NILAI, ETIKA DAN HAM PEKERJAAN SOSIAL

advertisement
Oleh :
Dr. Epi Supiadi, M.Si
C.2. PENGERTIAN TENTANG ETIKA
 Etika adalah terapan nilai-nilai didalam hubungan dan
transaksi-transaksi manusia. Etika berkaitan dengan
apa yang orang pertimbangkan pantas atau benar.
 Pada hakikatnya etika adalah studi tentang moral
(norma-norma perilaku orang mengenai apa yang
benar atau salah, baik atau buruk). (Bank, 1995).
 Kedudukan etika berada di garis terdepan dari nilai-
nilai, atau etika bersifat praktis berlaku pada berbagai
tingkatan seperti tingkat masyarakat, pemerintah,
organisasi, lembaga sosial, kelompok jabatan, profesi,
serta individu.
 Sifat dari relasi dan transaksi itu sendiri adalah timbal
balik.
 Etika adalah perilaku yang dinilai, dihargai didalam
prosesnya.
 Etika mengandung pengertian dan harapan yang
membimbing dan mempengaruhi hubungan manusia
(dan dibuat sebagai dasar menilai perilaku manusia)
yang kesemuanya menggambarkan etika mereka.
 Etika adalah pilihan-pilihan yang mempengaruhi
perilaku dalam hubungan manusia.
 Etika mengandung :
 Kesepakatan dari partisipan pada berbagai tingkatan,
 Sanksi pada garis kontinum mulai dari sanksi teringan
sampai terberat.
 Kesepakatan maupun sanksi tersebut dapat :
 eksplisit, seperti AD/ART, kode etik dan lain-lain.
 implisit, tidak tertulis seperti konvensi.
 Fungsi-fungsi etika :
 sebagai norma dapat dikodifikasikan dan dibuat sebagai
asumsi-asumsi, yang mewakili cara-cara mengenai sesuatu
yang pantas dilakukan dan dilakukan dengan wajar. Norma
mengidentifikasi perilaku yang harus dinilai dalam suatu
waktu dan konteks tertentu
 sebagai aspirasi mewakili bagaimana orang didalam
kelompok atau masyarakat bertingkah laku untuk menjadi
bagian dari hubungan dan transaksi manusia.
 sebagai preskripsi bersifat memaksa, dimana
penyimpangan dan pengabaian etika tidak hanya dicela tetapi
juga ditindak. Hukuman dapat dipaksakan melalui hukum
ataupun prosedur organisasi.
C.3. Etika Pekerjaan Sosial
 Etika pekerjaan sosial mewakili harapan atau pilihan perilaku yang
berkaitan dengan tanggungjawab pekerjaan sosial. (Levy, 1976). Atau
menggambarkan apa yang diharapkan dari para pekerja sosial didalam
penampilan fungsi-fungsi profesional mereka dan didalam tingkah
laku mereka sebagai anggota profesi pekerjaan sosial.
 Etika Mikro dan Etika Makro (Conrad, 1988 dalam dubois & Miley,
2005)
 Etika mikro berkaitan dengan standar-standar dan prinsip-prinsip yang
mengarahkan praktik.
 Etika makro atau etika sosial berkaitan dengan aturan-aturan dan nilainilai organisasi serta prinsip-prinsip etis yang mendasari dan
membimbing kebijakan-kebijakan sosial
 Isu-isu dalam etika makro mencakup :
 bagaimana mendistribusikan secara merata sumber-sumber yang
terbatas,
 bagaimana memperluas cakupan pelayanan kepada semua warga
negara,
 bagaimana dan kapan menghormati instruksi-instruksi tentang arah
lebih lanjut dan keinginan hidup
 Perilaku Etis
 Perilaku etis merupakan tindakan-tindakan yang
mempertahankan kewajiban moral dan ketaatan terhadap
standar-standar praktik yang dinyatakan oleh kode etik
 Perilaku etis didasarkan atas suatu interpretasi terhadap
penerapan nilai-nilai profesi.
C.4. Berbagai Bidang Etika Pekerjaan Sosial
 Apa yang diharapkan dari pekerja sosial berlaku didalam
berbagai peranan, didalam kaitan dengan bidang :
 pekerjaan sosial klinis,
 pekerjaan sosial masyarakat,
 pekerjaan sosial antar-organisasi dan antar profesi;
 supervisi;
 administrasi;
 pendidikan pekerjaan sosial;
 penelitian pekerjaan sosial; dan
 konsultasi.
 Harapan tersebut berlaku pula :
 didalam pembawaan diri pekerja sosial, dan
 didalam berbagai relasi :




Relasi pekerja sosial dengan klien,
Relasi pekerja sosial dengan teman sejawat,
Relasi pekerja sosial dengan majikan
Relasi pekerja sosial dengan profesi pekerjaan sosial.
 Premis-premis etika pekerjaan sosial yang harus
diperhatikan :
Pemilikan dan Penggunaan Kompetensi
Pekerjaan Sosial
1.


