai cita-cita lembaga untuk menyejahterakan masyarakat. Bagaimana ekspresi iman gereja, bila ternyata lembaga-lembaga tersebut juga “tidak berdaya” karena sudah “digerogoti” penyakit korupsi yang merajalela. Di sinilah peran diakonat gereja diperhadapkan pada pilihan, hadir atau menghindar dengan pengakuan “tidak berdaya” bila menghadapi sendiri situasi “besar” kemiskinan dalam masyarakat. Di sinilah peran gereja sebagai lembaga berke-iman-an turut serta bersama dengan masyarakat menemukan jawaban Tuhan. Tuhan yang di-imani adalah Tuhan Yang Maha besar dan Tuhan Yang Memberi Kemenangan yang memberi pengharapan dan memberdayakan untuk menghadapi “besarnya” situasi kemiskinan. Tema: “Menjadi Gereja Yang Berdiakonia” berarti di dalam persekutuan dengan Yesus Kristus memandang tantangan dunia yang “miskin” ini secara baru. Gereja menempatkan dunia sebagai tempat di mana Allah melaksanakan misiNya memerintah dunia ini, sebagai Kerajaan Allah. Gereja menjawab misi Allah dan menjadikan waktu sebagai kesempatan baik memberitakan kabar baik dengan mewujudnyatakan tanda-tanda kedatangan Kerajaan Allah yang sudah dan akan datang. Gereja di sini menjadi salah satu lembaga pengemban mandat pelaksanaan melayani misi Allah (Missio Dei) di dalam dunia milik Allah bersama-sama dengan lembaga-lembaga pewujudan kebenaran. IV. Tiga Panggilan Menjadi Gereja Berdiakonia Sub Tema Sidang XI Sinode GKSBS: Bersama Masyarakat, Gereja Berpartisipasi Membangun Spiritualitas Kedamaian Menuju Kesejahteraan Yang Bermartabat. Sub tema ini disusun bersama dengan memperhatikan situasi dan harapan dari GKSBS Kotabumi. Bumi yang ditinggali beberapa hari ini, di sini di Kota Bumi sedang berada dalam gejalagejala keadaan yang menggelisahkan, karena kemiskinan yang menyebabkan kejahatan demi Menjadi Gereja Yang BERDIAKONIA [6] [URAIAN TEMA DAN SUB TEMA] Sidang XI Sinode GKSBS 2015 kejahatan, konflik dan kekerasan terjadi. Mungkin juga situasi di Kota Bumi ini mirip dengan situasi di tempat setiap utusan, atau sedang ada kegelisahan lain terkait perusakan lingkungan sebagaimana juga secara umum sedang terjadi di beberapa tempat di bumi Indonesia ini. Oleh karena itu, lembaga GKSBS dapat berpartisipasi mewujudkan Kerajaan Allah bila menempatkan masyarakat dan lembaga-lembaga pelayanannya sebagai mitra. Terbangunnya masyarakat sipil dengan semangat cinta damai kepada sesama, seluruh ciptaan dan kepada lingkungan menjadi harapan memulihkan martabat kehidupan di dalam masyarakat akan menjadi tanda-tanda kedatangan Kerajaan Allah. Melalui Tema dan Sub Tema Sidang XI Sinode GKSBS mengajak jemaat-jemaat GKSBS selama 5 tahun ke depan untuk melakukan panggilan diakonia: 1. Memberdayakan diri: membangun spiritualitas damai. (Persekutuan: Identitas dalam Pluralitas) 2. Hadir di tengah situasi masyarakat mengerjakan misi Kerajaan Allah. (Kesaksian dan Peningkatan Kapasitas) 3. Mewujudkan masyarakat sejahtera dan bermartabat. (Pelayanan: Peningkatan Kesejahteraan) Selamat bersidang. Tuhan memberkati. i beberapa referensi yang memberi penjelasan tentang diaken bisa di buka melalui wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Diaken. 1. 2. 3. 4. Diakon juga digunakan sebagai gelar untuk presiden, ketua atau kepala dari suatu gilda (serikat profesi) dagang di Skotlandia. Dalam Gereja Katolik, Anglikan , dan Ortodoks, diakon membantu imam dalam tugas-tugas penggembalaan umat dan administrasi, namun bertanggung jawab secara langsung kepada uskup. Mereka memiliki peran khusus dalam liturgi, tugas utama mereka dalah membacakan Injil dan membantu dalam penyelenggaraan Ekaristi. Pelayanan sebagai diakon dalam Gereja Katolik digambarkan sebagai suatu kesatuan pelayanan dalam tiga bidang: Sabda, Altar dan Amal. Pelayanan diakon dalam bidang Sabda mencakup membacakan Injil dalam Misa, berkhotbah dan mengajar. Dalam bidang Altar meliputi berbagai tugas khusus bagi diakon dalam Misa, termasuk menjadi pelayan cawan Ekaristi (menerimakan anggur Ekaristi kepada umat saat komuni). Dalam bidang Amal meliputi pelayanan bagi kaum miskin dan kaum yang termarjinalkan serta bekerja sama dengan umat paroki guna membantu mereka untuk semakin terlibat dalam pelayanan serupa. Dalam gereja-gereja Anglikan, diakon kerap terjun langsung dalam urusan pelayanan masyarakat termarjinal di dalam dan di luar gereja: orang-orang miskin, orang-orang sakit, orang-orang yang kelaparan, orang-orang dalam penjara. Menjadi Gereja Yang BERDIAKONIA [7]