Uploaded by User93516

Agama

advertisement
TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Secara lahiriyah orang tidak dapat dikatakan Islam manakala tidak mengucapkan
syahadat, ibadah shalat, zakat berpuasa ramadhan, dan menunaikan haji yang merupakan
pelaksanaan Ihsan secara lahiriyah, atau kesempurnaan Islam itu sama sekali tidak berarti, jika
tidak dilandasi Iman ( Tashdiq ) dan Islam ( membaca syahadat ). Ibadah shalat, zakat, puasa,
haji dan lain lain akan menjadi berarti manakala ada Iman dan Islam, karena syarat Ihsan secara
lahiriyah harus dengan Iman dan Islam, meskipun sahnya Iman dan Islam itu tidak harus dengan
Ihsan.
Pada saat Malaikat Jibril bertanya tentang konsep Iman, Islam dan Ihsan, Rasulullah
SAW menjawab :”Bahwa Iman ialah hendaklah Engkau mengimankan Allah, Malaikat Allah,
Kitab kitab Allah, para Uusan Allah, Hari Qiyamat, dan mengimankan Taqdir, baik dan
buruknya adalah ketentuan Allah. Islam ialah hendaklah engkau bersaksi bahwasanya tidak ada
Tuhan yang patut disembah melainkan Allah, dan nabi Muhammad adalah UtusaNYA,
mendirikan Shalat, Menunaikan Zakat, berpuasa Ramadhan, dan berangkat Haji bila telah
mampu. Sedangkan Ihsan yaitu hendaklah engkau beribadah kepada Allah seperti engkau
melihatNYA, apabila tidak bias demikian ,maka sesungguhnya Allah melihat engkau”. Melihat
makna Hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari diatas, Iman berarti kepercayaan hati dibarengi
dengan membenarkan segala apa yang disampaikan Rasulullah. Islam berarti kepatuhan dan
penyeragan lahiriyah dengan mengucapkan kalimat syahadat. Dan Ihsan berarti, kejernihan dan
keihlasan hati beribadah karena Allah dengan sungguh sungguh. Antara ketiga kekuatan itu
saling kerja sama dan saling membutuhkan dalam mencapai puncak kerelaan Allah.
Pengertian Iman dan Penerapannya
Imam Al Baghawi mengatakan : ” Para sahabat, tabi’in, dan ulama ahlis sunnah sesudah
mereka bahwa amal termasuk keimanan… mereka mengatakan bahwa iman adalah perkataan,
amalan, dan aqidah”
Al Imam Asy Syafi’i berkata dalam kitab Al Umm : “ Telah terjadi ijma’ (konsesus) di kalangan
para sahabat, para tabi’in, dan pengikut sesudah mereka dari yang kami dapatkan bahwasanya
iman adalah perkataan, amal, dan niat. Tidaklah cukup salah satu saja tanpa mencakup ketiga
unsur yang lainnya”
Kesimpulannya menurut definisi syariat tentang iman bahwasanya iman mencakup perkataan
dan perbuatan. Perkataan mencakup dua hal : perkataan hati, yaitu i’tiqad (keyakinan) dan
perkataan lisan. Perbuatan juga mencakup dua hal yati perbuatan hati, yaitu niat dan ikhlas, serta
perbuatan anggota badan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ْ
ُ ِ َْ‫م إلِ ِش َان‬
ُ ُْ ‫ِإ ِش يٌْ ِ ةِب‬
ْ ًَْ‫م ُ ِالب ِْ يَ ُ ًِ عََِِْ ع‬
ِ‫م إل‬
‫ب َس ٌ َ ْ ِضب ُ اَ ي‬
‫ا يَّللاَُُ ِ َ ِ يش اَ ي‬
ِ ‫بُ ِشَ ِ يوتِبَِب عَ ِضب ِوُ ٌَِوِع‬
ِ َ‫و يَُّللاِوال ََِ ِ ي‬
ِ ‫و يَُّللاِوإل ضَ سِ ٌ َ ْ ِضب َ ِش‬
َ ََْ ‫ٌْن‬
“Iman itu ada tujuh puluh tiga sampai tujuh puluh sembilan, atau enam puluh tiga sampai enam
puluh sembilan cabang. Yang paling utama adalah perkataan, Laa illaaha illallah (Tidak ada
