Dikatat01-3_Evaluasi Pendidikan - STPI Bina Insan Mulia Yogyakarta

advertisement
SAP. 01: 29 September 2013
DIKTAT 1-3 JPL.
Konsep Evaluasi Pendidikan
I. Pengertian
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation; dalam bahasa Arab;
al-taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti; penilaian. Akar katanya adalah value; dalam
bahasa Arab; al-qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai.
Beberapa pengertian tentang evaluasi sering dikemukakan oleh beberapa ahli seperti:
Lessinger 1973 (Gibson, 1981: 374) mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses
penilaian dengan jalan membandingkan antara tujuan yang diharapkan dengan
kemajuan/prestasi nyata yang dicapai.
Wysong 1974 (Gibson, 1981: 374) mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses untuk
menggambarkan, memperoleh atau menghasilkan informasi yang berguna untuk
mempertimbangkan suatu keputusan.
Gibson dan Mitchell 1981 (Uman, 2007: 91) mengemukakan bahwa proses evaluasi
adalah untuk mencoba menyesuaikan data objektif dari awal hingga akhir pelaksanaan
program sebagai dasar penilaian terhadap tujuan program.
Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977): evaluation refer to the act or process to
determining the value of something. Menurut definisi ini, maka istilah evaluasi itu menunjuk
kepada atau mengandung pengertian: suatu tindakan atau suatu proses untuk menetukan nilai
dari sesuatu.
Apabila definisi evaluasi yang dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown
itu untuk memberikan definisi tentang Evaluasi Pendidikan, maka Evaluasi Pendidikan itu
dapat diberi pengertian sebagai; suatu tindakan atau kegiatan atau suatu proses menetukan
nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan (yaitu segala sesuatu yang berhubungan
dengan, atau yang terjadi di lapangan pendidikan). Atau singkatnya: evaluasi pendidikan
adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu atau
hasil-hasilnya.
Berbicara tentang pengertian evaluasi pendidikan, di tanah air kita, Lembaga
Administrasi Negara mengemukakan batasan mengenai Evaluasi Pendidikan sebagai berikut:
Evaluasi pendidikan adalah:
1. Proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan
yang telah ditentukan.
2. Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan
pendidikan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, kesimpulannya bahwa :
Evaluasi pendidikan adalah penilaian terhadap kinerja pendidikan yang telah berjalan guna
memperoleh informasi yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki hal-hal yang
memang perlu diperbaiki pada kinerja pendidikan.
1
Prinsip-Prinsip Evaluasi
1. Kejelasan tujuan yang akan dicapai dalam suatu kegiatan evaluasi
2. Memerlukan adanya kriteria pengukuran
3. Melibatkan pihak yang betul-betul memahami tentang konsep dasar pendidikan secara
komprehensif
4. Menuntut umpan balik dan tindak lanjut, sehingga hasil evaluasi dapat digunakan untuk
membuat kebijakan putusan. Keputusan itu sendiri dapat berkenaan dengan:
a. Personel yang terlibat, mencakup kemampuan pengertian atau penambahan tenaga.
b. Jenis kegiatan dan pelaksanaannya.
c. Prioritas kegiatan dan subjek yang dilayani.
d. Pembiayaan, waktu dan fasilitas lainnya.
e. Kegiatan evaluasi bukan merupakan kegiatan yang bersifat insidental, tetapi merupakan
proses kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan.
Implementasi Evaluasi Pendidikan
1. Terbukanya kemungkinan bagi evaluator guna memperoleh informasi tentang hasil-hasil
yang telah dicapai dalam rangka pelaksanaan program pendidikan.
2. Terbukanya kemungkinan untuk dapat diketahuinya relevansi antara program pendidikan
yang telah dirumuskan, dengan tujuan yang hendak dicapai.
3. Terbukanya kemungkinan untuk dapat dilakukannya usaha perbaikan, penyesuaian dan
penyempurnaan program pendidikan yang dipandang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga tujuan yang dicita-citakan, akan dapat dicapai dengan hasil yang sebaikbaiknya.
Referensi
Sudijono, A. (2007). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Suherman, U. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bekasi: Azzam Media
II. PERBEDAAN PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI
Pengukuran adalah membandingkan hasil tes dengan standar yang ditetapkan.
Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah kegiatan mengukur dan
mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau membanding-bandingkan dan tidak
sampai ke taraf pengambilan keputusan.Penilaian bersifat kualitatif.
Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes
maupun nontes.
Evaluasi Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 1) adalah kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.
Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya
ketiga kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar tidak dapat
dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara
berurutan.
2
Agar lebih jelas perbedaannya maka perlu dispesifikasi lagi untuk pengertian masingmasing Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai,
kriteria-judgment atau tindakan dalam pembelajaran.
Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai
informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari
pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program
kegiatan belajar.
Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk
menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif,
bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Dalam dunia pendidikan, yang
dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses
pengumpulan data melalui pengamatan empiris.
Pengertian Evaluasi, Pengukuran, Penilaian (Assessment)
Banyak orang mencampur adukkan pengertian antara evaluasi, pengukuran
(measurement), penilaian (assessment), padahal ketiganya memiliki pengertian yang berbeda.
Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah
direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat
tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan dengan keputusan nilai (value
judgement). Stufflebeam (Abin Syamsuddin Makmun, 1996) memengemukakan bahwa :
educational evaluation is the process of delineating, obtaining,and providing useful, information
for judging decision alternatif . Dari pandangan Stufflebeam, kita dapat melihat bahwa esensi
dari evaluasi yakni memberikan informasi bagi kepentingan pengambilan keputusan. Di bidang
pendidikan, kita dapat melakukan evaluasi terhadap kurikulum baru, suatu kebijakan
pendidikan, sumber belajar tertentu, atau etos kerja guru.
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh
deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik telah mencapai
karakteristik tertentu. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas,
biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas
pada kuantitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa
dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian, atau kepercayaan konsumen.
Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat
penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau
ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab
pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.Hasil penilaian
dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa
angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif
tersebut. Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana
pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan.
Evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran
(John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan
evaluasi sebagai “The process of delineating, obtaining, and providing useful information for
judging decision alternatives”. Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan,
memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif
keputusan. Evaluasi adalah kegiatan mengukur dan menilai. Mengukur lebih besifat kuantitatif,
sedangkan menilai lebih bersifat kualitatif.
3
Aplikasi Terhadap Proses Belajar Mengajar
Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu:
(1) Domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan
logika – matematika)
,
(2) Domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan
kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional), dan
(3) Domain psikomotor (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan
visual-spasial, dan kecerdasan musikal).
Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang
telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola
dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan
pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.
Sejauh mana masing-masing domain tersebut memberi sumbangan terhadap sukses
seseorang dalam pekerjaan dan kehidupan ? Data hasil penelitian multi kecerdasan
menunjukkan bahwa kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika-matematika yang termasuk
dalam domain kognitif memiliki kontribusi hanya sebesar 5 %. Kecerdasan antarpribadi dan
kecerdasan intrapribadi yang termasuk domain afektif memberikan kontribusi yang sangat
besar yaitu 80 %. Sedangkan kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spatial dan kecerdasan
musikal yang termasuk dalam domain psikomotor memberikan sumbangannya sebesar 5 %
Namun, dalam praxis pendidikan di Indonesia yang tercermin dalam proses belajar-mengajar
dan penilaian, yang amat dominan ditekankan justru domain kognitif. Domain ini terutama
direfleksikan dalam 4 kelompok mata pelajaran, yaitu bahasa, matematika, sains, dan ilmu-ilmu
sosial. Domain psikomotor yang terutama direfleksikan dalam mata-mata pelajaran pendidikan
jasmani, keterampilan, dan kesenian cenderung disepelekan. Demikian pula, hal ini terjadi pada
domain afektif yang terutama direfleksikan dalam mata-mata pelajaran agama dan
kewarganegaraan.
Agar penekanan dalam pengembangan ketiga domain ini disesuaikan dengan proporsi
sumbangan masing-masing domain terhadap sukses dalam pekerjaan dan kehidupan, para
guru perlu memahami pengertian dan tingkatan tiap domain serta bagaimana menerapkannya
dalam proses belajar-mengajar dan penilaian.
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik tidak hanya menuntut
adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga termasuk perubahan dalam
melaksanakan penilaian pembelajaran siswa. Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran
lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif,
yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara,
penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan.
Dalam pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak hanya ditujukan
untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup seluruh aspek
kepribadian siswa, seperti: perkembangan moral, perkembangan emosional, perkembangan
sosial dan aspek-aspek kepribadian individu lainnya. Demikian pula, penilaian tidak hanya
bertumpu pada penilaian produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses.
MACAM-MACAM SKALA PENGUKURAN
4
Skala pengukuran merupakan seperangkat aturan yang diperlukan untuk
mengkuantitatifkan data dari pengukuran suatu variable. Dalam melakukan analisis statistik,
perbedaan jenis data sangat berpengaruh terhadap pemilihan model atau alat uji statistik. Tidak
sembarangan jenis data dapat digunakan oleh alat uji tertentu. Macam-macam skala
pengukuran dapat berupa skala nominal, ordinal, interval dan ratio.
Skala Nominal
.
Pengukuran dengan skala nominal merupakan tingkat mengkategorikan, memberi nama dan
menghitung fakta-fakta dari obyek yang diteliti. Dimana angka yang diberikan pada obyek
hanya mempunyai arti sebagai label saja dan tidak menunjukkan tingkatan yang berarti.
contoh, kita dapat menempatkan individu untuk kategori seperti laki-laki dan perempuan
tergantung pada jenis kelamin mereka, atau kecerdasan dengan kategori tinggi dan rendah
berdasarkan nilai intelijen.
.
Skala Ordina
.
