ANALISIS PERPU TERKAIT PENURUNAN PPH BADAN RESUME ALAT ANALISIS 1. Penilaian Ketepatan Jenis Peraturan Perundang-Undangan Artinya: sesuai dengan hirarki peraturan perundang-undangan. 2. Potensi Tumpang Tindih dan Disharmoni Disharmoni dengan: Kewenangan Hak dan kewajiban Perlindungan Penegakan hukum 3. Pemenuhan Asas Kejelasan Rumusan Artinya: menggunakan pilihan kata yang tepat: Sistematika Teknik penulisan Lugas, pasti, hemat kata, objektif, kata baku, konsisten, tidak ambigu 4. Kesesuaian Norma dengan Asas Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan Pengayoman: perlindungan terhadap ketentraman masyarakat Kemanusiaan: menghormati HAM dan harkat martabat manusia Kebangsaan: menjaga prinsip NKRI Kekeluargaan: mencerminkan musyawarah untuk mufakat Kenusantaraan: memperhatikan kepentingan seluruh wilayah indonesia Bhineka Tunggal Ika: perhatikan ragam SARA Keadilan: adil bagi setiap warga negara Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan: tidak membedakan SARA Ketertiban dan kepastian hukum: harus mampu mewujudkan ketertiban masyarakat melalui jaminan kepastian hukum Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan: harus imbang dalam hal kepentingan individu, masyarakat, bangsa dan negara. 5. Efektivitas Pelaksanaan Peraturan Perundang-Undangan Artinya: tujuan harus jelas, berdayaguna, berhasilguna. Seberapa besar manfaat peraturan tersebut. Berapa perbandingan beban dan manfaat. LATIHAN ANALISIS NO. PENGATURAN DIMENSI 1 PASAL 1 TETAP PASAL 2 (1) a, Dimensi 3 1 VARIABEL INDIKATOR ANALISIS Penggunaan Tidak tepat, Penggunaan frasa ‘melampaui 3%’ tidak lugas bahasa, istilah, menimbulkan dan jelas, berapa batas atas defisit anggaran, kata multitafsir karena frasa tersebut mengartikan batas bawah, padahal yang berbahaya adalah batas atas. PASAL 2 (1) a, Dimensi 3 3 Penggunaan Tidak tepat bahasa, istilah, kata PASAL 2 (1) b Dimensi 2 dan c Tumpang tindih, disharmoni Dimensi 3 PASAL 2 (1) f Dimensi 3 Frasa ‘dilakukan secara bertahap’ tidak jelas menunjukkan berapa lama durasi penyesuaian, mengingat berakhirnya Tahun Anggaran 2022 (angka 1.) dengan ‘sejak Tahun Anggaran 2023’ hanya selisih 1 hari. Hak dan Belum ada penjelasan mengenai kata kewajiban ‘penyesuaian’ dan ‘pergeseran’, dari yang bagaimana menjadi bagaimana. Agar tidak terjadi pengakuan hak untuk disesuaian oleh Penggunaan pihak tertentu, padahal bukan pihak itu yang bahasa, istilah, Tidak lugas, dimaksud penting dan tepat untuk disesuaikan. kata menimbulkan multitafsir Penggunaan Tidak tepat, Kata ‘khususnya’ dapat diartikan, boleh bahasa, istilah, menimbulkan dilakukan penerbitan SUN di masa pandemi, kata multitafsir dengan tujuan yang tidak berkaitan dengan pandemi. Padahal judul Perpu sudah jelas, yaitu mengenai kebijakan di masa pandemi. REKOMENDASI Perlu diganti dengan frasa yang menunjukkanbatas atas seperti ‘di atas 3% namun tidak kurang dari 5%’ Perlu ditambahkan durasi penyesuaian terjadi berapa lama, pada kurun waktu yang mana. Ditambahkan agar kalimat menjadi jelas dan lugas. Misalnya ‘dari yang bisa dipangkas kepada pihak yang sangat membutuhkan seperti bidang kesehatan’ Hilangkan kata ‘khususnya’ PASAL 3 PASAL 4 (1) d Dimensi 1 Dimensi 4 Dimensi 5 PASAL 5 (2) (3) Dimensi 3 Dimensi 2 Dimensi 4 Perlindungan Tidak melindungi Tidak melindungi masyarakat Berhasilguna Diadakannya pembebasan atau keringanan bea masuk justru akan membuat produk dari luar Pengayoman negeri membanjiri Indonesia. Padahal dalam Kondisi pandemi, masyarakat di seluruh dunia