ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN Yugo Dwi Prasetyo, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Email: [email protected]., Firagnefi, Eko Raharjo, Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Soemantri Brojonegoro Nomor 1 Bandar Lampung 35145 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui penegakan hukum terhadap PNS yang melakukan tindak pidana penipuan (2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap PNS yang melakukan tindak pidana penipuan. Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan bahwa: (1) Penegakan hukum terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan meliputi penyidikan yang dilakukan Kepolisian yang disusun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dakwaan terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan oleh Kejaksaan yang dituangkan dalam surat dakwaan dan persidangan terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan oleh hakim Pengadilan yang dituangkan dalam putusan pengadilan. (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan adalah: (a) Faktor substansi hukum, yaitu adanya landasan hukum bagi aparat penegak hukum dalam melaksanakan penegakan hukum yaitu meliputi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan KUHP (b)Faktor penegak hukum, yaitu profesionalisme aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai pengadilan. (c) Faktor masyarakat, yaitu rendahnya kesadaran masyarakat dalam mencegah potensi tindak pidana dan kesediaan masyarakat menjadi saksi dalam pengadilan. (d) Faktor kebudayaan, yaitu adanya nilai dan norma bahwa tindak pidana penipuan merupakan pelanggaran terhadap hak milik orang lain yang harus diberi hukuman setimpal sesuai dengan hukum yang berlaku. Kata Kunci: Penegakan Hukum, PNS, Penipuan ANALYSIS OF LAW ENFORCEMENT TOWARD CIVIL SERVANTS THAT COMMIT CRIMINAL ACTS OF FRAUD ABSTRACT This study aim to describe: (1) Law enforcement against civil servants who commit criminal acts of fraud (2) Some factors that affect the law enforcement against civil servants who commit criminal acts of fraud. Results and discussion of research shows that : (1) law enforcement against civil servants as fraud perpetrators include investigations conducted after police received reports of casualties and investigation actions arranged in a dossier, the charges against the perpetrators of civil servants criminal fraud, Attorney and carried forth in the indictment with lawsuits in accordance with Article 372 of the Criminal Code. Civil proceedings against the perpetrators of the crime of fraud, committed by Court judge, to administer justice based on the evidence was legally and convincingly. (2) Factors that affect the law enforcement against civil servants as perpetrators of fraud are : (a) Factors legal substance, that is the legal basis for law enforcement officers in carrying out enforcement against the perpetrators of civil servants criminal fraud, including law No. 2 of 2002 and Criminal Code (b) law enforcement factors, namely the professionalism of law enforcement officers from the police to the courts in carrying out enforcement against civil as criminal fraud. (c) community factors, namely the lack of public awareness in preventing potential criminal fraud and people's willingness to be a witness in court. (d) cultural factors, namely the values and norms that criminal fraud is a violation of property rights of others who should be punished in accordance with applicable law. Keywords : Law Enforcement, Civil Servants, Fraud I. PENDAHULUAN Secara ideal seharusnya PNS menjadi panutan dan contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, namun pada kenyataannya terdapat PNS yang melakukan tindak pidana penipuan, sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor: 126/Pid. B/2011/PT.TK dengan terdakwa bernama Elzuhin Nunyai Bin Hi. Darmawi yang berstatus sebagai PNS, melakukan tindak pidana penipuan dengan modus menjadi perantara dalam penerimaan CPNSD. Pelaku menerima uang sebesar Rp.125.000.000,- dari korban bernama Zaikadir Bin M. Saan sebagai syarat agar anak korban yang bernama Novaria Ayu Pratiwi dapat diterima sebagai CPNSD di Kabupaten Pringsewu. Setelah pengumuman CPNSD dipublikasikan, ternyata anak korban tidak diterima sebagai CPNSD, sedangkan uang yang diberikan korban kepada terdakwa hanya dikembalikan sebesar Rp.25.000.000,-. Akibatnya korban mengalami kerugian sebesar Rp.100.000.0001 Sesuai dengan perkara di atas maka terdapat kesenjangan penerapan sanksi pidana tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipumuslihat, ataupun rangkaian 1 Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor: 126/Pid. B/2011/PT.TK.. kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pada kenyataannya terdakwa hanya dijatuhi pidana selama 10 bulan penjara oleh Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dan pidana selama 1 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tinggi Tanjung Karang. PNS yang melakukan tindak pidana penipuan dihadapkan pada dua proses penyelesaian perkara, baik secara hukum pidana maupun hukum administrasi Negara. Perbuatan seorang PNS dalam suatu lingkup tugasnya dapat dibedakan atas tindakan perseorangan atau tindakan badan hukum (Institusi kepegawaiannya), dalam lingkup tugasnya tersebut seorang Pegawai negeri Sipil tidak dibenarkan untuk berbuat yang tidak wajar atau sewenangwenang dan ini dipandang sebagai tindakan perseorangan secara pribadi yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum administratif maupun hukum pidana. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil menyebutkan bahwa dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, PNS yang melakukan pelangggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin. Hukuman disiplin tersebut mencakup disiplin ringan, disiplin sedang dan disiplin berat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana penipuan ? 2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana penipuan? hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipumuslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun. A. Penegakan Hukum Terhadap Pegawai Negeri Sipil Sebagai Pelaku Tindak Pidana Penipuan Penegakan hukum terhadap PNS yang melakukan tindak pidana penipuan ini dilaksanakan oleh aparat penegak hukum. Penegakan hukum terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan dilaksanakan sesuai dengan sistem hukum yang berlaku, yaitu melalui pemidanaan yang bertujuan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat; menyelesaikan konflik yang ditimbulkan tindak pidana; memulihkan keseimbangan; mendatangkan rasa damai pada masyarakat; memasyarakatkan dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Analisis mengenai penegakan hukum terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan dalam penelitian ini meliputi proses penyidikan oleh Kepolisian, penuntutan oleh kejaksaaan dan penjatuhan hukuman/putusan hakim oleh Pengadilan Tinggi Kelas IA Tanjung Karang. Setiap PNS yang melakukan tindak pidana penipuan akan diproses secara hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindak pidana penipuan menurut Pasal 378 KUHP adalah setiap orang yang bermaksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan Uraian di atas sesuai dengan konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali. Maknanya adalah PNS yang melakukan tindak pidana penipuan tidak hanya dihadapkan Tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui penegakan hukum terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana penipuan b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana penipuan Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data dianalisis secara kualitatif. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. II. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN DAN pada hukum pidana, tetapi dihadapkan pula pada nilai atau norma hukum lain yang mengatur tentang kepegawaian. Secara lebih khusus pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana pada dasarnya telah terlibat dalam tindak pidana, sehingga sanksi yang diberikan terhadap PNS tersebut dapat bersifat pidana maupun administratif. Upaya untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaan telah dibuat suatu ketentuan tentang disiplin PNS ketentuan tersebut didalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 dan kemudian dirubah dengan ketentuan Peraturan pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai negeri Sipil, dan ketentuan pelaksanaannya ditetapkan dalam surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara No. 23/SE/1980 tahun 1980 dan PERKA No. 21 tahun 2010 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, ketentuan ini membahas tentang kewajiban yang harus dilakukan PNS, dan larangan serta jenis-jenis hukuman. Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Kepegawaian memberikan pengaturan secara rinci mengenai Jenis, kedudukan, kewajiban dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil yang didalam ketentuan ini juga mengatur bahwa Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena: dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih; (Pasal 23 ayat 4 huruf a UU No 43 Tahun 1999). Tingkat dan jenis hukuman disiplin diatur dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yaitu sebagai berikut: (1)Tingkat hukuman disiplin terdiri dari: a. hukuman disiplin ringan; b. hukuman disiplin sedang; dan c. hukuman disiplin berat. (2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan c. pernyataan tidak puas secara tertulis. (3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari: a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun. (4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari: a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun; b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; c. pembebasan