MAKALAH DAN ANALISA JURNAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LUKA BAKAR DAN SKIN GRAFT Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis Dosen pengampu: Hana Ariyani, M.Kep.,Ns. Disusun oleh: Ade Roghit A Anis K Andini Meli Dwi Rahayu M Iqbal Sani Isaini Yuli Nurliyanti Yoanda Siti Masfufah PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA T.A 2020/2021 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memeberikan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah Dan Analisa Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar Dan Skin Graft.” Makalah ini kami susun dalam rangka untuk memenuhi salah satu matakuliah keperawatan kritis. Selain untuk memenuhi tugas kami juda menjadikan bahan ajar tentang bagaimana perawatan pasien dengan luka bakar dan skin graft. Dalam penyususnan makalah ini tentunya tidak lepas dari bimbingan, arahan, koreksi, saran dan dukungan dari berbagai pihak. Semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi penulis dan dapat bermanfaat juga bagi pembaca serta dapat memberi informasi mengenai masalah perawatan pasien dengan luka bakar. Kami menyadari makalah yang kami buat masih kurang sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami perlukan dari bapak/ibu dosen serta dari pembaca untuk menjadikan makalah ini lebih baik. Tasikmalaya, Oktober 2020 Penyusun DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... DAFTAR ISI...................................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................. A. Latar Belakang .............................................................................................................................. B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................ C. Tujuan ............................................................................................................................................... BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN LUKA BAKAR I. Konsep Penyakit.............................................................................................................................. A. Definsi Combustio / Luka Bakar .................................................................................... B. Klasifikasi Combustio / Luka Bakar ............................................................................. C. Fase Combustio / Luka Bakar ......................................................................................... D. Etiologi Combustio / Luka Bakar .................................................................................. E. Patofisiologi Combustio / Luka Bakar ......................................................................... F. Manifestasi Klinis ................................................................................................................ G. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................................... H. Penatalaksanaan Luka Bakar .......................................................................................... I. Komplikasi Luka Bakar ...................................................................................................... II. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar ................................................................... A. Pengkajian ............................................................................................................................... B. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................................... C. Perencanaan Keperawatan .............................................................................................. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SKIN GRAFT......................................... A. Pengertian Skin Graft ........................................................................................................ B. Indikasi Skin Graft .............................................................................................................. C. Klasifikasi Skin Graft .......................................................................................................... D. Daerah Donor Skin Graft .................................................................................................. E. Daerah Resipien Skin Graft ............................................................................................. F. Prosedur Operasi Skin Graft .......................................................................................... G. Proses Penyembuhan Skin Graft ................................................................................... H. Komplikasi Skin Graft ........................................................................................................ I. Asuhan Keperawatan ....................................................................................................... BAB IV ANALISA JURNAL ............................................................................................................ A. Hasil Analisis Jurnal ............................................................................................................ BAB V PENUTUP ............................................................................................................................ A. Kesimpulan ............................................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar adalah cedera terhadap jaringan yang disebabkan oleh kontak terhadap panas kering (api), panas lembab (uap atau cairan panas), kimiawi (seperti bahan-bahan korosif), bahan-bahan elektrik (arus listrik atau lampu), friksi, atau energi elektromagnetik dan radian. Luka bakar menjadi masalah oleh karena angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Penanganan dan perawatan luka bakar (khususnya luka bakar berat) memerlukan perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan tersendiri karena angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Di Indonesia sampai saat ini belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di unit luka bakar RSCM Jakarta, pada tahun 1998 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat, 62 % dari jumlah tersebut merupakan luka bakar derajat II – III (> 40 %) dengan angka kematian 37,38%. Angka ini lebih kurang sama dengan tahun berikutnnya, di tahun 1999 jumlah kasus yang dirawat adalah 88 kasus, 75 % dari jumlah tersebut merupakan luka bakar derajat II – III dan dengan angka kematian >40 %dengan masa rawat terpanjang antara 32 – 38 hari. Pada umumnya pasien luka bakar datang akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan napas), breathing (mekanisme bernapas), dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terjadi trauma, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran napas akibat cedera inhalasi dalam 48 – 72 jam pascatrauma. Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase ini dapat terjadi pula gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal/panas yang berdampak sistemik. Pada luka bakar berat atau mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti dengan ekstravasasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskular ke jaringan interstisial dan mengakibatkan terjadinya hipovolemik intravaskular dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi ke bagian distal terhambat yang akhirnya menyebabkan gangguan perfusi sel atau jaringan atau organ (syok). Syok yang timbul harus segera diatasi dengan melakukan resusitasi cairan. Adanya syok yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih berkaitan dengan instabilitas sirkulasi. B. Rumusan masalah 1. Pengertian Combustio / Luka Bakar ? 2. Klasifikasi Combustio / Luka Bakar ? 3. Fase Combustio / Luka Bakar ? 4. Etiologi Combustio / Luka Bakar ? 5. Patofisiologi Combustio / Luka Bakar ? 6. Manifestasi Klinis Combustio / Luka Bakar ? 7. Pemeriksaan Penunjang Combustio / Luka Bakar ? 8. Penatalaksanaan Luka Bakar ? 9. Komplikasi Luka Bakar ? 10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar ? C. Tujuan 1. Untuk Mengetahui Pengertian Combustio / Luka Bakar. 2. Untuk Mengetahui Klasifikasi Combustio / Luka Bakar. 3. Untuk Mengetahui Fase Combustio / Luka Bakar. 4. Untuk Mengetahui Etiologi Combustio / Luka Bakar. 5. Untuk Mengetahui Patofisiologi Combustio / Luka Bakar. 6. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Combustio / Luka Bakar. 7. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Combustio / Luka Bakar. 8. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Luka Bakar. 9. Untuk Mengetahui Komplikasi Luka Bakar. 10. Untuk Mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar. BAB II PEMBAHASAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN LUKA BAKAR I. KONSEP DASAR PENYAKIT A. Definisi Combustio/ Luka Bakar Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajar, 2002). Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007). Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011). Ada empat tujan utama yang berhubungan dengan luka bakar : 1. Pencegahan 2. Implementasi tindakan untuk menyelamatkan jiwa pasien – pasien luka bakar 3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penanganan dini , spesialistik serta individual 4. Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekontruksi dan program rehabilitasi (brunner & suddarth vol 3:1912). B. Klasifikasi Combustio/ Luka Bakar 1. Berdasarkan penyebab : a. Luka bakar karena api b. Luka bakar karena air panas c. Luka bakar karena bahan kimia d. Luka bakar karena listrik e. Luka bakar karena radiasi f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite) 2. Berdasarkan kedalaman luka bakar: a. Luka bakar derajat I (super ficial partial-thickness) Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis. Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas. b. Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness) Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujungujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua: 1) Derajat II dangkal (superficial) Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari. 2) Derajat II dalam (deep) Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan. c. Luka bakar derajat III ( Full Thickness) Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan. 3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka a. Luka bakar ringan/ minor 1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa 2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut 3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum. b. Luka bakar sedang (moderate burn) 1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 % 2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 % 3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum. c. Luka bakar berat (major burn) 1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun 2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama 3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum 4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar 5) Luka bakar listrik tegangan tinggi 6) Disertai trauma lainnya 7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi. 4. Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh yang Terbakar Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa metode yaitu : a. Rule of Nine 1) Kepala dan leher : 9% 2) Lengan masing-masing 9% : 18% 3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36% 4) Tungkai maisng-masing 18% : 36% 5) Genetalia/perineum : 1% i. Total : 100% b. Diagram Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram Lund dan Browder sebagai berikut : C. Fase Combustio/Luka Bakar 1. Fase akut. Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. 2. Fase sub akut. Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan: a. Proses inflamasi dan infeksi. b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional. c. Keadaan hipermetabolisme. 3. Fase lanjut. Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur D. Etiologi Combustio/ Luka Bakar Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi : 1. Paparan api Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak. 2. Scalds (air panas) Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan. 3. Uap panas Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru. 4. Gas panas Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema. 5. Aliran listrik Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan. 6. Zat kimia (asam atau basa) 7. Radiasi 8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi. Pathway 1. Bahan Kimia Termis Radiasi Biologis LUKA BAKAR Masalah Keperawatan: Psikologis Pada Wajah Di ruang tertutup Kerusakan kulit Kerusakan mukosa Keracunan gas CO Penguapan meningkat Oedema laring CO mengikat Hb Peningkatan pembuluh darah kapiler Obstruksi jalan nafas Hb tidak mampu mengikat O2 Gagal nafas Listrik/petir Gangguan Citra Tubuh Defisiensi pengetahuan Anxietas Masalah Keperawatan: Resiko infeksi Nyeri akut Kerusakan integritas kulit Ektravasasi cairan (H2O, Elektrolit, protein) Masalah Keperawatan: Hipoxia otak Tekanan onkotik menurun. Tekanan hidrostatik meningkat MK: ketidak efektifan pola nafas Hambatan mobilitas fisik tidak efektif Cairan intravaskuler menurun Masalah Keperawatan: Hipovolemia dan hemokonsentrasi Kekurangan volume cairan Gangguan sirkulasi makro Gangguan sirkulasi seluler Gangguan perfusi organ penting Otak Kardiovaskuler Ginjal Hepar Hipoxia Kebocoran kapiler Hipoxia sel ginjal Pelepasan katekolamin Penurunan curah jantung Fungsi ginjal menurun Hipoxia hepatik Sel otak mati Gagal fungsi sentral Gagal jantung Gagal ginjal GI Traktus Dilatasi lambung Gagal hepar MULTI SISTEM ORGAN FAILURE Neurologi Imun Gangguan Neurologi Daya tahan tubuh menurun Hambahan pertumbuhan Gangguan perfusi Laju metabolisme meningkat Glukoneogenesis glukogenolisis MK: Ketidakseimbanga n njutrisi kurang dari kebutuhan tubuh E. Patofisiologi Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi. Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial. Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen. Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar. Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme. F. Manifestasi Klinis Kedalaman dan Bagian Kulit Penyebab Luka Bakar Yang terkena Derajat Satu Epidermis Gejala Penampilan Perjalanan Luka Kesembuhan Kesemuta Memerah;menjadi Kesembuhan Tersengat matahari Hiperestesia putih jika ditekan lengkap dalam Terkena Api dengan (super Minimal atau waktu satu minggu intensitas rendah sensitive) tanpa edema Pengelupasan kulit Rasa nyeri mereda jika didinginkan Derajat Dua Epidermis dan Nyeri Melepuh, dasar Kesembuhan luka Tersiram air mendidih Bagian Dermis Hiperestesia luka berbintik – dalam waktu 2 – 3 Terbakar oleh nyala api Sensitif bintik minggu terhadap merah,epidermis Pembentukan udara yang retak, permukaan parutdan dingin luka basah depigmentasi Edema Infeksi dapat mengubahnya menjadi derajat tiga Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa Kering ;luka Pembentukan eskar Terbakar nyala api Keseluruhan nyeri bakarberwarna Diperlukan Terkena cairan Dermis dan Syok putih seperti pencangkokan mendidihdalam waktu kadang – Hematuri dan badan kulit atau Pembentukan parut yang lama kadang kemungkinan berwarna gosong. dan hilangnya Tersengat arus listrik jaringan hemolisis Kulit retak dengan kountur serta fungsi subkutan Kemungkin bagian kulit yang kulit. terdapat luka tampak Hilangnya jari masuk dan edema tangan atau keluar (pada ekstermitas dapat luka bakar terjadi listrik)a G. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium : a. Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera b. Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah. c. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi d. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. e. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis. f. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress. g. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan. h. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan. i. Ureum j. Protein k. Hapusan Luka l. Urine Lengkap, dllRontgen : Foto Thorax, dll 2. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia. 3. CVP : Untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar lebih dari 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak H. Penatalaksanaan Luka Bakar Pengobatan luka bakar diberikan berdasarkan luas dan beratnya luka bakar serta pertimbangan penyebabnya. Resusitasi cairan penting dalam menangani kehilangan cairan intravascular. Oksigen diberikan melalui masker atau ventilasi buatan.Luka bakarnya sendiri dapat di tutupi balutan steril basah atau kering.Penambahan obat topkal dapat juga diindikasikan.Luka baka berat memerlukan debridement luka dan transpalasi. Menurut R. Sjamsuhidajat, (2010) Penatalaksanaan medis pada penderita luka bakar sebagai berikut: 1. Mematikan sumber api 2. Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada seluruh tubuh (menyelimuti, menutup bagian yang terbakar, berguling, menjatuhkan diri ke air). 