tuhan yang berhak disembah selain Allah). Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan
gangguan dari jalan. Dan malu itu adalah sebagian dari iman.”
Hadist ini diantara dalil yang menunjukkan bahwa iman mencakup keyakinan hati dan amalan
hati, perkataan lisan, dan juga perbuatan anggota badan .Selain itu, hadist ini juga menunjukkan
bahwa iman itu memiliki cabang-cabang.
Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “ Pokok keimanan memiliki cabang yang
banyak. Setiap cabang adalah bagian dari iman. Shalat adalah cabang keimanan, begitu pula
zakat, haji, puasa, dan amalan-amalan hati seperti malu, tawakal… Di antara cabang-cabang
tersebut adacabang yang jika hilang maka akan membatalkan keimanan seperti cabang
syahadat. Ada pula cabang yang jika hilang tidak membatalkan keimanan seperti menyingkirkan
gangguan dari jalan. Di antara dua cabang tersebut terdapat cabang-cabang keimanan lain
yang bertingkat-tingkat. Ada cabang yang mengikuti dan lebih dekat ke cabanag syahadat. Ada
pula yang mengikuti dan lebih dekat ke cabang menyingkirkan gangguan dari jalan. Demikian
pula kekafiran, memiliki pokok dan cabng-cabang. Sebagaimana cabang iman adalah termasuk
keimanan, maka cabang kekafiran juga termasuk kekafiran. Malu adalah cabang iman, maka
berkurangnya rasa malu merupakan cabang dari kekafiran. Jujur adalah cabang iman,
sedangkan dusta adalah cabang kekafiran. Maksiat seluruhnya adalah cabang kekafiran,
sebgaiaman semua ketaatan adalah cabang keimanan”
Iman memiliki tingkat yang berbeda-beda, Syaikh Ibnu Baaz ketika mengomentari
perkataan Imam at Thahawi “ Iman adalah satu kesatuan dan pemiliknya memiliki keimanan
yang sama” mengatakan : “Perkataan Imam at Thahawi ini perlu ditinjau lagi, bahkan ini
merupakan perkataan yang batil. Orang yang beriman tidaklah sama dalam keimanannya. Justru
sebaliknya, mereka memiliki keimanan yang bertingkat-tingkat dengan perbedaan yang
mencolok. Iman para rasul tidaklah dapat disamakan dengan iman selain mereka. Demikian pula
iman para al khulafaur rasyidin beserta para sahabat yang lain, tidaklah sama dengan yang
lainnya. Iman orang-orang yang betul-betul beriman juga tidak sama dengan iman orang yang
fasik. Hal ini didasari pada perbedaan yang ada dalam hati, berupa pengenalan terhadap Allah,
nama-nama dan sifat-sifat-Nya, dan segala yang disyariatkan bagi hamba-Nya. Inilah
pendapat Ahlus sunnah wal jama’ah, berbeda dengan pendapat murjiah dan yang sepaham
dengan mereka.Wallahul musta’an “
Pokok-pokok keimanan terdapat dalam rukun iman yang enam, sebagaimana diterangkan
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadist Jibril :
ْ َ‫اَ يبْرِشِ َه ِمة َيَ َا ِشو َ َِْ َا ِْب ِ َ ِ ي نُأي َضسِ ا‬
ِ‫ا َ ََ ِش يٌْةِ يَ َِ يٌن َم ََ ِشنُأي َضس‬
ُ ‫بوَ ِش ِض ِ هَ ِلنَ ََ ِش ُهنَُّللاَ ََ ِش ُه‬
“Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari
akhir, dan takdir baik dan buruk.”
Masing-masing rukun iman memiliki kadar minimal sehingga dikatakan sah keimanan seseorang
terhadap rukun tersebut. Secara umum, kadar minimal untuk keenam rukun iman tersebut adalah
sebagai beikut
Iman kepada Allah:

