REFORMASI PELAYANAN PUBLIK PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DI KOTA MALANG Oleh: Nama: Irkhamul Umam NIM: 21801091130 PROGAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2020 i KATA PENGANTAR Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan rahmat serta anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah saya dengan judul “Reformasi Pelayanan Publik Pada Era Revolusi Industri 4.0 Di Kota Malang”. Shalawat serta salam tidak lupa selalu saya haturkan untuk junjungan nabi besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariat agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta. Saya ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah membantu saya selama proses penyelesaian makalah ini hingga rampungnya makalah ini. Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya makalah yang telah kami buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya. . Malang, 12 November 2020 Irkhamul Umam ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii BAB I .............................................................................................................................................. 1 PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1 A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian ................................................................................................................. 5 D. Manfaat Teoritis ................................................................................................................... 5 BAB II............................................................................................................................................. 6 A. Deskripsi Detail Kajian Teori Yang Digunakan .................................................................. 6 B. Kerangka Teoritis Yang Berisi Keterkaitan Ide/Tema ...................................................... 11 BAB III ......................................................................................................................................... 17 A. Gambaran Umum Lokasi ................................................................................................... 17 B. Hubungan Lokasi Dengan Tema/Ide ................................................................................. 17 BAB IV ......................................................................................................................................... 18 A. Deskripsi Fokus Ide/Tema ................................................................................................. 18 B. Analisis Dan Interpretasi.................................................................................................... 21 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 22 iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang berbentuk republik, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial yang dimana dalam penyelenggaraan pemerintahannya menggunakan konsep pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif dan yudikatif. Konsep pemisahan kekuasaan yang diterapkan di Indonesia direalisasikan dalam bentuk otonomi daerah. Dasar diterapkannya otonomi daerah diatur dalam Undang-undang No. 23 Tahun 20141yangmerupakan pembaharuan dari Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Pada dasarnya terdapat tiga asas dasar yang merupakan inti dari adanya otonomi daerah, antara lain asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan. Asas desentralisasi menitikberatkan pada penyerahan kewenangan dari pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengelola rumah tangga pemerintahan daerah sendiri. Dalam hal ini, tidak semua urusan pemerintahan pusat diserahkan kepada pemerintahan daerah yang berkaitan dengan urusan pemerintahan absolut yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 Pasal (10) Ayat 1. Asas dekonsentrasi dijelaskan dalam UU No. 23 Tahun 2014 Pasal (1) Ayat 9 merupakan pelimpahan sebagian urusan pemerintah yang adalah kewenangan pemerintahanpusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/walikota sebagai penanggungjawab urusan pemerintahan umum. Asas tugas pembantuan merujuk pada penugasan dari pemerintahan pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintahan pusat atau dari pemerintahan provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk menjalankan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi. Dengan adanya kewenangan yang telah diatur dalam otonomi daerah maka setiap daerah mempunyai pola dan strateginya masing-masing dalam 1 mengatur dan mengelola pemerintahan daerahnya. Seiring dengan adanya perkembangan zaman, setiap daerah dituntut agar dapat menyesuaikan pelaksanaan pemerintahan dengan perkembangan zaman. Hal tersebut mendorong Pemerintahan Kota Malang untuk bertransformasi dari pola pelayanan publik yang menggunakan pola konvensional berlaih ke pola yang lebih modern. Kesiapan sebuah daerah dalam menyikapi perubahan yang ada di era revolusi industri 4.0 harus sejalan, dimana antara internal pemerintah dan juga masyarakat saling inheren. Kolaborasi yang diciptakan menentukan pola perkembangan yang tercipta dalam pengelolaan wilayah disetiap daerah. Pemerintahan Kota Malang secara administratif masuk dalam lingkup Provinsi Jawa Timur yang juga memiliki legitimasi untuk mengelola jalannya rumah tangga pemerintahan daerah berdasarkan amanat dari Undang-undang No. 23 Tahun 2014 mengenai otonomi daerah. Sehubungan dengal hal termaktub, maka konsekuensi logis dengan adanya Undang-undang otonomi daerah, Pemerintahan Kota Malang dituntut untuk