Model Manajemen Kontemporer Model Tipe Z (William G. Ochi) Teori Z adalah sebuah pendekatan manajemen berdasarkan kombinasi dari Amerika dan Jepang dan filosofi manajemen yang ditandai, antara lain, jangka panjang pekerjaan tetap, pengambilan keputusan secara konsensus, evaluasi dan promosi lambat prosedur, dan tanggung jawab individu dalam konteks kelompok. Teori Z lebih menekankan pada peran dan posisi pegawai atau karyawan dalam perusahaan yang dapat membuat para pekerja menjadi nyaman, betah, senang dan merasa menjadi bagian penting dalam perusahaan. Dengan demikian maka karyawan akan bekerja dengan lebih efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaannya. Semangat Dr. William Ouchi dengan theory Z nya adalah membangun loyalitas pekerja melalui mind set pekerjaan seumur hidupnya itu. Perbedaan dari sistem kerja di organisasi Jepang dan Amerika Organisasi Amerika: 1. Masa kerja jangka pendek (short-term employment) 2. Evaluasi dan promosi yang cepat 3. Jalur karir yang terspesialisasi 4. Mekanisme kontrol yang eksplisit 5. Pengambilan keputusan secara individual 6. Tanggung jawab individual 7. Keprihatinan tersegmentasi (segmented concern) Organisasi Jepang: 1. Masa kerja seumur hidup (lifetime employment) 2. Evaluasi dan promosi yang lambat 3. Jalur karir yang tidak terspesialisasi 4. Mekanisme kontrol yang implisit 5. Pengambilan keputusan secara kolektif 6. Tanggung jawab kolektif 7. Keprihatinan keseluruhan (wholistic concern) Jadi bisa kita lihat bahwa Teori Z merupakan pendekatan manajemen yang menggabungkan filosofi manajemen Jepang dengan budaya Amerika. Walaupun diadopsi dari Jepang, tetapi teori ini tidak myrni bentuk manajamen Jepang. Seperti bisa kita lihat teori Z menganut tanggung jawab individual, dan konsep tersebut merupakan serapan dari manajemen budaya Amerika. Teori Z juga menekankan perkembangan hubungan kepercayaan (trust relationship) antara pemimpin dan yang dipimpin. Penekanan itu didasarkan pada asumsi bahwa motivasi orang pertama-tama bersifat internal. Namun, perasaan-perasaan itu harus diperkuat oleh komitmen jelas terhadap karyawan dari pihak majikan/pimpinan. Teori Z melihat pengambilan keputusan kolektif dan tanggung jawab kelompok memberikan dukungan sosial yang diperlukan bagi tercapainya kinerja puncak. Hal itu terjadi lewat penciptaan rasa aman, yang memungkinkan para karyawan membangkitkan ide-ide baru tanpa takut ditolak atau takut gagal. CIRI PERUSAHAAN YANG MENERAPKAN TEORI Z 1. 2. 3. 4. 5. Tanggung jawab diberikan secara perorangan atau individual dan mengakui prestasi individu. Karena tanggung jawab bersifat individu maka karyawan bebas bekerja menggunakan keterampilan yang dimilikinya. Karyawan dipekerjakan seumur, agar terjadinya rasa aman dan loyalitas terhadap perusahaan. Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara konsensus atau secara terbuka. Walaupun akan memakan waktu yang lebih lama namun tingat keberhasilan pengimplementasian hasil keputusan yang didapat akan lebih tinggi karena mendapat dukungan dari mayoritas pekerja. Promosi dilakukan perlahan-lahan dari bawah, dan proses evaluasi prestasi dan promosi dilakukan dengan hari-hati agar tidak menimbulkan masalah dengan para karyawan. Total Quality Management (TQM) Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu Menyeluruh adalah suatu konsep manajemen yang telah dikembangkan sejak lima puluh tahun lalu dari berbagai praktek manajemen serta usaha peningkatan dan pengembangan produktivitas. Di masa lampau, literatur manajemen berfokus pada fungsi-fungsi kontrol kelembagaan, termasuk perencanaan, pengorganisasian, perekrutan staf, pemberian arahan, penugasan, strukturisasi dan penyusunan anggaran. Konsep manajemen ini membuka jalan menuju paradigma berpikir baru yang memberi penekanan pada kepuasan pelanggan, inovasi dan peningkatan mutu pelayanan secara berkesinambungan. Faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya "perubahan paradigma" adalah menajamnya persaingan, ketidak-puasan pelanggan terhadap mutu pelayanan dan produk, pemotongan anggaran serta krisis ekonomi. Meskipun akar TQM berasal dari model-model perusahaan dan industri, namun kini penggunaannya telah merambah sturuktur manajemen, baik di lembaga pemerintah maupun lembaga nirlaba. TQM memperkenalkan pengembangan proses, produk dan pelayanan sebuah organisasi secara sistematik