3. Merendam atau mengaliri luka 4. Setelah sumber panas hilang adalah dengan merendam luka bakar dalam air atau menyiram dengan air mengalir selama kurang lebih 15 menit. Pada luka bakar ringan tujuan ini adalah untuk menghentikan proses koagulasi protein sel jaringan dan menurunkan suhu jaringan agar memperkecil derajat luka dan mencegah infeksi sehingga sel-sel epitel mampu berfoliferasi. 5. Rujuk ke Rumah Sakit 6. Pada luka bakar dalam pasien harus segera di bawa ker Rumah Sakit yang memiliki unit luka bakar dan selama perjalanan pasien sudah terpasang infus. 7. Resusitasi 8. Pada luka bakar berat penanganannya sama seperti diatas. Namun bila terjadi syok segera di lakukan resusitasi ABC. a) Pernafasan: 1) Udara panas, mukosa rusak, oedem, obstruksi. 2) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin, iritasi, Bronkhokontriksi, obstruksi, gagal nafas. b) Sirkulasi gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler, hipovolemi relatif, syok, ATN, gagal ginjal. a. Airway Management 1) Bersihkan jalan napas dengan tangan dan mengangkat dagu pada pasien tidak sadar. 2) Lindungi jalan napas dengan nasofarigeal. 3) Pembedahan (krikotiroldotomi) bila indikasi trauma silafasial/gagal intubasi. b. Breathing/Pernapasan 1) Berikan supplement O2. 2) Nilai frekuensi napas dan pergerakkan dinding toraks. 3) Pantau oksimetri nadi dan observasi. c. Circulation 1) Nilai frekuensi nadi dan karakternya 2) Ambil darah untuk cross match, DPL, ureum dan elektrolit. 3) Perawatan local Untuk luka bakar derajat I dan II biasa dilakukan perawatan lokal yaitu dengan pemberian obat topical seperti salep antiseptic contoh golongan: silver sulfadiazine, moist exposure burn ointment, ataupun yodium providon. 9. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka. 10. Resusitasi cairan Baxter. Untuk pemberian cairan intravena pada pasien luka bakar bias menggunakan rumus yang di rekomendasikan oleh Envans, yaitu: Luas luka dalam persen x BB(kg) = mL NaCl /24 jam Luas luka dalam persen x BB (kg) = mL Plasma/24 jam 2000 cc gluksosa 5%/24 jam Dewasa : Baxter. ( RL 4 cc x BB x % LB/24 jam. ) Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal ( RL : Dextran = 17 : 3 ) 2 cc x BB x % LB. Kebutuhan faal: < 1 tahun : BB x 100 cc 1 – 3 tahun : BB x 75 cc 3 – 5 tahun : BB x 50 cc ½ diberikan 8 jam pertama ½ diberikan 16 jam berikutnya. Hari kedua : Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin. ( 3-x) x 80 x BB gr/hr 100 (Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt. Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal. 11. Monitor urine dan CVP. 12. Topikal dan tutup luka a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik. b. Tulle. c. Silver sulfa diazin tebal. d. Tutup kassa tebal. e. Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor. 13. Obat – obatan: a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian. b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur. c. Analgetik : kuat (morfin, petidine) d. Antasida : kalau perlu I. Komplikasi Combustio/ Luka Bakar 1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal 2. Sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. 3. Adult Respiratory Distress Syndrome. Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien. 4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling. Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling. 5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi. 6. Gagal ginjal akut. Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine. II. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN LUKA BAKAR A. PENGKAJIAN 1. Data Biografi Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian kita perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatas 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan 2. Keluhan utama Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan kerena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru. 3. Riwayat penyakit sekarang Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyebab lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakukan serta keluhan klien selama menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang) 4. Riwayat penyakit masa lalu Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat dan alkohol 5. Riwayat penyakit keluarga Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan 6. Riwayat psiko sosial Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut. a. Bernafas Pada klien yang terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi). Yang dikaji adalah serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi). b. Makan dan Minum Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah. c. Eliminasi: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik. d. Gerak dan Aktifitas : Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus. e. Istirahat dan Tidur Pola tidur akan mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh kondisi klien ddan akan mempengaruhi proses penyembuhan f. Pengaturan Suhu Klien dengan luka bakar mengalami penurunan suhu pada beberapa jam pertama pasca luka bakar, kemudian sebagian besar periode luka bakar akan mengalami hipertermia karena hipermetabolisme meskipun tanpa adanya infeksi g. Kebersihan diri Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak dapat melakukan sendiri. h. Rasa Aman Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok. 1) Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal. 2) Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera. 3) Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik). i. Rasa Nyaman Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri. j. Sosial masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Sehingga klien mengalami ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah. k. Rekreasi Mengetahui cara klien untuk mengatasi stress yang dialami l. Prestasi Mempengaruhi pemahaman klien terhadap sakitnya m. Pengetahuan Pengetahuan yang dimiliki oleh klien akan mempengaruhi respon klien terhadap penyakitnya 7. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat b. TTV Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama c. Pemeriksaan kepala dan leher 1) Kepala dan rambut Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar 2) Mata Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar 3) Hidung Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung yang rontok. 4) Mulut Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake cairan kurang 5) Telinga Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen 6) Leher Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan d. Pemeriksaan thorak / dada Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi e. Abdomen Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis. f. Urogenital Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter. g. Muskuloskletal Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada muskuloskleletal, kekuatan otot menurun karena nyeri h. Pemeriksaan neurologi Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik) i. Pemeriksaan kulit 1) Luas luka bakar Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode yang ada, yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund dan Browder” 2) Kedalaman luka bakar Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti telah diuraikan dimuka. 3) Lokasi/area luka Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah, leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring . Sedangkan jika mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan. Bagian tubuh 1 th 2 th Dewasa Kepala leher 18% 14% 9% 18% 18% 18 % Ekstrimitas (kanan dan kiri) atas Badan depan 18% 18% 18% Badan belakang 18% 18% 18% 27% 31% 30% 1% 1% 1% Ektrimitas bawah (kanan dan kiri) Genetalia B. Diagnosa Keperawatan 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal luka. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya respons imun. 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar terbuka. 4. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan penanganan luka bakar. 