SKENARIO 2 PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN OROKRANIOFASIAL (OKF) DAN ODONTOGENESIS A. Orokraniofasial Orokraniofasial (OKF) adalah proses perkembangan wajah yang terjadi sejak janin berkembang di rahim ibu. Perkembangan wajah bergantung dari lima facial processes (disebut juga dengan prominences) yang terbentuk pada minggu keempat yaitu the single frontonasal process, sepasang maxilla process dan sepasang mandibula process. Proses-proses ini kemudian menjadi pusat pertumbuhan dan perkembangan dari wajah. Perkembangan wajah dimulai pada minggu ke-4 dan kemudian akan dilengkapi di minggu ke-12, saat periode fetal. Proporsi-proporsi wajah itu berkembang pada saat periode fetal. Pada embrio yang berumur 3 minggu: Terdapat bulatan yang menonjol yang terbentuk oleh forebrain merupakan bagian terbesar dari wajah. Bagian ini ditutupi oleh lapisan ectoderm dan sebuah lapisan tipis mesoderm. Di bawah bulatan yang menonjol tersebut, terdapat sebuah alur yang dalam, yaitu alur mulut primitive, yang disebut stomatodeum. erubahan pertama yang signifikan didalam perkembangan wajah disebabkan oleh proliferasi cepat dari lapisan mesoderm. Pada embrio yang berumur 4 minggu: Tonjolan yang merupakan bagian tengah dari upper-face dikenal sebagai frontonasal process. Tahap selanjutnya terbentuk formasi yang dangkal dan alur oval yang dalam, yang disebut nasal pits. Nasal pits membagi frontonasal process menjadi sebuah medial nasal process dan dua lateral nasal process. 1 Pada embrio yang berumur 5 minggu: Terjadi fusi antara medial nasal dan maxillary processes yang menyempit ke arah nasal pit. Medial nasal process tumbuh ke bawah lebih cepat daripada lateral nasal processes Pada embrio yang berumur 6 minggu: Terjadi fusi antara medial dan lateral nasal processes yang menyempitkan lebih banyak nostrils. Medial nasal process berkurang. Mata berada di tepi wajah. Pada embrio yang berumur 7 minggu: Nasal area agak menonjol. Nasal septum lebih banyak berkurang. Mata berada di permukaan depan wajah. Pada embrio yang berumur 8 minggu: Kelopak mata berada di permukaan depan wajah. Jaraknya relative berkurang. Mandibula kecil. Pada embrio yang berumur 12 minggu: Kelopak mata tertutup. Nostrils tertutup oleh proliferasi lapisan epitel. Hubungan maksila dan mandibula normal. Pada wajah orang dewasa: Perbedaan-perbedaan dari medial nasal process, lateral nasal process, maxillary process, dan mandibular arch terlihat jelas. 2 Pertumbuhan Nasal Pada minggu keempat, frontonasal prominence yang merupakan pembentukan awal wajah bagian atas membentuk placode yang disebut nasal placode. Jaringan di sekitar nasal placode di frontal prosesus inilah yang melakukan perkembangan hidung. Placode kemudian disintegrasi dan membentuk lubang nasal atau disebut juga olfactory pits. Nasal pits ini yang kemudian menjadi rongga hidung. Di minggu keenam, lubang hidung bagian dalam akan menghasilkan nasal sac yang tumbuh secara internal menuju otak yang berkembang. Awalnya, nasal sac dipisahkan oleh oleh membran oronasal. Kemudian membran sementara ini lenyap, beriringan dengan pembentukan daerah choanae primitif, bagian posterior dari primary palate. Pada perkembangan selanjutnya choanae primitive ini akan berpindah ke belakang primary palate. Dengan adanya pertumbuhan secondary palate dan primitive nasal chambers, choanae definitif sekarang berada di 3 perbatasan rongga hidung dan faring. Di waktu yang sama, superior, middle, dan inferior chonchae berkembang di dinding lateral dari rongga nasal. Di bagian tengah jaringan sekitar nasal placodes akan membentuk dua bentuk sabit yang membesar di antara nasal pits. Bagian tengah ini dinamakan medial nasal prosesus. Selanjutnya medial nasal prosesus akan berfusi secara eksternal untuk membentuk bagian tengah dari hidung, mulai dari pangkal sampai apex dan bagian tengah bibir atas serta philtrum. Bagian luar nasal pits juga membentuk dua bentuk bulan sabit bernama lateral nasal prosesus. Lateral nasal processus akan membentuk alae, atau sisi dari hidung. Paranasal sinus akan berkembang sebagai diverticula dari lateral nasal wall, dan memanjang menjadi tulang maxilla, ethmoid, frontal, dan sphenoid. Paranasal sinus mencapai pertumbuhan maksimal pada masa pubertas dan berperan penting pada pembentukan wajah. Perkembangan Paranasal Sinus Pascanatal Paranasal sinus mempunya 4 pasang sinus: - 2 pasang ethmoid sinuses - 2 pasang frontal sinuses - 2 pasang maxillary sinuses - 2 pasang sphenoid sinuses 1. Frontal sinus Terdapat di tulang frontal di atas rongga orbital, dan setiap orang memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda – beda. Pada masa kelahiran, sinuses ini belum ada. Kira – kira setelah umur 2 tahun, 2 anterior ethmoid sinuses ini tumbuh kearah tulang frontal dan membentuk tulang sinus di setiap sisi. Frontal sinuses mulai kelihatan pada umur 7 tahun di radiograf. Frontal sinuses akan selesai berkembang pada umur 14 – 17 tahun. 