“Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua, namun tidak cukup untuk memenuhi keinginan segelintirkecil manusia yang serakah,” (Mahatma Gandhi) Kehadiran Pdt.Sugianto didalam kelompok kecil yang bergabung dalam STKGB (Serikat Tani Korban Gusuran BNIL) di Kabupaten Tulangbawang, Provinsi Lampung, adalah salah satu bentuk kecintaannya terhadap GKSBS sebagai gereja yang hadir didalam ketidakadilan, dalam hal ini ketidak adilan Agraria. Masyarakat yang didampingi beliau adalah masyarakat yang memperjuangkan hak mereka yang sudah berulangkali berjuang namun selalu gagal. Namun itu tidak menyurutkan langkahnya dalam hal pendampingan bagi masyarakat di Bujuk Agung untuk memperjuangkan keadilan Agraria. Namun sayang pada tanggal 1 oktober 2016 di areal pendudukan lahan oleh penduduk terjadi bentrok antara pam Swakarsa PT.BNIL (Bangun Nusa Indah Lampung)dengan massa STKGB, dan pada akhirnya Pdt. Sugianto dituduh sebagai Provokator, dan pada saat kerusuhan, beliau sedang berada di Jakarta. Latar belakang bentrok, memang sudah mencuat sebelumnya, antara petani yang berjumlah kurang lebih 2000 petani dengan pihak PT.BNIL yang selalu diwarnai dengan demonstrasi, para petani menganggap bahwa lahan yang ditempati PT.BNIL adalah milik mereka yang diserobot oleh pihak perusahaan, yang ditenggarai alih fungsi hutan menjadi sorotan atas kegiatan alih budi daya lahan kelapa sawit menjadi kebun tebu, sehingga disoal oleh pemerintah setempat dan berbagai kalangan lainnya secara hukum bahwa itu tidak sesuai dengan Amdal(analisa mengenai dampak Lingkungan) Gereja Kristen Sumatera Bagian selatan (GKSBS)setelah peristiwa penangkapan Pdt. Sugianto,S.Th , dengan cepat merespon membuat Pokja yang terhubung dengan LBH Lampung untuk dengan segera melakukan pendampingan hukum, yang bersamaan gereja melakukan pastoral bagi Pdt.Sugianto dengan keenam orang petani yang juga mengalami hal yang serupa. Proses hukum yang belum menemukan kepastiannya, membuat keluarga dari Pdt.Sugianto berikut juga dengan 6 orang lainya, saat ini memerlukan pendampingan termasuk juga mengenai pemenuhan kebutuhan hidup yang bersamaan juga memerlukan pembiayaan dalam pendampingan hukum. Dari situasi inilah sebenarnya dibutuhkan peran dari gereja-gereja untuk dapat bisa mengambil bagian yakni dalam doa dan dana untuk menegakkan perjuangan gerakan keadilan agraria, yang tentunya bukan berarti tanpa alasan, sebab Pasal 33 UUD 1945, dengan jelas legal formalnya mengatakan bahwa Negara seharusnya berpihak pada kepentingan rakyat. Untuk itulah, maka Pokja melalui Pdt.A.T Haryanto selaku Sekretaris Majelis Pinpinan Sinode GKSBS pada tanggal 18 Oktober 2016, menyatakan sikap dari ketidak adilan Agraria yakni : 1. Tanah adalah anugrah Allah. Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) meyakini bahwa tanah adalah anugerah Allah untuk kehidupan bersama segenap ciptaan. Tanah bukan sekedar bentang ruang dimana manusia tinggal, hidup dan membangun kehidupannya bersama dengan yang lain. Tanah tidak pernah terpisahkan dengan sejarah manusia. Seperti halnya manusia pertama diciptakan Allah dan ditempatkan di Taman Eden untuk mengusahakannya dan memeliharanya (Kejadian 2 : 15), maka kita dipanggil untuk memelihara dan mengelola tanah anugerah Tuhan untuk keberlanjutan kehidupan segenap ciptaan. 