dan berkesinambungan. Pendekatan ini berusaha untuk melibatkan semua pihak terkait dan memastikan bahwa pengalaman dan ide-ide mereka memiliki sumbangan dalam pengembangan mutu. Ada beberapa prinsip-prinsip fundamental yang mendasari pendekatan semacam itu, seperti mempromosikan lingkungan yang berfokus pada mutu; - dimana terdapat komunikasi terbuka dan rasa kepemilikan pegawai - sistem penghargaan dan pengakuan; pelatihan dn pendidikan terus menerus, dan pemberdayaan pegawai. Penerapan TQM adalah suatu proses jangka panjang dan berlangsung terus menerus, karena budaya suatu organisasi sangatlah sulit untuk dirubah. Faktor-faktor yang membentuk budaya organisasi seperti struktur kekuasaan, sistem administrasi, proses kerja, kepemimpinan, predisposisi pegawai dan praktek-praktek manajemen berpotensi untuk menjadi penghambat perubahan. Terkadang kekuasaan paling penting di sektor publik tidak ditemukan dalam organisasi, tetapi lebih sering terdapat pada sistem yang lebih besar. Sebagai contoh, sistem pendidikan, personalia, peraturan dan anggaran berada di luar kekuasaan organisasi sektor publik. Selain hambatan-hambatan yang berada di luar ruang lingkup sebuah organisasi, terdapat kendala lain yang khas di setiap organisasi, seperti kurangnya akuntabilitas terhadap pelanggan, tidak jelasnya visi dan misi, penolakan terhadap perubahan dan lemahnya komitmen di kalangan manajer senior untuk menerapkan TQM. Potensi keberhasilan TQM sudah nampak dan dampaknya pun bisa diperlihatkan, sekarang yang dibutuhkan adalah keputusan untuk melaksanakan TQM. Hal ini mestinya menjadi bagian dari suatu strategi untuk meningkatkan komitmen lembaga- lembaga publik untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. International Organization for Standardization (ISO) Adalah badan penetap standar internasional yang terdiri dari wakil-wakil dari badan standardisasi nasional setiap negara. Didirikan pada 23 Februari 1947, ISO menetapkan standarstandar industrial dan komersial dunia. ISO, yang merupakan lembaga nirlaba internasional, pada awalnya dibentuk untuk membuat dan memperkenalkan standardisasi internasional untuk apa saja. Standar yang sudah kita kenal antara lain standar jenis film fotografi, ukuran kartu telepon, kartu ATM Bank, ukuran dan ketebalan kertas dan lainnya. Dalam menetapkan suatu standar tersebut mereka mengundang wakil anggotanya dari 130 negara untuk duduk dalam Komite Teknis (TC), Sub Komite (SC) dan Kelompok Kerja (WG). Penerapan ISO di suatu perusahaan berguna untuk: Meningkatkan citra perusahaan Meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan Meningkatkan efisiensi kegiatan Memperbaiki manajemen organisasi dengan menerapkan perencanaan, pelaksanaan, pengukuran dan tindakan perbaikan (plan, do, check, act) Meningkatkan penataan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal pengelolaan lingkungan Mengurangi risiko usaha Meningkatkan daya saing Meningkatkan komunikasi internal dan hubungan baik dengan berbagai pihak yang berkepentingan Mendapat kepercayaan dari konsumen/mitra kerja/pemodal ISO 14000 ISO 14000 adalah standar internasional tentang sistem manejemen lingkungan (Rothery, 1995) yang sangat penting untuk di ketahui dan di laksanakan oleh seluruh sektor industri. ISO 9000 Ada berbagai macam seri dari ISO 9000 yang memiliki standar, pedoman, dan laporan yang terangkum di dalamnya. Seri ISO 9000 terdiri dari: (Suardi, 2003, p. 33-34) • ISO 9000:2000: Dasar dan Kosakata Sistem Manajemen Mutu • ISO 9001:2000: Persyaratan Sistem Manajemen Mutu • ISO 9004:2000: Pedoman untuk Kinerja Peningkatan Sistem Manajemen Mutu • ISO 19011: Pedoman Audit Sistem Manajemen Mutu dan Lingkungan Downsizing (Perampingan) Istilah “ramping” dewasa ini bukan hanya diperuntukkan dalam mengartikan penurunan berat badan seseorang, istilah ini bahkan sudah lazim digunakan perusahaan terhadap cara me-manage sumber dayanya. Perubahan lingkungan yang begitu cepat dan pesat, tingkat persaingan yang begitu intens mau tidak mau mengharuskan perusahaan untuk mengadaptasikan perubahan tersebut dalam hal merubah cara memanage mereka secara radikal. Isu-isu mengelola karyawan dalam jumlah yang sedikit, tingkat manajemen yang datar merupakan praktek-praktek perampingan (atau lebih dikenal dengan istilah “downsizing”) yang terjadi di dalam perusahaan akhir-akhir ini. Umumnya langkah