I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tulang merupakan salah satu bentuk limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan ikan, yang mengandung mineral (terutama kalsium). Dari sudut pandang pangan dan gizi, tulang ikan kaya akan kalsium, fosfor dan karbonat yang sangat dibutuhkan manusia dalam pertumbuhan tulang dan gigi (Nabil, 2005). Kurang lebih 32% masyarakat (terutama anak-anak dan lansia) mengalami defisiensi kalsium dan protein (Anonim, 2013). Kekurangan kalsium dalam tulang manusia dapat menimbulkan kerapuhan dan kekeroposan tulang (osteoporosis). Banyak industri pengolahan hasil perikanan seperti industri fillet, loin, steak dan pengalengan yang dalam proses produksi menghasilkan limbah berupa tulang. Salah satu produk komersial penting yang diolah dari tulang ikan adalah tepung tulang yang dapat diaplikasikan dalam produk, pada biskuit, mie, nugget, dll. Orang Asia, khususnya Indonesia pada kenyataannya lebih mudah terserang osteoporosis karena struktur tulangnya lebih kecil dari tulang bangsa Eropa dan Amerika. Pada tahun 2050, diperkirakan sekitar 51% penduduk dunia terserang osteoporosis, sebagian besar mereka adalah orang Asia (Anonim, 2002). Konsumsi kalsium penduduk Indonesia masih rendah, rata-rata hanya 254 mg/hari, seperempat dari standar kebutuhan kalsium internasional yakni 1200 mg/hari (Anonim, 2007). Untuk mencegah kekurangan kalsium tulang dan gigi perlu konsumsi bahan pangan yang kaya kalsium dalam jumlah cukup. Salah satu sumber kalsium yang dapat difortifikasi dalam bahan pangan adalah tepung tulang ikan. Lele, tuna, dan lemadang merupakan jenis ikan yang banyak digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan hasil perikanan dalam bentuk segar ataupun olahan. Dari tahun ke tahun produksi perikanan untuk ketiga jenis komoditas tersebut mengalami peningkatan, lele dari 543 ton meningkat menjadi 613 ton, tuna dari 305 ton meningkat menjadi 310 ton, dan lemadang dari 284 ton meningkat menjadi 296 ton (KKP, 2015). Peningkatan produksi perikanan diimbangi dengan peningkatan pengolahan hasil perikanan sehingga jumlah limbah yang dihasilkan juga meningkat. Salah satu jenis limbahnya berupa tulang ikan, persentase limbah tulang ikan sebesar7,512,5% (Anugrah, 2010). 1 Habitat lele yaitu hidup di air tawar, sedangkan tuna dan lemadang hidup di air laut. Meskipun keduanya hidup di air laut namun distribusi persebarannyaberbeda. Tuna hidup pada kedalaman085 mdpl, sedangkan ikan lemadang pada 1-250 mdpl(Palko et al., 1982). Distribusi persebaran dapatmenyebabkan perbedaan sumber makanannya, sebagai contoh sumber makanan ikan tuna berupa fitoplankton sedangkan ikan lemadang berupa bentos yang kaya mineral. Tepung tulang ikan dapat diolah dengan berbagai metode. Tepung tulang ikan lele yang diolah dengan metode perebusan mengandung kalsium 6,22% dan kadar fosfor 4,14% (Ferazuma et al., 2011). Khotimastuti(2010) tepung tulang ikan lemadang yang diolah dengan metode autoclave memiliki kadar kalsium 28,56 % danfosfor 8,90%. Selain itu proses pemisahan kalsium tulang ikan dapat dilakukan dengan cara hidrolisis untuk menghilangkan protein dan lemak dari suatu bahan, salah satunya menggunakan NaOH.NaOH bersifat basa kuat dan berdasarkan tingkat elektrolit positifnya maka basa kuat memiliki kemampuan bereaksi lebih tinggi, sehingga basa kuat mampu menguraikan protein dan lemak dengan cepat (Talib et al., 2014). Kandungan mineral utama dari tepung tulang ikan tuna madidihang (Thunnus albacares) yang diolah dengan metode kombinasi waktu perebusan dan autoclave serta hidrolisis NaOH diperoleh kalsium 23,7239,24% dan fosfor 11,3414,25% (Trilaksani et al., 2006). Berdasarkan hasil penelitian Luu and Nguyen (2009) pada pengolahan tepung tulang menggunakan hidrolisis NaOH 3%, tepung lele memiliki kadar kalsium 21% dan fosfor 10,5%, tepung tulang kakap memiliki kadar kalsium 24,4% dan fosfor 12,8%, tepung tulang salmon memiliki kadar kalsium 22,3% dan fosfor 11%. Hasil penelitian Luu and Nguyen (2009) menunjukkan bahwa jenis ikan yang berbeda menghasilkan kadar kalsium dan fosfor yang berbeda pula. Perbedaan kandungan kalsium disebabkan oleh perbedaan sumber makanannya yang menyebabkan komposisi kimianya berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sifat fisikokimia dan sensori tepung tulang ikan lele, tuna dan lemadang serta membandingkan antara tepung tulang yang dihasilkan antara metode hidrolisis NaOH dan tanpa hidrolisis. 2 2. Tujuan Mengkaji pengaruh metode hidrolisis terhadap sifat fisikokimia dan sensori tepung tulang ikan lele, tuna dan lemadang. 3. Manfaat Memberikan informasi tentang sifat fisikokimia dan sensori tepung tulang ikan lele, tuna dan lemadang yang diolah dengan metode hidrolisis basa (NaOH) dan tanpa hidrolisis. 3