Skala (ukuran) ordinal adalah skala yang merupakan tingkat ukuran kedua, yang berjenjang
sesuatu yang menjadi ‘lebih’ atau ‘kurang’ dari yang lainnya. Ukuran ini digunakan untuk
mengurutkan objek dari yang terendah hingga tertinggi dan sebaliknya yang berarti peneliti
sudah melakukan pengukuran terhadap variable yang diteliti. Contohnya adalah: A lebih besar
atau lebih baik dari pada B, B lebih besar dari atau lebih baik dari daripada C, dan seterusnya.
Hubungan tersebut ditunjuk oleh simbol ‘>’ yang berarti ‘Lebih besar dari’ mengacu pada atribut
tertentu. Kita bisa melanjutkan dengan latihan sebelumnya untuk membuatnya lebih jelas. Perlu
diingat bahwa hubungan antara kedua peringkat adalah tidak bisa di gambarkan secara rinci
bahwa nilai A adalah dua kali lipat dari B atau A empat kali lipat dari C
Skala Interval
.
Merupakan tingkat pengukuran ke tiga, dimana pemberian angka pada set objek yang memilih
sifat ordinal, ditambah dengan satu sifat yang lain, yakni memberikan nilai absolute pada data/
objek yang akan diukur. Ukuran rasio ini mempunyai nilai nol (0) absolute (tidak ada nilainya).
Contoh Interval adalah timbangan seperti skala Fahrenheit dan IQ
.
Skala Rasio
.
Merupakan tingkat pengukuran tertinggi, dimana ukuran ini mencakup semua persyaratan pada
ketiga jenis ukuran sebelumnya, ditambah dengan satu sifat yang lain, yakni ukuran ini
memberikan nilai absolute pada data/objek yang akan diukur. Ukuran rasio ini mempunyai nilai
nol (0)
.
Contoh : penghasilan pegawai 0 (berarti pegawai itu tidak menerima uang sedikitpun).
Sebuah bentuk skala akan mengingatkan kita pada alat ukur termometer, penggaris, atau
mungkin dipandang sebagai satu item pengukuran, seperti dalam skala Likert. Hal ini
menjadikan skala sebagai cara untuk mengukur secara sistematis yang ditetapkan berdasarkan
skor atau nilai pada skala yang dipilih.
Meskipun sejumlah skala yang ada dapat dibuat untuk mengukur atribut orang, benda,
peristiwa, dan sebagainya, semua skala memiliki empat tipe dasar yaitu: Nominal, Ordinal,
Interval dan Rasio.
5
Skala ini sebenarnya merupakan empat hirarki prosedur pengukuran, terendah dalam hirarki
adalah skala nominal dan yang tertinggi adalah skala pengukuran ratio. Itulah sebabnya
‘Tingkat pengukuran’ ini telah digunakan oleh beberapa sarjana dalam pembuatan dan
penggunaan skala pengukuran.
--------------------------
III. TUJUAN, FUNGSI DAN MANFAAT EVALUASI HASIL BELAJAR
A.
Pengertian Evaluasi Hasil Belajar
Secara bahasa, evaluasi adalah terjemahan dari kata evaluation (B. Inggris). Kata
Evaluation berasal dari value yang berarti nilai. Kata evaluation, dengan demikian,
diterjemahkan juga dengan penilaian. Sehingga antara “penilaian” dan “evaluasi” dapat
dipandang sebagai semakna. Dalam bahasa Arab penilaian diartikan al-taqdir.
Secara istilah, evaluasi diartikan sebagai suatu tindakan atau proses untuk
menentukan nilai dari suatu obyek. Istilah (term) ini pada awalnya dikaitkan dengan
prestasi belajar siswa, akan tetapi seiring dengan perkembangan waktu, term ini telah
memasuki setiap aspek kehidupan manusia. Tokoh yang mempopulerkan term ini pertama
kali adalah Ralph Tyler, dengan memaknai evaluasi sebagai proses pengumpulan data
guna menentukan sejauh mana, dalam hal apa dan bagian mana dari tujuan pendidikan
sudah dicapai.
Ketika kata evaluasi ini dirangkai dengan kata ”hasil belajar” (EHB) berarti, suatu
tindakan atau proses untuk menentukan nilai keberhasilan siswa setelah melakukan proses
pembelajaran pada waktu tertentu. Ketika dirangkai dengan kata pendidikan (evaluasi
pendidikan) berarti suatu proses untuk menentukan nilai pertumbuhan dan kemajuan
siswa ke arah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan di dalam kurikulum. Dan ketika dirangkai
dengan pengajaran (evaluasi pengajaran) berarti suatu proses (sistematis) untuk
menentukan atau membuat keputusan sampai sejauhmana tujuan-tujuan pengajaran telah
dicapai oleh siswa.
Dari ketiga definisi di atas, tampak bahwa dalam mengadakan evaluasi selalu
diawali dengan sebuah proses. Proses tersebut berupa tindakan membandingkan antara
kemampuan siswa dengan tujuan pembelajaran. Hal ini dilakukan dengan cara
memberikan pertanyaan kepada siswa (assesment) yang mana pertanyaan tersebut
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, kemudian jawaban yang diberikan siswa
dibandingkan dengan kunci jawaban dari pertanyaan tersebut (yang tentunya juga sesuai
dengan tujuan pembelajaran) (pengukuran). Baru setelah itu penilaian terhadap siswa bisa
diberikan. Jika jawaban siswa sama dengan kunci (tujuan pembelajaran) maka siswa dapat
dinilai sebagai menguasai materi. Jika jawaban siswa tidak sesuai dengan kunci maka ia
dinilai tidak menguasai dan seterusnya.
Contoh: setelah menyampaikan materi tentang jihad, yang di antara tujuan
pembelajarannya adalah “Siswa memahami bentuk-bentuk jihad” dengan indikator:
“Mampu membedakan antara jihad pada zaman Rasul dengan zaman sekarang”, seorang
guru ingin mengetahui apakah materi tersebut sudah difahami oleh siswanya atau belum.
Maka guru tersebut harus menyusun sejumlah pertanyaan yang materinya harus mengacu
pada tujuan pembelajaran tersebut, dan di antara pertanyaanya tentu adalah “Bagaimana
6
perbedaan bentuk jihad pada zaman Rasul dengan jihad pada zaman sekarang?” Setelah
siswa memberikan jawaban, jawaban tersebut lalu dibandingkan (dicocokkan) dengan
kunci jawaban (yang juga mengacu pada tujuan pembelajaran). Setelah itu barulah siswa
bisa dinilai tentang tingkat penguasaannya.
Proses pembandingan sebagaimana disebutkan di atas, dinamakan pengukuran
(measurement). Dengan kata lain pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan
atau atas dasar suatu ukuran atau kriteria tertentu. Jadi di dalam evaluasi terdapat
kegiatan pengukuran dan penilaian. Dari sini tampak perbedaan antara evaluasi dengan
penilaian. Penilaian adalah bagian (akhir) dari evaluasi. Dan tidak benar ketika kita hendak
melakukan penilaian terhadap obyek tertentu tanpa didahului dengan pengukuran
sebelumnya.
Sedangkan hubungan antara penilaian dan pengukuran dapat digambarkan, bahwa
penilaian hanya dapat dilakukan dengan tepat jika didahului dengan pengukuran, dan
pengukuran tidak akan memberikan makna apa-apa jika tidak dikaitkan dengan (kriteria)
penilaian. Baik buruknya evaluasi bergantung pada proses pengukuran yang
mendahuluinya.
Dalam usaha mendapatkan keterangan yang valid dan mudah dalam pengukuran
tersebut digunakanlah angka, yang dimulai dengan pemberian bobot bagi tiap-tiap item
soal dan pemberian skor bagi jawaban siswa. Skor tersebut kemudian diubah menjadi nilai
(berupa angka juga) yang dijadikan sebagai simbul dari penilaian yang sebenarnya.
Dari sini tampak perbedaan lain antara penilaian dengan pengukuran. Pengukuran
bersifat kuantitatif (berupa penjumlahan angka) sekaligus merupakan jawaban dari
pertanyaan ”how much”, sementara penilaian bersifat kualitatif dan merupakan jawaban
dari pertanyaan ”what value”.
Sementara beberapa ahli mencoba memberikan penjelasan lebih lengkap dengan
memberi setiap proses dalam evaluasi dengan sebutan yang lebih rinci. Evaluasi,
assesment, pengukuran dan penilaian. masing-masing istilah tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut. Evaluasi adalah proses yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan untuk mengetahui efisiensi kegiatan belajar mengajar dan efektifitas
dari pencapaian tujuan instruksi yang telah ditetapkan. Assesment adalah proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar
siswa.
Pengukuran adalah proses membandingkan sesuatu dengan ukuran tertentu
(bersifat kuantitatif). Sedangkan penilaian adalah proses pengambilan keputusan terhadap
sesuatu (bersifat kualitatif). Dengan demikian, dapat digambarkan, dalam melakukan
evaluasi terhadap hasil belajar, dimulai dengan assesment (melakukan tes dan
pengoreksian) kemudian pengukuran (membandingkan hasil pekerjaan siswa dengan
kunci) dan diakhiri dengan penilaian (diambil keputusan tentang penguasaan anak
terhadap materi).
B. Tujuan Evaluasi Hasil Belajar (Pendidikan)
1. Tujuan Umum
a) Untuk menghimpun data tentang taraf kemajuan dan perkembangan peserta didik,
setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
(Sampai di mana keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan kurikuler).
