Uraian Proses Pengolahan Limbah POME 1. Limbah POME Air limbah POME ditempatkan di kolam stabil biologis atau lagoon. Gambar 1. Air Limbah dengan Kadar Minyak yang Tingii 2. Penyaringan (Screening) Lalu, air limbah POME disaring dengan screen untuk menyaring zat padat besar di dalam air limbah agar mencegah kerusakan pada pompa, pipa dan alat lainnya. Padatan dibawa ke unit pengolahan lumpur. 3. Pemisahan Minyak-Air Selanjutnya air limbah POME dipisahkan dari minyak yang mengapung dan padatan yang mengendap. Pemisahan ini dilakukan di dalam unit Oil Separation Tank. Alat pemisah minyak-air adalah alat dengan prinsip mengapungkan minyak secara alami, dan kemudian mengambil/mengutip minyak yang terapung itu. Minyak yang terapung akan berkumpul di pemukaan air menjadi membran minyak. Minyak yang diambil ini akan di recovery sehingga dapat meningkatkan efisiensi produksi CPO. Sedangkan endapan akan diproses pada unit pengolahan lumpur. Gambar 2. Alat pemisah minyak – air yang aktual 4. Perataan Air Limbah (Adjusting) Sebelum mengalirkan limbah ke pengolahan sistem anaerob, perlu dilakukan perataan air limbah untuk menstabilkan IPAL. Air limbah akan menuju bak adjusting. Di dalam bak ini dilakukan proses perataan air limbah yaitu menstabilkan konsentrasi polutan, konstan nilai suhu, netralisasi serta ditambahkan garam nutrisi. Untuk menyesuaikan suhu air limbah ke level yang pas dengan proses pengolahan anaerob (konstan nilai suhu), digunakan alat sederhana yaitu dengan mengkontakkan air limbah dengan udara seperlunya. Lalu, karena sifat air limbah POME yang masih bersifat asam, maka perlu dilakukan proses netralisasi hingga pH 6-8. 5. Pengolahan Biologi Anaerob Setelah itu menuju proses untuk menurunkan kandungan COD dan BOD. Dalam menurunkan kandungan tersebut dilakukan proses pengolahan biologi secara anaerob dan aerob. Pertama, air limbah masuk ke kolam anaerob untuk melakukan teknik fermentasi metana. Pabrik PKS memiliki luas lahan yang besar, maka dapat menggunakan teknik fermentasi suhu menengah yaitu pada suhu 36-38oC, dimana fermentasi ini memiliki luas permukaan yang besar dan stabil terhadap perubahan kondisi lingkungan. Fermentasi suhu menengah ini tidak memerlukan pemanasan, namun laju fermentasi rendah sehingga volume bak (kolam) olah yang luas dan waktu tinggal yang lama diperlukan. Sebagian besar senyawa organik di air limbah dikumpulkan sebagai gas metana melalui penguraian anaerob, sehingga laju pertumbuhan bakterinya kecil dan volume timbulnya lumpur berlebih pun kecil. Senyawa organik di air limbah diuraikan menjadi asam lemak rendah, asam asetat, hidrogen melalui asam lemak tinggi, asam amino dengan cara hidrolisis, fermentasi melibatkan bermacam-macam bakteri anaerob fakultatif, bakteri anaerob eksentris, dan selanjutnya diuraikan secara reduksi menjadi CO2, CH4, amonia dan H2S. Proses produksi asam dan gas dilakukan dalam bak yang sama, karena itu perlu dijaga keseimbangan kedua proses tersebut. Karena tidak membutuhkan aerasi untuk suplai oksigen, maka utiliti yang dibutuhkan sedikit dan gas metana yang dihasilkan dapat digunakan sebagai energi (pengolahan air bentuk energi konservasi). Selanjutnya, dilakukan pemisahan endapan/lumpur di bak yang berbeda dengan saat proses fermentasi, dimana sebagian lumpur akan dikembalikan di bak fermentasi sedangkan lumpur berlebihnya dibawa ke unit pengolahan lumpur. Gambar 3. Kolam Pengolahan Anaerob Aktual 6. Pengolahan Biologi Aerob Setelah proses anaerob, dilakukan proses secara aerob menggunakan metode lumpur aktif. Proses ini menggunakan kolam oksida sistem aerasi yang mengolah limbah organik secara aerob dengan memasang aerator di kolam skala besar yang di bangun di lubang polos / dibuat dari beton. Proses ini dilakukan pada suhu 20oC. Air limbah dipertemukan dengan lumpur aktif dibawah pengaduk pada bak aerasi. Senyawa organik di air limbah akan diserap – dioksidasi oleh lumpur aktif. Selanjutnya diuraikan menjadi lumpur aktif dan air olahan di bak endap, lalu air olahan dialirkan keluar. Sebagian lumpur aktif dikembalikan ke bak aerasi, sebagiannya dibuang keluar sebagai lumpur berlebih. 90% BOD air limbah pada proses pengolahan lumpur aktif ini dapat di eliminasi. Gambar 4. Kolam Pengolahan Biologi Aerob dan Aerator 7. Sedimentasi Kemudian, air limbah setelah di proses secara biologi (anaerob dan aerob), selanjutnya akan menuju bak sedimentasi. Pada proses ini, 40-60% BOD yang dihilangkan di pengolahan biologi sebelumnya, berubah menjadi polutan di dalam air limbah yang berbentuk solid suspensi (padatan mengapung) tak larut di dalam air, yang nantinya akan dipisahkan dari air. Proses ini menggunakan teknik sedimentasi alami yang memakai kolam sedimentasi skala besar yang dibangun di lubang biasa atau dibeton. Zat padat yang mengendap akan dibuang sebagai lumpur yang selanjutnya akan dibawa ke unit pengolahan lumpur. Sedangkan air limbah sudah dapat dialirkan ke sungai atau dikembalikan ke alam. Gambar 5. Air Limbah Hasil Pengolahan 8. Unit Pengolahan Lumpur Dalam unit pengolahan lumpur, lumpur diolah menggunakan proses dehidrasi, pengeringan/pembakaran lalu dimanfaatkan. Pemanfaatan digunakan untuk land application yaitu pembuatan kompos untuk lahan perkebunan kelapa sawit, abu pembakaran sebagai material bangunan dan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Penyimpanan Gas Metana Desulfurisasi Lumpur Aktif Basa dan Garam Nutrisi Bakteri Limbah POME Screening Pemisahan Minyak Adjusting (Netralisasi) Gas Pengolahan Biologi Anaerob Pengolahan Biologi Aerob Pemisahan Lumpur Pemisahan Lumpur Sedimentasi Padatan Endapan Minyak Lumpur yang Dikembalikan Lumpur yang Dikembalikan Lumpur Berlebih Lumpur Berlebih Endapan Pengolahan Lumpur Recovery Minyak