Pemeriksaan Status Mental Pemeriksaan status mental bertujuan untuk menilai bagaimana klien menjalankan fungsi pada saat evaluasi. Wawancara dalam hal pemeriksaan status mental menghasilkan sebuah paragraph singkat yang menangkap proses-proses psikologis dan kognitif atau bisa dikatakann gambaran psikologis dari “individu” tersebut. Saat wawancara, pertanyaan yang diajukan dan tekhnik spesifiknya bervariasi dikarenakan format pemeriksaan mental tidak distandarisasikan sepenuhnya. Namun meskipun begitu, biasanya mecakup beberapa kategori yaitu : 1. Penampilan 2. Perilaku/aktivitas motorik 3. Sikap terhadap pemeriksa 4. Perasaan dan suasana hati 5. Pembicaraan dan pikiran 6. Gangguan perseptual 7. Orientasi tentang orang serta tempat dan waktu 8. Ingatan dan intelegensi 9. Realibilitas serta pertimbangan dan pandangan Pemeriksaan status mental tidak dimaksudkan sebagai sebuah alat diagnostik komprehensif yang rumit, namun dimaksudkan untuk administrasi singkat dan fleksibel yang tidak membutuhkan buku panduan atau bahan-bahan penyerta lain. Pemeriksaan status mental lazim digunakan di rumah sakit untuk membuat estimasi cepat tingkat fungsi klien saat ini. Wawancara Krisis Wawancara krisis bertujuan untuk menilai masalah yang menuntut perhatian utama seperti bunuh diri atau mencelakai diri sendiri atau juga orang lain), tetapi juga untuk menyediakan intervensi segera dan efektif untuk masalah itu. Wawancara krisis bisa dilakukan dengan tatap muka langsung atau dengan telepon melalui hotline bunuh diri, telepon krisis, dan pelayan-pelayan serupa. Untuk melakukan wawancara krisis, pewawancara harus membangun hubungan baik dengan cepat dan mengekspresikan empati dengan baik kepada klien yang memiliki kecendrungan bunuh diri. Ketika mewawancarai klien yang memiliki kecendrungan bunuh diri aktif, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan yaitu : 1. Seberapa depresikah klien tersebut? 2. Apakah klien memiliki pikiran bunuh diri? 3. Apakah klien memiliki rencana bunuh diri? 4. Seberapa besar pengendalian-diri yang saat ini tampak dimiliki klien? 5. Apakah klien memiliki maksud bunuh diri yang definit? KOMPONEN BUDAYA Mengapresiasi Konteks Budaya Kata-kata dan tindakan klien selama wawancara klinis, terjadi di dalam sebuah konteks budaya. Pewawancara memiliki keharusan untuk mempertahankan perspektif budaya ketika mengobservasi dan mendengarkan klien. Pewawancara seharusnya memiliki pengetahuan akan budayanya sendiri maupun budaya klien agar dapat memahami makna materi wawancara di dalam konteks budaya yang tepat. Perilaku, pikiran, atau emosi yang dianggap abnormal oleh suatu budaya, belum tentu juga dianggap abnormal oleh budaya lain. Oleh karena itu, pewawancara harus lebih hati-hati agar tidak terlalu mematologisasikan dengan menerapkan nilai-nilai budayanya sendiri. Psikolog klinis seharusnya mampu mengapresiasi klien dari perspektif yang mempertimbangkan budaya klien sendiri. Pewawancara yang kompeten secara kultural tentu seharusnya tidak berasumsi bahwa setiap orang dari sebuah budaya memiliki nilai-nilai identik. Sebagai kelompok, para anggota sebuah budaya mungkin cenderung bertindak, percaya atau merasa dengan cara tertentu, tetapi variabilitas yang amat sangat besar sering kali terjadi di antara individu-individu di dalam kelompok budaya tersebut. Mengakui Perbedaan Budaya Pebedaan budaya antara pewawancara dan klien cukup sering terjadi. Diskusi terbuka dan menghormagti variabel-variabel budaya dapat meningkatkan hubungan baik dan meningkatkan kemauan klien untuk berbagi informasi sehingga membantu pewawancara untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan akurat mengenai masalah yang sedang dihadapi oleh klien. Pewawancara juga bisa menyelidiki latar belakang budaya klien secara langsung agar dapat lebih mengetahui perspektif klien. Klien dapat menjadi sumber informasi yang mencerahkan tentang budayanya sendiri, tetapi pewawancara seharusnya tidak terlalu menyandarkan diri pada klien karena maksud dari wawancara bukanlah mengedukasi pewawancara. Pewawancara harus mencari sumber-sumber informasi lain tentang budaya-budaya tertentu dalam bentuk tertulis, pengalaman, atau lainnya yang berfungsi untuk meningkatan kesadaran budayanya.