dari jabatan; d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. Sanksi pidana terhadap PNS yang melakukan tindak pidana penipuan dapat dikategorikan sebagai penegakan hukum yang bersifat penal, yaitu berdasarkan hukum pidana. Sarana penal adalah penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan pada pelanggar. Sanksi administrasi terhadap PNS yang melakukan tindak pidana penipuan dapat dikategorikan sebagai penegakan hukum yang bersifat nonpenal, yaitu berdasarkan ketentuan atau peraturan khusus di bidang kepegawaian. Sarana non penal meliputi penggunaan sarana di luar hukum pidana untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya kejahatan Tentang Kepolisian, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 Ayat (13), yang menyatakan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Terhadap Pegawai Negeri Sipil Sebagai Pelaku Tindak Pidana Penipuan Bagian-bagian penyidikan yang berkaitan dengan acara pidana meliputi ketentuan-ketentuan tentang data-data penyidikan, ketentuanketentuan tentang diketahuinya terjadinya delik, pemeriksaan di tempat kejadian, pemanggilan tersangka atau terdakwa, penahanan sementara, penggeledahan, pemeriksaan atau investegasi, berita acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat), penyitaan dan pelimpahan perkara. 1. Faktor perundang-undangan (substansi hukum) Berdasarkan hasil wawancara dengan Atik Rusmiaty Ambarsari pada hari Rabu 17 Desember 2013, maka diketahui bahwa faktor substansi hukum yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan adalah pihak kepolisian memiliki landasan hukum dalam melaksanakan penyidikan. Landasan yang dimaksud adalah UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 Menurut penjelasan Diah Gustiniati Diah Gustiniati pada hari Jumat 22 November 2013 diketahui bahwa penyidikan dilakukan untuk mengungkapkan suatu kasus tindak pidana, yaitu mengungkap secara jelas dan terperinci mengenai bagaimana peristiwa dilakukan, siapa-siapa saja yang terlibat, benda atau alat-alat yang digunakan serta waktu terjadinya tindak pidana. 2. Faktor penegak hukum Berdasarkan hasil wawancara dengan Atik Rusmiaty Ambarsari pada hari Rabu 17 Desember 2013, maka diketahui bahwa faktor penegak hukum yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan adalah profesionalisme petugas penyidik dalam melaksanakan penyidikan. Petugas yang telah terlatih dan terbiasa melaksanakan tugas penyidikan sesuai kapasitasnya akan memperlancar proses penyidikan. Profesionalisme tersebut dilaksanakan dalam melakukan pemeriksaan tempat kejadian perkara setelah menerima laporan dari masyarakat tentang adanya tindak pidana penipuan oleh PNS, pemanggilan atau penangkapan tersangka, penahanan sementara, penyitaan barang bukti, pemeriksaan di muka pejabat penyidik, pembuatan Berita Acara, sampai pada pelimpahan perkara kepada penuntut umum untuk dilakukan tindakan hukum lebih lanjut sesuai dengan hukum yang berlaku. Profesionalisme petugas dalam proses penyidikan ini selaras dengan tujuan pokok penyidikan, yaitu utuk menemukan kebenaran dan menegakkan keadilan, bukan mencari-cari kesalahan seseorang. Dengan demikian, seseorang penyidik dituntut untuk bekerja secara obyektif, tidak sewenangwenang. Menurut penjelasan Diah Gustiniati pada hari Jumat 22 November 2013 diketahui bahwa pofesionalisme petugas dalam melaksanakan penyidikan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yaitu mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Sementara itu menurut Guntur Purwanto pada hari Rabu 20 November 2013, maka diketahui bahwa hakim sebagai aparat penegak hukum juga memiliki profesionalisme dalam melaksanakan tugasnya. Dalam memutuskan suatu perkara hakim harus cermat, teliti, hakim juga dapat menggunakan teori pembuktian didasarkan keyakinan dengan alasan logis, yaitu memutuskan suatu perkara berdasarkan kepada keyakinan hakim sampai batas tertentu, maksudnya keyakinan itu harus disertai dengan suatu kesimpulan yang bersarkan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu. Jadi putusan hakim didasarkan pada suatu motivasi yang disebut sistem pembuktian bebas, karena hakim bebas untuk menyebutkan alasanalasan keyakinannya. Berdasarkan penjelasan responden di atas maka dapat dinyatakan bahwa faktor penegak hukum yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan adalah adanya profesionalisme aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai pengadilan, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing dalam sistem peradilan pidana. 