9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengantar Total Quality Management in Education” merekomendasikan 3 nama yang sangat berpengaruh dalam manajemen mutu Pendidikan. Ketiga nama tersebut, diantaranya adalah Juran (1962), mendefinisikan kualitas“ Quality is the fitness for use or benefit "ini berarti bahwa suatu produk atau jasa hendaklah sesuai dengan apa yang diperlukan atau diharapkan oleh pengguna,kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya. Juran (1962) menyatakan bahwa banyak produk atau jasa yang sudah memenuhi spesifikasinya namun belum memberikan manfaat bagi pelanggannya atau tidak mencapai tujuannya. Oleh sebab itu, Juran menekankan agar produk atau jasa diberikan selain memenuhi spesifikasi juga dapat memberikan kepuasan dan manfaat bagi konsumen/pelanggan. Menurut Juran, kualitas adalah kesesuaian untuk penggunaan (fitness for use), ini berarti bahwa suatu produk atau jasa hendaklah sesuai dengan apa yang diperlukan atau diharapkan oleh pengguna, lebih jauh Juran mengemukakan lima dimensi kualitas yaitu: (1) Rancangan (design), sebagai spesifikasi produk. (2) Kesesuaian (conformance), yakni kesesuaian antara maksud desain dengan penyampaian produk actual. (3) Ketersediaan (availability), mencakup aspek kepercayaan, serta ketahanan. Dan produk itu tersedia bagi konsumen untuk digunakan. (4) Keamanan (safety), aman dan tidak membahayakan konsumen. (5) Guna praktis (field use), kegunaan praktis yang dapat dimanfaatkan pada penggunaannya oleh konsumen. Selanjutnya Crosby (1979) menyatakan “kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, realibility, maintainability, dan 9 10 cost effectivenes. Dan terakhir adalah Deming (1982), menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar. Deming berpendapat bahwa kualitas merupakan suatu solusi yang tepat bagi perusahaan untuk meningkatkan kinerja dari perusahaan tersebut dalam produksi, distribusi, pelayanan yang berarti bahwa kualitas merupakan pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan terus-menerus. Menurut Deming meskipun kualitas mencakup kesesuaian atribut produk dengan tuntutan konsumen, namun kualitas harus lebih dari itu. Berdasarkan beberapa pengertian mutu yang disampaikan para pakar di atas kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna, orang yang satu berbeda mengartikannya dengan yang lainnya, tetapi dari beberapa definisi di atas kita melihat beberapa kesamaan sebagai berikut: (1) Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. (2) Kualitas mencakup produk, ;jasa, manusia, proses, dan lingkungan. (3) Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang). (4) Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Mutu atau kualitas adalah konsep yang cukup sulit untuk dipahami dan disepakati, mutu/ kualitas mempunyai beragam interpretasi, tidak dapat didefinisikan secara tunggal, dan sangat tergantung pada konteksnya (Sallis, 2006). 2.2 Perspektif Kualitas Dalam Pendidikan Menurut Fatah (2012:2) mutu adalah kemampuan yang dimiliki oleh suatu produk atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan atau harapan dan kepuasan pelanggan. Berbicara mengenai kualitas pendidikan maka kita perlu mengetahui produk dari 11 Pendidikan. Para pelanggan pendidikan. Pelanggan dalam pendidikan dapat berupa masyarakat, perusahaan pengguna alumni (industry) , pemerintah atau orangtua mahasiswa dan mahasiswa itu sendiri (Ace,2005). Sebagai usaha bidang jasa maka ada perbedaan metode antara produk dan jasa, produk yang jelek disebabkan kesalahan bahan, desain, proses yang tidak sesuai dengan spesifikasi, sedangkan jasa yang jelek biasanya melekat pada perilaku manusia di dalam perusahaan tersebut (karyawan). Jasa biasanya ada hubungan langsung antara pemberi dan penerima jasa, memiliki hubungan dekat antara pemberi dan penerima jasa, kualitas ditentukan oleh kedua belah pihak, baik penerima maupun pemberi jasa. Jasa juga harus diberikan tepat pada waktunya, dan jasa umumnya seketika dipakai/dipergunakan maka pada saat itu akan diterima umpan balik (feedback) yang mengidentifikasi apakah pelanggan terpuaskan atau tidak. Jasa harus selalu baik sejak awal, karena jasa yang jelek tidak dapat direparasi atau diperbaiki (Joni,1998). Jasa juga selalu berhadapan dengan ketidak pastian , untuk memperoleh pelanggan potensial memerlukan perjuangan yang luar biasa, dalam industri jasa biasanya pegawai front liner yang akan berhadapan