Uploaded by virgian.virgian

2. Buku Validasi Metode ok(1)

advertisement
VALIDASI & VERIFIKASI
METODE UJI
Sesuai dengan ISO/IEC 17025
Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi
UU No 19
Tahun 2002
Tentang Hak Cipta
Fungsi dan Sifat hak Cipta Pasal 2
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak
Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang
timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Hak Terkait Pasal 49
1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang
pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau
menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.
Sanksi Pelanggaran Pasal 72
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah),
atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
ii
VALIDASI & VERIFIKASI
METODE UJI
Sesuai dengan ISO/IEC 17025
Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi
iii
Gg. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581
Telp/Faks: (0274) 4533427
Hotline: 0838-2316-8088
Website: www.deepublish.co.id
e-mail: [email protected]
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
RIYANTO
Validasi & Verifikasi Metode Uji: Sesuai dengan ISO/IEC 17025
Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi /oleh Riyanto.--Ed.1, Cet. 1-Yogyakarta: Deepublish, Juni 2014.
xiv, 139 hlm.; 23 cm
ISBN 978-Nomor ISBN
1. Laboratorium Kimia
Desain cover
Penata letak
I. Judul
542.1
: Unggul Pebri Hastanto
: Cinthia Morris Sartono
PENERBIT DEEPUBLISH
(Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)
Anggota IKAPI (076/DIY/2012)
Isi diluar tanggungjawab percetakan
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.
iv
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga Buku Validasi dan Verifikasi
Metode Uji dapat terselesaikan. Validasi metode uji merupakan
persyaratan yang wajib dilakukan oleh Laboratorium Pengujian dan
Kalibrasi sesuai ISO 17025. Fokus buku ini yaitu membahas
parameter Validasi dan Verifikasi metode uji yang terdiri dari
Repeatability dan Reproducibility, Akurasi (ketepatan, accuracy),
Perolehan kembali (recovery), Limit deteksi dan Limit kuantitasi,
Ketidakpastian (uncertainty), Daerah linier pengukuran dan daerah
kerja, Robustness terhadap pengaruh eksternal dan Konfirmasi
identitas, selektifitas, spesifisitas.
Buku ini dimaksudkan untuk membekali mahasiswa dan
tenaga laboratorium untuk mempermudah dalam melakukan
validasi metode uji. Beberapa materi yang disampaikan dilengkapi
dengan contoh-contoh hasil penelitian.
Penulis sangat mengharap kepada semua pihak untuk dapat
memberikan masukan yang konstruktif demi kesempurnaan buku
ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat dan membantu dalam
meningkatkan keahlian analisis kimia dan kualitas Laboratorium
Pengujian dan Kalibrasi sesuai ISO 17025.
Yogyakarta, Juni 2014
Penulis
v
vi
KATA PENGANTAR ................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................ xi
BAB I
1.1
1.2
BAB II
PENDAHULUAN ..................................................... 1
Quality Assurance (QA) dan Quality Control (CQ) ....... 1
Landasan Validasi Metode Uji .................................... 5
VALIDASI DAN VERIFIKASI ....................................... 9
2.1. Perbedaan Validasi dan Verifikasi Metode Uji .............. 9
2.2. Parameter validasi dan verifikasi metode uji .............. 12
2.3. Pentingnya validasi metode ...................................... 17
BAB III
3.1
3.2
3.3
3.4
PRESISI DAN AKURASI ............................................21
Pendahuluan ........................................................... 21
Presisi ..................................................................... 23
Coefficient Variance Horwitz (CV Horwitz) ................. 36
(Akurasi) Accuracy ................................................... 39
BAB IV
4.1
4.2
LINEARITAS DAN DAERAH KERJA ............................53
Linearitas dan Daerah Kerja ..................................... 53
Kurva Standar Adisi ................................................. 61
BAB V
LIMIT DETEKSI (LOD) DAN LIMIT KUANTISASI
(LOQ) ...................................................................65
Pengertian LOD dan LOQ........................................ 65
Penentuan LOD dan LOQ ........................................ 71
5.1
5.2
vii
BAB VI
KETAHANAN DAN KETANGGUHAN METODE
UJI ....................................................................... 79
6.1. Ketangguhan (ruggedness) dan Kekuatan
(Robustness) Metode Uji ...........................................79
6.2. Penentuan Ketangguhan (ruggedness) dan
Kekuatan (Robustness) .............................................81
BAB VII
7.1
7.2
7.3
7.4
7.5
7.6
ESTIMASI KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN .............. 85
Estimasi Ketidakpastian Pengukuran .........................85
Kesalahan dan Ketidakpastian..................................88
Perhitungan ketidakpastian diperluas (expanded
uncertainty)..............................................................95
Penentuan Estimasi Ketidakpastian Pengukuran .........98
Estimasiketidakpastian dari berat molekul ...............130
Penentuan Estimasi Ketidakpastian dari Kurva
Kalibrasi ................................................................133
DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 137
viii
Gambar 2.1. Parameter dalam validasi metode uji menurut
EUROCHEM........................................................ 19
Gambar 3.1 Perbedaan presisi dan akurasi ............................. 22
Gambar 3.2 Skema untuk intra-laboratorium (Repeatability) ..... 30
Gambar 3.3 Kurva variansi Horwitz hubungan konsentrasi
dengan KV (%) .................................................... 37
Gambar 3.4 Kurva reproduksibilitas Horwitz ............................ 37
Gambar 3.5 SRM 1950 Metabolit di Human Plasma ................. 47
Gambar 3.6 SRM 2907 trace terrorist explosive simultans ......... 48
Gambar 3.7 Contoh CRM untuk analisis lingkungan ................ 49
Gambar 3.8 Contoh sertifikat CRM Aluminium produksi
dari Sigma Aldrich............................................... 50
Gambar 3.9 Contoh sertifikat berbagai jenis CRM .................... 51
Gambar 4.1 Perbandingan nilai R2 dengan data hasil
pengukuran ........................................................ 54
Gambar 4.2 Kurva kalibrasi larutan standar Cu ....................... 58
Gambar 4.3 Kurva kalibrasi larutan standar Ni ........................ 59
Gambar 4.4 Kurva kalibrasi larutan standar Cr (VI) dengan
spektrofotometer UV-Vis (Ahmed et al. 2011) ....... 60
Gambar 4.5 Teknik pelaksanaan metode kurva adisi
standar ............................................................... 61
Gambar 4.6 Kurva adisi standar.............................................. 62
Gambar 4.7 Kurva adisi standar penentuan Fe dengan
GFAAS ................................................................ 63
Gambar 5.1 Posisi LOD, LOQ dan rata-rata signal
background ........................................................ 68
Gambar 5.2 Penentuan LOD dengan noise.............................. 69
Gambar 5.3 Kurva kalibrasi vitamin C dengan voltammetri ...... 72
ix
Gambar 5.4 Kurva kalibrasi larutan standar fenol dengan
spektrofotometer UV-Vis.......................................74
Gambar 7.1 Kurva distribusi normal ........................................91
Gambar 7.2 Kurva distribusi rectanguler ..................................92
Gambar 7.3 Kurva distribusi berbentuk U ................................93
Gambar 7.4 Kurva mengikuti distribusi trianguler .....................94
Gambar 7.5 Gabungan persamaan dan jenis distribusi ............95
Gambar 7.6 Jenis-jenis sumber ketidakpastian dan cara
konversinya
untuk
mendapatkan
ketidakpastian baku (μ) .......................................96
Gambar 7.7 Diagram tulang ikan penentuan konsentrasi
Cd ......................................................................99
Gambar 7.8 Perbandingan penyumbang ketidakpastian ........102
Gambar 7.9 Distribusi rectangular .........................................103
Gambar 7.10 Distribusi trianguler ............................................104
Gambar 7.11 Jenis-jenis distribusi (A) bentuk distribusi
uniform (B) bentuk distribusi rectanguler dan
(C) distribusi trianguler.......................................105
Gambar 7.12 Diagram tulang ikan penentuan konsentrasi
nikel (Ni) ...........................................................107
Gambar 7.13 Diagram tulang ikan analisis Cr-T pada air
limbah dengan FAAS .........................................121
Gambar 7.14 Kurva kalibrasi larutan standar Cu .....................122
Gambar 7.15 Prosedur kerja penentuan nitrat..........................125
Gambar 7.16 Diagram tulang ikan penentuan konsentrasi
nitrat .................................................................126
Gambar 7.17 Kurva kalibrasi penentuan nitrat .........................127
Gambar 7.18 Diagram
kostribusi
masing-masing
ketidakpastian ...................................................129
Gambar 7.19 Kurva
kalibrasi
untuk
penentuan
ketidakpastian ...................................................135
x
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6
Tabel 3.7
Tabel 3.8
Tabel 3.9
Tabel 3.10
Tabel 3.11
Tabel 3.12
Tabel 3.13
Tabel 3.14
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Penentuan kadar Fe dalam AMDK dengan
spektrofotometer UV-Vis......................................... 24
Penentuan kadar Au dalam batuan dengan
AAS. ..................................................................... 26
Penentuan COD dalam air limbah ......................... 27
Penentuan Cr dalam air limbah dengan AAS .......... 27
Presisi suatu metode uji .......................................... 29
Jenis-jenis presisi dan teknik pelaksanaannya ......... 30
Tingkat presisi berdasarkan konsentrasi analit ........ 34
Data hasil uji presisi pada sampel natrium
hidroksida ............................................................. 34
Hubungan Konsentrasi dengan RSD ....................... 36
Data larutan standar Cu dan Pb dengan AAS ......... 38
Hasil uji presisi Penentuan Amonium dan Nitrat ...... 38
Nilai persen recovery berdasarkan nilai
konsentrasi sampel ................................................ 42
Data hasil uji akurasi pada sampel natrium
hidroksida ............................................................. 44
SRM tanah dan kandungan elemen di sertifikat
dan hasil analisis ................................................... 47
Data hasil pengukuran larutan standar Cu
dengan AAS .......................................................... 57
Data larutan standar Fe dengan GFAAS ................. 62
Data larutan standar vitamin C .............................. 71
Data perhitungan LOD dengan kurva kalibrasi ....... 72
Data
larutan
standar
fenol
dengan
spektrofotometer UV-Vis......................................... 73
xi
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Tabel 5.7
Tabel 6.1
Tabel 6.2
Tabel 6.3
Tabel 6.4
Tabel 7.1
Tabel 7.2
Tabel 7.3
Tabel 7.4
Tabel 7.5
Tabel 7.6
Tabel 7.7
Tabel 7.8
Tabel 7.9
Tabel 7.10
Tabel 7.11
Tabel 7.12
Tabel 7.13
Tabel 7.14
Data
larutan
blanko
fenol
dengan
spektrofotometer UV-Vis .........................................74
Data hasil uji LOD pada sampel natrium
hidroksida .............................................................75
Data hasil uji LOQ pada sampel natrium
hidroksida .............................................................76
Data Hasil Uji LOQ pada Sampel Natrium
hidroksida .............................................................77
Hasil studi Ketangguhan (ruggedness) ....................82
Hasil studi Kekuatan (Robustness) ...........................82
Robustness pada metode uji dengan HPLC .............83
Contoh hasil analisis pengujian ketegaran
dengan HPLC konsentrasi standar 100%.................84
Nilai dan ketidakpastian ......................................101
Sumber ketidakpastian kurva kalibrasi ..................116
Sumber ketidakpastian kadar Ni dalam NaOH
32% ....................................................................117
Hasil nilai ketidakpastian kadar Nikel pada
natrium hidroksida ..............................................119
Data hasil pengukuran larutan standar .................121
Data penentuan ketidakpastian kurva kalibrasi
Cu ......................................................................122
Daftar sumber ketidakpastian ...............................124
Data larutan standar nitrat ...................................127
Data perhitungan LOD dan LOQ .........................127
Perhitungan repeatabilitas dan recovery ................128
Penentuan relatif standar ketidakpastian ...............128
Daftar berat atom dan ketidakpastian terkait ........130
Penentuan ketidakpastian standar masing
masing elemen KMnO4 ........................................131
Penentuan ketidakpastian standar masing
masing elemen C8H5O4K .....................................132
xii
Tabel 7.15
Tabel 7.16
Tabel 7.17
Perhitungan penentuan slope dan intersep ............ 133
Perhitungan penentuan ketidakpastian kurva
kalibrasi .............................................................. 134
Perhitungan penentuan ketidakpastian kurva
kalibrasi logam Cu dengan AAS ........................... 134
xiii
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Quality Assurance (QA) dan Quality Control (CQ)
Menurut EUROCHEM yang dimaksud dengan
jaminan kualitas (QA) adalah tindakan yang direncanakan
sistematis diperlukan untuk memberikan keyakinan yang
memadai bahwa suatu produk atau jasa akan memenuhi
persyaratan untuk kualitas yang diberikan. Quality control
(QC) adalah kegiatan yang sehari-hari dilakukan yaitu
operasional teknik dan kegiatan yang digunakan untuk
memenuhi persyaratan kualitas. Validasi adalah proses
yang menunjukkan bahwa prosedur laboratorium dapat
diandalkan, dan direproduksi oleh personil dalam
melakukan tes di laboratorium.
Quality assurance atau jaminan mutu merupakan bagian
dari manajemen mutu yang difokuskan pada pemberian
keyakinan bahwa persyaratan mutu akan dipenuhi. Secara
teknis jaminan mutu pengujian dapat diartikan sebagai
keseluruhan kegiatan yang sistematik dan terencana yang
diterapkan dalam pengujian, sehingga memberikan
keyakinan yang memadai bahwa data yang dihasilkan
memenuhi persyaratan mutu sehingga dapat diterima oleh
pengguna. Pengendalian mutu adalah suatu tahapan dalam
prosedur yang dilakukan untuk mengevaluasi suatu aspek
teknis pengujian.
1
Quality control (pengendalian mutu) adalah kegiatan
untuk memantau, mengevaluasi dan menindaklanjuti agar
persyaratan mutu yang ditetapkan tercapai (product,
process,
service,
inspection,
testing,
sampling,
measurement dan calibration). Sedangkan Quality assurance
(penjaminan mutu) adalah semua tindakan terencana,
sistematis dan didemonstrasikan untuk meyakinkan
pelanggan bahwa persyaratan yang ditetapkan "akan
dijamin" tercapai. Salah satu elemen dari QA adalah QC.
Elemen yang lain yaitu: planning, organization for quality,
established procedure, supplier selection, corrective action, document control,
training, audit dan management review.
Definisi
menurut
ISO
9000:2000
(QMSFundamentals and Vocabulary), adalah:
*
Quality control (lihat section 3.2.10): part of quality management
focused on fulfilling quality requirements
*
Quality assurance (lihat section 3.2.11): part of quality
management focused on providing confidence that quality
requirements will be fulfilled.
Jadi kalau diterjemahkan, secara singkat QC terfokus
pada pemenuhan persyaratan mutu (produk/service)
sedangkan QA terfokus pada pemberian jaminan/keyakinan
bahwa persyaratan mutu akan dapat dipenuhi. Atau
dengan kata lain, QA membuat sistem pemastian mutu
sedangkan QC memastikan output dari sistem itu memang
benar-benar memenuhi persyaratan mutu.
Kegiatan-kegiatan inspeksi dan uji (in-coming, in-process,
outgoing) akan masuk kategori QC, sedangkan hal-hal seperti
perencanaan
mutu,
sertifikasi
ISO,
audit
sistem
manajemen, masuk kategori QA. Beberapa perusahaan, saat
2
ini tidak lagi membedakan antara QA dan QC di dalam
operasional quality management-nya. Cukup disebut
departemen Quality, di dalamnya ada kegiatan merancang
jaminan bahwa persyaratan mutu akan dipenuhi dan
sekaligus bagaimana memenuhi persyaratan mutu tersebut.
QA (Quality Assurance) tugasnya memahami spesifikasi
customer dan standard atau spesifikasi yang berhubungan
dengan produk, kemudian membuat/ menentukan cara
inspectionnya (berupa prosedur) dan mendokumentasi
hasil inspectionnya (manufacturing data report) QC
(Quality Control): tugasnya melakukan inspection berdasarkan procedure yang dibuat dan disyahkan oleh QA.
Kesimpulannya QA lebih banyak paper work, umumnya
memiliki skill inspection yang baik dan skill menulis
procedure dan familiar dengan engineering & industrial
standards, Sedangkan QC lebih banyak melakukan
inspection pada process manufacturing dan membuat
laporannya.
Dalam perusahaan besar, biasanya QA dan QC
dipisah dan memeliki pimpinan masing-masing. Sedang
dalam perusahaan menengah/kecil biasanya digabung
(perso-nilnya kebanyakan dwi fungsi). Beberapa jenis ISO
yaitu:
•
ISO 9001: Quality Management System
•
ISO 14000 : Environmental Management System
•
ISO 22000: Food Safety Management System
•
ISO 27001: Information Security Management System
•
SNI-ISO/IEC 17025:2008: (International Organization for
Standardization/International
Electrothecnical
Commission)
untuk Laboratorium Pengujian Dan Kalibrasi
3
•
•
•
•
SNIISO
15189:2012:
Medical
laboratories.
Persyaratan mutu dan kompetensi laboratorium
medik.
OHSAS 18001: (Occupation Health and Safety Assessment
Series)
ISO 9241: Ergonomics of Human-Computer Interaction
ISO 13485:2003: For Quality Management System Related to
the Design, Production Assembly, Installation and Servicing of
Psychological Assessment Tools
Faktor-faktor yang menentukan kebenaran dan
kehandalan pengujian dan kalibrasi adalah faktor manusia,
kondisi akomodasi dan lingkungan, metode pengujian,
metode kalibrasi dan validasi metode, peralatan,
ketertelusuran pengukuran, pengambilan contoh, penanganan barang yang diuji dan dikalibrasi. Konstribusi
masing-masing faktor terhadap ketidakpastian pengukuran
total berbeda pada jenis dari pengujian dan kalibrasi yang
satu dan yang lainnya. Laboratorium harus memperhitungkan faktor-faktor tersebut dalam mengembangkan
metode dan prosedur pengujian dan prosedur kalibrasi,
dalam pelatihan dan kualifiasi personil dan dalam pemilihan dan kalibrasi peralatan yang digunakan.
Laboratorium harus menggunakan metode dan
prosedur yang sesuai untuk semua pengujian dan atau
kalibrasi di dalam lingkupnya. Hal tersebut mencakup
pengambilan sampel, penanganan transportasi, penyimpanan, dan penyiapan barang untuk diuji dan atau kalibrasi
dan bila sesuai perkiraan dari ketidakpastian pengukuran
serta teknik statistik untuk menganalisis data pengujian
dan atau kalibrasi. Laboratorium harus memiliki instruksi
4
penggunaan dan pengoperasian semua peralatan yang
relevan, dan penanganan serta penyiapan barang yang diuji
dan atau dikalibrasi, atau kedua-duanya bila ketiadaan
instruksi yang dimaksud dapat merusak hasil pengujian
dan atau kalibrasi. Semua instruksi, standar, panduan dan
data acuan yang relevan dengan pekerjaan laboratorium
harus dijaga tetap mutakhir dan harus selalu tersedia bagi
personil. Penyimpangan dari metode pengujian dan
kalibrasi boleh terjadi hanya jika penyimpanan tersebut
dibuktikan secara teknik telah dibenarkan, disahkan dan
diterima oleh pelanggan.
1.2
Landasan Validasi Metode Uji
Pesyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi
laboratorium Pengujian dan Kalibrasi berdasarkan Standard
Internasional ISO/IEC 17025, Edisi kedua Tahun 2005,
Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian
dan Laboratorium Kalibrasi yaitu persyaratan manajemen
yang terdiri dari:
1.
Organisasi
2.
Sistem Manajemen
3.
Pengendalian Dokumen
4.
Kaji Ulang Permintaan Tender dan Kontrak
5.
Subkontrak Pengujian
6.
Pembelian Jasa dan Perbekalan
7.
Pelayanan Pelanggan
8.
Pengaduan
9.
Pengendalian Pekerjaan Yand Tidak Sesuai
10. Peningkatan
11. Tindakan Perbaikan
5
12.
13.
14.
15.
Tindakan Pencegahan
Pengendalian Rekaman
Audit Internal
Kaji Ulang Manajemen
Selain itu laboratorium harus memenuhi 10
persyaratan teknis yang terdiri dari:
1.
Umum
2.
Personil
3.
Kondisi Akomodasi dan Lingkungan
4.
Metode Pengujian, Metode kalibrasi dan Validasi
Metode
5.
Peralatan
6.
