S. Hartati R. Suradijono, M.A., Ph.D. Dibawakan dalam Seminar “ Peran Teknologi Komputer dalam Pendidikan pada Sekolah Menengah di Indonesia” Jakarta, 29 Juli 2000 ------------------------------------------------------------------------------------------- Pendahuluan Keberadaan teknologi komputer dalam kehidupan kita sehari-hari sudah tidak dapat ditolak lagi. Hampir di setiap kegiatan sehari-hari kita akan bertemu dengan alat yang secara langsung atau tidak langsung operasinya di jalankan dengan bantuan teknologi komputer ini. Mulai dari lampu jalan, traffic light, mesin ATM, tangga jalan di Mal, peralatan rumah tangga, dan lain-lain. Memang bila kita berbicara mengenai teknologi komputer masih banyak dari kita yang selalu menghubungkan teknologi ini dengan kegiatan kantor, atau, seolah-olah komputer ini hanya berguna untuk membantu kegiatan di perkantoran. Kenyataannya sekarang teknologi ini sudah tidak terbatas keberadaannya hanya di perkantoran, ia sudah masuk ke segala segi bentuk kegiatan kita, termasuk di rumah tangga dang sekolah-sekolah anak kita (TK – Perguruan Tinggi). Paparan ini bermaksud untuk membahas apa dan bagaimana peran teknologi komputer ini dalam pendidikan, khususnya dalam membantu guru menjalankan tugasnya di depan kelas. Pertanyaan-pertanyaan seperti “Bagaimana komputer dapat membantu guru”, “Hal-hal apa perlu diperhatikan dalam memilih program ajar?”dsb. akan dibahas pada bagian selanjutnya. Papan tulis, Over-head projector, atau Komputer? Bagi profesi guru “papan tulis dan kapur” merupakan sesuatu yang seakan-akan melekat pada diri mereka. Tanpa itu seakan-akan guru kehilangan “tongkatnya” dalam melakukan tugas. Ahir-akhir ini memang tugas guru diperingan dengan adanya white board & marker, bahkan muncul pula over-head projector (walau belum banyak sekolah yang menggunaknnya). Mengapa seorang guru merasa terikat dengan “papan tulis dan kapur” dalam ia menjalankan tugasnya tidak lain karena kedua benda tsb. dapat digunakan sebagai media dalam mengkomunikasikan informasi ke/dari siswa. Nah, komputer masuk kedalam kelas juga mempunyai peran yang sama yaitu sebagai salah satu media dalam guru menyampaikan informasi ke/dari siswa. Sebagai suatu media (alat) penyampaian informasi, maka aspek kualitas pemahaman siswa sebagai penerima informasi itu sangat ditentukan oleh kualitas susunan informasi yang dibawa (oleh alat tsb), bukan oleh medianya. Artinya bila struktur kalimat, isi informasi (content), atau disain pembelajaran yang dibuat guru untuk di komunikasikan melalui salah satu media itu “semrawut”, maka walaupun ia dibawakan oleh media yang termahal, atau tercanggih sekalipun (seperti komputer) hasilnya (keluarannya) akan buruk (GIGO=garbage in garbage out). Jadi komputer dapat menjadi “teman” guru bila ia dapat Aplikasi Kognitif Sains 2 Hal 1 memilih jenis perangkat lunak (program belajar), baik isinya (materi) maupun metoda penyampaiannya yang cocok dengan TIU/TIK yang harus dicapai siswa. Selanjutnya, kita juga harus mengetahui karakteristik dari masing-masing media. Misalnya, media papan tulis itu baik untuk mengkomunikasikan informasi yang bagiamana? Televisi, sebagai salah satu bentuk media komunikasi mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dengan papan tulis, karena TV itu dapat menampilkan unsur suara, gambar dan teks. Maka bila kita ingin menggugah aspek perasaan (afektif) dari siswa (bukan hanya aspek kognitifnya) akan tepat bila digunakan media TV. Pertimbangan yang sama juga berlaku dalam memilih media komputer. Tiga fungsi penggunaan komputer dalam pendidikan Bila ditinjau dari bagaimana komputer itu berfungsi dalam membantu kegiatan di pendidikan, maka secara garis besar aplikasi komputer dalam area ini dapat di kelompokkan kedalam tiga kelompok: TOOL. Kelompok dimana fungsi komputer hanya dilihat sebagai alat untuk menghasilkan (memproduksi) sesuatu seperti dokumen/surat, perhitungan keluarmasuk uang, pencatatan nilai siswa, atau gambaran perhitungan statistik dari data. Jadi disini komputer menjalankan suatu program aplikasi, seperti MS-Word, Excell, atau SPSS, lalu pengguna (user) menggunakannya untuk menghasilkan keluarankeluaran yang diinginkan. Jadi disini tidak ada unsur mengajarkan sesuatu. Di sekolah umumnya fungsi komputer sebagai Tool ini di perlukan untuk melakukan kegiatan administrasi pendidikan. TUTOR. Bila seorang guru menggunakan program komputer yang berisikan materi matematika, dengan maksud untuk mengajarkan atau melatih siswa dalam materi teserbut, maka disini komputer menjalankan perannya sebagai tutor. Sang komputer dapat dikatakan bertindak sebagai “guru” bagi siswa dalam mengajarkan materi yang terkandung dalam program tsb. Jadi tentunya bentuk serta isi dari program ini harus di disain khusus, mengikuti aturan disain instruksional, seperti halnya guru membuat rancangan pembelajarannya sedemikian rupa sehingga bila siswa mengikuti urutan pembelajaran yang diberikan, ia akan mencapai peningkatan dalam pengetahuan atau ketrampilan yang direncanakan. Memang disini siswa dianggap sebagai learner yang pasif menerima urut-urutan yang sudah di program pihak progammer. Konsekwensinya bila program ini tidak dirancang dengan baik, baik dari sudut isi maupun struktur pembelajarannya, nilai learning outcomes nya akan rendah. TUTEE. Penggunaan komputer dimana siswa berperan seakan-akan mengajarkan komputer, memiliki dimensi yang berbeda dengan kedua fungsi diatas. Sebagai contoh bila siswa melakukan programming, dengan bahasa pemrograman Basic atau Pascal, Aplikasi Kognitif Sains 2 Hal 2 maka disini komputer berfungsi sebagai alat yang “diajarkan” menampilkan perilakuan tertentu oleh siswa. Dari ketiga fungsi komputer yang tersebut diatas, fungsi terbanyak yang dipakai guru untuk membantu dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar dalam kelas adalah Tutor. Program komputer yang dirancang khusus untuk menjalankan fungsi tutoring ini disebut sebagai courseware. Sedangkan bentuk pengajaran yang berbasis komputer ini dikenal dengan nama Computer Assisted Instruction (CAI). Ada empat bentuk CAI, yang masing-masing mempunyai ciri tersendiri sehingga dalam memilihnya kita harus sesuaikan dengan TIK yang ingin kita capai. Drill & Practice. Bentuk ini hanya menekankan pada aspek latihan (drilling) yang banyak sehingga tercapai tingkat ketrampilan yang tinggi dari siswa setelah ia mengikutinya berkali-kali. Disini sama sekali tidak diberikan teori atau ulasan mengenai ketarmpilan itu. Asumsi disini siswa sudah mengetahui teorinya dan mengetahui bagaimana melakukan ketrampilan tsb, siswa hanya butuh wadah untuk melatih ketrampilan tertentu dalam tingkat kecepatan yang tinggi. Contoh CAI bentuk ini adalah “Typing Tutor” Tutorial. Disini biasanya siswa akan dihadapkan dengan urutan pembelajaran sebagaimana seorang guru melakukan di depan kelas, yaitu mulai dengan mengutarakan TIK, lalu penjelasan secara teoritis mengenai konsep tertentu, dilanjutkan dengan latihan (bila Matematik) atau pertanyaan-pertanyaan kecil sebelum lanjut ke penjelasan berikutnya, serta di akhiri dengan tes yang akan menentukan apakah siswa akan di teruskan untuk menerima konsep yang lebih tinggi. Demikian seterusnya. Umumnya juga disediakan unit remedial bagi siswa yang di katagorikan sebagai “gagal” oleh program ini. Simulation. Untuk konsep-konsep yang sulit untuk dibayangkan, dilihat atau dicobakan secara langsung oleh siswa, maka seringkali dibuat dalam bentuk simulasi. Contohnya CAI simulasi untuk menunjukkan proses terjadinya hujan, atau peredaran bumi dsb. Disini dianut prinsip discovery learning. Artinya siswa harus mampu menyimpulkan sendiri apa yang ia cobakan. Tidak ada teori, penjelasan ataupun soal latihan. Bagi siswa yang pandai umumnya mereka ia cepat menangkap inti dari percobaan yang ia lakukan, sebaliknya bagi yang memiliki daya tangkap kurang, akan malah menjadi frustrasi. Games/Edutainment. Intinya ia mengajarkan suatu ketrampilan atau pengetahuan akan tetapi dikemas dengan “permainan”. Artinya bila dilihat jelas ada TIK yg ingin dicapai, serta Aplikasi Kognitif Sains 2 Hal 3 memilki urutan penyajian materi dari konsep yang mudah ke sukar, akan tetapi di buat dalam alam “permainan”. Contoh “Eye of Kalimantan”. Mindtools. Disini lingkungan pembelajaran yang disajikan pada siswa bukan berpatokan pada membuat siswa menurut saja pada struktur materi yang sudah dirancang alurnya oleh programmer, akan tetapi justru hanya memberikan sejumlah fasilitas atau alat (tools) untuk digunakan siswa dalam ia mengambil dan merancang alur belajarnya sendiri. Kontrol penuh ada di tangan siswa (learner control) dalam ia menentukan baik tujuan yg ingin dicapai, materi yg dipelajari, maupuntingkat kedalaman pemahaman yg ingin diraih. Mindtools, seperti terbaca dari namanya menyediakan sejumlah fasilitas atau fungsi yang dapat dipakai untuk digunakan siswa dalam memfungsikan cara berpikirnya sehingga dapat optimal. Misal program “Melati” . Beda Mindtools (Mt) dengan DP, T, S, dan E. a. Berangkat dari asumsi dasar bahwa siswa itu mempunyai perbedaan dalam daya tangkap, lingkup pengetahuan yang sudah dimiliki (prior knowledge), ketrampilan belajar, minat, maupun motivasi untuk belejar. b. Belajar itu adalah suatu kegiatan yang menuntut siswa aktif membangun pengetahuannya sendiri, bukan hanya pasif menyerap pengetahuan yang diberikan orang lain padanya. “learning is a process of knowledge construction not of knowledge recording or absorption” “learning is knowledge-dependent; people use current knowledge to construct new knowledge.” “learning is highly tuned to the situation in which it takes place.” (Resnick, 1989) Jadi, belajar adalah suatu kegiatan yang disengaja (intentional), bukan by-accident. c. Belajar yang dalam (deep learning) menuntut siswa menggunakan teknik/ strategi berpikir yang sistematis dan terencana, tajam daya analisanya, kritis, kreatif, dan memiliki ketrampilan memecahkan masalah (problem solving) yang baik. d. Ketrampilan berfikir (ketrampilan belajar) yg tersebut dalam butir-c adalah ketrampilan yang harus dengan sengaja dipelajari, bukan bersifat bawaan lahir (seperti halnya inteligensi). Ketrampilan belajar inilah yang menjadikannya selfregulated (directed) learner. Perangkat ajar berbasis komputer (courseware) yang berbentuk DP, T, dan E kita tahu berisikan materi yang tujuan, alur, dan metodenya ditentukan terlebih dahulu oleh tim pengembang. Adanya perbedaan individual antar siswa seperti yang disebutkan dalam butir-c tentunya akan sukar untuk di akomodasikan mereka (tim pengembang). Dengan Aplikasi Kognitif Sains 2 Hal 4 perkataan lain kualitas courseware DP, T, dan E ini sangat ditentukan oleh kualitas pengembangnya, a.l. programmer dan ahli bidang studi. Untuk hal-hal tertentu dimana tujuan guru adalah memang sama dengan karakteristik serta disain instruksional courseware tsb. bentuk-bentuk ini dapat digunakan, akan tetapi bila kita juga ingin melatih ketajaman berpikir dan ketrampilan belajar siswa, penggunaan DP, T, dan E kurang tepat. Kontrol penuh yang diberikan kepada siswa (learner control) dalam mengendalikan belajarnya, seperti dalam mindtools, akan lebih memotivasi siswa untuk belajar karena ia dapat sesuaikan dengan kebutuhanya. Guru disini berperan sebagai fasilitator, model, dan pelatih (coach), bukan instructor. Kesimpulan Mengingat usia siswa sekolah menengah yang berada diatas 11 tahun, maka dapat dikatakan mereka semua sudah sampai pada kemampuan tingkat berpikir formal (Piaget). Artinya mereka sudah mampu berpikir abstrak dan melakukan hypothetical reasoning, hanya mereka perlu diberikan kesempatan untuk melatih/mengasahnya. Oleh kerena itu lingkungan belajar yang dibangun guru hendaknya tidak berisifat satu arah yang sumbernya guru (teacher oriented) akan tetapi lebih learner/student oriented, dimana faktor ketrampilan belajar (termasuk ketrampilan berpikir) ikut dilatihkan. Rancangan pembelajaran yang disusun guru hendaknya merupakan suatu gabungan antara kebutuhan guru --- tercapainya apa yang digariskan dalam kurikulum --- dengan kebutuhan siswa --memiliki dan mampu melakukan berfikir yang baik sendiri. Untuk siswa sekolah menengah tampaknya akan lebih cocok bila courseware itu lebih banyak berbentuk simulasi dan mindtools. Aplikasi Kognitif Sains 2 Hal 5