langsung dengan pelanggan, dan yang terakhir industri jasa kesulitan untuk mengukur tingkat keberhasilan dan produktivitasnya. Pendidikan merupakan suatu system yang terdiri dari tiga sub system yaitu Input (masukan), process ( proses) dan output (keluaran) yang melibatkan pihak-pihak terkait (stakeholder) yaitu institusi pendidikan, pemerintah, mahasiswa, orang tua, perusahaan pengguna alumni. Menurut Mulyasa (2007: 20) yang mengutip Depdiknas (2001) fungsi-fungsi pendidikan yang didesentralisasikan ke sekolah sebagai berikut : 12 INPUT PROSES OUTPUT Perencanaan dan Evaluasi Kurikulum Proses Prestasi Pembelajaran Belajar Peserta Ketenangan Mengajar Fasilitas Keuangan Kepesertadidikan Hubungan sekolah-masyarakat Iklim Sekolah Kualitas pendidikan menurut Suryadi dan Tilaar (1994) merupakan kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin. Di dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas atau mutu dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dari konteks “proses” pendidikan yang berkualitas terlibat berbagai input (seperti bahan ajar: kognitif, afektif dan, psikomotorik), metodologi (yang bervariasi sesuai dengan kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Kualitas dalam konteks “hasil” pendidikan mengacu pada hasil atau prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir semester, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis, ulangan umum, EBTA atau Ujian Nasional. Dapat pula prestasi dibidang lain seperti di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan dan sebagainya.Selain itu kualitas pendidikan merupakan kemampuan sistem pendidikan dasar, baik dari segi pengelolaan 13 maupun dari segi proses pendidikan, yang diarahkan secara efektif untuk meningkatkan nilai tambah dan faktor-faktor input agar menghasilkan output yang setinggi-tingginya. Masalah kualitas dalam era globalisasi sekarang ini merupakan masalah berkaitan dengan kemapanan dan kebertahanan suatu organisasi, oleh karena itu setiap perusahaan akan selalu berupaya untuk menjaga dan mempertahankan, bahkan selalu meningkatkan kualitasnya secara terus menerus (countinous quality improvement). Untuk itu upaya untuk menjadikan organisasi bertahan, masalah kualitas harus menjadi perhatian termasuk dalam bidang pendidikan, dan oleh karenanya maka penjaminan kualitas menjadi suatu keharusan untuk diterapkan dalam suatu organisasi dalam kerangka Manajemen Kualitas Terpadu (Total Quality Management). Dalam bidang pendidikan pun tidak terkecuali masalah penjaminan kualitas harus menjadi fokus perhatian bersama, mengingat masih diperlukan upaya yang serius guna meningkatkan kualitas pendidikan serta persaingan global dalam bidang pendidikan yang menunjukan kecenderungan makin meningkat baik. 2.3 Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Istilah manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari “schoolbased management”. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis menyatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong 14 pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Pengertian MBS suatu konsep yang menempatkan kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar. Mulyasa (2012: 25) menjelaskan tujuan Manajemen Berbasis Sekolah adalah: 1. meningkatkan mutu pendidikan melalui fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas serta meningkatkan profesionalisme guru; 2. Meningkatkan efisiensi melalui keleluasaan mengelola sumberdaya partisipasi masyarakat dengan mengurangi atau penyederhanaan birokrasi; 3. meningkatkan pemerataan melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan Pemerintah berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Pada prinsipnya tujuan dari MBS adalah meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama, meningkatkan tanggung jawab kepala sekolah kepada institusi sekolahnya dan meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai Seiring dengan perobahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi melalui UU No. 32 Tahun 2005 tentang Otonomi Daerah maka di bidang pendidikan pun terjadi perubahan paradigma mengikuti perubahan desentralisasi pemerintahan ini yaitu otonomi pendidikan walaupun tidak sepenuhnya misalnya kurikulum, ujian nasional dan sebagainya masih diatur oleh Pusat, saat ini manajemen 15 sekolah jauh berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Implementasi manajemen pendidikan model MBS berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri. Manajemen Berbasis Sekolah memberikan kekuasaan yang luas hingga tingkat sekolah secara langsung. Dengan adanya kekuasaan pada tingkat lokal sekolah maka keputusan manajemen terletak pada stakeholder lokal, dengan demikian mereka diberdayakan untuk melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan kinerja sekolah. Dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) terjadi proses pengambilan keputusan kolektif ini dapat meningkatkan efektifitas pengejaran dan meningkatkan kepuasan guru. Walaupun Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberikan kekuasaan penuh kepada sekolah secara individual, dalam proses pengambilan keputusan sekolah tidak boleh berada disatu tangan saja. Ketika Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) belum ditetapkan, proses pengambilan keputusan sekolah seringkali dilakukan sendiri oleh pihak sekolah secara internal yang dipimpin langsung oleh kepala sekolah. Namun, dalam kerangka Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) proses pengambilan keputusan mengikutkan partisipasi dari berbagai pihak baik internal, eksternal, maupun jajaran birokrasi sebagai pendukung. Dalam pengambilan keputusan harus dilakukan secara kolektif diantara stakeholder sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik. 16 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada tingkat sekolah. MBS dimaksudkan otonomi sekolah, menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan, dan mengelola sumber daya yang ada untuk berinovasi. MBS juga memiliki potensi yang besar untuk menciptakan kepala sekolah, guru, administrator yang professional. Dengan demikian, sekolah akan bersifat responsif terhadap kebutuhan masingmasing siswa dan masyarakat sekolah. Prestasi belajar siswa dapat dioptimalkan melalui partisipasi langsung orang tua dan masyarakat 2.4 Prinsip-Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Teori yang digunakan MBS untuk mengelola sekolah menurut Mulyasa didasarkan pada empat prinsip yaitu. 1. Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality) Setiap institusi memiliki cirri khas dan kondisi yang berbeda-beda oleh karena itu dalam mencapai tujuan masing-masing sekolah memiliki strategi yang berbeda-beda pula, artinya MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah dapat dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Perbedaan antar sekolah dapat terjadi misalnya fasilitas yang dimiliki berbeda, sumberdaya manusia berbeda, tingkat pengetahuan siswa juga bisa berbeda. Sekolah harus mampu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Prinsip ini didasarkan pada pola manajemen modern bahwa terdapat cara yang berbeda-beda dalam mengantisipasi dan menyelesaikan sesuatu. Dengan prinsip ini, sekolah memiliki keleluasaan dalam merancang program. Pada umumnya semua sekolah memiliki masalah yang sama, namun dalam 17 penanganannya, sekolah bisa memilih cara yang sesuai dengan kekhasan di mana sekolah itu berada 2. Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization) Sekolah adalah ruang publik yang terbuka terhadap pengaruh eksternal. Oleh karena itu dalam pengelolaannya, sekolah harus mampu mengadopsi dan mengadaptasi pengaruh sekelilingnya. Desentralisasi adalah sistem yang memberi porsi kepada sekolah untuk mengemban tugas dan tanggung jawab. Pengalihan tugas ini menunjukkan kepercayaan pihak pemberi keputusan kepada pihak yang diberikan kepercayaan. Dampak psikologis dari prinsip ini adalah tumbuhnya spirit loyalitas yang baik. Desentarlisasi juga memberikan peluang pemantapan program untuk tujuan yang lebih optimal. 3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System) Prinsip ini adalah upaya memberikan hak otonom kepada sekolah untuk mengatur dirinya yaitu dengan memberi kewenangan kepada sekolah untuk mengelola secara mandiri dengan kebijakan yang telah ditetapkan secara kolaboratif. Otonomi yang diberikan untuk mengembangkan tujuan pengajaran, strategi manajemen, distribusi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, memecahkan masalah, dan mencapai tujuan berdasarkan kondisi masing-masing. Prinsip ini hanya bisa dijalankan apabila sekolah diberikan kewenangan dari birokrasi di atasnya, oleh karena ketika sekolah menghadapi permasalahan maka Sekolah harus mampu menyelesaikan dengan caranya sendiri, tentu saja Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya bila ada pelimpahan wewenang dari birokrasi diatasnya dengan demikian di tingkat sekolah dapat menjalankan sistem pengelolaan mandiri. 