Ketertelusuran Pengukuran
7.
Pengambilan Sampel
8.
Penanganan Barang Uji
9.
Jaminan Mutu Hasil Pengujian
10. Pelaporan Hasil
Berdasarkan persyaratan di atas, maka laboratorium
pengujian dan kalibrasi harus melakukan validasi metode
uji. Penggunaan metode yang tepat untuk pengujian/kalibrasi, termasuk pengambilan sampel, transportasi,
penyimpanan, estimasi ketidakpastian. Ketersediaan instruksi kerja, standar, manual dan data di tempat kerja.
Penggunaan metode/prosedur yang telah diterbitkan dan
metode laboratorium yang dikembangkan sendiri harus
sudah divalidasi. Laboratorium harus menginformasikan
kepada customer mengenai penggunaan metode yang
tidak sesuai. Jika laboratorium akan melakukan pengembangan metode uji maka harus ada rencana pengem-
6
bangan metode pengujian/kalibrasi, penugasan kegiatan
tersebut pada analis yang kompeten dan pembaharuan
rencana hasil pengembangan. Penggunaan metode non
standar harus tunduk pada perjanjian dengan customer
metode tersebut harus sudah divalidasi sebelum
digunakan.
Validasi adalah konfirmasi melalui bukti-bukti
pemeriksaan dan telah sesuai dengan tujuan pengujian.
Validasi harus dilakukan terhadap metode non-standar dan
metode yang dikembangkan laboratorium. Rentang ukur
dan akurasi dapat diperoleh dari hasil validasi metode yang
sesuai dengan kebutuhan customer. Validasi adalah konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti yang
objektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud
khusus dipenuhi. Laboratorium harus memvalidasi:
1.
Metode tidak baku
2.
Metode yang didesain/dikembangkan laboratorium
3.
Metode baku yang digunakan diluar lingkup yang
dimaksud
4.
Metode baku yang dimodifikasi
5.
Metode
baku
untuk
menegaskan
dan
mengkonfirmasi bahwa metode itu sesuai untuk
penggunaan yang dimaksudkan.
Estimasi ketidakpastian pengukuran merupakan
prosedur untuk estimasi ketidakpastian pengukuran dalam
pengujian, sedapat mungkin
menggunakan metode
statistik yang sesuai. Pertimbangan untuk semua komponen estimasi ketidakpastian. Beberapa sebab metode uji
perlu divalidasi yaitu:
7
1.
2.
3.
4.
Apabila metode tersebut baru dikembangkan untuk
suatu permasalahan yang khusus
Apabila metode yang selama ini sudah rutin, direvisi
untuk suatu pengembangan atau diperluas untuk
memecahkan suatu permasalahan analisa yang baru
Apabila hasil QC menunjukkan bahwa metode yang
sudah rutin tersebut berubah terhadap waktu (QC
charts)
Apabila metode rutin digunakan di laboratorium
yang berbeda, atau dilakukan oleh analis yang
berbeda atau dilakukan dengan peralatan yang
berbeda
Parameter-parameter yang harus dilakukan untuk
memvalidasi metode uji yaitu:
1.
Repeatability dan Reproducibility
2.
Akurasi (ketepatan, accuracy)
3.
Perolehan kembali (recovery)
4.
Limit deteksi dan limit kuantitasi
5.
Ketidakpastian (uncertainty)
6.
Daerah linier pengukuran dan daerah kerja
7.
Robustness terhadap pengaruh eksternal
8.
Konfirmasi identitas, selektifitas, spesifisitas
9.
Sensitivitas silang gangguan dari matrik sampel
8
BAB II
VALIDASI DAN VERIFIKASI
2.1
Perbedaan Validasi dan Verifikasi Metode Uji
Metode yang digunakan di laboratorium kimia
analitik harus dievaluasi dan diuji untuk memastikan
bahwa metode tersebut mampu menghasilkan data yang
valid dan sesuai dengan tujuan, maka metode tersebut
harus divalidasi. Setiap laboratorium direkomendasikan
bahwa metode yang baik harus divalidasi ulang atau
memverifikasi untuk memastikan bahwa metode tersebut
bekerja benar dalam lingkungan lokal. Verifikasi melibatkan
lebih sedikit parameter percobaan dibandingkan validasi.
Setiap metode baru yang diperkenalkan ke
laboratorium juga harus didokumentasikan dan semua
analis yang akan menggunakannya harus mendapatkan
pelatihan yang memadai dan menunjukkan kompetensi
mereka dalam metode sebelum memulai kerja kasus yang
sebenarnya. Metode komersial juga perlu revalidation, atau
setidaknya verifikasi. Prosedur yang direkomendasikan
produsen 'harus diikuti sedekat mungkin. Jika perubahan
yang signifikan dibuat, validasi penuh sangat diperlukan.
Jika metode dimodifikasi atau diterapkan ke situasi baru
(misalnya, berbeda sampel matriks), revalidation atau
9
verifikasi akan diperlukan tergantung pada sejauh mana
modifikasi dan sifat situasi baru.
Revalidation akan diperlukan, misalnya, ketika
sebuah metode yang dirancang untuk bekerja untuk urine
diterapkan untuk darah; verifikasi akan diperlukan bila
kolom kromatografi dari sifat yang berbeda atau dimensi
yang digunakan. Tidak ada tindakan yang diperlukan di
mana modifikasi hanya kecil, misalnya ketika kolom
kromatografi diubah untuk lain dari jenis yang sama.
Validasi atau verifikasi metode merupakan seperangkat
standar eksperimental tes yang menghasilkan data yang
berkaitan dengan akurasi, presisi dan lain-lain. Proses yang
dilakukan harus ditulis sebagai prosedur operasi standar
(SOP). Sekali metode telah divalidasi atau diverifikasi,
mereka harus secara resmi disetujui untuk penggunaan
rutin di laboratorium oleh orang yang bertanggung jawab,
misalnya manajer laboratorium.
Dokumen yang ditetapkan dalam panduan mutu
mencatat rincian metode dan data yang evaluasi yaitu:
1.
Judul metode
2.
Analit
3.
Contoh matriks
4.
Dasar ilmiah dari metode
5.
Data hasil validasi (akurasi, presisi, selektivitas,
rentang, LOD dan lain-lain)
6.
Nama dan posisi orang otorisasi
7.
Tanggal
Perhatikan bahwa SOP untuk memvalidasi atau
memverifikasi metode, sama dengan semua SOP di manual
mutu laboratorium, juga harus disahkan oleh manajer
10
laboratorium. Setelah metode tersebut ditetapkan, maka
sangat penting bahwa semua SOP diikuti dengan tepat. Jika
variasi yang dibuat, variasi harus didokumentasikan. Setiap
variasi yang signifikan mengharuskan metode divalidasi
ulang untuk kondisi baru. Untuk semua SOP versi terakhir
yang disetujui harus digunakan. Dokumentasi laboratorium
untuk sistem mutu yang kompleks di alam, dan karena itu
laboratorium harus memiliki prosedur pengendalian
dokumen yang tepat seperti yang direkomendasikan dalam
"Pedoman Implementasi Sistem Manajemen Mutu
Pengujian Laboratorium". Sistem yang diusulkan dalam
literatur untuk proses validasi dapat bervariasi dalam
beberapa pedoman ini karena validasi selalu terikat dengan
aplikasi.
Metode kuantitatif untuk
pengujian validasi
mengandung beberapa parameter yang ditentukan yaitu:
1.
Kekhususan / selektivitas
2.
Batas deteksi (LOD)
3.
Presisi (di bawah dalam pengulangan laboratorium
dan / atau dalam laboratorium kondisi
reproducibility)
4.
Linearitas dan jangkauan kerja
5.
Akurasi (bias) (di bawah dalam pengulangan
laboratorium dan di dalam laboratorium kondisi
reproducibility)
6.
Recovery
7.
Ketidakpastian pengukuran
8.
Stabilitas
Parameter tambahan yang ditentukan tetapi tidak
begitu penting yaitu batas bawah kuantisasi (LLOQ),
11
kekasaran dan ketahanan. Untuk kualitatif dan metode
kuantitatif yang akan digunakan oleh lebih dari satu
laboratorium, setiap laboratorium harus memverifikasi
metode, dan presisi antar-laboratorium dan akurasi harus
ditentukan.
Metode kuantitatif untuk pengujian harus dilakukan
verifikasi dengan parameter yang akan ditentukan adalah:
1.
Kekhususan/selektivitas dan LOD jika matriks sampel
berbeda dari yang digunakan dalam pengembangan
metode.
2.
Akurasi (bias) (dalam kondisi pengulangan atau
reproducibility)
3.
Presisi
(dalam
kondisi
pengulangan
atau
reproducibility)
2.2
Parameter validasi dan verifikasi metode uji
Parameter ini berkaitan dengan sejauh mana zat lain
mengganggu identifikasi atau analisis kuantifikasi analit.
Ukuran dari kemampuan metode untuk mengidentifikasi/mengukur analit. Kehadiran zat lain, baik endogen
maupun eksogen, dalam sampel matriks di bawah kondisi
yang dinyatakan metode ini. Kekhususan ditentukan
dengan menambahkan bahan-bahan yang mungkin
dihadapi dalam sampel. Misalnya, tes spesifisitas metode
imunologi untuk spesimen biologi dapat berpotensi zat
bereaksi
silang;
uji
spesifisitas
tes
tempat
bisa
termasuk berpotensi mengganggu zat yang dapat
menghambat atau menutupi warna reaksi; metode
kromatografi untuk penentuan konsentrasi obat penyalahgunaan dalam sampel klinis harus bebas dari gangguan dari
12
yang diharapkan bersamaan diberikan obat terapi.
Spesifisitas adalah tergantung konsentrasi dan harus
ditentukan pada akhir rendah dari kisaran kalibrasi. Validasi
harus memenuhi tujuan metode dan memastikan bahwa
efek dari kotoran, zat bereaksi silang, yang mungkin ada
dalam matriks diketahui.
Batas deteksi (LOD). LOD adalah konsentrasi analit
terendah yang dapat dideteksi dan diidentifikasi dengan
mengingat tingkat kepastian. LOD juga didefinisikan
sebagai konsentrasi terendah yang dapat dibedakan dari
kebisingan latar belakang dengan tingkat kepercayaan
tertentu. Ada beberapa metode untuk menentukan LOD,
yang semuanya tergantung pada analisis spesimen dan
pemeriksaan sinyal untuk rasio kebisingan blanko.
Minimum persyaratan untuk sinyal terhadap kebisingan
dapat digunakan untuk menentukan LOD. LOD merupakan
parameter yang dapat dipengaruhi oleh perubahan kecil
dalam sistem analitis (misalnya suhu, kemurnian reagen,
efek matriks, kondisi berperan). Oleh karena itu, penting
bahwa parameter ini selalu dilakukan oleh laboratorium
dalam memvalidasi metode.
Presisi adalah ukuran kedekatan hasil analisis
diperoleh dari serangkaian pengukuran ulangan dari
ukuran yang sama. Hal ini mencerminkan kesalahan acak
yang terjadi dalam sebuah metode. Dua set diterima secara
umum kondisi di mana presisi diukur adalah kondisi
berulang dan direproduksi. Kondisi pengulangan terjadi
ketika analis yang sama analisis sampel pada yang sama,
hari dan instrumen yang sama (misalnya kromatografi gas)
atau bahan (uji misalnya tempat reagen) di laboratorium
13
yang sama. Setiap variasi dari kondisi ini (misalnya berbeda
analis, hari yang berbeda, instrumen yang berbeda,
laboratorium yang berbeda) merupakan reproduksibilitas.
Presisi
biasanya
diukur
sebagai
koefisien
variasi
atau deviasi standar relatif dari hasil analisis yang diperoleh
dari independen disiapkan standar kontrol kualitas. Presisi
tergantung konsentrasi dan harus diukur pada konsentrasi
yang berbeda dalam rentang kerja, biasanya di bawah,
pertengahan dan bagian atas. Presisi diterima pada
konsentrasi yang lebih rendah adalah 20%.
Linearitas dan jangkauan kerja, metode yang
digambarkan sebagai linear ketika ada berbanding lurus
hubungan antara respon metode dan konsentrasi analit
dalam matriks selama rentang konsentrasi analit (jangkauan kerja). Jangkauan kerja yang telah ditetapkan oleh
tujuan metode dan mungkin mencerminkan hanya bagian
dari rentang linier penuh. Sebuah koefisien korelasi yang
tinggi (R2) dari 0,99 sering digunakan sebagai kriteria
linearitas. Namun, ini tidak cukup untuk membuktikan
bahwa hubungan linear ada, dan metode dengan koefisien
determinasi kurang dari 0.99 mungkin masih cocok untuk
tujuan. Parameter ini tidak berlaku untuk metode kualitatif
kecuali ada ambang batas konsentrasi untuk pelaporan
hasil.
Akurasi adalah ukuran perbedaan antara harapan
hasil tes dan nilai referensi yang diterima karena metode
sistematis dan kesalahan laboratorium. Akurasi biasanya
dinyatakan sebagai persentase. Akurasi dan presisi bersamasama menentukan Total kesalahan analisis. Akurasi
ditentukan dengan menggunakan bahan Bahan Referensi
14
Bersertifikat (CRMS), metode referensi, studi kolaboratif
atau dengan perbandingan dengan metode lain. Dalam
prakteknya, CRMS jarang tersedia. Sebagai alternatif,
referensi standar dari sebuah organisasi otoritatif seperti
UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime), Drug
Enforcement Administration (DEA) atau penyedia komersial
terkemuka dapat digunakan. Hal ini umum untuk
memperkirakan akurasi dengan menganalisis sampel yang
berbeda konsentrasi (rendah, sedang, tinggi) yang meliputi
daerah kerja. Konsentrasi standar-standar ini harus berbeda
dari yang digunakan untuk mempersiapkan kurva kalibrasi
dan mereka berasal dari larutan yang berbeda.
Recovery dari suatu analit adalah respon detektor
yang diperoleh dari jumlah analit ditambahkan dan
diekstrak dari matriks, dibandingkan dengan respon
detektor untuk konsentrasi benar murni otentik dari
standar. Hal ini juga dapat dipahami sebagai persentase
obat, metabolit, atau Standar internal awalnya dalam
spesimen yang mencapai akhir prosedur. Dalam kasus
spesimen biologi, blanko dari matriks biologis setelah akhir
ekstrak telah diperoleh dapat dibubuhi dengan standar
dengan konsentrasi sebenarnya dari murni otentik standar
dan kemudian dianalisis. Pemulihan eksperimen harus
dilakukan dengan mem-bandingkan hasil analisis untuk
sampel diekstraksi pada tiga konsentrasi (Biasanya untuk
mengendalikan
sampel
yang
digunakan
untuk
mengevaluasi presisi dan akurasi). Recovery tidak harus
100%, namun tingkat recovery (analit dan standar internal)
harus konsisten (untuk semua kon-sentrasi yang diuji).
15
Ketidakpastian pengukuran. Pengujian laboratorium
harus memiliki dan menerapkan prosedur untuk
memperkirakan ketidakpastian pengukuran. Mengingat
ketidakpastian memberikan jaminan bahwa hasil dan
kesimpulan dari metode dan skema analitis yang cocok
untuk
tujuan.
Menurut
metrologi
ketidakpastian
didefinisikan sebagai parameter yang terkait dengan hasil
pengukuran yang mencirikan dispersi dari nilai-nilai yang
cukup dapat dikaitkan dengan besaran ukuran. Dalam
istilah yang lebih praktis, ketidakpastian dapat didefinisikan
sebagai probabilitas atau tingkat keyakinan. Setiap
pengukuran yang kita buat akan memiliki beberapa
ketidakpastian yang berhubungan dengan dan interval
ketidakpastian yang kami kutip akan menjadi kisaran
dalam mana nilai sebenarnya terletak pada tingkat
kepercayaan tertentu. Biasanya kita menggunakan tingkat
kepercayaan 95% interval. Pemahaman ketidakpastian
adalah dasar interpretasi dan pelaporan hasil. Laboratorium
harus setidaknya mencoba untuk mengidentifikasi semua
komponen ketidakpastian dan membuat suatu estimasi
yang wajar, dan harus memastikan bahwa bentuk
pelaporan hasilnya tidak memberikan kesan yang salah dari
ketidakpastian.
Ketidakpastian pengukuran terdiri dari, secara
umum, banyak komponen. Ketidakpastian dihitung dengan
memperkirakan kesalahan yang terkait dengan berbagai
tahap analisis, misalnya efek pra-analitis, homogenisasi,
berat, pipetting, injeksi, ekstraksi, derivatisasi, pemulihan,
kurva kalibrasi. Validasi data, ketepatan dan presisi, kondisi
pengulangan/reproducibility
sudah
memperhitungkan
16
banyak
faktor
dan
harus
digunakan.
Perkiraan
ketidakpastian secara keseluruhan pada tingkat kepercayaan
95% dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Dimana u1, u2, u3 dan seterusnya adalah
ketidakpastian
komponen
individu.
Ketidakpastian
komponen individu yang kurang dari 20% dari komponen
tertinggi ketidakpastian berdampak kecil terhadap ketidakpastian secara keseluruhan dan dapat dihilangkan dari
perhitungan.
Stabilitas.
Validasi metode harus menunjukkan
sejauh mana analit yang stabil selama prosedur analisis
secara keseluruhan, termasuk penyimpanan sebelum dan
sesudah analisis. Secara umum, ini dilakukan dengan
memban-dingkan standar baru disiapkan diketahui
konsentrasi dengan standar yang sama dipertahankan
untuk periode waktu yang berbeda dan disimpan dalam
berbagai kondisi.
2.3
Pentingnya validasi metode
Validasi metode sangat diperlukan karena beberapa
alasan yaitu validasi metode merupakan elemen penting
dari kontrol kualitas, validasi membantu memberikan
jaminan bahwa pengukuran akan dapat diandalkan. Dalam
beberapa bidang, validasi metode adalah persyaratan
peraturan.
Menurut ISO 17025 validasi adalah konfirmasi
dengan pemeriksaan dan penyediaan bukti obyektif bahwa
17
persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus yang
terpenuhi. Menurut Quality Assurance Standards for Forensic DNA
Testing Laboratories, validasi adalah proses dimana
prosedur dievaluasi untuk menentukan kemanjuran dan
keandalan untuk analisis. Untuk menunjukkan bahwa
metode cocok untuk tujuan yang dimaksudkan .
Menurut EUROCHEM validasi adalah konfirmasi
melalui pemeriksaan dan penyediaan bukti objektif bahwa
persyaratan tertentu untuk penggunaan yang dimaksudkan
tertentu terpenuhi. Metode validasi adalah proses pembentukan karakteristik kinerja dan keterbatasan metode dan
identifikasi pengaruh yang mungkin mengubah karakteristik ini dan sampai sejauh mana sekarang juga proses
verifikasi bahwa suatu metode cocok untuk tujuan, yaitu,
untuk digunakan untuk memecahkan analitis tertentu
masalah. Beberapa tujuan validasi metode uji adalah:
1.
Untuk menerima sampel individu sebagai anggota
dari populasi yang diteliti.
2.
Untuk mengakui sampel pada proses pengukuran
3.
Untuk meminimalkan pertanyaan tentang keaslian
sampel
4.
Untuk memberikan kesempatan bagi resampling bila
diperlukan
Organisasi yang mengharuskan validasi metode uji
adalah International Standards Organization (ISO) yaitu
ISO 17025, AOAC International (Association of Official
Analytical Chemists), ASTM International (American Society
for Testing and Materials), ILAC (International Laboratory
Accreditation Cooperation). Beberapa parameter yang harus
18
ditentukan dalam validasi metode uji menurut EUROCHEM
seperti pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Parameter dalam validasi metode uji menurut
EUROCHEM
Metode uji divalidasi jika, metode baru yang akan
digunakan dalam pekerjaan rutin, setiap kali kondisi
berubah maka metode harus divalidasi, misalnya, instrumen yang berbeda dengan karakteristik yang berbeda, setiap
kali metode berubah dan perubahannya di luar lingkup asli
dari metode.
19
20
BAB III
PRESISI DAN AKURASI
3.1
Pendahuluan
Validasi
metode
analisis
bertujuan
untuk
memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode analisis
tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya. Validasi
biasanya diperuntuk-kan untuk metode analisa yang baru
dibuat dan dikembangkan. Sedangkan untuk metode yang
memang telah tersedia dan baku (misal dari AOAC, ASTM,
dan lainnya), namun metode tersebut baru pertama kali
akan digunakan di laboratorium tertentu, biasanya tidak
perlu dilakukan validasi, namun hanya verifikasi. Tahapan
verifikasi mirip dengan validasi hanya saja parameter yang
dilakukan tidak selengkap validasi.
