BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan merupakan bagian penting dari manajemen yaitu merencanakan dan mengorganisasi, tetapi peran utama kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini merupakan bukti bahwa pemimpin boleh jadi manajer yang lemah apabila perencanaannya jelek yang menyebabkan kelompok berjalan ke arah yang salah. Akibatnya walaupun dapat menggerakkan tim kerja, namun mereka tidak berjalan kearah pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan berkaitan dengan proses yang mempengaruhi orang sehingga mereka mencapai sasaran dalam keadaan tertentu. Kepemimpinan telah digambarkan sebagai penyelesaian pekerjaan melalui orang atau kelompok dan kinerja manajer akan tergantung pada kemampuannya sebagai manajer. Hal ini berarti mampu mempengaruhi terhadap orang atau kelompok untuk mencapai hasil yang diinginkan dan ditetapkan bersama Guna menyikapi tantangan globalisasi yang ditandai dengan adanya kompetisi global yang sangat ketat dan tajam, di beberapa negara telah berupaya untuk melakukan revitalisasi pendidikan. Revitalisasi ini termasuk pula dalam hal perubahan paradigma kepemimpinan pendidikan, terutama dalam hal pola hubungan atasan-bawahan, yang semula bersifat hierarkis-komando menuju ke arah kemitraan bersama. Pada hubungan atasan-bawahan yang bersifat hierarkis-komando, seringkali menempatkan bawahan sebagai objek tanpa daya. Pemaksaan kehendak dan pragmatis merupakan sikap dan perilaku yang kerap kali mewarnai kepemimpinan komando-birokratik-hierarkis, yang pada akhirnya hal ini berakibat fatal terhadap terbelenggunya sikap inovatif dan kreatif dari setiap bawahan. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, mereka cenderung bersikap a priori dan bertindak hanya atas dasar perintah sang pemimpin semata. Dengan kondisi demikian, pada akhirnya akan sulit dicapai kinerja yang unggul. Masalah kepemimpinan pendidikan saat ini menunjukan kompleksitas baik dari segi komponen manajemen pendidikan, maupun lingkungan yang mempengaruhi keberlangungan suatu pendidikan. Bahkan disatu sisi harus memenuhi SKL, dilain fihak dihadapkan pada keterbatasan sumber daya. Apakah sumber daya manusia ataupun sumberdaya keuangan, sarana dan prasarana. Semua masalah yang muncul dalam dunia pendidikan terus 1 berkembang seperti spiral dynamic. Tapi supaya tidak terjadi chaos dituntut kepemimpinan yang mempunyai basic life untuk memecahkan persoalan.Oleh karena itu keyakinan pengajaran dan pembelajaran. dipandang sebagai sains dan sebagai seni. Persoalan yang muncul bisa sepontan, bisa berulang-ulang, makanya diperlukan interaksi yang kreatif dan dinamis antar guru dan siswa. Upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah perlu didukung kemampuan manajerial Kepala Sekolah. Kepala Sekolah hendaknya berupaya untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Manajemen sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang professional untuk mengoperasikan sekolah, kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa, kemampuan dan commitment (tanggung jawab terhadap tugas) tenaga kependidikan yang handal, sarana-prasarana yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Bila salah satu hal di atas tidak sesuai dengan yang diharapkan dan/atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah kurang optimal. Manajemen (berbasis) sekolah, memberikan kewenangan penuh kepada Kepala Sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen pendidikan suatu sekolah, yang meliputi input siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dana, manajemen, lingkungan, dan kegiatan belajar-mengajar. Berkenaan dengan hal tersebut, perlu disusun Buku Manajemen Sekolah, yang menguraikan tentang berbagai hal yang perlu dilakukan oleh Kepala Sekolah dan Tenaga Kependidikan lainnya dalam rangka menyelenggarakan pendidikan inklusi secara efektif dan efisien. B. Rumusan Masalah Dengan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut : a. Apa yang dimaksud Kepemimpinan? b. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) c. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 2 d. Apakah peran Kepemimpinan dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam menunjang fungsi manajemen pendidikan. C. Tujuan dan Manfaat Makalah a. Tujuan Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penulisan makalah ini untuk menambah pengetahuan tentang : 1. Pengertian kepemimpinan dan kepemimpinan pendidikan 2. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah(MBS) 3. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 4. Fungsi Manajemen Pendidikan a. Manfaat 1. Menambah wawasan bagi penulis dalam memahami tentang Kepemimpinan dan Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam menunjang fungsi manajemen pendidikan. 2. Sebagai bahan diskusi dalam perkuliahan Manajemen Manajemen Pendidikan. 3. Memenuhi tugas kelompok pada perkuliahan Manajemen Pendidikan. 3 BAB II KAJIAN TEORI A. Kepemimpinan 1. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan Apakah arti kepemimpinan? Menurut sejarah, masa “kepemimpinan” muncul pada abad 18. Kepemimpinan berasal dari bahasa Inggris leader yang berarti pemimpin dan leadership berarti kepemimpinan. Pemimpin adalah orang yang menempati posisi sebagai pemimpin, sedangkan kepe-mimpinan adalah kegiatan atau tugasnya sebagai seorang pemimpin. Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi sekelompok orang dan mengarahkannya untuk mencapai tujuan tertentu. Ada beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain: a. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24). b. Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7). c. Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46). d. Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya. e. Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281). Banyak definisi kepemimpinan yang menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat. Dalam kasus ini, dengan sengaja mempengaruhi dari orang ke orang lain dalam susunan aktivitasnya dan hubungan dalam kelompok atau organisasi. John C. Maxwell mengatakan bahwa inti kepemimpinan adalah mempengaruhi atau mendapatkan pengikut. 4 Kepemimpinan dapat dijelaskan melalui dua sudut pandang, yaitu: (1) sudut proses, yang berarti penggunaan pengaruh yang tidak memiliki kekuasaan memberikan sanksi untuk membentuk tujuan kelompok-kelompok atau organisasi, mengarahkan prilaku mereka untuk mencapai tujuan, dan membantu menciptakan budaya kelompok atau organisasi; (2) sifat yang dimiliki, yang diartikan sebagai seperangkat ciri-ciri yang menjadi atribut seseorang yang dipersepsikan sebagai seorang pemimpin. Dalam upaya mencapai keberhasilan dalam mempengaruhi orang lain, maka pimpinan harus memiliki tiga dasar kepemimpinan, yaitu: a. Diagnosis b. Adaptasi c. Komunikasi Kompetensi diagnosis merupakan kemampuan kognitif untuk memahami situasi sekarang dan harapan pada masa mendatang. Kompetensi adaptasi adalah kemampuan menyesuaikan prilaku dengan lingkungan, dan kompetensi komunikasi ber-kait dengan kemampuan menyampaikan pesan-pesan agar dapat difahami orang lain. Ciri-ciri seorang pemimpin dapat dijelaskan melalui tiga pendekatan yaitu: a. Kepemimpinan bawaan; pendekatan pertama ini memandang bahwa kemampuan memimpin sebagai bawaan sejak lahir, yakni hanya orang-orang berbakat memimpin yang mampu menjadi seorang pemimpin. b. Kepemimpinan prilaku; kepemimpinan berpresfektif prilaku yaitu mempelajari kepemimpinan berdasarkan keterampilan yang dimiliki. Kepemimpinan prilaku secara garis besarnya dapat dibagi dalam tiga kategori, (a) teknik, (b) manusiawi, dan (3) konseptual. c. Kepemimpinan situasional; kepemimpinan ini dibangun berdasarkan asumsi bahwa tidak ada satu cara apapun yang dapat mengarahkan manusia untuk bekerja pada semua situasi, dengan demikian pemimpin harus mempunyai prilaku yang fleksibel, mampu mendiagnosis gaya kepemimpinan sesuai dengan situasi yang dihadapinya, serta mampu menerapkannya dalam situasi kepemimpinan sebenarnya. 2. Tugas dan Peran Pemimpin Menurut James A.F Stonen, tugas utama seorang pemimpin adalah: 5 a. Pemimpin bekerja dengan orang lain Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organisasi sebaik orang diluar organisasi. b. Pemimpin adalah tanggung jawab dan mempertanggungjawabkan (akuntabilitas). Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas menjalankan tugas, mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung jawab untuk kesuksesan stafnya tanpa kegagalan. c. Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas Proses kepemimpinan dibatasi sumber, jadi pemimpin harus dapat menyusun tugas dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif. d. Pemimpin harus berpikir secara analitis dan konseptual Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan menjadi lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain. e. Manajer adalah seorang mediator Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator (penengah). f. Pemimpin adalah politisi dan diplomat Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat mewakili tim atau organisasinya. g. Pemimpin membuat keputusan yang sulit Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah. 6 Menurut Henry Mintzberg, Peran Pemimpin adalah : a. Peran hubungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor konsultasi. b. Fungsi Peran informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara. c. Peran Pembuat keputusan, berfungsi sebagai pengusaha, penanganan gangguan, sumber alokasi, dan negosiator B. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah 1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah Istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi (administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi. Istilah manajemen diartikan sama dengan istilah administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama, yaitu: 1. merencanakan (planning), 2. mengorganisasikan (organizing), 3. mengarahkan (directing), 4. mengkoordinasikan (coordinating), 5. mengawasi (controlling), dan 6. mengevaluasi (evaluation). Menurut Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manjemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah satu strategi wajib yang Indonesia tetapkan sebagai standar dalam mengembangkan keunggulan pengelolaan 7 sekolah. Penegasan ini dituangkan dalam USPN Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 51 ayat 1 bahwa pengelolaan satuan pendidikan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. Secara umum, manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model pengelolaan tanggungjawab) yang lebih memberikan besar otonomi kepada (kewenangan sekolah, dan memberikan fleksibilitas/keluwesan-keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah. MBS merupakan model aplikasi manajemen institusional yang mengintegrasikan seluruh sumber internal dan eksternal dengan lebih menekankan pada pentingnya menetapkan kebijakan melalui perluasan otonomi sekolah. Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan. Spesifikasinya berkenaan dengan visi, misi, dan tujuan yang dikemas dalam pengembangan kebijakan dan perencanaan (Wikipedia, 2009) MBS juga merupakan salah satu model manajemen strategik. Hal ini berarti meningkatkan pencapaian tujuan melalui pengerahan sumber daya internal dan eksternal. Menurut Thomas Wheelen dan J. David Hunger (1995), empat langkah utama dalam menerapkan perencanaan strategik yaitu (1) memindai lingkungan internal dan eksternal (2) merumuskan strategi yang meliputi perumusan visi-misi, tujuan organisasi, strategi, dan kebijakan (3) implementasi strategi meliputi penyusunan progaram, penyusunan anggaran, dan penetapan prosedur (4) mengontrol dan mengevaluasi kinerja. 2. Manajemen berbasis sekolah Sejak beberapa waktu terakhir, kita dikenalkan dengan pendekatan “baru” dalam manajemen sekolah yang diacu sebagai manajemen berbasis sekolah (school based management) atau disingkat MBS. Di mancanegara, seperti Amerika Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola 8 pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa tak berdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi. 3. Tujuan MBS MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan.. 4. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Konsep MBS di Indonesia tetap mengacu pada sempat aspek utama kebijakan pendidikan nasional sebagai sasaran reformasi pendidikan, yaitu: (1) perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, (2) peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan, (3) efesiensi dan efektivitas pengelolaan pendidikan, (4) tata kelola, akuntabilitas serta pencitraan public. Penerapan MBS memungkinkan sekolah untuk mengoptimalkan kemampuan sekolah dalam menjawab kebutuhan masyrakat sekitar. Pemberian kewenangan kepada guru dan kepala sekolah sebagai ujung tombak pendidikan akan memberikan ruang gerak yang cukup untuk menyelenggarakan pendidikan berbasis keunggulan local. Konsekuensi logis dari penerapan MBS adalah diperlukannya kepala sekolah yang memiliki kemampuan untuk mengelola pendidikan dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat sekitar (community bassed education) 5. Manfaat manajemen berbasis sekolah (MBS MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah 9 merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka. Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya. Para pendukung MBS berpendapat bahwa prestasi belajar murid lebih mungkin meningkat jika manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang pada tingkat daerah. Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan murid dan sekolahnya ketimbang para birokrat di tingkat pusat atau daerah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperanserta merencanakannya. Para pendukung MBS menyatakan bahwa pendekatan ini memiliki lebih banyak maslahatnya ketimbang pengambilan keputusan yang terpusat. Maslahat itu antara lain menciptakan sumber kepemimpinan baru, lebih demokratis dan terbuka, serta menciptakan keseimbangan yang pas antara anggaran yang tersedia dan prioritas program pembelajaran. Pengambilan keputusan yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan meningkatkan motivasi dan komunikasi (dua variabel penting bagi kinerja guru) dan pada gilirannya meningkatkan prestasi belajar murid. MBS bahkan dipandang sebagai salah satu cara untuk menarik dan mempertahankan guru dan staf yang berkualitas tinggi. Penerapan MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS sebagai berikut : a. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran. b. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting. 10 c. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran. d. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah. e. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah. f. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level. C. Manajemen Pendidikan Dalam pelaksanaan manajemen, termasuk manajemen pendidikan/sekolah, perlu seorang manajer/pemimpin/administrator yang berpandangan luas dan berkemampuan, baik dari segi pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Seorang manajer/pemimpin/administrator pendidikan/sekolah diharapkan: a. Memiliki pengetahuan tentang administrasi pendidikan/sekolah yang meliputi kegiatan mengatur: (a) kesiswaan (b) kurikulum, (c) ketenagaan, (d) sarana-prasarana, (e) keuangan, (f) hubungan dengan masyarakat, (h) kegiatan belajar-mengajar. b. Memiliki keterampilan dalam bidang: (a) perencanaan, (b) pengorganisasian, (c) pengarahan, (d) pengkoordinasian, (e) pengawasan, dan (f) penilaian pelaksanaan kegiatan yang ada di bawah tanggungjawabnya. c. Memiliki sikap: 1) Memahami dan melaksanakan kebijakan yang telah digariskan oleh pimpinan; 2) Menghargai peraturan-peraturan serta melaksanakannya; 3) Menghargai cara berpikir yang rasional, demokratis, dinamis, kreatif, dan terbuka terhadap pembaharuan pendidikan serta bersedia menerima kritik yang membangun; dan 4) Saling mempercayai sebagai dasar dalam pembagian tugas. 