Beriman dengan wujud Allah

Beriman dengan rububiyah Allah

Beriman dengan uluhiyah Allah

Beriman dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah
Iman kepada para malaikat Allah:

Beriman dengan keberadaan para malaikat Allah

Mengimani secara rinci nama-nama malaikat yang kita ketahui, dan mengimani secara
global yang tidak kita ketahui

Mengimani secara rinci sifat-sifat mereka yang kita ketahui, dan mengimani secara
global yang tidak kita ketahui

Mengimani secara rinci tugas-tugas mereka yang kita ketahui, dan mengimani secara
global yang tidak kita ketahui
Iman kepada kitab-kitab Allah :

Mengimanai bahwa seluruh kitab berasal dari Allah

Mengimani secara rinci nama-nama kitab Allah yang kita ketahui dan mengimani secara
global yang tidak kita ketahui

Membenarkan berita-berita yang terdapat dalam kitab-kitab tersebut

Beramal dengan hukum-hukum yang ada di dalamnya selama belum dihapus
Iman kepada para rasul Allah :

Mengimani bahwa seluruh risalah para rasul berasal dari Allah

Mengimani secra rinci nama para nabi dan rasul Allah yang kita ketahui dan mengimani
secara global yang tidak kita ketahui

Membenarkan berita yang shahih yang datang dari mereka

Beramal dengan syariat Rasul yang diutus kepada kita (yaitu Muhammad shalallhu
‘alaihi wa sallam)
Iman kepada hari akhir :

Beriman dengan hari kebangkitan

Beriman dengan hari perhitungan dan pembalasan (al hisaab wal jazaa’)

