Konsep Manusia dalam Islam written by Finastri Annisa August 6, 2016 Manusia adalah makhluk yang Allah ciptakan dalam bentuk sesempurnanya Makhluk. Keberadaan manusia adalah yang paling sempurna jika dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. Manusia memiliki fisik, perasaan, hawa nafsu, juga akal yang membuat manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Hakikat manusia menurut islam bukanlah seperti hewan, tumbuhan, atau makhluk lainnya yang bernyawa. Makhluk seperti hewan sepintar apapun terlihatnya ia hanyalah makhluk yang didorong oleh insting dan memori dalam otak atau fisiknya. Sedangkan manusia dalam dirinya dengan kesempurnaan akal adalah makhluk yang dapat menilai benar dan salah sebuah perilaku. Tidak hanya itu, ia pun juga bisa mengukut baik dan buruknya suatu tindakan. Manusia adalah makhluk yang spesial yang Allah ciptakan. Namun seperti apakah manusia dalam sudut pandang islam? Mengapa ia diciptakan Allah sedangkan perilakunya banyak melakukan kerusakan? Konsep Manusia dilihat dari Tujuannya diciptakan Manusia diciptakan tentu memiliki tujuan. Bagi ummat islam konsep manusia adalah dilihat dari bagaimana maksud atau tujuan Allah di dalam kehidupan ini. Sebagian ummat lain menganggap bahwa manusia tercipta sendirinya dan melakukan hidup dengan apapun yang mereka inginkan, sebebas-bebasnya. Dalam ilmu pendidikan islam, yang berbicara mengenai konsep manusia tentunya tidak didefinisikan seperti itu. Untuk itu, perlu mengetahui apa konsep manusia jika dilihat dari tujuan penciptaannya di muka bumi oleh Allah SWT. 1. Beribadah kepada Allah ”Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku” (QS Adzariyat : 54) Konsep manuia menurut islam berdasarkan dari tujuannya diciptakan, semata-mata adalah untuk beribadah kepada Allah. Beribadah kepada Allah artinya kita menganggap Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang layak untuk disembah, menjadi tempat bergantung, diagungkan, dan diikuti seluruh perintahnya. Tanpa melakukan ibadah kepada Allah niscaya manusia akan tersesat dan kehilangan arah hidupnya. Ibadah bukan saja berarti hanya sekedar melaksankan ibadah ritual atau yang sifatnya membangun spiritual saja. Ibadah artinya mengabdi, menjadikan diri kita sebagai abada atau budak dalam hidup untuk Allah SWT. Ibadah artinya bukan hanya saat shalat saja melainkan semua aspek diri kita bisa dijadikan ibadah asalkan membawa kebaikan dan pahala. Orang yang menikah, bekerja, berkeluarga, menuntu ilmu, mendidik anak, dan lain sebagainya merupakan bentuk ibadah yang mengalirkan kebaikan bukan hanya untuk dirinya namun untuk ummat. Untuk itu ibadah dalam islam artinya mengikuti segala apa yang diperintahkan oleh Allah dalam segala bentuk kehidupan kita. Sejatinya, Allah menyuruh manusia beribadah bukanlah untuk kebaikan Allah sendiri. Jika dipikirkan lebih mendalam beribadah kepada Allah dengan ikhlas adalah untuk kebaikan umat manusia itu sendiri. Dengan beribadah kepada Allah, menjadikannya sebagai Illah dalam hidup kita, maka akan datang kebaikan dalam hidup ini. Penyebab hati gelisah dalam islam biasanya karena memang manusia tidak menggantungkan hidupnya pada Allah dan mencari keagungan lain selain Allah. Hal tersebut tentu tidak akan membuat tenang, malah risau karena tidak pernah menemukan jalan keluarnya. Untuk itu ibadah kepada Allah dengan meyakini rukun Iman dan menjalankan rukun Islamadalah bagian dari beribadah kepada Allah. Ibadah kepada Allah masih banyak lagi dilakukan di berbagai bidang kehidupan manusia dengan mendasarkannya pada fungsi iman kepada Allah SWT. 2. Mendapatkan Ujian Dunia untuk Masa Depan Akhirat “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk,” (QS. Al-Baqarah: 155-157). Dalam surat tersebut, Allah menunjukkan kepada manusia bahwa manusia diciptakan adalah untuk diberikan ujian di dunia. Barangsiapa bisa melalui ujian di dunia dengan berbagai tantangan dan kesulitannya, maka Allah akan memberikan pahala akhirat dan rahmat bagi yang benar-benar melaksanakannya dengan baik. Menghadapi musibah dalam islam hakikatnya adalah menghadapi ujian di dunia yang harus dilalui dengan kesabaran. Maka itu islam melarang berputus asa, karena ada banyak bahaya putus asa dalam islam. Salah satunya adalah tidak bisa optimis untuk menjalankan hidup di dunia untuk masa depan akhirat yang baik. Ujian di dunia adalah agar Allah bisa mengetahui siapa yang bisa mengikuti dan mengabdi pada Allah dengan membalas segala perbuatan dan usahanya untuk menghadi ujian, di akhirat. Untuk itu pahala adalah credit poin yang harus tetap diisi agar kelak sebelum masa pembalasan, proses penghisaban (perhitungan) kita mendapatkan hasil terbaik ujian di dunia. Jika seluruh hidup ini adalah ujian dari Allah, maka termasuk kebahagiaanpun adalah ujian di dunia. Termasuk orang yang memiliki harta melimpah, jabatan yang tinggi, kekuasaan, anak-anak, dan lain sebagainya. Manusia diuji apakah ia mampu tetap mengabdi dan menyembah Allah walaupun sudah seluruhnya diberikan kenikmatan oleh Allah SWT. Untuk itu, karena hakikatnya hidup ini adalah ujian maka, kita perlu mengusahakan hidup untuk bisa mendapatkan keridhoaan Allah yang terbaik pada kita. Harta dalam islam bukanlah satu-satunya kenikmatan yang akan selalu membahagiakan. Ia hanyalah alat dan tiitpan Allah, yang terasa nikmatnya dan bisa habis kenikmatannya suatu saat nanti. 