perampingan (downsizing) yang dilakukan oleh perusahaan adalah dalam rangka menyehatkan kembali perusahaan dalam rangka menciptakan “low cost production”. Hal ini harus dilakukan perusahaan karena stabilitas dan prediktabilitas bisnis telah digantikan oleh ketidakpastian, kompleksitas dan persaingan yang semakin intens. Siap tidak siap perubahan-perubahan tersebut berdampak secra langsung bagi perusahaan, sehingga mengharuskan perusahaan untuk mengubah cara-cara pengelolaan agar dapat survive dan bersaing. Downsizing merupakan salah satu opsi yang dapat dilaksanakan perusahaan dalam mengubah cara pengelolaan karyawan yang lebih sedikit dan tingkat manajemen yang lebih datar. Misalnya, untuk mengurangi biaya produksi yang terlalu tinggi salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan mengurangi jumlah karyawannya. Upaya ini sangat logis untuk dilakukan karena, umumnya biaya produksi suatu perusahaan terdiri dari biaya tetap (fixed costs) dan biaya variabel (variable costs). Dari kedua biaya ini biaya tetap mempunyai komposisi yang lebih besar dari pada biaya variabel, sehingga langkah efesiensi biaya akan terasa langsung apabila perusahaan dapat memangkas sebagian besar biaya tetap. Sebagian besar alokasi biaya tetap adalah biaya kompensasi karyawan, hal inilah yang menjadi dasar mengapa perusahaan mengambil tindakan yang tidak populer dengan mengurangi jumlah karyawannya. Menurut Schuler dan Jackson apabila perusahaan terpaksa melakukan perampingan, maka perampingan yang dilakukan harus mempunyai aturan-aturan dan kriteria-kriteria tertentu. Hal ini dilakukan agar perampingan yang dilakukan untuk menyehatkan kembali perusahaan tidak menimbulkan efek komplikasi. Pimpinan perusahaan mempunyai peran yang sangat menentukan bagi keberhasilan proses downsizing. Beberapa hal yang harus diperhatikan pimpinan perusahaan sebelum melakukan proses downsizing adalah: Pertama, sebaiknya pimpinan perusahaan melakukan proses sosialisasi kepada seluruh karyawan terhadap alasan mengapa downsizing dilakukann. Hal ini perlu dilakukan agar terciptanya pemahaman antara karyawan dan pihak pimpinan, sehingga menimbulkan proses negosiasi (misalnya: apakah karyawan hanya diberhentikan sementara sampai tingkat produktivitas perusahaan kembali stabil, menyarankan pensiun dini bagi karyawan , ataupun program-program lainnya) , sehingga diharapkan karyawan dapat memahami serta menerima keputusan pihak pimpinan melakukan downsizing. Langkah kedua adalah menetapkan kriteria-kriteria karyawan yang akan diberhentikan berdasarkan evaluasi kerja (performance appraisall) dimana evaluasi dilakukan menggunakan deskripsi pekerjaan (job description), spesifikasi pekerjaan (job spesification) dan standar kerja (work standard). Data-data dari proses produksi (seperti perbandingan kualitas dan kuantitas kerja karyawan terhadap standar kerja) , data-data personalia (tingkat kehadiran karyawan, keterlambatan, masa kerja karyawan) dapat juga digunakan sebagai informasi pendukung dalam kriteria pengambilan keputusan downsizing. Hal ini perlu dipertimbangkan agar proses downsizing dilakukan secara adil, bukan berdasarkan like and dislike dari pihak pimpinan perusahaan, serta menjamin karyawan yang tinggal dalam perusahaan benar-benar merupakan karyawan yang handal. Langkah terakhir yang perlu menjadi pertimbangan pihak pimpinan perusahaan dalam melakukan downsizing agar tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang ada di dalam perusahaan (Standard Operation Procedure) maupun melanggar undang-undang ketenaga kerjaan. Langkah downsizing merupakan keputusan sulit yang harus dilakukan oleh pihak pimpinan perusahaan dalam upaya menyelamatkan perusahaan dari kepailitan, sehingga diperlukan “kebesaran hati” dari semua pihak yang ada di dalam perusahaan untuk memahami mengapa tindakan ini harus ditempuh. Namun di satu sisi downsizing juga akan berdampak kepada tatanan ekonomi makro dengan meningkatnya angka pengangguran, tingkat kemiskinan yang juga dapat meluas merusak tatanan bermasyarakat melalui peningkatan angka kriminalitas. Oleh karena itu, pihak pimpinan perusahaan diharapkan telah menganalisis dan memikirkan secara seksama dan bijaksana sebelum keputusan downsizing dilaksanakan. Kaizen Merupakan istilah dalam bahasa Jepang yang bermakna "perbaikan berkesinambungan". Filsafat kaizen berpandangan bahwa hidup kita hendaknya fokus pada upaya perbaikan terus-menerus. Pada penerapannya dalam perusahaan, kaizen mencakup pengertian perbaikan berkesinambungan yang melibatkan seluruh pekerjanya, dari manajemen tingkat atas sampai manajemen tingkat bawah. Dalam kaizen manajemen memiliki dua fungsi utama : Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan teknologi, sistem manajemen, dan standar operasional yang ada sekaligus menjaga standar tersebut melalui pelatihan serta disiplin dengan tujuan agar semua karyawan dapat mematuhi prosedur pengoperasian standar (Standard Operating Procedure-SOP) yang telah ditetapkan. Perbaikan Kegiatan yang diarahkan pada meningkatkan standar yang ada. Kedua fungsi tersebut disimpulkan sebagai Pemeliharaan dan Perbaikan Standar. Perbaikan ini sendiri dapat terbagi menjadi kaizen dan inovasi. Kaizen bersifat perbaikan kecil yang berlangsung oleh upaya berkesinambungan, sedangkan inovasi merupakan perbaikan drastis sebagai hasil dari investasi sumber daya berjumlah besar dalam teknologi atau peralatan. Kaizen menekankan pada upaya manusia, moral, komunikasi, pelatihan, kerja sama, pemberdayaan dan disiplin diri, yang merupakan pendekatan peningkatan berdasarkan akal sehat, berbiaya rendah. Komitmen Kualitas Sasaran akhir kaizen adalah tercapainya Kualitas, Biaya, Distribusi (Quality, Cost, Delivery- QCD), sehingga pada praktiknya kaizen menempatkan kualitas pada prioritas tertinggi. Kaizen mengajarkan bahwa perusahaan tidak akan mampu bersaing jika kualitas produk dan pelayanannya tidak memadai, sehingga komitmen manajemen terhadap kualitas sangat dijunjung tinggi. Kualitas yang dimaksud dalam QCD bukan sekedar kualitas produk melainkan termasuk kualitas proses yang ditempuh dalam menghasilkan produknya. Orientasi Proses Kaizen menekankan bahwa tahap pemrosesan dalam perusahaan harus disempurnakan agar hasil dapat meningkat, sehingga dapat disimpulkan bahwa filsafat ini mengutamakan proses. Dalam kaizen dipercaya bahwa proses yang baik akan memberikan hasil yang baik pula. Kaizen, Prinsip Kerja ala Jepang Tahukah Anda, banyak pemimpin perusahaan/manajer yang merasa sudah puas dengan sistem perusahaannya, yang dirasakan sudah berjalan dengan baik. Para pemimpin dan manajer itu berpikir, "Kalau sistem perusahaan saya tidak rusak, mengapa harus diganti dengan yang baru? Untuk saat ini, kita cukup bekerja dengan mengikuti arus saja!“. Nah, menurut Kaizen, perubahan zaman terjadi setiap saat. Kita perlu melakukan inovasi (secara proporsional dan profesional) untuk beradaptasi dengannya. Penerapan Kaizen Dalam menerapkan Kaizen, para pemimpin perusahaan/organisasi di Jepang berpegang pada dua prinsip. Pertama, perlu proses atau cara kerja yang baik untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dengan proses atau cara kerja demikian, kita bisa bekerja lebih cekatan (bukan bekerja lebih berat). Untuk mendapatkan proses yang baik, para pemimpin perusahaan perlu mengetahui sumber masalah-masalah, kemudian meminta ide/gagasan/solusi dari semua karyawannya. Bagaimanapun juga, merekalah yang menjalani pekerjaan sehari-hari/dekat dengan pekerjaannya. Biasanya, solusi terbaik adalah solusi yang paling sederhana, logis, dan mudah dilaksanakan. Kedua, memilih gagasan-gagasan yang bisa dilaksanakan, "mengeksekusinya", dan bersabar menunggu hasilnya. Tahukah Anda, perusahaan otomotif raksasa, Toyota, menerima 2 juta ide per tahun, dari para karyawannya! Sebanyak 80% berhasil dilaksanakan. Ternyata, satu perbaikan kecil dapat menghasilkan akibat yang besar! Waktu dan uang dapat dihemat. Para karyawan pun semakin bersemangat kerja, karena mereka melihat ide-ide mereka diterima dan dilaksanakan oleh perusahaan. Dalam proses itu, antara lain, para pimpinan dan manajer harus mampu menetapkan dan menjalankan suatu standar, serta mengontrol kualitas. Mereka juga harus mau mendengarkan ide/saran, berusaha memberikan feed back yang membangun, sekaligus terus memotivasi karyawannya! Para karyawan pun harus lebih aktif memikirkan pekerjaannya, bukan bekerja seperti robot. Model Just In Time (JIT) Model JIT adalah model yang menempatkan pemasok sebagai mitra bisnis sejati; mereka dididik, dibina, dan diperlakukan sebagai bagian dari perusahaan yang dipasok bahan bakunya. Pengertian JIT adalah persediaan dengan nilai nol atau mendekati nol, artinya perusahaan tidak menanggung biaya