7
b) Untuk mengetahui efektifitas metode pengajaran yang digunakan dalam proses
pembelajaran.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk merangsang peserta didik dalam program pembelajaran
b) Untuk mencari faktor keberhasilan dan kegagalan peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran
C. Fungsi Evaluasi Hasil Belajar
Secara umum evaluasi (penilaian) memiliki banyak fungsi. Fungsi-fungsi tersebut
antara lain:
1. Fungsi selektif. Dengan evaluasi, guru dapat menyeleksi peserta tes (siswa) dalam
rangka mencapai tujuan tertentu. Berkaitan dengan tujuan ini beberapa hal yang dapat
diambil dari evaluasi adalah:
a. menentukan layak diterima atau tidak seorang peserta tes
b. menentukan layak dinaikkan atau tidak seorang siswa ke kelas berikutnya
c. menentukan layak dilepas atau tidak seorang siswa dari lembaga tempat belajar.
d. menentukan siswa yang layak untuk menerima beasiswa
2. Fungsi diagnosa. Untuk mengetahui dalam hal apa seorang siswa mempunyai
kelemahan dalam belajar.
3. Fungsi penempatan. Dengan hasil evaluasi yang diperoleh, guru dapat menentukan di
mana posisi anak yang tepat.
4. Fungsi pengukuran keberhasilan. Dalam hal ini adalah keberhasilan program.
Termasuk pencapaian tujuan dan metode serta penggunaan sarana.
Lebih spesifik fungsi Evaluasi Hasil Belajar yang dilaksanakan dalam PBM di
sekolah adalah:
1. untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam proses pendidikan yang
telah dilaksanakan.
2. untuk mengetahui apakah mata pelajaran yang kita ajarkan dapat kita lanjutkan dengan
bahan yang baru ataukah kita harus mengulangi.
3. untuk mendapatkan bahan-bahan informasi untuk menentukan apakah seorang anak
dapat dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi atau harus mengulang.
4. untuk membandingkan apakah prestasi yang dicapai oleh anak-anak sudah sesuai
dengan kapasitasnya atau belum.
5. untuk menafsirkan apakah seorang anak telah cukup matang untuk kita lepaskan ke
dalam masyarakat atau ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi.
6. untuk mengadakan seleksi.
7. untuk mengetahui taraf efisiensi metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar.
D. Manfaat Evaluasi
1. Bagi siswa:
Siswa dapat mengetahui sejauh mana dia telah berhasil mengikuti pelajaran yang
diberikan oleh guru.
2. Bagi guru:
a. Guru akan mengetahui siswa-siswa mana yang sudah menguasai bahan
pelajarannya.
b. Guru akan mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat bagi siswa.
8
c. Guru akan mengetahui apakah metode yang diberikan sudah tepat atau belum.
3. Bagi sekolah:
a. Dengan evaluasi dapat diketahui kondisi belajar yang dilangsungkan di sekolah.
b. Informasi guru tentang tepat tidaknya kurikulum sekolah dapat merupakan bahan
pertimbangan bagi perencanaan sekolah untuk masa-masa yang akan dating.
c. Informasi hasil penilaian yang diperoleh dari tahun ke tahun dapat digunakan
sebagai pedoman bagi sekolah, yang dilakukan oleh sekolah sudah memenuhi
standart atau belum. Pemenuhan standart akan terlihat dari bagusnya angkaangka yang diperoleh
-------------------------------TEKNIK EVALUASI, BENTUK DAN JENISNYA
A. Teknik Evaluasi
Teknik evaluasi digolongkan menjadi 2 yaitu
1. Teknik Non tes
Maksudnya adalah penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan dengan tanpa
menguji peserta didik.
a.
Skala Bertingkat
Yang dimaksud dengan skala bertingkat atau rating scala adalah tes yang digunakan untuk
mengukur kemampuan anak didik berdasarkan tingkat tinggi rendahnya penguasaan dan
penghayatan pembelajaran yang telah diberikan.
b. Daftar Cocok
Maksudnya adalah suatu tes yang berbentuk daftar pertanyaan yang akan dijawab dengan
membubuhkan tad cocok (x) pada kolom yang telah disediakan.
c. Wawancara
Maksudnya adalah semua proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadaphadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain, mendengar dengan telinganya
sendiri suaranya.
d. Daftar Angket
Maksudnya adalah bentuk tes yang berupa daftar pertanyaan yang diajukan pada responden,
baik berupa keadaan diri, pengalaman, pengetahuan, sikap dn pendapatnya tentang sesuatu.
e.
Pengamatan (Observasi)
Maksudnya adalah teknik evaluasi yang dilakukan dengan cara meneliti secara cermat dan
sistematis. Dengan menggunakan alat indra dapat dilakukan pengamatan terhadap aspekaspek tingkah laku siswa disekolah. Oleh karena pengamatan ini bersifat langsung mengenai
aspek-aspek pribadi siswa, maka pengamtan memiliki sifat kelebihan dari alat non tes lainnya.
Teknik pengamatan atau observasi merupakan salah satu bentuk teknik nontes yang biasa
dipergunakan untuk menilai sesuatu melalui pengamatan terhadap objeknya
f. Riwayat Hidup
Ini adalah salah satu tehnik non tes dengan menggunakan data pribadi seseorang sebagai
bahan informasi penelitian. Dengan mempelajari riwayat hidup maka subjek evaluasi akan dpat
menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan dan sikap dari objek yang dinilai.
2. Teknik Tes.
Tehnik tes adalah satu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau
merangkai tugas yang harus dikerjakan oleh anak didik atau sekelompok anak sehingga
9
menghasilkan suatu nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang
ditetapkan.
Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh sesesorang
atau kelompok.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa tes merupakan alat ukur yang berbentuk
pertanyaan atau latihan, dipergunakan untuk mengukur kemampuan yang ada pada seseorang
atau sekelompok orang. Sebagai alat ukur dalam bentuk pertanyaan, maka tes harus dapat
memberikan informasi mengenai pengetahuan dan kemampuan obyek yang diukur. Sedangkan
sebagai alat ukur berupa latihan, maka tes harus dapat mengungkap keterampilan dan bakat
seseorang atau sekelompok orang.
a. Tes Subjektif
Tes ini sering pula diartikan sebagai tes essay yaitu tes hasil belajar yang terdiri dari suatu
pertanyaan atau suruhan yang menghendaki jawaban yang bersifat uraian dan atau penjelasan.
b. Tes Objektif
Maksudnya adalah adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal
ini memang dimaksudkan untuk mengatsi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk essay. Dalam
penggunaan tes objektif ini jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak dari pada tes essay.
B. Bentuk-Bentuk Evaluasi
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan/topic, dan di
maksudkan untuk mengetahui sejauh manakah proses pembelajaran telah berjalan
sebagaimna yang direncanakan.
Winkel menyatakan evaluasi formatif adalah penggunaan tes-tes selama proses pembelajaran
yang masih berlangsung, agar siswa dan guru memperoleh informasi mengenai kemajuan yang
telah di capai
Sementara Tesmer menyatakan evaluasi formatif adalah untuk mengontrol sampai sejauh
mana siswa menguasai materi yang di ajarkan pada pokok pembahasan tersebut.
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang
didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk mengetahui
sejauh mana peserta didik telah dapat berpindah dari satu unit ke unit yang berikutnya.
3. Evaluasi Diagnostic
Evaluasi diagnostic adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan
kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat di berikan perlakuan yang tepat.
C. Jenis-Jenis Evaluasi Pendidikan
Jenis evaluasi :
1) Evaluasi Formatif
Evaluasi yang dilaksanakan pada setiap kali satuan program pelajaran atau subpokok bahasan
dapat diselesaikan, dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah mampu
menguasai (memiliki kompetensi) sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan.
10
2) Evaluasi Summatif
Evaluasi yang dilaksanakan setelah sekumpulan program pelajaran selesai diberikan (berakhir),
tujuan utama dari evaluasi summatif ini adalah untuk menentukan keberhasilan peserta didik,
setelah mereka menempuh program pengajaran.
Jenis evalusi berdasarkan ruang lingkup kegiatan pembelajaran :
1.
Evaluasi
Program
Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup terhadap tujuan pembelajaran, isi program pembelajaran, strategi
belajar mengajar, aspe-aspek program pembelajaran yang lain.
2. Evaluasi Proses Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup kesesuaian antara peoses pembelajaran dengan garis-garis besar
program pembelajaran yang di tetapkan, kemampuan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran, kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
3. Evaluasi Hasil Pembelajaran
Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan pembelajaran yang
ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik.


Jenis evaluasi berdasarkan objek dan subjek evaluasi
Berdasarkan objek :
1.Evaluasi Input
Evaluasi terhadap siswa mencakup kemampuan kepribadian, sikap, keyakinan.
2.Evaluasi Transformasi
Evaluasi terhadap unsur-unsur transformasi proses pembelajaran anatara lain materi, media,
metode dan lain-lain.
3.Evaluasi Output
Evaluasi terhadap lulusan yang mengacu pada ketercapaian hasil pembelajaran.

Berdasarkan subjek :
1.Evaluasi Internal, Evaluasi yang dilakukan oleh orang dalam sekolah sebagai evaluator,
misalnya guru.

2.Evaluasi Eksternal, evaluasi yang dilakukan luar sekolah,orang tua.
Jenis evaluasi berdasarkan tujuan dibedakan atas lima jenis evaluasi :
1. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang ditujukan untuk menelaah kelemahan- kelemahan
siswa beserta faktor-faktor penyebabnya.
2. Evaluasi Selektif
Evaluasi selektif adalah evaluasi yang digunakan untuk memilih siwa yang paling tepat sesuai
dengan kriteria program kegiatan tertentu.
3. Evaluasi Penempatan
Evaluasi penempatan adalah evaluasi yang digunakan untuk menempatkan siswa dalam
program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik siswa.
4. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk memperbaiki dan meningkatan
proses belajar dan mengajar.
5. Evaluasi Sumatif
11
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk menentukan hasil dan kemajuan belajar
siswa.
Jenis evalusi berdasarkan lingkup kegiatan pembelajaran :
1. Evaluasi Program Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup terhadap tujuan pembelajaran, isi program pembelajaran, strategi
belajar mengajar, aspe-aspek program pembelajaran yang lain.