4 2. Ethmoid sinus Disebut juga ethmoid air cells karena bukan merupakan sepasang sinuses tetapi memiliki banyak kompartemen kecil. Ethmoid bones memiliki bagian anterior, middle, dan posterior. Di saat pertumbuhan frontal bone, bagian posterior dari ethmoid sinuses akan tumbuh ke sphenoid bone dan membentuk sphenoid sinuses. Ethmoid bones mulai tumbuh ketika umut 6 – 8 tahun. 3. Sphenoid sinus Berada di badan tulang sphenoid, di bawah kelenjar pituitary. 4. Maxilllary sinus Merupakan sinuses terbesar dari paranasal sinuses. Saat bayi lahir, maxillary sinuses akan sebesar biji kacang polong. Namun sinuses tersebut akan membesar dan tumbuh sampai masa puber dan sampai semua gigi permanen tumbuh. Fungsi dari sinuses yaitu menghangatkan udara saat melalui system respirasi, namun fungsi ini merupakan fungsi minimal. Pertumbuhan sinuses penting karena mengubah bentuk dan ukuran hidung saat remaja. Sinuses juga berpengaruh pada gema di suara saat puber. 5 Pertumbuhan dan Perkembangan Cavum Nasi Dimulai pada embrio umur kurang dari 6 minggu sebagai proses invaginasi pada nasal placode sebagai dasar lekukannya. Mula-mula dibentuk nasal pit, kemudian lekukan semakin meluas membentuk saccus nasalis. Saccus nasalis ini masih belum berhubungan dengan cavum oris karena masih dipisahkan oleh membrane oro nasal. Setelah embrio berusia 7 minggu membrane oro nasal pecah sehingga terjadilah hubungan antara cavum nasi dengan cavum oris. Batas hubungan cavum nasi dan cavum oris di belakang palatum primer disebut primitive choanae. Selain proses tersebut, pada dinding cavum nasi terbentuk pula tonjolantonjolan yang terbagi menjadi tiga yaitu: Conchae Nasalis Superior Conchae Nasalisi Medius Conchae Nasalis Inferior Dinding epitel atas cavum nasi (lapisan ectoderm) juga mengalami diferensiasi membentuk serabut-serabut saraf N. Olfactorius. Setelah palatum sekunder kanan dan kiri selesai berfusi dengan septum nasi, maka terbentuklah cavum nasi yang sempurna. Batas hubungan cavum nasi dan cavum oris di belakang palatum sekunder dan disebut Definitive Chonchae. Perkembangan Palatum Perkembangan palatum dimulai pada minggu ke-5 pada periode embrionik dan berakhir pada minggu ke-12 pada periode fetal. Palatum terbentuk dari 2 struktur embrionik yang terpisah yaitu Primary palate dan Secondary palate. Perkembangan Primary Palate Selama minggu ke-5 periode prenatal, terbentuklah intermaxillary segment yang merupakan fusi dari 2 tulang medial nasal. Intermaxillary Segment kemudian membentuk premaksila yang merupakan 1/3 bagian dari keseluruhan palatum. 6 Perkembangan Secondary palate Selama minggu ke-6 periode prenatal, bilateral maxillary processes membentuk kedua palatal shelves. Kedua palatal shelves tersebut akan memanjang ke arah satu sama lain dan berdusi membentuk secondary palatal. Secondary palate ini membentuk 2/3 bagian dari palatum durum, palatum mole, dan uvula. Median palatine suture pada orang dewasa adalah bukti penggabungan kedua palatal shelf ini. Pada akhirnya, secondary palate akan bergabung dengan primary palate pada akhir minggu ke-12 periode prenatal. Oral cavity akhirnya terpisah dengan nasal cavity. Osifikasi pada palatum durum yang anterior dimulai segera setelah fusi kedua palatum selesai. 7 Perkembangan Lidah Selama periode yang sama dengan perkembangan muka bagian luar, lidah dibentuk dari empat pembengkakan yang independen pada dinding ventral faring primitif. Pembengkakan pertama yang tampak adalah tunas lidah median yang kecil (tuberkulum impar) yang terbentuk di antara dan kaudal dari lengkung mandibularis. Setelah itu, dibentuk dua tunas lidah lateral pada ujung ventral lengkung yang sama. Ketiga benih itu tumbuh menjadi besar dan bergabung satu sama lain membentuk dua pertiga anterior lidah dewasa. Pada bagian lidah itulah berkembang semua papila lidah. Sepertiga bagian posterior lidah timbul dari eminensia hipobronkial (kopula), yaitu dengan terbentuknya peninggian di daerah medial pada bagian ujung kaudal dari tunas lidah median di antara ujung-ujung ventral lengkung brankial kedua, ketiga, dan keempat. Bagian ini dipisahkan dari tunas lidah median oleh suatu cekungan dimana akan berkembang duktus tiroglossus. Cekungan itu menetap pada lidah dewasa sebagai cekungan median yang disebut dengan foramen saekum. Bagian kaudal eminensia hipobronkial dipisahkan oleh suatu alur melintang dan membentuk epiglotis. Dari sisa eminensia, tampak suatu penonjolan berbentuk huruf V mendekat dengan tunas