3. Faktor masyarakat Adanya kesadaran hukum masyarakat yang memungkinkan dilaksanakannya penegakan hukum. Seseorang baru dapat dikatakan mempunyai kesadaran hukum, apabila memenuhi hukum karena keikhlasannya, karena merasakan bahwa hukum itu berguna dan mengayominya. Dengan kata lain, hukum dipatuhi karena merasakan bahwa hukum itu berasal dari hati nurani Berdasarkan hasil wawancara dengan Atik Rusmiaty Ambarsari pada hari Rabu 17 Desember 2013, maka diketahui bahwa faktor masyarakat yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan adalah adanya kesadaran masyarakat dalam melakukan pencegahan terhadap potensi tindak pidana penipuan yaitu dengan tidak mudah percaya pada iming-iming menjadi PNS dalam perekrutan PNS. Menurut penjelasan Diah Gustiniati pada hari Jumat 22 November 2013 diketahui bahwa adanya saksi dalam persidangan merupakan salah satu alat bukti yang dapat membantu hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa sesuai dengan kesalahan yang dilakukannya. 4. Faktor kebudayaan Berdasarkan hasil wawancara dengan Atik Rusmiaty Ambarsari pada hari Rabu 17 Desember 2013, maka diketahui bahwa faktor kebudayaan yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan adalah nilainilai dan norma budaya yang diakui secara umum oleh masyarakat di Indonesia bahwa tindakan tindak pidana penipuan merupakan pelanggaran terhadap norma dan nilai-nilai kebudayaan, sehingga pelakunya harus diberi hukuman yang setimpal karena mengambil hak milik orang lain. Menurut penjelasan Diah Gustiniati pada hari Jumat 22 November 2013 diketahui bahwa tindak pidana penipuan dalam tatanan kebudayaan masyarakat di Indonesia adalah hal yang tidak dibenarkan, sehingga penegakan hukum terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan dengan sendirinya akan mendapatkan dukungan dari kebudayaan yang ada dan diakui oleh masyarakat. Kebudayaan Indonesia dapat mempengaruhi penegakan hukum terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan, yaitu adanya nilai dan norma bahwa tindak pidana penipuan merupakan pelanggaran terhadap hak milik orang lain, sehingga pelakunya harus diberi hukuman yang setimpal dengan kesalahan atau tindak pidana yang dilakukannya. III. SIMPULAN 1. Penegakan hukum terhadap Pegawai Negeri Sipil sebagai pelaku tindak pidana penipuan meliputi penyidikan yang dilakukan Kepolisian setelah menerima laporan dari korban dan tindakan penyidikan disusun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dakwaan terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan, dilakukan Kejaksaan dan dituangkan dalam surat dakwaan dengan tuntutan hukum sesuai dengan Pasal 372 KUHP. Persidangan terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan, dilakukan oleh hakim Pengadilan, untuk menegakkan keadilan berdasarkan bukti-bukti secara sah dan meyakinkan. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap Pegawai Negeri Sipil sebagai pelaku tindak pidana penipuan adalah sebagai berikut: a. Faktor perundang-undangan (substansi hukum), yaitu adanya landasan hukum bagi aparat penegak hukum dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan, meliputi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian dan Pasal 372 KUHP b. Faktor penegak hukum, yaitu adanya profesionalisme aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai pengadilan dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap PNS sebagai pelaku tindak pidana penipuan. c. Faktor masyarakat, yaitu rendahnya masyarakat dalam melakukan pencegahan terhadap potensi tindak pidana penipuan dan kesediaan masyarakat menjadi saksi dalam pengadilan. d. Faktor kebudayaan, yaitu adanya nilai dan norma bahwa tindak pidana penipuan merupakan pelanggaran terhadap hak milik orang lain yang harus diberi hukuman setimpal sesuai dengan hukum yang berlaku DAFTAR PUSTAKA Arief, Barda Nawawi. 2001. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. PT Citra . Aditya Bakti. Bandung. Atmasasmita, Romli. 1996. Sistem Peradilan Pidana. Binacipta. Bandung. Hamzah, Andi. 2001. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta. Lamintang, P.A.F. 1996. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Adityta Bakti, Bandung. Marpaung, Leden. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana. Sinar Grafika.Jakarta. ______________ . 2000. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh. Sinar Grafika. Jakarta. Mardiasmo. Kebijaksanaan Desentralisasi Dalam Rangka Menunjang Pembangunan Daerah dalam Pembangunan Administrasi Indonesia. LP3ES. Jakarta. 2006. Moeljatno, 1993. Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. Muladi. 1997. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana. Badan Penerbit UNDIP. Semarang. Mulyadi, Lilik. 2007. Kekuasaan Kehakiman, Bina Ilmu, Surabaya. Prodjohamidjojo, Martiman, 1997. Pertanggungjawaban Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. Rahardjo, Satjipto. 1996. Hukum dalam Perspektif Sejarah dan Perubahan Sosial dalam Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional. Rajawali. Jakarta. Setiadi, Edi. 1997. Permasalahan dan Asas-Asas Pertanggung Jawaban Pidana. Alumni.Bandung. Soekanto, Soerjono. 1983. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Pemberlakuan Kitab UndangUndang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana