Uploaded by User100122

Pasca Panen

advertisement
LATAR BELAKANG
Jagung merupakan tanaman pangan terpenting di dunia setelah padi dan
gandum, karena berbagai negara di dunia seperti di Amerika Tengah dan Selatan
menjadikan jagung sebagai sumber karbohidrat utama. Jagung dimanfaatkan untuk
konsumsi, bahan baku industri pangan, industri pakan dan bahan bakar. Kebutuhan
jagung dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seiring berkembangnya
industri pakan dan pangan. Tanaman Jagung merupakan komoditas nasional yang
cukup strategis, dan saat ini termasuk ke dalam program kementrian pertanian
Republik Indonesia yaitu upaya khusus padi, jagung dan kedelai. Produksi jagung
(ton pipilan kering) di seluma terus mengalami penurunan dari tahun 2010 sebesar
11.0172, tahun 2011 sebesar 6.562, tahun 2012 sebesar 5648, tahun 2013 sebesar
1591, tahun 2014 sebesar 1308 dan 2015 sebesar 1746 (BPS Provinsi Bengkulu,
2016). Organisme penggangu tanaman atau hama merupakan masalah di dalam
budidaya tanaman jagung. Masalah hama dan penyakit pada pertanaman jagung
perlu juga diperhatikan karena hal tersebut dapat mempengaruhi hasil produksi
jagung. Kendala dalam budidaya jagung yang menyebabkan rendahnya
produktivitas jagung antara lain serangan hama dan penyakit, sehingga dapat
menurunkan produksi jagung mencapai 80%. (Achmad dan Tandiabang, 2001).
Kendala dalam budidaya jagung yang menyebabkan rendahnya produktivitas
jagung antara lain serangan hama dan penyakit, kerusakan penyimpanan dan
kerusakan penanganan. Upaya pengendalian dengan varietas jagung lokal sebagai
plasma nutfah yang merupakan sumber genetik dan modal utama dalam
pembentukan varietas unggul baru. Sifat genetik varietas lokal mempunyai
keunggulan khusus dibanding varietas unggul, di antaranya tahan cekaman biotik
dan abiotik, tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Menurut Subandi et al.,
(1988), Saat ini petani kita umumnya menggunakan benih jagung varietas unggul
yang mempunyai karakteristik antara lain adalah sangat responsif terhadap
pemupukan dan hanya cocok ditanam pada tanah yang subur dengan tingkat
pemupukan yang tinggi. Sifat genetik varietas lokal mempunyai keunggulan khusus
dibanding varietas unggul, di antaranya tahan cekaman biotik dan abiotik, tahan
terhadap serangan hama gudang, tahan disimpan lebih lama, tidak mudah rebah,
mempunyai biomassa tinggi, rasa lebih disukai, tetapi produktivitasnya relatif
rendah. Varietas jagung lokal sebagai plasma nutfah merupakan sumber genetik
dan modal utama dalam pembentukan varietas unggul baru. Plasma nutfah lokal
menyimpan gen-gen penting yang tidak terdapat pada varietas unggul, antara lain
ketahanan terhadap hama dan penyakit. Namun keberadaan plasma nutfah lokal
jagung semakin tergeser oleh varietas unggul baru. Jika hal ini dibiarkan akan
berakibat punahnya plasma nutfah lokal (Yasin.et al,. 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, T., dan J. Tandiabang, 2001. Dinamika Populasi Hama Utama Tanaman
Jagung Pada Pola Tanam Berbasis Jagung. Maros Sulawesi Selatan : Balai
Penelitian Tanaman Serealia.
Asghar, A., Ali, A., Syed, W.H., Asif, M.T., Khaliq, dan Abid A.A. 2010. Growth
And Yield of Maize Cultivars Affected By NPK Application in Different
Proportion. Pakistan J Sci. Vol. 62(4) : 211-216.
Badan Pusat Statistik. 2010. Indonesia Dalam Angka 2010. Jakarta : Badan Pusat
Statistik Republik Indonesia.
Bilman. 2011. Analisis Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.), Pergeseran
Komposisi Gulma Pada Beberapa Jarak Tanam Dan Pengolahan Tanah.
Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 3(1) : 25-31.
BPS. 2016. Produksi Jagung Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu Tahun
2010-2015 (Ton Pipilan Kering). Bengkulu : BPS.
Endang S. O., Indriyanto, dan Surnayant. 2017. Identifikasi Jenis Tanaman Hutan
Rakyat Dan Pemeliharaannya Di Hutan Rakyat Desa Kelungu Kecamatan
Kotaagung Kabupaten Tanggamus. Jurnal Sylva Lestari. Vol. 5(2) : 63-77.
Nurlaili. 2010. Respon Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L.) dan Gulma
Terhadap Berbagai Jarak Tanam. Jurnal Agronobis. Vol. 2(4) : 19-29.
Paeru, R.H., dan Dewi, T.Q. 2017. Panduan Praktis Budidaya Jagung. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Sathish AG, Gowda VH, Chandrappa, Kusagur N. 2011. Long Term Effect of
Integrated and Inorganic Fertilizers on Productivity, Soil Fertility and
Uptake Of Nutrients in Rice and Maize Cropping System. IJSN. Vol. 2(1) :
84-88.
Subandi, I., Manwan, dan Blumenschein. 1988. Koordinasi Program Penelitian
Nasional Jagung. Bogor : Puslitbangtan.
Subekti, N. A., Syafruddin., R. Efendi., dan Sri, Sunarti. 2008. Morfologi Tanaman
dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman serealia, Maros.
Sutoro dan Nani Zuraida. 2007. Pengelolaan Plasma Nutfah Jagung. Bogor : Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik
Pertanian.
Wakman, W. 2008. Teknologi Pengendalian Hama Penyakit Jagung di Lapangan
dan Gudang. Maros : Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Yasin, M. H.G., S. Singgih, M. Hamdani, dan Sigit B. 2008. Keragaman Hayati
Plasma Nutfah Jagung. Maros Sulawesi Selatan : Balai Penelitian Tanaman
Serealia.
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Tinjauan Umum Tanaman jagung (Zea mays L.)
Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman rumput-rumputan dan
berbiji tunggal (monokotil). Jagung merupakan tanaman rumput kuat, sedikit
berumpun dengan batang kasar dan tingginya berkisar 0,6-3 m. Tanaman
jagung termasuk jenis tumbuhan musiman dengan umur ± 3 bulan (Yasin.et
al,. 2008).. Menurut Endang et al (2017), tanaman jagung dalam tata nama atau
sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan jagung diklasifikasi sebagai berikut
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae/Monocotyledoneae
Ordo
: Graminae
Famili
: Graminaceae
Genus
: Zea
Spesies
: Zea mays L.
Tanaman jagung (Zea mays L.) adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian
dari keluarga rumput-rumputan (Graminaceae). Tanaman jagung berasal dari
Amerika Latin, termasuk dalam kelompok monocious sehingga memiliki sifatsifat botani yang sama dengan rumput-rumputan lain, diantaranya memiliki
ruas atau buku pada batang, berdaun tunggal pada setiap daun terdiri atas
pelepah daun yang mengelilingi batang. Batang jagung berfungsi untuk
menyokong daun dan menghubungkan bagian atas tanaman dengan akar dalam
menyalurkan air dan unsur hara tanaman. Batangnya beruas-ruas dengan
jumlah antara 8-12 ruas, tinggi tanaman bervariasi antara 150-300 cm dengan
diameternya mencapai 3-4 cm.
Daun jagung berbentuk pita yang terdiri atas pelepah, leher dan helai daun
dengan jumlahnya yang bervariasi antara 10-20 helai atau rata-rata 12-18 helai
7 8 dengan panjang daun sekitar 30-150 cm, lebar daun mencapai 15 cm.
Tinggi tanaman dan jumlah daun jagung sangat tergantung pada varietas dan
faktor lingkungan. Daun jagung berfungsi sebagai tempat berlangsungnya
proses fotosintesis yang membentuk makanan bagi tanaman dari mineralmineral dan air yang diambil dari tanah serta CO2 yang diambil dari udara
dengan bantuan klorofil dan sinar matahari (Sathish et al, 2011).
Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan.
Di Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting
setelah padi. Berdasarkan urutan bahan makanan pokok di dunia, jagung
menduduki urutan ke 3 setelah gandum dan padi. Di daerah Madura, jagung
banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok. Akhir-akhir ini tanaman jagung
semakin meningkat penggunaannya. Jagung (Zea mays L.) merupakan salah
satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan (Badan
Pusat Statistik, 2010).
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman penting, karena kaya akan serat
pangan yang dibutuhkan tubuh. Selain untuk pangan dapat dimanfaatkan
sebagai pakan dan industri lain. Potensi produktivitas jagung di Indonesia dapat
mencapai 7,0–7,5 ton hal tetapi masih jauh dari harapan karena, tahun 2010
tercatat produksi jagung hanya 4,43 ton ha-1. Kendala utama produksi jagung
adalah konversi lahan subur untuk kepentingan nonpertanian (BPS, 2010).
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang
ekonomis dan berpeluang untuk dikembangkan. Jagung biasanya digunakan
sebagai bahan baku industri makanan, industri kimia, industri farmasi dan
pakan ternak. Perkembangan produksi jagung di Indonesia selama lima tahun
terakhir mengalami peningkatan. Kemampuan tanaman bersaing dengan gulma
ditentukan oleh spesies gulma, kepadatan gulma, saat dan lama persaingan,
cara budidaya dan varietas tanaman serta tingkat kesuburan tanah. Bentuk
persaingan yang terjadi antara gulma rumput teki (Cyperus rotundus) dan
tanaman jagung (Zea mays L.) meliputi persaingan untuk cahaya, nutrisi, air,
kadar garam, CO2, dan ruang tumbuh (Nurlaili, 2010).
2.1 Morfologi Tanaman jagung (Zea mays L.)
a.
Biji
Biji jagung tunggal berbentuk pipih dengan permukaan atas yang cembung
atau cekung dan dasar runcing. Bijinya terdiri atas tiga bagian, yaitu pericarp,
endosperma, dan embrio. Pericarp atau kulit merupakan bagian paling luar
sebagai lapisan pembungkus. Endosperma merupakan bagian atau lapisan
kedua sebagai cadangan makanan biji (Paeru dan Dewi, 2017).
b.
Daun
Genotipe jagung mempunyai keragaman dalam hal panjang, lebar, tebal,
sudut, dan warna pigmentasi daun. Lebar helai daun dikategorikan mulai dari
sangat sempit (< 5 cm), sempit (5,1-7 cm), sedang (7,1-9 cm), lebar (9,1-11
cm), hingga sangat lebar (>11 cm) (Subekti et al., 2008).
c.
Batang
Batang jagung tidak bercabang dan kaku. Bentuk cabangnya silinder dan
terdiri atas beberapa ruas serta buku ruas. Adapun tingginya tergantung varietas
dan tempat penanaman, umumnya berkisar 60-250 cm (Paeru dan Dewi, 2017).
d.
Akar
Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar
seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar
yang berkembang dari radikula dan embrio. Akar adventif adalah akar yang
semula berkembang dari buku di ujung mesokotil. Akar kait atau penyangga
adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan
tanah (Subekti et al., 2008).
e.
Bunga
Bunga jagung juga termasuk bunga tidak lengkap karena tidak memiliki
petal dan sepal. Alat kelamin jantan dan betinanya juga berada pada bunga
yang berbeda sehingga disebut bunga tidak sempurna. Bunga jantan terdapat
di ujung batang. Adapun bunga betina terdapat di bagian daun ke-6 atau ke-8
dari bunga jantan (Paeru dan Dewi, 2017).
f.
Rambut jagung
Rambut jagung adalah kepala putik dan tangkai kepala putik buah Zea
mays L., berupa benang-benang ramping, lemas, agak mengkilat, dengan
panjang 10-25 cm dan diameter lebih kurang 0,4 mm. Rambut jagung (silk)
adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol.
Rambut jagung tumbuh dengan panjang hingga 30,5 cm atau lebih sehingga
keluar dari ujung kelobot. Panjang rambut jagung bergantung pada panjang
tongkol dan kelobot (Subekti et al., 2008).
Berdasarkan penelitian, rambut jagung mengandung protein, vitamin,
karbohidrat, garam-garam kalsium, kalium, magnesium, dan natrium, minyak
atsiri, steroid seperti sitosterol dan stigmasterol, dan senyawa antioksidan
seperti alkaloid, saponin, tanin, dan flavonoid (Nuridayanti, 2011).
Berdasarkan penelitian mengenai aktivitas antioksidan rebusan rambut jagung,
didapatkan nilai IC50 (Inhibitory Concentration) dari rebusan rambut jagung
dengan fraksi etil asetat, ekstrak metanol, fraksi air secara berturut-turut adalah
131,20 ppm, 147,10 ppm, 269,63 ppm. Aktivitas antioksidan fraksi etil asetat,
metanol dan air tergolong tergolong sedang
g.
Tongkol
Tanaman jagung menghasilkan satu atau beberapa tongkol. Tongkol
muncul dari buku ruas berupa tunas yang kemudian berkembang menjadi
tongkol. Pada tongkol terdapat biji jagung yang tersusun rapi. Dalam satu
tongkol terdapat 200-400 biji (Paeru dan Dewi, 2017).
2.3 Syarat Tumbuh Tanaman jagung (Zea mays L.)
Tanaman jagung berasal dari daerah tropis yang dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan di luar daerah tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan
lingkungan yang terlalu ketat, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah
bahkan pada kondisi tanah yang agak kering. Untuk pertumbuhan optimalnya
tanaman jagung menghendaki beberapa persyaratan yaitu iklim dan tanah. klim
yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah beriklim
sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah. Jagung dapat
tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50 derajat LU hingga 0-40 derajat LS.
Lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah
hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Fase pembungaan dan
pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung
ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau (Sutoro dan Nani
Zuraida, 2007)
Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari.
Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/merana, dan
memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah.
Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34°C, akan tetapi bagi
pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23- 27°C.
Proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar
30°C. Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik
daripada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan
pengeringan hasil (Wakman, 2008).
Tanah yang dikehendaki tanaman jagung adalah tanah yang gembur, subur
dan banyak mengandung humus dengan drainase yang baik sebab sistem
perakaran jagung adalah akar serabut dengan sistem perakarannya yang
dangkal dengan pH tanah antara 5,5-7,0 (Bilman, 2011). Menurut Endang et al
(2017), tanaman jagung memiliki beberapa syarat tumbuh. Jumlah curah hujan
yang diperlukan untuk pertumbuhan jagung yang optimal adalah 1.200-1.500
mm tahun-1 dengan bulan basah (> 100 mm bulan-1) 7-9 bulan dan bulan
kering (<60 mm bulan-1) 4-6 bulan. Jagung membutuhkan kelembaban udara
sedang sampai dengan tinggi (50% – 80%) agar keseimbangan metabolisme
tanaman dapat berlangsung dengan optimal. Kisaran temperatur untuk syarat
pertumbuhan tanaman jagung adalah antara 23°C – 27°C dengan temperatur
optimum 25°C.
2.4 Organisme Pengganggu Tanaman jagung (Zea mays L.)
Hama jagung menyerang seluruh fase pertumbuhan tanaman jagung, baik
vegetatif maupun generatif. Hama yang biasa ditemukan pada tanaman jagung
adalah lalat bibit (Atherigona sp.), penggerek batang (Ostrinia furnacalis),
penggerek tongkol (Helicoverpa armigera), pemakan daun (Spodoptera
litura), kutu daun (Aphis sp.) dan belalang (Locusta sp.). Hama-hama ini
memberikan kontribusi dalam kehilangan hasil tanaman jagung. Ketersediaan
tehnologi penanganan hama ini telah banyak dilakukan baik oleh Balai
Penelitian Tanaman Seralia maupun lembaga-lembaga lain. Tehnologi
penanganannya dapat berupa pemanfaatan agen hayati, pola tanam, kultur
tehnis, varietas resisten, mekanis, dan kimiawi (Nurlaili, 2010).
Hama yang sering menyerang tanaman jagung yaitu lalat bibit (Atherigona
exigua Stein), dan ulat pemotong. Penelitian serangan hama pada tanaman
jagung (Zea mays L.) menggunakan metode survey atau patroli langsung pada
hamparan tanaman jagung. Pengamatan langsung dengan mengamati 10 persen
dari luas lahan pada ubinan 1 x 1 m secara random dengan 4 ulangan.
Pengumpulan data dengan cara kualitatif mengamati jenis-jenis hama yang
menyerang, jenis-jenis musuh alami, gejala serangan, dan persentase serangan.
Data yang didapat disusun secara tabulasi dan dilakukan analisis secara
destruktif. Dari pengamatan di lapangan ditemukan 3 species hama yang
menyerang tanaman jagung yaitu penggerek tongkol (Helicoverpa armigera),
kutu daun (Aphis sp.), dan belalang kembara (Locusta sp.) dengan persentase
serangan masing-masing 10%, 5%, dan 100% (Sathish et al, 2011).
Penyakit yang sering menyerang tanaman jagung adalah penyakit bulai
(Downy mildew), penyakit bercak daun (Leaf bligh), penyakit karat (Rust),
penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil smut), penyakit busuk tongkol dan
busuk biji. Pengendaliannya yaitu dengan menggunakan pestisida alami dan
pestisida kimia (Asghar et al, 2010).
Penyakit bulai (Downy mildew), penyebab cendawan Peronosclerospora
maydis dan P. javanica serta P. philippinensis, merajalela pada suhu udara 270
°C ke atas serta keadaan udara lembab. Gejala ditandai antara lain umur 2-3
minggu daun runcing, kecil, kaku, pertumbuhan batang terhambat, warna
menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih;
umur 3-5 minggu mengalami gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dari
bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi; pada tanaman dewasa,
terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua. Pengendalian dengan cara
penanaman menjelang atau awal musim penghujan, pola tanam dan pola
pergiliran tanaman, penanaman varietas tahan, cabut tanaman terserang
(Nurlaili, 2010).
2.5 Upaya Penanganan Kerusakan pada Tanaman jagung (Zea mays L.)
Upaya pengendalian oleh petani pada saat ini adalah dengan menggunakan
pestisida kimia sintetis atau bahan kimia lainnya yang tidak ramah lingkungan.
Penggunaan
pestisida
kimia
sintetis
dalam
perkembangannya
telah
menimbulkan dampak negatif terhadap organisme bukan sasaran (hewan dan
manusia), serta telah mencemari lingkungan tanah, tanaman, air dan ekosistem
lain. Selain itu pestisida kimia sintetis telah menyebabkan kecenderungan
hama menjadi kebal atau resisten sehingga menambah dosis penggunaan untuk
masa tanam berikutnya (Bilman, 2011)
Prinsip ekologi mengembangkan upaya pola hubungan antara organisme
dengan alam adalah satu kesatuan. Upaya-upaya pemanfaatan air, tanah, udara,
iklim serta sumber-sumber keanekaragaman hayati di alam harus seoptimal
mungkin tapi tidak mengeksploitasinya. Upaya-upaya pelestarian harus sejalan
dengan upaya pemanfaatan. Saat ini petani kita umumnya menggunakan benih
jagung varietas unggul yang mempunyai karakteristik antara lain adalah sangat
responsif terhadap pemupukan dan hanya cocok ditanam pada tanah yang
subur dengan tingkat pemupukan yang tinggi (Subandi et al., 1988).
Varietas unggul jagung telah banyak dilepas dan menyebar cukup luas di
Indonesia. Dengan semakin berkembangnya penggunaan varietas baru oleh
petani, maka varietas lokal (landraces) terdesak dan sebagian telah musnah
Penggunaan benih jagung hibrida biasanya akan menghasilkan produksi yang
lebih tinggi, tetapi harga benihnya lebih mahal, dan tersedia dalam jumlah
terbatas (Wakman, 2008). Oleh karena itu, plasma nutfah yang sudah ada harus
dilestarikan, agar selalu tersedia sumber gen untuk masa kini maupun masa
mendatang.
Gen-gen yang nampaknya sekarang belum berguna, pada masa mendatang
mungkin diperlukan dalam pembentukan varietas unggul baru. Program
pemuliaan tanaman pangan untuk menghasilkan varietas unggul baru dengan
produktivitas dan stabilitas hasil tinggi selalu membutuhkan sumber-sumber
gen dari sifat-sifat tanaman yang mendukung tujuan tersebut. Sifat-sifat yang
diinginkan antara lain adalah potensi hasil tinggi, daya adaptasi lebih baik
terhadap kondisi lingkungan suboptimal, tahan terhadap hama dan penyakit
utama, umur lebih pendek (genjah), kandungan dan kualitas gizi yang lebih
baik. Sumber-sumber gen untuk sifat-sifat tersebut perlu diidentifikasi dan
ditemukan pada koleksi plasma nutfah melalui kegiatan karakterisasi dan
evaluasi (Sutoro dan Nani Zuraida, 2007).
Sifat genetik varietas lokal mempunyai keunggulan khusus dibanding
varietas unggul, di antaranya tahan cekaman biotik dan abiotik, tahan terhadap
serangan hama gudang, tahan disimpan lebih lama, tidak mudah rebah,
mempunyai biomassa tinggi, rasa lebih disukai, tetapi produktivitasnya relatif
rendah. Varietas jagung lokal sebagai plasma nutfah merupakan sumber
genetik dan modal utama dalam pembentukan varietas unggul baru. Plasma
nutfah lokal menyimpan gen-gen penting yang tidak terdapat pada varietas
unggul, antara lain ketahanan terhadap hama dan penyakit. Namun keberadaan
plasma nutfah lokal jagung semakin tergeser oleh varietas unggul baru. Jika
hal ini dibiarkan akan berakibat punahnya plasma nutfah lokal. (Yasin et al.,
2008).
Download