2. Evaluasi Proses Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup kesesuaian antara peoses pembelajaran dengan garis-garis besar
program pembelajaran yang di tetapkan, kemampuan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran, kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
3. Evaluasi Hasil Pembelajaran
Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan pembelajaran
yang ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dalam aspek kognitif, afektif,
psikomotorik.
(http://hermon87.blogspot.com/2011/06/teknik-evaluasi-bentuk-dan-jenisnya.html)
=================================================================
TES SEBAGAI ALAT PENILAIAN HASIL BELAJAR
1. Definisi Tes
Tes secara harfiah berasal dari bahasa Prancis kuno “testum” artinya piring untuk
menyisihkan logam-logam mulia. Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain
yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, atau
bakat yang dimiliki oleh sesesorang atau kelompok (http://www.fajar.co.id). Tes dapat
didefinisikan sebagai suatu pertanyaan atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan
untuk memperoleh informasi tentang trait atau atribut pendidikan atau spikologik yang setiap
butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar
(Zainul dan Nasoetion, 1993). Dari pengertian tersebut, maka setiap tes menuntut keharusan
adanya respon dari subyek (orang yang dites) yang dapat disimpulkan sebagai suatu trait yang
dimiliki oleh subyek yang sedang dicari informasinya. Dilihat dari wujud fisik, tes merupakan
sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau tugas yang harus dikerjakan yang
nantinya akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu berdasarkan jawaban
tertentu terhadap pertanyaan-pertanyaanatau cara dan hasil subjek dalam melakukan tugastugas tersebut (Azwar, 1996).
Tes sebagai alat penilaian dapat diartikan sebagai pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan),
dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Pada umumnya
tes digunakan untuk mengukur dan menilai hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif
yang berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan
pengajaran (Sudjana, 1989). Berdasarkan beberapa pengertian tes maka dapat diambil
beberapa kesimpulan mengenai tes yaitu sebagai berikut (Azwar, 1996).
1. Tes adalah prosedur yang sistematik, maksudnya item-item dalam tes disusun menurut
cara dan aturan tertentu, prosedur administrasi tes dan pemberian angka terhadap
12
hasilnya harus jelas dan dispesifikasi secara terperinci, dan setiap orang yang
mengambil tes harus mendapat item-item yang sama dalam kondisi yang sebanding.
2. Tes berisi sampel prilaku, meksudnya seluruh item dalam tes tidak akan mencakup
seluruh materi isi yang mungkin ditanyakan sehingga harus dipilih beberapa item yang
akan ditanyakan, dan kelayakan suatu tes tergantung pada sejumlah item-item dalam
tes tersebut yang mewakili secara representatif kawasan prilaku yang diukur.
3. Tes mengukur prilaku, item-item dalam tes hendaknya menunjukan apa yang diketahui
atau apa yang dipelajari subjek dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan atau
mengerjakan tugas-tugas di dalam tes tersebut.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa tes merupakan alat ukur yang
berbentuk pertanyaan atau latihan, dipergunakan untuk mengukur kemampuan yang ada pada
seseorang atau sekelompok orang. Sebagai alat ukur dalam bentuk pertanyaan, maka tes
harus dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan dan kemampuan obyek yang
diukur. Sedangkan sebagai alat ukur berupa latihan, maka tes harus dapat mengungkap
keterampilan dan bakat seseorang atau sekelompok orang.
Tes merupakan alat ukur yang standar dan obyektif sehingga dapat digunakan secara
meluas untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.
Dengan demikian berarti sudah dapat dipastikan akan mampu memberikan informasi yang
tepat dan obyektif tentang obyek yang hendak diukur baik berupa psikis maupun tingkah
lakunya, sekaligus dapat membandingkan antara seseorang dengan orang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara atau alat untuk mengadakan
penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa
atau sekelompok siswa sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa
tersebut. Prestasi atau tingkah laku tersebut dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan
intruksional pembelajaran atau tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi yang telah
diberikan dalam proses pembelajaran, dan dapat pula menunjukkan kedudukan siswa yang
bersangkutan dalam kelompoknya.
2. Fungsi Tes
Dalam kaitan dengan rumusan tersebut, sebagai alat evaluasi hasil belajar, tes minimal
mempunyai dua fungsi, yaitu:
a). Untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat
pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu.
b). Untuk menentukan kedudukan atau perangkat siswa dalam kelompok, tentang
penguasaan materi atau pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.
Fungsi (a) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan program pembelajaran,
sedang fungsi (b) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan belajar masing-masing
individu peserta tes.
3. Dasar-dasar Penyusunan Tes Hasil Belajar
Dasar-dasar penyusunan tes hasil belajar adalah sebagai berikut:
a. Tes hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam proses belajar
mengajar sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum di dalam kurikulum yang
berlaku.
b. Tes hasil belajar disusun sedemikian rupa sehingga benar-benar mewakili bahan yang
telah dipelajari.
13
c. Pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat
belajar yang diharapkan.
d. Tes hasil belajar hendaknya disusun sesuai dengan tujuan penggunaan tes itu sendiri,
karena tes dapat disusun untuk keperluan pre tes dan post tes, masteri tes, tes
diagnostik, tes prestasi, tes formatif, dan sumatif.
e. Tes hasil belajar disesuaikan dengan pendekatan pengukuran yang dianut apakah
mengacu pada kelompok (norm reference, standar relatif) ataukah mengacu pada
patokan tertentu (creterion reference, standar mutlak).
f. Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar
mengajar.
4. Ciri-ciri Tes yang Baik
Tes yang baik adalah tes yang dapat mengukur hasil belajar siswa dengan tepat. Untuk
dapat menghasilkan tes yang seperti itu maka tes tersebut harus dibuat melalui perencanaan yang
baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan tes yang baik adalah
(http://pustaka.ut.ac.id/learning.php):
1. Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin diukur.
2. Pilih pokok bahasan dan sub-pokok bahasan yang relevan untuk mencapai tujuan
tersebut.
3. Tentukan proses berpikir yang ingin diukur.
4. Tentukan jenis tes yang tepat digunakan untuk mengukur tujuan pembelajaran tersebut.
5. Tentukan tingkat kesukaran butir soal yang akan dibuat.
Selain itu, sebuah test dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi
kriteria, yaitu memiliki validitas, realibilitas, objektivitas, praktikabilitas dan ekonomis
(http://www.fajar.co.id).
a. Validitas
Sebuah alat pengukur dapat dikatakan valid apabila alat pengukur tersebut dapat
mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Demikian pula dalam alat-alat evaluasi. Suatu
tes dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila tes itu tersebut betul-betul dapat
mengukur hasil belajar. Jadi bukan sekedar mengukur daya ingatan atau kemampuan bahasa
saja misalnya.
Untuk lebih mendukung memahami pengertian tersebut selanjutnya akan diuraikan
beberapa macam kriteria validitas, yaitu:
(1) Content validity (validitas isi)
Pengujian jenis validitas ini dilakukan secara logis dan rasional karena itu disebut juga
rational validity atau logical validity. Batasan content validity ini menggambarkan
sejauhmana tes mampu mengukur materi pelajaran yang telah diberikan secara
representatif dan sejauh mana pula tes dapat mengukur sampel yang representatif dari
perubahan-perubahan perilaku yang diharapkan terjadi pada diri siswa. Dengan demikian
suatu tes hasil belajar disebut memiliki validitas tinggi secara content, bila tes tersebut
sudah dapat mengukur sampel yang representatif dari materi pelajaran (subject matter)
yang diberikan, dan perubahan-perubahan perilaku (behavioral changes) yang diharapkan
terjadi pada diri siswa. Misalnya apabila kita ingin memberikan tes bahasa inggris untuk
14
kelas II, maka item-itemnya harus diambil dari bahan pelajaran kelas II. Kalau diambilnya
dari kelas III maka tes itu tidak valid lagi.
(2) Predictive validity (validitas ramalan)
Validitas ramalan artinya ketepatan (kejituan) suatu alat pengukur ditunjau dari
kemampuan tes tersebut untuk meramalkan prestasi yang dicapainya kemudian. Suatu tes
hasil belajar dapat dikatakan mempunyai validitas ramlan yang tinggi, apabila hasil yang
dicapai siswa dalam tes tersebut betul-betul meramalkan sukses tidaknya siswa tersebut
dakam pelajaran-pelajaran yang akan datang. Cara yang digunakan untuk mengukur tinggi
rendahnya validitas ramalan ialah dengan mencari korelasi antara nilai-nilsi yang dicapai
oleh anak-anak dalam tes tersebut dengan nilai-nilai yang dicapai kemudian.
(3) Concurent validity (Validitas bandingan)
Kejituan suatu tes dilihat dari korelasinya terhadap kecakapan yang telah dimiliki saat kini
secara riil. Cara yang digunakan untuk menilai validitas bandingan ialah dengan jalan
mengkorelasikan hasil-hasil yang dicapai dalam tes tersebut dengan hasil-hasil yang dicapai
dalam tes yang sejenis yang telah diketahui mempunyai validitas yang tinggi (misalnya tes
standar).
(4) Construct Validity (validitas konstruk/susunan teori)
Yaitu ketepatan suatu tes ditinjau dari susunan tes tersebut. Misalnya kalau kita ingin
memberikan tes kecakapan ilmu pasti, kita harus membuat soal yang ringkas dan jelas yang
benar-benar akan mengukur kecakapan ilmu pasti, bukan mengukur kemampuan bahasa
karena soal itu ditulis secara berkepanjangan dengan bahasa yang sulit dimengerti.
b. Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata reliable yang berarti dapat dipercaya. Reliabilitas suatu tes
menunjukan atau merupakan sederajat ketetapan, keterandalan atau kemantapan (the level of
consistency) tes yang bersangkutan dalam mendapatkan data (skor) yang dicapai seseorang,
apabila tes tersebut diberikan kepadanya pada kesempatan (waktu) yang berbeda., atau
dengan tes yang pararel (eukivalen) pada waktu yang sama. Atau dengan kata lain sebuah tes
dikatakan reliable apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan, keajegan, atau
konsisten. Artinya, jika kepada para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan,
maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan (ranking) yang sama dalam kelompoknya.