3. Melakukan Pembangunan di Muka Bumi dan Tidak berbuat Kerusakan “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS : Al Baqarah : 30) Dari Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30 diatas, menunjukkan bahwa manusia diciptakan di muka bumi adalah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Khalifah di atas bukan berarti hanya sekedar pemimpin. Manusia yang hidup semuanya menjadi pemimpin. Pemimpin bukan berarti hanya sekedar status atau jabatan dan tidak perlu mendapatkan jabatan tertentu untuk menjadi khalifah di muka bumi. Khalifah di muka bumi bukan berarti melaksanakannya hanya saat ada jabatan kepemimpinan seperti presiden, ketua daerah, pimpinan tertentu di organisasi/kelompok. Khalifah di muka bumi adalah misi dari Allah yang telah diturunkan sejam Nabi Adam sebagai manusia pertama. Untuk itu, khalifah disini bermaksud sebagai fungsi. Fungsi dari pemimpin adalah mengatur, mengelola, menjaga agar sistem dan perusahaannya menjadi baik dan tidak berantakan. Pemimpin juga menjadi figur atau teladan, tidak melakukan sesuatu dengan semena-mena atau tidak adil. Pemimpin membuat segalanya berjalan dengan baik, teratur, dan bisa tercapai tujuannya. Untuk itu, khalifah adalah tugas dari semua manusia untuk mengelola, mengatur segala kehidupan di dunia. Mengelola bumi artinya bukan hanya mengelola alam atau diri sendiri saja, melainkan seluruh kehidupan yang ada di bumi termasuk sistem ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, IPTEK, pendidikan, dan lain sebagainya. Maka itu manusia manapun dia wajib menghidupkan, mengembangkan, dan menjalankan seluruhnya dengan baik agar adil, sejahtera, dan sesuai fungsi dari bidang tersebut (masing-masing). Menegakkan Keadilan di Muka Bumi Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Al-Qasas [28] : 77) Menjalankan misi khalifah fil ard bukan berarti kita mengerjakannya seorang diri. Keutamaan adil terhadap diri sendiri memang sangat banyak, namun lebih bermanfaat lagi jika adil juga terhadap manusia yang lain. Melakukan misi khalfiah fil ard berarti kita berbagi tugas dengan manusia lainnya, saling membantu, dan memberikan manfaat. Untuk menjalankan misi khalifah fil ard maka manusia harus memiliki kemampuan, skill, pengetahuan yang dengan keahluannya tersebut ia mampu membangun bidang-bidang yang ada di muka bumi. Untuk itu penting sekali bagi umat islam untuk menjalankan tujuan pendidikan dan tujuan pendidikan islam, agar bisa melaksanakan secara optimal bidang-bidang di muka bumi. “Dan Syu’aib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan”. (QS. Hud [11] : 85) Dari ayat diatas sangat terlihat bahwa Allah menyuruh kepada manusia untuk berbuat adil, melaksanakan hakhak manusia dan tidak berbuat kejahatan yang berakibat kerusakan di muka bumi. Kita dapat lihat bahwa orang-orang yang tidak menjalankan misi kekhalifahan pasti akan binasa. Seperti misalnya orang yang membuka lahan perhutanan untuk dijadikan tempat berbelanja atau mall oleh orang asing. Selain kerugian material yang besar tentunya ada resiko juga bahwa dibukanya hal tersebut mengundang asing semakin banyak berusaha di Indonesia dengan proses monopoli atau kapitalisasi ekonomi mereka. Tugas khalifah artinya adalah tugas semua manusia termasuk wanita. Untuk itu, wanita karir dalam pandangan islam tidak jadi masalah. Wanita bisa berkarir sebagai langkahnya dalam melakukan misi kekhalifahan juga di muka bumi yang bisa bermanfaat untuk ummat banyak. Hal ini tetap memperhatikan tugas wanita dalam keluarga pula. Wanita yang baik menurut islam adalah yang mampu menyeimbangkan perannya dalam keluarga, masyarakat, dan terhadap dirinya sendiri. Hikmah dari Konsep Manusia dalam Islam Konsep manusia dalam islam adalah konsep yang utuh dan integral mempertimbangkan seluruh aspek kehidupan manusia mulai dari perangkat fisik hingga perangkat akal dan psikologisnya. Konsep manusia dalam islam juga tidak menghalangi manusia untuk memilih, menggunakan kehendak bebasnya, dan melakukan apapun yang diinginkan manusia. Hanya saja segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia pasti akan ada efek dan resikonya. Tentu hal tersebut tidak bisa dihindari dan harus diterima atau dilakukan oleh manusia. Untuk itu, konsep manusia dalam islam tidak timpang sebelah. Konsep manusia dalam islam juga tidak menganggap