menciptakan pola pelayanan publik yang lebih dekat dengan masyarakat. Untuk menunjang pelayanan publik yang baik, dibutuhkan kesiapan internal birokrasi yang baik sebagai pelayan publik. Berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, diterjemahkan dalam bentuk Peraturan Walikota Malang No. 46 Tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja Badan Kepegawaian Daerah, secara legitimasi telah menugaskan kepada Badan Kepegawaian Daerah untuk melaksanakan fungsi penunjang urusan pemerintahan daerah dalam bidang kepegawaian.Hal tersebut secara spesifik dijabarkan dalam Undang-undang No. 46 Tahun 2016 Bab II Pasal (2) Ayat 1. Berdasarkan landasan tersebut, internal birokrasi yang ditekankan dalam hal ini adalah bagian dari tugas pokok dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah. Badan Kepegawaian Daerah secara struktural hierarkis merupakan perpanjangan tangan dari Badan Kepegawaian Negara yang ada di daerah. Pola pendekatan yang ditonjolkan dalam mengelola bidang kepegawaian di daerah disesuaikan dengan kebutuhan yang ada di daerah masing-masing. Seiring dengan perkembangan zaman, tentu memiliki dampak yang signifikan terhadap tata cara 2 pengelolaan sumberdaya kepegawaian yang ada di Kota Malang. Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat menuntut setiap daerah termasuk Kota Malang untuk bisa meningkatkan mutu pelayanan publik berbasis kinerja birokrasi yang efektif dan efisien. Hal tersebut masih terjadi problem sistematik dalam melihat interelasi antara konsep pelayanan birokrasi yang berbasis kinerja dengan tuntutan publik yang beragam dalam menyikapi pola perubahan yang ditawarkan oleh perkembangan teknologi. Dalam mewujudkan kesiapan birokrasi untuk menyongsong kesiapan birokrasi berdasarkan konsep good governance, peran pemerintah sebagai katalisator merupakan tuntutan sentral yang harus dipenuhi oleh sumber daya pegawai yang ada di pemerintahan. Berdasarkan konsep good governance, hubungan antara kesiapan birokrasi dan kinerja yang dihasilkan adalah simetris. Artinya bahwa dibutuhkan reformasi birokrasi dalam menjawab setiap persoalan tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 11 Tahun 2015 yang merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Designreformasi birokrasi secara gamblang menjadi kajian pentingbagi pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya pegawainya yang ada di daerah masing-masing. Konsep penyelenggaraan reformasi birokrasi menjadi isu sentral yang hingga saat ini masih digodok oleh pemerintah demi mewujudkangood governance. Berdasarkan panduan reformasi birokrasi yang digagas oleh pemerintahan pusat, pemerintahan daerah dalam hal ini Badan Kepegawaian Daerah yang mengurus tentang kepegawaian di daerah dituntut agar bisa memposisikan konseptual rancangan manajemen pegawai dalam bentuk kebijakan-kebijakan strategis yang secara definitif merepresentasikan konsep dari reformasi birokrasi. Sehubungan dengan hal tersebut dibutuhkan kolaborasi solid antara perkembangan teknologi informasi dengan tata kelola kepegawaian. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan reformasi birokrasi yang responsif terhadap tuntutan zaman. Dengan demikian, maka antara perubahan zaman dan pelaksanaan birokrasi bisa komplementif dalam pengimplementasiannya. 3 Kebijakan strategis yang dicanangkan oleh Badang Kepegawaian Daerah Kota Malang dalam hal ini disesuaikan dengan keadaan birokrasinya. Tentunya strategi-strategi yang diciptakan bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan kompetensi dari Aparatur Sipil Negara baik Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Selain untuk mewujudkan reformasi birokrasi yang efektif dan efisien, pengimplementasianya tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang timbul dari adanya kebijakan-kebijakan strategis yang digagas oleh Badan Kepegawaian Daerah. Dengan demikian dibutuhkan kesiapan dan rencana kebijakan alternatif untuk bisa memberikan solusi efektif dalam mencermati problematika yang ditemukan. Hal ini menjadi penting karena kinerja pegawai akan berpengaruh terhadap pelayanan publik yang diberikan kepada khalayak umum. Strategi inovatif yang diterapkan oleh Badan Kepegawaian Daerah dapat berupa kebijakan sektoral maupun kebijakan general yang termanifestasikan dalam bentuk kebijakan tertulis maupun berupa aplikasi SIMAS (Sistem Informasi Manajemen ASN) online. Tujuan utamanya adalah menyediakan wadah yang dapat menfasilitasi tantangan perkembangan teknologi informasi dengan peningkatan kinerja dan kompetensi aparatur sipil negara di Pemerintahan Kota Malang. Artinya konteks fokus dan lokus bisa menjadi telaah sentral dalam melihat kebijakan strategis yang dihasilkan oleh Badan Kepegawaian Daerah sebagai induk pengelola birokrasi yang jika dikaitkan dengan teori Max Weber (1947:330-332) tentang birokrasi ideal yang dimana salah satu poinnya menekankan pada pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang dijalankan dengan disiplin. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang memanajemen birokrasi pemerintahannya? 2. Apa saja indikator permasalahan yang ditemukan dalam tata kelola birokrasi di Pemerintahan Daerah Kota Malang? 4 3. Bagaimana strategi dalam meningkatkan kinerja birokrasi di Kota Malang? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui bagaimana Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang memanajemen birokrasinya 2. Mengetahui apa saja indikator permasalahan yang ditemukan dalam tata kelola birokrasi di Pemerintahan Daerah Kota Malang 3. Mengetahui bagaimana strategi dalam meningkatkan kinerja birokrasi di Kota Malang D. Manfaat Teoritis Dalam mengkaji mengenai strategi yang digunakan oleh Pemerintahan Kota Malang dalam pengelolaan birokrasi, membutuhkan penelitian yang mendalam sehingga dapat diperoleh data yang lebih aktual, faktual, dan kontekstual mengenai hal tersebut. Untuk menunjang pembahasannya, metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif, dimana menekankan pada sumber data primer yang dilakukan melalui pengambilan data secara langsung pada dinas terkait. Dalam hal ini penelitian dilakukan pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang, melalui pengumpulan data yang berkaitan dengan strategi penyelenggaraan birokrasi Pemerintahan Kota Malang di era revolusi 4.0 dan juga interviewdenganWahyu Ariyanto, S.STP selaku Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH Kota Malang. Penulis juga menggunakan metode sekunder melalui studi kepustakaan yang bersumber dari internet, jurnal dan buku guna memberikan kesimpulan yang relevan. Penelitian ini menggunakan analisa model deskriptif-kualitatif dalam menyelidiki strategi penyelenggaraan Pemerintahan Kota Malang di era revolusi industri 4.0. 5 BAB II A. Deskripsi Detail Kajian Teori Yang Digunakan Objek kajian tentang manajemen pemerintahan pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana sebuah birokrasi pemerintah memanajemen kondisi struktural pemerintah. Fokus utama dalam melihat konsekuensi dari implementasi pengelolaan pemerintahan dikoherensikan berdasarkan rujukan-rujukan umum yang menjadi titik sentral sebagai perwujudan dari good governance. Istianto menelaah konsep manajemen pemerintahan yang diuraikan dalam bukunya Manajemen Pemerintahan Dalam Prespektif Pelayanan Publik, mendudukkan bahwa “Manajemen pemerintahan diartikan pada bagaimana secara organisasional untuk mengimplementasikan kebijakan publik. Dengan demikian manajemen pemerintahan lebih terfokus pada alat-alat manajerial, teknis pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan untuk mengubah ide-ide dan kebijakan menjadi program tindakan”(Istianto, 2011: 29). Pandangan dari Istianto disempurnakan oleh teori G.R. Terry (2013) yang memberikan spesifikasi terhadap prinsip-prinsip manajemen pemerintahan yang tertuang dalam bukunya yang berjudul Prinsip-prinsip Manajemen yang mana terdapat empat fungsi pokok dalam tata kelola birokrasi antara lain meliputi fungsi perencanaan yang menekankan pada bagaimana pemerintah mengkonsepkan tujuan yang ingin dicapai yang termanifestasikan dalam pelayanan publik. Prinsip manajemen kedua yaitu berkaitan dengan bagaimana pemerintah mengorganisir elemenelemen yang secara imperatif masuk dalam strata administratif birokrasi, yang mana menekankan pada pembagian tugas pokok dan fungsi dalam praktik birokrasipemerintahan. Selain itu, hal utama yang ditegaskan oleh G.R. Terry menegaskan bahwa dalam manajemen pemerintahan, fungsi pengawasan menjadi sebuah komitmen utama yang harus dimiliki untuk menunjang jalannya sebuah birokrasi pemerintahan. Dalam aktualisasi penataan birokrasi terdapat sebuah fungsi yang menfokuskan pada kreatifitas dan inovasi yang harus diwujudkan 6 dalam bentuk fungsi pergerakan sebagai resultantedalam memanajemen pemerintahan yang baik. Berdasarkan konsepan yang ditawarkan oleh Istianto secara gamblang menjelaskan bahwa inti daripada manajemen pemerintahan bertitik tolak pada bagaimana pemerintah melakukan pelaksanaan, perencanaan, pengorganisasian, serta pelayanan publik. Sesuai dengan amanat Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, menitikberatkan pada tiga asas penting yang memiliki keterkaitan dengan manajemen pemerintahan, antara lain asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, asas tugas pembantuan. Tuntutan dari regulasi atas otonomi daerah memberikan keleluasaan terhadap pemerintahan daerah untuk bisa memanajemen birokrasi di daerah masing-masing, dengan demikian terjadi pemisahan tugas yang secara detail tersegmentasi antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Dasar dari adanya Undang-undang No. 23 Tahun 2014 antara lain untuk menjamin efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, menata manajemen pemrintahan daerah yang bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang akuntabel, responsif, transparan dan efisien, untuk menata keseimbangan tanggungawab dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan. Selain itu, perwujudan dari undang-undang otonomi daerah juga berkaitan dengan bagaimana pemerintah menata pembentukan daerah agar lebih selektif sesuai dengan kondisi dan kemampuan daerah serta menata antara hubungan pusat dan daerah. Wujud nyata dari prinsip-prinsip manajemen pemerintahan yaitu berkaitan dengan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi diperuntukkan agar pemerintah daerah maupun pemerintahan pusat memiliki aparatur sipil negara yang secara kinerja dan kualitasindividual terakumulasi dalam pelayanan publik yang baik sebagai pedoman good governance. Manajemen pemerintahan pada intinya menurut Ndraha adalah “bagaimana menciptakan effectiveness usaha (“doing right things”) secaraefficient (“doing things right”) danproduktif, melalui fungsi dan skill tertentu, dalam rangka mencapai tujuan organisasional yang telah ditetapkan.” (Ndraha, 2011: 159). Sesuai dengan penjabaran yang dijelaskan oleh Ndraha, maka dapat dilihat bahwa sistematika pengelolaan manajemen 7 pemerintahan tertuju pada penciptaan nilai-nilai yang menunjang kesiapan birokrasi pemerintahan. Dalam pengelolaan manajemen pemerintahan di daerah terdapat sebuah badan resmi pemerintahan yang dilegitimasi oleh aturan perundang-undangan sebagai pengelola manajemen pemerintahan di daerah. Badan Kepegawaian Daerah merupakan lembaga pemerintahan yang fokusnya pada manajemen birokrasi penunjang kinerja pemerintahan, sehingga tugas pokok dan fungsinya ialah berkaitan dengan sumber daya manusia dari aparatur sipil negara.Badan Kepegawaian Daerah mengelola birokrasi pemerintahan di daerah berdasarkan Undang-undang No. Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Peraturan Pemerintahan No. 11 Tahun 2017 tentang manajemen Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja. Secara regulasi, Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang menjalankan tugas pokok dan fungsi yang terspesifikasi berdasarkan Peraturan Walikota Malang No. 46 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Badan Kepegawaian Daerah. Manajemen pemerintahan berdasarkan regulasi nasional yang diwujudkan dalam Undang-undang No. 5 Tahun 2014 Pasal (6) tentang ASN, membagi kategori ASN dalam dua tipologi, antara lain Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dijabarkan dalam Pasal (7) Ayat 1 bahwa PNS diangkat sebagai pegawai tetap oleh pejabat pembina kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional, dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK) yang dalam Pasal (7) Ayat 2 diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh pejabat pembina kepegawaian sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah dan ketentuan undang-undang, atau dengan kata lain bahwa, PNS memiliki hak pensiun dan mendapat gaji sesuai dengan tunjangan yang diatur berdasarkan pada pangkat struktural sedangkan PPPK tidak secara spesifik diatur dalam undangundang karena satusnya adalah kontrak yang disesuaikan dengan kebutuhan di instansi pemerintahan yang membutuhkan jangka waktu dari PPPK disesuaikan dengan kesepakatan individu dengan instansi terkait. 8 Dalam memanajemen birokrasi di daerah Kota Malang, sesuai dengan tuntutan reformasi birokrasi dalam mewujudkan good governance, Badan Kepegawaian Darah Kota Malang menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi di era revolusi 4.0. Hal ini menjadi landasan pola pergerakan yang dicanangkan oleh Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang untuk mewujudkan kinerja aparatur negara yang responsif terhadap perkembangan zaman sesuai dengan amanat yang tertera dalam undang-undang, baik UU ASN maupun PP tentang tugas pokok dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Urusan Bagian Umum dan Kepegawaian, Wahyu Ariyanto, S.STP menjelaskan bahwa dalam menyikapi era revolusi 4.0, Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang melakukan sosialisasi internal yang berkaitan dengan kepemimpinan perangkat daerah untuk menyiapkan sumber daya aparatur sipil negara yang dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan zaman yang begitu massif. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang No.5 Tahun 2014 tentang ASN yang yang dijabarkan lebih lanjut tentang manajemen karir ASN dan diatur dalam Pasal 51. Dalam pasal ini, manajemen pegawai yang ditekankan yaitu berdasarkan sistem merit dimana penempatan pegawai disesuaikan dengan kompetensi dan kualifikasi kinerja. Lebih lanjut, dalam Pasal 55 No. 1 huruf (e) yaitu menekankan pada pola karir. Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang melakukan sosialisasi kepemimpinan perangkat daerah yang fokusnya adalah pada kepala OPD untuk mempersiapkan kinerja pegawai di masing-masing OPD berdasarkan perbedaan kualifikasi dan kompetensi agar dengan mudah memetakan penempatan pegawai sehingga terwujudnya sistem merit yang merata. Cara Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang mengkaji tentang pengklasifikasian berdasarkan kompetensi bertujuan agar pegawai yang belum memiliki spesifikasi tertentu untuk bisa meningkatkan sumber daya individu melalui pendidikan lanjutan dan magang. Sesuai dengan apa yang dijelaskan, contoh yang terjadi dalam sistem kepegawaian Kota Malang dimana pegawaipegawai yang bertugasdi Badan Pelayanan Pajak Daerah Kota Malang dimagangkan pada kantor pajak provinsi yang bertujuan untuk meningkatkan 9 kompetensi pegawai tersebut. Selain sosialisasi kepadakepala setiap OPD di Pemerintahan Kota Malang, Badan Kepegwaian Daerah Kota Malang juga menempuh metode alternatif untuk menyiapkan sumber daya apatatur negara di Kota Malang yaitu dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi setiap pegawai di dalamnya. Berdasarkan hasil wawancara dijelaskan juga bahwa pendidikan dan pelatihan telah dilakukan secara masif, antara lain diklat tentang budaya kerja. Maksud dan tujuan diadakannya diklat yang begitu massif yaitu demi menunjang peningkatan kinerja pegawai di Kota Malang. Kebijakan tentang diklat secara umum telah diamanatkan oleh BKN pusat yang kemudian dieksekusi oleh Badan Kepegawaian Daerah disesuaikan dengan kebutuhan di daerah masing-masing.Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang menginisiasi kebijakan tersebut dengan memetakan kebutuhan dari setiap OPD yang ada di Kota Malang. Hal ini menjadi penting karena dengan adanya pemetaan tersebut maka Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang dapat dengan mudah merencanakan pendidikan dan latihan sesuai dengan kebutuhandi OPD masing-masing. Selain dengan memetakan kebutuhan dari setiap OPD, Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang juga menyerap aspirasi dari pegawai-pegawai yang dapat mengusulkan apa yang dibutuhkan sehingga dapat difasilitasi oleh Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang. Alternatif lain yang ditempuh untuk menyaring kebutuhan dari setiap OPD yaitu dengan cara evaluasi jabatan. Dalam evaluasi jabatan, dapat terlihat bahwa kompetensi pegawai dalam menjalankan tupoksinya masing-masing apakah sudah sesuai dengan standar operasional prosedur kinerja pegawai atau belum dan bahkan tidak berjalan sama sekali. Kelemahan-kelemahan yang ditemukan menjadi tugas dari Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang untuk mengadakan diklat berdasarkan kebutuhan OPD-OPD. Selain pendidikan dan pelatihan yang difokuskan pada pejabat dan juga pegawai di OPD masing-masing, Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang menciptakan inovasi sebagai terobosan atas perkembangan teknologi informasi yang begitu massif di era revolusi 4.0. Inovasi tersebut terealisasi berupa aplikasi bernama Sistem Informasi Manajemen ASN (SIMAS) online. SIMAS sendiri merupakan pengembangan lanjutan dari 10 kebijakan yang dibuat oleh Kementerian Dalam Negeri berupa Aplikasi SIMPEG (Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian) yang digagas berdasarkan keputusan Mendagri No. 17 Tahun 2000 tentang Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2000 tentang Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian Depdagri dan Pemda menyebutkan bahwa: “Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian adalah suatu totalitas yang terpadu yang terdiri atas perangkat pengolahan meliputi pengumpulan, prosedur, tenaga pengolah, dan perangkat lunak;perangkat penyimpanan meliputi pusat data dan bank data serta perangkat komunikasi yang saling berkaitan, bergantung, dan saling menentukan dalam rangka penyediaan informasi di bidang kepegawaian”. B. Kerangka Teoritis Yang Berisi Keterkaitan Ide/Tema Dalam memanajemen pegawai pemerintahan, terdapat faktor-faktor yang menjadi subjek vital dalam melihat implikasinya terhadap kinerja pemerintahan di Kota Malang. Permasalahan tersebut antara lain sumber daya manusia. Berkaitan dengan hal ini,Wahyu Ariyanto, S.STP selaku Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Badan Kepegawaian Daerah Kota Malangmenjelaskan bahwa dampak dari kinerja kepemimpinan daerah yang berkaitan dengan sumber daya manusia. Hal yang lebih ditekankan dalam hal ini adalah kesulitan dari Badan Kepegawaian Daerah untuk bisa meningkatkan kualitas pegawai yang secara usia sudah sangat sulit untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang ada. Tentunya faktor kualitas individu dari pegawai berpengaruh terhadap konsekuensi kinerja yang ditunjukkan. Dalam mengatasi hal tersebut, Badan Kepegawaian Daerah menghimbau kepada pegawai untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Namun, permasalahnnya adalah prinsip dari pribadi pegawai yang menganggap bahwa tidak perlu untuk melanjutkan pendidikannya. Padahal dorongan dari Badan Kepegawaian Daerah baik kepada pegawai yangsudah berusia mendekati pensiun dan juga pegawai usia muda untuk melanjutkan pendidikannya. 11 Dalam meningkatkan kapasitas sumber daya aparatur, kebijakan yang diambil oleh Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang yaitu dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan yang merupakan upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang menekankan pada nilai profesionalisme aparatur. Bentuk-bentuk pendidikan dan pelatihan tersebeut berupa pendidikan dan pelatihan di bidang kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan prajabatan, pendidikan dan pelatihan teknik tugas dan fungsinya secara fungsional. Indikator permasalahan yang ditemukan adalah bahwa program ini belum memenuhi standar kebutuhan yang ditargetkan oleh pemerintahan daerah Kota Malang. Padahal dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sumberdaya yang mempuni. Dalam hal peningkatan profesionalisme aparatur, yang ditekankan adalah pembinaan disiplin pegawai yang telah diatur dalam PP No. 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat pula indikator permasalahan yang ditemukan yaitu bahwa proses pembinaan tidak begitu massif dijalankan disetiap OPD. Pertimbangan ini berdasarkan pada faktor ketidakseriusan dalam mengimplementasikan nilai-nilai disiplin pegawai sehingga menyebabkan tidak sinkronnya implementasi antara teori dan praktik. Secara kualitas, tingkat pendidikan menjadi standar kualifikasi dari kinerja setiap pegawai. Hal tersebut memberikan nilai lebih dalam pemetaan sumber daya manusia pegawai yang disesuaikan dengan kebutuhan di daerahnya masingmasing. Untuk meningkatkan kualitas diri aparatur sipil negara, cara yang ditempuh bisa dengan berbagai metode, antara lain seperti pendidikan dan pelatihan, magang, dan studi banding. Demi mencapai tujuan tersebut,permasalahan berikutnya yang menjadi indikator utama sebagai penunjang terlaksananya sebuah kegiatan yaitu dari segi pendanaan. Realitas yang dihadapi oleh Badan Kepegawaian Daerah dalam memanajemen dan meningkatkan kualifikasi dari aparatur sipil negara di daerah Kota Malang terbatas pada masalah finansial dikarenakan dana yang disediakan oleh APBD untuk melakasanaan kegiatan-kegiatan sejenisnya sangat terbatas. Hal inilah yang kemudian berdampak pada bagaimana alternatif yang diambil oleh Badan 12 Kepegawaian Daerah Kota Malang sebagai institusi yang mengatur tentang manajemen birokrasi di pemerintahan daerah. Berdasarkan hasil wawancara, ditemukan bahwa standar pencapaiankualifikasi dari aparatur sipil negara yang ada di daerah ditentukan dari seberapa kali individu mendapatkan pendidikan dan pelatihan. Selain permasalahan finansial, untuk meminimalisirnya, pemerintahan