sedang berusaha keras mencari pendapatan. Efektivitas Apabila indonesia dibanjiri produk luar, ini akan memengaruhi usaha dalam negeri dan membuat rakyat Indonesia semakin konsumtif dan justru semakin miskin dan terpuruk di masa pandemi. Penggunaan Tidak lugas Frasa ‘diatur dengan atau berdasarkan’ bahasa, istilah, berlebihan. Pada kenyataannya Peraturan kata Pemerintah mengenai hal ini harus dibuat Disharmoni Penegakan karena Pasal 5 ayat (2) c belum jelas persyaratan hukum apa. Selain itu, masa pajak sudah berjalan, namun Peraturan Pemerintah belum diterbitkan. Keseimbangan Tidak Peraturan Pemerintah harus segera ditetapkan, imbang agar jangan sampai menimbulkan keresahan di dengan masyarakat akibat penetapan tarif yang tiba-tiba kepentingan di tengah-tengah atau di akhir Tahun Pajak individu dan 2020. Karena perusahaan juga perlu masyarakat mempersiapkan diri terhadap perubahan tarif dengan menyesuaikan kegiatan operasional mereka. Tidak diturunkan masuknya. perlu bea Diganti dengan kata ‘dengan’ ANALISIS PASAL 4 DAN 5 1. Penilaian Ketepatan Jenis Peraturan Perundang-Undangan Perpu sudah cocok dengan hirarki peraturan perundang-undangan. Setelah UUD 1945 dan Tap MPR, urutan ketiga adalah Undang-Undang atau Perpu Pengganti Undang-undang. Presiden RI menetapkan kebijakan penurunan PPH Badan melalui Perpu pengganti UU bukan melalui UU, karena kondisi pandemi COVID 19 sangat mendesak dan tiba-tiba (hal ikhwal genting dan memaksa), sehingga perlu dibuat kebijakan sesegera mungkin. Apabila menggunakan sistematika pembuatan UU, maka akan memakan waktu yang lama dan biaya yang semakin besar, sehingga tidak dapat segera update mengikuti perkembangan pandemi COVID 19, dan akan terjadi pemborosan dana. Oleh karena itu dibuatlah Perpu pengganti UU artinya, kedudukannya sama kuat dengan UU, namun dapat lebih cepat proses penetapannya di masa darurat pandemi COVID 19. 2. Potensi Tumpang Tindih dan Disharmoni Disharmoni dengan: Kewenangan => Tidak tumpang tindih. Penetapan kebijakan yang tertinggi setelah UUD dan Tap MPR adalah UU atau Perpu Pengganti UU. Dengan demikian, dibuatnya Perpu ini tidak tumpang tindih dengan kewenangan DJP, karena DJP bertugas membuat perumusan dan pelaksanaan kebijakan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan. Perpu juga tidak tumpang tindih dengan wewenang pembuatan UU oleh DPR, karena untuk keadaan mendesak, adalah porsi tugas dari Perpu pengganti UU. Hak dan kewajiban => Tidak ada. Perlindungan => Tidak Aman. Indonesia ingin agar impor tidak terlalu banyak, tapi dalam perpu justru membebaskan atau meringankan bea masuk tertentu. Kebijakan ini terdapat celah, ada yang bisa memanfaatkan masa ini untuk menimbun barang asing. Ini dapat membahayakan produsen produk yang sama di dalam negeri, karena sesungguhnya perusahaan besar yang melakukan impor, tidak sepenuhnya kolaps di masa pandemi ini, mereka masih mampu membeli barang dalam jumlah yang lebih dari cukup. Penegakan hukum => Aman 3. Pemenuhan Asas Kejelasan Rumusan Artinya: menggunakan pilihan kata yang tepat: Sistematika => Aman. Teknik penulisan => Aman. Lugas, pasti, hemat kata, objektif, kata baku, konsisten, tidak ambigu => Pasal 4 ayat (1) huruf kecil a. Tidak lugas, pasti, dan konsisten. Kata ‘penyesuaian’ sebaiknya diganti dengan kata yang langsung menunjukkan arah, seperti ‘penurunan’ agar konsisten dengan huruf kecil b dan c yang langsung menunjukkan arah ‘perlakuan’ berarti menerapkan sesuatu yang belum diterapkan; ‘perpanjangan waktu’ berarti