Contoh:
Pengetesan Pengetesan Ranking
pertama
Kedua
Waktu tes
Nama siswa
Andi
6
7
3.a
Budi
5.5
6.6
4
Cici
8
9
1
Didi
5
6
5
Evi
6
7
3.b
Fifi
7
8
2
Ada beberapa cara untuk mencari reliabilitas suatu tes, antara lain :
(1) Teknik Berulang
15
Tehnik ini adalah dengan memberikan tes tersebut kepada sekelompok anak-anak dalam
dua kesempatan yang berlainan. misalnya suatu tes diberikan pada kepada group A. selang
3 hari atau seminggu tes tes tersebut diberikan lagi kepada group A dengan syarat-syarat
tertentu.
(2) Teknik Bentuk Paralel
Teknik ini dipergunakan dua buah tes yang sejenis (tetapi tidak identik), mengenai isinya;
proses mental yang diukur, tingkat kesukaran jumlah item dan aspek-aspek lain.
(3) Teknik belah dua
Ada dua prosedur yang dapat digunakan dalam tes belah dua ini yaitu:
Prosedur ganjil-genap, artinya seluruh item yang bernomor ganjil dikumpulkan
menjadi satu kelompok dan yang bernomor genap menjadi kelompok yang lain.
Prosedur secara random, misalnya dengan jalan lotre, atau dengan jalan
menggunakan tabel bilangan random.
c. Objektivitas
Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada
faktor subyektif yang mempengaruhi. Hal ini terutama pada sistem skoringnya, apabila dikaitkan
dengan reliabilitas maka obyektivitas menekankan ketetapan pada sistem skoring, sedangkan
reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes. Ada dua faktor yang mempengaruhi
subjektivitas dari sesuatu tes yaitu bentuk tes dan penilaian.
d. Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes itu bersifat praktis,
mudah untuk pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang:
1). Mudah dilaksanakannya; misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi
kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap
mudah oleh siswa.
2). Mudah memeriksanya artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun
pedoman skoringnya. Untuk soal yang obyektif, pemeriksaan akan lebih mudah
dilakukan jika dikerjakan oleh siswa dalam lembar jawaban.
3). Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan/ diawali oleh
orang lain
e. Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak
membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama, baik
untuk memproduksinya maupun untuk melaksanakan dan mengolah hasilnya.
Dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tes tersebut, sewajarnya dapat dihasilkan
alat tes (soal-soal) yang berkualitas yang memenuhi syarat-syarat dibawah ini:
1). Shahih (valid), yaitu mengukur yang harus diukur, sesuai dengan tujuan
2). Relevan, dalam arti yang diuji sesuai dengan tujuan yang diinginkan
3). Spesifik, soal yang hanya dapat dijawab oleh peserta didik yang betul-betul belajar
dengan rajin
4). Tidak mengandung ketaksaan (tafsiran ganda), harus ada patokan, tugas ditulis konkret.
Apa yang harus diminta harus dijawab berapa lengkap
5). Representatif, soal mewakili materi ajar secara keseluruhan
6). Seimbang, dalam arti pokok-pokok yang penting diwakili, dan yang tidak penting tidak
selalu perlu.
16
5. Jenis-Jenis Tes
Tes dapat dikelompokkan menurut tujuan dan bentuknya, sebagai berikut:
5.1 Tes Menurut Tujuannya
Dari segi tujuannya dalam bidang pendidikan (http://www.fajar.co.id), tes dapat dibagi
menjadi:
5.1.1 Tes Kecepatan (Speed Test)
Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes (testi) dalam hal kecepatan berpikir atau
keterampilan, baik yang bersifat spontanitas (logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam
mata pelajaan yang telah dipelajarinya. Waktu yang disediakan untuk menjawab atau
menyelesaikan seluruh materi tes ini relatif singkat dibandingkan dengan tes lainnya, sebab
yang lebih diutamakan adalah waktu yang minimal dan dapat mengerjakan tes itu
sebanyak-banyaknya dengan baik dan benar, cepat dan tepat penyelesaiannya. Tes yang
termasuk kategori tes kecepatan misalnya tes intelegensi, dan tes ketrampilan bongkar
pasang suatu alat.
5.1.2 Tes Kemampuan (Power Test)
Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes dalam mengungkapkan kemampuannya
(dalam bidang tertentu) dengan tidak dibatasi secara ketat oleh waktu yang disediakan.
Kemampuan yang dievaluasi bisa berupa kognitif maupun psikomotorik. Soal-soal biasanya
relatif sukar menyangkut berbagai konsep dan pemecahan masalah dan menuntut peserta
tes untuk mencurahkan segala kemampuannya baik analisis, sintesis dan evaluasi.
5.1.3 Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes ini dimaksudkan untuk mengevaluasi hal yang telah diperoleh dalam suatu kegiatan.
Tes Hasil Belajar (THB), baik itu tes harian (formatif) maupun tes akhir semester (sumatif)
bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam
suatu kurun waktu tertentu. Makalah ini akan lebih banyak memberikan penekanan pada tes
hasil belajar ini.
5.1.4 Tes Kemajuan Belajar ( Gains/Achievement Test)
Tes kemajuan belajar disebut juga dengan tes perolehan adalah tes untuk mengetahui
kondisi awal testi sebelum pembelajaran dan kondisi akhir testi setelah pembelajaran. Untuk
mengetahui kondisi awal testi digunakan pre-tes dan kondisi akhir testi digunakan post-tes.
5.1.5 Tes Diagnostik (Diagnostic Test)
Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk mendiagnosis atau mengidentifikasi
kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kesukaran belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesukaran atau kesulitan belajar
tersebut.
5.1.6 Tes Formatif
Tes formatif adalah penggunaan tes hasil belajar untuk mengetahui sejauh mana kemajuan
belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pembelajaran tertentu.
5.1.7 Tes Sumatif
Istilah sumatif berasal dari kata “sum” yang berarti jumlah. Dengan demikian tes sumatif
berarti tes yang ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa dalam sekumpulan materi
pelajaran (pokok bahasan) yang telah dipelajari.
5.2 Tes Menurut Bentuknya
Dilihat dari bentuknya tes dibedakan menjadi tes uraian dan tes objektif
5.2.1 Tes Uraian
17
a. Pengertian tes uraian.
Tes uraian (essay examination) merupakan alat penilaian hasil belajar paling tua. Tes
uraian ini secara umum adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk
menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk
lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan
bahasa sendiri (Sudjana, 1989). Dalam hal ini tes menunutut kemampuan siswa dalam hal
mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Namun demikian, sejak tahun 1960-an
bentuk tes tersebut banyak ditinggalkan orang karena munculnya bentuk tes objektif. Sampai
saat ini tes objektif sangat populer dan digunakan oleh hampir semua guru mulai tingkat SD
sampai perguruan tinggi. Ditengah maraknya pengguanaan tes objektif, ada semacam
kecendrungan dari pendidik untuk kembali menggunakan bentuk tes uraian sebagai alat
penilaian hasil belajar. Hal ini disebabkan karena adanya gejala menurunnya hasil belajar atau
kualitas pendidikan, lemahnya para siswa (peserta didik) dalam menggunakan sebagai bahasa
tulisan sebagai akibat dari penggunaan tes objektif, kurangnya daya analisis dari siswa/peserta
didik karena terbiasa menggunakan dengan tes objektif yang memungkinkan siswa main tebak
jawaban saat mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan. Kasus seperti ini sering kita
jumpai terutama dalam perguruan tinggi. Penggunaan tes uraian kembali khususnya di tingkat
perguruan tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kembali kualitas pendidikan, khususnya di
perguruan tinggi.
Ada beberapa kelebihan atau keunggulan dari tes uraian, diantaranya:
(1) Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi.
(2) Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan
baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.
(3) Dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis,
analitis, dan sistematis.
(4) Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving).
(5) Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa
memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berpikir
siswa.
Selain mempunyai kelebihan, tes uraian juga mempunyai kelemahan-kelemahan
sebagai berikut:
(1) Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat menguji
semua bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat
menanyakan semua hal melalui sejumlah pertanyaan.
(2) Sifatnya sangat subjektif, baik dalam halmenanyakan, dalam membuat pertanyaan,
maupun dalam cara memeriksanya.
(3) Tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksannya
memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas dengan jumlah siswa
yang banyak.
b. Jenis-jenis tes uraian
1. Uraian bebas (free essay)
Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung dari pandangan siswa itu
sendiri, karena isi pertanyaan dari tes uraian bebas bersifat umum.
Contoh pertanyaan untuk uraian bebas:
Coba Anda jelaskan yang dimaksud dengan arus listrik?
18
Bagaimanakah caranya untuk memperbesar gaya Lorent?
Dilihat dari karakteristiknya, pertanyan bentuk uraian bebas ini tepat digunakan apabila
bertujuan khusus:
a. Mengungkapkan pandangan para siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat
diketahui luas dan intensitasnya.
b. Mengupas suatu persoalan yang kemungkinan jawabannya beranekaragam sehingga
tidak ada satupun jawaban yang pasti.
c. Mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai
segi atau dimensinya.
Kelemahan dari tes uraian bebas ini adalah sukar menilainya karena jawaban siswa bisa
bervariasi, sulit dalam menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena bergantung pada
guru sebagai penilainya.