Beriman dengan surga dan neraka

Beriman dengan segala sesuatu yang terjadi setelah kematian
Iman kepada takdir Allah :

Beriman bahwasanya Allah mengetahui segala sesuatu yang terjadi

Beriman bahwasanya Allah telah menetapkan segala sesuatu di Lauh mahfudz

Beriman bahwa segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allah

Beriman bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan makhluk Allah[17]
Barangsiapa yang tidak mengimani pokok-pokok yang ada pada kadar minimal rukun iman,
maka batal rukun iman tersebut. Dan barangsiapa yang batal salah satu rukun iman, maka batal
pula seluruh keimanannya.
Studi Kasus
Bolehkah mengucapkan perkataan “Saya mukmin InsyaAllah?”. Perkataan ini diistilahkan oleh
para ulama dengan al istisnaa’ fil iman (pengecualian dalam keimanan). Manusia terbagi
menjadi tiga kelompok dalam masalah ini. Ada yang mengharamkannya secara mutlak, ada yang
membolehkannya secara mutlak, dan ada yang merinci hukumnya.
Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum
perkataan : Saya mukmin Insya Allah”. Beliau menjelaskan : “ Perkataan seseorang ‘Saya
mukmin Insya Allah’ diistilahkan oleh para ulama dengan al istisnaa’ fil iman (pengecualian
dalam keimanan). Masalah ini perlu perincian :
1.
Jika istisna’ muncul karena ragu dengan adanya pokok keimanan maka ini merupakan
keharaman bahkan kekafiran.. Karena iman adalah sesuatu yang pasti (yakin) sedangkan
keraguan membatalkan keimanan.
2.
Jika istisna’ muncul karena khawatir terjatuh dalam tazkiyatun nafsi (menyucikan diri),
namun tetap disertai penerapan iman secara perkataan, perbuatan, dan keyakinan, maka hal ini
sesuatu yang wajib karena adanya rasa khawatir terhadap sesuatu yang berbahaya yang dapat
merusak iman.
3.
Jika maksud istisna’ adalah bertabaruk dengan menyebut masyiah (kehendak Allah) atau
untuk menjelaskan alasan, dan iman yang ada dalam hati tetap tergantung kehendak Allah, maka
hal ini diperbolehkan. Dan penjelasan untuk penyebutan alasan (bayaani ta’lil) tidaklah
meniadakan pembenaran iman. Telah terdapat penjelasan hal ini seperti dalam firman Allah :
27}…ِ ِ ََُ‫َ ََْسِ ًِنِنِب‬
ِ َ‫ٌِ ع‬
ْ َ ِ‫و ِْ ُِ ِْ ٌَضمَةسِ ُض ِ َ ْرَةسِ ُه ُْش ِا ُل يا ِش ُضر‬
ِ َِ ِ ٌْ‫نِشي ُم ُ ْس يٌْ ِضي َيرشِ ي‬
“… bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam
keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak
merasa takut…” (Al Fath :27). Dan juga dalam do’a Nabi ketika ziarah kubur :
ْ ِْ ‫ِشعَتْب عَ ي وِب‬
ِ َُ‫بُ اَ ُل يا ًِ َ ر‬
“ dan kami insya Allah akan menyusul kalian”
Dengan penjelasan di atas, maka tidak boleh memutlakkan hukum dalam masalah al istisna’ fil
iman.
Islam dan Penerapannya
Islam merupakan pernyataan kata nama yang berasal dari bahasa arab aslama,yaitu
bermaksud “untuk menerima, menyerah, atau tunduk” Dengan demikian islam berarti
penerimaan dari dan penundukan kepada tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan
menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya dan menghindari politheisme. Perkataan ini
memberikan beberapa maksud dari Al-qur,an. Dalam beberapa ayat, kualitas islam sebagai
kepercayaan ditegaskan: “ Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama islam)” . Ayat lain
menghubungkan islam dan din (lazimnya diterjemahkan sebagai “Agama”) .” Pada hari ini telah
Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku- cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridhai islam jadi agama bagimu”.
Secara etimologis kata islam diturunkan dari akar kata yang sama dengan kata salam
yang berarti “Damai”. Kata muslim (sebutan bagi pemeluk agama islam) juga berhubungan
dengan kata islam, kata tersebut berarti ”Orang yang berserah diri kepada Allah”. Islam
memberikan banyak amalan keagamaan. Para penganut, umumnya di galakan untuk memegang
lima rukun islam, yaitu lima pilar yang menyatukan muslim sebagai sebuah komunitas. Islam
adalah syari’at Allah terakhir yang diturunkan-Nya kepada penutup para nabi dan RasulNya, Muhammad bin Abullah Saw, ia merupakan satu-satunya agama yang benar. Allah tidak
menerima agama dari siapapun selainnya. Dia telah menjadikannya sebagai agama yang mudah,
tidak ada kesulitan dan kesusahan didalamnya, Allah tidak mewajibkan dan tidak pula
membebankan kepada para pemeluknya apa-apa yang mereka tidak sanggup melakukunnya.
Islam adalah agama yang dasarnya tauhid, syi’arnya kejujuran, parosnya keadilan, tiangnya
kebeenaran, ruhnya kasih sayang.ia merupakan agama agung yang mengarahkan manusia kepada
seluruh hal yang bermanfaat, serta melarang dari segala hal yang membahayakan bagi agama dan
kehidupan mereka didunia .
Rukun (pilar-pilar) islam
Islam di bangun diatas lima rkun. Seseorang tidak akan menjadi muslim yang sebenarnya
hingga dia mengimani dan melaksanakannya yaitu:
Rukun pertama: syahadat (bersaksi) bahwa, tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah,
dan bahwasanya Muhammad Rasulullah. Syahadat ini merupakan kunci islam dan pondasi
bangunannya. Makna syahadat la ilaha illallah ialah : tidak ada yang berhak disembah kecuali
Allah saja,dilah ilahi yang hak, sedangkan ilahi selainnya adalah batil dan ilahi itu artinya
sesuatu yang disembah. Dan makna syahadat: bahwasanya Muhammad itu adalah Rasulullah
ialah: membenarkan semua apa yang diberitakannya, dan mentaati semua perintahnya srta
menjauhi semua yang dilarang dan dicegahnya.