Verifikasi metode uji adalah konfirmasi ulang dengan
cara menguji suatu metode dengan melengkapi bukti-bukti
yang obyektif, apakah metode tersebut memenuhi
persyaratan
yang
ditetapkan
dan
sesuai
dengan
tujuan.Verifikasi sebuah metode uji bermaksud untuk
membuktikan bahwa laboratorium yang bersangkutan
mampu melakukan pengujian dengan metode tersebut
dengan hasil yang valid. Verifikasi bertujuan untuk
membuktikan bahwa laboratorium memiliki data kinerja.
Parameter yang diuji dalam verifikasi metode penentuan
21
kadar nikel dalam NaOH dengan spektrofotometer UV-Vis
antara lain presisi, akurasi, linieritas, LOD dan LOQ dan
estimasi ketidakpastian.
Validasi
metode
analisis
bertujuan
untuk
memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode analisis
tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya. Validasi
biasanya diperuntukkan untuk metode analisa yang baru
dibuat dan dikembangkan. Sedangkan untuk metode yang
memang telah tersedia dan baku (misal dari AOAC, ASTM,
dan lainnya), namun metode tersebut baru pertama kali
akan digunakan di laboratorium tertentu, biasanya tidak
perlu dilakukan validasi, namun hanya verifikasi. Tahapan
verifikasi mirip dengan validasi hanya saja parameter yang
dilakukan tidak selengkap validasi. Perbedaan antara presisi
dan akurasi dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Low Precision
High Accuracy
Low Precision
Low Accuracy
High Precision
Low Accuracy
High Precision
High Accuracy
Gambar 3.1 Perbedaan presisi dan akurasi
22
3.2
Presisi
Presisi
atau
precision
adalah
ukuran
yang
menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual,
diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata
jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampelsampel yang diambil dari campuran yang homogen.
Presisi diukur sebagai simpangan baku atau
simpangan baku relatif (koefisien variasi). Precision dapat
dinyatakan sebagai repeatability (keterulangan) atau
reproducibility (ketertiruan).
Repeatability adalah keseksamaan metode jika
dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi
sama dan dalam interval waktu yang pendek. Repeatability
dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap
terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch
yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada
kondisi yang normal.
Reproducibility adalah keseksamaan metode jika
dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis
dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda
menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang
berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel
yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama.
Reproducibility dapat juga dilakukan dalam laboratorium
yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan
analis yang berbeda.
Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan
simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV) 2%
atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel
tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah
23
sampel, dan kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai
bahwa koefisien variasi meningkat dengan menurunnya
kadar analit yang dianalisis.
Ditemukan bahwa koefisien variasi meningkat seiring
dengan menurunnya konsentrasi analit. Pada kadar 1% atau
lebih, standar deviasi relatif antara laboratorium adalah
sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalah 5%. Pada kadar
satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar
part per bilion (ppb) adalah 32%. Pada metode yang sangat
kritis, secara umum diterima bahwa RSD harus lebih dari
2%.
Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling
sedikit enam replika sampel yang diambil dari campuran
sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya
keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu
berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi
(plasebo) untuk melihat pengaruh matriks pembawa
terhadap keseksamaan ini. Demikian juga harus disiapkan
sampel untuk menganalisis pengaruh pengotor dan hasil
degradasi terhadap keseksamaan ini. Contoh presisi
penentuan konsentrasi Fe dengan spektrofotometer UV-Vis
dintunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Penentuan kadar Fe dalam
spektrofotometer UV-Vis
AMDK
No.
Kadar Fe dalam AMDK (mg/L)
1
0,54
2
0,55
3
0,57
4
0,52
24
dengan
No.
Kadar Fe dalam AMDK (mg/L)
5
0,54
6
0,55
7
0,57
8
0,54
9
0,54
10
0,56
Jumlah
5,48
Rata-rata
0,548
SD
0,015491933
RSD(%)
2,826995143
Karena RSD (%) lebih dari 2%, maka metode uji
tersebut mempunyai presisi yang tidak baik. Presisi
pengukuran
kuantitatif
dapat
ditentukan
dengan
menganalisis contoh berulang-ulang (minimal 6 x
pengulangan), dan menghitung nilai simpangan baku (SD)
dan dari nilai simpangan baku tersebut dapat dihitung nilai
koefisien variasi dengan rumus:
Dari nilai KV yang diperoleh dibandingkan dengan KV
Horwitz yaitu suatu kurva berbentuk terompet yang
menghubungkan reproducibilitas (presisi yang inyatakan
sebagai % KV) dengan konsentrasi analit. Presisi metode
analisis diekspresikan sebagai fungsi dari konsentrasi
melalui persamaan:
25
KV (%) = 2
1 - 0,5 log C
Dimana C merupakan fraksi konsentrasi dan
dinyatakan sebagai pangkat dari 10.
Presisi suatu metode akan memenuhi syarat apabila
KV yang diperoleh dari percobaan lebih kecil dari KV
Horwitz.
Tabel 3.2
Penentuan kadar Au dalam batuan dengan AAS.
No.
Kadar Au dalam Batuan (mg/kg)
1
5.55
2
5.55
3
5.57
4
5.52
5
5.54
6
5.55
7
5.57
8
5.54
9
5.54
10
5.56
Jumlah
55.49
Rata-rata
5.549
SD
0.015238839
RSD(%)
0.274623162
Karena dari hasil tersebut diperoleh RSD 0,275%,
maka metode uji tersebut mempunyai presisi yang baik.
26
Tabel 3.3
Penentuan COD dalam air limbah
No.
COD dalam air limbah (mg/L)
1
51.55
2
52.55
3
51.57
4
52.52
5
53.54
6
51.55
7
51.57
8
51.54
9
51.54
10
51.56
Jumlah
519.49
Rata-rata
51.949
SD
0.692025208
RSD(%)
1.332124215
Karena dari hasil tersebut diperoleh RSD 1,332%,
maka metode uji tersebut mempunyai presisi yang baik.
Tabel 3.4
Penentuan Cr dalam air limbah dengan AAS
No.
Cr dalam air limbah (mg/L)
1
0.0515
2
0.0825
3
0.0615
4
0.0525
5
0.0535
6
0.0515
7
0.0715
8
0.0519
27
No.
Cr dalam air limbah (mg/L)
9
0.0516
10
0.0516
Jumlah
0.5796
Rata-rata
0.05796
SD
0.01079539
RSD(%)
18.62558655
Karena dari hasil tersebut diperoleh RSD 18,625%,
maka metode uji tersebut mempunyai presisi yang tidak
baik.
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah
kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja
secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain
yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas
seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan
(degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel
yang mengandungbahan yang ditambahkan berupa
cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing
lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel
yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan.
Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung
cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya
atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa
penambahan bahan-bahan tadi.
Penyimpangan hasil jika ada merupakan selisih dari
hasil uji keduanya. Jika cemaran dan hasil urai tidak dapat
diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh, maka selektivitas
dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang
28
mengandung cemaran atau hasil uji urai dengan metode
yang hendak diuji lalu dibandingkan dengan metode lain
untuk pengujian kemurnian seperti kromatografi, analisis
kelarutan fase, dan Differential Scanning Calorimetry.
Derajat kesesuaian kedua hasil analisis tersebut merupakan
ukuran selektivitas. Pada metode analisis yang melibatkan
kromatografi, selektivitas ditentukan melalui perhitungan
daya resolusinya (Rs).
Precision menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil
uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual
dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada
sampel-sampel yang diambil dari campuran yang
homogen.
Presisi menunjukkan tingkat keakuratan di antara
individual hasil uji dalam suatu pengujian.
Tabel 3.5
Variabel
Subsampel
Sampel
Analisis
Alat
Hari
Lab.
Presisi suatu metode uji
Replicability
S/B
Repeatability
S/B
Reproducibility
B
S
S
S
S
S
S
1B
2S
S
S
B
B
S/B
B
Ket : S = sama; B = beda
29
Tabel 3.6 Jenis-jenis presisi dan teknik pelaksanaannya
Keterangan
Repeatability
Reproducibility
Sama
Sama
Sama
Pendek
Intra-laboratory
repeatability
Sama
Beda
Sama atau Beda
Panjang
Sampel
Operator
Instrument
Periode
waktu
Kalibrasi
Laboratorium
Sama
Sama
Beda
Sama
Beda
Beda
Sama
Beda
Beda
Panjang
Gambar 3.2 Skema untuk intra-laboratorium (Repeatability)
Presicion diukur sebagai simpangan baku atau
simpangan baku relatif (koefisien variasi). Precision dapat
dinyatakan sebagai repeatability (keterulangan) atau
reproducibility (ketertiruan). Repeatability adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis
yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu
30
yang pendek. Repeatability dinilai melalui pelaksanaan
penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel
identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi
memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang
normal.
Reproducibility adalah keseksamaan metode jika
dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis
dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda
menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang
berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel
yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama.
Reproducibility dapat juga dilakukan dalam laboratorium
yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan
analis yang berbeda.
Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan
simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV) 2%
atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel
tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah
sampel, dan kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai
bahwa koefisien variasi meningkat dengan menurunnya
kadar analit yang dianalisis.
Ditemukan bahwa koefisien variasi meningkat seiring
dengan menurunnya konsentrasi analit. Pada kadar 1% atau
lebih, standar deviasi relatif antara laboratorium adalah
sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalah 5%. Pada kadar
satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar
part per bilion (ppb) adalah 32%. Pada metode yang sangat
kritis, secara umum diterima bahwa RSD harus lebih dari
2%.
31
Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling
sedikit enam replika sampel yang diambil dari campuran
sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya
keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu
berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi
(plasebo) untuk melihat pengaruh matriks pembawa
terhadap keseksamaan ini. Demikian juga harus disiapkan
sampel untuk menganalisis pengaruh pengotor dan hasil
degradasi terhadap keseksamaan ini.
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan kedekatan
antara nilai hasil pengukuran dari sampel yang homogen
pada kondisi normal (sampel yang sama diuji secara
berurutan dengan menggunakan alat yang sama). Uji
presisi berarti kedekatan antar tiap hasil uji pada suatu
pengujian yang sama untuk melihat sebaran diantara nilai
benar. Presisi dipengaruhi oleh kesalahan acak (random error),
antara lain ketidakstabilan instrumen, variasi suhu atau
pereaksi, keragaman teknik dan operator yang berbeda.
Presisi dapat dinyatakan dengan berbagai cara antara lain
dengan simpangan baku, simpangan rata-rata atau kisaran
yang merupakan selisih hasil pengukuran yang terbesar dan
terkecil (Hidayat, 1989). Suatu nilai ketelitian dinyatakan
dalam Relative Standar Deviation (% RSD). Besarnya RSD
menyatakan tingkat ketelitian analis, semakin kecil % RSD
yang dihasilkan maka semakin tinggi tingkat ketelitiannya.
Menurut Bievre (1998), presisi dapat dinyatakan
sebagai keterulangan (repeatability), ketertiruan (reproducibility)
dan presisi antara (intermediate precision). Parameter presisi
tersebut antara lain :
1. Keterulangan (Repeatability)
32
2.
3.
Keterulangan adalah ketelitian yang diperoleh dari
hasil pengulangan dengan menggunakan metode,
operator, peralatan, laboratorium, dan dalam interval
pemeriksaan waktu yang singkat. Pemeriksaan
keterulangan bertujuan untuk mengetahui konsistensi
analit, tingkat kesulitan metode dan kesesuaian
metode.
Presisi Antara (Intermediate Precision)
Presisi antara merupakan bagian dari presisi yang
dilakukan dengan cara mengulang pemeriksaan
terhadap contoh uji dengan alat, waktu, analis yang
berbeda, namun dalam laboratorium yang sama.
Ketertiruan(Reproducibility)
Ketertiruan yaitu ketelitian yang dihitung dari hasil
penetapan ulangan dengan menggunakan metode
yang sama, namun dilakukan oleh analis, peralatan,
laboratorium dan waktu yang berbeda.
Presisi dari metode uji ditentukan dengan rumus :
̅
x
Keterangan
SD
: Standar Deviasi
̅
: Nilai Rata-rata
n
: Ulangan
RSD : Relatif Standar Deviation
Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan
nilai %RSD ≤ 2%. Kriteria ini sangat fleksibel tergantung
pada konsentrasi analit yang dianalisis, jumlah sampel dan
kondisi laboratorium. Nilai RSD atau koefisien variasi
meningkat dengan menurunnya kadar analit yang
33
dianalisis (Harmita, 2004). Menurut american pre-veterinary
medical assosiation (APVMA) (2004) tingkat presisi yang
sebaiknya dipenuhi berdasarkan konsentrasi analit yang
dianalisis dapat dilihat dalam Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Tingkat presisi berdasarkan konsentrasi analit
Jumlah komponen terukur dalam sampel
(x)
x ≥ 10,00 %
1,00 % ≤ x ≤ 10,00 %
0,10 % ≤ x ≤ 1,00 %
x ≤ 0,10 %
Tingkat presisi (y)
y≤2%
y≤2%
y ≤ 10 %
y ≤ 20 %
Uji presisi dilakukan untuk mengetahui kedekatan
atau kesesuaian antara hasil uji yang satu dengan yang
lainnya pada serangkaian pengujian. Presisi hasil
pengukuran digambarkan dalam bentuk persentase Relative
Standar Deviation (%RSD). Uji presisi yang dilakukan termasuk
jenis uji keterulangan (repeatability). Hasil uji presisi untuk
sampel natrium hidroksidadengan berbagai konsentrasi
yaitu, 32%; 48%; 98% dapat dilihat dalam Tabel 3.8.
Tabel 3.8
Data hasil uji presisi pada sampel natrium
hidroksida
Pengulangan
1
2
3
4
5
Penimbangan (g)
Kadar Ni (ppm)
32%
48%
98%
32%
48%
98%
10,03
10,01
10,01
10,02
10,06
5,00
5,07
5,00
5,01
5,06
1,08
1,06
1,05
1,07
1,05
0,0144
0,0368
0,0211
0,0192
0,0109
1,2786
0,8251
1,2062
0,7621
0,9794
1,0814
1,1724
0,9170
0,9303
0,9170
34
Pengulangan
Penimbangan (g)
32%
48%
98%
Kadar Ni (ppm)
32%
6
10,01 5,00 1,04 0,0267
7
10,04 5,01 1,05 0,0276
Jumlah
0,1568
Rata-rata
0,0224
SD
0,0088
% RSD
0,39 %
Syarat keberterimaan untuk nilai % RSD < 2%
48%
98%
0,8346
0,7621
6,6479
0,9497
0,2137
0,22%
0,8102
1,0936
6,9216
0,9888
0,1283
0,13%
Berdasarkan data pada Tabel 3.8 diperoleh nilai relative
standar deviasi (%RSD) sebesar 0,39 % (natrium hidroksida
32%), 0,22% (natrium hidroksida 48%) dan 0,13% (natrium
hidroksida 98%). Hasil ini menunjukkan bahwa metode uji
yang digunakan pada penentuan kadar nikel dalam sampel
natrium hidroksida dengan spektrofotometer UV-Vis
memiliki ketelitian yang baik untuk ketiga jenis sampel
karena memenuhi syarat nilai %RSD yang diterima. Nilai
ketelitian yang diperoleh dapat ditentukan dengan rumus
100% - %RSD. Nilai presisi dapat memberikan informasi
bahwa metode ini dapat digunakan sebagai metode tetap
pada laboratorium.
Adanya variasi pada hasil presisi untuk tiga sampel
tersebut disebabkan kesalahan acak. Kesalahan ini
disebabkan karena adanya faktor yang tidak dapat
dikendalikan. Kesalahan acak merupakan kesalahan dalam
pengukuran karena gangguan dan perbedaan kondisi setiap
pengukuran hingga menghasilkan angka yang berbeda.
Faktor kesalahan acak ini sebenarnya dapat dikurangi
dengan melakukan banyak pengulangan pengukuran.
35
3.3
Coefficient Variance Horwitz (CV Horwitz)
Pada tahun 1980 Horwitz, Kamps, dan Boyer
menunjukkan bahwa: "pemeriksaan hasil lebih dari 50
penelitian kolaboratif antar laboratorium yang dilakukan
oleh AOAC pada berbagai komoditas untuk berbagai analit
menunjukkan hubungan antara koefisien rata-rata variasi
(CV), dinyatakan sebagai kekuatan 2, dengan konsentrasi
rata-rata yang diukur, dinyatakan sebagai pangkat 10,
independen dari metode yang menentukan.
RSD% Horwitz = 2(1 – 0.5 log C)
Dimana C, adalah konsentrasi analit dinyatakan
sebagai fraksi massa berdimensi (pembilang dan penyebut
memiliki satuan yang sama); dan RSDR adalah koefisien
variasi CV dalam kondisi reproducibility.
Tabel 3.9
Hubungan Konsentrasi dengan RSD
Konsentrasi Analit
10%
1%
0,1 %
0,01 %
1 ppm
1 ppb
0,1 ppb
36
RSD
2,8%
4,0 %
5,7 %
8,0 %
16 %
45 %
64 %
Gambar 3.3 Kurva variansi Horwitz hubungan konsentrasi
dengan KV (%)
Gambar 3.4 Kurva reproduksibilitas Horwitz
37
Table 3.10 Data larutan standar Cu dan Pb dengan AAS
No.
1
2
3
4
5
6
7
Rata-rata
CV Horwitz
Konsentrasi Cu (ppm)
40,8658
39,9516
38,9490
40,4530
40,6004
40,6004
40,6004
40,1640
9,1774
Konsentrasi Pb (ppm)
1,0024
0,9123
1,0575
0,9812
1,0437
1,0437
1,0437
0,9994
16,0014
Cara penentuan CV Horwitz
CV Horwitz = 21-(0,5 x log C)
CV Horwitz = 21-(0.5 x log 40,164.10-6)
CV Horwitz = 21-(0.5 x (-4,3962)
CV Horwitz = 21-(-2,1981)
CV Horwitz = 23,1981
CV Horwitz = 9,1769
Contoh lain dalam penentuan presisi adalah:
Tabel 3.11 Hasil uji presisi Penentuan Amonium dan Nitrat
No.
1
2
3
4
5
6
7
Rata-rata
SD
KV (%)
(RSD)
CV Horwitz
Konsentrasi rata-rata NH4+
(ppm)
1,860
1,765
1,900
1,855
1,805
1,870
1,870
1,843
0,0489
2,66
Konsentrasi rata-rata
NO3- (ppm)
29,58
29,73
29,12
29,31
29,94
29,16
29,16
29,456
0,3544
1,20
14,59
9,62
38
Cara penentuan CV Horwitz
konsentrasi NH4+:
CV Horwitz = 21-(0,5 x log C)
CV Horwitz = 21-(0.5 x log 1,843.10-6)
CV Horwitz = 21-(0.5 x (-5,7344)
CV Horwitz = 21-(-2,8672)
CV Horwitz = 23,8672
CV Horwitz = 14,5929
pada
penentuan
Cara penentuan CV Horwitz
konsentrasi NO3-:
CV Horwitz = 21-(0,5 x log C)
CV Horwitz = 21-(0.5 x log 29,456.10-6)
CV Horwitz = 21-(0.5 x (-4,5308)
CV Horwitz = 21-(-2,2654)
CV Horwitz = 23,2654
CV Horwitz = 9,62
pada
penentuan
3.4
(Akurasi) Accuracy
Accuracy adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya.
Accuracy dinyatakan sebagai persen perolehan kembali
(recovery) analit yang ditambahkan. Accuracy dapat
ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi
(spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku
(standard addition method).
Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan
murni ditambahkan ke dalam plasebo (semua campuran
reagent yang digunakan minus analit), lalu campuran
tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar
39
standar yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).
Recovery dapat ditentukan dengan cara membuat sampel
plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah
analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai
120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian
dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila
tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena
matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau
karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya
metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai
metode adisi.
Dalam metode adisi (penambahan baku), sampel
dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa (pure
analit/standar) ditambahkan ke dalam sampel, dicampur
dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan
kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan).
Pada metode penambahan baku, pengukuran blanko
tidak diperlukan lagi. Metode ini tidak dapat digunakan jika
penambahan analit dapat mengganggu pengukuran,
misalnya
analit
yang
ditambahkan
menyebabkan
kekurangan pereaksi, mengubah pH atau kapasitas dapar.