persediaan. Bahan baku akan tepat datang pada saat dibutuhakan. Model yang demikian tentu saja pemasoknya adalah pemasok yang setia dan profesional. Dengan model ini terjadi efisiensi biaya persediaan bahan baku. Dalam hubungannya dengan barang jadi (finished goods) model JIT juga diterapkan, dimana perusahaan hanya memproduksi sesuai dengan pesanan sehingga ia tidak mempnyai persediaan barang jadi. Dampaknya adalah penghematan biaya persediaan barang jadi. Model ini dapat diterapkan jika semua pihak yang terlibat dalam proses produk mulai dari pemasok sampai ke pelanggan memiliki motivasi kuat dalam pengendalian dan peningkatan kualitas berkelanjutan. Keunggulan Just In Time antara lain adalah : Menghilangkan pemborosan dengan cara memproduksi suatu produk hanya dalam kuantitas yang diminta pelanggan. Dampak persediaan, persediaan kecil, mungkin nol. Tata letak pabrik, dikelompokkan satu macam produk, atau sistem sel. Pengelompokkan karyawan, dalam satu jenis produk. Pemberdayaan karyawan, dilatih dan dididik terus menerus menyesuaikan dengan perubahan alat kerja dan metode kerja. Pengendalian mutu total, semua orang bertanggung jawab terhadap mutu produk. Kritik terhadap JIT Sulit suatu perusahaan yang memproduksi secara massal hanya melayani pesanan pelanggan saja, misalnya pabrik gula, kopi, sabun dan sebagainya, dan hanya memproduksi satu jenis produk. Dalam industri sulit sekali suatu tidak memiliki persediaan, khususnya yang bahan bakunya impor. Sulit dilakukan oleh pabrik-pabrik pada umumnya yang hanya memproduksi satu macam komoditi dengan teknologikhusus. Menempatkan karyawan pada keahlian khusus pada satu jenis produk tidak mudah, dan mungkin biayanya mahal. Pada umumnya perusahaan disibukkan oleh kegiatan rutin memproduksi komoditi terus menerus tanpa menghiraukan peningkatan ketrampilan dan pengetahuan karyawan; mereka lebih suka membajak karyawan lain yang sudah ahli sehingga tidak perlu mendidik dan melatih; teknologi dan metode kerja tidak begitu mudah diganti. Karyawan pada umumnya bekerja atas dasar upah; mereka bekerja bukan ingin merealisasikan bakat dan pengetahuannya tetapi mencari upah, jadi mereka pada umumnya kurang peduli terhadap mutu produk Activity Based Costing (ABC) ABC merupakan suatu sistem informasi tentang pekerjaan (atau aktivitas) yang mengkonsumsi sumber daya dan menghasilan nilai bagi konsumen. Definisi lainnya mengenai ABC, antara lain ABC adalah sistem akuntansi dan alokasi yang menelusuri biaya ke produk menurut aktivitas-aktivitas yang dilakukan terhadap produk, yang dimaksudkan untuk menghasilkan informasi biaya bagi keputusan strategis, perancangan dan pengendalian operasional. ABC sistem didefinisikan sebagai metodologi yang mengukur biaya dan kinerja aktivitas-aktivitas sumber daya dan obyek biaya. Sumber daya dibebankan ke aktivitas kemudian aktivitas dibebankan ke obyek biaya sesuai dengan penggunaannya. Definisi tersebut mencakup suatu range informasi biaya dan informasi kinerja yang luas, tidak hanya tefokus pada product costing saja. ABC system dapat juga dijadikan alat manajemen dalam melahirkan continuous improvement. Model ABC yang berbasis pada definisi tersebut diatas mempunyai 2 sudut pandang yaitu: 1. Cost Assignment View (sudut pandang pembebanan biaya) Sudut pandang ini ABC merefleksikan kebutuhan organisasi untuk membebankan biaya ke aktivitas dan obyek biaya (baik produk, jasa maupun konsumen) dan untuk menganalisis keputusan-keputusan yang diambil (misalnya dalam hal penetapan harga, bauran produk, perencanaan produk, perancangan produk dan lainnya). Cost assignment view ini dibentuk dari bebrapa building block, tiga yang utama adalah: Sumber daya, elemen-elemen ekonomi yang diarahkan ke kinerja aktivitas dan merupakan sumber biaya. 2. Process view Sudut pandang ini ABC menyediakan informasi mengenai kerja yang telah dilakukan dalam suatu aktivitas dan hubungan antara kerja tersebut dengan aktivitas yang lain. Biaya jasa berdasar ABC dapat memberikan dasar yang layak dalam pengambilan keputusan, diantaranya keputusan untuk membeli atau membuat keputusan. Konsep dasar Activity Based Costing (ABC) Anggapan yang mendasari konsep ABC adalah sebagai berikut: Kegiatan menimbulkan biaya ABC berangkat dengan anggapan bahwa sumber daya pembantu atau sumber daya tidak langsung menyediakan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan, bukan sekedar menyebabkan timbulnya biaya yang harus dialokasikan. 2. Produk menyebabkan timbulnya permintaan dan kegiatan Untuk membuat produk diperlukakn berbagai kegiatan, dan setiap kegiatan memerlukan sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. 1. Dengan konsep dasar ABC tersebut, biaya merupakan konsumsi sumber daya (seperti bahan baku, sumber daya manusia, tekhnologi, modal) dihubungkan dengan kegiatan yang mengkonsumsi sumber daya tersebut. Dengan demikian hanya dengan mengelola dengan baik kegiatan untuk menghasilkan produk dan jasa, manjemen akan mampu membawa perusahan unggul dalam persingan jangka panjang. Untuk mampu mengelola kegiatan perusahaan, manajemen memerlukan informasi biaya yang mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai kegiatan perusahaan. Dalam merancang ABC, kegiatan untuk memproduksi dan menjual produk dalam perusahaan yang menghasilkan berbagai macam produk dapat digolongkan ke dalam 4 macam kelompok besar yaitu: 1. Facility Sustaining Activity Cost Biaya ini berhubungan dengan kegiatan untuk mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan. Biaya depresiasi dan amortisasi, biaya asuransi, biaya gaji karyawan kunci perusahaan adalah contoh jenis biaya yang termasuk dalam facility sustainining activity cost. Biaya dibebankan kepada produk atas dasar taksiran unit produk yang dihasilkan kapasitas activity cost. 2. Product Sustaining Activity Cost Biaya ini berhubungan dengan penelitian dan pengembangan produk tertentu dan biaya-biaya untuk mempertahankan produk untuk tetap dapat dipasarkan. Biaya ini tidak terpengaruh oleh jumlah unit yang diproduksi dan jumlah batch produksi yang dilaksanakan oleh divisi penjual. Contoh biaya ini adalah biaya desain produk, desain proses pengolahan produk, pengujian produk, biaya ini dibebankan kepada produk atas dasar taksiran jumlah unit produk tertentu yang akan dihasilkan selama umur produk tertentu (product life cycle). 3. Batch Activity Cost Biaya ini berhubungan dengan jumlah batch produk yang diproduksikan. Setiap cost yang merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan mesin dan peralatan sebelum suatu order prosuksi diproses adalah contoh biaya yang termasuk dalam golongan biaya ini, besar kecilnya biaya ini tergantung dari frekuensi order produksi yang diolah oleh fungsi produksi. Biaya ini tidak dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi dalam setiap order produksi. Pembeli dibebani batch activity cost berdasarkan jumlah batch activity cost yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam setiap menerima order dari pembeli. 4. Unit Level Activity Cost Biaya ini dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah unit produk yang dihasilkan. Biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya energi, biaya angkutan adalah contoh biaya yang termasuk dalam golongan ini, biaya ini dibebankan kepada produk berdasarkan jumlah unit produk dikalikan dengan jumlah produk yang sesunguhnya diperoleh. Balanced Scorecard Balanced Scorecard merupakan suatu kerangka kerja baru yang mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi perusahaan. Selain ukuran finansial masa lalu, Balanced Scorecard juga menggunakan pendorong kinerja masa depan. Pendorong kinerja yang meliputi perspektif pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan, diturunkan dari proses penerjemahan strategi perusahaan yang dilaksanakan secara eksplisit dan ketat ke dalam berbagai tujuan dan ukuran yang nyata. Balanced Scorecard tetap mempertahankan berbagai ukuran finansial tradisional yang hanya menjelaskan berbagai peristiwa masa lalu dan tidak memadai untuk menuntun dan mengevaluasi perjalanan yang harus dilalui perusahaan abad informasi dalam menciptakan nilai masa depan melalui investasi yang ditanamkan pada pelanggan, pemasok, pekerja, proses, teknologi, dan inovasi. Balanced Scorecard melengkapi seperangkat ukuran finansial kinerja masa lalu dengan ukuran pendorong (drivers) kinerja masa depan. Balanced Scorecard merupakan suatu alternatif pengukuran kinerja yang memandang dalam empat perspektif, yaitu : 1. Perspektif Keuangan Tujuan finansial menjadi fokus tujuan dan ukuran di semua perspektif lainnya. Setiap ukuran terpilih harus merupakan hubungan sebab akibat yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja keuangan. Tujuan dan ukuran finansial harus memainkan peran ganda, yakni: 1) menentukan kinerja finansial yang diharapkan dari strategi dan 2) menjadi sasaran akhir tujuan dan ukuran perspektif scorecard lainnya. 