Pekerja sosial dinilai dan diharapkan mempunyai
pengetahuan dan keterampilan yang tidak dimiliki klien, serta
memiliki tanggungjawab etis profesional dalam menerapkan
pengetahuan dan keterampilan tersebut bagi kepentingan
klien-klien mereka.
Kepentingan-kepentingan lain yang mungkin berpengaruh
dalam proses itu harus juga diperhatikan.
2.
Kerapuhan Klien yang Relatif
 Karena klien memiliki kerapuhan relatif, maka sangat beralasan
untuk menetapkan lebih besar tanggungjawab etis bagi para
pekerja sosial untuk memberikan respon atau tindakan yang
terkendali sepanjang proses pertolongan yang diberikan.
3.
Risiko-Risiko bagi Klien
 Pembeberan rahasia klien sehingga diketahui oleh orang-orang
yang tidak berwenang mengetahui rahasianya.
 Pengabaian pekerja sosial terhadap kebutuhan atau masalah yang
menyebabkan klien mencari pelayanan. Pengabaian mungkin
disebabkan oleh penolakan dari pelayanan, kelalaian atau tidak
memadainya pelayanan yang diupayakan.
 Didalam pelayanan klien kehilangan nilai-nilai yang konkrit
maupun tidak konkrit. Mereka dapat mencabut segala sesuatu yang
berhubungan dengan harga diri dan keberuntungan mereka.
C.5. PENGERTIAN TENTANG HAM
 HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. (UU RI Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM)
 HAM adalah ide-ide :
 tentang harkat dan martabat manusia,
 bahwa semua orang harus diperlakukan sesuai dengan
standar dasar tertentu,
 bahwa orang harus dilindungi dari apa yang
sering disebut 'pelanggaran HAM',
 untuk menghormati hak orang lain
 Kewajiban menghormati, menjunjung tinggi dan
melindungi hak manusia mengacu pada berbagai
instrument Internasional maupun nasional, namun
Hak dibentuk melalui proses dialog, karenanya HAM
tidak bersifat statis melainkan dinamis dalam konteks
politik dan budaya yang berbeda
 Karenanya pernyataan DUHAM, lebih menunjukkan
tentang pencapaian HAM pada abad 20 dan tidak
harus dipandang sebagai ekspresi keyakinan universal
yang tidak dapat berubah.
 Gagasan tentang HAM bukan konsep eksklusif Barat,
tetapi melekat dalam semua tradisi agama besar dan dapat
ditemukan pada banyak bentuk budaya yang berbeda.
Meskipun istilah HAM tidak selalu digunakan.
 HAM merupakan wacana kuat yang berusaha untuk
mengatasi perpecahan dan sektarianisme dan
mempersatukan orang-orang dari tradisi budaya dan
agama yang berbeda dalam satu gerakan yang
menegaskan nilai-nilai kemanusiaan dan
universalitas kemanusiaan, pada saat nilai-nilai
tersebut terlihat berada di bawah ancaman dari kekuatankekuatan globalisasi ekonomi
 Universalitas HAM bukan gagasan statis, karenanya
harus dilihat sebagai dibangun, bukan obyektif yang
ada, yang penting adalah proses dialog, diskusi dan
pertukaran yang berusaha untuk
mengartikulasikan nilai-nilai universal tersebut.
 HAM sebagai alat diskursif adalah bahwa HAM tidak
tetap atau statis, dan karenanya tidak dapat
sepenuhnya didefinisikan.
 Tidak semua hak yang diklaim oleh orang-orang dapat
dianggap sebagai HAM. HAM umumnya kita artikan
sebagai hak-hak yang kita nyatakan milik semua
orang, terlepas dari asal-usul kebangsaan, ras,
budaya, usia, jenis kelamin, atau apa pun.
 Hak-hak tertentu yang diklaim hanya untuk
individu tertentu atau kelompok, tidak dapat
diizinkan untuk bertentangan dengan dasar HAM
yang merupakan milik semua orang.
 Untuk membuat klaim atas dasar HAM kriteria berikut ini
harus dipenuhi, dan ini akan berfungsi sebagai definisi HAM :
 Realisasi hak yang diklaim diperlukan bagi seseorang atau
kelompok untuk dapat mencapai kemanusiaan penuh mereka,
sama dengan orang lain.
 Hak yang diklaim dipandang berlaku untuk semua umat
manusia, di mana saja, termasuk orang –orang yang mengalami
kekurangberuntungan tertentu atau kelompok-kelompok marjinal
 Ada konsensus universal substansial tentang keabsahan hak yang
diklaim. Sesuatu tidak bisa disebut HAM kecuali ada dukungan
luas untuk itu melintasi budaya dan bidang lainnya.

Pembenaran yang paling sering atasklaim HAM mengacu
pada beberapa konvensi seperti DUHAM
 HAM sering disebut sebagai universal, tak terpisahkan
(indivisible), tak dapat dicabut (inalienable), dan inabrogable
 Universalitas berarti bahwa hak asasi manusia berlaku untuk
semua manusia,
 Tak terpisahkan menyiratkan bahwa hak asasi manusia datang
sebagai paket - orang tidak dapat memilih, menerima dan
menolak sebagian yang lain.
 Tak dapat dicabut menyiratkan bahwa mereka
tidak dapat diambil dari seseorang - suatu aturan HAM yang
umum tidak dapat diambil dari kami dan tetap bersama kita selama
kita hidup
 Inabrogable menyiratkan bahwa seseorang tidak dapat secara
sukarela menyerahkan HAM seseorang atau memperjualbelikannya
untuk hak istimewa tambahan - hak asasi manusia
tidak dapat iseng-iseng ditiadakan.
Download