Rukun kedua: shalat:Allah telah mengsyari’atkan lima shalat setiap hari sebagai hubungana
antara seorang muslim dengan Tuhanya. Didalamnya dia bermunajat dan berdo’a kepada-
Nya,disamping agar menjadi pencegah bagi muslim dari perbuatan keji dan mungkar. Dan Alah
telah menyiapkan bagi yang menunaikanya kebaikan dalam agama dan kemantapan iman serta
ganjaran,baik cepat maupun lambat.Maka dengan demikian seorang hamba akan mendapatkan
ketenangan jiwa dan kenyamanan raga yang akan membuatnya bahagia di dunia dan akhirat.
Rukun ketiga: Zakat yaitu sedekah yang dibayyar oleh orang yang memiliki harta
sampai nishab(kadar tertenrtu) setiap tahun,kepada yang berhak menerimanya seperti kaum fakir
dan lainya,diantara yang berhak menerima zakat.Zakat itu tidak di wjibkan atas orang fakir yang
tidak memiliki nishab,tapi hanya di wajibkan atas kaum kaya untuk menyempurnakan agama dan
islam mereka,meningkatkan kondisi dan akhlak mereka,menolak segala balak dari mereka dan
harta mereka,mensuccikan mereka dari dosa,disamping sebagai bantuan bagi orang-orang yang
membutuhkan dan fakir diantara mereka,serta untuk memenuhi kebutuhan keseharian
mereka,sementara zakat hanyalah merupakan bagian kecil sekali dari jumlah harta dan rizki yang
diberikan Allah kepada mereka.
Rukun keempat: Puasa yaitu selama satu bulan saja setiap tahun,pada bulan ramadhan yang
mulia,yakni bulan kesembilan dari bulan-bulan hijriyah.Kaum muslimin secara keseluruhan
serempak meninggalkan kebutuhan-kebutuhan pokok mereka,makan,minum,dan jimak di siang
hari mulai terbit fajar sampai matahari terbenam.Dan semua itu akan di ganti oleh Allah bagi
mereka berkat karunia dan kemurahan-Nya,dengan penyempurnaan agama dan iman
mereka,serta peningkatan kesempurnaan diri,dan banyak lagi ganjaran dan kebaikan lainya,baik
di dunia maupun di akhirat yang telah di janjikan Allah bagi orang-orang yang berpuasa.
Rukun kelima: Haji yaiu menuju masjidil haram untuk melakukan ibadah tertentu. Allah
mewajibkan atas orang yang mampu sekali seumur hidup,Pada waktu itu kaum muslimiin dari
segala penjuru berkumpul di tempat yang paling mulia dimuka bumi ini,menyembah tuhan yang
satu,memakai pakaian yang sama,tidak ada perbedaan antara pemimpin dan yang
dipimpin,antara si kaya dan si fakir dan antara yang berkulit putih dan berkulit hitam.Mereka
semua melaksanakan bentuk-bentuk ibadah tertentu,yang terpenting diantaranya adalah: wukuf
di padang arafah,tawaf di ka’bah,kiblatnya kaum muslimin,dan sa’i antara bukit shafa dan
marwah.
Ihsan dan Penerapannya
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba
Allah swt. Sebab ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan darin-Nya.
Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan
yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat dimata Allah swt. Rasulullah Saw. Pun
sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu
hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia. Oleh karenanya, seorang
muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan
harus dipandang sebagai bagian dari aqidah dan bagian terbesar dari keislamannya karena, islam
di bangun atas tiga landasan utama, yaitu iman, islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan
oleh Rasulullah Saw.dalam haditsnya yang sahih . Hadits ini menceritakan saat Rasulullah Saw.
Menjawab pertanyaan malikat jibril – yang menyamar sebagai seorang manusia – mengenai
islam, iman, dan ihsan. Setelah jibril pergi, Rasulullah Saw. Bersabda kepada sahabatnya, “
inilah jibril yang datang mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian.” Beliau menyebutbut
ketiga hal diatas sebagai agama, dan bahkan Allah Swt. Memerintahkan untuk berbuat ihsan
pada banyak tempat dalam Al-qur’an
.” Dan berbuat baiklah kalian, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat
baik. “ (Qs Al-baqarah:195)
“ Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan . . . .”(Qs. An-nahl :
90 )
Pengertian ihsan
Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan
bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah Swt. Berfirman dalam Al-qur’an
mengenai hal ini.
” Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri . . .”(Al-isra’:7)
“Dan berbuat baiklah (kpd orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu . . “(Qs ALQashash: 77).
Ibnu katsir mengomentari ayat diatas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang dimaksud dalam
ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh mahluk Allah Swt.
Landasan syar’I ihsan
Pertama Al- qur’anul karim
Dalam Al-qur’an, terdapat 166 ayat yang berbicara tentang ihsan dan implementasinya. Dari sini
kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga
mendapat porsi yang sangat istimewa dalam Al-qur’an. Berikut ini adalah beberapa ayat yang
menjadi landasan akan hal ini.
“ Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnyaAllah mencintai orang-orang yang berbuat
baik.” (Qs. Al- baqarah: 195)
“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan kebaikan.” (Qs.An-nahl:90)
“. . . . .serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia. . . .”(Qs. Al-baqarah:83)
“Dan berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan para hamba
sahayamu. . . . “ (Qs. An-nisa’: 36)
Kedua, As-sunnah
Rasulullah Saw. Pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab,ini merupakan
puncak harapan, perjuangan seorang hamba. Bahkan, diantara hadits-hadits mengenai ihsan
tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam memahami agama ini. Rasulullah
Saw. menerangkan mengenai ihsan –Ketika ia menjawab pertanyaan malaikat jibril tentang
ihsan, dimana jawaban tersebut dibenarkan oleh jibril, dengan mengatakan ,” Engkua
menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
(HR. Muslim).
Aspek pokok dalam ihsan
Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental ketiga aspek tersebut ibadah, muamalah, dan
ahklak. Salah satu aspek yang akan dibahas adalah ibadah, kita berkewajiban ihsan dalam
beribadah, yaitu dengan menjalankan semua jenis ibadah, seperti solat, puasa, haji dan
sebagainya dengan cara yang benar. Yaitu dengan menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan
adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika
saat pelaksnaan ibadah-ibadah tersebut ia penuhi dengan cita rasa yang sangat kuat
(menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah selalu memantaunya hingga ia
merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh Allah. Minimal seorang hamba harus
merasa bahwa Allah selalu memantaunya, karena dengan inilah ia dapat menunaikan ibadahibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang
diharapkan.inilah maksud dari perkataan Rasulullah Saw. yang berbunyi,
“Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika engkau tidak
dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Maka
selain dari jenis ibadah itu tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga seperti ibadah lainnya
seperti jihad, menghormati sesame mukmin, mendidik anak, membahagiakan istri, dan
menjalankan yang mubah semata-mata demi mencari dan mendapatkan Ridho Allah Swt. dan
masih banyak lagi. Rasulullah menghendaki umatnya dalam keadan seperti itu, yaitu senantiasa
sadar jika ingin ingin mewujudkan ihsan dalam setiap ibadahnya.
Tingkat ibadah dan derajatnya
Berdasarkan nash-nash dalam Al-qur’an dan sunnah, maka ibadah mempunyai tiga
tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya seorang hamba tidak akan dapat mengukurnya.
Karena itulah kita berlomba-lomba untuk meraihnya, pada setip derajat ada tingkatan tersendiri
dalam surga. Yang tertinggi adalah derajat muhsinin, Dan ia akan menempati jannatul firdaus,
derajat tertinggi dalam surga. Kelak penghuni surgs tingkat bawah akan memandangi penghunu
surga surga tingkat atas, laksana penduduk bumi memandangi bintang-bintang di langit yang
menandakan betapa jauhnya jarak antara mereka.
Adapun tiga tingkatan ter sebut adalah sebagai berikut:
1. Tingkat taqwa
Tingkat taqwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh mereka yang
masuk kategori Al-muttaqin, sesuai dengan derajad ketaqwan masing-masing.
Taqwa akan menjadi sempurna dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi serta
meninggalkan segala apa yang dilarangNya, hal ini berarti meninggalkan salah satu perintah
Allah saja dapat mengakibatkan sangsi, dan melakukan salah satu laranganNya saja adalah dosa.
Dengan demikian puncak taqwa adalah menjalankan semua perintah Allah serta menjauhi segala
laranganNya.
Namun ada satu hal yang harus dipahami dengan benar, yaitu bahwa Allah Swt. Maha
mengetahui mengetahui keadaan hamba-hambaNya yang memiliki berbagai kelemahan, yang
dengan kelemahannya itu seorang hamba melakukan dosa. Oleh karena itu Allah membuat satu
cara penghapusan dosa, yaitu dengan cara bertobat dan pengampunan. Melalui hal tersebut,
Allah akan mengampuni hambaNya yang berdosa karena kelalaiannya dari menunaikan hak-hak
taqwa.
2. Tingkat Al-bir
Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategoi Al-abror, hal ini sesuai
dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari ibadah-ibadah sunnah serta segala
sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah Swt. hal ini dilakukan setelah mereka melakukan
hal yang wajib, yakni yang ada pada peringkat At-taqwa.
Peringkat ini disebut derajat Al-bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan perluasan pada halhal yang sifatnya sunnah, sesuai sifatnya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
merupakan tambahan dari batasan-batasan yang wajib serta yang di haramkanNya. Amalanamalan ini tidak diwajibkan oleh Allah kepada hambaNya, tetapi perintah itu bersifat anjuran,
sekaligus terdapat janji pahala didalamnya.
Akan tetapi mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk kedalam tingkatan
Al-bir, kecuali mereka telah melaksanakan peringkat yang pertama, yaitu peringkat taqwa.
Karena melaksanakan hal yang pertama menjadi syarat mutlak untuk naik keperingkat yang
selanjutnya.
3. Tingkat ihsan
Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun, mereka
adalah orang yang telah melewati tingkat pertama dan kedua (peringkat At-taqwa dan Al-bir).
Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna, maka kita akan mendapatkan
kesimpulan bahwa ihsan memiliki dua sisi yaitu : Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam
beramal sambil menjaga keiklasan dan jujur dalam beramal.
Kedua, ihsaan adalah sensntiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekat
diri kepada Allah Swt. selama hal itu adalah sesuatu yang diridhaiNya dan dianjurkan untuk
melaksanakannya.
Perbuatan-perbuatan yang yang merusak Ihsan
Berikut ini adalah sikap dan perbuatan yang dapat merusak ihsan dalam diri, antara lain :