5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas dinding dada, keletihan otot-otot pernafasan, hiperventilasi. C. Perencanaan Keperawatan Rencana Keperawatan Diagnosa Keperawatan Kekurangan Tujuan dan Kriteria Hasil NOC volume cairan Intervensi NIC Fluid balance Fluid Management Hydration Nutritional Status: Food and Fluid Intake diperlukan Kriteria Hasil : Mempertahankan Timbang popok/pembalut jika Pertahankan catatan intake dan output yang akurat urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, Monitor status (kelembaban hidrasi membran HT normal mukosa, nadi Tekanan darah, nadi, suhu tekanan darah ortostatik), jika tubuh dalam batas normal diperlukan tanda-tanda Monitor vital sign dehidrasi, elastisitas turgor Monitor Tidak kulit ada baik, membran masukan makanan/cairan dan hitung mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan adekuat, intake kalori harian Kolaborasikan pemberian cairan IV Monitor status nutrisi Berikan cairan IV pada suhu ruangan Dorong masukan oral Berikan penggantian nesogatrik sesuai output Dorong keluarga untuk membantu pasien makan Tawarkan snack (jus buah, buah segar) Kolaborasi dengan dokter Atur kemungkinan tranfusi Persiapan untuk tranfusi Hypovolemia Management Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan Pelihara IV line Monitor tingkat Hb dan hematokrit Monitor tanda vital Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan Monitor berat badan Dorong pasien untuk menambah intake oral Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan Monitor adanya tanda gagal ginjal Resiko infeksi NOC NIC berhubungan Immune Status dengan hilangnya Knowledge : Infection barier kulit dan Infection Control (Kontrol Infeksi) control terganggunya dipakai pasien lain Risk control respons imun. Kriteria Hasil : Pertahankan teknik isolasi Batasi pengunjung bila perlu Instruksikan pada pengunjung Klien bebas dari tanda dan untuk mencuci tangan saat gejala infeksi berkunjung Mendeskripsikan proses berkunjung penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan Cuci tangan setiap sebelum untuk mencegah timbulnya keperawatan leukosit Menunjukkan meninggalkan untuk cuci tangan dan Jumlah setelah Gunakan sabun antimikrobia Menunjukkan kemampuan dalam batas normal infeksi dan pasien serta penatalaksanaannya Bersihkan lingkungan setelah sesudah tindakan Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung perilaku Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan hidup sehat alat Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing Tingkatkan intake nutrisi Berikan terapi antibiotik bila perlu infection protection (proteksi terhadap infeksi) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Monitor hitung granulosit, WBC Monitor kerentanan terhadap infeksi Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko Pertahankan teknik isolasi k/p Berikan perawatan kulit pada area epidema Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase Inspeksi kondisi luka/insisi bedah Dorong masukkan nutrisi yang cukup Dorong masukkan cairan Dorong istirahat Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi Ajarkan cara menghindar infeksi Nyeri akut NOC : berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan Laporkan kecurigaan infeksi Laporkan kultur positif NIC : Pain Level, pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara comfort level komprehensif termasuk lokasi, Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien Paint management karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. tidak mengalami nyeri, dengan 2. Observasi reaksi nonverbal dari kriteria hasil: ketidaknyamanan. 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab mampu tehnik nyeri, menggunakan nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan). 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri. 3. Mampu mengenali nyeri (skala, frekuensi intensitas, dan tanda nyeri). 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. 5. Tanda vital dalam rentang normal. 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan. 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan. 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri. 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi. 7. Ajarkan tentang farmakologi: relaksasi, teknik napas distraksi, non dala, kompres hangat/ dingin. 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……... 9. Tingkatkan istirahat. 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, 6. Tidak mengalami gangguan tidur berapa lama berkurang nyeri dan akan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur. 11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi pada kulit NOC : NIC : Tissue Integrity : Skin and Pressure Management Mucous Membranes Setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan 1. Anjurkan selama….. integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil: pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar. 2. Hindari kerutan pada tempat tidur. 3. Jaga kebersihan kulit agar 1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) 2. Tidak ada luka/lesi pada kulit. 3. Perfusi jaringan baik. 4. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan terjadinya mencegah sedera berulang. 5. Mampu kulit melindungi dan tetap bersih dan kering. 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali. 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan . 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan . 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien. 8. Monitor status nutrisi pasien. 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat. 10. Kaji lingkungan peralatan dan yang mempertahankan menyebabkan tekanan. kelembaban kulit dan perawatan alami Ketidakefektifan pola nafas berhubungan NIC : Respiratory status : Airway Management status : Ventilation dengan Respiratory deformitas dinding dada, keletihan otot- otot NOC : pernafasan, hiperventilasi Airway patency dilakukan chin lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan Vital sign Status Setelah 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik tindakan keperawatan selama….ketidakefektifan pola nafas pasien teratasi dengan kriteria hasil : pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien pemasangan alat perlunya jalan nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada jika 1. Mendemonstrasikan perlu batuk efektif dan suara 6. Keluarkan sekret dengan batuk nafas yang bersih, tidak ada sianosis dyspneu ( atau suction dan 7. Auskultasi mampu suara nafas, catat adanya suara tambahan mengeluarkan sputum, 8. Lakukan suction pada mayo mampu bernafas 9. Berikan bronkodilator bila perlu dengan mudah, tidak 10. Berikan pelembab udara kassa ada pursed lips ) 2. Menunjukkan basah NACl Lembab jalan 11. Atur nafas yang paten ( klien intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan tidak merasa tercekik, 12. Monitor respirasi dan status O2 irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal , tidak da suara nafas abnormal ) Oxygen Therapy 1. Bersihkan mulut, hidung dan sekret trakea 3. Tanda Tanda vital 2. Pertahankan jalan nafas yang dalam rentang normal ( tekanan darah, pernafasan ) paten nadi, 3. Atur peralatan oksigenasi 4. Monitor aliran oksigen 5. Pertahankan posisi pasien 6. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi 7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat adanya fuktuasi tekanan darah 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas 6. Monitor kualitas dari nadi 7. Monitor frekuensi dan irama pernafasan 8. Monitor suara paru 9. Monitor pola pernafasan abnormal 10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 11. Monitor sianosis perifer 12. Monitor adanya cushing triad ( tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik ) 13. Identifikasi penyebab perubahan vital sign dari BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SKIN GRAFT A. Pengertian Skin Graft Graft adalah jaringan hidup yang dicangkokkan, misalnya kulit, tulang, sumsum tulang, kornea dan organ-organ lain seperti ginjal, jantung, paru-paru, pankreas serta hepar (Brooker, 2001:184). Menurut Heriady (2005), skin graft adalah menanam kulit dengan ketebalan tertentu baik sebagian maupun seluruh kulit yang diambil atau dilepaskan dari satu bagian tubuh yang sehat (disebut daerah donor) kemudian dipindahkan atau ditanamkan ke daerah tubuh lain yang membutuhkannya (disebut daerah resipien). Skin graft adalah penempatan lapisan kulit baru yang sehat pada daerah luka (Blanchard, 2006:1). Diantara donor dan resipien tidak mempunyai hubungan pembuluh darah lagi sehingga memerlukan suplai darah baru untuk menjamin kehidupan kulit yang dipindahkan tersebut (Heriady, 2001:1). Skin graft adalah Tindakan transplantasi kulit dengan melepaskan sebagian atau seluruh tebal kulit dari daerah donor ke daerah yang membutuhkan (resipien=host), dimana dibutuhkan suplai darah baru untuk menjamin kehidupan kulit yang dipindahkan. B. Indikasi Skin Graft Skin graft dilakukan pada pasien yang mengalami kerusakan kulit yang hehat sehingga terjadi gangguan pada fungsi kulit itu sendiri, misalnya pada luka bakar yang hebat, ulserasi, biopsi, luka karena trauma atau area yang terinfeksi dengan kehilangan kulit yang luas. Penempatan graft pada luka bertujuan untuk mencegah infeksi, melindungi jaringan yang ada di bawahnya serta mempercepat proses penyembuhan. Dokter akan mempertimbangkan pelaksanaan prosedur skin graft berdasarkan pada beberapa faktor yaitu:ukuran luka, tempat luka dan kemampuan kulit sehat yang ada pada tubuh (Blanchard, 2006:2). Daerah resipien diantaranya adalah luka-luka bekas operasi yang luas sehingga tidak dapat ditutup secara langsung dengan kulit yang adadisekitarnya dan memerlukan tambahan kulit agar daerah bekas operasi dapat tertutup sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung secara optimal (Heriady, 2005:2). C. Klasifikasi Skin Graft Beberapa perbedaan jenis skin graft menurut Blanchard (2006) adalah : 1. Autograft Pemindahan atau pemotongan kulit dari satu lokasi ke lokasi lain pada orang yang sama. 2. Allograft Kulit berasal dari individu lain atau dari kulit pengganti. 