2. Tanah untuk Kehidupan Bersama. GKSBS meyakini bahwa tanah adalah untuk kehidupan bersama. Tanpa tanah manusia kehilangan kehidupannya. Tanpa tanah manusia akan hidup dalam keterasingan. Tanpa tanah manusia akan 1 kehilangan identitas. Tanah bukan alat untuk memenuhi keserakahan-keserakahan segelintir manusia. Tanah bukan alat untuk menumpuk keuntungan segelintir manusia. Setiap manusia punya hak atas tanah sebagai sumber kehidupan, anugerah Allah. Tanah bukan milik manusia, tanah adalah milik Allah ( Imamat 25 :23). GKSBS memahami bahwa para petani sering diperlukan tidak adil di negeri ini. Banyak petani kehilangan haknya atas tanah. Banyak petani tanah dirampas oleh para penguasa modal yang haus akan tanah. 3. Keadilan agraria adalah persoalan iman. GKSBS meyakini bahwa ketidakadilan agraria merupakan bagian penting dari tanggungjawab iman gereja. Tugas panggilan gereja (GKSBS) di Sumatera Bagian Selatan adalah untuk mewujudkan Sumbagsel yang bermartabat melalui perjuangan mewujudkan keadilan agaria. Dalam perjuanganya untuk agraria yang berkeadilan, GKSBS tidak membangun jejaring dengan korporasi maupun kelompok politik tertentu. 4. Gereja dan tugas pengutusannya Gereja yang didirikan oleh Kristus di Sumatera Bagian Selatan, melalui perjalan sejarah panjang perpindahan penduduk, merupakan gereja yang menyakini bahwa dirinya diberikan mandat untuk menghadirkan perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan di tanah Sumatera Bagian Selatan. 5. Gereja yang solider Melalui Kristus, karya dan pengorbanannya, melalui keberpihakanNya kepada mereka yang miskin, mereka yang teraniaya, mereka yang tertindas, mereka yang menjadi korban ketidakadilan, Allah Gereja, hendak menunjukkan solidaritasnya kepada manusia. Demikian halnya Gereja yang didirikan Allah sendiri, Gereja harus menunjukkan dalam kehidupannya, dalam kerja dan pelayanannya, solidaritasnya kepada mereka yang miskin, mereka yang teraniaya, mereka yang tertindas dan menjadi korban ketidakadilan di dunia ini. 6. Gereja dari rakyat miskin bersama rakyat miskin untuk rakyat miskin. Identifikasi identitas gereja, adalah gereja yang dibangun Allah dari mereka yang miskin di dunia ini, dari mereka yang dimarginalkan oleh kekuasaan dunia yang menindas mereka yang lemah. 7. Perjuangan rakyat ; Perjuangan gereja. Pergumulan rakyat miskin, teriak tangis rakyat miskin, perjuangan rakyat miskin merupakan pusat hidup gereja. Gereja membangun imannya dari perjuangan mereka yang menjadi korban sistem sosial (dosa struktural), dosa yang mengejawantah dalam tata kehidupan manusia yang menghisap hidup dan darah rakyat miskin. 8. Maka, GKSBS mendengarkan jeritan mereka yang berjuang untuk keadilan agaria, GKSBS menyatakan sikap sebagai berikut : a. Mengecam dengan keras penggunaan kekerasan terhadap penyelesaian konflik agraria. b. Mendukung upaya penyelesaian konflik dengan didasarkan pada semangat dialog dan anti kekerasan. c. Menuntut pihak-pihak terkait dalam penangkapan dan penahanan untuk membebaskan para aktivis dan pejuang keadilan agraria yang ditahan pihak keamanan. d. Mendesak Pemerintah untuk menyelesaikan konflik agraria dengan prinsip keadilan yang berpihak kepada petani. 2 Dan pada akhirnya perjuangan gereja adalah perjuangan bersama dengan yang mengalami ketidakadilan atas perampasan hak hidup sebagai anugerah Allah sebagai pilihan untuk berada di Bumi ini untuk menghadirkan cinta dan damai Semesta. 3