2. Perspektif Pelanggan Dalam perspektif ini perusahaan melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Perusahaan biasanya memilih dua kelompok ukuran untuk perspektif pelanggan. Kelompok ukuran pertama merupakan ukuran generik yang digunakan oleh hampir semua perusahaan. Kelompok ini meliputi : pangsa pasar, akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan. 3. Perspektif Proses Bisnis Internal Pada perspektif ini, para manajer melakukan identifikasi berbagai proses yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham. 4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perspektif ini mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan. Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal mengidentifikasikan apa yang harus dikuasai perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang istimewa. Tujuan di dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan yang ambisius dalam ketiga perspektif lainnya dapat terwujud. Yang mana diharapkan dapat memberikan penilaian yang komprehensif kepada manajemen. Supply Chain Management (SCM) Pada masa lalu pengiriman produk telah dikembangkan secara relatif tidak sesuai dengan permintaan yang diperkirakan, selanjutnya produk pabrik dan pemenuhan gudang sampai ke barang akhir yang terkadang mengalami ketidaksinkronan antara permintaan dan penyampaiannya. Kemudian keadaan mulai berubah, yang berawal dari aktivitas lintas manajemen semua industri yang sepakat untuk berkolaborasi dengan pelanggan dan pemasok pada perencanaan dan proses pengisian yang seharusnya dikerjakan secara efektif. Pelanggan dan pemasok berkumpul secara bersama-sama dalam membicarakan keuntungan melalui partner, kebutuhan yang lebih baik atas proses manajemen rantai pasokan (supply chain management) dan sistem, jelas lebih banyak bermanfaat dan mendatangkan tingginya prioritas bisnis. Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama- sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, sertu perusahaan pendukung seperti jasa logistik. Ada 3 macam hal yang harus dikelola dalam supply chain yaitu pertama, aliran barang dari hulu ke hilir contohnya bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik, setelah produksi selesai dikirim ke distributor, pengecer, kemudian ke pemakai akhir. Kedua, aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu dan ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir atau sebaliknya. Kalau supply chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan- perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, SCM adalah metode, alat atau pendekatan pengelolaannya. Supply Chain di sini bisa diartikan Semua aktivitas yang terlibat, secara langsung atau tak langsung, dalam memenuhi permintaan konsumen, meliputi pabrikan, supplier, transportasi, gudang, retailer (pengecer), konsumen. Pada tiap perusahaan, supply chain meliputi semua fungsi yang terlibat untuk memenuhi permintaan konsumen (pengembangan produk, pemasaran, proses operasi, distribusi keuangan, pelayanan konsumen). Tidak semua stage ada pada jaringan supply chain. Pendekatan yang ditekankan dalam SCM adalah terintegrasi dengan semangat kolaborasi. Supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan internal melainkan juga eksternal perusahaan yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. BARCODE (MANAGEMENT INFORMATION SYSTEM – MIS) Di awal perkembangannya, penggunaan kode baris dilakukan untuk membantu proses pemeriksaan barangbarang secara otomatis pada supermarket. Tetapi saat ini kode baris sudah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti misalnya digunakan sebagai kartu identitas, kartu kredit dan untuk pemeriksaan secara otomatis pada perpustakaan. Kode baris digambarkan dalam bentuk baris hitam tebal dan tipis yang disusun berderet sejajar horisontal. Untuk membantu pembacaan secara manual dicantumkan juga angka-angka dibawah kode baris tersebut. Angka-angka tersebut tidak mendasari pola kode baris yang tercantum. Ukuran dari kode baris tersebut dapat diperbesar maupun diperkecil dari ukuran nominalnya tanpa tergantung dari mesin yang membaca. Fungsi barcode Pada toko grosir dan departement store