Dalam kedua metode tersebut, recovery dinyatakan
sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang
sebenarnya. Biasanya persyaratan untuk recovery adalah
tidak boleh lebih dari 5%.
Accuracy menunjukkan derajat kedekatan hasil analis
dengan kadar analit yang sebenarnya. Accuracy dinyatakan
sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang
ditambahkan. Accuracy dapat ditentukan melalui dua cara,
yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau
40
metode penambahan baku (standard addition method).
Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan
dengan rumus sebagai berikut:
% Perolehan kembali (recovery) =
C1
C2
C3
–
x 100
= konsentrasi dari analit dalam campuran contoh +
sejumlah tertentu analit
= konsentrasi dari analit dalam contoh
= konsentrasi dari analit yang ditambahkan kedalam
contoh
Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan
murni ditambahkan ke dalam plasebo (semua campuran
reagent yang digunakan minus analit), lalu campuran
tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar
standar yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).
Recovery dapat ditentukan dengan cara membuat sampel
plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah
analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai
120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian
dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila
tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena
matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau
karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya
metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai
metode adisi.
Dalam metode adisi (penambahan baku), sampel
dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa (pure
analit/standar) ditambahkan ke dalam sampel, dicampur
41
dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan
kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan).
Pada metode penambahan baku, pengukuran blanko
tidak diperlukan lagi. Metode ini tidak dapat digunakan jika
penambahan analit dapat mengganggu pengukuran,
misalnya
analit
yang
ditambahkan
menyebabkan
kekurangan pereaksi, mengubah pH atau kapasitas dapar,
dan lain-lain.
Dalam kedua metode tersebut, recovery dinyatakan
sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang
sebenarnya. Biasanya persyaratan untuk recovery adalah
tidak boleh lebih dari 5%.
Akurasi merupakan derajat ketepatan antara nilai
yang diukur dengan nilai sebenarnya yang diterima (Gary,
1996). Akurasi merupakan kemampuan metode analisis
untuk memperoleh nilai benar setelah dilakukan secara
berulang. Nilai replika analisis semakin dekat dengan
sampel yang sebenarnya maka semakin akurat metode
tersebut (Khan, 1996). Rentang kesalahan yang diijinkan
pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat
pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12 Nilai
persen
recovery
berdasarkan
nilai
konsentrasi sampel
Analit pada matriks sampel
10< A ≤ 100 (%)
1 < A ≤ 10 (%)
0,1 < A ≤ 1 (%)
0,001 < A ≤ 0,1 (%)
100 ppb < A ≤ 1 ppm
10 ppb < A ≤ 100 ppb
1 ppb < A ≤ 10 ppb
Recovery yang diterima (%)
98-102
97-103
95-105
90-107
80-110
60-115
40-120
Sumber: Harmita (2004)
42
Kesulitan utama dalam evaluasi akurasi adalah fakta
bahwa kandungan sesungguhnya analit yang akan diuji
tidak diketahui. Akurasi dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.
Pengujian persen perolehan kembali dilakukan dengan
menganalisis contoh yang diperkaya dengan sejumlah
analit yang ditetapkan. Jumlah absolut yang diperoleh dari
analisis ini dan jumlah yang diperoleh dari pengujian yang
sama untuk contoh (tanpa penambahan analit) dapat
digunakan untuk menentukan nilai perolehan kembali
analit itu. Kriteria akurasi sangat tergantung pada
konsentrasi analit dalam matriks sampel dan keseksamaan
metode (RSD).
Metode analisis yang mungkin digunakan untuk
menetapkan akurasi yaitu metode menggunakan CRM
(Certified Refference Material)dan adisi standar. CRM mempunyai
nilai tertelusur ke SI dan dapat dijadikan sebagai nilai acuan
(refference value) untuk nilai yang sebenarnya. Syarat CRM
yang digunakan matriksnya cocok dengan contoh uji
(mempunyai komposisi matriks yang mirip matriks contoh
uji). Apabila CRM tidak tersedia maka dapat menggunakan
bahan yang mirip contoh uji yang diperkaya dengan analit
yang kemurniannya tinggi atau disebut metode adisi
standar, lalu diuji persen recovery-nya. Analit yang terkait
dalam matriks contoh harus dilarutkan atau dibebaskan
sebelum dapat diukur karena analit tidak boleh hilang
selama proses agar hasil pengujian akurat maka efisiensi
pelarutan harus 100%.
Akurasi dapat juga diartikan sebagai kedekatan hasil
analisis terhadap nilai sebenarnya atau seberapa jauh hasil
43
menyimpang dari harga yang sebenarnya (standar). Uji ini
sangat baik dilakukan bila menggunakan sertified reference
material (CRM). Namun penetapan akurasi dilakukan dengan
cara uji perolehan kembali (recovery) karena tidak tesedianya
CRM. Analit yang ditambahkan ke dalam matriks contoh
adalah sebesar 0,1ppm; 0,2ppm; 0,3ppm; 0,5ppm. Nilai
recovery yang mendekati 100% menunjukkan bahwa metode
tersebut memiliki ketepatan yang baik dalam menunjukkan
tingkat kesesuaian dari suatu pengukuran yang sebanding
dengan nilai sebenarnya. Hasil uji akurasi dapat dilihat
pada Tabel 3.13.
Tabel 3.13 Data hasil uji akurasi pada sampel natrium
hidroksida
Ul
an
g
Standar Ni
yang
ditam
-bahkan
(ppm)
bla
nk
o
1
0,1
2
0,2
3
0,3
5
0,5
Rata-rata
Penimba-ngan
(g)
32
%
Konsetrasi Ni yang
terukur (µg)
Perolehan kembali
(%)
48%
98%
32%
48%
98%
32%
48%
98%
5,04 2,09
0,59
0,4522
1.0865
0,9857
-
-
-
5,02
5,00
5,04
5,03
0,58
0,54
0,54
0,51
0,5628
0,6897
0,8426
1,1191
1,1744
1,2817
1,2882
1,7730
0,9369
1,0898
1,2167
1,2817
97,79
95,25
92,25
86,74
93,01
86,7497,79
94,18
89,38
80,70
82,85
86,78
80,7094,18
80-110
98,41
99,28
87,22
91,96
94,97
87,2299,28
2,10
2,08
2,08
2,09
Kisaran perolehan kembali
Kisaran syarat keberterimaan
Hasil yang diperoleh dapat dilihat untuk sampel
natrium hidroksida 32% menunjukkan bahwa persen
perolehan kembali (recovery) yaitu 93,01%. Sampel natrium
44
hidroksida 48% menunjukkan persen perolehan kembali
86,78% dan sampel natrium hidroksida 98% menunjukkan
hasil 94,97%. Nilai persen perolehan kembali dari ketiga
sampel natrium hidroksida ini menunjukkan tingkat
akurasi yang memenuhi syarat keberterimaan, yaitu 80–
110%. Dari ketiga jenis sampel yang mempunyai persen
perolehan kembali terendah yaitu sampel natrium
hidroksida 48%, 32% dan paling tinggi natrium hidroksida
98%. Nilai persen perolehan kembali ini juga dapat berarti
bahwa terjadi penyimpangan terhadap hasil pengukuran
yang seharusnya.
Penentuan akurasi suatu metode biasanya terdapat
kesalahan-kesalahan yang menyebabkan nilai akurasi yang
diperoleh kecil atau tidak tepat 100 %, kesalahan ini
disebabkan karena adanya kesalahan personal seperti
pemipetan dan kesalahan sistematis seperti peralatan atau
pereaksi yang digunakan. Namun demikian, kesalahan
sistematik pada prinsipnya dapat diidentifikasi dan
diperkecil.
Untuk mengecek efisiensi proses pretreatment dan
preparasi tersebut maka dilakukan uji perolehan kembali
(recovey test, %R) yang dapat dirumuskan dengan persamaan
yang berbeda yaitu:
Recovery (%) =
[ ]
[ ]
[ ]
x 100%
Akurasi melalui uji perolehan kembali harus
memperhatikan
konsentrasi
akhir
sampel
setelah
ditambahkan analit dari larutan standar (spike) berkisar
antara 2–5 dari kali konsentrasi sampel sebelum
ditambahkan analit. Nilai konsentrasi sampel yang telah
45
ditambahkan analit tidak boleh melebihi batas rentang kerja
tertinggi pada ruang lingkup metode pengujian yang
digunakan. Konsentrasi sampel yang telah ditambahkan
analit harus masuk dalam regresi linear kurva kalibrasi yang
digunakan. Syarat-syarat analit (standar) ke sampel harus
memiliki
sifat-sifat
yaitu
larutan
standar
yang
ditambahakan ke sampel (spike) memiliki kemurnian tinggi,
memiliki matrik hampir sama dengan sampel; dan memilki
kelarutan hampir sama dengan sampel.
Penentuan recovery dapat menggunakan Standard
Reference Material (SRM) dan sampel yang sudah diketahui
konsentrasinya. NIST Standard Reference Material (SRM) Sebuah CRM yang dikeluarkan oleh NIST yang juga
memenuhi kriteria sertifikasi NIST khusus tambahan dan
dikeluarkan dengan sertifikat atau sertifikat analisis yang
melaporkan hasil karakterisasi dan menyediakan informasi
mengenai penggunaan yang tepat (s) material (NIST SP 260136). SRM disiapkan dan digunakan untuk tiga tujuan
utama: (1) untuk membantu mengembangkan metode
analisis akurat; (2) untuk mengkalibrasi sistem pengukuran
yang digunakan untuk memfasilitasi pertukaran barang,
kontrol kualitas lembaga, menentukan karakteristik kinerja
(3) untuk menjamin kecukupan jangka panjang dan
integritas program jaminan kualitas pengukuran.
46
Tabel 3.14 SRM tanah dan kandungan elemen di sertifikat
dan hasil analisis
Elemen
As
Cd
Cu
Pb
Ti
Zn
Bi
Sb
Sertifikat
Rata-rata
SD
105,0
8,0
41,7
0,25
114,0
2,0
1162,0
31,0
2,47
0,15
350,4
4,8
ND
ND
-
Hasil Analisis
102,4
40,8
115,0
1138,1
2,57
350,3
2,66
21,0
1,1
0,27
1,6
11,0
0.08
3,4
0.17
0,18
ND: tidak terdeteksi; SD: Standar deviasi
Gambar 3.5 SRM 1950 Metabolit di Human Plasma
47
SRM 1950 Metabolit di Human Plasma terdiri dari
kolam plasma dikumpulkan dari jumlah yang sama dari
pria dan wanita dan dengan distribusi rasial yang
mencerminkan penduduk AS. Nilai awal fase tugas untuk
SRM ini difokuskan pada metabolit yang NIST memiliki
metode yang ada. Konsentrasi lebih dari 30 metabolit,
termasuk elektrolit, hormon, glukosa, kreatinin, vitamin,
dan asam lemak kini telah ditentukan oleh LC-MS, LCMS/MS, dan metode GC-MS.
Gambar 3.6 SRM 2907 trace terrorist explosive simultans
The Institut Nasional Standar dan Teknologi (NIST)
telah merilis materi baru standar acuan (SRM) untuk
membantu dalam deteksi dua senyawa peledak yang
diketahui digunakan oleh teroris. Para peneliti merancang
sampel uji baru untuk mensimulasikan ukuran dan
perilaku residu yang tersisa setelah menangani bahan
peledak PETN (pentaerythritol tetranitrate) dan TATP
(triacetone triperoxide).
48
Gambar 3.7 Contoh CRM untuk analisis lingkungan
Gambar 3.7 menunjukkan CRM CZ 7006 untuk
digunakan dalam analisis enviromental (disertifikasi oleh
Ceko Metrologi Institute, sertifikat No 0217-CM-7006-06).
Semua analit berkontribusi terhadap perhitungan toksisitas
total disertifikasi oleh WHO serta sejumlah analit lainnya
(logam berat, PCB, PAH, OCP, BFR) dalam nilai-nilai nonbersertifikat disajikan.
NIST
(National
Institute
of
Standards
and
Technology) adalah Institut Nasional Standar dan
Teknologi, sebuah unit dari Departemen Perdagangan AS.
Sebelumnya dikenal sebagai National Bureau of Standards,
NIST mem-promosikan dan mempertahankan standar
pengukuran. Ia juga memiliki program aktif untuk
mendorong dan membantu industri dan ilmu pengetahuan
untuk mengembangkan dan menggunakan standar ini.
Certified Reference Material (CRM) atau Reference
Material Bersertifikat adalah bahan Referensi ditandai
dengan prosedur metrologically berlaku untuk satu atau
49
lebih sifat tertentu, disertai dengan sertifikat yang
memberikan nilai properti tertentu, ketidakpastian yang
terkait, dan pernyataan ketertelusuran metrologi. Dokumen
yang menyertai bahan referensi bersertifikat yang
menyatakan satu atau lebih nilai properti dan
ketidakpastian mereka, dan mengkonfirmasikan bahwa
prosedur yang diperlukan telah dilakukan untuk
memastikan validitas dan ketertelusuran mereka.
Gambar 3.8 Contoh sertifikat CRM Aluminium produksi
dari Sigma Aldrich
50
Gambar 3.9 Contoh sertifikat berbagai jenis CRM
Reference Material (RM) adalah material yang cukup
homogen dan stabil sehubungan dengan satu atau lebih
sifat tertentu, yang telah dibuat dengan fresh untuk
digunakan dalam proses pengukuran.
1.
Penentuan recovery menggunakan SRM
Penentuan recovery dengan Standard Reference
Material Kode NBS 2781 (Lumpur Domestic) analisis
merkuri (Hg) dengan ICP-OES adalah:
Recovery (%) =
Recovery (%) =
x 100%
x 100%
Recovery (%) = 93,4%
2.
Penentuan recovery menggunakan metode spike
Penentuan recovery logam Pb pada sampel air limbah
(sampel dari uji profisiensi) dengan menggunakan
51
metode spiking diketahui data bahwa konsentrasi Pb
pada sampel uji profisiensi sebesar 1,23 mg/L. Pada
sampel tersebut ditambahkan (di-spiking) dengan
larutan standar Pb sebesar 1,0 mg/L.
Setelah
ditambah dengan larutan standar, kemudian
dianalisis didapatkan konsentrasi Pb sebesar 2,25
mg/L. Dari data tersebut dapat ditentukan recovery
yaitu sebesar:
Recovery (%) =
Recovery (%) =
[ ]
[ ]
[ ]
x 100%
x 100%
Recovery (%) = 102%
Nilai recovery sebesar 102% merupakan nilai yang
baik, berarti metode uji tersebut memiliki akurasi
yang baik, dengan batas penerimaan 95%-105%.
52
BAB IV
LINEARITAS DAN DAERAH KERJA
4.1
Linearitas dan Daerah Kerja
Linearitas adalah kemampuan metode analisis
memberikan respon proporsional terhadap konsentrasi
analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan
batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan
dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan
linearitas yang dapat diterima.
Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi
sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan
persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji
analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit.
Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah
melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat
terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit.
Dalam
beberapa
kasus,
untuk
memperoleh
hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan
konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui
transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis
regresinya.
Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang
berbeda konsentrasinya antara 50–150% kadar analit dalam
sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang
53
konsentrasi yang digunakan antara 0–200%. Jumlah sampel
yang dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah sampel
blanko.
Sebagai
parameter
adanya
hubungan
linier
digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier y =
a + bx. Hubungan linier yang r = +1 atau –1 bergantung
pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan
analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter
lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual
(Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak
komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat
diukur. Linearitas adalah kemampuan metode analisis
memberikan respon proporsional terhadap konsentrasi
analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan
batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan
dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan
linearitas yang dapat diterima.
Gambar 4.1 Perbandingan nilai R2 dengan data hasil
pengukuran
54
Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi
sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan
persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji
analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit.
Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah
melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat
terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit.
Dalam
beberapa
kasus,
untuk
memperoleh
hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan
konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui
transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis
regresinya.
Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang
berbeda konsentrasinya antara 50 – 150% kadar analit dalam
sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang
konsentrasi yang digunakan antara 0 – 200%. Jumlah
sampel yang dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah
sampel blanko.
Sebagai
parameter
adanya
hubungan
linier
digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y =
a + bX. Hubungan linier yang r = +1 atau –1 bergantung
pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan
analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter
lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual
(Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak
komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat
diukur
Linieritas adalah kemampuan suatu metode analisis
untuk mendapatkan hasil yang proporsional terhadap
konsentrasi analit dalam sampel pada kisaran yang ada
55
(Wenclawiak, 2004). Uji ini dilakukan untuk mengetahui
kemampuan standar dalam mendeteksi analit dalam
contoh. Linieritas biasanya dinyatakan dengan istilah
variansi disekitar arah garis regresi yang dihitung
berdasarkan persamaan matematik datayang diperoleh dari
hasil pengukuran analit dalam sampel dengan berbagai
konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam pengujian
linieritas adalah melalui persamaan garis lurus dengan
metode kuadrat terkecil (least square method) antara hasil
analisis terhadap konsentrasi analit. Linieritas metode
dapat menggambarkan ketelitian pengerjaan analisis suatu
metode yang ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi
sebesar  0,997 (Chan, 2004)
Uji linieritas dilakukan dengan suatu seri larutan
standar yang terdiri dari minimal empat konsentrasi yang
berbeda dengan rentang 50-150 % dari kadar analit dalam
sampel. Parameter hubungan kelinieran yang digunakan
yaitu koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (R)
pada analisis regresi linier y = bx + a (b adalah slope, a
adalah intersep, x adalah konsentrasi analit dan y adalah
respon instrumen). Koefisien determinasi adalah rasio dari
variasi yang dijelaskan terhadap variasi keseluruhan. Nilai
rasio ini selalu tidak negatif sehingga ditandai dengan R2.
Koefisien korelasi adalah suatu ukuran hubungan linier
antara dua set data dan ditandai dengan r. Hubungan linier
yang ideal dicapai jika nilai a = 0 dan r = +1 atau -1
merupakan hubungan yang sempurna, tanda + dan bergantung pada arah garis. Tanda positif (+) menunjukkan
korelasi positif yang ditandai dengan arah garis yang miring
ke kanan, sedangkan tanda negatif (-) menunjukkan
56
korelasi negatif yang ditandai dengan arah garis yang
miring ke kiri (Spiegel, 1988).
Contoh penentuan daerah kerja atau daerah linier
yaitu penentuan kadar Cu dengan AAS:
1.
Buat deret larutan kerja 0,05; 1; 2; 3; 4; 6; 8 dan 10
mg/L yang diencerkan dari larutan induk 1000 mg/L
(SRM tertelusur ke NIST)
2.
Analisis kadar Cu dengan AAS Flame pada panjang
gelombang 324,7 nm
Tabel 4.1
Data hasil pengukuran larutan standar Cu
dengan AAS
No.
Konsentrasi mg/L
Absorbansi
1
0.5
0.0905
2
1
0.178
3
2
0.3379
4
3
0.4938
5
4
0.6438
6
6
0.9116
7
8
1.1315
8
10
1.2344
Berdasarkan data Tabel 4.1 dibuat kurva kalibrasi
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2.
57
Gambar 4.2 Kurva kalibrasi larutan standar Cu
Jika semua data digunakan untuk membuat kurva
kalibrasi, maka R2 (koefisien korelasi) yang diperoleh yaitu
0,979 sehingga tidak memenuhi syarat linieritas dimana R2
harus mendekati 1. Untuk meningkatkan nilai R2 maka
dibuang data yang menyebabkan kurva tidak linier,
sehingga didapatkan nilai R2 0,999. Pada Gambar 4.2
terlihat bahwa derah kerja atau daerah linear yaitu 0,5-4
mg/L.
Linieritas menunjukkan kemampuan metode analisis
untuk menghasilkan respon yang proporsional terhadap
konsentrasi analit dalam sampel pada kisaran atau rentang
yang ada. Uji ini dilakukan dengan membuat satu seri
larutan standar yang terdiri dari 4 konsentrasi yang
bertingkat. Larutan standar diukur 7 kali diperoleh nilai
58
Absorbansi
absorbansi. Nilai absorbansi dirata-rata sehingga diperoleh
data konsentrasi versus absorbansi rata-rata sehingga dibuat
kurva hubungan antara absorbansi versus konsentrasi. Hasil
pengujian linieritas penentuan kadar nikel dalam natrium
hidroksida dapat dilihat pada Gambar 4.3.
