BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan salah satu penyusun tubuh yang sangat penting dan merupakan salah satu jaringan keras yang terdapat dalam tubuh manusia. Tulang mengandung 30% serabut kolagen, 60% garam kalsium yang memberi kekerasan matriks, dan 10% air, sel-sel, dan pembuluh darah (Melis dan Mudler, 2008). Mineral yang terkandung dalam tulang adalah kalsium sulfat dalam bentuk Ca10(PO4)6(OH)2 atau kristal hidroksiapatit (Ross dkk., 2003). Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat mengalami kerusakan atau cedera. Penyebab kerusakan tulang antara lain fraktur tulang, penyakit-penyakit tulang, dan prosedur operasi yang melibatkan jaringan keras, seperti pencabutan gigi (Melis dan Mudler, 2008). Proses penyembuhan tulang terdiri dari tiga fase, yaitu fase inflamasi (hematom), fase proliferasi, dan fase remodelling. Fase inflamasi berlangsung beberapa hari. Pada fase ini terjadi perdarahan di jaringan yang cedera dan terbentuk hematoma di daerah patah tulang. Fase lanjutan dari fase inflamasi adalah fase proliferasi. Pada fase ini terjadi pembentukan kalus dan mulai terbentuk jaringan tulang kondrosit (Buckwalter dkk., 2000). Fase selanjutnya adalah fase remodelling atau osteogenesis. Osteogenesis diinisiasi oleh sel pembentuk tulang yang disebut osteoblas. Osteoblas berdiferensiasi menjadi osteosit yang merupakan sel utama tulang yang sudah dewasa dan mempunyai 1 2 fungsi dalam proses metabolisme tulang (Tortora dan Derrickson, 2006). Pada stadium awal permulaan pembentukan tulang terjadi sintesis kolagen dari osteoblas (Janqueira dan Cameiro, 2004). Kolagen merupakan komponen utama struktur jaringan ikat yang banyak ditemukan dalam matriks organik dari jaringan termineralisasi (Paschalis dkk., 2011). Kolagen diproduksi oleh sel fibroblas, osteoblas, osteosit, kondroblas, dan kondrosit (Whiting dan Zernicke, 2008). Menurut Fawcett (2002), terdapat dua belas jenis kolagen. Kolagen tipe I terdapat sejumlah 70% dan merupakan protein utama dalam matriks tulang (Katili, 2009). Kolagen tipe I memiliki serat yang fleksibel namun tahan terhadap regangan. Menurut Janqueira dan Cameiro, (2004), terbentuknya kolagen merupakan salah satu parameter penyembuhan defek tulang. Proses penyembuhan tulang dapat dipercepat dengan menggunakan material bone graft (Finkemeier, 2012). Bone graft adalah jaringan tulang maupun material sintetis pengganti tulang yang diimplantasikan atau ditransplantasikan ke dalam defek tulang dengan tujuan membantu proses regenerasi tulang (Dorland, 2000). Bone graft dalam dunia kedokteran gigi berguna dalam bidang bedah mulut dan maksilofasial untuk augmentasi tulang alveolar, augmentasi sinus, meningkatkan stabilitas gigi tiruan, dan mencegah rusaknya tulang kortikal (Sakaguchi dan Powers, 2012; Anusavice dkk., 2013). Material bone graft terbagi menjadi autograft, allograft, xenograft, dan alloplast (Sakaguchi dan Powers, 2012). Autograft atau autologous bone graft merupakan material bone graft yang paling sering digunakan untuk memperbaiki 3 kerusakan tulang. Material ini digunakan dengan cara mengambil jaringan atau bagian tulang dari tubuh pasien. Material bone graft lain yang cukup sering digunakan adalah allograft, yaitu mengambil donor tulang dari individu lain yang masih satu spesies, dan juga xenograft yang menggunakan bahan substitusi tulang yang diambil dari hewan (Van Galen dkk., 2008). Material autograft, allograft, dan xenograft tersebut ternyata memiliki beberapa kelemahan, antara lain bentuk graft tidak sesuai dengan defek pada tulang dan memerlukan biaya yang mahal (Ana dkk., 2008; Vaccano, 2002). Saat ini dikembangkan material bone graft dari bahan yang memiliki sifat menyerupai tulang manusia yaitu dengan menggunakan bone graft sintetis atau yang