lidah lateral disebelah kranialnya bertemu dan berfusi pada sepanjang garis itu, sulkus terminalis, membentuk bagian posterior dan faringeal lidah. Selama proses ini endoderm dan mesoderm lengkung ketiga tumbuh melampaui bagian-bagian dari lengkung kedua dan memisahkan mereka dari lidah. Ektoderm mulut sepanjang tepi ventral dan lateral lidah tumbuh ke dalam mesenkim di bawahnya dan membentuk perkembangan alur linguogingiva yang memisahkan lidah dari dasar mulut. Epitel dan jaringan ikat lidah berasal dari aparatus brankial tetapi otot bercorak tidak berasal dari sana. Diduga bahwa otot-otot lidah berasal dari somit oksifitalis, bermigrasi ke arah ventral mengitari faring dan masuk ke dalam lidah membawa nervus hipoglossal bersamanya. 8 Perkembangan Maksila Pre-Natal Maksila juga berkembang dari pusat osifikasi di maxillary process yang terapat di branchial arch pertama. Untuk maksila, tidak ada kartilago primer (primary cartilage) yang ada, tetapi pusat osifikasi nya dekat dengan kartilago dari nasal capsule. Proses osifikasi dari maksila sama dengan proses osifikasi mandibula. Dari pusat osifikasi, formasi tulang menyebar secara posterior menuju zygoma, secara anterior menuju incisor, dan secara superior menuju ke frontal process. Akibat dari perkembangan ini terjadi deposisi tulang pada bagian posterior. Osifikasi juga berkembang menuju palatine process untuk membentuk palatum primer. Dalam pertumbuhan maksila lebih lanjut, terdapat kartilago sekunder (secondary cartilage) yang berpengaruh besar yaitu zygomatic/malar cartilage. Kartilago ini muncul pada saat perkembangan tulang zygomatic dan dalam waktu yang singkat dapat berkontribusi dalam perkembangan maksila. Post-Natal Pertumbuhan maksila dipengaruhi oleh pertumbuhan otak, pertumbuhan tulang cranial, dan nasalseptal guidance, yang memberikan 9 pengaruh signifikan terhadap pergerakan maju mundur maksila dari lahir hingga umur 7 tahun. Setelah umur 7 tahun hingga dewasa pengaruh-pengaruh tersebut berkurang secara dramatis seiring pertumbuhan sutural dan pertumbuhan permukaan intramembranosa mengambil alih. Pertumbuhan dan Perkembangan Mandibula Pre-Natal Tulang kartilago dari branchial arch pertama yaitu Meckel's cartilage membentuk rahang bawah. Di saat minggu ke-6 masa kehamilan, perkembangan tulang kartilago ini meluas sebagai batang hyaline cartilage, dilapisi oleh kapsul fibroselular, dari tempat perkembangan telinga (otic capsule) hingga midline dimana mandibula bersatu. Saraf mandibular terbagi menjadi lingual dan cabang alveolar inferior. Cabang alveolar inferior dibagi lagi menjadi dua, yaitu incisor dan mental branches. Di minggu ke-6, bagian lateral Meckel's cartilage mengalami kondensasi dari mesenkim di sudut yang dibentuk oleh divisi dari saraf alveolar inferior, incisor, dan mental branches. Pada 7 minggu osifikasi intramembranous dimulai dalam kondensasi ini, membentuk tulang pertama dari mandibula. Dari pusat osifikasi ini, formasi tulang menyebar cepat secara anterior menuju ke midline dan secara posterior menuju titik dimana saraf 10 mandibula dibagi menjadi lingual dan cabang alveolar inferior. Perkembangan formasi tulang ini terjadi di sepanjang bagian lateral dari Meckel's cartilage, membentuk sebuah palung yang terdiri dari plate lateral dan medial yang bersatukan diantara incisor. Lalu perkembangan tulang ini berlangsung hingga menuju midline. Dua pusat osifikasi yang tersisa dipisahkan oleh mandibular symphysis sampai bayi akan lahir. Perpanjangan Meckel's cartilage yang mengarah ke belakang, nantinya akan menjadi sebuah saluran yang berisi saraf alveolar inferior. Ramus mandibula dikembangkan oleh osifikasi secara posterior menuju mesenkim dari branchial arch pertama. Titik perbedaan ini ditandai oleh lingula pada mandibula dewasa. Meckel's cartilage akan menjadi malleus di telinga dalam dan sphenomalleolar ligament. Pertumbuhan mandibula lebih lanjut dipengaruhi oleh tiga kartilago sekunder (secondary cartilage), yaitu : 1. Kartilago Kondilar (condylar cartilage) Kartilago kondilar muncul pada saat minggu ke-12 masa perkembangan dan secara cepat membentuk cone yang berperan besar dalam perkembangan ramus. Kartilago ini dapat berkembang menjadi tulang sejati melalui osifikasi endokondral. Tidak semua kartilago kondilar mengalami osifikasi, akibatnya ada sisa kartilago yang bertahan hingga 20 tahun. Sisa kartilago kondilar ini berguna untuk mekanisme pertumbuhan mandibula. 2. Kartilago Koronoid (coronoid cartilage) Kartilago koronoid muncul saat bulan ke-4 dari masa perkembangan. Kartilago Koronoid ini ukurannya melebihi batas anterior dari koronoid process. Kartilago ini bersifat sementara dan akan hilang sebelum lahir. 