0.09
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
y = 0,038x-0,001
R² = 0,998
0
0.5
1
1.5
2
2.5
Konsentrasi (ppm)
Gambar 4.3 Kurva kalibrasi larutan standar Ni
Berdasarkan Gambar 4.3, diperoleh nilai koefisian
determinasi (R2) pada penentuan kadar nikel adalah 0,9980.
Nilai koefisien determinasi yang didapat mendekati satu
dan sesuai dengan syarat keberterimaan yaitu nilai
koefisien determinasi hasil uji linieritas adalah > 0,9970
(Chan, 2004). Menurut Kantasubrata (2008) untuk jumlah
deret standar (n) 4 dengan tingkat kepercayaan 95% nilai
koefisien determinasi minimal 0,811. Oleh karena itu, uji
linieritas untuk metode penentuan kadar nikel dalam
natrium hidroksida menghasilkan korelasi yang linier
59
sehingga memenuhi kriteria keberterimaan artinya kinerja
metode yang digunakan untuk rentang konsentrasi yang
diukur sangat baik.
Gambar 4.4 Kurva kalibrasi larutan standar Cr (VI) dengan
spektrofotometer UV-Vis
(Ahmed et al. 2011)
Pada Gambar 4.4 terlihat bahwa setelah konsentrasi
12 mg/L, absorbansi mengalami penurunan sehingga nilai
R2 menurun. Jika data pada konsentrasi di atas 12 mg/L
dihilangkan maka akan diperoleh kurva dengan R2 0,9987.
Daerah kerja atau daerah linier pada konsentrasi 1-12 mg/L.
60
4.2
Kurva Standar Adisi
Metode standar adisi adalah bagian dari teknik
analisis kuantitatif dengan cara menambahkan sederatan
larutan standar dengan jumlah yang telah diketahui ke
dalam sampel. Dengan menambahkan lebih dari satu
larutan standar, maka kurva kalibrasi dapat disiapkan.
Konsentrasi analit dalam sampel dapat ditentukan dengan
ekstrapolasi kurva kalibrasi sebagaimana ditunjukkan oleh
Gambar 4.5. Pada pelaksanaannya metode standar adisi
adalah dengan membagi sampel ke dalam beberapa bagian
yang sama lalu menambahkan ke dalamnya standar dengan
level konsentrasi yang meningkat. Larutan sampel yang
sudah ditambahkan dengan larutan standar dengan
konsentrasi yang bervariasi selanjutnya dibuat kurva dan
respon absorbansi versus konsentrasi. Konsentrasi akhir
merupakan titik perpotongan pada sumbu x di daerah
negative.
Gambar 4.5 Teknik pelaksanaan metode kurva adisi standar
61
Gambar 4.6 Kurva adisi standar
Contoh aplikasi penggunaan standar adisi yaitu
penentuan konsentrasi logam Fe dalam air minum dengan
GFAAS, didapatkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Data larutan standar Fe dengan GFAAS
Volume sampel
(mL)
10
10
10
10
10
Konsentrasi standar
yang ditambahkan
0
5
10
15
20
62
Absorbansi
0,215
0,424
0,685
0,826
0,967
1.2
1
y = 0.0381x + 0.2253
R² = 0.9978
Absorbansi
0.8
0.6
0.4
0.2
0
-10
-5
-0.2
0
5
10
15
20
25
Konsentrasi Fe yang ditambahkan (mg/L)
Gambar 4.7 Kurva adisi standar penentuan Fe dengan
GFAAS
Konsentrasi Fe pada air minum dapat ditentukan
dengan menentukan titik perpotongan pada nilai y=0. Jika
nilai y=0 maka nilai x= 0,225/0.038= 5, 9211. Konsentrasi
dapat ditentukan dengan menarik garis lurus kurva regresi
sehingga memotong garis pada sumbu x. Konsentrasi
didapatkan pada daerah negative dan hasil akhir dianggap
menjadi positif.
63
64
BAB V
LIMIT DETEKSI (LOD) DAN
LIMIT KUANTISASI (LOQ)
5.1
Pengertian LOD dan LOQ
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam
sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan
respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas
deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi
merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan
sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih
dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Cara
menentukan LOD dan LOQ ada tiga cara yaitu:
1.
Signal-to-noise
Dengan menggunakan metode signal-to-noise,
puncak ke puncak kebisingan di sekitar waktu retensi
analit diukur, dan kemudian, konsentrasi analit yang
akan menghasilkan sinyal sama dengan nilai tertentu
dari kebisingan untuk sinyal rasio diperkirakan.
Kebisingan besarnya dapat diukur secara manual
pada printout kromatogram atau dengan autointegrator dari instrument. Sebuah sinyal-to-noise
ratio (S/N) dari tiga umumnya diterima untuk
memperkirakan LOD dan rasio signal-to-noise dari
sepuluh digunakan untuk LOQ. Metode ini biasanya
65
2.
3.
diterapkan
untuk
metode
analisis
yang
menunjukkan suara dasar.
Penentuan blanko
Penentuan blanko diterapkan ketika analisis blanko
memberikan hasil standar deviasi tidak nol. LOD
dinyatakan sebagai konsentrasi analit yang sesuai
dengan nilai blanko sampel ditambah tiga standar
deviasi dan LOQ adalah konsentrasi analit yang
sesuai dengan nilai blanko sampel ditambah sepuluh
standar deviasi seperti yang ditunjukkan dalam
persamaan berikut:
LOD = x + 3Sb
LOQ = x + 10 Sb
Dimana x adalah konsentrasi rata-rata blanko dan Sb
adalah standar deviasi dari blanko
Kurva Kalibrasi
Untuk kurva kalibrasi linear, diasumsikan bahwa
respon instrumen y berhubungan linier dengan
konsentrasi x standar untuk rentang yang terbatas
konsentrasi. Hal ini dapat dinyatakan dalam model
seperti y = bx + a. Model ini digunakan untuk
menghitung sensitivitas b dan LOD dan LOQ (6).
Oleh karena itu LOD dan LOQ dapat dinyatakan
sebagai:
LOD = 3Sa/b
LOQ = 10 Sa/b
Sa adalah standar deviasi dan b slope
Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda
tergantung pada metode analisis itu menggunakan
instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak
66
menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan
mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran
bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat
dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali
lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan formula
di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan
Q = (k x Sb)/Sl
Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi
Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko
Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara
respon terhadap konsentrasi = slope (b pada
persamaan garis y = a+bx)
Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara
statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai
pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan
garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko
sama dengan simpangan baku residual (Sy/x.)
a.
Batas deteksi (LoD)
Karena k = 3, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:
LoD = (3 Sy/x)/ Sl
b.
Batas kuantitasi (LoQ)
Karena k = 10, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:
LoQ = (10 Sy/x)/Sl
Cara lain untuk menentukan batas deteksi dan
kuantitasi adalah melalui penentuan rasio S/N (signal to
noise ratio). Nilai simpangan baku blanko ditentukan
dengan cara menghitung tinggi derau pada pengukuran
blanko sebanyak 20 kali pada titik analit memberikan
67
respon. Simpangan baku blanko juga dihitung dari tinggi
derau puncak ke puncak, jika diambil dari tinggi puncak
derau atas dan bawah (Np-p) maka s0 = Np-p/5 sedangkan
kalau dari puncak derau bawah saja (puncak negatif) maka
s0 = Np/2, selanjutnya perhitungan seperti tersebut di atas.
Gambar 5.1 Posisi LOD, LOQ dan rata-rata signal
background
Sensitivitas yaitu batas deteksi (LOD)
yaitu
konsentrasi terendah yang bisa diukur dengan pasti
statistik yang wajar. Batas pengukuran kuantitatif (LOQ)
yaitu konsentrasi terendah suatu analit yang dapat
ditentukan dengan presisi dapat diterima (pengulangan)
dan akurasi di bawah kondisi yang dinyatakan tes.
68
Gambar 5.2 Penentuan LOD dengan noise
Kantasubrata (2008) menyatakan bahwa limit deteksi
(LOD) adalah konsentrasi terendah dari analit dalam
contoh yang dapat terdeteksi, akan tetapi tidak perlu
terkuantisasi, di bawah kondisi pengujian yang disepakati.
Limit kuantitasi (LOQ) atau biasa disebut juga limit
pelaporan (limit of reporting) adalah konsentrasi terendah dari
analit dalam contoh yang dapat ditentukan degan tingkat
presisi dan akurasi yang dapat diterima, di bawah kondisi
pengujian yang disepakati. Limit deteksi dan limit
kuantisasi tidak dapat dipisahkan karena diantara keduanya
terdapat hubungan yang sangat kuat. Secara praktis cara
evaluasi keduanya dapat dikatakan tidak ada perbedaan
yang signifikan. Perbedaan di antara keduanya hanya pada
sifat kuantitatif data yang diperoleh.
Limit deteksi dibagi dalam dua macam, yaitu limit
deteksi instrumen dan limit deteksi metode. Limit deteksi
instrumen adalah konsentrasi analit terendah yang dapat
69
terdeteksi oleh instrumen dan secara statistik berbeda
dengan respon yang didapat dengan respon dari sinyal latar
belakang. Limit deteksi metode adalah konsentrasi analit
terendah yang dapat ditetapkan oleh suatu metode dengan
mengaplikasikan secara lengkap metode tersebut. Pada
analisis instrumen, limit deteksi dihitung dengan
mengukur respon blanko contoh (matriks tanpa analit)
sebanyak minimal 7 kali kemudian dihitung simpangan
bakunya. Jika blanko menghasilkan sinyal maka LOD setara
dengan nilai rata-rata blanko contoh ditambah 3 kali
simpangan baku tersebut. Uji konfirmasi nilai LOD
dilakukan dengan cara menyiapkan standar dengan
konsentrasi sebesar nilai limit deteksi instrumen yang
diperoleh dari hasil perhitungan. Standar tersebut diukur
konsentrasinya sebanyak 7 kali ulangan dan diamati setiap
ulangan apakah memberikan sinyal atau tidak. Limit
deteksi instrumen dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
LOD = µ + 3SD
Keterangan :
µ
adalah nilai rata-rata hasil pengukuran dari blanko
pereaksi yang sama.
SD
adalah nilai standar deviasi.
Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa nilai
limit deteksi instrumen yang diperoleh dari perhitungan
adalah benar. Uji konfirmasi nilai LOQ dengan cara
menghitung data dari kurva kalibrasi hubungan antara
absorbansi versus konsentrasi. Nilai LOQ dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
LOQ = µ + 10SD
70
Keterangan :
µ
adalah nilai rata-rata hasil pengukuran dari blanko
pereaksi yang sama. SD adalah nilai standar deviasi.
Nilai LOD dan LOQ juga dapat ditentukan secara
statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai
tersebut dapat ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut:
a.
Batas deteksi (LOD)
Karena k = 3, simpangan bakunya (Sb) = Sy/x, maka
LOD =
b.
Batas kuantitasi (LOQ)
Karena k = 10, simpangan bakunya (Sb) = Sy/x,
maka
LOQ =
5.2
(Riyanto, 2009).
Penentuan LOD dan LOQ
Penentuan konsentrasi vitamin C dengan metode
voltammetri didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 5.1
Data larutan standar vitamin C
Larutan
Blank
Standard
Standard
Standard
Standard
Standard
Konsentrasi
Ip (µA)
0,0
2,3
4,5
6,8
9,0
11,2
0,003
0,090
0,176
0,262
0,347
0,432
1
2
3
4
5
71
Ip (mikroA)
0.5
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
y = 0.038x + 0.002
R² = 0,999
0
2
4
6
8
10
12
Konsentrasi Vitamin C (mg/L)
Gambar 5.3 Kurva kalibrasi vitamin C dengan voltammetri
Tabel 5.2
x
0.0
2.3
4.5
6.8
9.0
11.2
LOD
LOQ
Data perhitungan LOD dengan kurva kalibrasi
y
0.003
0.090
0.176
0.262
0.347
0.432
yi
0.002
0.0894
0.173
0.2604
0.344
0.4276
0.253617
0.845388
mg/L
mg/L
y-yi
0.001
0.0006
0.003
0.0016
0.003
0.0044
0.01163743
0.03412476
(y-yi)2
0.000001
3.6E-07
9E-06
2.56E-06
9E-06
1.936E-05
4.128E-05
µA
µA
Langkah-langkah penentuan LOD dan LOQ dengan
kurva kalibrasi:
S(y/x) =
=
LOD =
= 0.253617 mg/L
LOD =
= 0,0032125
= 0.845388 mg/L
72
Pengertian lain dari LOD dan LOQ adalah the limit of
detection of an analyte is often determined by repeat analysis of a blank test
portion and is the analyte concentration the response of which is equivalent
to the mean blank response plus 3 standard deviations. Its value is likely to
be different for different types of sample. The limit of quantitation is the
lowest concentration of analyte that can be determined with an acceptable
level of uncertainty. It should be established using an appropriate
measurement standard or sample, i.e. it is usually the lowest point on the
calibration curve (excluding the blank). It should not be determined by
extrapolation. Various conventions take the limit to be 5, 6 or 10 standard
deviations of the blank measurement.
Penentuan LOD dan LOQ dengan blanko
pada
analisis
konsentrasi
fenol
dalam
air
dengan
spektrofotometer UV-Vis didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 5.3
Data
larutan
standar
spektrofotometer UV-Vis
fenol
C Fenol (mg/L)
A
0
10
20
30
40
50
0.00016
0.0757
0.1514
0.2146
0.2764
0.3594
73
dengan
Absorbansi
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
y = 0.0071x
R² = 0.9979
0
10
20
30
40
50
60
Konsentrasi Cu (mg/L)
Gambar 5.4 Kurva kalibrasi larutan standar fenol dengan
spektrofotometer UV-Vis
Tabel 5.4
Data
larutan
blanko
spektrofotometer UV-Vis
fenol
dengan
No.
y
x
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah
Rata-rata
SD
0
0.0003
0.0001
0.0003
0.0001
0.0003
0.0001
0.0003
0.0000
0.0001
0.0016
0.00016
0.00013
0
0.042857
0.014286
0.042857
0.014286
0.042857
0.014286
0.042857
0.000000
0.014286
0.228571
0.022857
74
LOD = rata-rata konsentrasi blanko + 3.SD
LOD = 0,02286 + (3 x 0.00013)
LOD = 0,0231 mg/L
LOQ = 0,02286 + (10 x 0.00013)
LOQ = 0,0242 mg/L
Limit deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam
contoh yang dapat dideteksi yang masih memberikan
respon signifikan dibandingkan dengan blanko dan masih
dibawah kondisi yang disepakati (Kantasubrata, 2008 ). Uji
LOD dilakukan dengan mengukur blanko pereaksi sebanyak
7 kali ulangan sehingga diperoleh hasil yang dapat dilihat
pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Data hasil uji
hidroksida
LOD pada
Pengulangan blanko pereaksi
1
2
3
4
5
6
7
SD
Nilai µ
LOD
sampel natrium
absorbansi
0,0157
0,0159
0,0159
0,0159
0,0157
0,0159
0,0159
9,759 x 10-5
0,0158
0,0161
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai limit deteksi
pada penentuan kadar nikel dalam natrium hidroksida
dengan spektrofotometer UV-Vis adalah sebesar 0,0161.
Nilai ini menunjukkan jumlah analit terkecil yang masih
dapat terukur oleh spektrofotometer UV-Vis. Jadi untuk
75
analisis kadar nikel dengan spektrofotometer masih dapat
terbaca serapannya dengan batas limit 0,0161.
Limit kuantitasi adalah konsentrasi terendah analit
dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan
akurasi yang dapat diterima dibawah kondisi yang
disepakati (Kantasubrata, 2008). Uji limit kuantitasi
dilakukan dengan menghitung data dari kurva kalibrasi.
Data dan hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6
Data hasil uji LOQ pada sampel natrium
hidroksida
Pengulangan blanko pereaksi
absorbansi
1
2
3
4
5
6
7
SD
Nilai µ
LOQ
0,0157
0,0159
0,0159
0,0159
0,0157
0,0159
0,0159
9,759 x 10-5
0,0158
0,0167
Hasil limit kuantitasi yang diperoleh adalah sebesar
0,0167. Nilai ini merupakan konsentrasi analit terendah
yang terkuantitasi. Namun, untuk memperoleh hasil yang
mempunyai akurasi lebih baik disarankan untuk
malakukan pengukuran contoh yang mempunyai kisaran
konsentrasi diatas 0,0167 sebab pengukuran dibawah nilai
limit kuantitasi ini dimungkinkan kurang akurat karena
absorbansinya sangat kecil. Hasil tersebut ditentukan
76
menurut IUPAC (1975) bahwa nilai LOD dan LOQ
ditentukan dengan persamaan rumus untuk LOD jumlah
nilai rata-rata absorbansi blanko dengan tiga kali standar
deviasi dan LOQ jumlah nilai rata-rata absorbansi blanko
dengan sepuluh kali standar deviasi jika niali absorbansi
dari blanko pereaksi tidak sama dengan nol.
Adapun cara penentuan nilai LOD dan LOQ menurut
Harmita(2004) dengan menggunakan data kurva kalibrasi
dapat dilihat dalam Tabel 5.7 sebagai berikut:
Tabel 5.7
Data Hasil Uji LOQ pada Sampel Natrium
hidroksida
Konsentrasi
(ppm)
Absorbansi (y)
yi
0,0
0,5
1,0
2,0
0,000
0,018
0,036
0,077
-0,001
0,018
0,037
0,075
Persamaan regresi linier
Nilai LOD
Nilai LOQ
|
|
0,001
0,000
0,001
0,002
(y-yi)2
0,000001
0,000000
0,000001
0,000004
(y-yi)2 =
0,000006
0,038x-0,001
0,00024
0,00079
Berdasarkan Tabel 5.7 dapat dilihat nilai LOD dan
LOQ bahwa nilai LOD yang diperoleh sebesar 0,00024 dan
nilai LOQ 0,00079. Nilai LOD ini menunjukkan jumlah
terkecil analit dalam sampel yang masih dapat terdeteksi
oleh spektrofotometer UV-Vis sedangkan nilai LOQ
menunjukkan kuantitas terkecil dari analit yang masih
dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Nilai LOD
77
dan LOQ ini dihitung secara statistik melalui garis regresi
linier dari kurva kalibrasi. Nilai keduanya merupakan batas
terkecil dari analit yang masih dapat terdeteksi oleh
spektrofotometer UV-Vis.
78
BAB VI
KETAHANAN DAN
KETANGGUHAN METODE UJI
6.1
Ketangguhan
(ruggedness)
(Robustness) Metode Uji
dan
Kekuatan
Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil
uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam
berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis,
instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll.
Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya
pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada
hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran
ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan
antar analis.
Ketangguhan
metode
ditentukan
dengan
menganalisis beningan suatu lot sampel yang homogen
dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda
menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan
lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur
dan parameter uji yang sama.
Derajat ketertiruan hasil uji kemudian ditentukan
sebagai fungsi dari variabel penentuan. Ketertiruan dapat
dibandingkan terhadap keseksamaan penentuan di bawah
kondisi normal untuk mendapatkan ukuran ketangguhan
79
metode. Perhitungannya dilakukan secara statistik menggunakan ANOVA pada kajian kolaboratif.
Kekasaran dari suatu metode analisis adalah
resistensi terhadap perubahan dalam hasil yang dihasilkan
oleh analisis metode ketika penyimpangan kecil terbuat
dari kondisi percobaan yang dijelaskan dalam prosedur.
Batas-batas
untuk
parameter
eksperimental
harus
diresepkan dalam protokol metode (meskipun ini tidak
selalu dilakukan di masa lalu), dan penyimpangan yang
diper-bolehkan seperti itu, secara terpisah atau dalam
kombinasi apapun, harus menghasilkan tidak ada
perubahan yang berarti dalam hasil yang dihasilkan. (A
"perubahan yang berarti" di sini akan berarti bahwa metode
ini tidak bisa beroperasi dalam batas-batas yang disepakati
ketidakpastian mendefinisikan kebugaran untuk tujuan.)
Aspek metode yang mungkin mempengaruhi hasil harus
diidentifikasi, dan mereka pengaruh terhadap kinerja
metode dievaluasi dengan menggunakan tes kekasaran.