18 4. Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative) Sekolah dan lembaga pendidikan dalam mengelola tenaga kerjanya (guru, tata usaha) harus menggunakan pendekatan human recources development yang menganggap serta memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan ( human capital ). Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis, dengan demikian potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Dari perspektif sumber daya manusia, setiap insan memiliki daya berharga yang perlu digali dan difasilitasi sehingga dapat dioptimalkan. Prinsip ini kemudian diwadahi dalam manajemen berbasis sekolah. 2.5 Komponen Dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Manajemen sekolah merupakan bagian dari manajemen pendidikan, atau penerapan manajemen pendidikan dalam organisasi sekolah sebagai salah satu komponen dari sistem pendidikan yang berlaku. Ruang lingkup dan bidang kajian manajemen sekolah juga merupakan ruang linkup dan bidang kajian manajemen pendidikan. Namun demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan yang lebih luas daripada manajemen sekolah. Oleh karena itu, pelatihan dalam kegiatan ini dibatasi hanya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Komponen-komponen dari Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah. 1. Manajemen kurikulum dan program pengajaran Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena itu sekolah merealisasikan dan menyesuaiakan kurikulum tersebut dengan kegiatan 19 pembelajaran. Menurut Nurkholis (2003:45) menyatakan bahwa: “Sekolah dapat mengembangkan, namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat. Sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal.” Jadi intinya adalah dalam pengelolaan kurikulum yang bersifat nasional, sekolah tidak berhak mengurangi isinya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, ada empat langkah yang harus dilakukan. Menurut Mulyasa (2009: 41) , empat langkah tersebut yaitu: menilai kesesuaian program yang ada dengan tuntutan kebudayaan dan kebutuhan murid, meningkatkan perencanaan program, memilih dan melaksanakan program, serta menilai perubahan program. Sekolah diberi kebebasan untuk memilih strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang paling efektif (Nurkholis,2003: 45). Kami berpendapat kebijakan Pemerintah Pusatdi bidang kurikulum masih tidak menentu, selalu bergonta-ganti dan tidak berkelanjutan, sehingga dalam implementasinya tidak terkoordinasi dengan baik. 2. Manajemen tenaga kependidikan Tenaga kependidikan di sekolah adalah guru sebagai pendidik maupun tenaga kependidikan. Menurut Mulyasa (2009:42) manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil) mencakup (1) perencanaan pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3) pembinaan dan pengembangan pegawai, (4) promosi dan mutasi, (5) pemberhentian pegawai, (6) kompensasi, (7) penilaian pegawai. 3. Manajemen kesiswaan Manajemen kesiswaan adalah penataan dan pengaturan kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik (siswa), mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut dari suatu sekolah. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk 20 pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang secara operasional dapat membantu upaya pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah (Mulyasa, 2009) 4. Manajemen keuangan dan pembiayaan Uang merupakan salah satu sumber daya pendidikan yang dianggap penting, dan termasuk sumber daya yang langka dan terbatas. Oleh karena itu, uang perlu dikelola dengan efektif dan efisien agar membantu pencapaian tujuan pendidikan. Organisasi pendidikan dikategorikan sebagai organisasi publik yang bersifat nirlaba (nonprofit), bukan untuk mencari keuntungan seperti halnya perusahaan. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar mengajar di sekolah bersama komponen-komponen lain (Mulyasa, 2011:47). 5. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan Menurut Ketentuan Umum Permendiknas no. 24 tahun 2007, sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah, sedangkan prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah. Sarana pendidikan antara lain gedung, ruang kelas, meja, kursi serta alat-alat media pembelajaran. Sedangkan yang termasuk sarana antara lain seperti halaman, taman, lapangan, jalan menuju sekolah dan lain-lain. 6. Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah (Mulyasa, 2009:50). 21 7. Manajemen layanan khusus Menurut Mulyasa (2009:52) manajemen layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan, kesehatan, dan keamanan sekolah. a. Manajemen perpustakaan Perpustakaan yang lengkap dan dikelola dengan baik akan menunjang perkembangan peserta didik dalam hal perkembangan pengetahuan. Disamping itu juga memungkinkan bagi guru untuk mengembangkan pengetahuan secara mandiri, dan juga dapat mengajar dengan metode bervariasi, misalnya belajar individual. b. Manajemen Kesehatan Sekolah sebagai satuan pendidikan yang bertugas dan bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran, tidak hanya bertugas mengembangkan pengetahuan saja, tetapi juga harus meningkatkan jasmani dan rohani siswa. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut, maka di sekolah diadakan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dan pendirian tempat ibadah. c. Manajemen Keamanan Sekolah mengatur keamanan di lingkungan sekolah dengan tujuan memberikan rasa tenang dan nyaman dalam mengikuti proses belajar dan mengajar bagi komponen sekolah. 2.6 Peran Pihak-Pihak yang Terkait dalam MBS Menurut Nurkholis (2003: 115-128) pihak-pihak yang berkepentingan dalam manajemen berbasis sekolah adalah. 22 1. Guru. Guru adalah komponen utama dan terpenting dalam proses pendidikan, persoalan guru bukan hanya semata-mata tentang ketersediaan tenaga guru ( kuantitas ) tetapi yang penting adalah pembinaan kualitas guru. Kebutuhan guru yang berkualitas merupakan prioritas utama dan merupakan tantangan bagi penyelenggaraan manajemen sekolah, tentu hal ini bukan hanya menjadi tugas manajemen sekolah saja tetapi harus ditelusuri pada lembaga-lembaga pengahasil guru. Menurut Fattah lembaga pendidikan yang memproduksi guru harus menghasilkan calon guru yang memenuhi kebutuhan guru yang berkualitas. Untuk itu, guru yang profesional dalam kerangka pengembangan MBS perlu memiliki kompetensi antara lain (1) kompetensi kepribadian (integritas, moral, etika dan etos kerja), (2) kompetensi akademik (memiliki sertifikasi kependidikan, menguasai bidang tugasnya) dan (3) kompetensi kinerja (a.l. terampil dalam pengelolaan pembelajaran). Pemberdayaan dan akuntabilitas para guru adalah syarat penting dalam MBS. Peran para guru adalah sebagai rekan kerja, pengambil keputusan, dan pengimplementasi program pengajaran (Nurkholis, 2003:123). b. Kepala Sekolah. Kepala Sekolah adalah seseorang yang memimpin sebuah sekolah, selain mengajar sebagai pimpinan tunggal ia harus mengatur, memanage proses belajar mengajar di sekolahnya, ia harus mengkoordinir sejumlah guru dan tenaga administrasi untuk saling bahu-membahu dalam rangka mencapai tujuan sekolah. Ukuran keberhasilan seorang kepala sekolah adalah apabila ia mampu menciptakan iklim belajar mengajar yang kondusif, dengan mengatur, mengajak, mendorong, menyemangati, memimpin para guru, para murid dan staf untuk menjalankan perannya masing-masing (Nanang,2012:122). Kepala Sekolah adalah manajer, educator, administrator, supervisor, leader, innovator dan motivator pendidikan. 23 Persyaratan pemimpin sekolah yang baik menurut pendapat Sudarwan (2006) adalah: (a) memiliki pengetahuan yang luas tentang pendidikan; (b) mampu menganalisis situasi, (c) mampu mengidentifikasi masalah, dan (d) mampu berpikir konseptual untuk menuju perubahan. c. Dewan Sekolah. Dewan Sekolah merupakan suatu lembaga atau badan non politis dan non profit dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh para stakeholder pendidikan di tingkat sekolah (Nanang,2012). Dewan sekolah (komite sekolah) memiliki peran: menetapkan kebijakan kebijakan yang lebih luas, menyatukan dan memperjelas visi baik untuk pemerintah daerah dan sekolah itu sendiri, menentukan kebijakan sekolah, visi dan misi sekolah dengan mengacu kepada ketentuan nasional dan daerah, menganalisis kebijakan pendidikan, melakukan komunikasi dengan pemerintah pusat, menyatukan seluruh komponen sekolah. d. Pengawas Sekolah. Pengawas berperan dalam membina para Kepala Sekolah menjadi professional antara lain memberikan motivasi, membina dan tentu saja mengawasi kinerja para kepala sekolah. Kegiatan pengawas antara lain (a) mengadakan kunjungan langsung ke sekolah-sekolah (b) menciptakan suatu iklim yang kondusif sehingga antar kepala sekolah dapat berdiskusi dan bertukar pikiran (c) memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada kepala sekolah untuk emlanjutkan pendidikannya (d) memberikan nasehat dan jalan keluar atas segala permasalahan yang dihadapi kepala sekolah (Sallis, 2006; Suprijanto, 2007). e. Kantor Dinas Pendidikan. Peran dan fungsi Departemen Pendidikan di Indoensia di era otonomi daerah sesuai dengan PP No.25 thn 2000 menyebutkan bahwa tugas pemerintah pusat antara lain menetapkan standar kompetensi siswa dan warga, peraturan kurikulum nasional dan sistem penilaian hasil belajar. Penetapan pedoman 24 pelaksanaan pendidikan, pedoman pembiayaan pedidikan, penetapan persyaratan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan, menjaga kelangsungan proses pendidikan yang bermutu, menjaga kesetaraan mutu antara daerah kabupaten/kota dan antra daerah provinsi tidak terjadi kesenjangan yang mencolok, menjaga keberlangsungan pembentukan budi pekerti, semangat kebangsaan dan jiwa nasionalisme melalui program MBS. f. Tenaga Administrasi. Peran administrator sekolah dalam MBS adalah pengembang dan pemimpin dalam mencapai tujuan. Mereka mengembangkan tujuan-tujuan baru untuk sekolah secara kontekstual dan memimpin warga sekolah untuk mencapai tujuan dan berkolaborasi dan terlibat penuh dalam fungsifungsi sekolah (Wiratmaja, 2005; Thomas,2005; dan Flercher, 2005, serta Sallis, 2006). g. Peran Orangtua Dan Masyarakat Karakteristik yang paling menonjol dalam konsep MBS adalah pemberdayaan partisipasi para orang tua dan masyarakat. Peran orang tua dan masyarakat secara kelembagaan adalah dalam dewan sekolah atau komite sekolah. Filosofi yang menjadi landasan adalah bahwa pendidikan yang pertama dan utama adalah dalam keluarga (orang tua) dan masyarakat adalah pelanggan pendidikan yang perkembangannya dipengaruhi oleh kualitas para lulusan. Sekolah memiliki fungsi subsidier, fungsi primer pendidikan ada pada orang tua (Piet Go, 2000: 46). Untuk itu orang tua dan masyarakat perlu dilibatkan dalam pengelolaan dan pengembangan sekolah. Menurut Cheng (1989) ada dua bentuk pendekatan untuk mengajak orang tua dan masyarakat berpartisipasi aktif dalam pendidikan. Pertama, pendekatan school-based dengan cara mengajak orang tua siswa datang ke sekolah melalui pertemuan-pertemuan, konferensi, diskusi guru-orang tua dan mengunjungi anaknya yang sedang 25 belajar di sekolah (PP No.35 Tahun 2010; Arikunto, 2010). Kedua, pendekatan homebased, yaitu orang tua membantu anaknya belajar di rumah bersama-sama dengan guru yang berkunjung ke rumah (Nurkolis, 2003:126). Sedangkan peran masyarakat bukan hanya dukungan finansial, tetapi juga dengan menjaga dan menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib serta menjalankan kontrol sosial dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah (UU No.32 Tahun 2004; UU No.14 Tahun 2005, serta PP No.7 Tahun 2004-2009). h. Faktor-Faktor Utama Penentu Kinerja Sekolah Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja (performance) sekolah adalah. 1. Kurikulum 2. Proses belajar mengajar 3. Lingkungan Sekolah 4. SDM dan sumberdaya lain 5. Standarisasi pengajaran dan evaluasi 1) Kurikulum adalah apa yang seharusnya diajarkan kepada peserta didik, merupakan pedoman pengajaran yang telah disepakati. Manajemen Berbasis Sekolah menuntut kemampuan sekolah untuk mengelola dan mengatur kurikulum yang akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar (Nanang, 2012 ) 2) Proses Belajar Mengajar (PBM), penyelenggaran proses belajar mengajar dalam manajemen desentralisasi memberikan peluang penyajian situasi belajar mengajar yang lebih realistis (konkrit), bagi peserta didik. 3) Lingkungan sekolah nmemiliki keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan, strategi pengembangan, bahkan berkaitan 26 dengan oproses belajar mengajar, dan kurikulum yang akan dilaksanakan di sekolah. 4) Sumberdaya manusia (guru, kepala sekolah, tenaga administrasi) adalah unsur utama yang menopang keberhasilan pendidikan di sekolah, termasuk sumberdaya yang lain berupa gedung, ruang kelas, tempat praktik, tempat olahraga, kesenia dan sejenisnya. 5) Standarisasi pengajaran merupakan syarat mutlak untuk mengukur keberhasilan pendidikan, setiap periode tertentu dilakukan praktik evaluasi terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar untuk mengetahui keberhasilan dan kekuranganya sehinga dapat ditingkat terus menerus kualitas pendidikan secara berkelanjutan (PP No.16 Tahun 2006; dan PP No.14 Tahun 2010).