3. Xenograft Pencangkokkan dibuat dari kulit binatang atau pencangkokkan antara dua spesies yang berbeda. Biasanya yang digunakan adalah kulit babi. Klasifikasi skin graft berdasarkan ketebalan kulit yang diambil dibagi menjadi 2, yaitu ( Heriady, 2005:2 ) : 1. Split Thicknes Skin Graft (STSG) STSG mengambil epidermis dan sebagian dermis berdasarkan ketebalan kulit yang dipotong, Revis (2006) membagi STSG sendiri menjadi 3 kategori yaitu : a. Tipis (0,005 - 0,012 inci) b. Menengah (0,012 - 0,018 inci) c. Tebal (0,018 - 0,030 inci) STSG dapat bertahan pada kondisi yang kurang bagus mempunyai tingkat aplikasi yang lebih luas. STSG digunakan untuk melapisi luka yang luas, garis rongga, kekurangan lapisan mukosa, menutup flap pada daerah donor dan melapisi flap pada otot. STSG juga dapat digunakan untuk mencapai penutupan yang menetap pada luka tetapi sebelumnya harus didahului dengan pemeriksaan patologi untuk menentukan rekonstruksi yang akan dilakukan. Daerah donor STSG dapat sembuh secara spontan dengan sel yang disediakan oleh sisa epidermis yang ada pada tubuh dan juga dapat sembuh secara total. STSG juga mempunyai beberapa dampak negatif bagi tubuh yang perlu dipertimbangkan. Aliran pembuluh darah serta jaringan pada STSG mempunyai sifat mudah rusak atau pecah terutama bila ditempatkan pada area yang luas dan hanya ditunjang atau didasari dengan jaringan lunak serta biasanya STSG tidak tahan dengan terapi radiasi (Revis, 2006:3). STSG akan menutup selama penyembuhan, tidak tumbuh dengan sendirinya dan harus dirawat agar dapat menjadi lebih lembut, dan tampak lebih mengkilat daripada kulit normal. STSG akan mempunyai pigmen yang tidak normal salah satunya adalah berwarna putih atau pucatatau kadang hiperpigmentasi, terutama bila pasien mempunyai warna kulit yang lebih gelap. Efek dari penggunaan STSG adalah kehilangan ketebalan kulit, tekstur lembut yang abnormal, kehilangan pertumbuhan rambut dan pigmentasi yang tidak normal sehingga kurang sesuai dari segi kosmetik atau keindahan. Jika digunakan pada luka bakar yang luas pada daerah wajah, STSG mungkin akan menghasilkan penampilan yang tidak diinginkan. Terakhir, luka yang dibuat pada daerah donor dimana graft tersebut dipotong selalu akan lebih nyeri daripada daerah resipien. 2. Full Thickness Skin Graft (FTSG) FTSG lebih sesuai pada area yang tampak pada wajah bila flap (potongan kulit yang disayat dan dilipat) pada daerah setempat tidak diperoleh atau bila flap dari daerah setempat tidak dianjurkan. FTSG lebih menjaga karakteristik dari kulit normal termasuk dari segi warna, tekstur/susunan, dan ketebalan bila dibandingkan dengan STSG. FTSG juga mengalami lebih sedikit pengerutan selama penyembuhan. Ini adalah sama pentingnya pada wajah serta tangan dan juga daerah pergerakan tulangsendi. FTSG pada anak umumnya lebih disukai karena dapat tubuh dengan sendirinya. Prosedur FTSG memiliki beberapa keuntungan antara lain :relatif sederhan, tidak terkontaminasi / bersih, pada daerah luka memiliki vaskularisasi yang baik dan tidak mempunyai tingkat aplikasi yang luas seperti STSG. D. Daerah Donor Skin Graft Pilihan daerah donor biasanya berdasarkan pada penampilan yang diinginkan pada daerah resipien. Hal ini lebih penting pada FTSG karena karakteristik kulit pada daerah donor akan lebih terpelihara oleh bahan yang dipindahkan pada tempat yang baru. Ketebalan, tektur, pigmentasi, ada atau tidaknya rambut harus sangat diperhatikan (Revis, 2006:4). Menurut Heriady (2005), daerah donor untuk FTSG dapat diambil dari kulit dibelakang telinga,dibawah atau diatas tulang selangka (klavikula), kelopak mata, perut, lipat paha dan lipat siku. Sebagian besar daerah donor ini sering dipakai untuk menutup luka pada daerah wajah atau leher. Pemotongan yang dilakukan pada daerah wajah sebaiknya harus berhati-hati untuk mempertahankan kesimetrisan wajah dari segi estetik. Bagian kulit yang tidak ditumbuhi oleh rambut dan berfungsi untuk melapisi tangan dapat diambil dari batas tulang hasta dan telapak kaki dengan penyesuaian warna, tekstur dan ketebalan yang tepat. Graft dengan pigmen yang lebih gelap diperoleh dari preposium (kulup), scrotum, dan labia minora (Rives, 2006:5). Daerah donor untuk STSG dapat diambil dari daerah mana saja di tubuh seperti perut, dada, punggung, pantat, anggota gerak lainnya. Namun, umumnya yang sering dilakukan diambil dari kulit daerah paha (Heriady,2005:2). Daerah donor dari paha lebih disukai karena daerah ini lebih lebar dan lebih mudah sembuh (Bakar, 2003:1). Daerah pantat juga dapat digunakan sebagai daerah donor, tetapi biasanya pasien akan mengeluh nyeri setelah operasi dan akan memerlukan bantuan untuk merawat luka. Menurut Rives (2006), kulit kepala dapat digunakan pada prosedur FTSG untuk melapisi daerah wajah yang luas dan terutama berguna untuk luka bakar yang hebat dengan ketersediaan daerah donor yang terbatas. Untuk luka pada tangan,daerah lengan atas bagian dalam dapat dipertimbangkan untuk dijadikan daerah donor. E. Daerah Resipien Skin Graft Komponen penting yang menjamin suksesnya skin graft adalah persiapan pada daerah resipien. Kondisi fisiologis pada daerah resipien harus mampu menerima serta memelihara graft itu sendiri. Skin graft tidak akan dapat bertahan hidup pada jaringan yang tidak dialiri darah. Skin graft akan dapat bertahan hidup pada periosteum, perikondrium, dermis, fasia, otot, dan jaringan granulasi. Pasien dengan luka akibat aliran vena yang lamban (stasis vena) atau ketidakcukupan arteri perlu untuk diobati terlebih dahulu sebelum melakukan pemindahan kulit. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan graf tedapat bertahan hidup (Rives, 2006:5). Luka juga harus bebas dari jaringanyang mati dan bersih dari bakteri. Bakteri yang berjumlah lebih dari 100.000/cm² akan berkumpul sehingga dapat menyebabkan graft gagal. F. Prosedur Operasi Teknik operasi yang hati-hati adalah syarat penting agar graft dapat hidup. Setelah melakukan prosedur anestesi dengan tepat baik menggunakan lokal, regional atau general anestesi, tindakan selanjutnya adalah mempersiapkan luka untuk pemindahan kulit. Ini termasuk membersihkan luka dengan larutan garam atau betadine yang diencerkan, kemudian membersihkan luka dengan pengeluaran benda asing dan membuang jaringan yang rusak atau yang terinfeksi atau biasa disebut debridement serta mencapai hemostasis dengan cermat (Brooker, 2001:122). Kontrol hemostatik yang baik dapat diperoleh dengan pengikatan, tekanan yang lembut, pemberian substansi topikal sebagai vasokonstriksi, misalnya epinefrin atau alat bedah pembakar dengan tenagalistrik (electrocautery). Penggunaan alat ini harus diminimalkan karena dapat mengganggu kehidupan jaringan. Penggunaan obat topikal atau epinefrin yang disuntikkan pada daerah donor atau resipien tidak akan membahayakan kelangsungan hidup graft (Rives, 2006:6). Teknik operasi yang dilakukan pada tiap jenis skin graft tentunya akan berbeda-beda, tergantung pada jenis yang akan digunakan. Menurut Rives (2006), teknik operasi yang dilakukan antara lain sebagai berikut : a. Full Thickness Skin Graft (FTSG) FTSG dipotong menggunakan pisau bedah. Pada awalnya dilakukan pengukuran pada luka, pembuatan pola serta pola garis yang dibuat lebih besar pada daerah donor. Pola sebaiknya diperluas atau diperbesar kurang lebih 3-5% untuk mengganti kerusakan dengan segera terutama terjadinya penyusutan atau pengerutan akibat kandungan serat elastik yang terdapat pada graft dermis. Kemudian daerah donor mungkin akan diinfiltrasi menggunakan anestesi local dengan atau tanpa epinefrin. Infiltrasi sebaiknya dilakukan setelah sketsa graft dilukis pada kulit untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Setelah pola di insisi, kulit diangkat pada sisi epidermis dengan tangan yang tidak dominan menggunakan penjepit kulit. Tindakan ini akan memberikan ketegangan dan rasa pada ketebalan graft ketika tangan memotong graft hingga ke dasar lemak subcutan (Rives, 2006:7). Beberapa sisa jaringan lemak harusdipotong dari sisi bawah graft, karena lemak ini tidak mengandung pembuluh darah dan akan mencegah hubungan langsung antaradermis graft dan dasar luka. Pemotongan sisa lemak subcutan secara profesional menggunakan alat yang runcing, gunting bengkok, dansisa-sisa dermis yang berkilau pada bagian dalam. b. Split Thickness Skin Graft (STSG) Ada beberapa tahap pelaksanaan prosedur skin graft dengan jenis STSG, antara lain: proses pemotongan, pemasukan graft, dan proses pembalutan. a) Pemotongan Untuk memperoleh hasil pemotongan terbaik pada graft tentunya harus ditunjang dengan teknik pemotongan yang benar. Pemotongan pada STSG dapat ditempuh dengan beberapa carayaitu (Rives, 2006:7) : 1) Mata pisau dermatom Biasanya teknik ini menggunakan mata pisau dermatom, yangmampu memotong pada graft yang luas dengan ketebalan dioperasikan yang dengan sama. tenaga Dermatom udara atau dapat manual. Dermatom yang biasa digunakan termasuk Castroviejo, Reese, Padgett-Hood, Brown, Davol-Simon, dan Zimmer. Tanpa memperhatikan alat yang digunakan, anestesi yang cukup harus segera ditentukan karena pemotongan pada skin graft merupakan prosedur yang dapat menyebabkan nyeri. Lidocain dengan epinefrin disuntikkan ke daerah donor untuk mengurangi hilangnya darah dan memberikan turgor kulit yang bagus sehingga dapat membantu dalam pemotongan. 2) Drum Dermatom Drum dermatom (Reese, Padgett-Hood) akhirakhir ini jarang digunakan tetapi masih tersedia untuk keperluan pemindahan kulit tertentu. Alat ini memiliki mata pisau yang bergerak dengan tenaga manual seperti drum yang berputar diatas permukaan kulit. Alat ini dapat digunakan lembaran kulit yang luas dengan ketebalan yang tidak teratur. Ini sangat berguna pada daerah donor dengan kecembungan, kecekungan atau keadaan tulang yang menonjol (leher, panggul, pantat), karena potongan kulityang pertama menempel pada drum dengan menggunakan lem khusus atau plester pelekat. Alat ini juga dapat mengikuti polayang tidak teratur dengan tepat untuk dipotong dengan perubahan pola yang diinginkan dengan direkatkan pada kulit dan drum. Kerugian dari penggunaan alat ini adalah kemungkinan terjadinya cedera pada operator sendiri akibat ayunan mata pisau, penggunaan agen yang mudah terbakar seperti eter atau aseton untuk membersihkan daerah donor dan memindahkan permukaan minyak untuk memastikan terjaminnya perlekatan yang kuatantara kulit dan drum dermatom serta diperlukannya teknik keahlian yang tinggi agar dapat menggunakan peralatan operasi dengan aman dan efektif (River, 2006:8). 3) Free-Hand Metode pemotongan lain untuk jenis STSG adalah free hand dengan pisau. Meskipun ini metode ini dapat dilakukan dengan pisau bedah, alat yang lain seperti pisau Humby, mata pisau Weck dan pisau Blair. Kelemahan dari metode ini adalah tepi graft menjadi tidak rata dan perubahan ketebalan. Sama seperti drum dermatom, keahlian teknik sangat diperlukan dan perawatan kualitas graft lebih bergantung pada operator daripada menggunakan dermatom yang menggunakan tenaga listrik atau udara. 4) Dermatom dengan tenaga udara dan listrik Bila menggunakan dermatom jenis ini, ahli bedah harus terbiasa dengan pemasangan mata pisau dan bagaimana mengatur ketebalan graft serta memeriksa peralatan sebelum operasi dimulai. Terdapat dua pemahaman yang tepat dan kurang tepat mengenai mata pisau. Hal ini akan membingungkan bagi anggota ruang operasi yang kurang berpengalaman. Penempatan mata pisau bedah nomor 15 digunakan pada ketebalan 0,015 inci dan dapat digunakan untuk memeriksa penempatan ketebalan yangsama dan tepat. Langkah awal pada proses pemotongan adalah dengan mensterilisasi daerah donor menggunakan betadine atau larutan garam yang lain. Kemudian daerah donor diberi minyak mineraluntuk melicinkan kulit dan dermatom sehingga dermatom akan mudah bergerak diatas kulit. Dermatom dipegang dengan tangan dominan dengan membentuk sudut 30-45º dari permukaan daerah donor. Tangan yang tidak dominan berfungsi sebagai penahan dan diletakkan di belakang dermatom. Asisten operasi bertugas sebagai penahan pada bagian depan dermatom, memajukan dan mengaktifkan dermatom dengan lembut serta melanjutkan gerakan pada seluruh permukaan kulit dengan tekanan yang menurun dengan lembut. Setelah ukuran yang sesuai dipotong, dermatom dimiringkan menjauhi kulit dan diangkat dari kulit untuk memotong tepi distal graft dan tahap pemotongan selesai. Bila pada proses pemotongan terjadi pembukaan pada lapisan lemak, ini mengindikasikan bahwa insisi yang dilakukan terlalu ke dalam atau mungkin karena teknik yang salah dalam pemasangan dermatom. b) Pelubangan Teknik ini berguna untuk memperluas permukaan area graft hingga 9 kali permukaan area donor. Teknik ini juga sangat berguna jika kulit donor tida cukup untuk menutup area luka yang luas, misalnya pada luka bakar mayor atau ketika daerah resipien memiliki garis yang tidak teratur. Bagian graft dilubangi agar cairan pada lukadapat keluar melalui graft daripada berakumulasi dibawah graft. Perluasan bagian graft ini tidak akan dapat mengatasi adanya hematom pada dasar graft. Bila telah mengalami proses penyembuhan, graft akan tampak seperti kulit buaya. Karena teknik ini kurang baik dari segi estetika dan terjadinya pengerutan yang lebih lanjut, maka penggunaan teknik ini harus dihindari pada daerah pergerakan dan wajah, tangan dan area lain yang terlihat. c) Pemasukan graft Setelah graft dipotong, tindakan selanjutnya adalah mengamati hemostasis. Setelah semuanya sempurna, kemudian graft ditempatkan pada dasar luka. Pada tahap ini perhatian harus difokuskan pada sisi bawah kulit. Meskipun terlihat sederhana dan nyata, dermis dan epidermis kadang tampak serupa bila tidak dilakukan inspeksi dengan sangat dekat dan teliti pada kulit individu yang berwarna terang. Perawatan juga harus dilakukan untuk mencegah pengkerutan atau peregangan yang berlebihan pada graft. Graft harus benar-benar diletakkan dengan benar pada daerah resipien untuk menjamin perlekatan dasar serta proses penyembuhan. Tahap ini diakhiri dengan penjahitan atau penggunaan staples untuk menjaga agar graft menempel kuat pada kulit disekitar dasar luka. Staples sangat berguna untuk luka yang lebih dalam daripada permukaan kulit sekitarnya. Efek dari penggunaan staples adalah rasa nyeri yang hebat dan dapat mengganggu perlekatan graft pada luka ketika dilakukan pengambilan kira-kira 7 – 10 hari setelah operasi. Kemampuan penyerapan benang juga perlu diperhatikan. Biasanya benang dengan empat sudut digunakan untuk menahan graft dengan beberapa pertimbangan, kemudian penjahitan dilakukan disekitar perifer. Ini membantu sebagai jalan keluar pertama jarummelewati graft kemudian melalui margin disekitar luka untuk mencegah pengangkatan graft dari dasar luka. d) Pembalutan Pembalutan dilakukan untuk memberikan tekanan yang sama pada seluruh area graft tanpa adanya perlekatan. Pembalutan juga bertujuan untuk mengimobilisasikan area graft dan mencegah pembentukan hematom pada bagian bawah graft. Menurut Blanchard (2006), pembalutan awal dilakukan pada daerah resipien segera setelah pemindahan kulit dilakukan dan baru diganti setelah 3 hingga 7 hari berikutnya. Pembalutan yang baru dapat dilakukan pada seluruh daerah graft hingga skin graft benar-benar sembuh. Biasanya pada lokasi donor ditempatkan langsung lembaran kasa yang halus dan tidak melekat. Kemudian diatasnya dipasang kasa absorben untuk menyerap darah atau serum dari luka. Kasa selaput (seperti Op-Side) dapat digunakan untuk memberikan manfaat tertentu, yaitu kasa ini bersifat transparan dan memungkinkan pemeriksa untuk melihat luka tanpa menggangu kasa pembalutnya semantara pasien tidak perlu khawatir ketika mandi karena kasa pembalut tersebut tidak menyerap air (Smeltzer & Bare, 2002:1899). Setelah skin graft dilakukan, proses yang terjadi selanjutnyaadalah regenerasi termasuk pertumbuhan kembali rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Pada prosedur STSG, kelenjar keringat tidak akan dapat sembuh secara total sehingga akan berdampak pada masalah pengaturan panas. Tidak adanya kelenjar sebasea pada kulit dapat menyebabkan kulit menjadi kering, gatal dan bersisik. Untuk mengatasi masalah ini, biasanya dilakukan pemberian lotion dengan frekuensi sering. G. Proses Penyembuhan Menurut Rives (2006), masa penyembuhan dan kelangsungan hidup graft terdiri dari beberapa tahap yaitu : 1. Perlekatan dasar Setelah graft ditempatkan, perlekatan dasar luka melalui jaringanfibrin yang tipis merupakan proses sementara hingga sikulasi danhubungan antar jaringan telah benar-benar terjadi. 