bahwa manusia boleh sebebas-bebasnya. Untuk itu, ada aturan bagi manusia. Aturan tersebut bukan dalam rangka untuk membatasi atau membuat manusia tersiksa. Hakikatnya aturan tersebut dibuat agar manusia terhindar dari keterpurukan dan kesesatan. Manusia sengaja diberikan aturan agar tidak melakukan hal yang merugikan dirinya. Maka itulah fungsi agama memberikan petunjuk agar manusia bisa benar-benar selamat hidup di dunia dan akhirat. Itulah konsep manusia dalam islam. Sangat seimbang dan integral. Memperhitungkan semua aspek dalam kehidupan manusia. Dari konsep manusia islam, maka tidak ada manusia yang bisa menyombongkan dirinya. Sifat sombong dalam islam itu sendiri sangat dibenci, karena sejatinya tidak ada yang bisa disombongkan dari manusia. Manusia senantiasa memiliki kelemahan. ETIKA, MORAL DAN AKHLAK DALAM ISLAM POSTED BY IMAM MUSTAQIM ⋅ NOVEMBER 11, 2013 ⋅ 2 KOMENTAR Oleh : Imam Mustaqim, S.Pd.I.,M.Pd Dalam pandangan islam, akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam perilaku nyata sehari-hari. Pada saat ini, kehidupan semakin sulit di mana kebutuhan semakin kompleks namun sarana pemenuhan kenutuhan terbatas. Ada sebagian orang yang belum dapat memenuhi kebutuhanya, sehingga menyebabkan beberapa dari mereka menghalalkan segala cara untuk bisa memenuhi kebutuhanya. Terutama pada saat ini banyak orang beranggapan bahwa harta adalah prioritas utama Akhlak tercela tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja namun juga terjadi pada sebagian besar para remaja. Remaja sering dikaitkan dengan masalah. Banyak pengaruh serta tekanan dari luar yang kebanyakan menjerumuskan kepada hal-hal yang negatif. Apabila sudah terpedaya pada hal-hal yang negatif, akhlak remaja mudah rusak sehingga menimbulkan berbagai masalah. Padahal pemuda adalah generasi penerus bangsa, namun pada kenyatanya sebagian besar remaja pada saat ini sudah terjerumus dalam hal negatif, seperti seks bebas, narkoba, dan lain-lain. Pengertian Etika, Moral,dan Akhluk Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat tertentu, Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu yang menjadi standar baik dan buruk itu adalah akal manusia. Jika dibandingkan dengan moral, maka etika lebih bersifat teoritis sedangkan moral bersifat praktis. Moral bersifat lokal atau khusus dan etika bersifat umum. Moral berasal dari bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Moral selalu dikaitkan dengan ajaran baik buruk yang diterima umum atau masyarakat. Karena itu adat istiadat masyarakat menjadi standar dalam menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan. Akhlak berasal dari kata “khuluq” yang artinya perang atau tabiat. Dan dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata akhlak di artikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Dapat di definisikan bahwa akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah, spontan tanpa di pikirkan dan di renungkan lagi. Dengan demikian akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Apabila perbuatan spontan itu baik menurut akal dan agama, maka tindakan itu disebut akhlak yang baik atau akhlakul karimah (akhlak mahmudah). Misalnya jujur, adil, rendah hati, pemurah, santun dan sebagainya. Sebaliknya apabila buruk disebut akhlak yang buruk atau akhlakul mazmumah. Misalnya kikir, zalim, dengki, iri hati, dusta dan sebagainya. Baik dan buruk akhlak didasarkan kepada sumber nilai, yaitu Al Qur’an dan Sunnah Rasul Perbedaan antara akhlak, moral dan etika Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat olehsuatu masyarakat jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai perbuatan itu. Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam prilaku nyata sehari-hari. Inilah yang menjadi misi diutusnya Rasul sebagaimana disabdakannya :“ Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.”(Hadits riwayat Ahmad). Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari aqidah dan syari’at yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila aqidah telah mendorong pelaksanaan syari’at akan lahir akhlak yang baik, atau dengan kata lain akhlak merupakan perilaku yang tampak apabila syari’at Islam telah dilaksanakan berdasarkan aqidah. Akhlak kepada Allah, Sesama manusia, dan Lingkungan. 1. Akhlak kepada Allah 1) Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukkan terhadap perintah Allah. 2) Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati. 3) Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat luar biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu berusaha dan berdo’a merupakan dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim.Orang yang tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu dipandang sebagai orang yang sombong ; suatu perilaku yang tidak disukai Allah. 4) Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan. 5) Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. 