Kekasaran
suatu
metode
diuji
dengan
sengaja
memperkenalkan perubahan kecil prosedur dan memeriksa
efek pada hasil. Sejumlah aspek dari metode ini mungkin
perlu dipertimbangkan, tetapi karena sebagian besar akan
memiliki efek yang dapat diabaikan biasanya akan mungkin
untuk bervariasi beberapa di sekali. Sebagai contoh, adalah
mungkin untuk merumuskan pendekatan memanfaatkan
delapan kom-binasi dari tujuh variabel faktor, yaitu untuk
melihat efek dari tujuh parameter dengan hanya delapan
hasil analisis. Univariat pendekatan juga layak, di mana
hanya satu variabel pada suatu waktu berubah. Contoh
faktor-faktor yang tes kekasaran dapat mengatasi adalah:
80
perubahan dalam instrumen, operator, atau merek reagen;
konsentrasi reagen; pH suatu larutan; suhu reaksi; waktu
diizinkan untuk menyelesaikan proses, dan lain-lain.
6.2
Penentuan Ketangguhan (ruggedness) dan Kekuatan
(Robustness)
Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu
dibuat perubahan metodologi yang kecil dan terus menerus
dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan
akurasi. Sebagai contoh, perubahan yang dibutuhkan untuk
menunjukkan kekuatan prosedur HPLC dapat mencakup
(tapi tidak dibatasi) perubahan komposisi organik fase gerak
(1%), pH fase gerak (± 0,2 unit), dan perubahan temperatur
kolom (± 2 - 3° C).
Perubahan lainnya dapat dilakukan bila sesuai
dengan laboratorium. Identifikasi sekurang-kurangnya 3
faktor analisis yang dapat mempengaruhi hasil bila diganti
atau diubah. Faktor risinal ini dapat diidentifikasi sebagai A,
B, dan C. Perubahan nilai faktor-faktor ini dapat
diidentifikasi dengan a, b, dan c. Lakukan analisis pada
kondisi yang telah disebutkan pada pemeriksaan
ketangguhan.
Sangita et al. (2013) telah melakukan parameter
ruggedness untuk menguji metode penentuan azithromycin dengan HPLC dengan prosedur sama oleh analis
yang berbeda. Hasil penentuan ruggedness dapat dilihat
pada Tabel 6.1.
81
Tabel 6.1
Hasil studi Ketangguhan (ruggedness)
Keterangan
Analis 1
Analis 2
Rata-rata
Standar Deviasi
% RSD
RT
8,35
8,36
8,355
0,0071
0,085
Area
100093,09
100558,17
100325,63
328,8612
0,328
Robustness dilakukan dengan melakukan variasi
terhadap komposisi fase gerak yaitu ±2.0% (22:78-18:82),
variasi laju alir ±10% (1,1 mL sampai 1,3mL/min) and
variasi suhu Column ±5.0°C (40°C -50°C). Hasil uji
disampaikan pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2
Hasil studi Kekuatan (Robustness)
Keterangan
Fase gerak 1
Fase gerak 2
Laju alir 1
Laju alir 2
Suhu Column 1
Suhu Column 2
RT
8,54
8,35
8,54
8,30
8,33
8,35
Area
122467,94
121780,51
125087,71
124189,52
124998,84
124050,82
Ketahanan suatu metode analisis adalah ukuran dari
kemampuannya untuk tetap tidak terpengaruh oleh variasi
kecil, tetapi disengaja dalam parameter metode, dan
memberikan indikasi kehandalan selama penggunaan
normal. Ketangguhan metode kromatografi, misalnya,
dapat dievaluasi oleh variasi dalam parameter seperti
komposisi fase gerak, pH dan kekuatan ion, suhu dan
banyak yang berbeda atau pemasok kolom. Evaluasi
ketahanan
harus
dipertimbangkan
dalam
tahap
82
pengembangan metode. Bahkan, proses validasi metode
tidak dapat dipisahkan dari perkembangan aktual kondisi
metode, karena tidak mungkin untuk mengetahui apakah
kondisi metode dapat diterima sampai studi validasi
dilakukan. Evaluasi kekokohan kromatografi metode sering
kompleks dan melelahkan, dengan mempertimbangkan
jumlah besar parameter analisis yang harus dianggap
melakukan tes. Beberapa penulis memilih parameter
analisis analisis yang spesifik untuk dievaluasi, interpretasi
data dilakukan dengan t-test atau uji ANOVA.
Tabel 6.3
Robustness pada metode uji dengan HPLC
Parameter
Konsentrasi metanol dalam fase
gerak
pH fase gerak
Suhu column
Laju alir fase gerak
Suplier column
Suplier metanol
Merek HPLC
Kondisi
normal
80%
Kondisi
Variasi
77%
2,8
30OC
1,0
Symmetry
Tedia
Agilent 1200
3,1
35OC
1,2
Ace
J.T. Baker
HP 1100
Pengujian ketegaran dilakukan untuk mengetahui
kestabilan metode analisis (tidak terpengaruh oleh variasi
yang diberikan). Salah satu contoh yaitu ketegaran metode
uji penentuan ketoprofen dengan HPLC dilakukan variasi
terhadap waktu seperti yang dilakukan oleh (Oktavia 2006).
Hasil pengujian ketegaran disajikan pada Tabel 6.4. Nilai
standar deviasi relatif yang diperoleh pada uji ketegaran
adalah 1,42%, yang berarti metode ini memiliki kestabilan
83
yang baik terhadap variasi waktu yang diberikan karena
memenuhi kriteria penerimaan yaitu <2%.
Tabel 6.4
Contoh hasil analisis pengujian ketegaran
dengan HPLC konsentrasi standar 100%
Menit ke0
0
0
60
60
60
120
120
120
180
180
180
Rata-rata
SD
RSD
Area
195458
195772
196366
200183
200428
198464
201201
200211
200390
202172
202339
203315
199687,42
2834,53
1,42
84
BAB VII
ESTIMASI KETIDAKPASTIAN
PENGUKURAN
7.1
Estimasi Ketidakpastian Pengukuran
Pada
dokumen
standar
“Persyaratan
Umum
Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium
Kalibrasi” ISO/IEC 17025:2005 diatur persyaratan mengenai
ketidakpastian, yaitu dalam butir 5.4.6. Dalam standar itu
diatur bahwa laboratorium wajib mempunyai dan
menerapkan prosedur untuk mengestimasi ketidakpastian
pengukuran. Estimasi ketidakpastian tersebut harus wajar
(reasonable) dan didasarkan pada pengetahuan atas unjuk
kerja metode, dan harus menggunakan data-data yang
diperoleh dari pengalaman sebelumya serta data validasi
metode.
Definisi dari istilah ketidakpastian pengukuran yang
digunakan dalam peraturan ini berdasarkan pada kosakata
istilah dasar dan umum dalam metrologi adalah parameter
yang terkait dengan hasil pengukuran, yang mencirikan
penyebaran nilai-nilai yang cukup dan dapat dikaitkan
dengan pengukuran.
Ketidakpastian pengukuran terdiri dari banyak
komponen. Beberapa komponen dapat dievaluasi dari
distribusi statistik hasil seri pengukuran dan dapat ditandai
85
dengan standar deviasi. Komponen lain dapat dicirikan
oleh standar penyimpangan, dievaluasi dengan cara
diasumsikan mengikuti probabilitas distribusi berdasarkan
pengalaman atau informasi lainnya. Panduan ISO
menggolongkan dalam kasus sebagai Tipe A dan Tipe B.
Dalam banyak kasus dalam analisis kimia,
pengukuran identik dengan penentuan konsentrasi dari
analit. Namun analisis kimia digunakan untuk ukuran yang
lain misalnya warna, pH, dan lain-lain, oleh karena itu
istilah
umum
"ukur"
akan
digunakan.
Definisi
ketidakpastian yang diberikan di atas berfokus pada kisaran
nilai-nilai yang cukup yakin bisa dihubungkan ke
pengukuran.
Dalam
penggunaan
umum,
kata
ketidakpastian berkaitan dengan konsep umum keraguan.
Dalam panduan ini, kata ketidakpastian tanpa kata sifat,
mengacu baik untuk parameter yang berhubungan dengan
definisi di atas, atau pengetahuan yang terbatas tentang
nilai
tertentu.
Ketidakpastian
pengukuran
tidak
menyiratkan keraguan tentang validitas pengukuran;
sebaliknya, pengetahuan tentang ketidakpastian berarti
meningkatkan keyakinan terhadap validitas dari hasil
pengukuran.
Sumber Ketidakpastian. Dalam prakteknya ketidakpastian pada hasil mungkin timbul dari sumber banyak
kemungkinan, termasuk definisi lengkap seperti contoh,
sampling, efek matriks dan gangguan, kondisi lingkungan,
ketidakpastian massa dan volumetrik peralatan, nilai acuan,
perkiraan dan asumsi yang tergabung dalam metode
pengukuran dan prosedur, dan variasi acak.
86
Ketidakpastian komponen kemudian digabung
menjadi ketidakpastian keseluruhan, hal itu mungkin
diperlukan untuk mengambil tiap sumber ketidakpastian
dan memperlakukan secara terpisah untuk memperoleh
kontribusi dari sumber tersebut. Masing-masing kontribusi
ketidakpastian disebut sebagai komponen ketidakpastian.
Ketika dinyatakan sebagai standar deviasi, komponen
ketidakpastian dikenal sebagai ketidakpastian baku. Jika ada
hubungan antara setiap komponen maka ini harus
diperhitungkan dengan menentukan kovarians tersebut.
Namun, seringkali memungkinkan untuk mengevaluasi
efek gabungan dari beberapa komponen.
Untuk y hasil pengukuran, jumlah ketidakpastian,
disebut standar gabungan ketidakpastian dan dinotasikan
dengan uc (y), adalah estimasi standar deviasi sama dengan
positif akar kuadrat varians total diperoleh menggabungkan
semua
komponen
ketidakpastian,
dan
dievaluasi,
menggunakan hukum propagasi ketidakpastian.
Untuk tujuan dalam kimia analitik, ketidakpastian
diperluas U, harus digunakan. Ketidakpastian diperluas
menyediakan interval di mana nilai besaran ukur dipercaya
untuk tingkat keyakinan yang lebih tinggi. U diperoleh
dengan mengalikan uc (y), ketidakpastian baku gabungan,
dengan cakupan yang faktor k. Pilihan dari k factor
berdasarkan tingkat kepercayaan yang diinginkan. Untuk
perkiraan tingkat kepercayaan 95%, k adalah 2. k faktor
harus selalu dinyatakan sehingga ketidakpastian baku
gabungan kuantitas diukur dapat dipulihkan untuk
digunakan dalam menghitung standar gabungan keti-
87
dakpastian hasil pengukuran lain yang mungkin tergantung
pada kuantitas itu.
7.2
Kesalahan dan Ketidakpastian
Penting untuk membedakan antara kesalahan dan
ketidakpastian. Kesalahan (error) didefinisikan sebagai
perbedaan antara hasil individu dan nilai benar dari
besaran ukur. Dengan demikian, kesalahan adalah nilai
tunggal. Pada prinsipnya, nilai dari kesalahan dapat
diterapkan sebagai koreksi hasil. Kesalahan merupakan
konsep ideal dan kesalahan tidak dapat diketahui secara
pasti. Ketidakpastian, di sisi lain, mengambil berbagai
bentuk, dan, jika diperkirakan untuk analisis prosedur dan
jenis sampel yang ditetapkan, berlaku untuk semua
penentuan. Secara umum, nilai ketidakpastian yang tidak
dapat digunakan untuk memperbaiki hasil pengukuran.
Ketidakpastian dari hasil pengukuran tidak boleh
ditafsirkan sebagai kesalahan itu sendiri, maupun kesalahan
yang tersisa setelah koreksi. Kesalahan dianggap memiliki
dua komponen, yaitu komponen random dan komponen
sistematis. Kesalahan Random biasanya muncul dari variasi
jumlah pengaruh. Efek-efek acak menimbulkan variasi
pengamatan berulang. Kesalahan acak dari hasil analisis
tidak dapat dikompensasi, tetapi biasanya dapat dikurangi
dengan meningkatkan jumlah pengamatan.
Standar deviasi eksperimental atau rata-rata seri
pengamatan bukanlah kesalahan acak, meskipun begitu
disebut dalam beberapa publikasi tentang ketidakpastian.
Ini adalah bukan sebuah ukuran dari ketidakpastian dari
88
rata-rata karena beberapa kesalahan acak. Nilai yang tepat
dari random error timbul dari efek tidak dapat diketahui.
Kesalahan sistematis didefinisikan sebagai komponen
kesalahan yang, dalam perjalanan dari sejumlah analisis
dari ukur yang sama, tetap konstan atau bervariasi dengan
cara yang dapat diprediksi. Ini tidak tergantung dari jumlah
pengukuran dibuat dan karenanya tidak dapat dikurangi
dengan meningkatkan jumlah analisis di bawah konstan
kondisi pengukuran.
Efek yang berubah secara sistematis selama rangkaian
analisis yang disebabkan, yang disebabkan karena kontrol
yang tidak memadai, kondisi eksperimental sehingga
menimbulkan kesalahan yang sistematis yang tidak
konstan. Ketidakpastian pengukuran merupakan tingkat
kesalahan yang tidak diketahui yang tersisa dalam
pengukuran.
Jika nilai sebenarnya dari kesalahan
diketahui, maka itu bukan bagian dari ketidakpastian
pengukuran. Sebaliknya, itu harus digunakan untuk
memperbaiki hasil pengukuran. Metode untuk menentukan ketidakpastian pengukuran telah dibagi menjadi
dua kelas generik yaitu Evaluas Tipe A yang menghasilkan
ketidakpastian ditentukan secara statistik berdasarkan
distribusi normal dan evaluasi tipe B merupakan
ketidakpastian ditentukan dengan cara lain.
Ketidakpastian ditentukan melalui evaluasi Tipe A
dengan melakukan pengukuran ulang dan menentukan
distribusi statistik. Pendekatan ini bekerja terutama untuk
kontribusi acak. Pengukuran ulang dengan penyimpangan
yang sistematis dari nilai yang benar dikenal memberikan
nilai kesalahan yang harus diperbaiki. Namun, ketika
89
mengevaluasi pengukuran yang dihasilkan, efek ketidakpastian
sistematis
dengan
ketidakpastian
acak
sedemikian rupa sehingga efeknya dapat ditentukan secara
statistik. Misalnya, efek suhu dapat menyebabkan
peningkatan
kebisingan
termal
acak
dalam
hasil
pengukuran.
Evaluasi tipe A didasarkan pada standar deviasi dari
pengukuran ulang, yang untuk n pengukuran dengan hasil
qk dan nilai rata-rata q, diperkirakan dengan:
Standar kontribusi ketidakpastian ui dari pengukuran
qk tunggal diberikan oleh:
Jika pengukuran n yang rata-rata sama, ini menjadi:
Untuk kasus-kasus di mana evaluasi tipe A tidak
tersedia atau tidak praktis, dan untuk menutupi kontribusi
tidak termasuk dalam tipe A, maka tipe B digunakan.
Tentukan kontribusi potensial terhadap total rata-rata
ketidakpastian. Tentukan nilai ketidakpastian untuk setiap
kontribusi. Kontribusi harus dalam kuantitas yang diukur,
bukan kuantitas pengaruh. Untuk setiap kontribusi,
memilih distribusi statistik yang diharapkan dan
menentukan
ketidakpastian
standar.
Kombinasikan
ketidakpastian yang dihasilkan dan dihitung ketidakpastian
diperluas.
90
Ketidakpastian baku tipe B, simpangan baku adalah
ketidakpastian itu sendiri, namun dikoreksi terhadap
distribusi probabilitas nilai tersebut. Beberapa distribusi
yang menyumbang ketidakpastian adalah:
1.
Distribusi normal
Gambar 7.1 menunjukkan kurva yang mengikuti
distribusi normal.
Gambar 7.1 Kurva distribusi normal
Perhitungan
ketidakpastian
distribution normal:
yang
mengikuti
dimana Ui adalah ketidakpastian diperluas kontribusi
dan k adalah faktor cakupan (k = 2 untuk
kepercayaan 95%).
91
2.
Rectangular distribusi
Distribusi rectangular yaitu hasil pengukuran
memiliki probabilitas yang sama berada di tempat
dalam rentang -ai ke ai. Rumus yang mengikuti
distribusi rectangular adalah:
Gambar 7.2 Kurva distribusi rectanguler
Produsen peralatan ± nilai akurasi (bukan dari
anggaran ketidakpastian standar) batas resolusi
peralatan. Setiap istilah dimana hanya berkisar
maksimal atau kesalahan dikenal.
3.
Distribusi berbentuk U
Distribusi berbentuk U, hasil pengukuran memiliki
kemungkinan yang lebih tinggi menjadi beberapa
nilai di atas atau di bawah rata-rata daripada berada
di median)
92
Gambar 7.3 Kurva distribusi berbentuk U
93
4.
Distribusi triangular
Distribusi triangular yaitu distribusi non-normal
dengan linear dari maksimum ke nol. contoh:
Alternatif untuk persegi panjang atau distribusi
normal bila distribusi diketahui di pusat dan
memiliki nilai yang diharapkan maksimum.
Gambar 7.4 Kurva mengikuti distribusi trianguler
94
Gambar 7.5 Gabungan persamaan dan jenis distribusi
Setelah seluruh sumber ketidakpastian diidentifikasi
dan hubungan antara sumber yang satu dengan yang lain
telah diketahui, serta bagaimana semuanya berpengaruh
terhadap ketidakpastian akhir, maka pada tahap ini
dilakukan kuantifikasi nilai ketidakpastian yang berasal dari
masing-masing sumber. Data ketidakpastian yang berasal
dari masing-masing sumber perlu dikonversi terlebih
dahulu menjadi ketidakpastian baku (μ) agar dapat
digunakan dalam perhitungan ketidakpastian akhir.
Berbagai jenis data dan cara konversinya menjadi
ketidakpastian baku dapat dicermati dalam Gambar 7.4
7.3
Perhitungan
uncertainty)
ketidakpastian
diperluas
(expanded
Tahap terakhir dari perhitungan ketidakpastian
adalah mengalikan ketidakpastian gabungan (μX) dengan
95
suatu faktor pencakupan (k) ketidakpastia n untuk
mendapatkan nilai ketidakpastian diperluas (U) dengan
tingkat kepercayaan tertentu. Untuk kebanyakan kasus,
disarankan untuk menggunak an nilai k=2 (atau tepatnya
1,96) yang akan memberikan tingkat kepercayaan 95%. Tapi
ini hanya berlaku jika nilai perhitungan ketidakpastian
gabungan didasarkan pada data dengan derajat bebas efektif
yang cukup besar (≥ 6). Jika derajat bebas efektif kecil (< 6),
maka perlu nilai k yang lebih besar, yang dapat diperoleh
dari nilai t-student.
Gambar 7.6 Jenis-jenis sumber ketidakpastian dan cara
konversinya untuk mendapatkan ketidakpastian baku (μ)
Terdapat dua kategori komponen ketidakpastian yakni:
1.
Tipe A yaitu ketidakpastian berdasarkan pekerjaan
eksperimental dan dihitung dari rangkaian berulang.
96
2.
Tipe B yaitu ketidakpastian berdasarkan informasi/
data yang dapat dipercaya, contoh: sertifikat.
Ketidakpastian baku (μ) untuk tipe A diperoleh
melalui persamaan:
Dimana: s adalah simpangan baku dan n adalah
jumlah pengamatan. Sedangkan untuk ketidakpastian baku
tipe B, simpangan baku adalah ketidakpastian itu sendiri,
namun perlu dikoreksi terhadap distribusi probabilitas nilai
tersebut.
Ketidakpastian baku (μ) untuk tipe A diperoleh
melalui persamaan:
Dimana: s adalah simpangan baku dan n adalah
jumlah pengamatan. Sedangkan untuk ketidakpastian baku
tipe B, simpangan baku adalah ketidakpastian itu sendiri,
namun perlu dikoreksi terhadap distribusi probabilitas nilai
tersebut.
•
Untuk distribusi normal dengan tingkat kepercayaan
95%,
Μ (x) =
•
Untuk distribusi normal dengan tingkat kepercayaan
99%,
Μ (x) =
•
Untuk distribusi rectangular,
•
Untuk distribusi triangular,
97
7.4
Penentuan Estimasi Ketidakpastian Pengukuran
Pembuatan Larutan Standar Cd 1000 mg/L
•
Pembuatan larutan standar Cd 1000 mg/L
•
Cara kerja sesuai SNI:
•
Logam Cd dibersihan lapisan luar dari oksidanya,
kemudian dilarutkan dengan asam nitrat dan
dimasukkan dalam labu ukur 1000 mL, ditambahkan
aquabides sampai batas.