Sikap dan perbuatan Sombong. Dalam sebuah hadits diterangkan : sombong adalah
menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain. (HR. Muslim)

Sikap Serakah dan Egois. Mengenai serakah dan egois Nabi Muhammad saw, bersabda :
seandainya seorang anak Adam sudah mempunyai dua lembah harta, maka ia akan
mencari lembah yang ketiganya. Dan tidak akan merasa puas perutnya, melainkan
dengan dimasukkan ke dalam tanah. (HR. Bukhari dan Muslim)

Sikap Iri Dengki. Nabi saw. bersabda : Sesungguhnya dengki itu akan memakan habis
kebaikan, seperti api yang melalap habis kayu bakar. (HR. At-Tirmidzi). Sikap iri Dengki
akan menjadi penghambat dalam kesuksesan, menyia-nyiakan energy, menghilangnya
kesempatan untuk kerja sama dan akan menghilangkan kesempatan belajar.
Studi Kasus (Pendekatan Ihsan dalam Aplikasi Manajemen Bisnis)
Perilaku, pengetahuan dan ketrampilan menjalankan bisnis selaras dengan keyakinan.
Pendekatan ini diturunkan dari kalimat IHSAN. Dimana setiap orang yang terlibat dalam bisnis,
apakah itu Investor, Pemilik Usaha, Profesional, atau Konsultan, secara bersama-sama
bermuaámalah (berbinis) atas kehendak Allah Swt yang menyuruh memakmurkan bumi dengan
mengikuti Alquran dan Sunnah Rasulullah Saw. Beberapa praktisi dan ilmuan bisnis dari
berbagai latar belakang budaya. Merumuskan beberapa pendekatan aplikasi perbaikan binis, baik
dari sisi kinerja, budaya, stategi dan lainnya. Diantaranya adalah Balanced Scord Card, Six
Sigma, Just in Time dan Kaizen. Semua bermuára untuk menghasilkan keuntungan bagi
perusahaan dan mengalahkan persaingan. Semua ini berangkat dari filsafat Darwinisme dan
pengungan materi semata. Sedangkan sebagai Muslim, paradigma ini tidak sesuai dengan
keTauhidan yang menjadikan Allah Swt sebagai sentral seluruh kegiatan kehidupan untuk
menyembahnya melalui syariat yang diturunkan lewat Rasulullah Saw.
Aplikasi Manajemen Ihsan dalam bisnis mengikuti kaidah utama, bahwa semua yang
diperbuat dalam bisnis adalah bentuk penghambaan kepada Allah Swt semata. Kemudian
mengikuti seluruh perintah dan tidak melakukan larangan. Pendekatan ini terdiri dari 5 tahap
yang saling menyatu dan sinergi.
Pertama, bernama Intention (niat). Prof. Dr. H. Suroso Imam Zadjuli, S.E dalam makalahnya
Pengembangan Ilmu Ekonomi Islam menjelaskan bahwa Intention (niat) adalah pembeda utama
dari ekonomi kapitalis, sosialis dengan ekonomi Islam. Pernyataan niat adalah penentuk
perbuatan. Hal ini telah disabdakan oleh Rasulullah Saw “Sesungguhnya setiap amal perbuatan
tergantung niat”.Dan setiap urusan tergantung pada apa yang telah diniatkan (H.R. Bukhari
Muslim).
Intention (niat) seorang muslim dalam berbisnis sangat berbeda dengan non muslim. Seorang
muslim meniatkan usaha sebagai bentuk penghambaan kepada Allah Swt. Memakmurkan bumi
dengan mendayagunakan akal budi, dan seluruh amanah yang Allah titipkan. Aplikasi ini
terbentuk dari proses memasang niat ketika hendak shalat. Dimana seseorang yang akan
melaksanakan shalat harus mengucapkan niat, apakah melaksanakan shalat subuh, zuhur, ashar,
magrib atau isya. Maka aplikasi dalam binis dan seluruh yang terlibat juga mengucapkan niat
berinvestasi karena Allah, mengelola usaha karena Allah, bekerja bagi profesional karena Allah
dan memberikan analisa dan masukan bagi konsultan karena Allah. Hal ini setip orang
menyelaraskan tindakannya karena Allah Swt, tidak selainnya. Hal ini tidak masuk pada
mensyirikkan Allah Swt dengan makhluk lainnya, termasuk bisnis.
Kedua, bernama Honesty (shiddiq). Dari Intention (niat) kemudian membentuk cara pikir dan
perilaku yang terlibat dalam bisnis dengan karakter honesty. Seorang investor tidak akan
melakukan kecurangan, penzhaliman ketika berinvestasi dengan menggunakan riba. Karena hal
itu dilarang oleh Allah Swt. Sedangkan bagi seorang pengusaha ia akan mengelola investasi
dengan cara halal dan baik. Tidak mengurangi standar kualitas, memeras keringat profesional
dan membawa mereka untuk melakukan binis yang menzhalimi. Sedangkan seorang profesional
akan berbuat terbaik sesuai dengan kemampuan dan keahlian untuk saling menolong dan secara
bersama-sama menghambakan diri kepada Allah Swt. Hal ini saling menjaga untuk tidak berbuat
zalim, maksiat kepada Allah Swt dan saling merusak baik dalam bentuk ucapan maupun
tindakan.
Kejujuran ini menjadi perekat sistem antara pelaku bisnis, dengan pihak yang terlibat langsung
maupun tidak langsung. Hal ini telah diteladankan oleh nabi Muhammad Saw sebagai seorang
pebisnis multinasional. Beliau bekerjasama dengan investor Khadijah dengan melakukan
perdagangan keberbagai tempat. Kemudian beliau melahirkan panduan dan contoh aplikasi pasar
yang berlandaskan kepada kejujuran di Kota Madinah.
Ketiga, bernama Sharing (berbagi). Berbisnis bukan sebagai penumpukan harta yang berasal