digunakan untuk memelihara jalur sejumlah besar materi atau item di suatu gudang/ toko dan juga mengurangi kejadian shoplifting. Sebagai alat memanajemen dokumen dan indeks. Mengikuti jalan pergerakan item, mencakup persewaan mobil, perusahaan penerbangan bagasi/tas. barang, barang sisa nuklir, parcels dan pos. Membantu para peneliti dalam menjejaki perkawinan serangga. Untuk kacis masuk. Digunakan pada automobile. Aplikasi Penggunaan Barcode Barcode banyak digunakan untuk berbagai keperluan seperti Kartu dan obat pasien pada rumah sakit, Pemeriksaan item barang di supermarket, Pemeriksaan buku pada perpustakaan Pemeriksaan dokumen pada perusahaan DNA test Kartu kredit Kartu identitas karyawan pada suatu perusahaan, dll CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT (CRM) CRM adalah sebuah istilah industri TI untuk metodologi, strategi, perangkat lunak (software) dan atau aplikasi berbasis web yang mampu membantu sebuah perusahaan untuk mengelola hubungannya dengan para pelanggan. CRM adalah Metode yang memaparkan katagori pada konsep , tools dan proses penetapan, pengembangan, pemeliharaan dan optimisasi dari hubungan yang berharga satu sama lain dalam jangka panjang antara konsumen dan organisasi. CRM mencakup metoda dan teknologi yang digunakan perusahaan untuk mengelola hubungan mereka dengan pelanggan. Informasi yang disimpan untuk setiap pelanggan dan calon pelanggan dianalisa dan digunakan untuk setiap tujuan pengambilan keputusan. Proses otomasi dalam CRM digunakan untuk menghasilkan personalisasi pemasaran otomatis berdasarkan informasi pelanggan yang tersimpan dalam sistem. CRM adalah usaha sebuah perusahaan untuk berkonsentrasi menjaga pelanggan dengan mengumpulkan segala bentuk interaksi pelanggan baik itu lewat telepon, e-mail, masukan di situs atau hasil pembicaraan dengan staf sales dan marketing. CRM adalah sebuah strategi bisnis menyeluruh dalam suatu perusahaan yang memungkinkan perusahaan tersebut secara efektif bisa mengelola hubungan dengan para pelanggan. Ruang Lingkup CRM Proses CRM : Dalam membantu Mengindetifikasi target konsumen secara umum pada kualitas sales, perencanaan dan implementasi marketing dengan tepat sasaran dan objektif. Proses CRM : Dalam membantu hubungan baik dengan konsumen (untuk memperbaiki kepuasan konsumen) dan menyediakan pelayanan terbaik yang menguntungkan konsumen. Proses CRM : Menyediakan fasilitas informasi (karyawan) dalam melayani keinginan dan kebutuhan konsumen untuk membangun hubungan baik antara perusahaan dan konsumen. Sasaran dan Tujuan CRM Untuk meningkatkan pertumbuhan jangka panjang dan profitabilitas perusahaan melalui pengertian yang lebih baik terhadap kebiasaan pelanggan. Untuk menyediakan umpan balik yang lebih efektif dan integrasi yang lebih baik dengan pengendalian return on investment dalam bisnis tersebut. Agar semua sistem, prosedur dan infrastruktur perusahaan berada di jalur yang sama untuk melayani konsumen guna mencapai kepuasan pelanggan, otomasi tenaga penjualan, pusat panggilan dan operasi lapangan harus berada di jalur yang sama. Pentingnya CRM : Karena tingkat persaingan global antar perusahaan kian besar. Fakta bahwa untuk mendapatkan pelanggan baru bisa 10 kali biaya untuk menjaga pelanggan yang sudah ada. Tren bisnis saat ini yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan loyalitas pelanggan ke perusahaan kita Banyaknya konsumen yang menginginkan pelayanan purna jual. Pengguna CRM : Bisa dari perusahaan/ bidang usaha berskala kecil sampai ke perusahaan berskala besar. Aplikasi CRM biasanya dengan mengunakan Database (Tools) seperti sofware dan browser–based application dalam mendata dan menyimpan informasi tentang konsumen. Pada Perusahan kecil dalam membuat data CRM cukup mudah dengan menggunakan aplikasi spreadsheet seperti MS Excell, Open Office Calc dll pun bisa dibuat CRM sederhana. Data pelanggan secara rajin dan teliti dicatat, sehingga setiap mereka menggunakan jasa/produk kita, kita bisa melayani sesuai riwayat data transaksi. Pada perusahaan besar, pasti dibutuhkan aplikasi pengelolaan database (DBMS = DataBase Management System), bisa dengan MS SQL, Oracle, MySQL, IBM DB2 dll. Diatas itu akan bisa dibangun aplikasi yang sesuai business logic dari CRM tiap perusahaan. Kebutuhan di perbankan akan berbeda di industri telekomunikasi, begitu juga di retail, hospitality dll.