3. Kartilago Symphyseal Kartilago ini muncul di jaringan ikat diantara ujung Meckel's cartilage tetapi sepenuhnya “berdiri” sendiri (tidak bergantung pada Meckel's cartilage). Mereka akan hilang setelah setahun pertama kelahiran. 11 Post-Natal Pertumbuhan mandibula terjadi oleh proses remodeling tulang. Pertumbuhan panjangnya ukuran mandibula terjadi karena adanya bone deposition di permukaan posterior (ramus) dengan pengimbangan apsorption pada permukaan anterior. Hal ini menyebabkan pertumbuhan mandibula memanjang ke belakang. Pertumbuhan lebar mandibula terjadi karena adanya bone deposition pada permukaan luar mandibula dan apsorption pada permukaan dalam. Walaupun mandibula merupakan single bone, namun mandibula merupakan sebuah skeletal units yang masing-masing berhubungan dengan jaringan-jaringan halus di sekitar yang disebut dengan functional matrices. Functional matrices merupakan penentu utama pertumbuhan skeletal units. Mandibula memiliki ciri the most delayed growth dan the most post-natal growth dari semua tulang wajah. Bagian kanan dan kiri mandibula pada bayi yang baru lahir masih terpisah, kemudian menyatu pada midline mental symphisis selama tahun pertama. Lokasi utama pertumbuhan post-natal mandibula adalah o endochondral apposition pada tulang rawan condylar o intramembraneous apposition pada aspek posterior Pada saat lahir, mandibular condylers tumbuh lebih secara horizontal sehinggan condylar tumbuh memanjang Sedangkan, pada anakanak, pertumbuhan lebih secara vertical sehingga pertumbuhan condylar meninggi. Pertumbuhan mandibula berlangsung hingga akhir masa remaja, sekitar umur 20 tahun. 12 Perkembangan Bibir Bibir atas terbentuk dari maxillary processes di kedua sisi embrio, dan medial nasal process. Maksila yang pada awalnya terletak di lateral embrio akan bergeser ke arah medial dan menekan medial nasal process ke arah garis tengah. Bibir bawah terbentuk dari penggabungan dua alur dari ektomesenkim dari mandibular processes. Pertumbuhan bibir atas pada awalnya lebih cepat dibandingkan dengan bibir bawah. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan maxilla yang juga lebih cepat daripada mandibula. Saat Embrio berusia sekitar 7-8 minggu, mandibula masih terlihat kecil dan terletak lebih ke belakang dibandingkan maxilla. Hal ini 13 disebabkan karena kepala embrio masih menekuk ke bawah sehingga mandibula belum bisa tumbuh secara maksimal. Ketika embrio berumur kira-kira 9 minggu, kepala sudah terangkat dan mandibula akan tumbuh cepat untuk menyamakan posisinya dengan maxilla, dengan demikian posisi maxilla dan mandibula akan sejajar, begitu juga dengan bibir atas dan bibir bawah. B. Odontogenesis Gigi secara embriologi berasal dari dua jaringan, yaitu ektoderm yang akan membentuk enamel dan mesoderm yang akan membentuk pulpa, sementum, dan pulpa. Gigi terdiri dari mahkota yang dikelilingi oleh enamel dan dentin serta akar yang tidak ditutupi oleh enamel. Gigi terdiri dari pulpa yang vital (terdapat persarafan) yang didukung oleh ligamen periodontal. Pada minggu ke-5 masa embrio, epitel ektoderm yang melapisi kavum oris mengalami penebalan sepanjang tepi dari bakal rahang atas dan rahang bawah. Penebalan ini terdiri atas dua lapisan yang meluas sampai ke mesenkim, di mana lapisan pertama yaitu di sebelah labial akan memisahkan diri dan membentuk ruangan di antara bibir dan prosesus alveolaris dari rahang. Lapisan kedua yaitu di sebelah lingual akan membentuk gigi yang disebut lamina dentalis. Pada lamina dentalis, terjadi penebalan yang berbentuk kuncup dan masuk ke dalam jaringan pengikat (mesoderm). Kuncup-kuncup ini merupakan benih-benih gigi. Ada 10 benih-benih gigi dalam masing-masing tulang rahang yang akan menjadi gigi desidui. Pada awal minggu ke-10 lamina dentalis yang masih tinggal akan membentuk kuncupkuncup lagi yang akan menjadi benih-benih gigi permanen. Perkembangan gigi dimulai sejak dalam kandungan (fetus) sekitar 28 hari IU.19,20 Gigi desidui berkembang pada minggu ke-6 dan minggu ke-8 dan gigi permanen berkembang pada minggu ke-20. Tahap mineralisasi pada gigi desidui dimulai pada minggu ke-14 IU dan seluruh gigi desidui termineralisasi secara sempurna setelah kelahiran. Gigi I dan M1 permanen termineralisasi pada atau waktu setelah kelahiran, setelah itu baru gigi-gigi permanen lain mengalami mineralisasi. 14 Erupsi gigi terjadi setelah formasi dan mineralisasi mahkota terbentuk sempurna tetapi sebelum akar terbentuk sempurna. Gigi tumbuh dari dua tipe sel, yaitu epitel oral dari organ enamel dan sel mesenkim dari papilla dental. Perkembangan enamel dari enamel organ dan perkembangan dentin dari papila dental.Mahkota dan bagian akar dibentuk sebelum gigi tersebut erupsi, mahkota dibentuk terlebih dahulu, kemudian baru pembentukkan akar. Pertumbuhan mandibula dan maksila menurut Sadler, dipersiapkan untuk tumbuhnya gigi geligi. Perkembangan gigi dibagi dalam 3 tahap, yaitu: tahap pra-erupsi, tahap pra-fungsional (tahap erupsi), dan tahap fungsional. 