2. Penyerapan Plasma Periode waktu antara pemindahan kulit dengan revaskularisasi pada graft merupakan fase penyerapan plasma. Graft akan menyerap eksudat pada luka dengan aksi kapiler melalui struktur seperti spon pada graft dermis dan melalui pembuluh darah dermis. Ini berfungsi untuk mencegah pengeringan terutama pada pembuluh darah graft dan menyediakan makanan bagi graft. Keseluruhan proses ini merupakan respon terhadap kelangsungan hidup graft selama 2–3 hari hingga sirkulasi benar-benar adekuat. Selama tahap ini berlangsung, graft akan mengalami edema dan beratnya akan meningkat hingga 30-50%. 3. Revaskularisasi Revaskularisasi pada graft dimulai pada hari ke 2-3 post skin graft dengan mekanisme yang belum diketahui. Tanpa memperhatikan mekanisme, sirkulasi pada graft akan benar-benar diperbaiki pada hari ke 6 – 7 setelah operasi. Tanpa adanya perlekatan dasar, imbibisi plasma dan revaskularisasi, graft tidak akan mampu bertahan hidup. 4. Pengerutan luka Pengerutan pada luka merupakan hal yang serius dan merupakan masalah yang berhubungan dengan segi kosmetik tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan pada luka. Pengerutan pada wajah mungkin dapat menyebabkan terjadinya ektropion, serta retraksi pada hidung. Kemampuan skin graft untuk melawan terjadinya pengerutan berhubungan dengan komponen ketebalan kulit yang digunakan sebagai graft. 5. Regenerasi Epitel tubuh perlu untuk beregenerasi setelah proses pencangkokkan kulit berlangsung. Pada STSG, rambut akan tumbuh lebih jarang atau lebih sedikit pada daerah graft yang sangat tipis. Graft mungkin akan kering dan sangat gatal pada tahap ini. Pasien sering mengeluhkan kulit yang tampak kemerahan. Salep yang lembut mungkin akan diberikan pada pasien untuk membantu dalam menjaga kelembaban pada daerah graft dan mengurangi gatal. 6. Reinnervasi Reinnervasi pada graft terjadi dari dasar resipien dan sepanjang perifer. Kembalinya sensibilitas pada graft juga merupakan proses sentral. Proses ini biasanya akan dimulai pada satu bulan pertamatetapi belum akan sempurna hingga beberapa tahun. 7. Pigmentasi Pigmentasi pada FTSG akan berlangsung lebih cepat dengan pigmentasi yang hampir serupa dengan daerah donor. Pigmentasi pada STSG akan terlihat lebih pucat atau putih dan akan terjadi hiperpigmentasi dengan kulit tampak bercahaya atau mengkilat. Untuk mengatasi hal ini biasanya akan dianjurkan untuk melindungi daerah graft dari sinar matahari secara langsung selama 6 bulan atau lebih. H. Komplikasi Skin graft banyak membawa resiko dan potensial komplikasi yang beragam tergantung dari jenis luka dan tempat skin graft pada tubuh. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain (Blanchard, 2006:2) : 1. Kegagalan graft Menurut Revis (2006), skin graft dapat mengalami kegagalan karena sejumlah alasan. Alasan yang paling sering terjadi adalah adanya hubungan yang kurang baik pada graft atau kurangnya perlekatan pada dasar daerah resipien. Timbulnya hematom dan seroma dibawah graft akan mencegah hubungan dan perlekatan pada graft dengan lapisan dasar luka. Pergerakan pada graft atau pemberian suhu yang tinggi pada graft juga dapat menjadi penyebab kegagalan graft. Sumber kegagalan yang lain diantaranya adalah daerah resipienyang buruk. Luka dengan vaskularisasi yang kurang atau permukaan luka yang terkontaminasi merupakan alasan terbesar bagi kegagalan graft. Bakteri dan respon terhadap bakteri akan merangsang dikeluarkannya enzim proteolitik dan terjadinya proses inflamasi pada luka sehingga akan mengacaukan perlekatan fibrin pada graft. Teknik yang salah juga dapat menyebabkan kegagalan graft. Memberikan penekanan yang terlalu kuat, peregangan yang terlalu ketat atau trauma pada saat melakukan penanganan dapat menyebabkan graft gagal baik sebagian ataupun seluruhnya. 2. Reaksi penolakan terhadap skin graft 3. Infeksi pada daerah donor atau daerah resipien. 4. Cairan yang mengalir keluar dari daerah graft. 5. Munculnya jaringan parut 6. Hiperpigmentasi 7. Nyeri Nyeri dapat terjadi karena penggunaan staples pada proses perlekatan graft atau juga karena adanya torehan, tarikan atau manipulasi jaringan atau organ (Long, 1996:60). Hal ini diduga bahwa ujung-ujung saraf normal yang tidak menstransmisikan sensasi nyeri (Smeltzer, 2002:214). Reseptor nyeri yang merupakan serabut saraf mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal, sel mast, folikel rambut, kelenjar keringat dan melepaskan histamin, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang tergolong stimuli kimiawi terhadap nyeri. Nosiseptor berespon mengantar impuls ke batang otak untuk merespon rasa nyeri. 8. Hematom Hematom atau timbunan darah dapat membuat kulit donor mati. Hematom biasanya dapat diketahui lima hari setelah operasi. Jika hal ini terjadi maka kulit donor harus diambil dan diganti dengan yang baru (Perdanakusuma, 2006:1). Hematom juga menjadi komplikasi tersering dari pemasangan graft. 9. Kulit berwarna kemerahan pada sekitar daerah graft. I. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Pengkajian yang akan dilakukan lebih berfokus pada keadaan kulit pasien antara lain (Smeltzer & Bare, 2002:1831) : mengkaji keadaan umum kulit meliputi warna, suhu, kelembaban, kekeringan, tekstur kulit, lesi, vaskularitas, mobilitas dan kondisi rambut serta kuku Turgor kulit, edema yang mungkin terjadi dan elastisitas kulit dinilai dengan palpasi. Pengkajian sirkulasi pada kulit sangat penting diperhatikan dengan tujuan untuk memperoleh data apakah telah terjadi komplikasi akibat pemasangan graft dan untuk memantau kelangsungan hidup graft pada daerah resipien. Bila graft berwarna merah muda, hal ini menunjukkan terjadinya proses vaskularisasi. Warna kebiruan pada sianosis menunjukkan terjadinya hipoksia seluler atau sel kekurangan oksigen dan mudah terlihat pada ekstremitas, dasar kuku, bibir serta membran mukosa (Smeltzer & Bare, 2002:1831). b. Diagnosa Keperawatan 1) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan trauma jaringan. 2) Gangguan integritas jaringan kulit dan jaringan berhubungan dengan adanya tindakan invasif, bedah perbaikan, traksi pen. 3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera pada jaringansekitar area luka. 4) Defisit perawatan diri: bersihan diri berhubungan dengan kehilanganmobilitas, ketidakmampuan dalam pemenuhan ADL. 5) Perubahan pola eliminasi bowel: konstipasi berhubungan dengan perubahan pada tingkat aktifitas, penurunan peristaltik usus. 6) Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer, trauma jaringan, tindakan invasif. c. Intervensi Keperawatan 1) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan trauma jaringan Tujuan : Klien melaporkan nyeri hilang, berkurang atau terkontrol Kriteria hasil : a) Ekspresi wajah rileks b) Skala nyeri 0 – 4 c) Klien dapat beristirahat d) Klien tidak mengeluh kesakitan Intervensi : 1. Kaji lokasi dan karakteristik nyeri 2. Lakukan tindakan manajemen nyeri relaksasi dan distraksi 3. Beri aktifitas yang tepat untuk klien 4. Berikan lingkungan yang aman dan nyaman 5. Berikan posisi senyaman mungkin. 6. Berikan analgetika (kolaborasi medik). 2) Gangguan integritas jaringan kulit dan jaringan berhubungan dengan adanya tindakan invasif, bedah perbaikan, traksi pen. Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit dan jaringan yang lebih parah. Kriteria hasil : a) Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang. b) Pasien menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan kulit. c) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu. Intervensi : 1. Kaji integritas kulit pasien. 2. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna. 3. Ubah posisi dengan sering. 