11 BAB III PEMBAHASAN A. Kepemimpinan dan Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam Menunjang Fungsi Manajemen Pendidikan Dalam implementasi MBS fungsi-fungsi dan tugas-tugas kepala sekolah berubah dari manajer tingkat menengah ke pimpinan kepala sekolah, untuk itu maka sekolahsekolah yang MBS-nya aktif seharusnya mempunya kepala sekolah yang memainkan peranan kunci dalam mengendalikan dan meningkatkan komitmen belajar siswa, mendorong untuk aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas kepala sekolah dalam mengumpulkan informasi tentang belajar, dan memberikan ganjaran kepada siswa. Peranan utama kepala sekolah dalam hal ini adalah memotivasi, membimbing, dan mengarahkan seluruh staf sekolah untuk bekerja dan bertanggung jawab atas tugasnya masing-masing. Esensi MBS adalah otonomi kepala sekolah dan pengambilan keputusan partisipatif. Otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri dan berdasarkan pada aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Pengambilan keputusan partisipatif adalah cara mengambil keputusan yang melibatkan kelompok-kelompok yang berkepentingan, terutama yang melaksanakan keputusan dan yang terkena dampak keputusan. Tujuan MBS adalah memandirikan dan memberdayakan sekolah. Tahap-tahap pelaksanaan MBS meliputi: mensosialisasikan konsep MBS, melakukan analisis sasaran, merumuskan sasaran, mengidentifikasi fungsifungsiyang diperlukan untuk mencapai sasaran, menyusun rencana sekolah, mengimplementasikan rencana sekolah, melakukan evaluasi, dan merumuskan sasaran baru. Dari segi implementasi MBS, seorang kepala sekolah perlu mengadopsi kepemimpinan transformasional, agar semua potensi yang ada di sekolah dapat berfungsi secara optimal. Kepemimpinan transformasional didefenisikan sebagai kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan, dan atau dorongan kepada semua yang ada di dalam unsur yang ada dalam struktur/organisasi sekolah agar dapat bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur, sehingga semua unsur yang terlibat (guru, siswa, pegawai, orang tua siswa, masyarakat, dan sebagainya) bersedia 12 tanpa paksaan untuk berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan sekolah. Kepemimpinan transpormasional lahir sebagai upaya untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan eksternal yang beralngsung cepat, sehingga menimbulkan persaingan yang semakin ketat. Kepemimpinan transformasional mampu membangun komitmen organisasi terhadap tujuan-tujuannya, sekaligus memperdayakan anggota organisasi untuk meraih tujuan-tujuan itu. Pemimpin dituntut untuk mampu mengubah budaya organisasi agar konsisten dengan strategi manajemen. A. KASUS DAN SOLUSI 1. Kasus Manajemen berbasis sekolah telah dilembagakan di tempat-tempat seperti Inggris, dimana lebih dari 25.000 sekolah telah mempraktikkannya lebih dari satu dekade. Atau seperti Selandia Baru atau Victoria, Australia atau di beberapa sistem sekolah yang besar) di Kanada dan Amerika Serikat, dimana terdapat pengalaman sejenis selama lebih dari satu dekade. Praktik manajemen berbasis sekolah di tempattempat ini tampaknya tidak dapat dilacak mundur. Satu indikasi skala dan lingkup minat terhadap manajemen berbasis sekolah diagendakan pada Pertemuan Menterimenteri Pendidikan dari Negara APEC di Chili pada April 2004. APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) merupakan satu jejaring 21 negara yang mengandung sepertiga dari populasi dunia. Tema dari pertemuan adalah “mutu dalam pendidikan” dan tata kelola merupakan satu dari empat sub tema. Perhatian khusus diarahkan pada desentralisasi. Para menteri sangat menyarankan (endorse) manajemen berbasis sekolah sebagai satu strategi dalam reformasi pendidikan, tatapi juga menyetujui aspek-aspek sentralisasi, seperti kerangka kerja bagi akuntabilitas. Mereka mengakui bahwa pengaturannya akan bervariasi di masing-masing negara, yang merefleksikan keunikan tiap-tiap setting. Manajemen berbasis sekolah memiliki banyak bayangan makna. Ia telah diimplementasikan dengan cara yang berbeda dan untuk tujuan berbeda dan pada laju yang berbeda di tempat yang berbeda. Bahkan konsep yang lebih mendasar dari “sekolah” dan “manajemen” adalah berbeda, seperti berbedanya budaya dan nilai yang melandasi upaya-upaya pembuat kebijakan dan praktisi. Akan tetapi, alasan 13 yang sama di seluruh tempat dimana manajemen berbasis sekolah diimplementasikan adalah bahwa adanya peningkatan otoritas dan tanggung jawab di tingkat sekolah, tetapi masih dalam kerangka kerja yang ditetapkan di pusat untuk memastikan bahwa satu makna sistem terpelihara. Satu implikasi penting adalah bahwa para pemimpin sekolah harus memiliki kapasitas membuat keputusan terhadap hal-hal signifikan terkait operasi sekolah dan mengakui dan mengambil unsur-unsur yang ditetapkan dalam kerangka kerja pusat yang berlaku di seluruh sekolah Di Indonesia, gagasan penerapan pendekatan ini muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya. Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah adalah urusan pusat, kepala sekolah dan guru harus melaksanakannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya. Kita khawatir, jangan-jangan selama ini lebih dari separuh dana pendidikan sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah. MBS adalah upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai isu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid. Manajemen berbasis sekolah dapat bermakna adalah desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah untuk membuat 14 keputusan atas masalah signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas. Tampaknya pemerintah dari setiap negara ingin melihat adanya transformasi sekolah. Transformasi diperoleh ketika perubahan yang signifikan, sistematik, dan berlanjut terjadi, mengakibatkan hasil belajar siswa yang meningkat di segala keadaan (setting), dengan demikian memberikan kontribusi pada kesejahteraan ekonomi dan sosial suatu negara. Manajemen berbasis sekolah selalu diusulkan sebagai satu strategi untuk mencapai transformasi sekolah. 2. SOLUSI a. MBS menjadi satu strategi dalam manajemen sekolah, meskipun tetap menjujung beberapa aspek sentralisasi b. Pemberian kewenangan kepada Kepala sekolah sebagai pimpinan untuk mengatur lembaga yang dipimpinnya c. Anggaran pendidikan yang mengalir dari pusat ke sekolah agar diperpendek jalur birokrasinya agar tidak terdapat kebocoran dalam penyalurannya d. Adanya payung hukum yang mengatur tentang kewenangan sekolah dalam mengatur urusannya sendiri BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu 2. Manajemen pendidikan berbasis sekolah, menuntut adanya sekolah yang otonom dan kepala sekolah yang memiliki otonomi, khususnya otonomi kepemimpinan atas sekolah yang dipimpinnya. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah yang bersifat implementatif dan aplikatif untuk merealisir manajemen pendidikan berbasis sekolah di lembaga pendidikan persekolahan. 15 3. Keberhasilan penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah sangat ditentukan oleh political will pemerintah dan kepemimpinan di persekolahan. 4. Proses manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah meliputi kegiatan: (1) penetapan dan telaah tujuan sekolah, (2) review keberhasilan pelaksanaan rencana tahunan sekolah, (3) pengembangan prioritas kerja dan jdwal waktu pelaksanaan, (4) justifikasi program prioritas dalam kesesuaiannya dengan konteks sekolah, (5) perbaikan rencana dengan melengkapi berbagai aspek perencanaan, (6) implikasi sumber daya dalam pelaksanaan program prioritas dan, (7) pelaporan hasil. 5. Manajemen Pendidikan yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumbersumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal B. Saran 1. Strategi MBS perlu segera dijadikan sebagai strategi utama dalam mengelola pendidikan di Indonesia agar fungsi manajemen pendidikan bisa berjalan dengan baik 2. Manajemen pendidikan yang baik tercermin dari kepemimpinan yang kuat dari seorang pemimpin/manajer pendidikan. 16 DAFTAR PUSTAKA Robbins S., 1996 Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi dan Aplikasi, San Diego State University, diterbitkan oleh PT Prenhalinddo, Jakarta. Prof. Dr. Abd. Rahman A. Ghani, StrategiPendidikan pencapaian Guru Besa, Uhamka Press, Jakarta, 2011 http://ditplb.or.id/profile.php?id=54 http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2009/05/15/manajemen-berbasis-sekolah-mbs/ http://gurupembaharu.com/home/?p=1212 http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/10/kepemimpinan-pendidikan/ http://gurupembaharu.com/home/?p=1212 17