1. Tahap Pra-Erupsi a. Inisiasi Tahap inisiasi merupakan penebalan jaringan ektodermal, merupakan gambaran morfologi pertama dari perkembangan gigi, akan tetapi hal ini didahului suatu gejala dasar induktif. Tanda-tanda pertumbuhan ektomesenchym berasal dari neural crest menunjukkan induksi primer dari odontogenesis. Jaringan odontogenik primer dapat dibedakan dan dikenali sebagai lamina gigi pada embrio manusia sedini pada awal kehamilan 28 hari. Dental lamina terlihat sebagai suatu penebalan jaringan epitel pada tepi lateral dari stomodeum, dan pada saat membrane oropharyngeal pecah. Penebalan epitel berkembang sampai batas-batas inferior lateral dari tulang maksila dan pada batas-batas superior lateral dari lengkung mandibula, dimana kedua hubungan tersebut membentuk tepi lateral dari stomodeum. Permulaan epitel odontogenik timbul kira-kira pada usia perkembangan 35 hari, pada batas inferior lateral dari tulang frontonasal, menimbulkan empat daerah asli yang tepisah dari jarngan odontogenik gigi geligi rahang atas. Gigi anterior atas berasal dari lamina gigi dalam tulang frontonasal, dan gigi posterior atas berasal dari tulang lateral rahang atas. 15 b. Bud Stage Sel-sel tertentu pada lapisan basal dari epitel mulut berproliferasi lebih cepat daripada sel sekitarnya . Hasilnya adalah lapisan epitel yang menebal di regio bukal lengkung gigi dan meluas sampai seluruh bagian rahang atas dan bawah. c. Proliferasi (cap stage) Proliferasi adalah gejala di mana proyeksi dari lamina gigi meluas sampai ke dasar mesenkim pada tempat yang khusus dan membentuk primordial dari gigi primer (organ enamel). Lapisan sel-sel mesenkim yang berada pada lapisan dalam mengalami proliferasi, memadat, dan bervaskularisasi membentuk papil gigi yang kemudian membentuk dentin dan pulpa pada tahap ini. Sel-sel mesenkim yang berada disekeliling organ gigi dan papila gigi memadat dan fibrous, disebut kantong gigi yang akan menjadi sementum, membran periodontal, dan tulang alveolar. Sewaktu sel-sel membiak organ gigi bertambah besar ukuranya. Lembaran epitel yang lain, pita alur bibir atau vestibula lamina berkembang 16 hampir berdekatan dan bersama-sama lamina gigi. Pita ini mengikuti pola pertumbuhan yang sama dengan pertumbuhan lamina gigi kecuali apabila tempatnya lebih dekat dengan permukaan wajah. Bentuk yang tidak umum dari lamina ini adalah sesudah pembentukan dari sebuah pita epitel yang padat dan lebar, sel-sel inti pecah dan meninggalkan suatu ruangan yang besar dibatasi oleh jaringan epitel. Ruangan ini membentuk vestibula dari mulut dan bibir, dan sisa-sisa jaringan epitel membentuk garis bibir, pipi dan gusi. Pada perkembangan dari vestibula, lamina memisahkan pipi dan bibir dari jaringan keras stomodeum. Jaringan mesoderm mendorong jaringan epitel sehingga terbentuk topi (cap stage/clock form) bila terjadi gangguan pada tahap proliferasi akan mengakibatkan kelainan dalam jumlah gigi, misalnya anodontia dan hyperdontia. c. Histodiferensiasi (Bell Stage) Perubahan bentuk organ gigi dari bentuk topi (cap stage) ke bentuk lonceng. Terjadi karena kegiatan inti sel membelah diri (miotik) . Proliferasi dari sel-sel sekitar perifer dan pada bagian dalam dari cekungan organ enamel. Tahap lonceng ini ditandai oleh histodiferensiasi dan morfodiferensiasi. Yang terlihat pada tahap ini adalah rangkaian perubahan bentuk (metamorfosis) dan organ enamel yang khas untuk gigi susu dan tetap. Ketika berubahnya bentuk kuntum yang dini dengan pembesaran dan pembesaran ke dalam organ pada tahap topi atau cap, yang kemudian menjadi organ bentuk organ yang besar. Peristiwa dasar dari diferensiasi sel, proliferasi, pergeseran dan pematangan akan berlanjut sebagai dental organ melalui tahap lonceng 17 dan aposisi. Selama tahap lonceng, lamina gigi kehilangan kelanjutannya oleh invasi mesenchym dari jaringan pengikat di sekitarnya. Tetapi lamina gigi berproliferasi terus secara teratur pada ujung distalnya untuk membentuk primordial dari gigi tetap. Jaringan epitel merangsang jaringan mesoderm dan jaringan mesoderm mendorong lagi jaringan epitel selama perkembangan dari organ enamel, sebuah rangkaian dari perubahansel menghasilkan 4 lapisan : 1. Epitel bagian luar dari organ enamel 2. Stellate reticulum Epitel bagian dalam dan organ enamel pecah menjadi 3. Stratum intermediare 4. Ameloblas. d. Morfodiferensiasi Sel pembentuk gigi tersusun sedemikian rupa dan dipersiapkan untuk menghasilkan bentuk dan ukuran gigi selanjutnya. Proses ini terjadi sebelum deposisi matriks dimulai. Morfologi gigi dapat ditentukan bila epitel enamel bagian dalam tersusun sedemikian rupa sehingga batas antara epitel enamel dan odontoblasts merupakan gambaran dentinoenamel junction yang akan terbentuk. Dentinoenamel junction mempunyai sifat khusus yaitu bertindak sebagai pola pembentuk setiap macam gigi. Terdapat deposit enamel dan matriks dentin pada daerah tempat sel-sel ameloblas dan odontoblas yang akan menyempurnakan gigi sesuai dengan bentuk dan ukurannya. 