2. Uraian terbatas dan uraian berstruktur.
Dalam tes uraian terbatas, pertanyaan lebih diarahkan ke dalam hal-hal tertentu atau
ada pembatasan tertentu. Pembatasan tersebut bisa dari segi: ruang lingkupnya, sudut
pandang menjawabnya, dan indikator-indikatornya. Contoh pertanyaan uraian terbatas:
1. Sebutkan lima macam alat yang menggunakan eleltromagnet?
2. Mengapa sumber tegangan seperti baterai dan aki dapat menghasilkan energi
listrik?
Sedikitnya materi yang ditanyakan untuk satu waktu ujian dapat diatasi dengan tidak
menggunakan tes uraian terbuka tetapi menggunakan tes uraian terbatas. Penggunaan tes
uraian terbatas ini sekaligus akan dapat mengurangi unsur subjektivitas dalam pemeriksaan
karena dengan tes uraian terbatas maka jawaban siswa sudah lebih terarah pada apa yang
dikehendaki oleh penulis butir soal.
Selain bentuk tes uraian bebas dan uraian terbatas, juga terdapat bentuk tes uraian
berstruktur. Soal berstruktur dipandang sebagai bentuk antara soal-soal objektif dan soal-soal
esai. Soal berstruktur merupakan serangkaian soal jawban singkat sekalipun bersifat terbuka
dan bebas menjawabnya. Dalam soal-soal berstruktur terdapat unsur-unsur: pengantar soal,
seperangkat data, dan serangkaian sub-soal. Berikut ini terdapat daftar nilai ujian Fisika kelas
tiga SMA. Nilai-nilai tersebut telah diurutkan dari nilai tertinggi sampai nilai terendah disertai
dengan keterangan beberapa jumlah siswa yang telah mencapainya, baik untuk setiap nilai
maupun secara komulatif.
Nilai
Jumlah siswa
Kumulatif
39
2
2
38
2
1
35
2
3
32
1
2
30
1
2
27
2
3
24
2
1
Dari data di atas,
a. Hitunglah berapa rata-rata dan berapa median.
b. Hitunglah berapa orang siswa yang nilainya termasuk ke dalam kelompok 27-32, 35-39.
c. Hitunglah pula berapa simpangan bakunya.
19
Bentuk soal berstruktur dapat digunakan untuk mengukur semua aspek kognitif seperti
ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tingkat kesulitan dari soal dapat
ditentukan sedemikian rupa dari soal yang mudah menuju soal yang sukar. Kelemahan yang
mungkin terdapat dalan soal uaraian berstruktur tersebut adalah bidang yang diujikan menjadi
terbatas dan kurang praktis sebab satu permasalahan harus dirumuskan dalam pemaparan
yang lengkap disertai data yang memadai.
c. Menyusun soal bentuk uraian
Tes uraian hendaknya digunakan untuk mengukur hasil belajar yang kurang tepat atau
tidak dapat diukur dengan tes objektif. Jangan gunakan tes uraian hanya untuk mengukur
proses berpikir rendah tetapi gunakan tes uraian untuk mengukur hasil belajar yang kompleks.
Tes uraian terbuka tepat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menghasilkan,
mengorganisasi, dan mengekspresikan ide, mengintegrasikan pelajaran dalam berbagai
bidang, membuat desain eksperimen, mengevaluasi manfaat suatu ide, dan sebagainya.
Sedangkan tes uraian terbatas tepat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
menjelaskan hubungan sebab akibat, menerapkan suatu prinsip atau teori, memberikan alasan
yang relevan, merumuskan hipotesis, membuat kesimpulan yang tepat, menjelaskan suatu
prosedur, dan sebagainya. Supaya diperoleh soal-soal bentuk uraian yang dikatakan memadai
sebagai alat penilaian hasil belajar hendaknya memperhatikan beberapa hal sebagai berikut
(Sudjana, 1989).
i. Dari segi isi yang diukur
Segi yang hendak diukur hendaknya ditentukan secara jelas abilitasnya,
misalnya pemahaman konsep, aplikasi suatu konsep, analisis suatu permasalahan,
dan aspek kognitif lainnya. Dengan kejelasan apa yang akan diungkap maka soal atau
pertanyaan yang dibuat hendaknya mengungkapkan kemampuan siswa dalam abilitas
tertentu. Kemudian pilihlah materi yang sesuai dengan kurikulum atau silabusnya,
pilihlah materi yang menjadi inti persoalan dan menjadi dasar untuk penguasaan
materi lainnya sehingga tidak semua materi perlu ditanyakan. Dengan demikian, bila
siswa telah memahami konsep dari materi tersebut maka secara tidak langsung siswa
akan memahami aspek-aspek lain yang berkaitan dengan materi tersebut.
ii. Dari segi bahasa
Menggunakan bahasa yang baik dan benar sehingga mudah dimengerti makna
yang terkandung dalam tiap pertanyaan. Bahasanya sederhana, singkat dan jelas apa
yang menjadi inti pertanyaan.
iii. Dari segi teknis penyajian soal
Soal-soal (pertanyaan) yang dibuat hendaknya tidak diulang terhadap materi
yang sama walaupun abilitasnya berbeda sehingga soal atau pertanyaan yang
diajukan lebih komprehensif daripada segi lingkup materi. Perlu juga diperhatikan
masalah waktu yang diperlukan dalam mengerjakan soal atau pertanyaan sehingga
tidak ada kelebihan soal atau kekurangan soal dalam waktu yang tersedia. Kemudian
masalah pembobotan nilai haruslah berbeda untuk soal yang tergolong mudah
memiliki bobot nilai yang rendah sedangkan untuk soal yang tergolong sulit yang
memerlukan pemikiran lebih maka diberikan bobot nilai yang lebih tinggi.
iv. Dari segi jawaban
Setiap pertanyaan yang hendak diajukan sebaiknya telah ditentukan jawaban
yang diharapkan, minimal pokok-pokok dari jawaban pertanyan tersebut. Dan
20
tentukanlah skor maksimal bila pertanyaan dijawab benar dan skor minimal bila
pertanyaan dijawab salah atau kurang lengkap.
Dalam pelaksanaannya, sifat dari tes uraian adalah lebih mengutamakan kepada kekuatan
(power tests) bukan kecepatan (speed tests), maka dalam pelaksanaan tes uraian perlu
memperhatikan sebagai berikut.
1) Memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal atau
pertanyaan dalam tes tersebut.
2) Memungkinkan siswa untuk mengerjakan soal-soal yang termudah terlebih dahulu
tanpa memperhatikan urutan dari nomor soal.
3) Mengawasi pengerjaan soal-soal sehingga siswa tidak dapat bekerja sama dalam
mengerjakan soal-soal atau pertanyaan dalam tes.
4) Memungkinkan sewaktu-waktu memberi siswa untuk membuka buku dalam
mengerjakan soal-soal dalam tes (open book tests).
5) Setelah semua siswa selesai mengerjakan dan jawaban dikumpul, sebaiknya guru
menjelaskan jawaban setiap soal sehingga para siswa mengetahuinya sebagai bahan
dan untuk memperkaya pemahaman mereka mengenai bahan atau materi pelajaran.
Selain itu juga beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis tes uraian adalah
(http://pustaka.ut.ac.id/learning.php):
1. Tulislah tes uraian berdasarkan perencanaan tes (kisi-kisi) yang ada.
2. Gunakan tes uraian untuk mengukur hasil belajar yang kurang tepat atau tidak dapat
diukur dengan tes objektif.
3. Gunakan tes uraian terbatas untuk menambah sampel yang dapat ditanyakan dalam
satu waktu ujian.
4. Gunakan tes uraian untuk mengungkap pendapat, tidak hanya sekedar menyebutkan
fakta. Untuk itu gunakan kata tanya seperti: jelaskan, bandingkan, hubungkan,
simpulkan, analisislah, kelompokkanlah, formulasikan, dan lain sebagainya. Hindarkan
penggunaan kata tanya seperti sebutkan karena kata tanya seperti itu biasanya hanya
meminta siswa untuk menyebutkan fakta saja.
5. Rumuskan butir soal dengan jelas sehingga tidak menimbulkan salah tafsir.
6. Usahakan agar jumlah butir soal dapat dikerjakan dalam waktu yang telah ditentukan.
7. Jangan menyediakan sejumlah pertanyaan yang dapat dipilih oleh siswa.
8. Tuliskan skor maksimal yang dapat diperoleh siswa pada setiap butir soal.
d. Pemeriksaan, skoring, dan penilaian tes uraian
Ada dua cara dalam memeriksa jawaban soal uraian. Cara pertama ialah diperiksa
seorang demi seorang untuk semua soal, kemudian diberi skor. Cara kedua ialah diperiksa
nomor demi nomor untuk setiap siswa, maksudnya diperiksa terlebih dahulu nomor satu untuk
semua siswa kemudian diberi skor, kemudian soal nomor dua dan seterusnya. Kemudian dalam
penskoran dapat digunakan berbagai bentuk, misalnya skala 1-4, skala 1-10, atau 1-100.
namun skala yang lebih umum digunakan adalah skala 1-4 atau 1-10, sehingga guru tidak
langsung memberi nilai nol (0) untuk jawaban yang salah.
Setelah menulis butir soal, diwajibkan untuk membuat pedoman penskoran sebagai
berikut ( http://pustaka.ut.ac.id/learning.php).
1. Apa jawaban terbaik dari pertanyaan tersebut? Jika ada jawaban lain maka jawaban
tersebut harus ditulis.
2. Tandai butir, kata kunci atau konsep penting yang harus muncul pada jawaban tersebut.
21
3. Adakah butir, kata kunci atau konsep yang lebih penting dari yang lain?
4. Beri skor pada setiap butir, kata kunci, atau konsep yang harus muncul pada jawaban
tersebut.
5. Butir, kata kunci, atau konsep yang lebih penting dapat diberi skor lebih dari yang lain.
Dalam menilai kebenaran jawaban soal-soal bentuk uraian dipertimbangkan beberapa
aspek, di antaranya kebenaran isi sesuai dengan kaidah-kaidah meteri yang ditanyakan,
sistematika atau urutan logis dari kerangka berpikirnya yang dilihat dari penyajian gagasan
jawaban, dan bahasa yang digunakan dalam mengekspresikan buah pikirannya. Sistem
penilaian yang digunakan dalam soal-soal uraian pada dasrnya sama dengan sistem penilaian
soal bentuk lainnya, yaitu dapat menggunakan penilaian acuan norma dan atau penilaian acuan
patokan (Sudjana, 1989).
Setelah mengkaji hakikat dari soal bentuk uraian yang baik yang berkenaan dengan
keunggulan maupun kelemahan, kiranya cukup bijaksana apabila bentuk tes ini digunakan di
semua tingkat pendidikan agar kualitas pendidikan nasional lebih meningkat lagi. Kemampuan
yang diungkap melalui tes uraian tidak hanya mencakup berpikir logis tetapi juga kemampuan
berbahasa para siswa. Dimensi-dimensi tes uraian lebih luas dan bisa mencakup semua aspek
kognitif secara seimbang di samping membiasakan para siswa belajar penuh pemahaman dan
mempersiapkan diri secara matang manakala menghadapi ulangan dan ujian-ujian yang
diberikan di sekolah.
5.2.2 Tes Objektif
a. Pengertian tes objektif
Tes objektif adalah tes yang berisi kemungkinan jawaban yang harus dipilih oleh peserta tes.
Kemungkinan jawaban telah dipasok oleh pengkonstruksi butir soal. Peserta hanya harus
memilih jawaban dari kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Dengan demikian
pemeriksaan atau pensekoran jawaban peserta tes sepenuhnya dapat dilakukan secara objektif
oleh pemeriksa (Zainul dan Nasoetion, 1993). Agar tes objektif yang akan ditulis tidak
melenceng dari materi yang telah diajarkan selarna proses pernbelajaran maka tes tersebut harus
ditulis berdasarkan kisi-kisi. Kisi-kisi inilah yang harus menjadi pedoman bagi penulis dalam
menulis setiap butir soal. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat kisi-kisi
antara lain:
1. Pemilihan sampel materi yang akan diujikan. Pemilihan sampel materi harus
diupayakan serepresentatif mungkin.
2. Penentuan jenis tes yang akan digunakan. Penentuan jenis tes yang akan digunakan
apakah akan menggunakan tes pilihan ganda, tes uraian, atau gabungan antara
keduanya harus diperhitungkan terutarna terkait dengan materi, jumlah butir soal,
dan waktu tes yang disediakan.
3. Jenjang kemampuan berpikir yang akan diujikan. Jenjang kemampuan berpikir yang
ditanyakan harus sesuai dengan jenjang kemampuan berpikir yang dilatihkan
selama proses pernbelajaran.
4. Sebaran tingkat kesukaran. Penentuan sebaran tingkat kesukaran butir soal
sebenarnya tergantung pada interpretasi skor yang akan digunakan. Jika akan
digunakan pendekatan penilaian acuan kriteria maka sebaran tingkat kesukaran butir
soal tidak perlu dipikirkan tetapi jika akan digunakan pendekatan penilaian acuan
norma maka sebaran tingkat butir soal harus diperhatikan,
22
5. Waktu ujian yang disediakan. Waktu ini akan membatasi jumlah butir soal yang akan
ditanyakan.
6. Jumlah butir soal. Jumlah butir soal yang akan ditanyakan tergantung pada waktu
ujian yang disediakan.
b. Jenis-jenis tes objektif
Secara umum ada empat tipe tes objektif, yaitu: benar salah (true-false), menjodohkan
(matching), tipe jawaban singkat, dan pilihan ganda (multiple choice).
1) Tes objektif tipe benar -salah (true-false)
Tes objektif benar salah adalah tes yang terdiri dari pernyataan yang disertai dengan
alternatif jawaban yaitu menyatkan pernyataan tersebut benar atau salah, atau keharusan
memilih satu dari dua alternatif jawaban lainnya (Zainul dan Nasoetion, 1993). Alternatif
jawaban yang dimaksud dapat berupa benar salah atau setuju tidak setuju, baik tidak baik, atau
cara lain asalkan alternatif itu mutual eksklusif.
Kelebihan dari tes objektif benar salah adalah sebagai berikut:
a. Mudah dikonstruksi, maksudnya adalah bahwa untuk menulis satu tes benar salah
hanya diperlukan satu pernyataan, dimana pernyataan tersebut harus berkaitan
dengan tes tersebut.
b. Perangkat soal dapat mewakili seluruh perangkat pokok bahasan, ini merupakan
kekuatan utama dari tes tipe benar salah.
c. Mudah dalam pensekoran, karena hanya ada dua alternatif jawaban, maka setiap
butir soal (tes) hanya mempunyai dua alternatif skor, yaitu satu untuk yang
mengerjakannya secara benar dan nol untuk yang menjawab salah.
d. Alat yang baik untuk mengukur fakta dan hasilbelajar langsung terutama yang
berkenaan dengan ingatan. Tes tipe benar salah mengukur kemampuan dasar hasil
belajar, yaitu dapat membedakan kenyatan diri yang bukan kenyataan atau dari
suatu yang benar dari yang salah.
Adapun kelemahan dari tes objektif tipe benar salah adalah sebagai berikut:
a. Mendorong peserta tes (siswa) untuk menebak jawaban, karena probabilitas menjawab
benar adalah 50 % maka tipe tes ini seakan mendorong para peserta tes untuk
menebak jawaban walaupun mereka tidak mengetahui jawaban yang benar.
b. Terlalu menekankan pada ingatan, karena tes tipe ini memaksa penulis tes untuk
menguji hasil belajar langsung yang berbentuk ingatan. Kelemahan ini lebih
diperburuk jika guru atau pendidik mengkonstruksi tes yang mengambil langsung
pernyataan dari buku ajar yang digunakan.
c. Meminta respon peseta didik yang berbentuk penilaian absolut. Dalam kenyataannya
hasil belajar itu bukanlah sesuatu kebenaran absolut tanpa kondisi, misalnya:
1. B-S : ½ = 0,5
2. B-S : matahari terbit kemarin
3. B-S : Indonesia terdiri dari 27 provinsi.
Butir soal nomor 1 sulit dinyatakan sebagai kebenaran absolut. Butir soal nomor 2
seakan-akan merupakan kebenaran absolut. Tetapi coba kita amati apakah benar
matahari terbit di seluruh permukaan bumi kemarin. Butir soal nomor 3 juga seakanakan merupakan kebenaran mutlak, tetapi bukankah pada tahun 1945 indonesia tidak
terdiri dari 27 provinsi.
Kaidah penulisan bentuk soal benar-salah, yaitu:
23
a. hindarkan penyataan yang mengandung kata kadang-kadang, selalu, umumnya, sering
kali, tidak ada, tidak pernah, dan sejenisnya,
b. hindarkan pengambilan kalimat langsung dari buku pelajaran,
c. hindarkan pernyataan yang merupakan suatu pendapat yang masih bisa diperdebatkan
kebenarannya,
d. hindarkan penggunaan pernyataan negatif ganda,
e. usahakan agar kalimat untuk setiap soal tidak terlalu panjang, dan
f. susunlah pernyataan-pernyataan benar-salah secara acak.
2) Tes objektif tipe menjodohkan (matching)
Dalam bentuk soal menjodohkan terdiri atas dua kelompok pernyataan yang paralel dan
berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang berisi soal-soal
yang harus dicari jawabannya. Dalam bentuk sederhana, jumlah soal sama dengan jumlah
jawabannya, namun sebaiknya jumlah jawaban yang disediakan agar dibuat lebih banyak
daripada soalnya, karena hal ini dapat mengurangi kemungkinan siswa menjawab betul dengan
hanya menebak.
Contoh:
Jodohkanlah setaip jawaban yang ada di kelompok B untuk memperoleh definisi atau
pengertian yang tepat dari kelompok A.
Kelompok A
Kelompok B
1. Arus Listrik
a. Alat listrik yang digunakan untuk
2. Kuat Arus Listrik
menghubungkan atau memutuskan
3. Sakelar
arus listrik pada suatu rangkaian
listrik.
b.
Aliran
partikel-partikel
yang
bermuatan positif di dalam suatu
penghantar.
c. Banyaknya muatan listrik yang
mengalir pada suatu rangkaian tiap
sekon (detik).
Bentuk soal menjodohkan mempunyai beberapa keunggulan, yaitu:
a. penilaiannya dapat dilakukan dengan cepat dan objektif,
b. tepat digunakan untuk mengukur kemampuan bagaimana mengidentifikasi antaar dua
hal yang berhubungan, dan
c. dapat mengukur ruang lingkup pokok bahasan atau subpokok bahasan yang lebih luas.
Kelemahan dari bentuk soal menjodohkan, yaitu
a. hanya dapat mengukur hal-hal yang didasarkan atas fakta dan hafalan,
b. sukar untuk menentukan materi atau pokok bahasan yang mengukur hal-hal yang
berhubungan.
Kaidah dan contoh penulisan bentuk soal menjodohkan, yaitu:
a. hendaknya materi yang diajukan berasal dari hal yang sama, sehingga persoalan yang
ditanyakan bersifat homogen,
b. usahakan agar pertanyaan dan jawaban mudah dimengerti,
c. jumlah jawabannya hendaknya lebih banyak dari jumlah soal,
d. gunakan simbol yang berlainan untuk pertanyaan dan jawaban, dan
e. susunlah soal menjodohkan dalam satu halaman yang sama.
24
3) Bentuk soal jawaban singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk
kata, bilangan, kalimat, atau simbol dan jawabannya hanya dapat dinilai benar atau salah.