Langkah 1:
Langkah 2:
98
Dimana
C Cd =
1000 =
m
=
P
=
V
=
konsentrasi larutan standar yang dibuat
factor konversi mL ke L
berat logam (mg)
kemurnian logam
volume larutan standar yang dibuat
Langkah 3:
Menentukan sumber-sumber ketidakpastian dengan
menggunakan diagram tulang ikan seperti Gambar 7.6.
Gambar 7.7 Diagram tulang ikan penentuan konsentrasi Cd
Menentukan nilai ketidakpastian masing-masing
sumber kesalahan:
1.
Ketidakpastian dari kemurnian bahan (P)
Kemurnian bahan logam (Cd) yang didapatkan dari
sertifikat bahan adalah 99.99 ± 0.01% atau 0,9999 ±
0.0001. Karena tidak ada tambahan informasi, maka
99
untuk menentukan nilai ketidakpastian mengikuti
distribusi rectangular. Ketidakpastian dari kemurnian
bahan ditentukan dengan mengambil nilai 0,0001
dibagi dengan
2.
3.
.
Mass m
Ketidakpastian yang terkait dengan massa kadmium
diperkirakan dengan menggunakan data dari
sertifikat kalibrasi dan rekomendasi pabrikan estimasi
ketidakpastian, 0,05 mg.
Volume V
• Kalibrasi
Pabrikan mengutip volume untuk botol 100 ml ±
0,1 ml diukur pada suhu 20 °C. Nilai ketidakpastian diberikan tanpa tingkat kepercayaan atau
informasi distribusi, sehingga asumsi yang
diperlukan. Di sini, ketidakpastian standar
dihitung dengan asumsi distribusi trianguler.
Sebuah distribusi trianguler dipilih, karena dalam
proses produksi yang efektif, nilai nominal lebih
mungkin dibandingkan ekstrem. Distribusi yang
dihasilkan lebih baik diwakili oleh distribusi
triaguler daripada distrbusi rectangular.
• Repeatability
Serangkaian percobaan sebanyak sepuluh kali
menggunakan labu uku 100 mL memberikan
standar deviasi 0,02 mL.
100
Temperature
Menurut produsen labu ukur 100 mL telah dikalibrasi pada
suhu 20 °C, sedangkan suhu laboratorium bervariasi antara
batas ±4 °C. Koefisien ekspansi volume air adalah 2,1 × 10-4
°C1. Ketidakpastian volume dihitung mengikuti asumsi
distribusi rectanguler:
= 0,05 mL
u (V) =
Ketiga
sumber
ketidakpastian
digabung
memberikan standar ketidakpastian volume.
u (V) = √
Tabel 7.1
Simbol
P
m
V
sehingga
= 0,07 mL
Nilai dan ketidakpastian
Deskripsi
Nilai
(x)
Ketidakpastian
standar
u (x)
Kemurnian
logam
Berat
logam
Volume
labu ukur
0,9999
0,000058
Ketidakpastian
standar
relative
u(x)/x
0,000058
100,28
mg
100
mL
0,05 mg
0,0005
0,07 mL
0,0007
101
Gambar 7.8 Perbandingan penyumbang ketidakpastian
Perhitungan kombinasi standar ketidakpastian
Setiap
komponen
penyumbang
ketidakpastian
digabung dengan menggunakan persamaan:
uC (Cd) = C Cd x 0,0009 = 1002,7 mg/L x 0,0009
= 0,9 mg/L
102
Ketidakpastian yang diperluas U (C Cd) diperoleh
dengan mengalikan dengan factor 2, sehingga:
U (C Cd) = 2 x 0,9 mg/L = 1,8 mg/L
Penulisan hasil: 1002.7 ± 1,8 mg/L
Distribusi rectangular digunakan ketika sertifikat atau
spesifikasi tanpa mencantumkan tingkat kepercayaan
seperti 25 mL ± 0,005 mL, maka ketidakpastiannya adalah:
u(x) =
, bentuk distribusinya seperti pada Gambar 7.8
Gambar 7.9 Distribusi rectangular
Distribusi triangular digunakan jika informasi yang
tersedia mengenai x lebih rendah daripada distribusi
trianguler. Nilai dekat dengan x lebih mungkin
dibandingkan dekat batas. Distribusi triangular mengikuti
Gambar 7.9
103
Gambar 7.10 Distribusi trianguler
(A)
104
(B)
(C)
Gambar 7.11 Jenis-jenis distribusi (A) bentuk distribusi
uniform (B) bentuk distribusi rectanguler dan (C) distribusi
trianguler
105
Gambar 7.10 menunjukkan bahwa masing-masing
distribusi tergantung pada pengaruh yang disebabkan oleh
bahan, alat, personil dan lain-lain. Beberapa perubahan
yang menyebabkan kesalahan yang signifikan adalah:
1.
Perubahan suhu secara bertahap selama analisis
kimia dapat mengakibatkan perubahan progresif
pada hasil pengujian.
2.
Sensor dan probe yang menunjukkan efek penuaan
dapat menyebabkan kesalahan sistematis memperkenalkan non-konstan.
Hasil pengukuran harus dikoreksi untuk semua
kesalahan sistematis. Ketidakpastian berhubungan dengan
standar-standar dan bahan dan ketidakpastian dalam
koreksi masih harus diperhitungkan. Salah satu jenis
kesalahan adalah kesalahan palsu. Kesalahan jenis ini
membatalkan sebuah pengukuran dan biasanya timbul
melalui manusia atau kerusakan instrumen. Perpindahan
angka, pencatatan data, gelembung udara yang bersarang
pada sel spektrofotometer, atau disengaja kontaminasi
silang dari contoh uji merupakan contoh umum dari jenis
kesalahan ini.
Pengukuran kesalahan seperti ini telah terdeteksi dan
harus ditolak dan tidak ada upaya yang dilakukan untuk
menggabungkan kesalahan ke dalam setiap analisis
statistik. Namun, kesalahan seperti perpindahan data
terutama jika terjadi pada angka utama masih dapat
diperbaiki.
Ketidakpastian diestimasi dengan menggunakan
panduan ini tidak dimaksudkan untuk memungkinkan
kemungkinan palsu kesalahan. Salah satu contoh
106
penentuan estimasi ketidakpastian adalah penentuan kadar
nikel dengan spektrofotometer UV-Vis. Perhitungan
estimasi ketidakpastian pengukuran dilakukan dengan
tujuan untuk memastikan bahwa data pengukuran kadar
nikel dalam natrium hidroksida adalah akurat serta metode
spektrofotometri yang digunakan memberikan hasil yang
valid. Perhitungan nilai ketidakpastian pengukuran
ditentukan dari parameter sumber-sumber kesalahan yang
digambar dalam diagram tulang ikan. Diagram tulang ikan
akan
memberikan
informasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pengukuran kadar nikel.
Penetapan diagram tulang ikan
Sumber-sumber ketidakpastian ditunjukkan pada
diagram tulang ikan sebagai berikut:
Gambar 7.12 Diagram tulang ikan penentuan konsentrasi
nikel (Ni)
107
Penentuan Ketidakpastian Baku
1.
Ketidakpastian dari m sampel
Neraca analitik yang digunakan untuk penimbangan
mempunyai nilai ketidakpastian sebesar 0,1x
g,
estimasi ketidakpastian dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
Keterangan:
: ketidakpastian kalibrasi
Qu
: ketidakpastian tertera
k
: suatu ketetapan
Sumber ketidakpastian sampel selain berasal dari
ketidakpastian baku, ada beberapa faktor lain yang
mempengaruhi ketidakpastian misalnya dari faktor
banyaknya penimbangan maka ketidakpastian dari
masing-masing sumber tersebut dapat digabungkan
dan dinyatakan dalam ketidakpastian gabungan yang
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
√
√
Keterangan :
µc : ketidakpastian gabungan
2.
Ketidakpastian dari labu takar 25 mL
Labu takar 25 mL yang digunakan dalam analisis
kadar nikel mempunyai nilai ketidakpastian sebesar
±0,04 mL yang diukur pada suhu 24ºC, maka nilai
ketidakpastian baku dari labu takar ini termasuk
dalam distribusi rectangular sehingga estimasi
108
ketidakpastian baku dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Keterangan :
: Ketidakpastian kalibrasi
Qu : Ketidakpastian yang tertera pada labu takar
500 mL
k
: Suatu ketetapan
Pada penentuan ketidakpastian labu takar 25 mL,
sumber-sumber kesalahan tidak hanya berasal dari
satu faktor saja melainkan ada faktor lain yang
mempengaruhi
seperti
ketidakpastian
efek
temperatur. Untuk menghitung nilai ketidakpastian
efek temperature maka dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Keterangan :
µET
: ketidakpastian efek temperatur
V
: volume alat gelas
∆T
: perbedaan temperatur
α
: ketetapan
Beberapa sumber nilai ketidakpastian yang ada
seperti ketidakpastian baku dan ketidakpastian efek
temperatur maka kedua sumber ketidakpastian ini
digabungkan yang dinyatakan dalam ketidakpastian
gabungan sehingga nilai ketidakpastian gabungan
dari labu ukur 25 mL adalah sebagai berikut:
109
√
√
Keterangan :
µc(LT) : ketidakpastian gabungan labu takar
3.
Ketidakpastian dari labu takar 100 mL
Labu takar 100 mL yang digunakan dalam analisis
kadar nikel mempunyai nilai ketidakpastian sebesar
±0,1 mL yang diukur pada suhu 23,1ºC, maka nilai
ketidakpastian baku dari labu takar ini termasuk
dalam distribusi rectangular sehingga estimasi
ketidakpastian baku dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Keterangan :
: ketidakpastian kalibrasi
Qu : ketidakpastian yang tertera pada labu takar
100 mL
k
: suatu ketetapan
Penentuan ketidakpastian labu takar 100 mL,
sumber-sumber kesalahan tidak hanya berasal dari
satu faktor saja melainkan ada faktor lain yang
mempengaruhi
seperti
ketidakpastian
efek
temperatur. Untuk menghitung nilai ketidakpastian
efek temperatur maka dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
110
Keterangan :
µET : ketidakpastian efek temperatur
V
: volume alat gelas
∆T : perbedaan temperatur
α
: ketetapan
Beberapa sumber nilai ketidakpastian yang ada
seperti ketidakpastian baku dan ketidakpastian efek
temperatur maka kedua sumber ketidakpastian ini
digabungkan yang dinyatakan dalam ketidakpastian
gabungan sehingga nilai ketidakpastian gabungan
dari labu ukur 100 mL adalah sebagai berikut:
√
√
Keterangan :
µc(LT) : ketidakpastian gabungan labu takar
4.
Ketidakpastian dari labu takar 1000 mL
Labu takar 1000 mL yang digunakan dalam analisis
kadar nikel mempunyai nilai ketidakpastian sebesar
±0,385 mL yang diukur pada suhu 24ºC, maka nilai
ketidakpastian baku dari labu takar ini termasuk
dalam distribusi rectangular sehingga estimasi
ketidakpastian baku dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Keterangan :
: ketidakpastian kalibrasi
Qu : ketidakpastian yang tertera pada labu takar
1000 mL
111
k
: suatu ketetapan
Penentuan ketidakpastian labu takar 1000 mL,
sumber-sumber kesalahan tidak hanya berasal dari
satu faktor saja melainkan ada faktor lain yang
mempengaruhi
seperti
ketidakpastian
efek
temperatur. Untuk menghitung nilai ketidakpastian
efek temperature maka dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Keterangan:
µET : ketidakpastian efek temperatur
V
: volume alat gelas
∆T : perbedaan temperatur
α
: ketetapan
Beberapa sumber nilai ketidakpastian yang ada
seperti ketidakpastian baku dan ketidakpastian efek
temperatur maka kedua sumber ketidakpastian ini
digabungkan yang dinyatakan dalam ketidakpastian
gabungan sehingga nilai ketidakpastian gabungan
dari labu ukur 25 mL adalah sebagai berikut :
√
√
Keterangan :
µc(LT) : ketidakpastian gabungan labu takar
5.
Ketidakpastian dari pipet volume 2 mL
Pipet volume 2 mL yang digunakan dalam analisis
kadar nikel mempunyai nilai ketidakpastian sebesar
±0,0001 mL yang diukur pada suhu 24,1ºC, maka
112
nilai ketidakpastian baku dari pipet volume ini
termasuk dalam distribusi rectangular sehingga
estimasi ketidakpastian dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Keterangan :
: ketidakpastian kalibrasi
Qu : ketidakpastian yang tertera pada pipet volume
2 mL
K
: suatu ketetapan
Penentuan ketidakpastian pipet volume 2 mL,
sumber-sumber kesalahan tidak hanya berasal dari
satu faktor saja melainkan ada faktor lain yang
mempengaruhi
seperti
ketidakpastian
efek
temperatur. Untuk menghitung nilai ketidakpastian
efek temperatur maka dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Keterangan :
µET : ketidakpastian efek temperatur
V
: volume alat gelas
∆T : perbedaan temperatur
α
: ketetapan
Beberapa sumber nilai ketidakpastian yang ada
seperti ketidakpastian baku dan ketidakpastian efek
temperatur maka kedua sumber ketidakpastian ini
digabungkan yang dinyatakan dalam ketidakpastian
113
gabungan sehingga nilai ketidakpastian gabungan
dari pipet volume 2 mL adalah sebagai berikut:
√
√
Keterangan :
µc(p) : ketidakpastian gabungan pipet volum 2 mL
6.
Ketidakpastian dari pipet volume 10 mL
Pipet volume 10 mL yang digunakan dalam analisis
kadar nikel mempunyai nilai ketidakpastian sebesar
±0,05 mL yang diukur pada suhu 24,5ºC, maka nilai
ketidakpastian baku dari pipet volume ini termasuk
dalam distribusi rectangular sehingga estimasi
ketidakpastian dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Keterangan :
: ketidakpastian kalibrasi
Qu : ketidakpastian yang tertera pada pipet volum
10 mL
k
: suatu ketetapan
Pada penentuan ketidakpastian pipet volume 10 mL,
sumber-sumber kesalahan tidak hanya berasal dari
satu faktor saja melainkan ada faktor lain yang
mempengaruhi
seperti
ketidakpastian
efek
temperatur. Untuk menghitung nilai ketidakpastian
114
efek temperatur maka dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Keterangan :
µET : ketidakpastian efek temperatur
V
: volume alat gelas
∆T : perbedaan temperatur
α
: ketetapan
Beberapa sumber nilai ketidakpastian yang ada
seperti ketidakpastian baku dan ketidakpastian efek
temperatur maka kedua sumber ketidakpastian ini
digabungkan yang dinyatakan dalam ketidakpastian
gabungan sehingga nilai ketidakpastian gabungan
dari pipet volume 10 mL adalah sebagai berikut:
√
√
Keterangan :
µc(p) : ketidakpastian gabungan pipet volum 10 mL
7.
Ketidakpastian kemurnian standar Ni
Kemurnian standar Ni yang diketahui dari label
bahan adalah 999 ± 2 ppm.
m
8.
Ketidakpastian dari kurva kalibrasi
Diketahui persamaan regresi linier dari kurva
kalibrasi standar Ni yaitu y = 0,038x-0,001 dengan
data sebagai berikut:
115
Tabel 7.2.
Sumber ketidakpastian kurva kalibrasi
Konsentrasi
(ppm)
0,0
0,5
1,0
2,0
Absorbansi
(y)
0,000
0,018
0,036
0,077
yi
-0,001
0,018
0,037
0,075
S(y/x) =
=
√
√
|
|
0,001
0,000
-0,001
0,002
(y-yi)2
0,000001
0,000000
0,000001
0,000004
(y-yi)2 =
0,000006
= 3,0 x 10-6
Untuk menghitung Y sampel NaOH 32% = 0,0308
dari persamaan y = 0,038x – 0,001 didapat Cx =
1,1949 ppm.
9.
Ketidakpastian dari repeatabilitas
Dari data sampel natrium hidroksida 32% diperoleh
data uji repeatabilitas dengan nilai standar deviasi
(sd) = 0,0088 pengulangan 7 kali.
sehingga μ repeatabilitas = sd/√ n
= 0,0088 / √ 7 = 3,32
10.
Penentuan
estimasi
ketidakpastian
gabungan
penentuan kadar nikel
Sumber-sumber ketidakpastian pada penentuan
kadar nikel dengan metode spektrofotometri adalah
ketidakpastian
penimbangan,
ketidakpastian
pengenceran, ketidakpastian volume, ketidakpastian
dari bahan, kurva kalibrasi dan repeatabilitas.
Penentuan nilai ketidakpastian hasil pengujian secara
116
keseluruhan dapat diperoleh dengan menentukan
ketidakpastian gabungan.
Tabel 7.3
Sumber
ketidakpastian
NaOH32%
kadar
KP Asal
Nilai x
Satuan
µ (x)
Penimbangan
Kemurnian
Labu takar
Labu takar
Labu takar
Pipet vol. 2 mL
Pipet vol. 10
mL
Kurva kalibrasi
Repeatabilitas
10,0257
999
1000
100
25
2
10
gram
ppm
mL
mL
mL
mL
mL
8,16x
1,1547
0,2532
0,0621
0,0233
1,1949
1
ppm
Ni
dalam
µ x/x
1,15x10-3
2,53x
9,32x
1,12x
0,0288
Keterangan :
µ (x)
: ketidakpastian baku
µ x/x : ketidakpastian standar relatif
Nilai ketidakpastian standar relatif
(µ x/x)
merupakan nilai yang diperoleh dari ketidakpastian
baku masing-masing sumber yang dibagi dengan
nilai yang diukur, misalkan pada penggunaan alat
labu ukur 100 mL maka nilai ketidakpastian standar
relative ditentukan dengan nilai ketidakpastian baku
dibagi 100.
Rumus yang digunakan untuk menentukan kadar
nikeladalah sebagai berikut :
Kandungan Ni =
117
=
= 0,0794 ppm
Keterangan :
A = Konsentrasi blanko (µg)
B = Konsentrasi sampel (µg)
C = Berat sampel (g)
= 3,72
11.
Ketidakpastian Diperluas, α = 95%
Nilai ketidakpastian diperluas ditentukan dengan
menggunakan nilai ketidakpastian gabungan dikali
dengan faktor cakupan (k) dan karena menggunakan
tingkat kepercayaan 95% maka nilai faktor cakupan
(k)
yang
digunakan
dalam
perhitungan
ketidakpastian diperluas adalah 1,96 atau 2 dengan
hasil sebagai berikut:
= 2 x 3,72
= 0,00074
Hasil nilai ketidakpastian pada sampel natrium
hidroksida 32% diperolah sebesar 0,00074. Sampel
118
natrium hidroksida 48% dan 98% data hasil
perhitungannya dapat dilihat dalam lampiran.
Ukuran ketidakpastian ini perlu untuk mengetahui
kemungkinan yang terjadi atau untuk memenuhi
kemungkinan yang memadai bahwa nilai hasil uji
berada dalam rentang yang diberikan oleh
ketidakpastian.
12.
Pelaporan Hasil Uji
Nilai dari estimasi ketidakpastian dalam penentuan
kadar nikel pada sampel natrium hidroksidadapat
dilihat dalam Tabel 7.4.
Tabel 7.4
No
1
2
3
Hasil nilai ketidakpastian kadar Nikel pada
natrium hidroksida
Sampel
natrium
hidroksida
32%
48%
98%
Kadar Ni
(ppm)
Estimasi
ketidakpastian
Hasil analisis
0,0794
0,2079
0,9895
0,00076
0,0336
0,9895
0,0794± 0,00074
0,2079 ± 0,0336
0,9895 ± 0,0960
Nilai ketidakpastian ini menunjukkan besarnya
tingkat kesalahan yang terjadi dalam penentuan
kadar nikel pada natrium hidroksida dengan
spektrofotometer UV-Vis. Nilai ketidakpastian pada
sampel natrium hidroksida 32% menunjukkan nilai
paling rendah dibandingkan pada sampel natrium
hidroksida48% dan 98%. Hal ini berarti dapat
dikatakan bahwa untuk sampel natrium hidroksida
32% memberikan hasil yang teliti karena nilai
119
ketidakpastiannya terlalu kecil sehingga tingkat
kasalahan yang terjadi saat analisis kecil. Namun,
sampel natrium hidroksida 48% dan 98% nilai
ketidakpastiannya juga masih dibawah konsentrasi
nikel dalam sampel sehingga untuk ketiga sampel
natrium hidroksida masih memberikan hasil yang
teliti.