18 e. Aposisi Aposisi adalah pengendapan matriks dari struktur jaringan keras gigi (email, dentin, dan sementum). Pertumbuhan aposisi ditandai oleh pengendapan yang teratur dan berirama dari bahan ekstraseluler yang mempunyai kemampuan sendiri untuk pertumbuhan yang akan datang. f. Kalsifikasi Kalsifikasi terjadi dengan pengendapan garam-garam kalsium anorganik selama pengendapan matriks. Kalsifikasi akan dimulai di dalam matriks yang sebelumnya telah mengalami deposisi dengan jalan presipitasi dari bagian ke bagian lainnya dengan penambahan lapis demi lapis. Gangguan pada tahap ini dapat menyebabkan kelainan pada kekerasan gigi seperti hipokalsifikasi. 2. Tahap Pra-Fungsional/Pra-Oklusal (Tahap Erupsi) Erupsi merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin ‘erumpere’, yang berarti menetaskan. Erupsi gigi adalah suatu proses pergeraka gigi secara aksial yang dimulai dari tempat perkembangan gigi di dalam tulang alveolar sampai akhirnya mencapai posisi fungsional di dalam rongga mulut. Erupsi gigi merupakan suatu proses yang berkesinambungan dimulai dari tahap pembentukkan gigi sampai gigi muncul ke rongga mulut. Menurut Lew (1997, cit Primasari A, 1992), gigi dinyatakan erupsi jika mahkota telah menembus gingiva dan tidak melebihi 3 mm di atas gingiva level dihitung dari tonjol gigi atau dari tepi insisal. Gerakan dalam proses erupsi gigi adalah ke arah vertikal selama proses gigi berlangsung, gigi juga mengalami pergerakan miring, rotasi, dan pergerakan ke arah mesial. Proses erupsi gigi permanen selain gigi molar permanen, melibatkan gigi desidui, yaitu gigi desidui tanggal yang digantikan oleh gigi permanen. Resorpsi tulang dan akar gigi desidui mengawali pergantian gigi desidui oleh gigi permanennya. Resoprsi akar gigi desidui dimulai di bagian akar gigi desidui yang paling dekat dengan benih gigi permanen. Tahap awal erupsi gigi permanen akan menghasilkan tekanan erupsi yang akan menyebabkan resorpsi akar gigi desidui. 19 Namun, folikel gigi dan retikulum stelata yang merupakan bagian dari komponen gigi juga berperan dalam resorpsi akar gigi desidui. Erupsi gigi permanen tidak terlepas dari proses seluler dan molekuler. Selsel retikulum stelata dari gigi permanen yang sedang terbentuk mensekresi parathyroid hormone (PTH)-related protein (PTHrP), yaitu suatu molekul pengatur pembentukan yang dibutuhkan untuk erupsi gigi. PTHrP yang disereksi kemudian terikat dalam suatu fungsi parakrin pada reseptor PTHrP yang diekspresikan oleh sel-sel dalam folikel gigi. Interleukin 1a juga disereksi oleh epitel stelata dan dengan cara yang sama terikat pada reseptor IL-1a yang ditemukan pada folikel gigi. Akibatnya, sel-sel folikel gigi yang terstimulasi ini akan mensereksi faktor-faktor perekrut monosit, seperti colony-stimulating factor1, monocyte chemotactic protein-1 atau vascular endothelial growth factor. Kemudian, di bawah pengaruh faktor-faktor tersebut, monosit dibawa dari daerah di dekat folikel gigi yang kaya pembuluh darah dan diletakkan di daerah koronal. Bila lingkungan folikel gigi mendukung maka monosit-monosit tersebut akan berfusi, lalu berdiferensiasi menjadi sel-sel osteoklas atau odontoklas yang jika sel-sel tersebut berkontak dengan sel-sel yang mengekspresikan RANKL (Receptor Activator of Nuclear Factor Kappa B Ligand) maka akan meresorpsi jaringan keras. RANKL adalah suatu protein yang terikat pada membran yang TNF ligand yang diekspresikan oleh osteoblast, odontoblast, pulpa, ligamen periodontal, fibroblast, dan sementoblas yang berfungsi dalam menginduksi dan mengaktifasi osteoklas dari sel-sel precursor. Reseptor RANKL adalah RANK (Receptor Activator of Nuclear Factor Kappa B) yang diekspresikan oleh osteoklas dan odontoklas. OPG (Osteoprotegerin) merupakan glikoprotein yang termasuk golongan TNF. OPG dihasilkan oleh berbagai macam sel dan menghambat diferensiasi osteoklas dari sel prekursornya. OPG juga bertindak sebagi reseptor RANKL dan bila RANKL dan OPG bertemu maka tidak terjadi pembentukkan osteoklas. Sel-sel yang mengekspresikan OPG antara lain odontoblast, ameloblast, dan sel-sel pulpa. 20 Teori mekanisme erupsi gigi dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu: 1. Gigi didorong atau didesak keluar sebagai hasil dari kekuatan yang dihasilkan dari bawah dan disekitarnya, seperti pertumbuhan tulang alveolar, akar, tekanan darah atau tekanan cairan dalam jaringan (proliferasi). 2. Gigi mungkin keluar sebagai hasil dari tarikan jaringan penghubung di sekitar ligamen periodontal. Pergerakan gigi ke arah oklusal berhubungan dengan pertumbuhan jaringan ikat di sekitar soket gigi. Proliferasi aktif dari ligamen periodontal akan menghasilkan tekanan di sekitar kantung gigi yang mendorong gigi ke arah oklusal. Tekanan erupsi pada tahap ini semakin bertambah seiring meningkatnya permeabilitas vaskular di sekitar ligamen periodontal yang memicu keluarnya cairan secara difus dari dinding vaskular sehingga terjadi penumpukkan cairan di sekitar ligamen periodontal yang kemudian menghasilkan tekanan erupsi. Faktor lain yang juga berperan dalam menggerakkan gigi ke arah oklusal pada tahap ini adalah perpanjangan dari pulpa, di mana pulpa yang sedang berkembang pesat ke arah apikal dapat menghasilkan kekuatan untuk mendorong mahkota ke arah oklusal. 21 1.3 Tahap Fungsional/Tahap Oklusal Tahap ini dimulai sejak gigi difungsikan dan berakhir ketika gigi telah tanggal dan berlangsung bertahun-tahun. Selama tahap ini gigi bergerak ke arah oklusal, mesial, dan proksimal. Pergerakan gigi pada tahap ini bertujuan untuk mengimbangi kehilangan substansi gigi yang terpakai selama berfungsi sehingga oklusi dan titik kontak proksimal dipertahankan. Pada tahap ini, tulang alveolar masih mengalami pertumbuhan terutama pada bagian soket gigi sebelah distal. Demikian halnya dengan sementum pada akar gigi yang menimbulkan interpretasi bahwa bergeraknya gigi ke arah oklusal dan proksimal pada tahap ini berhubungan dengan pertumbuhan tulang alveolar dan sementum. Interpretasi ini tidak benar, pertumbuhan tulang alveolar dan sementum bukanlah penyebab bergeraknya gigi tetapi pertumbuhan tulang alveolar dan sementum yang terjadi merupakan hasil dari pergerakan gigi. Pergerakan gigi pada tahap fungsional sama dengan pada tahap prafungsional, tetapi proliferasi ligamen periodontal berjalan lambat. 22 Waktu Erupsi Gigi Waktu erupsi gigi diartikan sebagai waktu munculnya tonjol gigi atau tepi insisal dari gigi menembus gingiva. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat perbedaan waktu erupsi antara satu populasi dengan populasi lain yang berbeda ras. Berdasarkan penelitian Hurme pada berbagai etnis di Amerika Serikat dan Eropa Barat didapat data bahwa tidak ada dua individu yang mempunyai waktu erupsi yang persis sama pada rongga mulut. Perbedaan atau variasi 6 bulan pada erupsi gigi adalah biasa, tetapi kecenderungan waktu erupsi terjadi lebih lambat daripada waktu erupsi lebih awal. Berdasarkan penelitian Djaharuddin (1997, cit Primasari A, 1980) di Surabaya, terdapat perbedaan waktu erupsi gigi permanen pada anak perempuan dan anak laki-laki di mana gigi pada anak perempuan lebih cepat dari pada anak laki-laki. Menurut Mundiyah, tidak terdapat perbedaan waktu erupsi gigi desidui antara anak perempuan dan anak laki-laki Gigi yang bererupsi pertama kalinya adalah gigi susu atau gigi desidui atau gigi primer. Untuk beberapa lama gigi susu akan berada dalam rongga mulut untuk melaksanakan aktivitas fungsionalnya, sampai akhirnya gigi permanen erupsi untuk menggantikan gigi susu tersebut. Gigi susu berjumlah 20 di rongga mulut, yaitu 10 pada maksila dan 10 pada mandibula. Gigi susu terdiri dari insisivus pertama, insisivus kedua, kaninus, molar pertama dan molar kedua di mana terdapat sepasang pada rahang untuk tiap jenisnya. Erupsi gigi desidui dimulai saat bayi berusia 6 bulan yang ditandai dengan munculnya gigi insisivus rahang bawah dan berakhir dengan erupsi gigi molar dua pada usia 2 tahun. Gigi permanen berjumlah 32 yang terdiri dari 4 insisivus, 2 kaninus, 4 premolar, dan 6 molar pada masing-masing rahang. Waktu erupsi gigi permanen ditandai dengan erupsinya gigi molar pertama permanen rahang bawah pada usia 6 tahun. Pada masa ini gigi insisivus pertama rahang bawah juga sudah bererupsi di rongga mulut. Gigi insisivus pertama rahang atas dan gigi insisivus kedua rahang bawah mulai erupsi pada usia 7-8 tahun, serta gigi insisivus kedua rahang atas erupsi pada usia 8-9 tahun. Pada usia 10-12 tahun, periode gigi bercampur akan mendekati penyempurnaan ke periode gigi permanen. Gigi kaninus rahang 23 bawah erupsi lebih dahulu daripada gigi premolar pertama dan gigi premolar kedua rahang bawah. Pada srahang atas, gigi premolar pertama bererupsi lebih dahulu dari gigi kaninus dan gigi premolar kedua bererupsi hampir bersamaan dengan gigi kaninus. Erupsi gigi molar kedua berdekatan dengan erupsi gigi premolar kedua, tetapi ada kemungkinan gigi molar kedua bererupsi lebih dahulu daripada gigi premolar kedua. Erupsi gigi yang paling akhir adalah molar ketiga rahang atas dan rahang bawah. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Order of Eruption Erupsi gigi merupakan proses yang bervariasi pada setiap anak. Variasi ini bisa terjadi dalam setiap periode dalam proses pertumbuhan dan perkembangan gigi, terutama pada periode transisi pertama dan kedua. Variasi ini masih dianggap sebagai suatu keadaaan yang normal jika lamanya perbedaan waktu erupsi gigi masih berkisar antara 2 tahun. 24 Variasi dalam erupsi gigi dapat disebabkan oleh banyak faktor, yaitu: 1. Faktor Keturunan (Genetik) Faktor keturunan dapat mempengaruhi kecepatan waktu erupsi gigi. Faktor genetik mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan waktu dan urutan erupsi gigi, termasuk proses klasifikasi. Pengaruh faktor genetik terhadap erupsi gigi adalah sekitar 78 %. 2. Faktor Ras Perbedaan Ras dapat menyebabkan perbedaan waktu dan urutan erupsi gigi permanen. Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika dengan Eropa lebih lambat daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit hitam dan Amerika Indian. Orang Amerika, Swiss, Perancis, Inggris, dan Swedia termasuk dalam Ras yang sama yaitu Kaukasoid dan tidak menunjukkan perbedaan waktu erupsi yang terlalu besar. 3. Jenis Kelamin Waktu erupsi gigi permanen rahang atas dan bawah terjadi bervariasi pada setiap individu. Pada umumnya waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibandingkan laki-laki.5,9,14 Perbedaan ini berkisar antara 1 hingga 6 bulan. 4. Faktor Lingkungan Pertumbuhan dan perkembangan gigi dipengaruhi oleh faktor lingkungan tetapi tidak banyak mengubah sesuatu yang telah ditentukan oleh faktor keturunan. Pengaruh faktor lingkungan terhadap waktu erupsi gigi adalah sekitar 20 %. Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor lingkungan antara lain: o Sosial Ekonomi Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi, kesehatan seseorang dan faktor lainnya yang berhubungan. Anak dengan tingkat ekonomi rendah cenderung menunjukkan waktu erupsi gigi lebih lambat dibanding anak tingkat ekonomi menengah. Penelitian yang dilakukan oleh Clements dan Thomas, menyatakan bahwa anak-anak yang 25 berasal dari tingkat sosial ekonomi tinggi memperlihatkan erupsi gigi lebih cepat dibandingkan anak-anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi rendah (Andreasen, 1998). Hal ini berhubungan dengan nutrisi yang diperoleh anak-anak dengan tingkat sosial ekonomi tinggi lebih baik. o Nutrisi Faktor pemenuhan gizi dapat mempengaruhi waktu erupsi gigi dan perkembangan rahang. Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi, tetapi hal ini terjadi pada malnutrisi yang hebat. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan keterlambatan erupsi gigi.18 Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi dan proses kalsifikasi. Keterlambatan waktu erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh faktor kekurangan nutrisi, seperti vitamin D dan gangguan kelenjar endokrin. 5. Faktor Penyakit Gangguan pada erupsi gigi permanen dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan beberapa sindroma, seperti Down syndrome, Cleidocranial dysostosis, Hypothyroidism, Hypopituitarism, beberapa tipe dari Craniofacial synostosis dan Hemifacial atrophy. 6. Faktor Lokal Faktor-faktor lokal yang dapat mempengaruhi erupsi gigi adalah jarak gigi ke tempat erupsi, malformasi gigi, adanya gigi berlebih, trauma dari benih gigi, mukosa gingiva yang menebal, dan gigi desidui yang tanggal sebelum waktunya. Faktor Penyakit Gangguan pada erupsi gigi permanen dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan beberapa sindroma, seperti Down syndrome, Cleidocranial dysostosis, Hypothyroidism, Hypopituitarism, beberapa tipe dari Craniofacial synostosis dan Hemifacial atrophy. 26 DAFTAR PUSTAKA o Nanci, Antonio. 2008. Ten Cate’s Oral Histology 8th Edition. Missouri, USA: Elsevier Health Sciences. o Ivar A. Mjor, Ole Fajerskov. 1990. Embriologi dan Histology Rongga Mulut. Jakarta: Widya Medika. o Ash, Nelson. 2009. Wheeler's Dental Anatomy, Physiology and Occlusion Ninth Edition. Missouri, USA: Saunders Elsevier. o Departement of Restorative Dentistry University of Washington. 2009. Dental Anatomy and Occlusion. http://depts.washington.edu/sodent2/wordpress/wpcontent/media/coursecat/Re sD515FinalManual2009-0818Opt.pdf diakses pada 19 Oktober 2014 pukul 17:36 WIB o American Dental Association. Tooth Eruption: The Primary Teeth. http://www.ada.org/~/media/ADA/Publications/Files/patient_56.ashx diakses pada 19 Oktober 2014 pukul 17:40 o Smith, BH. 1994. Ages of Eruption of Primary Teeth. 27