dikenal sebagai alloplast (Sakaguchi dan Powers, 2012). Bone graft sintetis yang dapat digunakan idealnya memiliki kriteria osteointegrasi, osteokonduksi, osteoinduksi, osteogenesis, mudah digunakan, dan harganya terjangkau (Greenwal dkk., 2001). Bone graft tersebut diantaranya hidroksiapatit, karbonat apatit, dan kalsium karbonat (Ishikawa dkk., 2003) Hidroksiapatit (HA) merupakan material sintetis sebagai pengganti tulang dan telah digunakan secara luas di bidang kedokteran dan kedokteran gigi (Suzuki dkk., 2005). Hidroksiapatit memiliki kualitas biokompatibilitas, kemampuan osteokonduktivitas, dan kemampuan menyatu dengan tulang yang baik (Ishikawa dkk., 2003). Salah satu bahan alam yang dapat dijadikan sumber dari hidroksiapatit adalah ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Ikan tuna sirip kuning adalah spesies tuna yang banyak ditemukan di Samudra Hindia. Ikan tuna sirip kuning merupakan salah satu ikan perenang cepat dan mempunyai pola hidup yang bergerombol antara satu dengan yang lain terutama pada waktu mencari 4 makan (Nuraini dkk., 2014). Ikan tuna ini mengandung mineral, fosfor, dan kalsium yang tinggi sehingga dimanfaatkan sebagai produk makanan dan suplemen. Kandungan kalsium dan fosfor yang terdapat pada ikan tuna sirip kuning sebesar 62,12% dan 6,25% (Venkasetan dan Kim, 2010; Thalib dkk., 2009). Selain memiliki kandungan mineral dan kalsium yang tinggi, tulang pada ikan tuna ini membentuk kompleks dengan fosfor dalam bentuk apatit atau trikalsiumfosfat sehingga mudah diserap oleh tubuh yaitu berkisar 60-70% (Orias, 2008; Nabil, 2005). Adanya kandungan kalsium dalam tulang ikan tuna sirip kuning yang dapat disintesis menjadi hidroksiapatit memungkinkan dijadikan alternatif material bone graft dalam meningkatkan sintesis kolagen sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan tulang (Riyanto dkk., 2013). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu: Bagaimana pengaruh implantasi bone graft berbasis tulang ikan tuna sirip kuning terhadap kolagen pada osteogenesis tikus wistar? C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai ikan tuna madidihang (Thunnus albacares) pernah dilakukan oleh Zobda dkk. (2012). Penelitian tersebut membuktikan bahwa tepung tulang ikan tuna madidihang mampu meningkatkan kadar kalsium dan menurunkan kadar fosfor dalam darah mendekati keadaan normal pada tikus putih. Penelitian mengenai ikan tuna madidihang juga pernah dilakukan oleh 5 Prasetya dkk. (2012). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada kelompok ovariektomi dengan pemberian tepung tulang ikan tuna Madidihang mengalami perbaikan struktur tulang dan penebalan trabekula yang lebih tebal dibandingkan dengan kelompok ovariektomi tanpa pemberian tepung tulang ikan tuna Madidihang. Penelitian mengenai penggunaan bahan implantasi bone graft berbasis tulang ikan tuna sirip kuning terhadap kolagen dalam mempercepat proses penyembuhan tulang pada osteogenesis tikus wistar, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh material bone graft berbasis tulang ikan tuna sirip kuning terhadap kolagen pada osteogenesis tikus wistar. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: 1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan mengenai pengaruh tulang ikan tuna sirip kuning terhadap kolagen pada osteogenesis tikus wistar sebagai material bone graft. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu di bidang kesehatan khususnya di bidang implantasi bone 6 graft. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian yang akan dilakukan di masa mendatang. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif material bone graft dalam mempercepat proses penyembuhan tulang dengan biaya yang terjangkau dengan memanfaatkan kekayaan alam yang ada di sekitar.