dari ketamakan. Intention (niat) karena Allah yang melahirkan karakter honesty menjadikan binis
sebagai bentuk sharing. Aplikasi ini adalah bagi investor tidak menginvestasikan modal dengan
riba, namun dengan akad syirkah atau mudharabah. Sedangkan bagi pemilik, tidak semata hanya
memperkerjakan profesional, namun juga membagikan keuntungan bisnis, berbagi ilmu bisnis
dan pengembangan karyawan. Diluar ini juga melakukan sharing keuntungan dengan
mengeluarkan zakat, pajak sebagai bentuk berbagi dengan yang tidak mampu dan negara dimana
bisnis berjalan.
Aplikasi ini dicontohkan oleh Bank Muámalat dan beberapa entitias bisnis muslim lainnya.
Sedangkan dalam perusahaan lainnya juga dikenal dengan model share holder bagi profesional
dan Corporat Sosial Responbility bagi masyarakat dengan berbagai bentuk kegiatan. Sharing
bagi seorang muslim adalah memberikan ruang maksimal bagi siapapun untuk terlibat beribadah
dalam binis. Dengan melakukan semua aktivitas yang saling menolong dalam kebaikan dan
takwa.
Keempat, bernama Achievment (pencapaian). Aplikasi ini diturunkan dalam berbagai bentuk
prestasi bersama dan sendiri-sendiri. Bisnis yang dijalankan adalah wujud pencapaian ketaqwaan
kepada Allah Swt. Hal ini dicontohkan oleh Abdurrahman bin Auf, Ustman bin Affan, Umar bin
Khattab, Abu Bakar Assiddiq. Masing-masing dengan kekayaannya dalam binis, diberikan untuk
menegakkan kalimat Allah dimuka bumi. Membangun peradaban, mengembangkan pendidikan
alQuran, mewakafkan kekayaan untuk kemaslahatan manusia.
Pada kontek manajemen binis, setiap orang berlomba dalam pencapaian kebaikan dan
memberikkan yang terbaik bagi Allah dan Agama Islam. Seorang investor memberikan investasi
terbaik bagi pengusaha. Seorang pengusaha memberikan yang terbaik untuk investor,
profesional, konsumen dan lainnya dengan melakukan pencapaian demi pencapaian kinerja
bersama. Hal ini perwujudan ámal shaleh secara pribadi dan kolektif dari orang-orang yang
terlibat dalam usaha. Tidak ada proses saling merusak satu sama lain. Hal ini terjemahan dari
perilaku shalat berjamaah dalam binis.
Kelima, bernama Norma (Akhlaq). Pendekatan dalam bisnis berwujud dalam budaya
usaha/bisnis. Setiap orang yang terlibat dalam bisnis, sama-sama melakukan proses saling
mengutkan dalam kebaikan dan kebeneran. Tidak melakukan bisnis yang hanya mengeruk
kekayaan alam, tanpa melakukan perbaikan atas kerusakan yang telah dilakukan. Tidak merusak
ekosistem hayati, mencemari sungai, udara dari aktivitas bisnis.
Melakukan seluruh aspek binis berlandaskan akhlak kepada Allah, dengan menjadikan bisnis
sebagai bentuk beribadah kepada Allah Swt. Meneladani bagaimana Rasulullah Saw
menjalankan binis dan mengembangkan aturan berbinis yang berkeadilan tanpa ada ekploitasi
dari masing-masing yang terlibat. Akhlaq ini berkembang menjadi landasan dalam menjalankan
usaha dengan tidak merusak alam, memelihara keselarasan, tidak melakukan eksploitasi terhadap
profesional atau buruh. Apalagi melakukan pelarangan dalam melaksanakan ibadah wajib. Tidak
memberikan ruang berkembang dan tumbuh baik dari sisi keahlian, keterampilan dan
pendidikan. Memaksa dengan berbagai kebijakan dan aturan main dalam berbisnis.
Aplikasi norma bagi investor adalah tidak menginvestasikan modal bagi pengusaha yang
melakukan perusakan alam dan lari dari tanggungjawab memperbaiki kerusakan yang
ditimbulkan. Bagi pengusaha tidak menjalankan usaha yang mengakibatkan seluruh orang yang
terlibat dalam bisnisnya bermaksiat kepada Allah Swt. Menahan hak pekerja, melakukan
penipuan. Sedangkkan bagi profesional dan pekerja tidak melakukan kecurangan dan menyianyiakan kepercayaan yang diberikan untuk menjalankan bisnis. Dan norma ini menjadi sebuah
budaya unggul. Hal ini terlihat dari perkembangan Islam lewat bisnis yang sampai ke Indonesia.
Daftar Rujukan
https://www.kompasiana.com/sangpemenangpembelajar/aplikasi-manajemen-ihsan-dalambisnis_54f99e80a33311ba0a8b456d diakses pada 17 Februari 2018 pukul 15.18 WIB
http://islamiwiki.blogspot.co.id/2014/12/pengertian-ihsan-cara-mencapaisikap.html#.WofftUBubIU diakses pada 17 Februari 2018 pukul 15.20 WIB
https://muslim.or.id/6803-ihsan-dalam-beribadah.html diakses pada 17 Februari 2018 pukul
15.26 WIB
http://www.materikelas.com/manfaat-ihsan-dalam-kehidupan-sehari-hari-berbuat-baik/
diakses
pada 17 Februari 2018 pukul 15.35 WIB
http://serbamakalah.blogspot.co.id/2013/02/iman-islam-ihsan.html diakses pada 17 Februari
2018 pukul 15.40 WIB
https://www.dakwatuna.com/2009/10/20/4358/ihsan-berbuat-yang-terbaik/#axzz57LlBVtnW
diakses pada 17 Februari 2018 pukul 15.45 WIB
https://pengkajianpelitahati.wordpress.com/2011/10/12/iman-islam-dan-ihsan/ diakses pada 17
Februari 2018 pukul 15.50 WIB
https://muslim.or.id/5478-iman-dalam-pandangan-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html diakses pada
17 Februari 2018 pukul 16.00 WIB
Download