2. Akhlak kepada sesama manusia 1) Akhlak kepada diri sendiri a) Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah. b) Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya. c) Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain .2) Akhlak kepada ibu bapak Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan. Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain : menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut, mentaati perintah, meringankan beban, serta menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha. 3) Akhlak kepada keluargA Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komuniksai. Komunikasi yang didorong oleh rasa kasih sayang yang tulus akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga. Apabila kasih sayang telah mendasari komunikasi orang tua dengan anak, maka akan lahir wibawa pada orang tua. Demikian sebaliknya, akan lahir kepercayaan orang tua pada anak oleh karena itu kasih sayang harus menjadi muatan utama dalam komunikasisemua pihak dalam keluarga. Dari komunikasi semacam itu akan lahir saling keterikatan batin,keakraban, dan keterbukaan di antara anggota keluarga dan menghapuskan kesenjangan di antara mereka. Dengan demikian rumah bukan hanya menjadi tempat menginap, tetapi betulbetul menjadi tempat tinggal yang damai dan menyenangkan, menjadi surga bagi penghuninya. Melalui komunikasi seperti itu pula dilakukan pendidikan dalam keluarga, yaitu menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak sebagai landasan bagi pendidikan yang akan mereka terima pada masa-masa selanjutnya. 3. Akhlak kepada lingkungan Misi agama Islam adalah mengembangkan rahmat bukan hanya kepada manusia tetapi juga kepada alam dan lingkungan hidup. Misi tersebut tidak terlepas dari tujuan A. ETIKA Etika adalah suatu ajaran yang berbicara tentang baik dan buruknya yang menjadi ukuran baik buruknya atau dengan istilah lain ajaran tenatang kebaikan dan keburukan, yang menyangkut peri kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam. Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani,ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut para ulama’ etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. Sebagai cabang pemikiran filsafat, etika bisa dibedakan manjadi dua: obyektivisme dan subyektivisme. 1. Obyektivisme Berpandangan bahwa nilai kebaikan suatu tindakan bersifat obyektif, terletak pada substansi tindakan itu sendiri. Faham ini melahirkan apa yang disebut faham rasionalisme dalam etika. Suatu tindakan disebut baik, kata faham ini, bukan karena kita senang melakukannya, atau karena sejalan dengan kehendak masyarakat, melainkan semata keputusan rasionalisme universal yang mendesak kita untuk berbuat begitu. 2. Subyektivisme Berpandangan bahwa suatu tindakan disebut baik manakala sejalan dengan kehendak atau pertimbangan subyek tertentu. Subyek disini bisa saja berupa subyektifisme kolektif, yaitu masyarakat, atau bisa saja subyek Tuhan. B. Etika Dibagi Atas Dua Macam 1. Etika deskriptif Etika yang berbicara mengenai suatu fakta yaitu tentang nilai dan pola perilaku manusia terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya dalam kehidupan masyarakat. 2. Etika Normatif Etika yang memberikan penilaian serta himbauan kepada manusia tentang bagaimana harus bertindak sesuai norma yang berlaku. Mengenai norma norma yang menuntun tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari hari. Etika dalam keseharian sering dipandang sama denga etiket, padahal sebenarnya etika dan etiket merupakan dua hal yang berbeda. Dimana etiket adalah suatu perbuatan yang harus dilakukan. Sementa etika sendiri menegaskan bahwa suatu perbuatan boleh atau tidak. Etiket juga terbatas pada pergaulan. Di sisi yang lain etika tidak bergantung pada hadir tidaknya orang lain. Etiket itu sendiri bernilairelative atau tidak sama antara satu orang dengan orang lain. Sementa itu etika bernilaiabsolute atau tidak tergantung dengan apapun. Etiket memandang manusia dipandang dari segi lahiriah. Sementara itu etika manusia secara utuh. Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia. C. Etika Memiliki Peranan Atau Fungsi Diantaranya Yaitu: 1. Dengan etika seseorang atau kelompok dapat menegemukakan penilaian tentang perilaku manusia 2. Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai mahasiswa 3. Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi sekarang. 4. Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi mahasiswa dalam menjalankan aktivitas kemahasiswaanya. 5. Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan etika kita bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat. D. Etika Dalam Penerapan Kehidupan Sehari-hari 1. Etika bergaul dengan orang lain a) Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka cacat. b) Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq mereka, lalu pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang sepantasnya. c) Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain. Berbicaralah kepada mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka. d) Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai mereka. e) Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari kesalahankesalahannya, dan tahanlah rasa benci terhadap mereka. 2. Etika bertamu a) Untuk orang yang mengundang: – Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir. – Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan dengan kewibawaan. – Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan berbicara ramah. – Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya. – Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian. b) Bagi tamu: – Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya. – Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada waktunya. – Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu. – Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang terjadi pada tuan rumah. 3. Etika di jalan a. Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah dari orang lain karena takabbur. b. Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan. c. Menyingkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang karenanya seseorang bisa masuk surga. d. Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal. 4. Etika makan dan minum a. Berupaya untuk mencari makanan yang halal. b. Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan begitu juga setelah makan untuk menghilangkan bekas makanan yang ada di tanganmu. c. Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan jangan sekali-kali mencelanya. d. Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur. e. Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah. f. Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum. 5. Etika berbicara a. Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan.. b. Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda. c. Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. d. Menghindari perkataan jorok (keji). 6. Etika bertetangga a. Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka. b. Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita, tidak membuat mereka tertutup dari sinar mata hari atau udara, dan kita tidak boleh melampaui batasnya, apakah merusak atau mengubah miliknya, karena hal tersebut menyakiti perasaannya. c. Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada mereka, dan seharusnya kita ajak mereka berbuat yang ma`ruf dan mencegah yang munkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasihat baik tanpa maksud menjatuhkan atau menjelekjelekkan mereka. d. Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada tetangga kita. 7. Etika pergaulan suami istri a. Merayu istri dan bercanda dengannya di saat santai berduaan. b. Meletakkan tangan di kepala istri dan mendo`akannya. c. Disunnahkan bagi kedua mempelai melakukan shalat dua raka`at bersama, karena hal tersebut dinukil dari kaum salaf. d. Haram bagi suami-istri menyebarkan tentang rahasia hubungan keduanya. e. Hendaknya masing-masing saling bergaul dengan baik, dan melaksanakan kewajiban masing-masing terhadap yang lain. 8. Etika menjenguk orang sakit a) Untuk orang yang berkunjung (menjenguk): – Hendaknya tidak lama di dalam berkunjung, dan mencari waktu yang tepat untuk berkunjung, dan hendaknya tidak menyusahkan si sakit, bahkan berupaya untuk menghibur dan membahagiakannya. – Mendo`akan semoga cepat sembuh, dibelaskasihi Allah, selamat dan disehatkan. – Mengingatkan si sakit untuk bersabar atas taqdir Allah SWT. b) Untuk orang yang sakit: – Hendaknya segera bertobat dan bersungguh-sungguh beramal shalih. – Berbaik sangka kepada Allah, dan selalu mengingat bahwa ia sesungguhnya adalah makhluk yang lemah di antara makhluk Allah lainnya, dan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membutuhkan untuk menyiksanya dan tidak mem-butuhkan ketaatannya. – Hendaknya cepat meminta kehalalan atas kezhaliman-kezhaliman yang dilakukan olehnya, dan segera membayar/menunaikan hak-hak dan kewajiban kepada pemi-liknya, dan menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. MORAL A. Pengertian Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk. Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat. B. Perbedaan Antara Etika dan Moral Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada. Kesadaran moral erta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu’ad. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal, yaitu: 1. Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral. 2. Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis. 3. Kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan. Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar. AKHLAK A. Pengertian Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan). Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala, yuf’ilu if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), atthobi’ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama). Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan dengan ini, maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya. Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai hujjatul Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Ciri-Ciri Perbuatan Akhlak: 1) Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya. 2) Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. 3) Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. 4) Dilakukan dengan sungguh-sungguh. 5) Dilakukan dengan ikhlas. B. Macam-Macam Akhlak 1. Akhlak kepada Allah a) Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembahNya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikanketundukkan terhadap perintah Allah. b) Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi,baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati. c) Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu d) Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan. e) Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. 2. Akhlak kepada diri sendiri Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil daripengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah. Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya. Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain. 3. Akhlak kepada keluarga Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi. Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan. Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain : Menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut Mentaati perintah Meringankan beban, serta Menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha. 4. Akhlak kepada sesama manusia a) Akhlak terpuji (Mahmudah) 1) Husnuzan Berasal dari lafal husnun (baik) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan berarti prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni berprasangka buruk terhadap seseorang . Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib, wujud husnuzan kepada Allah dan Rasul-Nya antara lain: – Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul Nya Adalah untuk kebaikan manusia. – Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti berakibat buruk. Hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan). Husnuzan kepada sesama manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat suatu kebaikan. Husnuzan berdampak positif berdampak positif baik bagi pelakunya sendiri maupun orang lain. 2) Tawaduk Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur. 3) Tasamu Artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia. 4) Ta’awun Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengan sesama manusia. b) Akhlak tercela (Mazmumah) 1) Hasad Artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu melihat orang lain beruntung.. 2) Dendam Dendam yaitu keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk membalas kejahatan. 3) Gibah dan Fitnah Membicarakan kejelekan orang lain dengan tujuan untuk menjatuhkan nama baiknya. Apabila kejelekan yang dibicarakan tersebut memang dilakukan orangnya dinamakan gibah. Sedangkan apabila kejelekan yang dibicarakan itu tidak benar, berarti pembicaraan itu disebut fitnah. 4) Namimah Adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan seseorang yang belum tentu benar kepada orang lain dengan maksud terjadi perselisihan antara keduanya. Kesimpulan Etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk,layak atau tidak layak,patut maupun tidak patut. Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama makhluk. Ketiga hal tersebut (etika, moral dan akhlak) merupakan hal yang paling penting dalam pembentukan akhlakul karimah seorang manusia. Dan manusia yang paling baik budi pekertinya adalah Rasulullah S.A.W. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.” (HR.Bukhari dan Muslim). Konsep Iman, Islam, dan Ihsan Pendahuluan Iman, Islam dan Ihsan sangatlah penting terutama bagi Dien Islam. Ketiganya hanya bisa dibedakan satu sama lain, tetapi tidak bisa dipisahkan. Menurut Nurcholis Madjid; Iman, Islam dan Ihsan disebut sebagai trilogi ajaran Illahi. sumber:internet Dalam sebuah hadis digambarkan bagaimana hubungan antara iman, islam, dan ihsan. Hadis tersebut merujuk pada dialog antara Nabi Muhammad Saw dan malaikat Jibril : “Nabi Muhammad Saw keluar dan (berada di sekitar sahabat) seorang datang menghadap beliau dan bertanya: “Hai Rasul Allah, apakah yang dimaksud dengan iman?” Beliau menjawab: Iman adalah engkau percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, pertemuan dengan- Nya, para utusan-Nya, dan percaya kepada kebangkitan.” Laki-laki itu kemudian bertanya