Kota Malang melaluiBadan Kepegawaian Daerah mencanangkan solusi lain seperti magang. Magang yang dilakukan bertujuan untuk membekali birokrat dengan secara langsung terlibat dalam proses yang terjadi atau yang dilaksanakan pada tempat magang tersebut. Dalam kategori permasalahan studi banding, faktor penghambatnya adalah berkaitan dengan finansial, sehingga kegiatan studi banding tidak dilakukan secara massif tetapi hanya beberapa kali saja disesuaikan dengan kesiapan dana dari APBD yang secara harafiah bukan hanya diperuntukan bagi belanja pegawai, tetapi untuk penyelenggaraan pemerintahan di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain-lain. Keadaan APBD di Kota Malang yang tidak memungkinkan untuk penerapan secara massif dalam peningkatan kualitas kinerja pegawai negeri sipil berbanding terbalik dengan beberapa daerah yang secara kesiapan modal dari pendapatan asli daerah sangat memungkinkan untuk mengirimkan putra putri terbaik dari daerah untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi yang dibiayai sepenuhnya oleh pemerintahan daerah melalui program beasiswa. Untuk wilayah yang pendapatan daerahnya tinggi, pemerintahan daerah menyisihkan dana APBD untuk menempuh pendidikan lanjutan bahkan baik dari pegawai negeri sipil maupun kalangan rakyat secara umum dengan harapan bahwa yang mendapatkan program beasiswa dapat kembali ke wilayahnya masing-masing untuk membangun daerahnya. Pemerintahan Kota Malang dalam mengatasi kekurangan finansial untuk kebutuhan pengembangan kinerja pegawai, cara yang bisa dilakukan adalah bahwa setiap pegawai yang ingin menempuh pendidikan lanjutan yaitu dengan mengikuti program beasiswa nasional. Artinya, kebijakan nasional dipakai sebagai alternatif untuk menutupi kekurangan dana di pemerintahan daerah demi 13 meningkatkan kualitas individu pegawai. Beasiswa nasional tersebut dapat berupa beasiswa dari Kementerian Kesehatan, BAPPENAS, dll. Berkaitan dengan kesiapan infrastruktur yang ada di Pemerintahan Kota Malang, berdasarkan penjelasan dari Wahyu Ariyanto bahwa kesiapan infrastruktur di Kota Malang sudah cukup memadai, hanya saja penunjang pengoptimalan penggunaan infrastruktur masih menjadi kendala karena belum meratanya pegawai dengan kualifikasi dan tingkat kualitas yang sama. Untuk meminimalisir permasalahan yang ditemukan tersebut, kebijakan struktural yang digagas oleh Badan Kepegawaian Daerah bersama Pemerintahan Kota Malang yaitu dengan dikeluarkannya kebijakan tentang Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas kesejahteraan hidup pegawai. Hal ini menjadi alternatif untuk mendukung kesiapan mental birokrasi sebagai promotor pelayanan publik dalam menunjang good governance. Persyaratan untuk memperoleh tunjangan tambahan, telah diatur sedemikian rupa dari pemerintahan pusat untuk meningkatkan kualifikasi aparatur sipil negara. Kebijakan dari pemerintahan pusat tentang tunjangan terbagi menjadi dua, yaitu Tunjangan Kinerja (TUKIN) dan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Kedua jenis tunjangan ini memiliki kriteria persyaratannya yang berbeda-beda. Tunjangan kinerja ditentukan dari bagaimana seorang birokrat dapat memberikan hasil pekerjaanya berupa laporan tertulis yang digunakan sebagai tolak ukur dalam melihat kualitas kinerjanya selama periode tertentu. Sedangkan untuk tambahan penghasilan pegawai disesuaikan dengan peraturan daerah sebagai kebijakan untuk memberikan kesejahteraan bagi para pegawai. Dari cara pemerintahan daerah memberikan tambahan penghasilan pegawai, indikator dasar yang menjadi pengukur pertimbangan dari pemerintahan daerah yaitu berasal dari kehadiran yang dapat dideteksi melalui sistem finger print. Besar dan kecilnya tunjangan ditentukan dari seberapa jumlah presensi pegawai. Dalam mengukur kinerja pemerintahan daerah, kekurangan finansial bukan menjadi sebuah alasan, melainkan menjadi sebuah alternatif untuk bisa mengoptimalkan dana yang ada demi terwujudnya tujuan pemerintahan daerah. 14 Kriteria pendanaan untuk menutupi indikator permasalahan dalam pelaksanaan ASN dikaji berdasarkan skala prioritas yang kemudian menjadi pertimbangan penting program-proram selanjutnya. Dalam hal ini, Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang telah memetakan prioritas apa saja yang akan digunakan pada tahun ini dan juga perencanaannya yang akan digunakan pada periode berikutnya. Hal tersebut berguna sebagai dasar pertimbangan dalam menelaah kebutuhan strategis demi mewujudkan kinerja ASN yang berbasis kompetensi diri. Berdasarkan penjelasan dari Wahyu, bahwa alternatif kebijakan yang dapat diambil yang disesuaikan dengan skala prioritasnya menjadi pertimbangan dalam menetapkan indikator-indikator yang harus segera dipenuhi atau bisa dipenuhi dengan cara lain. Cara lain yang dimaksud yaitu tanpa melalui pendidikan dan pelatihan tetapi berupa kemudahan akses untuk dapat belajar secara mandiri berkaitan dengan hal-hal yang menjadi spesifikasinya. Untuk menunjang skala prioritas yang telah ditetapkan, terdapat dua faktor penting sebagai tolak ukur, antara lain faktor internal dan eksternal. Faktor internal lebih berkaitan pada individu yang memiliki niat untuk mengoptimalkan kapasitas dirinya. Faktor internal lain adalah berkaitan dengan tingkat intelejensi dari individu yangberbeda-beda sehingga akan mempengaruhi daya tangkap dari pembekalan yang telah diberikan.Perbedaan tingkat intelejensi tersebut berpengaruh pada kualitas kinerja yang ditunjukkan setelah diselesaikannya pendidikan dan latihan tersebut. Dalam hal ini Badan Kepegawaian Daerah dapat secara progresif mengawasi kinerja pegawai-pegawai yang telah diberikan kesempatan untuk menjalani pendidikan dan pelatihan dengan harapan dapat memberikan sumbangsi kinerja yang efektif dan efisien. Cara yang ditempuh dari BadanKepegawaian Daerah dalam mengatasi faktor internal yang menghambat juga yaitu dengan mengumpulkan pegawai yang telah menjalankan diklat dengan memberikan kuesioner sebagai indikator pengukur dalam melihat apakah hasil diklat yang diberikan sebelumnya efektif atau tidak efektif. Metode ini disebut metode analisa dampak diklat. Metode ini diukur dari kuesioner secara pribadi, penilaian dari rekan kerja dalam satu ruangannya dan juga dari atasannya. 