menetapkan batas waktu lebih panjang daripada penetapan sebelumnya. Selain itu, Pasal 5 ayat (3) menggunakan kata ‘dengan atau berdasarkan’. Ini pemborosan kata. Cukup menggunakan kata ‘melalui’ saja. 4. Kesesuaian Norma dengan Asas Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan Pengayoman: perlindungan terhadap ketentraman masyarakat => Tidak mengayomi. Pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa PT yang besar (40% lebih sahamnya diperdagangkan di BEI) justru mendapat keringanan PPh Badan yang lebih besar daripada perusahaan yang bentuknya lebih kecil. Peraturan ini menimbulkan keresahan dan mengganggu ketentraman khususnya pemilik perusahaan dengan skala di bawah PT. Sesungguhnya, penghasilan perusahaan berbentuk PT lebih besar daripada skala di bawahnya, pemberi modal juga lebih banyak, sehingga sebenarnya perusahaan berbentuk PT relatif lebih aman dibanding dengan perusahaan skala di bawahnya. Sedangkan yang terdampak COVID dan tingkat keresahannya lebih tinggi (lebih masif) adalah perusahaan skala di bawah PT, karena aset tentu lebih kecil. Maka penurunan tarif 3% tambahan lebih cocok diterapkan untuk perusahaan skala di bawah PT, bukan PT. Namun, dalam hal PT yang sahamnya di atas 40% diperdagangkan, ini baik, karena memberikan penghargaan atau hak istimewa kepada PT yang mau membuka kesempatan bagi rakyat Indonesia secara umum untuk memiliki perusahaan dan membuat perdagangan saham berjalan. Kemanusiaan: menghormati HAM dan harkat martabat manusia => Aman. Kebangsaan: menjaga prinsip NKRI => Aman. Kekeluargaan: mencerminkan musyawarah untuk mufakat => Mencerminkan. Dibuatnya Perpu ini merupakan tanggapan dari kekhawatiran pemerintah dan masyarakat mengenai ‘jangan sampai aturan perpajakan menghambat belanja negara dan masyarakat’. Kenusantaraan: memperhatikan kepentingan seluruh wilayah indonesia => Aman. Bhineka Tunggal Ika: perhatikan ragam SARA => Aman. Perpu tersebut sama sekali tidak menyinggung pembedaan kebijakan berdasarkan SARA. Keadilan: adil bagi setiap warga negara => Tidak adil. Justru Skala Usaha di bawah PT yang sebaiknya diberi keringanan PPh. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan: tidak membedakan SARA Ketertiban dan kepastian hukum: harus mampu mewujudkan ketertiban masyarakat melalui jaminan kepastian hukum. => Peraturan yang disinggung dalam Perpu harus segera dibuat. Contohnya Pasal 5 ayat (3), yang menyatakan bahwa ketetapan lanjut mengenai Pasla 5 ayat (2) huruf kecil c diatur dengan atau berdasarkan PP. Seharusnya ada keterangan, kapan PP paling lambat ditetapkan. Sehingga ada kepastian hukum bagi pembaca Perpu. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan: harus imbang dalam hal kepentingan individu, masyarakat, bangsa dan negara. Tidak seimbang. Peraturan Pemerintah (Pasal 5 ayat (3)) harus segera ditetapkan, agar jangan sampai menimbulkan keresahan di masyarakat akibat penetapan tarif yang tiba-tiba di tengah-tengah atau di akhir Tahun Pajak 2020. Karena perusahaan juga perlu mempersiapkan diri terhadap perubahan tarif dengan menyesuaikan kegiatan operasional mereka. 5. Efektivitas Pelaksanaan Peraturan Perundang-Undangan Artinya: tujuan harus jelas, berdayaguna, berhasilguna. Seberapa besar manfaat peraturan tersebut. Berapa perbandingan beban dan manfaat. => Tujuan pengurangan tarif PPh Badan masih belum cukup jelas, apakah (1) untuk membantu meringankan operasional dunia perdagangan karena ‘krisis’ yang disebabkan pandemi; atau (2) meningkatkan kepatuhan membayar pajak, dengan memanfaatkan situasi pandemi. Contoh negara yang melakukan penurunan tarif pajak: Belanda. Tarif pajak perusahaan atas laba dari € 200,000 akan tetap sebesar 25% pada tahun 2020. Pada tahun 2021 akan turun menjadi 21.7%. Tingkat rendah yang diterapkan pada laba hingga € 200,000 akan menurun lebih lanjut pada tahun 2020. Penurunan tarif pajak di Belanda tidak sekedar mencakup 1 peraturan saja seperti di Perpu Indonesia yang hanya menyatakan penurunan tarif. Belanda membuat persyaratan-persyaratan tertentu yang perlu dipenuhi bila perusahaan ingin mendapatkan keringanan pajak. Contohnya: - Pada 1 Januari 2020, tidak ada pajak perusahaan yang dibebankan pada pajak penghasilan perusahaan jika seorang pengusaha mengajukan pengembalian untuk hari pertama bulan keenam setelah periode di mana pajak dipungut (biasanya 1 Juni) dan pengembalian diajukan benar. - Jika perusahaan mendapat untung dari kegiatan inovatif tertentu, mereka harus membayar pajak perusahaan lebih sedikit atas laba ini. 'Nilai' kotak inovasi ini sekarang 7%. Ini akan meningkat menjadi 9% dari 1 Januari 2021. - Selain itu, penurunan tarif tidak ditetapkan serta merta kepada seluruh jenis bisnis perusahaan, ada juga perusahaan yang dinaikkan tarif pajaknya. Dengan demikian, kebijakan penurunan tarif pajak dapat lebih tepat sasaran. Perhatikan pernyataan berikut: Komponen pajak lainnya dari Perjanjian Iklim Nasional juga dimasukkan dalam Rencana Pajak 2020. Ini terdiri dari kenaikan pajak bahan bakar fosil seperti gas alam tetapi pajak yang lebih rendah untuk listrik. Selain itu, sebagian besar perusahaan akan dikenakan kenaikan biaya tambahan energi terbarukan, sementara rumah tangga swasta akan menikmati pengurangan biaya tambahan ini. Selain itu, pembebasan waktu terbatas dari pajak pembelian kendaraan untuk kendaraan listrik, yang berakhir pada 2021, sekarang akan tetap berlaku sampai 2025. Namun, penggunaan pribadi pajak kendaraan perusahaan listrik secara bertahap akan naik dari empat menjadi delapan persen. Dengan kebijakan Belanda tersebut, tujuan kebijakan jadi lebih jelas, yaitu untuk memudahkan operasional perusahaan tertentu, sekaligus meningkatkan kepatuhan membayar pajak. Peraturan juga dinyatakan dengan sangat jelas dan tidak menimbulkan multitafsir dan celah. Sumber: https://id.intercompanysolutions.com/Belanda-menurunkan-tarif-pajak-perusahaan/ Negara lain: AS Melalui undang-undang (UU) terbaru, Amerika Serikat (AS) memangkas pajak korporat dari 35% menjadi 21% serta melakukan pengurangan pajak untuk individu. Tujuannya untuk menarik arus investasi masuk ke negaranya, membawa pulang dananya yang tersimpan di luar negeri, meningkatkan daya saingnya di dunia. Ini kebijakan yang tepat, karena AS adalah pusat perdagangan dunia, sehingga dengan adanya penurunan pajak, bisa semakin produktif negaranya. Namun indonesia masih bersifat konsumtif, sehingga jika bea masuk diturunkan atau dibebaskan, bisa-bisa jadi semakin konsumtif dan memperkaya negara lain bukan produsen dalam negeri. Negara lain: Cina Cina juga berencana akan melakukan pengurangan beban pajak korporasi dan perorangan senilai lebih dari 800 miliar yuan. Ini merupakan upaya restrukturasi ekonomi di tengah kebijakan AS menerapkan tarif impor terhadap produk Cina. Ini tepat, karena Cina adalah negara produsen. Negara lain: Malaysia Pemerintah Malaysia menghapus Pajak Barang dan Pelayanan (Good and Services Tax/GST). Sumber: https://pajak.go.id/artikel/reformasi-pajak-dalam-pusaran-perang-tarif