lagi: “Apakah yang dimaksud dengan Islam?” Beliau menjawab: “Islam adalah engkau menyembah Allah dan tidak musyrik kepada-Nya, engkau tegakan salat wajib, engkau tunaikan zakat wajib, dan engkau berpuasa pada bulan Ramadan.” Laki-laki itu kemudian bertanya lagi: “Apakah yang dimaksud dengan Ihsan?” Nabi Muhammad Saw menjawab: “Engkau sembah Tuhan seakan-akan engkau melihat-Nya, apabila engkau tidak melihat-Nya, maka (engkau berkeyakinan) bahwa Dia nelihatmu…” (Bukhari,I,t.th:23). Dari hadis di atas, sebenarnya sudah kita pahami apa arti dari sebuah konsep Iman, Islam, Ihsan itu sendiri. Seperti hubungan satu sama lainnya dan hakikatnya pada Dien Islam. Dalam makalah ini lebih lanjut kami akan membahas mengenai konsep Iman, Islam dan Ihsan. Pembahasan Konsep iman, islam, dan ihsan. Konsep bisa diartikan sendiri adalah universal di mana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap ektensinya. Itu artinya konsep juga dapat diartikan pembawa arti. Dari pendahuluan di atas, salah satu hadis telah menjelaskan hubungan antara ketiganya: Iman, Islam dan Ihsan. Dan bisa diartikan bahwa hadist tersebut telah memberikan ide kepada umat Islam tentang rukun Iman yang enam, rukun Islam yang lima, dan penghayatan terhadap Tuhan Yang Maha hadir dalam hidup, itu artinya, ketiga hal itu hanya dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Antara yang satu dengan yang lainnya memiliki keterikatan. Oleh karena itu, setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak absah tanpa Iman, dan Iman tidak sempurna tanpa Ihsan. Sebaliknya, Ihsan mustahil tanpa Iman, dan Iman juga mustahil tanpa Islam. Ibnu Taimiah menjelaskan bahwa din itu terdiri dari tiga unsur, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Dalam tiga unsur itu terselip makna kejenjangan (tingkatan): orang mulai dengan Islam, kemudian berkembang ke arah Iman, dan memuncak dalam Ihsan. Apa yang diutarakan oleh Ibnu Taimiah merujuk pada surat al-Fathir (35) ayat 32: “Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri; dan di antara mereka ada yang pertengahan; dan di antara mereka ada pula yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah…” Di dalam al Qur’an dan Terjemahannya yang diterbitkan Depag, dijelaskan sebagai berikut: pertama,”orang-orang yang menganiaya diri sendiri” (fa minhum zhalim li nafsih) adalah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya; kedua, “orang-orang pertengahan” (muqtashid) adalah orang-orang yang antara kebaikan dengan kejelekannya berbanding; dan ketiga,”orang-orang yang lebih dulu berbuat kebaikan” (sabiq bi al khairat). Sementara Ibnu Taimiah menjelaskan sebagai berikut: pertama, orang-orang yang menerima warisan kitab suci dengan mempercayai dan berpegang teguh pada ajaran-ajarannya, namun masih melakukan perbuatan-perbuatan zalim, adalah orang yang baru ber-Islam, suatu tingkat permulaan dalam kebenaran; kedua, orang yang menerima warisan kitab suci dapat berkembang menjadi seorang mukmin, tingkat menengah, yaitu orang yang telah terbebas dari perbuatan zalim namun perbuatan kebajikannya sedang-sedang saja; dan ketiga, perjalanan mukmin itu (yang terbebas dari perbuatan zalim) berkembang perbuatan kebajikannya sehingga ia menjadi pelomba (sabiq) perbuatan kebajikan; maka ia mencapai derajat ihsan. “Orang yang telah mencapai tingkatan ihsan,” kata Ibnu Taimiah,” akan masuk surga tanpa mengalami azab.” (Nurcholis Madjid dalam Budhy Munawar-Rachman (ed.), 1994:465). Iman sebagai landasan Islam dan Ihsan, Islam sebagai bentuk manifestasi Iman dan Ihsan, sedangkan Ihsan mengusahakan agar keimanan dan keislaman yang sempurna. Secara lahiriyah orang tidak dapat dikatakan Islam manakala tidak mengucapkan syahadat, ibadah shalat, zakat berpuasa ramadhan, dan menunaikan haji yang merupakan pelaksanaan Ihsan secara lahiriyah, atau kesempurnaan Islam itu sama sekali tidak berarti, jika tidak dilandasi Iman ( Tashdiq ) dan Islam ( membaca syahadat ). Ibadah shalat, zakat, puasa, haji dan lain lain akan menjadi berarti manakala ada Iman dan Islam, karena syarat Ihsan secara lahiriyah harus dengan Iman dan Islam, meskipun sahnya Iman dan Islam itu tidak harus dengan Ihsan. Memang Iman dan Islam itu otonom jika dilihat dari keabsahanya, karena Iman dan Islam sudah merupakan jaminan keselamatan dunia dan ahirat. Iman yang benar dapat menyelamatkan dari keabadian siksa Neraka, sedangkan Islam dapat menjaga hak hidup lahiriyah yang berhubungan dengan agama dan Mu’amalah, Munakahat, Waris mewaris dan lain sebagainya. Tetapi kemungkinan Iman dan Islam itu akan menjadi kering kerontang, bahkan musnah sama sekali dari lubuk hati, manakala tidak mengakui atas segala dosa dosa yang telah dilakukanya, karena suatu dosa lambat laun akan menyeret pelakunya pada kekufuran, jika tidak lekas di taubati. Oleh sebab itu sebagai Mukmin yang baik disamping beriman