Contoh:
Penentuan
Estimasi
Ketidakpastian
Pengukuran Pada Analisis Cr-T Pada Air Limbah
Dengan FAAS
1. Bagan prosedur kerja
2. Rumus:
Cs = C x fp
Cs = Konsentrasi Cr dalam sampel (mg/L)
C = Konsentrasi Cr dari sampel dengan FAAS
setelah diplot dalam kurva kalibrasi (mg/L)
fp = Faktor pengenceran
120
3. Diagram tulang ikan
Gambar 7.13 Diagram tulang ikan analisis Cr-T pada
air limbah dengan FAAS
4. Penentuan estimasi
Mencari ketidakpastian pengukuran (V)
µkalibrasi = 0.122/√ 3 = 0.070439 mL
µsuhu
= (100 mL x 3oC x 2.1 . 10-4 C-1)/√ 3=
0.036374 mL
µ(V)
= √ (µkalibrasi)2 + (µsuhu)2
µ(V)
= √ (0.070439)2 + (0.036374)2
µ(V)
= √ 0.006285 = 0.0793 mL
Mencari ketidakpastian pengukuran (C)
Tabel 7.5 Data hasil pengukuran larutan standar
No
1
2
3
4
Konsentrasi Cr
0.5
1
2
4
1
0.0043
0.0088
0.0168
0.0295
Absorbansi
2
3
0.0067 0.0055
0.0095 0.0085
0.0154 0.0177
0.0301 0.0261
121
Rata-rata
0.0055
0.0089
0.0166
0.0286
No
Konsentrasi Cr
6
8
10
15
Absorbansi
5
6
7
8
1
0.0463
0.0547
0.0715
0.1065
Absorbansi
2
3
0.0367 0.0358
0.0586 0.0598
0.0799
0.077
0.1045 0.1086
Rata-rata
0.0396
0.0577
0.0761
0.1065
0.15
0.1
0.05
0
0
5
10
15
20
Konsentrasi Cr (mg/L)
Gambar 7.14 Kurva kalibrasi larutan standar Cu
Tabel 7.6
No
1
2
3
4
5
6
7
8
x
0.5
1
2
4
6
8
10
15
Data penentuan ketidakpastian kurva kalibrasi
Cu
y
0.0055
0.0089
0.0166
0.0286
0.0396
0.0577
0.0761
0.1065
yi
0.004893
0.008426
0.015493
0.029627
0.043761
0.057895
0.072029
0.107364
122
y-yi
0.000608
0.000474
0.001107
-0.00103
-0.00416
-0.0002
0.004071
-0.00086
Jumlah
S2
Var x
u(x)
(y-yi)2
3.69056E-07
2.24676E-07
1.22545E-06
1.05473E-06
1.73139E-05
3.8025E-08
1.6573E-05
7.46496E-07
3.75454E-05
6.25757E-06
0.125288357
0.353960954
Slope
S2
= 0,007067 dan intercept = 0,001359
= ∑ (y-yc)2/(n-2) dimana n adalah jumlah
standar, dalam hal ini 8
= (3.75454E-05)/(8-2)
= 6.25757E-06
Var (x) =
=
=
=
S2/b2 dimana b = slope
6.25757E-06/(0,007067)2
6.25757E-06/4.99453E-05
0.125288357
u (x,y) = √var (x)
= √ 0.125288357
= 0.353960954
Mencari ketidakpastian pengukuran (fd)
Pipet volume 10 mL dan labu ukur 100 mL
µ (fd) = 100 x √ µ(V 10 mL)2/102 + µ(V 100
mL)2/1002
Pipet ukur 10 mL
µkalibrasi = 0.065/√ 3 = 0.037529 mL
µsuhu
= (10 mL x 2oC x 2.1 . 10-4 C-1)/ √ 3=
0.002425 mL
µ(V)
= √ (µkalibrasi)2 + (µsuhu)2
µ(V)
= √ (0.037529)2 + (0.002425)2
µ(V)
= √ 0.001414 = 0.0376 mL
Labu ukur 100 mL
µkalibrasi = 0.122/√ 3 = 0.070439 mL
µsuhu
= (100 mL x 3oC x 2.1 . 10-4 C-1)/ √ 3=
0.036374 mL
µ(V)
= √ (µkalibrasi)2 + (µsuhu)2
123
µ(V)
µ(V)
µ (fd)
µ (fd)
=
=
=
=
√ (0.070439)2 + (0.036374)2
√ 0.006285 = 0.0793 mL
100 x √ (0.0376)2/102 + (0.0793)2/1002
0.384
Mencari Cs
Cs = C x fp
Cs = 14.673 x 1 mg/L
Cs = 14.673 mg/L
Mencari relatif standar ketidakpastian
Tabel 7.7 Daftar sumber ketidakpastian
Simbol
Cs
V
Fd
Cregresi
Nilai
(X)
0.673
100
100
14.673
µ (X)
Ketidakpastian
standar relatif
0.0793
0.384
0.353960954
0,000793
0,00384
0,024123
Unit
mg/L
mL
mL
mg/L
Mencari µ gabungan
µ Cs = Cs x √ (0,000793)2 + (0,00384)2 +
(0,024123)2
= 14,673 x √ (0,000793)2 + (0,00384)2 +
(0,024123)2
= 14,673 x √ (0,000000630) + (0,00001475)
+ (0,0005819328)
= 14,673 x √ (0,0005973128)
= 14,673 x 0,024439984
= 0,3586 mg/L
124
Ketidakpastian diperluas
U (Cs)
= 2x µ Cs
U (Cs)
= 2x 0,3586 mg/L
U (Cs)
= 0.7172 mg/L
Cara penulisan hasil untuk pelaporan
Cs Cr = 14,673 ± 0,7172 mg/L
Penentuan Estimasi Ketidakpastian Pengukuran Pada
Analisis NO3 (Nitrat) Pada AMDK Dengan Spektrofotometer
UV-Vis SNI 01-3554-2006 Butir 2.8
1.
Bagan prosedur kerja
Gambar 7.15 Prosedur kerja penentuan nitrat
125
2.
Rumus:
Cs = C x fp
Cs = Konsentrasi NO3 dalam sampel (mg/L)
C = Konsentrasi
NO3
dari
sampel
dengan
Spektrofotometer UV-Vis pada 220 dan 275
nm (mg/L)
fp = Faktor pengenceran
3.
Diagram tulang ikan
Gambar 7.16 Diagram tulang ikan penentuan
konsentrasi nitrat
4.
Penentuan estimasi
Mencari ketidakpastian pengukuran ketidakpastian
(V)
µkalibrasi= 0.059/√3 = 0.059/1,73205mL = 0,034063 mL
µsuhu= (50 mL x 3oC x 2.1 . 10-4 C-1)/ √3= 0.018187 mL
µ(V) = √ (µkalibrasi)2 + (µsuhu)2
µ(V) = √ (0,034063)2 + (0.018187)2
µ(V)=√1,1602879x 10-3 + 3,3076 x 10-4= 0.038614 mL
126
Mencari ketidakpastian pengukuran (C)
Tabel 7.8 Data larutan standar nitrat
Standar NO3
(mg/L)
0
1
2
3
4
5
A (220 nm)
0
0.261
0.472
0.732
0.927
1.161
Absorbansi
1.5
A (220 nm)- A
(275 nm)
0
0.260
0.470
0.729
0.923
1.156
A (275 nm)
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
y = 0.2294x + 0.0162
R2 = 0.9986
1
0.5
0
0
1
2
3
4
5
6
Konsentrasi NO3 (mg/L)
Gambar 7.17 Kurva kalibrasi penentuan nitrat
Tabel 7.9
C
0
1
2
3
4
5
Data perhitungan LOD dan LOQ
Yi
0
0.260
0.470
0.729
0.923
1.156
Yc
0.0162
0.2456
0.4750
0.7044
0.9338
1.1632
Yi-Yc
-0.0162
0.0144
-0.0050
0.0246
-0.0108
-0.0072
Jumlah
127
(Yi-Yc)2
0.00026244
0.00020736
0.00002500
0.00060516
0.00011664
5.184E-05
0.00126844
Slope : 0,2294
Relatif standar deviasi S y/x = √ 0.00126844/(6-2)
S y/x = √ 0.00126844/4
S y/x = √ 0,000317
S y/x = 0,01781
u(x) = (S y/x) /slope
u(x) = 0,01781 /0,2294= 0,07764
Mencari Cs
Cs = C x fp
Cs = 0.884 x 1 mg/L
Cs = 0.884 mg/L
Repeatabilitas dan Recovery dari Validasi Metode SNI
01-3554-2006 Butir 2.8
Tabel 7.10 Perhitungan repeatabilitas dan recovery
Analit
NO3
Repeatabilitas
(RSD %)
1,78
Horwitz (CV=%)
10,592
Recovery (%)
101,89
Mencari relatif standar ketidakpastian
Tabel 7.11 Penentuan relatif standar ketidakpastian
Simbol
Cs
V
C
regresi
Rep
Rec
Nilai
(X)
µx
Ketidakpastian
standar relatif
(µx/X)
Unit
0.884
50
0.884
0.038614
0,07764
0.000772
0.087828
mg/L
mL
mg/L
1
1.019
0.017800
0.012347
0.017800
0.012117
-
128
Diagram kontribusi masing-masing
Gambar 7.18 Diagram kostribusi masing-masing
ketidakpastian
Mencari µ gabungan
µ Cs = Cs x √ (0.000772)2 + (0.087828)2 +
(0.017800)2 + (0.012117)2
= 0.884 x √ (0.000772)2 + (0.087828)2 +
(0.017800)2 + (0.012117)2
= 0.884x √(5.95984E-07) + (7,71375E-03) +
(0.00031684) + (0.000146822)
= 0.884 x √ (0.008178)
= 0.884 x 0.090432
= 0.0799422 mg/L
5.
Ketidakpastian diperluas
U (Cs) = 2x µ Cs
U (Cs) = 2x 0.0799422 mg/L
U (Cs) = 0.15988 mg/L
6.
Cara penulisan hasil untuk pelaporan
Cs NO-3 = 0.884 ± 0,15988 mg/L
129
7.5
Estimasiketidakpastian dari berat molekul
Komisi Berat Atom dan Kelimpahan Isotop dari
IUPAC (Commission on Atomic Weigiht and Isotopic Abundances)
telah melaporkan dalam Jurnal Pure Appl. Chem. Vol. 69, pp
2471-2471 (1997) daftar elemen dengan berat atom dan
ketidakpastian terkait (associated uncertainty). Beberapa contoh
elemen disampaikan pada Tabel 7.12.
Tabel 7.12 Daftar berat atom dan ketidakpastian terkait
Nama elemen
Simbol
Berat Atom
Hidrogen
Karbon
Nitrogen
Oksigen
Flor
Natrium
Magnesium
Aluminium
Phospor
Sulfur
Klor
Kalium
Kalsium
Krom
Mangan
Besi
Kobalt
Nikel
Tembaga
Zeng
Arsen
Brom
Perak
Kadmium
H
C
N
O
F
Na
Mg
Al
P
S
Cl
K
Ca
Cr
Mn
Fe
Co
Ni
Cu
Zn
As
Br
Ag
Cd
1,00794
12,0107
14,00674
15,9994
18,9984032
22,989770
24,3050
26,981538
30,973761
32,066
35,4527
39,0983
40,078
51,9961
54,938049
55,845
58,933200
58,6934
63,546
65,39
74,92160
79,904
107,8682
112,411
130
Ketidakpastian
terkait
0,00007
0,0008
0,00007
0,0003
0,0000005
0,000002
0,0006
0,000002
0,000002
0,006
0,0009
0,0001
0,004
0,0006
0,000009
0,002
0,00009
0,0002
0,003
0,02
0,00002
0,001
0,0002
0,008
Nama elemen
Simbol
Berat Atom
Stannum (Tin)
Antimon
Iodin
Barium
Merkuri
Timbal (Lead)
Sn
Sb
I
Ba
Hg
Pb
118,710
121,760
126,90447
137,327
200,59
207,2
Ketidakpastian
terkait
0,007
0,001
0,00003
0,007
0,02
0,1
Daftar lengkap elemen dan keptidakpastiannya dapat
dilihat di website: http://www.chem.qmw.ac.uk/iupac/At
Wt/
Contoh:
A.
Penentuan
Berat
Molekul
KMnO4
dan
Ketidakpastiannya
1.
Membuat daftar berat atom dan ketidakpastiannya
(dari IUPAC) sebagai berikut:
Tabel 7.13 Penentuan ketidakpastian
masing elemen KMnO4
Elemen
K
Mn
O
Berat Atom
(e)
39,0983
54,938049
15,9994
Ketidakpastian
melekat u(e)
0,0001
0,000009
0,0003
standar
masing
Ketidakpastian
Standar u(e)/√3
0,000058
0,0000052
0,00017
Keterangan: √3 digunakan karena Ketidakpastian
Melekat dari IUPAC mengikuti distribusi rectangular.
131
2.
Menghitung berat molekul KMnO4:
Mr KMnO4 = 39,0983 + 54,938049 + (4x15,9994)
= 158,0339 g/mol
3.
Menghitung Ketidakpastian berat molekul KMnO4
U (Mr KMnO4) = √
= 0,0007 g/mol
B.
Penentuan Berat Molekul KHP atau C8H5O4K dan
ketidakpastiannya
Daftar ketidakpastian dan ketidakpastian standar dari
C8H5O4K
1.
Tabel 7.14 Penentuan ketidakpastian
masing elemen C8H5O4K
Elemen
C
H
O
K
2.
Berat
Atom (e)
12,0107
1,00794
15,9994
39,0983
Ketidakpastian
melekat u(e)
0,0008
0,00007
0,0003
0,0001
standar
masing
Ketidakpastian
Standar u(e)/√3
0,00046
0,000040
0,00017
0,000058
Menghitung berat molekul C8H5O4K:
Mr C8H5O4K = (8x 12,0107) + (5x1,00794)
(4x15,9994) + (39,0983
= 204,2212 g/mol
3.
Menghitung Ketidakpastian berat molekul C8H5O4K:
U (Mr C8H5O4K) =
√
= 0,0038 g/mol
132
+
7.6
Penentuan
Kalibrasi
Estimasi
Ketidakpastian
dari
Kurva
Persamaan regresi liner y=bx+a, dimana a dan b
diperoleh melalui persamaan:
dan
Misalkan diketahui data:
Tabel 7.15 Perhitungan penentuan slope dan intersep
No.
1
2
3
Jumlah
Rata-rata
x
5
50
200
255
85
y
125
1197
4754
6076
2025,333
xy
625
59850
950800
1011275
x2
25
2500
40000
42525
Dimana:
Persamaan y = bx+a sehingga menjadi y = 23,732x+8,102
Dari persamaan regresi di atas dapat dihitung yc
dengan
memasukkan
nilai
x,
hasil
perhitungan
ditunjukkan pada Tabel 7.16.
133
Tabel 7.16 Perhitungan penentuan ketidakpastian kurva
kalibrasi
X
5
50
200
y
125
1197
4754
Kemudian ditentukan
kalibrasi sebagai berikut:
S2
(y-yc)2
3,10672
5,25036
0,27961
yc
126,76259
1194,7086
4754,5288
ketidakpastian
dari
kurva
= ∑ (y-yc)2/(n-2) dimana n adalah jumlah standar,
dalam hal ini 3
= (3,10672+5,25036+0,27961)/(3-2)
= 8,63669
Var (x) = S2/b2 dimana b = slope
= 8,63669/(23,731343)2
= 0,0153346
u (x,y) = √var (x)
= √ 0,0153346
= 0,124
Contoh 2:
Tabel 7.17 Perhitungan penentuan ketidakpastian kurva
kalibrasi logam Cu dengan AAS
Xi
Yi
Yc
(Yi-Yc)
(Yi-Yc)2
0
0.006
-0.00746
0.01346
0.000181
1
0.036
0.037649
-0.00165
2.72E-06
2
0.076
0.082758
-0.00676
4.57E-05
134
Xi
Yi
Yc
(Yi-Yc)
(Yi-Yc)2
4
0.175
0.172976
0.002024
4.1E-06
6
0.242
0.263194
-0.02119
0.000449
8
0.355
0.353412
0.001588
2.52E-06
10
0.458
0.44363
0.01437
0.000206
12
0.532
0.533848
-0.00185
3.42E-06
Jumlah
0.000895
0.6
y = 0.045109x - 0.00746
R² = 0.996
0.5
0.4
Yi
0.3
0.2
0.1
0
-0.1
0
2
4
6
8
10
12
14
Xi
Gambar 7.19 Kurva kalibrasi untuk penentuan
ketidakpastian
y
S2
Var X
Var X
μ(X,Y)
=
=
=
=
=
0,045109x-0,00746
0.000895/6 = 0,0001492
S2/b2
0,0001492/(0,045109)2 = 0,0001492/0,002035
√0,073317 = 0,27077
Nilai x diperoleh dengan memasukkan absorbansi
rata-rata sampel = 0,2142. Konsentrasi dapat dihitung
135
dengan rumus y = 0,045109x – 0,00746 Jika Y dimasukkan
0,2142 = 0,045109x – 0,00746 maka x = 4,9139 mg/L.
Ketidakpastian standar relatif (µx/x) adalah =
0,27077/4,9139 = 0,055102 mg/L.
136
APVMA, (2004). Guidelines For The Validation Of Analytical
Methods For Active Constituent, Agricultural And
Veterinary
Chemical
Product.
Kingston
APVMA:Australia.
Bievre, P., and Gunzler, H., (1998). Eurachem Guidance
Document. The Fitness for Purpose of Analytical
Methods, a Laboratory Guide to Method validation
and Related Topics. London: Laboratory of the
Government Chemists.
Chan, C.C., H.L.Y.C. LEE,  X. Zhang, (2004). Analytical
Method Validationand Instrumental Performent
Verification. Willey Intercine A. John Willy and Sons.
Inc., Publication.
Day, R. A.,  Underwood, A. L., (2002). Analisis Kimia
Kuantitatif (edisi keenam). Jakarta: Erlangga.
EURACHEM/CITAC Guide CG 4, (2000). Quantifying
Uncertainty in Analiytical Measurement (Ellson, S. L.
R., Rosslein, M.,  Williams, A., Editor)(second
edition). UK Departement of Trade and Industry as
Part of The National Measurment System Valid
Analytical Measurement (VAM) Programme.
Fessenden, R.J., Fessenden, J.S., (1986). Kimia Organik Jilid
2 (edisi ketiga). Jakarta: Erlangga.
Gary, C. D., (1994). Analytical Chemistry (5th edition). New
York: Jhon Wiley Sons Inc.
137
Ginting, Br. A.,(2009). Validasi Metode.
Spektrofotometri UV-Vis. Serpong:Pusat
Bahan Bakar Nuklir-Pusdiklat BATAN.
Coaching
Teknologi
Harmita, (2004). Review Artikel.Petunjuk Pelaksanaan
Validasi Metode dan
CaraPerhitungannya.Jurnal
Majalah.
Ilmu.
Kefarmasian,
Departemen
Farmasi:FMIPA UI, Vol. 1, No. 3.
Hidayat, A. (1989). Pengendalian dan Evaluasi Unjuk Kerja
Metode Analisis
Kimia. Pusat Pembinaan Latihan
Keterampilan dan Kejuruan Industri: Warta AKAB.
Kantasubrata, J., (2008). Validasi Metode. Bandung: Pusat
Penelitian LIPI
Khan, S.,  Mark A. J., (1996). Laboratory Statistics (3th
edition). Inc. Missouri: Mosby Year Book.
Li Sihai, Charles Tang, Ng Kok Chin, Yeoh Guan Huah,
(2008), A Guide on Measurement Uncertainty in
Chemical & Microbiological Analysis Technical Guide
2, Second Edition, the SAC (Singapore Accreditation
Council).
Oktavia, E., (2006) Teknik Validasi Metode Analisis Kadar
Ketoprofen Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi,
Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 1, 23-28.
Sangita N Waghule, Nitin P. Jain, Chetan J Patani, and
Aparana C. Patani, (2013) Method development and
validation of HPLC method for determination of
azithromycin, Der Pharma Chemica, 2013, 5(4):166172.
138
Soomro, R., Ahmed, M.J. and Memon, N., (2011) Simple
and rapid spectrophotometric determination of trace
level
chromium
using
bis
(salicylaldehyde)
orthophenylenediamine in nonionic micellar media,
Turk J Chem, 35, 155 – 170.
Standard Internasional ISO/IEC 17025, Edisi kedua Tahun
2005, Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium
Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi.
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC),
Guidance
for
the
Validation
of
Analytical
Methodology and Calibration of Equipment used for
Testing of Illicit Drugs in Seized Materials and
Biological Specimens, Laboratory and Scientific
Section, United Nation, New York (2009).
139
Download