15 Pada dasarnya, untuk memecahkan indikator permasalahan tersebut, diklat yang dibuat dipilah berdasarkan kemampuan dari pegawai. Dalam hal ini sebelum adanya pendidikan dan latihan Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang memetakan kebutuhan-kebutuhan setiap pegawai sehingga akan dengan mudah mengetahui apa saja yang perlu didiklatkan dan apa saja yang tidak perlu didiklatkan. Persyaratan administratif yang berkaitan dengan standar pendidikan menjadi acuan khusus sebagai penunjang dalam memberikan kesempatan kepada pegawai, tetapi yang diperhatikan adalah kebutuhan keterampilan pegawai tersebut. Manfaat adanya diklat ini yaitu untuk mendukung konsep smartASN yang mana pada intinya menekankan pada kualitas dari pegawai pemerintahan. Sebab yang dipahami oleh sebagian rakyat umum adalah bahwa smart ASN berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah yang berdasarkan pada teknologi. Tetapi sebenarnya smartASN menekankan pada kualitas pribadi ASN dimana aplikasi hanya sebagai perangkat penunjang kerja pegawai. Kesiapan birokrat dalam merespon perubahan zaman, ditentukan dari keterampilan untuk mengendalikan aplikasi-aplikasi tersebut. 16 BAB III A. Gambaran Umum Lokasi Lokasi penelitian dilakukan di Balai Kota Among Tani, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur. Peneliti memilih lokasi ini karena dinas yang mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan teknologi yang menunjang pelayanan bagi semua dinas pada umumnya, sehingga lebih mudah dalam mengetahui konsep Smart City di Kota Batu. B. Hubungan Lokasi Dengan Tema/Ide Di dalam penelitian kualitatif pengumpulan data dilakukan dengan observasi atau melihat langsung di lapangan, dokumentasi yaitu berupa foto bersama dengan narasumber terkait maupun video (record), dan wawancara dengan pihak Dinas Kominfo Kota Batu baik dengan Kepala Dinas maupun Staff yang ada di dalam Dinas Kominfo tersebut. 17 BAB IV A. Deskripsi Fokus Ide/Tema Dalam menghadapi problematika sistematik yang bersumber dari tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang kurang memadai,Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang mengkaji akar permasalahan dalam pengelolaan sumber daya pegawai sebagai solusi dalam meningkatkan kinerja birokrasi. Berkaitan dengan hal tersebut, permasalahan yang tampak dalam setiap penyelenggaraan pemerintah yaitu berkaitan dengan kompetensi sumber daya manusia pegawai pemerintahan. Pada dasarnya sumber daya manusia menjadi kunci penting untuk mewujudkan konsep good governance. Sumber daya manusia sendiri dijelaskan oleh David de Cezo & Stephen P. Robbins (1999) yangmengungkapkan bahwa “Achieving organizational goals cannot be done without human resources. Getting good people is critical to the success of every organizational”. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa sumber daya manusia menjadi sebuah kepastian dalam mewujudkan organisasi yang memfokuskan pada pencapaian tujuan sebagai resultantedari sumber daya manusia yang kompetitif. Konteks sumber daya manusia yang dipaparkan diatas menjadi dasar bagi Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang untuk memprogramkan solusi dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang terjadi seputar penyelenggaraan pemerintahan di Kota Malang. Aspek sumber daya manusia menjadi penting untuk mengefektifkan kinerja birokrasi yang tanggap akan permasalahan publik. Jika diterapkan dalam mengelola sumber daya manusia dipemerintahan, pemerintahan Kota Malang melalui Badan Kepegawaian Daerah sebagai dapur pemetaan kompetensi pegawai yang dikaji berdasarkan sistem merit. Sistem merit ini telah diinstruksikan dari pemerintahan pusat sebagai perwujudan akan reformasi birokrasi yang kemudian terimplementasikan dalam bentuk undangundang No. 5 tahun 2014. Dalam Pasal 1 undang-undang tersebut menjelaskan tentang kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar 18 belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. Tujuan penerapan sistem merit dalam manajemen ASN sebagai berikut: (a) Melakukan rekrutmen, seleksi, dan promosi berdasarkan kompetensi yang terbuka dan adil dengan menyusun perencanaan SDM Aparatur secaraberkelanjutan; (b) Memperlakukan pegawai ASN secara adil dan setara; (c) Mengelola pegawai ASN secara efektif dan efisien; (d) Memberikan remunerasi yang setara untuk pekerjaan-pekerjaan yang setara dengan memperhatikan hasil kinerja; (e) Memberikan penghargaan atas kinerja pegawai yang tinggi; (f) Memberikan hukuman atas pelanggaran disiplin;(g) Menjaga standar yang tinggi untuk integritas, perilaku, dan kepedulian untuk kepentingan masyarakat; (h) Menerapkan pengisian jabatan dengan uji kompetensi sesuai standar kompetensi jabatan yang dipersyaratkan; (i) Memberikan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi kepada pegawai ASN; (j) Melaksanakan manajemen kinerja pegawai untuk mencapai tujuan organisasi; (k) Melindungi pegawai ASN dari intervensi politik dan tindakan kesewenang-wenangan; (l) Memberikan perlindungan kepada pegawai. Berdasarkan tujuan penerapan dari merit sistem tersebut, Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang menindak lanjuti amanat dari undang-undang tersebut dengan menfokuskan pada rekruitmen pegawai sebagai langkah awal dalam mewujudkan sumber daya manusia yang kompetitif. Berdasarkan penjelasan dari WahyuAriyanto bahwa sejak awal telah dilakukan seleksi pegawai yang cukup selektif untuk memetakan kompetensi pegawai berdasarkan uraianuraianyang ditegaskan dalam sistem merit tersebut. Cara yang ditempuh oleh Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang dimulai sejak penerimaan CPNS, dimana Badan Kepegawaian Daerah memetakan formasi pegawai yang akan disesuaikan dengan kebutuhan akan pegawai di OPD yang ada di Kota Malang. Misalnya untuk bidang pendidikan membutuhkan dalam jumlah kuantitas jumlah pegawai yang disesuaikan dengan lowongan yang ada. Demikian pula untuk OPD-OPD lain. Setelah dipetakan berdasarkan formasi permintaan di OPD-OPD terkait, Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang kemudian mengajukan ke BKN 19 RI yang kemudian BKN RI akan menyesuaikan kebutuhan di pemerintahan daerah Kota Malang. Jika kajian dari BKN merasa bahwa perlu untuk mengutamakan penerimaan pegawai dalam kategori profesi guru, maka BKN akan berkordinasi dengan Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang untuk menambah jumlah formasi tenaga pendidik disesuaikan dengan skala prioritas yang ada di daerah Kota Malang. Pemetaan tersebut dibagi berdasarkan dua kajian yaitu menggunakan konseppemetaan secara fungsional dan juga pemetaan secara struktural teknis. Dalam hal ini setelah diterima sesuai dengan formasi-formasi tersebut, pegawai yang diterima akan menempatkan posisi sesuai dengan pilihannya. Sebagai contoh profesi guru merupakan pemetaan pegawai yang berdasarkan pada tugas dan fungsinya sehingga masuk dalam ranah jabatan fungsional yang dalam hal ini tidak dapat dipindah tugaskan ke struktural lain diluar kapasitasnya. Sehingga untuk seorang guru jikalaupun dipindahkan hanya akan bergeser pada tempat lain tetapi tetap dalam lingkup tugasnya sebagai seorang tenaga pengajar. Lain halnya dengan jabatan struktural teknis dimana seorang ahli hukum dapat dipindahkan ke struktural perangkat pemerintahan yang lain. Dapat dicontohkan bahwa seorang ahli hukum yang bertugas di bidang keuangan dapat dipindahkan ke ahli hukum Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOLPP). Artinya bahwa ruang lingkup tugasnya masih berkaitan dengan kompetensi pribadinya tetapi hanya berbeda bidang perangkat kerjanya. Pembagian ruang lingkup profesi PNS disesuaikan dengan tempat yang membutuhkan tanpa menghilangkan eksistensi dari kompetensi pegawai tersebut. Pendeskripsian tersebut telah diimplementasian oleh Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang karena mengembangkan instruksi amanat dari undang-undang yang mengatur tentang sistem merit. Hal ini sebagai upaya strategis untuk meningkatkan kinerja birokrasi yang dipetakan berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar. 20 B. Analisis Dan Interpretasi Penyelenggaraan birokrasi di era revolusi 4.0 telah bertransformasi dalam bentuk pelayanan publik yang lebih menekankan pada peningkatan kinerja. Badan KepegawaianDaerah Kota Malang menjadi dapur pengelola manajemen pemerintahan, menyesuaikan dengan perkembangan yang ada dengan mengkaji manajemen pemerintahan. Namun, dalam pelaksanaannya, permasalahanpermasalahan yang ditemukan selalu bervariatif sehingga menuntutBadan Kepegawaian Daerah Kota Malang untuk berinovasi dan melahirkan gagasangagasan baru sebagai bagian dari pengimplementasian amanat undang-undang. Berkaitan dengan hal tersebut, strategi-strategi interaktif yang berfokus pada peningkatan kompetensi pegawai menjadi hal vital yang harus dimassifkan perkembangannya dengan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi informasi terkini. Dengan demikian, diharapkan adanya mutualisme yang berakar pada cara Badan Kepegawaian Daerah mengembangkan potensi tata kelola pemerintahan sebagai perwujudan dari reformasi birokrasi. Tantangantantangan tersebut menjadi indikator penunjang yang dapat merangsang Badan Kepegawaian Daerah untuk bisa mewujudkan aparatur sipil negara yang berbasis kinerja. Sehingga tujuanpenerapan dari good governance dengan respon terhadap perkembangan teknologi dan informasi dapat berjalan seiringan. 21 DAFTAR PUSTAKA Istianto, B. (2009) Manajemen Pemerintahan Dalam Perspektif Pelayanan Publik. Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana Media Ndraha, T. (2011) Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta: PT. Refika Aditama. Terry, G. R. (2013) Prinsip-Prinsip Manajemen. PT. Bumi Aksara. Weber, Max.1947. From Max Weber: Essays in Sociology. Edited by H.H. Gerth and C.Wright Mills. New York: Oxford University Press. Citra Putri Adiyanti, Fajar Pradana, W. H. N. P. (2019).“Pengembangan Sistem Informasi Manajemen ASN (SIMAS) Online Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang,”. Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 3, hal. 6142–6147. Decenzo, David A., dan Stephen P. Robbins. 1999. Human Resource Development. 6th edition. USA: John Willey & Sons Fachlevi, M. R. dan Syafariani, R. F. (2017).“Perancangan Sistem Informasi Kepegawaian Berbasis Website Di Bagian Kepagawaian SDN Binakarya I Kabupaten Garut,”. Simetris : Jurnal Teknik Mesin, Elektro dan Ilmu Komputer. doi: 10.24176/simet.v8i2.1436. 22