dan berislam, hendaklah melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan Allah SWT, secara sadar, agar memperoleh Ihsan yang sebenarnya. Iman Iman sendiri memiliki pengertian percaya. Iman mengandung arti ketentraman dan kedamaian kalbu yang dari kata itu pila muncul kata al-amanah (amanah: bisa dipercaya), lawan dari al-khiyanah (keingkaran). Seseorang dikatakan al-amin manakala, hati ini tentram karena perilakunya yang baik dan tidak khawatir bahwa orang itu akan berlaku khiyanat. Yang dimaksud keimanan seseorang terhadap sesuatu adalah bahwa dalam hati orang tersebut telah tertanam kepercayaan dan keyakinan tentang sesuatu itu dan sejak saat itu ia tidak khawatir lagi terhadap menyelusupnya kepercayaan lain yang bertentangan dengan kepercayaan. Ada pun dalam hal ini, kami mengartikan iman disini pada rukun iman yang enam, yakni: 1. Iman kepada Allah SWT Al Qur’an menyebut Allah sampai 2799 kali mulai dengan menerangkan tentang keesaan Tuhan dan mengakhiri dengan keesaan Tuhan Pula. Ayat tersebut diantaranya: Surat (7) Al A’raaf ayat 59 : “…Sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya…” Dan, surat Al Anbiyaa ayat 25 : “Dan tidak kami utus Rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan selain Aku; karena itu sembahlah Aku”. 2. Iman kepada Malaikat-Nya Surat Al Baqarah (2) ayat 177 : “Bukankah menghadapkan wajah kamu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi…” Juga, surat Al Baqarah (2) ayat 285: “Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya demikian (pula) orang-orang yang beriman, semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya…” 3. Iman kepada kitab-kitab-Nya Surat Al Maidah (5) ayat 48 : “Dan Kami telah turunkan kepadamu Kitab Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya), dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu…” 4. Iman kepada Rasul-rasul Allah Surat Yunus (10) ayat 47 : “Dan tiap umat mempunyai rasul-rasul…” 5. Iman kepada hari Akhir (Kiamat) Surat As Sajdah (32) ayat 21 : “Dan sesungguhnya akan Kami rasakan kepada mereka sebagian dari siksaan yang dekat (di dunia) sebelum siksaan yang besar (di akhirat), agar mereka kembali (pada jalan yang benar).” 6. Iman kepada qada dan qadar Beriman kepada qada dan qadar berarti mengimani apa yang sudah digariskan oleh Allah kepada manusia. Akan tetapi tidak menghilangkan juga kewajiban untuk berikhtiar sekuat tenaga. Islam Rukun iman jelas harus diamalkan, karena tidak diamalkan, maka akan merupakan iman kosong belaka. Untuk mengamalkan rukun iman ini ditetapkan kewajiban yang disebut rukun Islam. Islam sendiri secara bahasa memiliki pengertian diantaranya: 1. Berserah diri (Aslama) : surat Ali Imran ayat 3, dan Al Maidah ayat 125. 2. Tunduk patuh (Istislam) : surat Al Baqarah ayat 131 3. Bersih/suci (Saliim) : Asy Syu’araa’ ayat 89 4. Selamat/sejahtera (Salama) : Al Maidah ayat 15-16 dan Al An’am ayat 54 5. Perdamaian (Silmu) : Al Anfaal ayat 61 dan Muhammad ayat 35 Menurut Prof. Hasbi Ashidqy, Islam dan tugas kerasulan: 1. Membersihkan aqidah 2. Membersihkan akhlaq 3. Mengatur ibadah 4. Mengatur Muammalah 5. Memberi petunjuk pada jalan keselamatan, kedamaian, dan kebenaran. Sementara itu, rukun islam ada 5 sebagai media aplikasi dari iman: 1. Mengucapkan dua kalimat syahadat Surat Al A’raaf (7) ayat 158 : “Katakanlah : Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan selain dari Dia, Yang menghidupkan dan Yang mematikan…” 2. Mendirikan Shalat Surat Al Ankabuut (29) ayat 45 : “Bacakanlah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Al Kitab dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah manusia dari perbuatan yang keji dan mungkar dan sungguh ingat pada Allah adalah lebih besar (manfaatnya), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” 3. Shaum atau Puasa Surat Al Baqarah (2) ayat 183: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu berpuasa.” 4. Zakat Surat At Taubah (10) ayat 60 : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orangorang yang sedang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” 5. Haji Surat Ali Imran (3) ayat 97 : “… mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan kepadanya…” Ihsan Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah swt. berfirman. “Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…” (QS Al-Isra’: 7). Dan irfman Allah : “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu….” (QS. Al-Qashash: 77) Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh makhluk Allah Swt. Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah Swt. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di mata Allah Swt. Rasulullah Saw pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia. Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari akidah dan bagian terbesar dari keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan.