Uji Coba Terkontrol Secara Acak Mengevaluasi efek amlodipine terhadap endapan besi miokard pada pasien anak dengan talasemia mayor Latar Belakang: Angka mortalitas meningkat karena pengendapan zat besi di otot jantung pada pasien thalassemia mayor (TM). Kardiomiopati akibat kelebihan zat besi dapat diobati dengan kombinasi terapi dari kelator besi dan calcium channel blocker tipe-L. Kami merancang studi terkontrol secara acak untuk menilai potensi amlodipine, bersama kelasi, dalam mengurangi konsentrasi besi miokard pada pasien TM dibandingkan dengan plasebo. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan perubahan konsentrasi besi miokardial (MIC) yang ditentukan oleh pencitraan resonansi magnetik setelah 6 bulan pengobatan dengan amlodipine, serta mengukur perubahan hasil sekunder (konsentrasi zat besi hati (LIC), kadar feritin serum (SF), dan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF)) dari subyek penelitian. Metode: Sebuah uji coba tunggal, acak, terkontrol plasebo dilakukan di 40 pasien β-Thalassaemia mayor berusia antara 6 dan 20 tahun, yang menerima terapi oral amlodipine 2.5–5 mg / hari atau plasebo, bersama rejimen kelasi Deferasirox dengan rasio alokasi 1: 1. Hasil: Setelah 6 bulan, penurunan yang signifikan tercatat pada MIC pasien yang menerima amlodipine (n = 20), dibandingkan dengan pasien yang menerima plasebo (n = 20). Pada baseline, rerata adalah 0,76 ± 0,11 mg / g berat kering, sedangkan pada 6 bulan, rerata 0,51 ± 0,07 mg / g berat kering (p <0,001). Terdapat juga perubahan signifikan pada T2 * miokard setelah 6 bulan; amlodipine meningkatkan T2 * miokard dari 40,63 ± 5,45 ms pada awalnya, menjadi 43,25 ± 5,35 ms (p <0,001). Namun, amlodipine tidak secara signifikan mempengaruhi hasil sekunder pada akhir penelitian. Kesimpulan: Penambahan amlodipine pada terapi khelasi standar pada pasien thalassemia mayor dengan ketergantungan transfusi memperbaiki kelebihan zat besi miokard tanpa meningkatnya efek samping. Kata kunci: talasemia mayor, amlodipine, magnetic resonance imaging, konsentrasi besi miokard Pendahuluan Sindrom Thalassemia adalah kelompok heterogen dari kelainan hemoglobin yang ditunjukkan oleh tidak ada atau menurunnya produksi rantai globin yang normal. Anemia hemolitik kronis disebabkan dari adanya defek sintesis hemoglobin, yang menyebabkan berkurangnya sintesis rantai β-globin. Anemia hemolitik ditandai dengan keparahan, perkembangan selama tahun pertama kehidupan dan kebutuhan transfusi terapi seumur hidup. Gangguan hemoglobin ini menyebabkan β-Thalassemia, salah satu kelainan darah bawaan yang umum pada kelahiran thalassemia dengan. Dua bentuk klinis β-thalassemia dapat dibedakan, tergantung pada tingkat keparahan klinisnya: thalassemia mayor dan thalassemia intermedia. βThalassemia mayor adalah fenotipe tipikal, yang timbul dari defek homozigot atau senyawa heterozigot. Pasien thalasemia yang bergantung pada transfusi menerima lebih banyak zat besi dari biasanya. Penumpukan besi ini menyebabkan kerusakan berbagai organ tubuh, terutama jantung, yang sangat sensitif terhadap toksisitas besi, dan juga organ hati dan endokrin. Gagal jantung akibat siderosis miokard adalah akibat dari pengangkatan kelebihan zat besi oleh jaringan jantung yang lambat. Ini adalah penyebab utama kematian dalam penderita thalassemia mayor yang dependen akan transfusi. Oleh karena itu, pengukuran besi miokard menjadi langkah penting dalam menentukan risiko komplikasi jantung dan untuk menyesuaikan pengobatan kelasi besi yang tepat untuk transfusi pasien thalasemia mayor. Pencitraan resonansi magnetik (MRI) T2 * Jantung yang menggunakan medan magnet yang kuat, berhasil menilai endapan zat besi di otot jantung. Nilai yang diturunkan dari "T2 * MRI" berbanding terbalik terhadap kadar zat besi jaringan. Kasus gagal jantung terbanyak pada penderita thalassemia yang tercatat sampai saat ini telah terjadi di pasien dengan nilai T2 * yang sangat rendah. Khususnya, nilai T2 *miokard kurang dari 20 milidetik (ms) menunjukkan kelebihan zat besi jantung, sedangkan pada kelebihan zat besi jantung yang parah, nilai T2 * kurang dari 10 ms. Selanjutnya, akurasi dan reproduktifitas pengukuran MRI T2 * penting untuk manajemen pasien dengan kardiomiopati akibat kelebihan zat besi. Meskipun tersedia terapi kelasi besi, toksisitas jantung yang di mediasi oleh besi tetap menjadi penyebab utama kematian pada pasien talasemia mayor. Meskipun kelasi secara intens dapat membantu banyak pasien, penipisan beban besi jantung sering memakan waktu bertahuntahun dan angka kematian tinggi dengan keaptuhan yang tidak komplit. Kelebihan zat besi miokard terjadi saat saturasi transferrin jenuh dan besi dibebaskan alihalih diatur oleh mekanisme uptake yang dimediasi transferin di bawah homeostasis besi normal.18 Studi sebelumnya pada tikus mendemonstrasikan bahwa penghambat saluran kalsium dapat menjadi sarana untuk menghilangkan zat besi dari otot jantung. Amlodipine (AML) adalah penghambat saluran kalsium dihidropiridin yang secara kompetitif menghambat saluran kalsium untuk mencegah masuknya kalsium ke dalam sel. Properti antioksidannya telah dibuktikan dalam berbagai penelitian. Untungnya, ini tersedia dengan harga yang terjangkau yang memungkinkan kepatuhan maksimum, yang membuat obat tersebut sangat cocok untuk studi ini. Ini adalah obat yang diberikan secara oral dengan profil keamanan yang telah diketahui baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Sifat farmakokinetik amlodipine berbeda dari CCB nondihidropiridin lainnya, karena amlodipine memiliki waktu paruh yang lama (35-50 jam) dibandingkan dengan verapamil (3–7 jam) atau nitrendipine (2–5 jam). Waktu paruh yang panjang dari Amlodipine mengurangi waktu antara interval dosis dan meminimalkan perbedaan besar di puncak ke palung konsentrasi plasma untuk waktu yang lebih lama. Sejumlah penelitian pada manusia menunjukkan suatu penurunan MIC yang signifikan setelah menggunakan amlodipine. Oleh karena itu, kami melakukan studi plasebo terkontrol secara acak untuk mendemonstrasikan efikasi amlodipine, sebagai tambahan untuk terapi kelasi, dalam mengurangi konsentrasi zat besi miokard. METODE Studi ini dirancang sebagai uji coba single center, prospektif, acak, terkontrol plasebo dengan alokasi rasio 1: 1. Penelitian dilakukan di Beni-Suef Rumah Sakit Universitas, Mesir. Talasemia lazim di kota ini, karena melayani desa-desa tetangga tempat terjadinya penyakit juga umum. Persetujuan komite etis (Ethical committee code: FWA00015574) dan persetujuan diinformasikan secara tertulis dari orang tua atau pengasuh telah diperoleh sebelum awal studi. Nomor registrasi uji klinis adalah PACTR201902478249291. Uji coba dilakukan sesuai dengan Deklarasi Helsinki. Pasien yang memenuhi syarat untuk pendaftaran pada awal adalah laki-laki atau wanita berusia antara 6 dan 20 tahun dengan β-Thalassaemia mayor. Calon peserta telah didiagnosis dengan thalassemia mayor (TM), karena adanya anemia mikrositik hipokromik dan elektroforesis hemoglobin. Selain itu, pasien yang sudah menerima transfusi darah secara teratur selama dua tahun terakhir, dengan kadar serum feritin (SF) lebih dari 1000 ng / ml juga dipertimbangkan. Peserta diekslusi jika mereka berusia lebih dari 20 tahun, SF-nya kurang dari 1000 ng / ml, mengalami gagal jantung (fraksi ejeksi (EF) lebih sedikit dari 30%), mereka yang dikontraindikasikan untuk menjalani MRI scan, atau mereka yang akan mengubah rejimen terapi kelasi mereka selama 6 bulan berikutnya. Pasien diundang untuk berpartisipasi selama kunjungan ke klinik hematologi rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Beni-Seuf (BUH). Setelah mereka memenuhi kriteria inklusi dan menandatangani formulir persetujuan, sampel darah dikumpulkan untuk analisis hematologi dan kimia, dan pemindaian MRI dilakukan. Setelah melakukan scan MRI dan tes laboratorium lainnya, pasien dialokasikan ke kelator besi (Deferasirox) ditambah kelompok amlodipine (Norvasc; Pfizer 2,5 mg / hari untuk pasien dengan berat badan kurang dari 30 kg dan 5 mg /hari untuk pasien dengan berat lebih dari 30 kg) atau kelompok plasebo kelator besi Deferasirox (Exjade; Novartis 20–40 mg / kg / hari) selama 6 bulan. Apoteker klinis membuat daftar komputer untuk mengalokasikan pasien secara acak ke salah satu kelompok obat atau plasebo. Obat-obatan studi dibagikan pada setiap kunjungan bulanan dan pasien diinformasikan pada kelompok mana mereka ditempatkan. Pencitraan resonansi magnetik (MRI) Walaupun seluruh 40 pasien TM dirawat di Rumah Sakit Universitas Beni-Suef, pemindaian MRI dilakukan di Rumah Sakit Al Kasr El-Aini, Mesir, dimana sebuah kumparan array bertahap jantung dengan empat elemen digunakan. Pemindaian disinkronkan ke siklus kardiak menggunakan gerbang EKG standar, sesuai protokol khusus untuk pengukuran T2 * jantung, T2 * hati, MIC, dan LIC. Peserta diminta mengambil nafas dan menahannya sementara satu irisan mid-ventrikel ditempatkan secara tepat pada titik tengah antara pangkal sumbu pendek dan kepala ventrikel kiri (TE = 2.6-18.8ms, dengan pertambahan 2.02ms). Untuk analisis T2 * dan MIC, ketebalan penuh region of interest (ROI) dipilih di septum. Intensitas sinyal wilayah ini diukur untuk masing-masing gambar dan data diplotkan terhadap TE untuk membentuk kurva eksponensial decay. Titik potong dalam instrumen MRI ini adalah sebagai berikut: Jantung: normal> 20 md, ringan: 14-20 md, sedang: 10–14 ms, parah <10 ms; Hati: normal> 6,3 ms, ringan: 2,8– 6,3 ms, sedang: 1,4-2,7 ms, berat <1,4 ms. Analisis dilakukan pada PC menggunakan Perangkat lunak Thalassemia-Tools. Pengukuran dari T2 * jantung dan MIC dilakukan sesuai protocol yang dikembangkan oleh Carpenter et al, sedangkan pengukuran T2 * hati dan LIC mengikuti protocol MW Garbowski. Feritin serum Serum dipisahkan, diberi label, dan disimpan beku pada suhu -20 ° C dan diukur dengan enzim mikro-partikel immunoassay (Sistem Abbott AXSYM). Penilaian efikasi Titik akhir uji coba utama adalah perubahan pada MIC dan T2 * jantung setelah 6 bulan baik dalam kelompok plasebo atau pengobatan. Data efikasi dianalisis sebagai perubahan dari baseline inti sampai bulan ke-6. Namun, kami menganggap obat tersebut efektif jika ada perubahan MIC, bukan T2 *, setelah publikasi dari sebuah studi yang dilakukan oleh Carpenter et al yang menunjukkan sebuah korelasi nonlinier antara T2 * dan MIC. Penggunaan MIC dan LIC memungkinkan pengukuran yang tepat dari konsentrasi zat besi di jaringan. Titik akhir uji coba sekunder mencatat potensi perubahan dalam LIC, T2 * hati, SF, dan LVEF setelah 6 bulan pengobatan di masing-masing kelompok. Penilaian keamanan Partisipan dan orang tua mereka diberitahu tentang efek samping yang mungkin dari amlodipine, seperti edema, pusing dan pergelangan kaki bengkak. Peserta di kedua kelompok itu dipantau efek samping nya dengan hitung darah lengkap (CBC) dan pemeriksaan fisik selama kunjungan rutin mereka ke klinik hematologi. Perubahan kecil pada rejimen terapi kelasi diizinkan selama penelitian, khususnya untuk partisipan dengan konsentrasi zat besi berlebih. Partisipan juga di edukasi tentang pentingnya kepatuhan terhadap pengobatan. Analisis statistik Menggunakan perangkat lunak G * Power versi 3.1.9.2 (Deteksi post hoc kekuatan), kami melakukan Uji t Wilcoxon-Mann-Whitney dua sampel satu sisi menggunakan variabel mayor. Kami menghitung ukuran sampel sebesar 20 di setiap kelompok (Amlodipine dan plasebo) mencapai hampir 100%, tergantung pada ukuran efek, dengan tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05, normalitas data dan analisis 2-arah. Semua data dinyatakan sebagai mean ± SD, dengan perbedaan di antara kelompok dari awal hingga 6 bulan dibandingkan pada semua parameter kontinu. Uji-t independen dilakukan untuk variabel parametrik dan Uji Mann Whitney untuk variabel nonparametrik (khususnya MIC, serum ferritin, LIC, T2 * hati, T2 * jantung). Masing-masing perubahan dalam MIC, LIC dan serum ferritin dalam setiap kelompok tidak terdistribusi normal, jadi kami membandingkan mereka menggunakan tes rank Wilcoxon dan uji t-test sampel berpasangan untuk parameter terdistribusi normal. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) (versi 22), perangkat lunak IBM, AS. Perbedaan dipertimbangkan signifikan secara statistik pada p <0,05. Hasil Penelitian Demografi dasar dan karakteristik klinis Karakteristik demografi dasar tidak menunjukkan perbedaan signifikan antara kelompok amlodipine dan plasebo, dengan pengecualian usia saat onset, T2 * hati dan konsentrasi zat besi hati (LIC), dengan lebih banyak endapan zat besi ditemukan di hati pasien kelompok placebo (Tabel 1). Kelebihan zat besi jantung ditentukan oleh T2 * ≤35 ms (MIC≤0.59 mg / g), diamati pada 50% dari kedua kelompok amlodipine dan plasebo pada awal. Aliran pasien ditunjukkan pada Gambar 1. MIC awal tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistic pada pasien kelompok plasebo atau amlodipine, dengan rata-rata ± SD 0,74 ± 0,11 mg / g vs 0,76 ± 0,11 mg /g, masing-masing (P = 0,87). Karakteristik klinis pasien penelitian ditunjukkan pada Tabel 1. Konsentrasi besi miokard Penambahan amlodipine ke terapi kelator standar menunjukkan penurunan MIC yang signifikan, dari 0,76 ± 0,11 mg / g pada awal hingga 0,51 ± 0,07 mg / g setelah 6 bulan (p <0,001) Gambar 2. Perubahan yang signifikan pada T2 *miokard juga dicatat setelah 6 bulan; pemberian amlodipine meningkatkan T2 * miokard dari 40,63 ± 5,45 ms pada baseline menjadi 43,25 ± 5,35 ms (p <0,001) (Tabel 2). MIC meningkat secara signifikan pada pasien yang menerima plasebo setelah 6 bulan percobaan, dari 0,74 ± 0,11 mg / g menjadi 0,8 ± 0,11 mg / g (p <0,001). Selain itu, T2 * miokard menurun secara signifikan, dari 53,23 ± 6,61 ms pada awal menjadi 52,99 ± 6,6 ms setelah 6 bulan (p = 0,009) (Gambar 3). Perbedaan antara kelompok secara signifikan mendukung kelompok pengobatan amlodipine (Tabel 3). Feritin serum Kadar feritin serum tidak berubah secara signifikan pada kedua kelompok pada akhir penelitian, terukur 1929 ± 421,06 ng / ml untuk kelompok amlodipine dan 2759 ± 340,73 ng / ml untuk kelompok plasebo (p = 0,925). Konsentrasi zat besi hati Perubahan absolut di LIC juga tidak signifikan pada kelompok plasebo atau amlodipine. Namun, perbedaan signifikan ditemukan di T2 * hati relatif setelah 6 bulan, karena T2 * hati menurun pada kelompok placebo dari rata-rata 20,19 ± 2,21 ms menjadi 20,00 ± 2,23 ms (p = 0,004) (Tabel 4), sementara tidak ada perubahan signifikan di LIC relatif yang terlihat setelah 6 bulan. Fraksi ejeksi ventrikel kiri Rata-rata ± SD fraksi ejeksi ventrikel kiri tetap stabil dan dalam kisaran normal setelah 6 bulan pengobatan untuk kedua kelompok. Baseline kelompok amlodipine sebanyak 62,28 ± 0,79%, sedangkan pada bulan ke-6 adalah 62,40 ± 0,76%, perubahan absolut −0,125 ± 0,64 (p = 0,398). Untuk kelompok plasebo, baseline adalah 63,40 ± 0,55%, sedangkan pada bulan ke 6 sebesar 63,10 ± 0,57%, dengan perubahan absolut 0,3 ± 1,12 (p = 0,249). Efek samping Perbedaan yang signifikan tercatat antara amlodipine dan kelompok plasebo mengenai efek samping. Lebih banyak pasien di kelompok plasebo mengalami gangguan gastro-intestinal (G.I ) sebanyak total 14 pasien (70%) dibandingkan dengan enam pasien (30%) di kelompok amlodipine. Empat (20%) dari kelompok amlodipine mengeluh pusing dan 3 (15%) mengalami bengkak pergelangan kaki. Tidak ada kasus palpitasi atau hipotensi dilaporkan dalam kelompok perlakuan (Gambar 4). Perubahan kecil dalam terapi kelasi diizinkan selama penelitian, terutama untuk pasien dengan kelebihan beban zat besi berat atau mereka yang mengalami efek samping dari pengobatan. Perubahan ini terdiri dari sedikit penyesuaian di dosis deferasirox. Tidak ada pasien yang beralih ke chelator lain selama 6 bulan penelitian. Diskusi Kardiomiopati akibat kelebihan zat besi masih menjadi penyebab umum morbiditas dan mortalitas pada Pasien TM yang dependen akan transfusi. Meskipun dilakukan pengobatan dengan kelator besi yang paling sering digunakan dan transfusi darah teratur, suatu proporsi yang signifikan dari pasien β-TM memiliki penumpukan besi di jantung. Terlebih lagi, kelebihan zat besi kronis menyebabkan beberapa penyakit, termasuk sirosis, diabetes, penyakit neurodegeneratif, dan gangguan endokrin. Oleh karena itu, langkah logis untuk menuju penurunan mortalitas jantung adalah mengoptimalkan pengobatan siderosis miokard. Dalam penelitian ini, kami menemukan penambahan Amlodipine pada terapi khelasi standar mengurangi konsentrasi besi miokard pada pasien talasemia mayor ketergantungan transfusi. Kombinasi ini lebih efektif daripada chelator besi saja. Setelah 6 bulan pengobatan, konsentrasi besi miokard menurun secara signifikan (p-value <0,001). Ini dapat dijelaskan oleh mekanisme serapan besi di jaringan jantung, yang dimediasi oleh saluran kalsium tipe-L Peningkatan relatif MIC pada pasien dengan amlodipine konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Fernandes et al (2016), yang juga menunjukkan pengurangan signifikan MIC dan peningkatan T2 * jantung setelah pengobatan dengan amlodipine pada 57 pasien berusia lebih tua dari 6 tahun. Selain itu, hasil penelitian kami menunjukkan peningkatan yang signifikan di T2 * miokard setelah pengobatan dengan amlodipine, dari 40,63 ± 5,45 ms pada awal menjadi 43,25 ± 5,35 ms. Penemuan ini sesuai dengan studi terbaru oleh Eghbali et al, yang menunjukkan bahwa T2 * miokard mengalami perubahan secara signifikan setelah 1 tahun pengobatan, dari 21,9 ms menjadi 24,5 ms. Studi lain yang dilakukan oleh Fernandes et al (2014) menemukan adanya peningkatan 30% di T2 * miokard setelah 1 tahun pengobatan dengan amlodipine. Namun, tidak ada perubahan yang terlihat di LIC dan T2 hati * setelah 6 bulan pengobatan dengan amlodipine. Kami menyimpulkan ini karena endapan besi di jaringan hati tidak bergantung pada serapan aktif oleh saluran kalsium dengan gate tegangan: oleh karena itu, memblokir atau membuka saluran kalsium tidak akan mempengaruhi penyerapan zat besi ke dalam jaringan hati. Ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Fernandes et al (2016) dan Eghbali et al (2017). Meskipun tidak ada perubahan signifikan yang ditemukan pada kadar serum feritin pada akhir penelitian, median SF tetap di bawah 2500 ng / ml, yang dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Jadi, kadar feritin serum bukan merupakan indikator yang baik dari endapan besi miokard. Ini didukung oleh banyak penelitian sebelumnya yang telah menunjukkan korelasi lemah antara kadar feritin plasma dan T2 * jantung MRI. Hanya 12,5% dari pasien kami yang menjalani splenektomi. Angka yang rendah ini mungkin disebabkan oleh diagnosis dini penyakit tersebut dan ketersediaan produk darah di Mesir. Dalam penelitian ini, amlodipine tidak memiliki efek samping yang serius (Gambar 4), yang konsisten dengan profil keamanan amlodipine yang telah diketahui dalam penelitian sebelumnya. Sejumlah uji klinis di negara kami telah mendemonstrasikan efikasi amlodipine dalam mengurangi konsentrasi besi miokard. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan tentang efikasi amlodipine terhadap endapan besi miokard pada pasien anak dengan talasemia mayor di Mesir. Tabel 1. Demografis dasar dan kriteria klinis Catatan: Angka Italic adalah X2. Nilai yang di garis bawah mengacu ke Uji t. Angka lain adalah nilai z Gambar 1. Diagram mengenai detail subjek penelitian Gambar 2. Perubahan rerata MIC Catatan: *Berbeda secara signifikan dari placebo (perbedaan signifikan antara Amlodipin dan placebo) #Berbeda secara signifikan dari sebelum atau baseline (perbedaan signifikan dari sebelum dan sesudah) Tabel 2. Perbandingan placebo dan amlodipine pada sebelum (Karakteristik base line) dan setelah pengobatan Catatan: Nilai yang digaris bawah mengacu pada uji t. Angka lain adalah nilai z. Singkatan: MIC: myocardial iron concentrations, LIC: liver iron concentrations, MRI: magnetic resonance imagin, ms: milliseconds, SF: serum ferritin; LVEF: left ventricle ejection fraction Gambar 3. Perubahan rerata pada T2* miokard Catatan: *Berbeda secara signifikan dari placebo (perbedaan signifikan antara Amlodipin dan placebo) #Berbeda secara signifikan dari sebelum atau baseline (perbedaan signifikan dari sebelum dan sesudah. Tabel 3. Hasil setelah 6 bulan (kelompok amlodipine) Catatan: Nilai yang digaris bawah mengacu pada uji t. Angka lain adalah nilai z. Tabel 4. Hasil setelah 6 bulan (kelompok placebo) Singkatan: MIC: myocardial iron concentrations, LIC: liver iron concentrations, MRI: magnetic resonance imagin, ms: milliseconds, SF: serum ferritin; LVEF: left ventricle ejection fraction Gambar 4. Efek samping pengobatan; gangguan GI yang paling sering di kedua kelompok Catatan: *Berbeda secara signifikan dari placebo (perbedaan signifikan antara Amlodipin dan placebo) Keterbatasan studi Meskipun temuan kami menunjukkan bahwa pemberian amlodipine pada terapi chelator standar menghasilkan penurunan konsentrasi besi miokard yang signifikan, penelitian kami mencakup periode observasi singkat dan ukuran sampel yang kecil. Efek pengobatan jangka panjang dengan amlodipine dan penggunaan kelator besi yang berbeda harus dinilai oleh penelitian lain dengan ukuran sampel yang lebih besar. Karena pemindahan akumulasi zat besi dari jaringan jantung adalah proses yang lambat, kami menyarankan agar studi terkontrol jangka panjang dilakukan untuk memperkuat bukti yang menunjukkan manfaat klinis amlodipine bersama dengan rejimen kelasi besi. Kami tidak menemukan perubahan klinis yang signifikan pada LVEF setelah enam bulan pengobatan dengan amlodipine. Hasil ini mungkin juga membutuhkan studi jangka panjang atau perekrutan pasien dengan fraksi ejeksi yang berkurang dari awal studi. Kesimpulan Sebagai kesimpulan, menambahkan amlodipine ke terapi khelasi standar pada pasien thalassemia mayor dengan ketergantungan transfusi secara klinis bermanfaat, karena amlodipine memberikan penurunan signifikan pada konsentrasi besi miokard.