4. Tempatkan balutan pada area fraktur. 5. Kaji posisi pada alat traksi. 6. Observasi untuk potensial area yang tertekan. 7. Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka. 8. Lakukan perawatan luka. 3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera pada jaringansekitar area luka. Tujuan : Klien dapat melakukan mobilitas fisik sesuai dengan toleransi. Kriteria hasil : a) Klien aktif dalam dalam rencana keperawatan. b) Klien dapat melakukan aktifitas fisik dan pemenuhan ADL. Intervensi : 1. Kaji kemampuan mobilitas. 2. Atur alih baring tiap 2 jam. 3. Bantu klien melakukan gerakan sendi secara aktif dan pasif. 4. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan aktifitas dalamlingkup terbatas. 5. Bantu pasien dalam melakukan aktifitas yang dirasakan berat pada pasien. 6. Libatkan keluarga klien selama perawatan. 4) Defisit perawatan diri: bersihan diri berhubungan dengan kehilanganmobilitas, ketidakmampuan dalam pemenuhan ADL. Tujuan: Tidak terjadi defisit perawatan diri : bersihan diri. Kriteria hasil : Klien menunjukkan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan pribadi. Intervensi : 1. Tentukan kemampuan saat ini dan hambatan untuk berpartisipasidalam perawatan. 2. Ikutsertakan klien dalam formulasi rencana perawatan pada tingkatkemampuan. 3. Dorong perawatan diri. 4. Berikan dan tingkatkan keleluasaan pribadi. 5. Berikan keramas dan gaya rambut sesuai kebutuhan. 5) Perubahan pola eliminasi bowel : konstipasi berhubungan dengan perubahan pada tingkat aktifitas, penurunan peristaltik usus. Tujuan: Mempertahankan pola normal defekasi/fungsi usus. Kriteria hasil : a) Klien mendemonstrasikan perubahan pada gaya hidup. b) Konstipasi tidak terjadi. c) Ikut serta dalam pola defekasi sesuai petunjuk. Intervensi : 1. Pastikan pola defekasi yang biasa (misal : penggunaan laksatif jangka panjang sebelumnya). Bandingkan dengan rutinitas saat ini. 2. Kaji rasional masalah, singkirkan penyebab medis. 3. Berikan diet dengan kadar serat tinggi. 4. Dorong peningkatan konsistensifeses nomal). masukan cairan (meningkatkan 6) Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer, trauma jaringan, tindakan invasif. Tujuan : Tidak terjadi infeksi. Kriteria hasil : a) Luka sembuh sesuai waktu. b) Bebas drainase purulen. c) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi. Intervensi : 1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi. 2. Monitor tanda-tanda vital. 3. Lakukan perawatan luka dengan prinsip steril. 4. Kolaborasi pemberian antibiotik. 5. Kolaborasi pengecekan darah rutin. d. Implementasi / Pelaksanaan Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang direncanakan oleh perawat. Dalam melaksanakan proses keperawatan harus kerja sama dengan tim kesehatan-kesehatan yang lain, keluarga klien, dan dengan klien sendiri, yang meliputi 3 hal : 1. Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada. 2. Mengidentifikasi respon klien. 3. Mendokumentasikan/mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan dan respon pasien. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan : 1. Kebutuhan klien 2. Dasar dari tindakan 3. Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari perawat. 4. Sumber-sumber dari keluarga dan klien sendiri. 5. Sumber-sumber dari instansi. e. Evaluasi Evaluasi merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan. Adapun evaluasi klien dengan post skin graft dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan keperawatan dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria tujuan perencanaan yang diberikan pada klien dengan post skin graft. BAB IV ANALISA JURNAL A. Hasil Analisis Jurnal Jurnal 1 : Manfaat Suplememntasi Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Kadar Albumin ,Mda Pada Luka Bakar Derajat II No Kriteria Jawab Pembenaran & Critical thinking 1. P Ya Masalah klinik dari jurnal ini adalah (Patient/Clinical problem) manfaat suplementasi ekstrak ikan gabus terhadap kadar albumin,MDA pada luka bakar derajat II . Populasi /patient pada jurnal ini adalah semua pasien luka bakar rawat inap di RSUP Wahidin sudirohusodo dan jejaringnya sebanyak 32 orang dan di bagi menjadi 2 kelompok. 2. I Ya Tehnik dengan (Intervention) Pengambilan sample menggunakan tehnik concecutive random sampling. Jenis penelitian yang dilakukan adalah quasi eksperimental dengan pretest-posttest group design dan matching ages dengan memberikan perlakuan pada subjek penelitian kemudian efek perlakuan diukur dan dianalisis. 3. C (Comparasion) Ya Rancangan untuk ini menilai dimaksudkan pengaruh suplementasi ekstrak ikan gabus terhadap kadar albumin,MDA pada luka bakar derajat II . a) Kadar albumin kelompok A 2,87 +- 0,50 menjadi 3,40 +- 0,33 (p= 0,000) dan kelompok C 3,04 +- 0,33 menjadi 2,88 +- 0,21 (p=0,000). b) kadar MDA kelompok A 3,97 +- 0,52 menjadi 3,64 +- 0,49 (p=0,000) kelompok C 4,01 +1,02 menjadi 5,16 +- 1,27 (p=0,001) . 4. O (Outcome) Ya Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian suplementasi ekstrak ikan gabus tinggi albumin 2,25 g/hari dengan diet standard dan edukasi selama 14 hari pada pasien luka bakar grade II mampu meningkatkan kadar albumin disbanding mendapatkan ekstrak ikan lebih yang tinggi tidak suplementasi gabus tinggi albumin sedangkan kadar MDA lebih rendah Kadar albumin kelompok A 2,87 +- 0,50 menjadi 3,40 +- 0,33 (p= 0,000) dan kelompok C 3,04 +- 0,33 menjadi 2,88 +- 0,21 (p=0,000). kadar MDA kelompok A 3,97 +0,52 menjadi 3,64 +- 0,49 (p=0,000) kelompok C 4,01 +1,02 menjadi 5,16 +- 1,27 (p=0,001) . Jurnal II : Efek Madu dalam proses epitalisasi luka bakar Derajat II Dangkal No Kriteria Jawab Pembenaran & Critical thinking 1. P Ya Masalah klinik dari jurnal ini adalah efek madu dalam proses (Patient/Clinical problem) epitalisasi luka bakar Derajat II Dangkal. Populasi /patient pada jurnal ini adalah pasien lukabakar yang dirawat di Bangsal Bedah RSUP Dr. Kariadi Semarang. 2. I (Intervention) Ya Tehnik Pengambilan sample dengan menggunakan penelitian eksperimental pada pasien yang telah lolos kaji etik penelitian. Sampel yang digunakan adalah luka bakar derajat dua dangkal yang dialami oleh pasien dan memenuhi syarat kriteria penelitian. Jenis penelitian yang dilakukan adalah Analisis data percepatan proses epitelisasi dan penurunan luas luka bakar dilakukan dengan uji Mann-Whitney. Untuk semua tes statistik signifikansi ditetapkan pada p<0,05 3. C Ya Rancangan ini dimaksudkan untuk mengetahui efek madu (Comparasion) dalam proses epitalisasi luka bakar Derajat II Dangkal. 4. O Ya Hasil penelitian menunjukan secara klinis proses epitelisasi (Outcome) luka bakar balut madu lebih cepat dibandingkan dengan balut kasa tulle. Namun secara staistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada proses epitelisasi luka bakar derajat duadangkal yang dibalut madu dan kasa tulle. Penyembuhan luka bakar derajat dua dangkal yang diberi madu secara klinis berlangsung lebih cepat dari yang diberi kasa tulle. statistik, Namun tidak secara didapatkan perbedaan yang bermakna pada proses epitelisasi luka bakar yang diberimadu dan kasa tulle 5. T Ya 16April 2011 – 6 Mei 2011 (Time) Jurnal III : No Kriteria Jawab 1. P Ya (Patient/Clinical problem) 2. I Ya Pembenaran & Critical thinking (Intervention) 3. C Ya (Comparasion) 4. O (Outcome) Ya BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat trauma panas, elektrik, kimia dan radiasi (Smith, 1998). Penyebab luka bakar yang paling sering disebabkan karena api. Luka bakar perlu mendapatkan perhatian karena angka kejadiannya terus meningkat dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Skin graft adalah Tindakan transplantasi kulit dengan melepaskan sebagian atau seluruh tebal kulit dari daerah donor ke daerah yang membutuhkan (resipien=host), dimana dibutuhkan suplai darah baru untuk menjamin kehidupan kulit yang dipindahkan. DAFTAR PUSTAKA Eka Yani. 2015. Laporan Pendahuluan Luka Bakar 3. Available.on http://www.academia.edu/7710988/LAPORAN_PENDAHULUAN_LUKA_BAKAR_3 diakses tanggal 3 Oktober 2020 https://www.academia.edu/8542579/Askep_Luka_Bakar_Combustio_,diakses tanggal 3 Oktober 2020 Nanda International. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC- NOC Jilid 1 & 2. Jakarta Awan, A. S., Astuti, N., Bukhari, A., Mahendradatta, M., Tawali. A. W.(2014). Manfaatsuplementasi Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Kadaralbumin,Mdapadaluka Bakar Derajat II. JST Kesehatan,Oktober2014, Vol.4 No.4:385–393. ISSN 2252-5416 http://eprints.ums.ac.id/16543/3/BAB_I.pdf