Dalam bentuk soal jawaban singkat terdapat dua bentuk, yaitu bentuk pertanyaan langsung dan
bentuk pertanyaan tidak lengkap.
Contoh:
- Berapakah kecepatan sebuah mobil jika jarak yang ditempuh mobil tersebut dalam waktu
1,5 jam adalah 80 km?
- Percepatan sebuah mobil jika massa mobil adalah 600 kg dan mobil bergerak dengan
pengaruh gaya sebesar 20 N adalah..........
Selain itu, tes bentuk soal jawaban singkat juga cocok untuk mengukur pengetahuan
yang berhubungan dengan istilah terminologi, fakta, prinsip, metode, prosedur, dan penafsiran
data yang sederhana. Berikut ini merupakan contoh dalam fisika, yaitu:
- Pengetahuan tentang istilah:
Perubahan kedudukan atau posisi suatu benda karena adanya perubahan waktu
disebut .......... (perpindahan).
- Pengetahuan tentang fakta:
Apa yang mempengaruhi suatu benda jika dijatuhkan selalu menuju pusat bumi?
(gaya gravitasi bumi).
- Pengetahuan tentang prinsip:
Jika benda I mengerjakan gaya pada benda II, maka benda II juga mengerjakan
gaya pada benda I, apakah kedua benda tersebut memiliki gaya yang besarnya
sama? (kedua benda memiliki gaya yang besarnya sama, tetapi berlawanan arah).
- Pengetahuan tentang metode atau prosedur:
Alat apakah yang digunakan untuk mengukur massa suatu benda? (neraca Ohaus).
- Pengetahuan tentang data yang sederhana:
Jika sebuah sepeda motor bergerak dengan kecepatan tinggi sebesar 80 km/jam,
kemudian sepeda motor tersebut mengerem dan akhirnya berhenti, keadaan apakah
yang dialami motor tersebut saat itu? (perlambatan).
Bentuk soal jawaban singkat mempunyai beberapa keunggulan, yaitu:
a. menyusun soalnya relatif mudah,
b. kecil kemungkinan siswa memberi jawaban dengan cara menebak,
c. menuntut siswa untuk dapat menjawab dengan dan tepat, dan
d. hasil penilaiannya cukup objektif.
Kelemahan dari bentuk soal jawaban singkat, yaitu:
a. kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi,
b. memerlukan waktu yang agak lama untuk menilainya sekalipun tidak selama bentuk
uraian, dan
c. dapat menyulitkan pemeriksaan apabila jawaban siswa membingungkan pemeriksa.
Selain itu, terdapat pula kaidah dan contoh penulisan bentuk soal jawaban singkat,
yaitu:
a. jangan mengambil atau menggunakan pernyataan yang langsung diambil dari buku,
b. pernyataan hendaknya mengandung hanya satu kemungkinan jawaban yang dapat
diterima.
Contoh:
25
- kurang baik : besarnya kuat arus adalah ........
- baik : besarnya kuat arus pada rangkaian adalah ........
4) Pilihan ganda (multiple choice)
Soal dalam bentul pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang
benar atau paling tepat. Dilihat dari strukturnya, bentuk soal pilihan ganda terdiri atas:
- Stem : pertanyaan atau pernyataan yang berisi permasalahan yang akan dinayatakan
- Option : sejumlah pilihan atau alternatif jawaban
- Kunci : jawaban yang paling benar atau paling tepat
- Distractor : jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban.
Apabila dilihat konstruksinya maka tes pilihan ganda terdiri dari dua hal pokok yaitu
stem atau pokok soal dengan 4 atau 5 alternatif jawaban. Satu di antara alternatif jawaban
tersebut adalah kunci jawaban. Alternatif jawaban selain kunci disebut dengan pengecoh
(distractor). Semakin banyak alternatif jawaban yang ada (misalnya 5) maka probabilitas
menebaknya akan semakin kecil. Ada lima ragam tes pilihan ganda yang sering digunakan yaitu:
melengkapi pilihan (ragam A), hubungan antar hal (ragam B), analisis kasus (ragam C), ganda
kompleks (ragam D), dan membaca diagram, table, atau grafik (ragam E)
(http://pustaka.ut.ac.id/learning.php).
Contoh:
Kelompok besaran berikut yang merupakan besaran pokok adalah …….
a. panjang, kuat arus, dan kecepatan
b. intensitas cahaya, berat, dan waktu
c. jumlah zat, suhu, dan massa
d. percepatan, kuat arus, dan gaya
e. panjang, berat, dan intensitas cahaya
Bentuk soal pilihan ganda mempunyai beberapa keunggulan, yaitu:
a. hasil tes dapat diolah dengan cepat dan mempunyai ketetapan hasil pemeriksaan yang
tinggi,
b. dalam satu kali ujian dapat menanyakan banyak materi yang telah diajarkan dalam
proses pembelajaran. Dengan demikian validitas isi tes dapat dipertanggungjawabkan,
dan
c. jika dikonstruksi dengan baik tes objektif dapat mengukur semua jenjang proses berpikir
dari yang sederhana (ingatan) sampai dengan yang kompleks (evaluasi).
Sedangkan kelemahan dari bentuk soal pilihan ganda, yaitu:
a. tes yang dibuat cenderung mengukur proses berpikir rendah kurang dapat mengukur
aspek pengetahuan yang lebih tinggi, dan
b. jika siswa tidak mengerti akan jawaban dari suatu butir soal mereka dapat menjawab
dengan cara menebak,
c. menuliskan soalnya relatif lebih sulit dan lama
Kelemahan tersebut dapat diminimalkan dengan cara terus berlatih untuk menulis tes
objektif yang baik, sehingga penulis benar-benar terampil dalam menulis terutama untuk
menulis tes objektif yang dapat mengukur proses berpikir yang lebih tinggi dari hanya sekedar
ingatan.
Selain itu, terdapat pula beberapa hal harus diperhatikan dalam menulis tes pilihan
ganda agar diperoleh kualitas tes yang baik yaitu:
26
1. inti permasalahan yang akan ditanyakan harus dirumuskan dengan jelas pada pokok
soal,
2. hindari pengulangan kata yang sama pada pokok soal,
3. hindari penggunaan kalimat yang berlebihan pada pokok soal,
4. alternatif jawaban yang dibuat harus logis, homogen, dan pengecoh menarik untuk
dipilih,
5. dalam merumuskan pokok soal, hindari adanya petunjuk ke arah jawaban yang benar,
6. setiap butir soal hanya mempunyai satu jawaban yang benar,
7. hindari penggunaan ungkapan negatif pada pokok soal,
8. hindari altematif-jawaban yang berbunyi semua jawaban benar atau semua jawaban
salah,
9. jika alternatif jawaban berbentuk angka, urutkan mulai dari yang besar atau yang kecil,
10. hindari penggunaan istilah yang terlalu teknis pada pokok soal, dan
11. upayakan agar jawaban butir soal yang satu tidak tergantung soal yang lain.
5.2.3 Perbedaan dan persamaan tes uraian dan tes objektif
Jika dibandingkan antara tes uraian dan tes objektif terdapat beberapa perbedaan dan
persamaan (Zainul dan Nasoetion, 1993).
Perbandingan antara tes objektif dengan tes uraian
Kriteria
Tes objektif
Tes uraian
Taksonomi yang diukur
Baik untuk mengukur Kurang
baik
untuk
Jumlah sampel
pengetahuan
ingatan, mengukur ingatan, baik
Menyusun pertanyaan
pemahaman,
aplikasi, untuk
mengukur
Pengolahan
dan
analisa.
Kurang pemahaman,
aplikasi
Faktor-faktor
yang tepat untuk mengukur anlisa, paling baik untuk
mengganggu
hasil sintesa dan evaluasi. mengukur sintesa dan
pengolahan.
paling baik
evaluasi.
Dapat mengukur lebih Hanya
dapat
banyak
sampel menanyakan beberapa
pertanyaan
sehingga pertanyan
sehingga
benar-benar
mewakili kurang mewakili materi
materi yang diajarkan.
yang
diajarkan
Menyusun
pertanyaan digunakan
cukup
yang baik sulit dilakukan singkat.
dan memakan waktu Menyususn pertanyaan
yang banyak.
yang baik sulit tetapi
Pengolahan
objektif, lebih
mudah
sederhana,
dan dibandingkan pertanyan
ketepatannya
objektif, waktu yang
(reliabilitas) tinggi.
digunakan
cukup
Hasil
kemampuan singkat.
mahasiswa
dapat Pengolahan
sangat
terganggu
oleh subjektif, sukar dan
kemampuan membaca ketepatannya
dan menerka.
(reliabilitas) rendah.
27
Mendorong mahasiswa
untuk
lebih
banyak
mengingat,
membuat
interpretasi
dan
menganalisa ide orang
lain.
Penyelesaian tes oleh
mahasiswa
dan
pengolahan tes oleh
dosen
memerlukan
waktu singkat.
Hasil
kemampuan
mahasiswa
dapat
terganggu
oleh
kemampuan
menulis
dan
mendongeng
apabila
penguasaan
bahan rendah.
Mendorong mahasiswa
untuk
mengorganisasikan,
menghubungkan
dan
menyatkan ide semdiri
secara tertulis.
Penyelesaian tes oleh
mahasiswa
dan
pengolahan tes oleh
dosen
memerlukan
waktu
yang
cukup
banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Anzwar, Saifuddin. 1987. Tes prestasi. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Sudjana, Nana. 2004. Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nasoetion, Noehi. Suryanto Judu dan Adi. 2000. Hakikat tes, pengukuran dan penilaian.
http://pustaka.ut.ac.id/learning.php. Diakses hari Jumat tanggal 18 April 2008.
Zainul, Asmawi dan Noehi Nasoetion. 1993. Penilaian hasil belajar. Jakarta: PAU-PPAI.
28
Download