VALIDASI & VERIFIKASI METODE UJI Sesuai dengan ISO/IEC 17025 Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Fungsi dan Sifat hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak Terkait Pasal 49 1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Sanksi Pelanggaran Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) ii VALIDASI & VERIFIKASI METODE UJI Sesuai dengan ISO/IEC 17025 Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi iii Gg. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581 Telp/Faks: (0274) 4533427 Hotline: 0838-2316-8088 Website: www.deepublish.co.id e-mail: [email protected] Katalog Dalam Terbitan (KDT) RIYANTO Validasi & Verifikasi Metode Uji: Sesuai dengan ISO/IEC 17025 Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi /oleh Riyanto.--Ed.1, Cet. 1-Yogyakarta: Deepublish, Juni 2014. xiv, 139 hlm.; 23 cm ISBN 978-Nomor ISBN 1. Laboratorium Kimia Desain cover Penata letak I. Judul 542.1 : Unggul Pebri Hastanto : Cinthia Morris Sartono PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA) Anggota IKAPI (076/DIY/2012) Isi diluar tanggungjawab percetakan Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. iv Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga Buku Validasi dan Verifikasi Metode Uji dapat terselesaikan. Validasi metode uji merupakan persyaratan yang wajib dilakukan oleh Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi sesuai ISO 17025. Fokus buku ini yaitu membahas parameter Validasi dan Verifikasi metode uji yang terdiri dari Repeatability dan Reproducibility, Akurasi (ketepatan, accuracy), Perolehan kembali (recovery), Limit deteksi dan Limit kuantitasi, Ketidakpastian (uncertainty), Daerah linier pengukuran dan daerah kerja, Robustness terhadap pengaruh eksternal dan Konfirmasi identitas, selektifitas, spesifisitas. Buku ini dimaksudkan untuk membekali mahasiswa dan tenaga laboratorium untuk mempermudah dalam melakukan validasi metode uji. Beberapa materi yang disampaikan dilengkapi dengan contoh-contoh hasil penelitian. Penulis sangat mengharap kepada semua pihak untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif demi kesempurnaan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat dan membantu dalam meningkatkan keahlian analisis kimia dan kualitas Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi sesuai ISO 17025. Yogyakarta, Juni 2014 Penulis v vi KATA PENGANTAR ................................................................... v DAFTAR ISI ............................................................................ vii DAFTAR GAMBAR .................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................ xi BAB I 1.1 1.2 BAB II PENDAHULUAN ..................................................... 1 Quality Assurance (QA) dan Quality Control (CQ) ....... 1 Landasan Validasi Metode Uji .................................... 5 VALIDASI DAN VERIFIKASI ....................................... 9 2.1. Perbedaan Validasi dan Verifikasi Metode Uji .............. 9 2.2. Parameter validasi dan verifikasi metode uji .............. 12 2.3. Pentingnya validasi metode ...................................... 17 BAB III 3.1 3.2 3.3 3.4 PRESISI DAN AKURASI ............................................21 Pendahuluan ........................................................... 21 Presisi ..................................................................... 23 Coefficient Variance Horwitz (CV Horwitz) ................. 36 (Akurasi) Accuracy ................................................... 39 BAB IV 4.1 4.2 LINEARITAS DAN DAERAH KERJA ............................53 Linearitas dan Daerah Kerja ..................................... 53 Kurva Standar Adisi ................................................. 61 BAB V LIMIT DETEKSI (LOD) DAN LIMIT KUANTISASI (LOQ) ...................................................................65 Pengertian LOD dan LOQ........................................ 65 Penentuan LOD dan LOQ ........................................ 71 5.1 5.2 vii BAB VI KETAHANAN DAN KETANGGUHAN METODE UJI ....................................................................... 79 6.1. Ketangguhan (ruggedness) dan Kekuatan (Robustness) Metode Uji ...........................................79 6.2. Penentuan Ketangguhan (ruggedness) dan Kekuatan (Robustness) .............................................81 BAB VII 7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 7.6 ESTIMASI KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN .............. 85 Estimasi Ketidakpastian Pengukuran .........................85 Kesalahan dan Ketidakpastian..................................88 Perhitungan ketidakpastian diperluas (expanded uncertainty)..............................................................95 Penentuan Estimasi Ketidakpastian Pengukuran .........98 Estimasiketidakpastian dari berat molekul ...............130 Penentuan Estimasi Ketidakpastian dari Kurva Kalibrasi ................................................................133 DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 137 viii Gambar 2.1. Parameter dalam validasi metode uji menurut EUROCHEM........................................................ 19 Gambar 3.1 Perbedaan presisi dan akurasi ............................. 22 Gambar 3.2 Skema untuk intra-laboratorium (Repeatability) ..... 30 Gambar 3.3 Kurva variansi Horwitz hubungan konsentrasi dengan KV (%) .................................................... 37 Gambar 3.4 Kurva reproduksibilitas Horwitz ............................ 37 Gambar 3.5 SRM 1950 Metabolit di Human Plasma ................. 47 Gambar 3.6 SRM 2907 trace terrorist explosive simultans ......... 48 Gambar 3.7 Contoh CRM untuk analisis lingkungan ................ 49 Gambar 3.8 Contoh sertifikat CRM Aluminium produksi dari Sigma Aldrich............................................... 50 Gambar 3.9 Contoh sertifikat berbagai jenis CRM .................... 51 Gambar 4.1 Perbandingan nilai R2 dengan data hasil pengukuran ........................................................ 54 Gambar 4.2 Kurva kalibrasi larutan standar Cu ....................... 58 Gambar 4.3 Kurva kalibrasi larutan standar Ni ........................ 59 Gambar 4.4 Kurva kalibrasi larutan standar Cr (VI) dengan spektrofotometer UV-Vis (Ahmed et al. 2011) ....... 60 Gambar 4.5 Teknik pelaksanaan metode kurva adisi standar ............................................................... 61 Gambar 4.6 Kurva adisi standar.............................................. 62 Gambar 4.7 Kurva adisi standar penentuan Fe dengan GFAAS ................................................................ 63 Gambar 5.1 Posisi LOD, LOQ dan rata-rata signal background ........................................................ 68 Gambar 5.2 Penentuan LOD dengan noise.............................. 69 Gambar 5.3 Kurva kalibrasi vitamin C dengan voltammetri ...... 72 ix Gambar 5.4 Kurva kalibrasi larutan standar fenol dengan spektrofotometer UV-Vis.......................................74 Gambar 7.1 Kurva distribusi normal ........................................91 Gambar 7.2 Kurva distribusi rectanguler ..................................92 Gambar 7.3 Kurva distribusi berbentuk U ................................93 Gambar 7.4 Kurva mengikuti distribusi trianguler .....................94 Gambar 7.5 Gabungan persamaan dan jenis distribusi ............95 Gambar 7.6 Jenis-jenis sumber ketidakpastian dan cara konversinya untuk mendapatkan ketidakpastian baku (μ) .......................................96 Gambar 7.7 Diagram tulang ikan penentuan konsentrasi Cd ......................................................................99 Gambar 7.8 Perbandingan penyumbang ketidakpastian ........102 Gambar 7.9 Distribusi rectangular .........................................103 Gambar 7.10 Distribusi trianguler ............................................104 Gambar 7.11 Jenis-jenis distribusi (A) bentuk distribusi uniform (B) bentuk distribusi rectanguler dan (C) distribusi trianguler.......................................105 Gambar 7.12 Diagram tulang ikan penentuan konsentrasi nikel (Ni) ...........................................................107 Gambar 7.13 Diagram tulang ikan analisis Cr-T pada air limbah dengan FAAS .........................................121 Gambar 7.14 Kurva kalibrasi larutan standar Cu .....................122 Gambar 7.15 Prosedur kerja penentuan nitrat..........................125 Gambar 7.16 Diagram tulang ikan penentuan konsentrasi nitrat .................................................................126 Gambar 7.17 Kurva kalibrasi penentuan nitrat .........................127 Gambar 7.18 Diagram kostribusi masing-masing ketidakpastian ...................................................129 Gambar 7.19 Kurva kalibrasi untuk penentuan ketidakpastian ...................................................135 x Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.12 Tabel 3.13 Tabel 3.14 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Penentuan kadar Fe dalam AMDK dengan spektrofotometer UV-Vis......................................... 24 Penentuan kadar Au dalam batuan dengan AAS. ..................................................................... 26 Penentuan COD dalam air limbah ......................... 27 Penentuan Cr dalam air limbah dengan AAS .......... 27 Presisi suatu metode uji .......................................... 29 Jenis-jenis presisi dan teknik pelaksanaannya ......... 30 Tingkat presisi berdasarkan konsentrasi analit ........ 34 Data hasil uji presisi pada sampel natrium hidroksida ............................................................. 34 Hubungan Konsentrasi dengan RSD ....................... 36 Data larutan standar Cu dan Pb dengan AAS ......... 38 Hasil uji presisi Penentuan Amonium dan Nitrat ...... 38 Nilai persen recovery berdasarkan nilai konsentrasi sampel ................................................ 42 Data hasil uji akurasi pada sampel natrium hidroksida ............................................................. 44 SRM tanah dan kandungan elemen di sertifikat dan hasil analisis ................................................... 47 Data hasil pengukuran larutan standar Cu dengan AAS .......................................................... 57 Data larutan standar Fe dengan GFAAS ................. 62 Data larutan standar vitamin C .............................. 71 Data perhitungan LOD dengan kurva kalibrasi ....... 72 Data larutan standar fenol dengan spektrofotometer UV-Vis......................................... 73 xi Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6 Tabel 5.7 Tabel 6.1 Tabel 6.2 Tabel 6.3 Tabel 6.4 Tabel 7.1 Tabel 7.2 Tabel 7.3 Tabel 7.4 Tabel 7.5 Tabel 7.6 Tabel 7.7 Tabel 7.8 Tabel 7.9 Tabel 7.10 Tabel 7.11 Tabel 7.12 Tabel 7.13 Tabel 7.14 Data larutan blanko fenol dengan spektrofotometer UV-Vis .........................................74 Data hasil uji LOD pada sampel natrium hidroksida .............................................................75 Data hasil uji LOQ pada sampel natrium hidroksida .............................................................76 Data Hasil Uji LOQ pada Sampel Natrium hidroksida .............................................................77 Hasil studi Ketangguhan (ruggedness) ....................82 Hasil studi Kekuatan (Robustness) ...........................82 Robustness pada metode uji dengan HPLC .............83 Contoh hasil analisis pengujian ketegaran dengan HPLC konsentrasi standar 100%.................84 Nilai dan ketidakpastian ......................................101 Sumber ketidakpastian kurva kalibrasi ..................116 Sumber ketidakpastian kadar Ni dalam NaOH 32% ....................................................................117 Hasil nilai ketidakpastian kadar Nikel pada natrium hidroksida ..............................................119 Data hasil pengukuran larutan standar .................121 Data penentuan ketidakpastian kurva kalibrasi Cu ......................................................................122 Daftar sumber ketidakpastian ...............................124 Data larutan standar nitrat ...................................127 Data perhitungan LOD dan LOQ .........................127 Perhitungan repeatabilitas dan recovery ................128 Penentuan relatif standar ketidakpastian ...............128 Daftar berat atom dan ketidakpastian terkait ........130 Penentuan ketidakpastian standar masing masing elemen KMnO4 ........................................131 Penentuan ketidakpastian standar masing masing elemen C8H5O4K .....................................132 xii Tabel 7.15 Tabel 7.16 Tabel 7.17 Perhitungan penentuan slope dan intersep ............ 133 Perhitungan penentuan ketidakpastian kurva kalibrasi .............................................................. 134 Perhitungan penentuan ketidakpastian kurva kalibrasi logam Cu dengan AAS ........................... 134 xiii xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Quality Assurance (QA) dan Quality Control (CQ) Menurut EUROCHEM yang dimaksud dengan jaminan kualitas (QA) adalah tindakan yang direncanakan sistematis diperlukan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa suatu produk atau jasa akan memenuhi persyaratan untuk kualitas yang diberikan. Quality control (QC) adalah kegiatan yang sehari-hari dilakukan yaitu operasional teknik dan kegiatan yang digunakan untuk memenuhi persyaratan kualitas. Validasi adalah proses yang menunjukkan bahwa prosedur laboratorium dapat diandalkan, dan direproduksi oleh personil dalam melakukan tes di laboratorium. Quality assurance atau jaminan mutu merupakan bagian dari manajemen mutu yang difokuskan pada pemberian keyakinan bahwa persyaratan mutu akan dipenuhi. Secara teknis jaminan mutu pengujian dapat diartikan sebagai keseluruhan kegiatan yang sistematik dan terencana yang diterapkan dalam pengujian, sehingga memberikan keyakinan yang memadai bahwa data yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu sehingga dapat diterima oleh pengguna. Pengendalian mutu adalah suatu tahapan dalam prosedur yang dilakukan untuk mengevaluasi suatu aspek teknis pengujian. 1 Quality control (pengendalian mutu) adalah kegiatan untuk memantau, mengevaluasi dan menindaklanjuti agar persyaratan mutu yang ditetapkan tercapai (product, process, service, inspection, testing, sampling, measurement dan calibration). Sedangkan Quality assurance (penjaminan mutu) adalah semua tindakan terencana, sistematis dan didemonstrasikan untuk meyakinkan pelanggan bahwa persyaratan yang ditetapkan "akan dijamin" tercapai. Salah satu elemen dari QA adalah QC. Elemen yang lain yaitu: planning, organization for quality, established procedure, supplier selection, corrective action, document control, training, audit dan management review. Definisi menurut ISO 9000:2000 (QMSFundamentals and Vocabulary), adalah: * Quality control (lihat section 3.2.10): part of quality management focused on fulfilling quality requirements * Quality assurance (lihat section 3.2.11): part of quality management focused on providing confidence that quality requirements will be fulfilled. Jadi kalau diterjemahkan, secara singkat QC terfokus pada pemenuhan persyaratan mutu (produk/service) sedangkan QA terfokus pada pemberian jaminan/keyakinan bahwa persyaratan mutu akan dapat dipenuhi. Atau dengan kata lain, QA membuat sistem pemastian mutu sedangkan QC memastikan output dari sistem itu memang benar-benar memenuhi persyaratan mutu. Kegiatan-kegiatan inspeksi dan uji (in-coming, in-process, outgoing) akan masuk kategori QC, sedangkan hal-hal seperti perencanaan mutu, sertifikasi ISO, audit sistem manajemen, masuk kategori QA. Beberapa perusahaan, saat 2 ini tidak lagi membedakan antara QA dan QC di dalam operasional quality management-nya. Cukup disebut departemen Quality, di dalamnya ada kegiatan merancang jaminan bahwa persyaratan mutu akan dipenuhi dan sekaligus bagaimana memenuhi persyaratan mutu tersebut. QA (Quality Assurance) tugasnya memahami spesifikasi customer dan standard atau spesifikasi yang berhubungan dengan produk, kemudian membuat/ menentukan cara inspectionnya (berupa prosedur) dan mendokumentasi hasil inspectionnya (manufacturing data report) QC (Quality Control): tugasnya melakukan inspection berdasarkan procedure yang dibuat dan disyahkan oleh QA. Kesimpulannya QA lebih banyak paper work, umumnya memiliki skill inspection yang baik dan skill menulis procedure dan familiar dengan engineering & industrial standards, Sedangkan QC lebih banyak melakukan inspection pada process manufacturing dan membuat laporannya. Dalam perusahaan besar, biasanya QA dan QC dipisah dan memeliki pimpinan masing-masing. Sedang dalam perusahaan menengah/kecil biasanya digabung (perso-nilnya kebanyakan dwi fungsi). Beberapa jenis ISO yaitu: • ISO 9001: Quality Management System • ISO 14000 : Environmental Management System • ISO 22000: Food Safety Management System • ISO 27001: Information Security Management System • SNI-ISO/IEC 17025:2008: (International Organization for Standardization/International Electrothecnical Commission) untuk Laboratorium Pengujian Dan Kalibrasi 3 • • • • SNIISO 15189:2012: Medical laboratories. Persyaratan mutu dan kompetensi laboratorium medik. OHSAS 18001: (Occupation Health and Safety Assessment Series) ISO 9241: Ergonomics of Human-Computer Interaction ISO 13485:2003: For Quality Management System Related to the Design, Production Assembly, Installation and Servicing of Psychological Assessment Tools Faktor-faktor yang menentukan kebenaran dan kehandalan pengujian dan kalibrasi adalah faktor manusia, kondisi akomodasi dan lingkungan, metode pengujian, metode kalibrasi dan validasi metode, peralatan, ketertelusuran pengukuran, pengambilan contoh, penanganan barang yang diuji dan dikalibrasi. Konstribusi masing-masing faktor terhadap ketidakpastian pengukuran total berbeda pada jenis dari pengujian dan kalibrasi yang satu dan yang lainnya. Laboratorium harus memperhitungkan faktor-faktor tersebut dalam mengembangkan metode dan prosedur pengujian dan prosedur kalibrasi, dalam pelatihan dan kualifiasi personil dan dalam pemilihan dan kalibrasi peralatan yang digunakan. Laboratorium harus menggunakan metode dan prosedur yang sesuai untuk semua pengujian dan atau kalibrasi di dalam lingkupnya. Hal tersebut mencakup pengambilan sampel, penanganan transportasi, penyimpanan, dan penyiapan barang untuk diuji dan atau kalibrasi dan bila sesuai perkiraan dari ketidakpastian pengukuran serta teknik statistik untuk menganalisis data pengujian dan atau kalibrasi. Laboratorium harus memiliki instruksi 4 penggunaan dan pengoperasian semua peralatan yang relevan, dan penanganan serta penyiapan barang yang diuji dan atau dikalibrasi, atau kedua-duanya bila ketiadaan instruksi yang dimaksud dapat merusak hasil pengujian dan atau kalibrasi. Semua instruksi, standar, panduan dan data acuan yang relevan dengan pekerjaan laboratorium harus dijaga tetap mutakhir dan harus selalu tersedia bagi personil. Penyimpangan dari metode pengujian dan kalibrasi boleh terjadi hanya jika penyimpanan tersebut dibuktikan secara teknik telah dibenarkan, disahkan dan diterima oleh pelanggan. 1.2 Landasan Validasi Metode Uji Pesyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi laboratorium Pengujian dan Kalibrasi berdasarkan Standard Internasional ISO/IEC 17025, Edisi kedua Tahun 2005, Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi yaitu persyaratan manajemen yang terdiri dari: 1. Organisasi 2. Sistem Manajemen 3. Pengendalian Dokumen 4. Kaji Ulang Permintaan Tender dan Kontrak 5. Subkontrak Pengujian 6. Pembelian Jasa dan Perbekalan 7. Pelayanan Pelanggan 8. Pengaduan 9. Pengendalian Pekerjaan Yand Tidak Sesuai 10. Peningkatan 11. Tindakan Perbaikan 5 12. 13. 14. 15. Tindakan Pencegahan Pengendalian Rekaman Audit Internal Kaji Ulang Manajemen Selain itu laboratorium harus memenuhi 10 persyaratan teknis yang terdiri dari: 1. Umum 2. Personil 3. Kondisi Akomodasi dan Lingkungan 4. Metode Pengujian, Metode kalibrasi dan Validasi Metode 5. Peralatan 6. Ketertelusuran Pengukuran 7. Pengambilan Sampel 8. Penanganan Barang Uji 9. Jaminan Mutu Hasil Pengujian 10. Pelaporan Hasil Berdasarkan persyaratan di atas, maka laboratorium pengujian dan kalibrasi harus melakukan validasi metode uji. Penggunaan metode yang tepat untuk pengujian/kalibrasi, termasuk pengambilan sampel, transportasi, penyimpanan, estimasi ketidakpastian. Ketersediaan instruksi kerja, standar, manual dan data di tempat kerja. Penggunaan metode/prosedur yang telah diterbitkan dan metode laboratorium yang dikembangkan sendiri harus sudah divalidasi. Laboratorium harus menginformasikan kepada customer mengenai penggunaan metode yang tidak sesuai. Jika laboratorium akan melakukan pengembangan metode uji maka harus ada rencana pengem- 6 bangan metode pengujian/kalibrasi, penugasan kegiatan tersebut pada analis yang kompeten dan pembaharuan rencana hasil pengembangan. Penggunaan metode non standar harus tunduk pada perjanjian dengan customer metode tersebut harus sudah divalidasi sebelum digunakan. Validasi adalah konfirmasi melalui bukti-bukti pemeriksaan dan telah sesuai dengan tujuan pengujian. Validasi harus dilakukan terhadap metode non-standar dan metode yang dikembangkan laboratorium. Rentang ukur dan akurasi dapat diperoleh dari hasil validasi metode yang sesuai dengan kebutuhan customer. Validasi adalah konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus dipenuhi. Laboratorium harus memvalidasi: 1. Metode tidak baku 2. Metode yang didesain/dikembangkan laboratorium 3. Metode baku yang digunakan diluar lingkup yang dimaksud 4. Metode baku yang dimodifikasi 5. Metode baku untuk menegaskan dan mengkonfirmasi bahwa metode itu sesuai untuk penggunaan yang dimaksudkan. Estimasi ketidakpastian pengukuran merupakan prosedur untuk estimasi ketidakpastian pengukuran dalam pengujian, sedapat mungkin menggunakan metode statistik yang sesuai. Pertimbangan untuk semua komponen estimasi ketidakpastian. Beberapa sebab metode uji perlu divalidasi yaitu: 7 1. 2. 3. 4. Apabila metode tersebut baru dikembangkan untuk suatu permasalahan yang khusus Apabila metode yang selama ini sudah rutin, direvisi untuk suatu pengembangan atau diperluas untuk memecahkan suatu permasalahan analisa yang baru Apabila hasil QC menunjukkan bahwa metode yang sudah rutin tersebut berubah terhadap waktu (QC charts) Apabila metode rutin digunakan di laboratorium yang berbeda, atau dilakukan oleh analis yang berbeda atau dilakukan dengan peralatan yang berbeda Parameter-parameter yang harus dilakukan untuk memvalidasi metode uji yaitu: 1. Repeatability dan Reproducibility 2. Akurasi (ketepatan, accuracy) 3. Perolehan kembali (recovery) 4. Limit deteksi dan limit kuantitasi 5. Ketidakpastian (uncertainty) 6. Daerah linier pengukuran dan daerah kerja 7. Robustness terhadap pengaruh eksternal 8. Konfirmasi identitas, selektifitas, spesifisitas 9. Sensitivitas silang gangguan dari matrik sampel 8 BAB II VALIDASI DAN VERIFIKASI 2.1 Perbedaan Validasi dan Verifikasi Metode Uji Metode yang digunakan di laboratorium kimia analitik harus dievaluasi dan diuji untuk memastikan bahwa metode tersebut mampu menghasilkan data yang valid dan sesuai dengan tujuan, maka metode tersebut harus divalidasi. Setiap laboratorium direkomendasikan bahwa metode yang baik harus divalidasi ulang atau memverifikasi untuk memastikan bahwa metode tersebut bekerja benar dalam lingkungan lokal. Verifikasi melibatkan lebih sedikit parameter percobaan dibandingkan validasi. Setiap metode baru yang diperkenalkan ke laboratorium juga harus didokumentasikan dan semua analis yang akan menggunakannya harus mendapatkan pelatihan yang memadai dan menunjukkan kompetensi mereka dalam metode sebelum memulai kerja kasus yang sebenarnya. Metode komersial juga perlu revalidation, atau setidaknya verifikasi. Prosedur yang direkomendasikan produsen 'harus diikuti sedekat mungkin. Jika perubahan yang signifikan dibuat, validasi penuh sangat diperlukan. Jika metode dimodifikasi atau diterapkan ke situasi baru (misalnya, berbeda sampel matriks), revalidation atau 9 verifikasi akan diperlukan tergantung pada sejauh mana modifikasi dan sifat situasi baru. Revalidation akan diperlukan, misalnya, ketika sebuah metode yang dirancang untuk bekerja untuk urine diterapkan untuk darah; verifikasi akan diperlukan bila kolom kromatografi dari sifat yang berbeda atau dimensi yang digunakan. Tidak ada tindakan yang diperlukan di mana modifikasi hanya kecil, misalnya ketika kolom kromatografi diubah untuk lain dari jenis yang sama. Validasi atau verifikasi metode merupakan seperangkat standar eksperimental tes yang menghasilkan data yang berkaitan dengan akurasi, presisi dan lain-lain. Proses yang dilakukan harus ditulis sebagai prosedur operasi standar (SOP). Sekali metode telah divalidasi atau diverifikasi, mereka harus secara resmi disetujui untuk penggunaan rutin di laboratorium oleh orang yang bertanggung jawab, misalnya manajer laboratorium. Dokumen yang ditetapkan dalam panduan mutu mencatat rincian metode dan data yang evaluasi yaitu: 1. Judul metode 2. Analit 3. Contoh matriks 4. Dasar ilmiah dari metode 5. Data hasil validasi (akurasi, presisi, selektivitas, rentang, LOD dan lain-lain) 6. Nama dan posisi orang otorisasi 7. Tanggal Perhatikan bahwa SOP untuk memvalidasi atau memverifikasi metode, sama dengan semua SOP di manual mutu laboratorium, juga harus disahkan oleh manajer 10 laboratorium. Setelah metode tersebut ditetapkan, maka sangat penting bahwa semua SOP diikuti dengan tepat. Jika variasi yang dibuat, variasi harus didokumentasikan. Setiap variasi yang signifikan mengharuskan metode divalidasi ulang untuk kondisi baru. Untuk semua SOP versi terakhir yang disetujui harus digunakan. Dokumentasi laboratorium untuk sistem mutu yang kompleks di alam, dan karena itu laboratorium harus memiliki prosedur pengendalian dokumen yang tepat seperti yang direkomendasikan dalam "Pedoman Implementasi Sistem Manajemen Mutu Pengujian Laboratorium". Sistem yang diusulkan dalam literatur untuk proses validasi dapat bervariasi dalam beberapa pedoman ini karena validasi selalu terikat dengan aplikasi. Metode kuantitatif untuk pengujian validasi mengandung beberapa parameter yang ditentukan yaitu: 1. Kekhususan / selektivitas 2. Batas deteksi (LOD) 3. Presisi (di bawah dalam pengulangan laboratorium dan / atau dalam laboratorium kondisi reproducibility) 4. Linearitas dan jangkauan kerja 5. Akurasi (bias) (di bawah dalam pengulangan laboratorium dan di dalam laboratorium kondisi reproducibility) 6. Recovery 7. Ketidakpastian pengukuran 8. Stabilitas Parameter tambahan yang ditentukan tetapi tidak begitu penting yaitu batas bawah kuantisasi (LLOQ), 11 kekasaran dan ketahanan. Untuk kualitatif dan metode kuantitatif yang akan digunakan oleh lebih dari satu laboratorium, setiap laboratorium harus memverifikasi metode, dan presisi antar-laboratorium dan akurasi harus ditentukan. Metode kuantitatif untuk pengujian harus dilakukan verifikasi dengan parameter yang akan ditentukan adalah: 1. Kekhususan/selektivitas dan LOD jika matriks sampel berbeda dari yang digunakan dalam pengembangan metode. 2. Akurasi (bias) (dalam kondisi pengulangan atau reproducibility) 3. Presisi (dalam kondisi pengulangan atau reproducibility) 2.2 Parameter validasi dan verifikasi metode uji Parameter ini berkaitan dengan sejauh mana zat lain mengganggu identifikasi atau analisis kuantifikasi analit. Ukuran dari kemampuan metode untuk mengidentifikasi/mengukur analit. Kehadiran zat lain, baik endogen maupun eksogen, dalam sampel matriks di bawah kondisi yang dinyatakan metode ini. Kekhususan ditentukan dengan menambahkan bahan-bahan yang mungkin dihadapi dalam sampel. Misalnya, tes spesifisitas metode imunologi untuk spesimen biologi dapat berpotensi zat bereaksi silang; uji spesifisitas tes tempat bisa termasuk berpotensi mengganggu zat yang dapat menghambat atau menutupi warna reaksi; metode kromatografi untuk penentuan konsentrasi obat penyalahgunaan dalam sampel klinis harus bebas dari gangguan dari 12 yang diharapkan bersamaan diberikan obat terapi. Spesifisitas adalah tergantung konsentrasi dan harus ditentukan pada akhir rendah dari kisaran kalibrasi. Validasi harus memenuhi tujuan metode dan memastikan bahwa efek dari kotoran, zat bereaksi silang, yang mungkin ada dalam matriks diketahui. Batas deteksi (LOD). LOD adalah konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi dan diidentifikasi dengan mengingat tingkat kepastian. LOD juga didefinisikan sebagai konsentrasi terendah yang dapat dibedakan dari kebisingan latar belakang dengan tingkat kepercayaan tertentu. Ada beberapa metode untuk menentukan LOD, yang semuanya tergantung pada analisis spesimen dan pemeriksaan sinyal untuk rasio kebisingan blanko. Minimum persyaratan untuk sinyal terhadap kebisingan dapat digunakan untuk menentukan LOD. LOD merupakan parameter yang dapat dipengaruhi oleh perubahan kecil dalam sistem analitis (misalnya suhu, kemurnian reagen, efek matriks, kondisi berperan). Oleh karena itu, penting bahwa parameter ini selalu dilakukan oleh laboratorium dalam memvalidasi metode. Presisi adalah ukuran kedekatan hasil analisis diperoleh dari serangkaian pengukuran ulangan dari ukuran yang sama. Hal ini mencerminkan kesalahan acak yang terjadi dalam sebuah metode. Dua set diterima secara umum kondisi di mana presisi diukur adalah kondisi berulang dan direproduksi. Kondisi pengulangan terjadi ketika analis yang sama analisis sampel pada yang sama, hari dan instrumen yang sama (misalnya kromatografi gas) atau bahan (uji misalnya tempat reagen) di laboratorium 13 yang sama. Setiap variasi dari kondisi ini (misalnya berbeda analis, hari yang berbeda, instrumen yang berbeda, laboratorium yang berbeda) merupakan reproduksibilitas. Presisi biasanya diukur sebagai koefisien variasi atau deviasi standar relatif dari hasil analisis yang diperoleh dari independen disiapkan standar kontrol kualitas. Presisi tergantung konsentrasi dan harus diukur pada konsentrasi yang berbeda dalam rentang kerja, biasanya di bawah, pertengahan dan bagian atas. Presisi diterima pada konsentrasi yang lebih rendah adalah 20%. Linearitas dan jangkauan kerja, metode yang digambarkan sebagai linear ketika ada berbanding lurus hubungan antara respon metode dan konsentrasi analit dalam matriks selama rentang konsentrasi analit (jangkauan kerja). Jangkauan kerja yang telah ditetapkan oleh tujuan metode dan mungkin mencerminkan hanya bagian dari rentang linier penuh. Sebuah koefisien korelasi yang tinggi (R2) dari 0,99 sering digunakan sebagai kriteria linearitas. Namun, ini tidak cukup untuk membuktikan bahwa hubungan linear ada, dan metode dengan koefisien determinasi kurang dari 0.99 mungkin masih cocok untuk tujuan. Parameter ini tidak berlaku untuk metode kualitatif kecuali ada ambang batas konsentrasi untuk pelaporan hasil. Akurasi adalah ukuran perbedaan antara harapan hasil tes dan nilai referensi yang diterima karena metode sistematis dan kesalahan laboratorium. Akurasi biasanya dinyatakan sebagai persentase. Akurasi dan presisi bersamasama menentukan Total kesalahan analisis. Akurasi ditentukan dengan menggunakan bahan Bahan Referensi 14 Bersertifikat (CRMS), metode referensi, studi kolaboratif atau dengan perbandingan dengan metode lain. Dalam prakteknya, CRMS jarang tersedia. Sebagai alternatif, referensi standar dari sebuah organisasi otoritatif seperti UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime), Drug Enforcement Administration (DEA) atau penyedia komersial terkemuka dapat digunakan. Hal ini umum untuk memperkirakan akurasi dengan menganalisis sampel yang berbeda konsentrasi (rendah, sedang, tinggi) yang meliputi daerah kerja. Konsentrasi standar-standar ini harus berbeda dari yang digunakan untuk mempersiapkan kurva kalibrasi dan mereka berasal dari larutan yang berbeda. Recovery dari suatu analit adalah respon detektor yang diperoleh dari jumlah analit ditambahkan dan diekstrak dari matriks, dibandingkan dengan respon detektor untuk konsentrasi benar murni otentik dari standar. Hal ini juga dapat dipahami sebagai persentase obat, metabolit, atau Standar internal awalnya dalam spesimen yang mencapai akhir prosedur. Dalam kasus spesimen biologi, blanko dari matriks biologis setelah akhir ekstrak telah diperoleh dapat dibubuhi dengan standar dengan konsentrasi sebenarnya dari murni otentik standar dan kemudian dianalisis. Pemulihan eksperimen harus dilakukan dengan mem-bandingkan hasil analisis untuk sampel diekstraksi pada tiga konsentrasi (Biasanya untuk mengendalikan sampel yang digunakan untuk mengevaluasi presisi dan akurasi). Recovery tidak harus 100%, namun tingkat recovery (analit dan standar internal) harus konsisten (untuk semua kon-sentrasi yang diuji). 15 Ketidakpastian pengukuran. Pengujian laboratorium harus memiliki dan menerapkan prosedur untuk memperkirakan ketidakpastian pengukuran. Mengingat ketidakpastian memberikan jaminan bahwa hasil dan kesimpulan dari metode dan skema analitis yang cocok untuk tujuan. Menurut metrologi ketidakpastian didefinisikan sebagai parameter yang terkait dengan hasil pengukuran yang mencirikan dispersi dari nilai-nilai yang cukup dapat dikaitkan dengan besaran ukuran. Dalam istilah yang lebih praktis, ketidakpastian dapat didefinisikan sebagai probabilitas atau tingkat keyakinan. Setiap pengukuran yang kita buat akan memiliki beberapa ketidakpastian yang berhubungan dengan dan interval ketidakpastian yang kami kutip akan menjadi kisaran dalam mana nilai sebenarnya terletak pada tingkat kepercayaan tertentu. Biasanya kita menggunakan tingkat kepercayaan 95% interval. Pemahaman ketidakpastian adalah dasar interpretasi dan pelaporan hasil. Laboratorium harus setidaknya mencoba untuk mengidentifikasi semua komponen ketidakpastian dan membuat suatu estimasi yang wajar, dan harus memastikan bahwa bentuk pelaporan hasilnya tidak memberikan kesan yang salah dari ketidakpastian. Ketidakpastian pengukuran terdiri dari, secara umum, banyak komponen. Ketidakpastian dihitung dengan memperkirakan kesalahan yang terkait dengan berbagai tahap analisis, misalnya efek pra-analitis, homogenisasi, berat, pipetting, injeksi, ekstraksi, derivatisasi, pemulihan, kurva kalibrasi. Validasi data, ketepatan dan presisi, kondisi pengulangan/reproducibility sudah memperhitungkan 16 banyak faktor dan harus digunakan. Perkiraan ketidakpastian secara keseluruhan pada tingkat kepercayaan 95% dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Dimana u1, u2, u3 dan seterusnya adalah ketidakpastian komponen individu. Ketidakpastian komponen individu yang kurang dari 20% dari komponen tertinggi ketidakpastian berdampak kecil terhadap ketidakpastian secara keseluruhan dan dapat dihilangkan dari perhitungan. Stabilitas. Validasi metode harus menunjukkan sejauh mana analit yang stabil selama prosedur analisis secara keseluruhan, termasuk penyimpanan sebelum dan sesudah analisis. Secara umum, ini dilakukan dengan memban-dingkan standar baru disiapkan diketahui konsentrasi dengan standar yang sama dipertahankan untuk periode waktu yang berbeda dan disimpan dalam berbagai kondisi. 2.3 Pentingnya validasi metode Validasi metode sangat diperlukan karena beberapa alasan yaitu validasi metode merupakan elemen penting dari kontrol kualitas, validasi membantu memberikan jaminan bahwa pengukuran akan dapat diandalkan. Dalam beberapa bidang, validasi metode adalah persyaratan peraturan. Menurut ISO 17025 validasi adalah konfirmasi dengan pemeriksaan dan penyediaan bukti obyektif bahwa 17 persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus yang terpenuhi. Menurut Quality Assurance Standards for Forensic DNA Testing Laboratories, validasi adalah proses dimana prosedur dievaluasi untuk menentukan kemanjuran dan keandalan untuk analisis. Untuk menunjukkan bahwa metode cocok untuk tujuan yang dimaksudkan . Menurut EUROCHEM validasi adalah konfirmasi melalui pemeriksaan dan penyediaan bukti objektif bahwa persyaratan tertentu untuk penggunaan yang dimaksudkan tertentu terpenuhi. Metode validasi adalah proses pembentukan karakteristik kinerja dan keterbatasan metode dan identifikasi pengaruh yang mungkin mengubah karakteristik ini dan sampai sejauh mana sekarang juga proses verifikasi bahwa suatu metode cocok untuk tujuan, yaitu, untuk digunakan untuk memecahkan analitis tertentu masalah. Beberapa tujuan validasi metode uji adalah: 1. Untuk menerima sampel individu sebagai anggota dari populasi yang diteliti. 2. Untuk mengakui sampel pada proses pengukuran 3. Untuk meminimalkan pertanyaan tentang keaslian sampel 4. Untuk memberikan kesempatan bagi resampling bila diperlukan Organisasi yang mengharuskan validasi metode uji adalah International Standards Organization (ISO) yaitu ISO 17025, AOAC International (Association of Official Analytical Chemists), ASTM International (American Society for Testing and Materials), ILAC (International Laboratory Accreditation Cooperation). Beberapa parameter yang harus 18 ditentukan dalam validasi metode uji menurut EUROCHEM seperti pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Parameter dalam validasi metode uji menurut EUROCHEM Metode uji divalidasi jika, metode baru yang akan digunakan dalam pekerjaan rutin, setiap kali kondisi berubah maka metode harus divalidasi, misalnya, instrumen yang berbeda dengan karakteristik yang berbeda, setiap kali metode berubah dan perubahannya di luar lingkup asli dari metode. 19 20 BAB III PRESISI DAN AKURASI 3.1 Pendahuluan Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya. Validasi biasanya diperuntuk-kan untuk metode analisa yang baru dibuat dan dikembangkan. Sedangkan untuk metode yang memang telah tersedia dan baku (misal dari AOAC, ASTM, dan lainnya), namun metode tersebut baru pertama kali akan digunakan di laboratorium tertentu, biasanya tidak perlu dilakukan validasi, namun hanya verifikasi. Tahapan verifikasi mirip dengan validasi hanya saja parameter yang dilakukan tidak selengkap validasi. Verifikasi metode uji adalah konfirmasi ulang dengan cara menguji suatu metode dengan melengkapi bukti-bukti yang obyektif, apakah metode tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan.Verifikasi sebuah metode uji bermaksud untuk membuktikan bahwa laboratorium yang bersangkutan mampu melakukan pengujian dengan metode tersebut dengan hasil yang valid. Verifikasi bertujuan untuk membuktikan bahwa laboratorium memiliki data kinerja. Parameter yang diuji dalam verifikasi metode penentuan 21 kadar nikel dalam NaOH dengan spektrofotometer UV-Vis antara lain presisi, akurasi, linieritas, LOD dan LOQ dan estimasi ketidakpastian. Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya. Validasi biasanya diperuntukkan untuk metode analisa yang baru dibuat dan dikembangkan. Sedangkan untuk metode yang memang telah tersedia dan baku (misal dari AOAC, ASTM, dan lainnya), namun metode tersebut baru pertama kali akan digunakan di laboratorium tertentu, biasanya tidak perlu dilakukan validasi, namun hanya verifikasi. Tahapan verifikasi mirip dengan validasi hanya saja parameter yang dilakukan tidak selengkap validasi. Perbedaan antara presisi dan akurasi dapat dilihat pada Gambar 3.1. Low Precision High Accuracy Low Precision Low Accuracy High Precision Low Accuracy High Precision High Accuracy Gambar 3.1 Perbedaan presisi dan akurasi 22 3.2 Presisi Presisi atau precision adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampelsampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Precision dapat dinyatakan sebagai repeatability (keterulangan) atau reproducibility (ketertiruan). Repeatability adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Repeatability dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal. Reproducibility adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama. Reproducibility dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda. Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV) 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah 23 sampel, dan kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai bahwa koefisien variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis. Ditemukan bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi analit. Pada kadar 1% atau lebih, standar deviasi relatif antara laboratorium adalah sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalah 5%. Pada kadar satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar part per bilion (ppb) adalah 32%. Pada metode yang sangat kritis, secara umum diterima bahwa RSD harus lebih dari 2%. Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit enam replika sampel yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat pengaruh matriks pembawa terhadap keseksamaan ini. Demikian juga harus disiapkan sampel untuk menganalisis pengaruh pengotor dan hasil degradasi terhadap keseksamaan ini. Contoh presisi penentuan konsentrasi Fe dengan spektrofotometer UV-Vis dintunjukkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Penentuan kadar Fe dalam spektrofotometer UV-Vis AMDK No. Kadar Fe dalam AMDK (mg/L) 1 0,54 2 0,55 3 0,57 4 0,52 24 dengan No. Kadar Fe dalam AMDK (mg/L) 5 0,54 6 0,55 7 0,57 8 0,54 9 0,54 10 0,56 Jumlah 5,48 Rata-rata 0,548 SD 0,015491933 RSD(%) 2,826995143 Karena RSD (%) lebih dari 2%, maka metode uji tersebut mempunyai presisi yang tidak baik. Presisi pengukuran kuantitatif dapat ditentukan dengan menganalisis contoh berulang-ulang (minimal 6 x pengulangan), dan menghitung nilai simpangan baku (SD) dan dari nilai simpangan baku tersebut dapat dihitung nilai koefisien variasi dengan rumus: Dari nilai KV yang diperoleh dibandingkan dengan KV Horwitz yaitu suatu kurva berbentuk terompet yang menghubungkan reproducibilitas (presisi yang inyatakan sebagai % KV) dengan konsentrasi analit. Presisi metode analisis diekspresikan sebagai fungsi dari konsentrasi melalui persamaan: 25 KV (%) = 2 1 - 0,5 log C Dimana C merupakan fraksi konsentrasi dan dinyatakan sebagai pangkat dari 10. Presisi suatu metode akan memenuhi syarat apabila KV yang diperoleh dari percobaan lebih kecil dari KV Horwitz. Tabel 3.2 Penentuan kadar Au dalam batuan dengan AAS. No. Kadar Au dalam Batuan (mg/kg) 1 5.55 2 5.55 3 5.57 4 5.52 5 5.54 6 5.55 7 5.57 8 5.54 9 5.54 10 5.56 Jumlah 55.49 Rata-rata 5.549 SD 0.015238839 RSD(%) 0.274623162 Karena dari hasil tersebut diperoleh RSD 0,275%, maka metode uji tersebut mempunyai presisi yang baik. 26 Tabel 3.3 Penentuan COD dalam air limbah No. COD dalam air limbah (mg/L) 1 51.55 2 52.55 3 51.57 4 52.52 5 53.54 6 51.55 7 51.57 8 51.54 9 51.54 10 51.56 Jumlah 519.49 Rata-rata 51.949 SD 0.692025208 RSD(%) 1.332124215 Karena dari hasil tersebut diperoleh RSD 1,332%, maka metode uji tersebut mempunyai presisi yang baik. Tabel 3.4 Penentuan Cr dalam air limbah dengan AAS No. Cr dalam air limbah (mg/L) 1 0.0515 2 0.0825 3 0.0615 4 0.0525 5 0.0535 6 0.0515 7 0.0715 8 0.0519 27 No. Cr dalam air limbah (mg/L) 9 0.0516 10 0.0516 Jumlah 0.5796 Rata-rata 0.05796 SD 0.01079539 RSD(%) 18.62558655 Karena dari hasil tersebut diperoleh RSD 18,625%, maka metode uji tersebut mempunyai presisi yang tidak baik. Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandungbahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan. Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi. Penyimpangan hasil jika ada merupakan selisih dari hasil uji keduanya. Jika cemaran dan hasil urai tidak dapat diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh, maka selektivitas dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang 28 mengandung cemaran atau hasil uji urai dengan metode yang hendak diuji lalu dibandingkan dengan metode lain untuk pengujian kemurnian seperti kromatografi, analisis kelarutan fase, dan Differential Scanning Calorimetry. Derajat kesesuaian kedua hasil analisis tersebut merupakan ukuran selektivitas. Pada metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs). Precision menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi menunjukkan tingkat keakuratan di antara individual hasil uji dalam suatu pengujian. Tabel 3.5 Variabel Subsampel Sampel Analisis Alat Hari Lab. Presisi suatu metode uji Replicability S/B Repeatability S/B Reproducibility B S S S S S S 1B 2S S S B B S/B B Ket : S = sama; B = beda 29 Tabel 3.6 Jenis-jenis presisi dan teknik pelaksanaannya Keterangan Repeatability Reproducibility Sama Sama Sama Pendek Intra-laboratory repeatability Sama Beda Sama atau Beda Panjang Sampel Operator Instrument Periode waktu Kalibrasi Laboratorium Sama Sama Beda Sama Beda Beda Sama Beda Beda Panjang Gambar 3.2 Skema untuk intra-laboratorium (Repeatability) Presicion diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Precision dapat dinyatakan sebagai repeatability (keterulangan) atau reproducibility (ketertiruan). Repeatability adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu 30 yang pendek. Repeatability dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal. Reproducibility adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama. Reproducibility dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda. Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV) 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai bahwa koefisien variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis. Ditemukan bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi analit. Pada kadar 1% atau lebih, standar deviasi relatif antara laboratorium adalah sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalah 5%. Pada kadar satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar part per bilion (ppb) adalah 32%. Pada metode yang sangat kritis, secara umum diterima bahwa RSD harus lebih dari 2%. 31 Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit enam replika sampel yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat pengaruh matriks pembawa terhadap keseksamaan ini. Demikian juga harus disiapkan sampel untuk menganalisis pengaruh pengotor dan hasil degradasi terhadap keseksamaan ini. Presisi adalah ukuran yang menunjukkan kedekatan antara nilai hasil pengukuran dari sampel yang homogen pada kondisi normal (sampel yang sama diuji secara berurutan dengan menggunakan alat yang sama). Uji presisi berarti kedekatan antar tiap hasil uji pada suatu pengujian yang sama untuk melihat sebaran diantara nilai benar. Presisi dipengaruhi oleh kesalahan acak (random error), antara lain ketidakstabilan instrumen, variasi suhu atau pereaksi, keragaman teknik dan operator yang berbeda. Presisi dapat dinyatakan dengan berbagai cara antara lain dengan simpangan baku, simpangan rata-rata atau kisaran yang merupakan selisih hasil pengukuran yang terbesar dan terkecil (Hidayat, 1989). Suatu nilai ketelitian dinyatakan dalam Relative Standar Deviation (% RSD). Besarnya RSD menyatakan tingkat ketelitian analis, semakin kecil % RSD yang dihasilkan maka semakin tinggi tingkat ketelitiannya. Menurut Bievre (1998), presisi dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability), ketertiruan (reproducibility) dan presisi antara (intermediate precision). Parameter presisi tersebut antara lain : 1. Keterulangan (Repeatability) 32 2. 3. Keterulangan adalah ketelitian yang diperoleh dari hasil pengulangan dengan menggunakan metode, operator, peralatan, laboratorium, dan dalam interval pemeriksaan waktu yang singkat. Pemeriksaan keterulangan bertujuan untuk mengetahui konsistensi analit, tingkat kesulitan metode dan kesesuaian metode. Presisi Antara (Intermediate Precision) Presisi antara merupakan bagian dari presisi yang dilakukan dengan cara mengulang pemeriksaan terhadap contoh uji dengan alat, waktu, analis yang berbeda, namun dalam laboratorium yang sama. Ketertiruan(Reproducibility) Ketertiruan yaitu ketelitian yang dihitung dari hasil penetapan ulangan dengan menggunakan metode yang sama, namun dilakukan oleh analis, peralatan, laboratorium dan waktu yang berbeda. Presisi dari metode uji ditentukan dengan rumus : ̅ x Keterangan SD : Standar Deviasi ̅ : Nilai Rata-rata n : Ulangan RSD : Relatif Standar Deviation Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan nilai %RSD ≤ 2%. Kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang dianalisis, jumlah sampel dan kondisi laboratorium. Nilai RSD atau koefisien variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit yang 33 dianalisis (Harmita, 2004). Menurut american pre-veterinary medical assosiation (APVMA) (2004) tingkat presisi yang sebaiknya dipenuhi berdasarkan konsentrasi analit yang dianalisis dapat dilihat dalam Tabel 3.7. Tabel 3.7 Tingkat presisi berdasarkan konsentrasi analit Jumlah komponen terukur dalam sampel (x) x ≥ 10,00 % 1,00 % ≤ x ≤ 10,00 % 0,10 % ≤ x ≤ 1,00 % x ≤ 0,10 % Tingkat presisi (y) y≤2% y≤2% y ≤ 10 % y ≤ 20 % Uji presisi dilakukan untuk mengetahui kedekatan atau kesesuaian antara hasil uji yang satu dengan yang lainnya pada serangkaian pengujian. Presisi hasil pengukuran digambarkan dalam bentuk persentase Relative Standar Deviation (%RSD). Uji presisi yang dilakukan termasuk jenis uji keterulangan (repeatability). Hasil uji presisi untuk sampel natrium hidroksidadengan berbagai konsentrasi yaitu, 32%; 48%; 98% dapat dilihat dalam Tabel 3.8. Tabel 3.8 Data hasil uji presisi pada sampel natrium hidroksida Pengulangan 1 2 3 4 5 Penimbangan (g) Kadar Ni (ppm) 32% 48% 98% 32% 48% 98% 10,03 10,01 10,01 10,02 10,06 5,00 5,07 5,00 5,01 5,06 1,08 1,06 1,05 1,07 1,05 0,0144 0,0368 0,0211 0,0192 0,0109 1,2786 0,8251 1,2062 0,7621 0,9794 1,0814 1,1724 0,9170 0,9303 0,9170 34 Pengulangan Penimbangan (g) 32% 48% 98% Kadar Ni (ppm) 32% 6 10,01 5,00 1,04 0,0267 7 10,04 5,01 1,05 0,0276 Jumlah 0,1568 Rata-rata 0,0224 SD 0,0088 % RSD 0,39 % Syarat keberterimaan untuk nilai % RSD < 2% 48% 98% 0,8346 0,7621 6,6479 0,9497 0,2137 0,22% 0,8102 1,0936 6,9216 0,9888 0,1283 0,13% Berdasarkan data pada Tabel 3.8 diperoleh nilai relative standar deviasi (%RSD) sebesar 0,39 % (natrium hidroksida 32%), 0,22% (natrium hidroksida 48%) dan 0,13% (natrium hidroksida 98%). Hasil ini menunjukkan bahwa metode uji yang digunakan pada penentuan kadar nikel dalam sampel natrium hidroksida dengan spektrofotometer UV-Vis memiliki ketelitian yang baik untuk ketiga jenis sampel karena memenuhi syarat nilai %RSD yang diterima. Nilai ketelitian yang diperoleh dapat ditentukan dengan rumus 100% - %RSD. Nilai presisi dapat memberikan informasi bahwa metode ini dapat digunakan sebagai metode tetap pada laboratorium. Adanya variasi pada hasil presisi untuk tiga sampel tersebut disebabkan kesalahan acak. Kesalahan ini disebabkan karena adanya faktor yang tidak dapat dikendalikan. Kesalahan acak merupakan kesalahan dalam pengukuran karena gangguan dan perbedaan kondisi setiap pengukuran hingga menghasilkan angka yang berbeda. Faktor kesalahan acak ini sebenarnya dapat dikurangi dengan melakukan banyak pengulangan pengukuran. 35 3.3 Coefficient Variance Horwitz (CV Horwitz) Pada tahun 1980 Horwitz, Kamps, dan Boyer menunjukkan bahwa: "pemeriksaan hasil lebih dari 50 penelitian kolaboratif antar laboratorium yang dilakukan oleh AOAC pada berbagai komoditas untuk berbagai analit menunjukkan hubungan antara koefisien rata-rata variasi (CV), dinyatakan sebagai kekuatan 2, dengan konsentrasi rata-rata yang diukur, dinyatakan sebagai pangkat 10, independen dari metode yang menentukan. RSD% Horwitz = 2(1 – 0.5 log C) Dimana C, adalah konsentrasi analit dinyatakan sebagai fraksi massa berdimensi (pembilang dan penyebut memiliki satuan yang sama); dan RSDR adalah koefisien variasi CV dalam kondisi reproducibility. Tabel 3.9 Hubungan Konsentrasi dengan RSD Konsentrasi Analit 10% 1% 0,1 % 0,01 % 1 ppm 1 ppb 0,1 ppb 36 RSD 2,8% 4,0 % 5,7 % 8,0 % 16 % 45 % 64 % Gambar 3.3 Kurva variansi Horwitz hubungan konsentrasi dengan KV (%) Gambar 3.4 Kurva reproduksibilitas Horwitz 37 Table 3.10 Data larutan standar Cu dan Pb dengan AAS No. 1 2 3 4 5 6 7 Rata-rata CV Horwitz Konsentrasi Cu (ppm) 40,8658 39,9516 38,9490 40,4530 40,6004 40,6004 40,6004 40,1640 9,1774 Konsentrasi Pb (ppm) 1,0024 0,9123 1,0575 0,9812 1,0437 1,0437 1,0437 0,9994 16,0014 Cara penentuan CV Horwitz CV Horwitz = 21-(0,5 x log C) CV Horwitz = 21-(0.5 x log 40,164.10-6) CV Horwitz = 21-(0.5 x (-4,3962) CV Horwitz = 21-(-2,1981) CV Horwitz = 23,1981 CV Horwitz = 9,1769 Contoh lain dalam penentuan presisi adalah: Tabel 3.11 Hasil uji presisi Penentuan Amonium dan Nitrat No. 1 2 3 4 5 6 7 Rata-rata SD KV (%) (RSD) CV Horwitz Konsentrasi rata-rata NH4+ (ppm) 1,860 1,765 1,900 1,855 1,805 1,870 1,870 1,843 0,0489 2,66 Konsentrasi rata-rata NO3- (ppm) 29,58 29,73 29,12 29,31 29,94 29,16 29,16 29,456 0,3544 1,20 14,59 9,62 38 Cara penentuan CV Horwitz konsentrasi NH4+: CV Horwitz = 21-(0,5 x log C) CV Horwitz = 21-(0.5 x log 1,843.10-6) CV Horwitz = 21-(0.5 x (-5,7344) CV Horwitz = 21-(-2,8672) CV Horwitz = 23,8672 CV Horwitz = 14,5929 pada penentuan Cara penentuan CV Horwitz konsentrasi NO3-: CV Horwitz = 21-(0,5 x log C) CV Horwitz = 21-(0.5 x log 29,456.10-6) CV Horwitz = 21-(0.5 x (-4,5308) CV Horwitz = 21-(-2,2654) CV Horwitz = 23,2654 CV Horwitz = 9,62 pada penentuan 3.4 (Akurasi) Accuracy Accuracy adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Accuracy dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Accuracy dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam plasebo (semua campuran reagent yang digunakan minus analit), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar 39 standar yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Recovery dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi. Dalam metode adisi (penambahan baku), sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa (pure analit/standar) ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Pada metode penambahan baku, pengukuran blanko tidak diperlukan lagi. Metode ini tidak dapat digunakan jika penambahan analit dapat mengganggu pengukuran, misalnya analit yang ditambahkan menyebabkan kekurangan pereaksi, mengubah pH atau kapasitas dapar. Dalam kedua metode tersebut, recovery dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Biasanya persyaratan untuk recovery adalah tidak boleh lebih dari 5%. Accuracy menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Accuracy dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Accuracy dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau 40 metode penambahan baku (standard addition method). Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan dengan rumus sebagai berikut: % Perolehan kembali (recovery) = C1 C2 C3 – x 100 = konsentrasi dari analit dalam campuran contoh + sejumlah tertentu analit = konsentrasi dari analit dalam contoh = konsentrasi dari analit yang ditambahkan kedalam contoh Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam plasebo (semua campuran reagent yang digunakan minus analit), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Recovery dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi. Dalam metode adisi (penambahan baku), sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa (pure analit/standar) ditambahkan ke dalam sampel, dicampur 41 dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Pada metode penambahan baku, pengukuran blanko tidak diperlukan lagi. Metode ini tidak dapat digunakan jika penambahan analit dapat mengganggu pengukuran, misalnya analit yang ditambahkan menyebabkan kekurangan pereaksi, mengubah pH atau kapasitas dapar, dan lain-lain. Dalam kedua metode tersebut, recovery dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Biasanya persyaratan untuk recovery adalah tidak boleh lebih dari 5%. Akurasi merupakan derajat ketepatan antara nilai yang diukur dengan nilai sebenarnya yang diterima (Gary, 1996). Akurasi merupakan kemampuan metode analisis untuk memperoleh nilai benar setelah dilakukan secara berulang. Nilai replika analisis semakin dekat dengan sampel yang sebenarnya maka semakin akurat metode tersebut (Khan, 1996). Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat pada Tabel 3.12. Tabel 3.12 Nilai persen recovery berdasarkan nilai konsentrasi sampel Analit pada matriks sampel 10< A ≤ 100 (%) 1 < A ≤ 10 (%) 0,1 < A ≤ 1 (%) 0,001 < A ≤ 0,1 (%) 100 ppb < A ≤ 1 ppm 10 ppb < A ≤ 100 ppb 1 ppb < A ≤ 10 ppb Recovery yang diterima (%) 98-102 97-103 95-105 90-107 80-110 60-115 40-120 Sumber: Harmita (2004) 42 Kesulitan utama dalam evaluasi akurasi adalah fakta bahwa kandungan sesungguhnya analit yang akan diuji tidak diketahui. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Pengujian persen perolehan kembali dilakukan dengan menganalisis contoh yang diperkaya dengan sejumlah analit yang ditetapkan. Jumlah absolut yang diperoleh dari analisis ini dan jumlah yang diperoleh dari pengujian yang sama untuk contoh (tanpa penambahan analit) dapat digunakan untuk menentukan nilai perolehan kembali analit itu. Kriteria akurasi sangat tergantung pada konsentrasi analit dalam matriks sampel dan keseksamaan metode (RSD). Metode analisis yang mungkin digunakan untuk menetapkan akurasi yaitu metode menggunakan CRM (Certified Refference Material)dan adisi standar. CRM mempunyai nilai tertelusur ke SI dan dapat dijadikan sebagai nilai acuan (refference value) untuk nilai yang sebenarnya. Syarat CRM yang digunakan matriksnya cocok dengan contoh uji (mempunyai komposisi matriks yang mirip matriks contoh uji). Apabila CRM tidak tersedia maka dapat menggunakan bahan yang mirip contoh uji yang diperkaya dengan analit yang kemurniannya tinggi atau disebut metode adisi standar, lalu diuji persen recovery-nya. Analit yang terkait dalam matriks contoh harus dilarutkan atau dibebaskan sebelum dapat diukur karena analit tidak boleh hilang selama proses agar hasil pengujian akurat maka efisiensi pelarutan harus 100%. Akurasi dapat juga diartikan sebagai kedekatan hasil analisis terhadap nilai sebenarnya atau seberapa jauh hasil 43 menyimpang dari harga yang sebenarnya (standar). Uji ini sangat baik dilakukan bila menggunakan sertified reference material (CRM). Namun penetapan akurasi dilakukan dengan cara uji perolehan kembali (recovery) karena tidak tesedianya CRM. Analit yang ditambahkan ke dalam matriks contoh adalah sebesar 0,1ppm; 0,2ppm; 0,3ppm; 0,5ppm. Nilai recovery yang mendekati 100% menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki ketepatan yang baik dalam menunjukkan tingkat kesesuaian dari suatu pengukuran yang sebanding dengan nilai sebenarnya. Hasil uji akurasi dapat dilihat pada Tabel 3.13. Tabel 3.13 Data hasil uji akurasi pada sampel natrium hidroksida Ul an g Standar Ni yang ditam -bahkan (ppm) bla nk o 1 0,1 2 0,2 3 0,3 5 0,5 Rata-rata Penimba-ngan (g) 32 % Konsetrasi Ni yang terukur (µg) Perolehan kembali (%) 48% 98% 32% 48% 98% 32% 48% 98% 5,04 2,09 0,59 0,4522 1.0865 0,9857 - - - 5,02 5,00 5,04 5,03 0,58 0,54 0,54 0,51 0,5628 0,6897 0,8426 1,1191 1,1744 1,2817 1,2882 1,7730 0,9369 1,0898 1,2167 1,2817 97,79 95,25 92,25 86,74 93,01 86,7497,79 94,18 89,38 80,70 82,85 86,78 80,7094,18 80-110 98,41 99,28 87,22 91,96 94,97 87,2299,28 2,10 2,08 2,08 2,09 Kisaran perolehan kembali Kisaran syarat keberterimaan Hasil yang diperoleh dapat dilihat untuk sampel natrium hidroksida 32% menunjukkan bahwa persen perolehan kembali (recovery) yaitu 93,01%. Sampel natrium 44 hidroksida 48% menunjukkan persen perolehan kembali 86,78% dan sampel natrium hidroksida 98% menunjukkan hasil 94,97%. Nilai persen perolehan kembali dari ketiga sampel natrium hidroksida ini menunjukkan tingkat akurasi yang memenuhi syarat keberterimaan, yaitu 80– 110%. Dari ketiga jenis sampel yang mempunyai persen perolehan kembali terendah yaitu sampel natrium hidroksida 48%, 32% dan paling tinggi natrium hidroksida 98%. Nilai persen perolehan kembali ini juga dapat berarti bahwa terjadi penyimpangan terhadap hasil pengukuran yang seharusnya. Penentuan akurasi suatu metode biasanya terdapat kesalahan-kesalahan yang menyebabkan nilai akurasi yang diperoleh kecil atau tidak tepat 100 %, kesalahan ini disebabkan karena adanya kesalahan personal seperti pemipetan dan kesalahan sistematis seperti peralatan atau pereaksi yang digunakan. Namun demikian, kesalahan sistematik pada prinsipnya dapat diidentifikasi dan diperkecil. Untuk mengecek efisiensi proses pretreatment dan preparasi tersebut maka dilakukan uji perolehan kembali (recovey test, %R) yang dapat dirumuskan dengan persamaan yang berbeda yaitu: Recovery (%) = [ ] [ ] [ ] x 100% Akurasi melalui uji perolehan kembali harus memperhatikan konsentrasi akhir sampel setelah ditambahkan analit dari larutan standar (spike) berkisar antara 2–5 dari kali konsentrasi sampel sebelum ditambahkan analit. Nilai konsentrasi sampel yang telah 45 ditambahkan analit tidak boleh melebihi batas rentang kerja tertinggi pada ruang lingkup metode pengujian yang digunakan. Konsentrasi sampel yang telah ditambahkan analit harus masuk dalam regresi linear kurva kalibrasi yang digunakan. Syarat-syarat analit (standar) ke sampel harus memiliki sifat-sifat yaitu larutan standar yang ditambahakan ke sampel (spike) memiliki kemurnian tinggi, memiliki matrik hampir sama dengan sampel; dan memilki kelarutan hampir sama dengan sampel. Penentuan recovery dapat menggunakan Standard Reference Material (SRM) dan sampel yang sudah diketahui konsentrasinya. NIST Standard Reference Material (SRM) Sebuah CRM yang dikeluarkan oleh NIST yang juga memenuhi kriteria sertifikasi NIST khusus tambahan dan dikeluarkan dengan sertifikat atau sertifikat analisis yang melaporkan hasil karakterisasi dan menyediakan informasi mengenai penggunaan yang tepat (s) material (NIST SP 260136). SRM disiapkan dan digunakan untuk tiga tujuan utama: (1) untuk membantu mengembangkan metode analisis akurat; (2) untuk mengkalibrasi sistem pengukuran yang digunakan untuk memfasilitasi pertukaran barang, kontrol kualitas lembaga, menentukan karakteristik kinerja (3) untuk menjamin kecukupan jangka panjang dan integritas program jaminan kualitas pengukuran. 46 Tabel 3.14 SRM tanah dan kandungan elemen di sertifikat dan hasil analisis Elemen As Cd Cu Pb Ti Zn Bi Sb Sertifikat Rata-rata SD 105,0 8,0 41,7 0,25 114,0 2,0 1162,0 31,0 2,47 0,15 350,4 4,8 ND ND - Hasil Analisis 102,4 40,8 115,0 1138,1 2,57 350,3 2,66 21,0 1,1 0,27 1,6 11,0 0.08 3,4 0.17 0,18 ND: tidak terdeteksi; SD: Standar deviasi Gambar 3.5 SRM 1950 Metabolit di Human Plasma 47 SRM 1950 Metabolit di Human Plasma terdiri dari kolam plasma dikumpulkan dari jumlah yang sama dari pria dan wanita dan dengan distribusi rasial yang mencerminkan penduduk AS. Nilai awal fase tugas untuk SRM ini difokuskan pada metabolit yang NIST memiliki metode yang ada. Konsentrasi lebih dari 30 metabolit, termasuk elektrolit, hormon, glukosa, kreatinin, vitamin, dan asam lemak kini telah ditentukan oleh LC-MS, LCMS/MS, dan metode GC-MS. Gambar 3.6 SRM 2907 trace terrorist explosive simultans The Institut Nasional Standar dan Teknologi (NIST) telah merilis materi baru standar acuan (SRM) untuk membantu dalam deteksi dua senyawa peledak yang diketahui digunakan oleh teroris. Para peneliti merancang sampel uji baru untuk mensimulasikan ukuran dan perilaku residu yang tersisa setelah menangani bahan peledak PETN (pentaerythritol tetranitrate) dan TATP (triacetone triperoxide). 48 Gambar 3.7 Contoh CRM untuk analisis lingkungan Gambar 3.7 menunjukkan CRM CZ 7006 untuk digunakan dalam analisis enviromental (disertifikasi oleh Ceko Metrologi Institute, sertifikat No 0217-CM-7006-06). Semua analit berkontribusi terhadap perhitungan toksisitas total disertifikasi oleh WHO serta sejumlah analit lainnya (logam berat, PCB, PAH, OCP, BFR) dalam nilai-nilai nonbersertifikat disajikan. NIST (National Institute of Standards and Technology) adalah Institut Nasional Standar dan Teknologi, sebuah unit dari Departemen Perdagangan AS. Sebelumnya dikenal sebagai National Bureau of Standards, NIST mem-promosikan dan mempertahankan standar pengukuran. Ia juga memiliki program aktif untuk mendorong dan membantu industri dan ilmu pengetahuan untuk mengembangkan dan menggunakan standar ini. Certified Reference Material (CRM) atau Reference Material Bersertifikat adalah bahan Referensi ditandai dengan prosedur metrologically berlaku untuk satu atau 49 lebih sifat tertentu, disertai dengan sertifikat yang memberikan nilai properti tertentu, ketidakpastian yang terkait, dan pernyataan ketertelusuran metrologi. Dokumen yang menyertai bahan referensi bersertifikat yang menyatakan satu atau lebih nilai properti dan ketidakpastian mereka, dan mengkonfirmasikan bahwa prosedur yang diperlukan telah dilakukan untuk memastikan validitas dan ketertelusuran mereka. Gambar 3.8 Contoh sertifikat CRM Aluminium produksi dari Sigma Aldrich 50 Gambar 3.9 Contoh sertifikat berbagai jenis CRM Reference Material (RM) adalah material yang cukup homogen dan stabil sehubungan dengan satu atau lebih sifat tertentu, yang telah dibuat dengan fresh untuk digunakan dalam proses pengukuran. 1. Penentuan recovery menggunakan SRM Penentuan recovery dengan Standard Reference Material Kode NBS 2781 (Lumpur Domestic) analisis merkuri (Hg) dengan ICP-OES adalah: Recovery (%) = Recovery (%) = x 100% x 100% Recovery (%) = 93,4% 2. Penentuan recovery menggunakan metode spike Penentuan recovery logam Pb pada sampel air limbah (sampel dari uji profisiensi) dengan menggunakan 51 metode spiking diketahui data bahwa konsentrasi Pb pada sampel uji profisiensi sebesar 1,23 mg/L. Pada sampel tersebut ditambahkan (di-spiking) dengan larutan standar Pb sebesar 1,0 mg/L. Setelah ditambah dengan larutan standar, kemudian dianalisis didapatkan konsentrasi Pb sebesar 2,25 mg/L. Dari data tersebut dapat ditentukan recovery yaitu sebesar: Recovery (%) = Recovery (%) = [ ] [ ] [ ] x 100% x 100% Recovery (%) = 102% Nilai recovery sebesar 102% merupakan nilai yang baik, berarti metode uji tersebut memiliki akurasi yang baik, dengan batas penerimaan 95%-105%. 52 BAB IV LINEARITAS DAN DAERAH KERJA 4.1 Linearitas dan Daerah Kerja Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima. Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit. Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya. Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50–150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang 53 konsentrasi yang digunakan antara 0–200%. Jumlah sampel yang dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier y = a + bx. Hubungan linier yang r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual (Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat diukur. Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima. Gambar 4.1 Perbandingan nilai R2 dengan data hasil pengukuran 54 Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit. Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya. Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50 – 150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang konsentrasi yang digunakan antara 0 – 200%. Jumlah sampel yang dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bX. Hubungan linier yang r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual (Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat diukur Linieritas adalah kemampuan suatu metode analisis untuk mendapatkan hasil yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel pada kisaran yang ada 55 (Wenclawiak, 2004). Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan standar dalam mendeteksi analit dalam contoh. Linieritas biasanya dinyatakan dengan istilah variansi disekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik datayang diperoleh dari hasil pengukuran analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam pengujian linieritas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil (least square method) antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit. Linieritas metode dapat menggambarkan ketelitian pengerjaan analisis suatu metode yang ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,997 (Chan, 2004) Uji linieritas dilakukan dengan suatu seri larutan standar yang terdiri dari minimal empat konsentrasi yang berbeda dengan rentang 50-150 % dari kadar analit dalam sampel. Parameter hubungan kelinieran yang digunakan yaitu koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (R) pada analisis regresi linier y = bx + a (b adalah slope, a adalah intersep, x adalah konsentrasi analit dan y adalah respon instrumen). Koefisien determinasi adalah rasio dari variasi yang dijelaskan terhadap variasi keseluruhan. Nilai rasio ini selalu tidak negatif sehingga ditandai dengan R2. Koefisien korelasi adalah suatu ukuran hubungan linier antara dua set data dan ditandai dengan r. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai a = 0 dan r = +1 atau -1 merupakan hubungan yang sempurna, tanda + dan bergantung pada arah garis. Tanda positif (+) menunjukkan korelasi positif yang ditandai dengan arah garis yang miring ke kanan, sedangkan tanda negatif (-) menunjukkan 56 korelasi negatif yang ditandai dengan arah garis yang miring ke kiri (Spiegel, 1988). Contoh penentuan daerah kerja atau daerah linier yaitu penentuan kadar Cu dengan AAS: 1. Buat deret larutan kerja 0,05; 1; 2; 3; 4; 6; 8 dan 10 mg/L yang diencerkan dari larutan induk 1000 mg/L (SRM tertelusur ke NIST) 2. Analisis kadar Cu dengan AAS Flame pada panjang gelombang 324,7 nm Tabel 4.1 Data hasil pengukuran larutan standar Cu dengan AAS No. Konsentrasi mg/L Absorbansi 1 0.5 0.0905 2 1 0.178 3 2 0.3379 4 3 0.4938 5 4 0.6438 6 6 0.9116 7 8 1.1315 8 10 1.2344 Berdasarkan data Tabel 4.1 dibuat kurva kalibrasi seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2. 57 Gambar 4.2 Kurva kalibrasi larutan standar Cu Jika semua data digunakan untuk membuat kurva kalibrasi, maka R2 (koefisien korelasi) yang diperoleh yaitu 0,979 sehingga tidak memenuhi syarat linieritas dimana R2 harus mendekati 1. Untuk meningkatkan nilai R2 maka dibuang data yang menyebabkan kurva tidak linier, sehingga didapatkan nilai R2 0,999. Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa derah kerja atau daerah linear yaitu 0,5-4 mg/L. Linieritas menunjukkan kemampuan metode analisis untuk menghasilkan respon yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel pada kisaran atau rentang yang ada. Uji ini dilakukan dengan membuat satu seri larutan standar yang terdiri dari 4 konsentrasi yang bertingkat. Larutan standar diukur 7 kali diperoleh nilai 58 Absorbansi absorbansi. Nilai absorbansi dirata-rata sehingga diperoleh data konsentrasi versus absorbansi rata-rata sehingga dibuat kurva hubungan antara absorbansi versus konsentrasi. Hasil pengujian linieritas penentuan kadar nikel dalam natrium hidroksida dapat dilihat pada Gambar 4.3. 0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 y = 0,038x-0,001 R² = 0,998 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Konsentrasi (ppm) Gambar 4.3 Kurva kalibrasi larutan standar Ni Berdasarkan Gambar 4.3, diperoleh nilai koefisian determinasi (R2) pada penentuan kadar nikel adalah 0,9980. Nilai koefisien determinasi yang didapat mendekati satu dan sesuai dengan syarat keberterimaan yaitu nilai koefisien determinasi hasil uji linieritas adalah > 0,9970 (Chan, 2004). Menurut Kantasubrata (2008) untuk jumlah deret standar (n) 4 dengan tingkat kepercayaan 95% nilai koefisien determinasi minimal 0,811. Oleh karena itu, uji linieritas untuk metode penentuan kadar nikel dalam natrium hidroksida menghasilkan korelasi yang linier 59 sehingga memenuhi kriteria keberterimaan artinya kinerja metode yang digunakan untuk rentang konsentrasi yang diukur sangat baik. Gambar 4.4 Kurva kalibrasi larutan standar Cr (VI) dengan spektrofotometer UV-Vis (Ahmed et al. 2011) Pada Gambar 4.4 terlihat bahwa setelah konsentrasi 12 mg/L, absorbansi mengalami penurunan sehingga nilai R2 menurun. Jika data pada konsentrasi di atas 12 mg/L dihilangkan maka akan diperoleh kurva dengan R2 0,9987. Daerah kerja atau daerah linier pada konsentrasi 1-12 mg/L. 60 4.2 Kurva Standar Adisi Metode standar adisi adalah bagian dari teknik analisis kuantitatif dengan cara menambahkan sederatan larutan standar dengan jumlah yang telah diketahui ke dalam sampel. Dengan menambahkan lebih dari satu larutan standar, maka kurva kalibrasi dapat disiapkan. Konsentrasi analit dalam sampel dapat ditentukan dengan ekstrapolasi kurva kalibrasi sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 4.5. Pada pelaksanaannya metode standar adisi adalah dengan membagi sampel ke dalam beberapa bagian yang sama lalu menambahkan ke dalamnya standar dengan level konsentrasi yang meningkat. Larutan sampel yang sudah ditambahkan dengan larutan standar dengan konsentrasi yang bervariasi selanjutnya dibuat kurva dan respon absorbansi versus konsentrasi. Konsentrasi akhir merupakan titik perpotongan pada sumbu x di daerah negative. Gambar 4.5 Teknik pelaksanaan metode kurva adisi standar 61 Gambar 4.6 Kurva adisi standar Contoh aplikasi penggunaan standar adisi yaitu penentuan konsentrasi logam Fe dalam air minum dengan GFAAS, didapatkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Data larutan standar Fe dengan GFAAS Volume sampel (mL) 10 10 10 10 10 Konsentrasi standar yang ditambahkan 0 5 10 15 20 62 Absorbansi 0,215 0,424 0,685 0,826 0,967 1.2 1 y = 0.0381x + 0.2253 R² = 0.9978 Absorbansi 0.8 0.6 0.4 0.2 0 -10 -5 -0.2 0 5 10 15 20 25 Konsentrasi Fe yang ditambahkan (mg/L) Gambar 4.7 Kurva adisi standar penentuan Fe dengan GFAAS Konsentrasi Fe pada air minum dapat ditentukan dengan menentukan titik perpotongan pada nilai y=0. Jika nilai y=0 maka nilai x= 0,225/0.038= 5, 9211. Konsentrasi dapat ditentukan dengan menarik garis lurus kurva regresi sehingga memotong garis pada sumbu x. Konsentrasi didapatkan pada daerah negative dan hasil akhir dianggap menjadi positif. 63 64 BAB V LIMIT DETEKSI (LOD) DAN LIMIT KUANTISASI (LOQ) 5.1 Pengertian LOD dan LOQ Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Cara menentukan LOD dan LOQ ada tiga cara yaitu: 1. Signal-to-noise Dengan menggunakan metode signal-to-noise, puncak ke puncak kebisingan di sekitar waktu retensi analit diukur, dan kemudian, konsentrasi analit yang akan menghasilkan sinyal sama dengan nilai tertentu dari kebisingan untuk sinyal rasio diperkirakan. Kebisingan besarnya dapat diukur secara manual pada printout kromatogram atau dengan autointegrator dari instrument. Sebuah sinyal-to-noise ratio (S/N) dari tiga umumnya diterima untuk memperkirakan LOD dan rasio signal-to-noise dari sepuluh digunakan untuk LOQ. Metode ini biasanya 65 2. 3. diterapkan untuk metode analisis yang menunjukkan suara dasar. Penentuan blanko Penentuan blanko diterapkan ketika analisis blanko memberikan hasil standar deviasi tidak nol. LOD dinyatakan sebagai konsentrasi analit yang sesuai dengan nilai blanko sampel ditambah tiga standar deviasi dan LOQ adalah konsentrasi analit yang sesuai dengan nilai blanko sampel ditambah sepuluh standar deviasi seperti yang ditunjukkan dalam persamaan berikut: LOD = x + 3Sb LOQ = x + 10 Sb Dimana x adalah konsentrasi rata-rata blanko dan Sb adalah standar deviasi dari blanko Kurva Kalibrasi Untuk kurva kalibrasi linear, diasumsikan bahwa respon instrumen y berhubungan linier dengan konsentrasi x standar untuk rentang yang terbatas konsentrasi. Hal ini dapat dinyatakan dalam model seperti y = bx + a. Model ini digunakan untuk menghitung sensitivitas b dan LOD dan LOQ (6). Oleh karena itu LOD dan LOQ dapat dinyatakan sebagai: LOD = 3Sa/b LOQ = 10 Sa/b Sa adalah standar deviasi dan b slope Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak 66 menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan Q = (k x Sb)/Sl Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi) k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx) Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x.) a. Batas deteksi (LoD) Karena k = 3, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka: LoD = (3 Sy/x)/ Sl b. Batas kuantitasi (LoQ) Karena k = 10, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka: LoQ = (10 Sy/x)/Sl Cara lain untuk menentukan batas deteksi dan kuantitasi adalah melalui penentuan rasio S/N (signal to noise ratio). Nilai simpangan baku blanko ditentukan dengan cara menghitung tinggi derau pada pengukuran blanko sebanyak 20 kali pada titik analit memberikan 67 respon. Simpangan baku blanko juga dihitung dari tinggi derau puncak ke puncak, jika diambil dari tinggi puncak derau atas dan bawah (Np-p) maka s0 = Np-p/5 sedangkan kalau dari puncak derau bawah saja (puncak negatif) maka s0 = Np/2, selanjutnya perhitungan seperti tersebut di atas. Gambar 5.1 Posisi LOD, LOQ dan rata-rata signal background Sensitivitas yaitu batas deteksi (LOD) yaitu konsentrasi terendah yang bisa diukur dengan pasti statistik yang wajar. Batas pengukuran kuantitatif (LOQ) yaitu konsentrasi terendah suatu analit yang dapat ditentukan dengan presisi dapat diterima (pengulangan) dan akurasi di bawah kondisi yang dinyatakan tes. 68 Gambar 5.2 Penentuan LOD dengan noise Kantasubrata (2008) menyatakan bahwa limit deteksi (LOD) adalah konsentrasi terendah dari analit dalam contoh yang dapat terdeteksi, akan tetapi tidak perlu terkuantisasi, di bawah kondisi pengujian yang disepakati. Limit kuantitasi (LOQ) atau biasa disebut juga limit pelaporan (limit of reporting) adalah konsentrasi terendah dari analit dalam contoh yang dapat ditentukan degan tingkat presisi dan akurasi yang dapat diterima, di bawah kondisi pengujian yang disepakati. Limit deteksi dan limit kuantisasi tidak dapat dipisahkan karena diantara keduanya terdapat hubungan yang sangat kuat. Secara praktis cara evaluasi keduanya dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang signifikan. Perbedaan di antara keduanya hanya pada sifat kuantitatif data yang diperoleh. Limit deteksi dibagi dalam dua macam, yaitu limit deteksi instrumen dan limit deteksi metode. Limit deteksi instrumen adalah konsentrasi analit terendah yang dapat 69 terdeteksi oleh instrumen dan secara statistik berbeda dengan respon yang didapat dengan respon dari sinyal latar belakang. Limit deteksi metode adalah konsentrasi analit terendah yang dapat ditetapkan oleh suatu metode dengan mengaplikasikan secara lengkap metode tersebut. Pada analisis instrumen, limit deteksi dihitung dengan mengukur respon blanko contoh (matriks tanpa analit) sebanyak minimal 7 kali kemudian dihitung simpangan bakunya. Jika blanko menghasilkan sinyal maka LOD setara dengan nilai rata-rata blanko contoh ditambah 3 kali simpangan baku tersebut. Uji konfirmasi nilai LOD dilakukan dengan cara menyiapkan standar dengan konsentrasi sebesar nilai limit deteksi instrumen yang diperoleh dari hasil perhitungan. Standar tersebut diukur konsentrasinya sebanyak 7 kali ulangan dan diamati setiap ulangan apakah memberikan sinyal atau tidak. Limit deteksi instrumen dapat dihitung dengan menggunakan rumus : LOD = µ + 3SD Keterangan : µ adalah nilai rata-rata hasil pengukuran dari blanko pereaksi yang sama. SD adalah nilai standar deviasi. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa nilai limit deteksi instrumen yang diperoleh dari perhitungan adalah benar. Uji konfirmasi nilai LOQ dengan cara menghitung data dari kurva kalibrasi hubungan antara absorbansi versus konsentrasi. Nilai LOQ dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: LOQ = µ + 10SD 70 Keterangan : µ adalah nilai rata-rata hasil pengukuran dari blanko pereaksi yang sama. SD adalah nilai standar deviasi. Nilai LOD dan LOQ juga dapat ditentukan secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai tersebut dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: a. Batas deteksi (LOD) Karena k = 3, simpangan bakunya (Sb) = Sy/x, maka LOD = b. Batas kuantitasi (LOQ) Karena k = 10, simpangan bakunya (Sb) = Sy/x, maka LOQ = 5.2 (Riyanto, 2009). Penentuan LOD dan LOQ Penentuan konsentrasi vitamin C dengan metode voltammetri didapatkan data sebagai berikut: Tabel 5.1 Data larutan standar vitamin C Larutan Blank Standard Standard Standard Standard Standard Konsentrasi Ip (µA) 0,0 2,3 4,5 6,8 9,0 11,2 0,003 0,090 0,176 0,262 0,347 0,432 1 2 3 4 5 71 Ip (mikroA) 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 y = 0.038x + 0.002 R² = 0,999 0 2 4 6 8 10 12 Konsentrasi Vitamin C (mg/L) Gambar 5.3 Kurva kalibrasi vitamin C dengan voltammetri Tabel 5.2 x 0.0 2.3 4.5 6.8 9.0 11.2 LOD LOQ Data perhitungan LOD dengan kurva kalibrasi y 0.003 0.090 0.176 0.262 0.347 0.432 yi 0.002 0.0894 0.173 0.2604 0.344 0.4276 0.253617 0.845388 mg/L mg/L y-yi 0.001 0.0006 0.003 0.0016 0.003 0.0044 0.01163743 0.03412476 (y-yi)2 0.000001 3.6E-07 9E-06 2.56E-06 9E-06 1.936E-05 4.128E-05 µA µA Langkah-langkah penentuan LOD dan LOQ dengan kurva kalibrasi: S(y/x) = = LOD = = 0.253617 mg/L LOD = = 0,0032125 = 0.845388 mg/L 72 Pengertian lain dari LOD dan LOQ adalah the limit of detection of an analyte is often determined by repeat analysis of a blank test portion and is the analyte concentration the response of which is equivalent to the mean blank response plus 3 standard deviations. Its value is likely to be different for different types of sample. The limit of quantitation is the lowest concentration of analyte that can be determined with an acceptable level of uncertainty. It should be established using an appropriate measurement standard or sample, i.e. it is usually the lowest point on the calibration curve (excluding the blank). It should not be determined by extrapolation. Various conventions take the limit to be 5, 6 or 10 standard deviations of the blank measurement. Penentuan LOD dan LOQ dengan blanko pada analisis konsentrasi fenol dalam air dengan spektrofotometer UV-Vis didapatkan data sebagai berikut: Tabel 5.3 Data larutan standar spektrofotometer UV-Vis fenol C Fenol (mg/L) A 0 10 20 30 40 50 0.00016 0.0757 0.1514 0.2146 0.2764 0.3594 73 dengan Absorbansi 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 y = 0.0071x R² = 0.9979 0 10 20 30 40 50 60 Konsentrasi Cu (mg/L) Gambar 5.4 Kurva kalibrasi larutan standar fenol dengan spektrofotometer UV-Vis Tabel 5.4 Data larutan blanko spektrofotometer UV-Vis fenol dengan No. y x 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata SD 0 0.0003 0.0001 0.0003 0.0001 0.0003 0.0001 0.0003 0.0000 0.0001 0.0016 0.00016 0.00013 0 0.042857 0.014286 0.042857 0.014286 0.042857 0.014286 0.042857 0.000000 0.014286 0.228571 0.022857 74 LOD = rata-rata konsentrasi blanko + 3.SD LOD = 0,02286 + (3 x 0.00013) LOD = 0,0231 mg/L LOQ = 0,02286 + (10 x 0.00013) LOQ = 0,0242 mg/L Limit deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam contoh yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko dan masih dibawah kondisi yang disepakati (Kantasubrata, 2008 ). Uji LOD dilakukan dengan mengukur blanko pereaksi sebanyak 7 kali ulangan sehingga diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Data hasil uji hidroksida LOD pada Pengulangan blanko pereaksi 1 2 3 4 5 6 7 SD Nilai µ LOD sampel natrium absorbansi 0,0157 0,0159 0,0159 0,0159 0,0157 0,0159 0,0159 9,759 x 10-5 0,0158 0,0161 Dari hasil perhitungan diperoleh nilai limit deteksi pada penentuan kadar nikel dalam natrium hidroksida dengan spektrofotometer UV-Vis adalah sebesar 0,0161. Nilai ini menunjukkan jumlah analit terkecil yang masih dapat terukur oleh spektrofotometer UV-Vis. Jadi untuk 75 analisis kadar nikel dengan spektrofotometer masih dapat terbaca serapannya dengan batas limit 0,0161. Limit kuantitasi adalah konsentrasi terendah analit dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima dibawah kondisi yang disepakati (Kantasubrata, 2008). Uji limit kuantitasi dilakukan dengan menghitung data dari kurva kalibrasi. Data dan hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Data hasil uji LOQ pada sampel natrium hidroksida Pengulangan blanko pereaksi absorbansi 1 2 3 4 5 6 7 SD Nilai µ LOQ 0,0157 0,0159 0,0159 0,0159 0,0157 0,0159 0,0159 9,759 x 10-5 0,0158 0,0167 Hasil limit kuantitasi yang diperoleh adalah sebesar 0,0167. Nilai ini merupakan konsentrasi analit terendah yang terkuantitasi. Namun, untuk memperoleh hasil yang mempunyai akurasi lebih baik disarankan untuk malakukan pengukuran contoh yang mempunyai kisaran konsentrasi diatas 0,0167 sebab pengukuran dibawah nilai limit kuantitasi ini dimungkinkan kurang akurat karena absorbansinya sangat kecil. Hasil tersebut ditentukan 76 menurut IUPAC (1975) bahwa nilai LOD dan LOQ ditentukan dengan persamaan rumus untuk LOD jumlah nilai rata-rata absorbansi blanko dengan tiga kali standar deviasi dan LOQ jumlah nilai rata-rata absorbansi blanko dengan sepuluh kali standar deviasi jika niali absorbansi dari blanko pereaksi tidak sama dengan nol. Adapun cara penentuan nilai LOD dan LOQ menurut Harmita(2004) dengan menggunakan data kurva kalibrasi dapat dilihat dalam Tabel 5.7 sebagai berikut: Tabel 5.7 Data Hasil Uji LOQ pada Sampel Natrium hidroksida Konsentrasi (ppm) Absorbansi (y) yi 0,0 0,5 1,0 2,0 0,000 0,018 0,036 0,077 -0,001 0,018 0,037 0,075 Persamaan regresi linier Nilai LOD Nilai LOQ | | 0,001 0,000 0,001 0,002 (y-yi)2 0,000001 0,000000 0,000001 0,000004 (y-yi)2 = 0,000006 0,038x-0,001 0,00024 0,00079 Berdasarkan Tabel 5.7 dapat dilihat nilai LOD dan LOQ bahwa nilai LOD yang diperoleh sebesar 0,00024 dan nilai LOQ 0,00079. Nilai LOD ini menunjukkan jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat terdeteksi oleh spektrofotometer UV-Vis sedangkan nilai LOQ menunjukkan kuantitas terkecil dari analit yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Nilai LOD 77 dan LOQ ini dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai keduanya merupakan batas terkecil dari analit yang masih dapat terdeteksi oleh spektrofotometer UV-Vis. 78 BAB VI KETAHANAN DAN KETANGGUHAN METODE UJI 6.1 Ketangguhan (ruggedness) (Robustness) Metode Uji dan Kekuatan Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis. Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis beningan suatu lot sampel yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama. Derajat ketertiruan hasil uji kemudian ditentukan sebagai fungsi dari variabel penentuan. Ketertiruan dapat dibandingkan terhadap keseksamaan penentuan di bawah kondisi normal untuk mendapatkan ukuran ketangguhan 79 metode. Perhitungannya dilakukan secara statistik menggunakan ANOVA pada kajian kolaboratif. Kekasaran dari suatu metode analisis adalah resistensi terhadap perubahan dalam hasil yang dihasilkan oleh analisis metode ketika penyimpangan kecil terbuat dari kondisi percobaan yang dijelaskan dalam prosedur. Batas-batas untuk parameter eksperimental harus diresepkan dalam protokol metode (meskipun ini tidak selalu dilakukan di masa lalu), dan penyimpangan yang diper-bolehkan seperti itu, secara terpisah atau dalam kombinasi apapun, harus menghasilkan tidak ada perubahan yang berarti dalam hasil yang dihasilkan. (A "perubahan yang berarti" di sini akan berarti bahwa metode ini tidak bisa beroperasi dalam batas-batas yang disepakati ketidakpastian mendefinisikan kebugaran untuk tujuan.) Aspek metode yang mungkin mempengaruhi hasil harus diidentifikasi, dan mereka pengaruh terhadap kinerja metode dievaluasi dengan menggunakan tes kekasaran. Kekasaran suatu metode diuji dengan sengaja memperkenalkan perubahan kecil prosedur dan memeriksa efek pada hasil. Sejumlah aspek dari metode ini mungkin perlu dipertimbangkan, tetapi karena sebagian besar akan memiliki efek yang dapat diabaikan biasanya akan mungkin untuk bervariasi beberapa di sekali. Sebagai contoh, adalah mungkin untuk merumuskan pendekatan memanfaatkan delapan kom-binasi dari tujuh variabel faktor, yaitu untuk melihat efek dari tujuh parameter dengan hanya delapan hasil analisis. Univariat pendekatan juga layak, di mana hanya satu variabel pada suatu waktu berubah. Contoh faktor-faktor yang tes kekasaran dapat mengatasi adalah: 80 perubahan dalam instrumen, operator, atau merek reagen; konsentrasi reagen; pH suatu larutan; suhu reaksi; waktu diizinkan untuk menyelesaikan proses, dan lain-lain. 6.2 Penentuan Ketangguhan (ruggedness) dan Kekuatan (Robustness) Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi. Sebagai contoh, perubahan yang dibutuhkan untuk menunjukkan kekuatan prosedur HPLC dapat mencakup (tapi tidak dibatasi) perubahan komposisi organik fase gerak (1%), pH fase gerak (± 0,2 unit), dan perubahan temperatur kolom (± 2 - 3° C). Perubahan lainnya dapat dilakukan bila sesuai dengan laboratorium. Identifikasi sekurang-kurangnya 3 faktor analisis yang dapat mempengaruhi hasil bila diganti atau diubah. Faktor risinal ini dapat diidentifikasi sebagai A, B, dan C. Perubahan nilai faktor-faktor ini dapat diidentifikasi dengan a, b, dan c. Lakukan analisis pada kondisi yang telah disebutkan pada pemeriksaan ketangguhan. Sangita et al. (2013) telah melakukan parameter ruggedness untuk menguji metode penentuan azithromycin dengan HPLC dengan prosedur sama oleh analis yang berbeda. Hasil penentuan ruggedness dapat dilihat pada Tabel 6.1. 81 Tabel 6.1 Hasil studi Ketangguhan (ruggedness) Keterangan Analis 1 Analis 2 Rata-rata Standar Deviasi % RSD RT 8,35 8,36 8,355 0,0071 0,085 Area 100093,09 100558,17 100325,63 328,8612 0,328 Robustness dilakukan dengan melakukan variasi terhadap komposisi fase gerak yaitu ±2.0% (22:78-18:82), variasi laju alir ±10% (1,1 mL sampai 1,3mL/min) and variasi suhu Column ±5.0°C (40°C -50°C). Hasil uji disampaikan pada Tabel 6.2. Tabel 6.2 Hasil studi Kekuatan (Robustness) Keterangan Fase gerak 1 Fase gerak 2 Laju alir 1 Laju alir 2 Suhu Column 1 Suhu Column 2 RT 8,54 8,35 8,54 8,30 8,33 8,35 Area 122467,94 121780,51 125087,71 124189,52 124998,84 124050,82 Ketahanan suatu metode analisis adalah ukuran dari kemampuannya untuk tetap tidak terpengaruh oleh variasi kecil, tetapi disengaja dalam parameter metode, dan memberikan indikasi kehandalan selama penggunaan normal. Ketangguhan metode kromatografi, misalnya, dapat dievaluasi oleh variasi dalam parameter seperti komposisi fase gerak, pH dan kekuatan ion, suhu dan banyak yang berbeda atau pemasok kolom. Evaluasi ketahanan harus dipertimbangkan dalam tahap 82 pengembangan metode. Bahkan, proses validasi metode tidak dapat dipisahkan dari perkembangan aktual kondisi metode, karena tidak mungkin untuk mengetahui apakah kondisi metode dapat diterima sampai studi validasi dilakukan. Evaluasi kekokohan kromatografi metode sering kompleks dan melelahkan, dengan mempertimbangkan jumlah besar parameter analisis yang harus dianggap melakukan tes. Beberapa penulis memilih parameter analisis analisis yang spesifik untuk dievaluasi, interpretasi data dilakukan dengan t-test atau uji ANOVA. Tabel 6.3 Robustness pada metode uji dengan HPLC Parameter Konsentrasi metanol dalam fase gerak pH fase gerak Suhu column Laju alir fase gerak Suplier column Suplier metanol Merek HPLC Kondisi normal 80% Kondisi Variasi 77% 2,8 30OC 1,0 Symmetry Tedia Agilent 1200 3,1 35OC 1,2 Ace J.T. Baker HP 1100 Pengujian ketegaran dilakukan untuk mengetahui kestabilan metode analisis (tidak terpengaruh oleh variasi yang diberikan). Salah satu contoh yaitu ketegaran metode uji penentuan ketoprofen dengan HPLC dilakukan variasi terhadap waktu seperti yang dilakukan oleh (Oktavia 2006). Hasil pengujian ketegaran disajikan pada Tabel 6.4. Nilai standar deviasi relatif yang diperoleh pada uji ketegaran adalah 1,42%, yang berarti metode ini memiliki kestabilan 83 yang baik terhadap variasi waktu yang diberikan karena memenuhi kriteria penerimaan yaitu <2%. Tabel 6.4 Contoh hasil analisis pengujian ketegaran dengan HPLC konsentrasi standar 100% Menit ke0 0 0 60 60 60 120 120 120 180 180 180 Rata-rata SD RSD Area 195458 195772 196366 200183 200428 198464 201201 200211 200390 202172 202339 203315 199687,42 2834,53 1,42 84 BAB VII ESTIMASI KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN 7.1 Estimasi Ketidakpastian Pengukuran Pada dokumen standar “Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi” ISO/IEC 17025:2005 diatur persyaratan mengenai ketidakpastian, yaitu dalam butir 5.4.6. Dalam standar itu diatur bahwa laboratorium wajib mempunyai dan menerapkan prosedur untuk mengestimasi ketidakpastian pengukuran. Estimasi ketidakpastian tersebut harus wajar (reasonable) dan didasarkan pada pengetahuan atas unjuk kerja metode, dan harus menggunakan data-data yang diperoleh dari pengalaman sebelumya serta data validasi metode. Definisi dari istilah ketidakpastian pengukuran yang digunakan dalam peraturan ini berdasarkan pada kosakata istilah dasar dan umum dalam metrologi adalah parameter yang terkait dengan hasil pengukuran, yang mencirikan penyebaran nilai-nilai yang cukup dan dapat dikaitkan dengan pengukuran. Ketidakpastian pengukuran terdiri dari banyak komponen. Beberapa komponen dapat dievaluasi dari distribusi statistik hasil seri pengukuran dan dapat ditandai 85 dengan standar deviasi. Komponen lain dapat dicirikan oleh standar penyimpangan, dievaluasi dengan cara diasumsikan mengikuti probabilitas distribusi berdasarkan pengalaman atau informasi lainnya. Panduan ISO menggolongkan dalam kasus sebagai Tipe A dan Tipe B. Dalam banyak kasus dalam analisis kimia, pengukuran identik dengan penentuan konsentrasi dari analit. Namun analisis kimia digunakan untuk ukuran yang lain misalnya warna, pH, dan lain-lain, oleh karena itu istilah umum "ukur" akan digunakan. Definisi ketidakpastian yang diberikan di atas berfokus pada kisaran nilai-nilai yang cukup yakin bisa dihubungkan ke pengukuran. Dalam penggunaan umum, kata ketidakpastian berkaitan dengan konsep umum keraguan. Dalam panduan ini, kata ketidakpastian tanpa kata sifat, mengacu baik untuk parameter yang berhubungan dengan definisi di atas, atau pengetahuan yang terbatas tentang nilai tertentu. Ketidakpastian pengukuran tidak menyiratkan keraguan tentang validitas pengukuran; sebaliknya, pengetahuan tentang ketidakpastian berarti meningkatkan keyakinan terhadap validitas dari hasil pengukuran. Sumber Ketidakpastian. Dalam prakteknya ketidakpastian pada hasil mungkin timbul dari sumber banyak kemungkinan, termasuk definisi lengkap seperti contoh, sampling, efek matriks dan gangguan, kondisi lingkungan, ketidakpastian massa dan volumetrik peralatan, nilai acuan, perkiraan dan asumsi yang tergabung dalam metode pengukuran dan prosedur, dan variasi acak. 86 Ketidakpastian komponen kemudian digabung menjadi ketidakpastian keseluruhan, hal itu mungkin diperlukan untuk mengambil tiap sumber ketidakpastian dan memperlakukan secara terpisah untuk memperoleh kontribusi dari sumber tersebut. Masing-masing kontribusi ketidakpastian disebut sebagai komponen ketidakpastian. Ketika dinyatakan sebagai standar deviasi, komponen ketidakpastian dikenal sebagai ketidakpastian baku. Jika ada hubungan antara setiap komponen maka ini harus diperhitungkan dengan menentukan kovarians tersebut. Namun, seringkali memungkinkan untuk mengevaluasi efek gabungan dari beberapa komponen. Untuk y hasil pengukuran, jumlah ketidakpastian, disebut standar gabungan ketidakpastian dan dinotasikan dengan uc (y), adalah estimasi standar deviasi sama dengan positif akar kuadrat varians total diperoleh menggabungkan semua komponen ketidakpastian, dan dievaluasi, menggunakan hukum propagasi ketidakpastian. Untuk tujuan dalam kimia analitik, ketidakpastian diperluas U, harus digunakan. Ketidakpastian diperluas menyediakan interval di mana nilai besaran ukur dipercaya untuk tingkat keyakinan yang lebih tinggi. U diperoleh dengan mengalikan uc (y), ketidakpastian baku gabungan, dengan cakupan yang faktor k. Pilihan dari k factor berdasarkan tingkat kepercayaan yang diinginkan. Untuk perkiraan tingkat kepercayaan 95%, k adalah 2. k faktor harus selalu dinyatakan sehingga ketidakpastian baku gabungan kuantitas diukur dapat dipulihkan untuk digunakan dalam menghitung standar gabungan keti- 87 dakpastian hasil pengukuran lain yang mungkin tergantung pada kuantitas itu. 7.2 Kesalahan dan Ketidakpastian Penting untuk membedakan antara kesalahan dan ketidakpastian. Kesalahan (error) didefinisikan sebagai perbedaan antara hasil individu dan nilai benar dari besaran ukur. Dengan demikian, kesalahan adalah nilai tunggal. Pada prinsipnya, nilai dari kesalahan dapat diterapkan sebagai koreksi hasil. Kesalahan merupakan konsep ideal dan kesalahan tidak dapat diketahui secara pasti. Ketidakpastian, di sisi lain, mengambil berbagai bentuk, dan, jika diperkirakan untuk analisis prosedur dan jenis sampel yang ditetapkan, berlaku untuk semua penentuan. Secara umum, nilai ketidakpastian yang tidak dapat digunakan untuk memperbaiki hasil pengukuran. Ketidakpastian dari hasil pengukuran tidak boleh ditafsirkan sebagai kesalahan itu sendiri, maupun kesalahan yang tersisa setelah koreksi. Kesalahan dianggap memiliki dua komponen, yaitu komponen random dan komponen sistematis. Kesalahan Random biasanya muncul dari variasi jumlah pengaruh. Efek-efek acak menimbulkan variasi pengamatan berulang. Kesalahan acak dari hasil analisis tidak dapat dikompensasi, tetapi biasanya dapat dikurangi dengan meningkatkan jumlah pengamatan. Standar deviasi eksperimental atau rata-rata seri pengamatan bukanlah kesalahan acak, meskipun begitu disebut dalam beberapa publikasi tentang ketidakpastian. Ini adalah bukan sebuah ukuran dari ketidakpastian dari 88 rata-rata karena beberapa kesalahan acak. Nilai yang tepat dari random error timbul dari efek tidak dapat diketahui. Kesalahan sistematis didefinisikan sebagai komponen kesalahan yang, dalam perjalanan dari sejumlah analisis dari ukur yang sama, tetap konstan atau bervariasi dengan cara yang dapat diprediksi. Ini tidak tergantung dari jumlah pengukuran dibuat dan karenanya tidak dapat dikurangi dengan meningkatkan jumlah analisis di bawah konstan kondisi pengukuran. Efek yang berubah secara sistematis selama rangkaian analisis yang disebabkan, yang disebabkan karena kontrol yang tidak memadai, kondisi eksperimental sehingga menimbulkan kesalahan yang sistematis yang tidak konstan. Ketidakpastian pengukuran merupakan tingkat kesalahan yang tidak diketahui yang tersisa dalam pengukuran. Jika nilai sebenarnya dari kesalahan diketahui, maka itu bukan bagian dari ketidakpastian pengukuran. Sebaliknya, itu harus digunakan untuk memperbaiki hasil pengukuran. Metode untuk menentukan ketidakpastian pengukuran telah dibagi menjadi dua kelas generik yaitu Evaluas Tipe A yang menghasilkan ketidakpastian ditentukan secara statistik berdasarkan distribusi normal dan evaluasi tipe B merupakan ketidakpastian ditentukan dengan cara lain. Ketidakpastian ditentukan melalui evaluasi Tipe A dengan melakukan pengukuran ulang dan menentukan distribusi statistik. Pendekatan ini bekerja terutama untuk kontribusi acak. Pengukuran ulang dengan penyimpangan yang sistematis dari nilai yang benar dikenal memberikan nilai kesalahan yang harus diperbaiki. Namun, ketika 89 mengevaluasi pengukuran yang dihasilkan, efek ketidakpastian sistematis dengan ketidakpastian acak sedemikian rupa sehingga efeknya dapat ditentukan secara statistik. Misalnya, efek suhu dapat menyebabkan peningkatan kebisingan termal acak dalam hasil pengukuran. Evaluasi tipe A didasarkan pada standar deviasi dari pengukuran ulang, yang untuk n pengukuran dengan hasil qk dan nilai rata-rata q, diperkirakan dengan: Standar kontribusi ketidakpastian ui dari pengukuran qk tunggal diberikan oleh: Jika pengukuran n yang rata-rata sama, ini menjadi: Untuk kasus-kasus di mana evaluasi tipe A tidak tersedia atau tidak praktis, dan untuk menutupi kontribusi tidak termasuk dalam tipe A, maka tipe B digunakan. Tentukan kontribusi potensial terhadap total rata-rata ketidakpastian. Tentukan nilai ketidakpastian untuk setiap kontribusi. Kontribusi harus dalam kuantitas yang diukur, bukan kuantitas pengaruh. Untuk setiap kontribusi, memilih distribusi statistik yang diharapkan dan menentukan ketidakpastian standar. Kombinasikan ketidakpastian yang dihasilkan dan dihitung ketidakpastian diperluas. 90 Ketidakpastian baku tipe B, simpangan baku adalah ketidakpastian itu sendiri, namun dikoreksi terhadap distribusi probabilitas nilai tersebut. Beberapa distribusi yang menyumbang ketidakpastian adalah: 1. Distribusi normal Gambar 7.1 menunjukkan kurva yang mengikuti distribusi normal. Gambar 7.1 Kurva distribusi normal Perhitungan ketidakpastian distribution normal: yang mengikuti dimana Ui adalah ketidakpastian diperluas kontribusi dan k adalah faktor cakupan (k = 2 untuk kepercayaan 95%). 91 2. Rectangular distribusi Distribusi rectangular yaitu hasil pengukuran memiliki probabilitas yang sama berada di tempat dalam rentang -ai ke ai. Rumus yang mengikuti distribusi rectangular adalah: Gambar 7.2 Kurva distribusi rectanguler Produsen peralatan ± nilai akurasi (bukan dari anggaran ketidakpastian standar) batas resolusi peralatan. Setiap istilah dimana hanya berkisar maksimal atau kesalahan dikenal. 3. Distribusi berbentuk U Distribusi berbentuk U, hasil pengukuran memiliki kemungkinan yang lebih tinggi menjadi beberapa nilai di atas atau di bawah rata-rata daripada berada di median) 92 Gambar 7.3 Kurva distribusi berbentuk U 93 4. Distribusi triangular Distribusi triangular yaitu distribusi non-normal dengan linear dari maksimum ke nol. contoh: Alternatif untuk persegi panjang atau distribusi normal bila distribusi diketahui di pusat dan memiliki nilai yang diharapkan maksimum. Gambar 7.4 Kurva mengikuti distribusi trianguler 94 Gambar 7.5 Gabungan persamaan dan jenis distribusi Setelah seluruh sumber ketidakpastian diidentifikasi dan hubungan antara sumber yang satu dengan yang lain telah diketahui, serta bagaimana semuanya berpengaruh terhadap ketidakpastian akhir, maka pada tahap ini dilakukan kuantifikasi nilai ketidakpastian yang berasal dari masing-masing sumber. Data ketidakpastian yang berasal dari masing-masing sumber perlu dikonversi terlebih dahulu menjadi ketidakpastian baku (μ) agar dapat digunakan dalam perhitungan ketidakpastian akhir. Berbagai jenis data dan cara konversinya menjadi ketidakpastian baku dapat dicermati dalam Gambar 7.4 7.3 Perhitungan uncertainty) ketidakpastian diperluas (expanded Tahap terakhir dari perhitungan ketidakpastian adalah mengalikan ketidakpastian gabungan (μX) dengan 95 suatu faktor pencakupan (k) ketidakpastia n untuk mendapatkan nilai ketidakpastian diperluas (U) dengan tingkat kepercayaan tertentu. Untuk kebanyakan kasus, disarankan untuk menggunak an nilai k=2 (atau tepatnya 1,96) yang akan memberikan tingkat kepercayaan 95%. Tapi ini hanya berlaku jika nilai perhitungan ketidakpastian gabungan didasarkan pada data dengan derajat bebas efektif yang cukup besar (≥ 6). Jika derajat bebas efektif kecil (< 6), maka perlu nilai k yang lebih besar, yang dapat diperoleh dari nilai t-student. Gambar 7.6 Jenis-jenis sumber ketidakpastian dan cara konversinya untuk mendapatkan ketidakpastian baku (μ) Terdapat dua kategori komponen ketidakpastian yakni: 1. Tipe A yaitu ketidakpastian berdasarkan pekerjaan eksperimental dan dihitung dari rangkaian berulang. 96 2. Tipe B yaitu ketidakpastian berdasarkan informasi/ data yang dapat dipercaya, contoh: sertifikat. Ketidakpastian baku (μ) untuk tipe A diperoleh melalui persamaan: Dimana: s adalah simpangan baku dan n adalah jumlah pengamatan. Sedangkan untuk ketidakpastian baku tipe B, simpangan baku adalah ketidakpastian itu sendiri, namun perlu dikoreksi terhadap distribusi probabilitas nilai tersebut. Ketidakpastian baku (μ) untuk tipe A diperoleh melalui persamaan: Dimana: s adalah simpangan baku dan n adalah jumlah pengamatan. Sedangkan untuk ketidakpastian baku tipe B, simpangan baku adalah ketidakpastian itu sendiri, namun perlu dikoreksi terhadap distribusi probabilitas nilai tersebut. • Untuk distribusi normal dengan tingkat kepercayaan 95%, Μ (x) = • Untuk distribusi normal dengan tingkat kepercayaan 99%, Μ (x) = • Untuk distribusi rectangular, • Untuk distribusi triangular, 97 7.4 Penentuan Estimasi Ketidakpastian Pengukuran Pembuatan Larutan Standar Cd 1000 mg/L • Pembuatan larutan standar Cd 1000 mg/L • Cara kerja sesuai SNI: • Logam Cd dibersihan lapisan luar dari oksidanya, kemudian dilarutkan dengan asam nitrat dan dimasukkan dalam labu ukur 1000 mL, ditambahkan aquabides sampai batas. Langkah 1: Langkah 2: 98 Dimana C Cd = 1000 = m = P = V = konsentrasi larutan standar yang dibuat factor konversi mL ke L berat logam (mg) kemurnian logam volume larutan standar yang dibuat Langkah 3: Menentukan sumber-sumber ketidakpastian dengan menggunakan diagram tulang ikan seperti Gambar 7.6. Gambar 7.7 Diagram tulang ikan penentuan konsentrasi Cd Menentukan nilai ketidakpastian masing-masing sumber kesalahan: 1. Ketidakpastian dari kemurnian bahan (P) Kemurnian bahan logam (Cd) yang didapatkan dari sertifikat bahan adalah 99.99 ± 0.01% atau 0,9999 ± 0.0001. Karena tidak ada tambahan informasi, maka 99 untuk menentukan nilai ketidakpastian mengikuti distribusi rectangular. Ketidakpastian dari kemurnian bahan ditentukan dengan mengambil nilai 0,0001 dibagi dengan 2. 3. . Mass m Ketidakpastian yang terkait dengan massa kadmium diperkirakan dengan menggunakan data dari sertifikat kalibrasi dan rekomendasi pabrikan estimasi ketidakpastian, 0,05 mg. Volume V • Kalibrasi Pabrikan mengutip volume untuk botol 100 ml ± 0,1 ml diukur pada suhu 20 °C. Nilai ketidakpastian diberikan tanpa tingkat kepercayaan atau informasi distribusi, sehingga asumsi yang diperlukan. Di sini, ketidakpastian standar dihitung dengan asumsi distribusi trianguler. Sebuah distribusi trianguler dipilih, karena dalam proses produksi yang efektif, nilai nominal lebih mungkin dibandingkan ekstrem. Distribusi yang dihasilkan lebih baik diwakili oleh distribusi triaguler daripada distrbusi rectangular. • Repeatability Serangkaian percobaan sebanyak sepuluh kali menggunakan labu uku 100 mL memberikan standar deviasi 0,02 mL. 100 Temperature Menurut produsen labu ukur 100 mL telah dikalibrasi pada suhu 20 °C, sedangkan suhu laboratorium bervariasi antara batas ±4 °C. Koefisien ekspansi volume air adalah 2,1 × 10-4 °C1. Ketidakpastian volume dihitung mengikuti asumsi distribusi rectanguler: = 0,05 mL u (V) = Ketiga sumber ketidakpastian digabung memberikan standar ketidakpastian volume. u (V) = √ Tabel 7.1 Simbol P m V sehingga = 0,07 mL Nilai dan ketidakpastian Deskripsi Nilai (x) Ketidakpastian standar u (x) Kemurnian logam Berat logam Volume labu ukur 0,9999 0,000058 Ketidakpastian standar relative u(x)/x 0,000058 100,28 mg 100 mL 0,05 mg 0,0005 0,07 mL 0,0007 101 Gambar 7.8 Perbandingan penyumbang ketidakpastian Perhitungan kombinasi standar ketidakpastian Setiap komponen penyumbang ketidakpastian digabung dengan menggunakan persamaan: uC (Cd) = C Cd x 0,0009 = 1002,7 mg/L x 0,0009 = 0,9 mg/L 102 Ketidakpastian yang diperluas U (C Cd) diperoleh dengan mengalikan dengan factor 2, sehingga: U (C Cd) = 2 x 0,9 mg/L = 1,8 mg/L Penulisan hasil: 1002.7 ± 1,8 mg/L Distribusi rectangular digunakan ketika sertifikat atau spesifikasi tanpa mencantumkan tingkat kepercayaan seperti 25 mL ± 0,005 mL, maka ketidakpastiannya adalah: u(x) = , bentuk distribusinya seperti pada Gambar 7.8 Gambar 7.9 Distribusi rectangular Distribusi triangular digunakan jika informasi yang tersedia mengenai x lebih rendah daripada distribusi trianguler. Nilai dekat dengan x lebih mungkin dibandingkan dekat batas. Distribusi triangular mengikuti Gambar 7.9 103 Gambar 7.10 Distribusi trianguler (A) 104 (B) (C) Gambar 7.11 Jenis-jenis distribusi (A) bentuk distribusi uniform (B) bentuk distribusi rectanguler dan (C) distribusi trianguler 105 Gambar 7.10 menunjukkan bahwa masing-masing distribusi tergantung pada pengaruh yang disebabkan oleh bahan, alat, personil dan lain-lain. Beberapa perubahan yang menyebabkan kesalahan yang signifikan adalah: 1. Perubahan suhu secara bertahap selama analisis kimia dapat mengakibatkan perubahan progresif pada hasil pengujian. 2. Sensor dan probe yang menunjukkan efek penuaan dapat menyebabkan kesalahan sistematis memperkenalkan non-konstan. Hasil pengukuran harus dikoreksi untuk semua kesalahan sistematis. Ketidakpastian berhubungan dengan standar-standar dan bahan dan ketidakpastian dalam koreksi masih harus diperhitungkan. Salah satu jenis kesalahan adalah kesalahan palsu. Kesalahan jenis ini membatalkan sebuah pengukuran dan biasanya timbul melalui manusia atau kerusakan instrumen. Perpindahan angka, pencatatan data, gelembung udara yang bersarang pada sel spektrofotometer, atau disengaja kontaminasi silang dari contoh uji merupakan contoh umum dari jenis kesalahan ini. Pengukuran kesalahan seperti ini telah terdeteksi dan harus ditolak dan tidak ada upaya yang dilakukan untuk menggabungkan kesalahan ke dalam setiap analisis statistik. Namun, kesalahan seperti perpindahan data terutama jika terjadi pada angka utama masih dapat diperbaiki. Ketidakpastian diestimasi dengan menggunakan panduan ini tidak dimaksudkan untuk memungkinkan kemungkinan palsu kesalahan. Salah satu contoh 106 penentuan estimasi ketidakpastian adalah penentuan kadar nikel dengan spektrofotometer UV-Vis. Perhitungan estimasi ketidakpastian pengukuran dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa data pengukuran kadar nikel dalam natrium hidroksida adalah akurat serta metode spektrofotometri yang digunakan memberikan hasil yang valid. Perhitungan nilai ketidakpastian pengukuran ditentukan dari parameter sumber-sumber kesalahan yang digambar dalam diagram tulang ikan. Diagram tulang ikan akan memberikan informasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran kadar nikel. Penetapan diagram tulang ikan Sumber-sumber ketidakpastian ditunjukkan pada diagram tulang ikan sebagai berikut: Gambar 7.12 Diagram tulang ikan penentuan konsentrasi nikel (Ni) 107 Penentuan Ketidakpastian Baku 1. Ketidakpastian dari m sampel Neraca analitik yang digunakan untuk penimbangan mempunyai nilai ketidakpastian sebesar 0,1x g, estimasi ketidakpastian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Keterangan: : ketidakpastian kalibrasi Qu : ketidakpastian tertera k : suatu ketetapan Sumber ketidakpastian sampel selain berasal dari ketidakpastian baku, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi ketidakpastian misalnya dari faktor banyaknya penimbangan maka ketidakpastian dari masing-masing sumber tersebut dapat digabungkan dan dinyatakan dalam ketidakpastian gabungan yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : √ √ Keterangan : µc : ketidakpastian gabungan 2. Ketidakpastian dari labu takar 25 mL Labu takar 25 mL yang digunakan dalam analisis kadar nikel mempunyai nilai ketidakpastian sebesar ±0,04 mL yang diukur pada suhu 24ºC, maka nilai ketidakpastian baku dari labu takar ini termasuk dalam distribusi rectangular sehingga estimasi 108 ketidakpastian baku dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Keterangan : : Ketidakpastian kalibrasi Qu : Ketidakpastian yang tertera pada labu takar 500 mL k : Suatu ketetapan Pada penentuan ketidakpastian labu takar 25 mL, sumber-sumber kesalahan tidak hanya berasal dari satu faktor saja melainkan ada faktor lain yang mempengaruhi seperti ketidakpastian efek temperatur. Untuk menghitung nilai ketidakpastian efek temperature maka dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Keterangan : µET : ketidakpastian efek temperatur V : volume alat gelas ∆T : perbedaan temperatur α : ketetapan Beberapa sumber nilai ketidakpastian yang ada seperti ketidakpastian baku dan ketidakpastian efek temperatur maka kedua sumber ketidakpastian ini digabungkan yang dinyatakan dalam ketidakpastian gabungan sehingga nilai ketidakpastian gabungan dari labu ukur 25 mL adalah sebagai berikut: 109 √ √ Keterangan : µc(LT) : ketidakpastian gabungan labu takar 3. Ketidakpastian dari labu takar 100 mL Labu takar 100 mL yang digunakan dalam analisis kadar nikel mempunyai nilai ketidakpastian sebesar ±0,1 mL yang diukur pada suhu 23,1ºC, maka nilai ketidakpastian baku dari labu takar ini termasuk dalam distribusi rectangular sehingga estimasi ketidakpastian baku dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Keterangan : : ketidakpastian kalibrasi Qu : ketidakpastian yang tertera pada labu takar 100 mL k : suatu ketetapan Penentuan ketidakpastian labu takar 100 mL, sumber-sumber kesalahan tidak hanya berasal dari satu faktor saja melainkan ada faktor lain yang mempengaruhi seperti ketidakpastian efek temperatur. Untuk menghitung nilai ketidakpastian efek temperatur maka dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : 110 Keterangan : µET : ketidakpastian efek temperatur V : volume alat gelas ∆T : perbedaan temperatur α : ketetapan Beberapa sumber nilai ketidakpastian yang ada seperti ketidakpastian baku dan ketidakpastian efek temperatur maka kedua sumber ketidakpastian ini digabungkan yang dinyatakan dalam ketidakpastian gabungan sehingga nilai ketidakpastian gabungan dari labu ukur 100 mL adalah sebagai berikut: √ √ Keterangan : µc(LT) : ketidakpastian gabungan labu takar 4. Ketidakpastian dari labu takar 1000 mL Labu takar 1000 mL yang digunakan dalam analisis kadar nikel mempunyai nilai ketidakpastian sebesar ±0,385 mL yang diukur pada suhu 24ºC, maka nilai ketidakpastian baku dari labu takar ini termasuk dalam distribusi rectangular sehingga estimasi ketidakpastian baku dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Keterangan : : ketidakpastian kalibrasi Qu : ketidakpastian yang tertera pada labu takar 1000 mL 111 k : suatu ketetapan Penentuan ketidakpastian labu takar 1000 mL, sumber-sumber kesalahan tidak hanya berasal dari satu faktor saja melainkan ada faktor lain yang mempengaruhi seperti ketidakpastian efek temperatur. Untuk menghitung nilai ketidakpastian efek temperature maka dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Keterangan: µET : ketidakpastian efek temperatur V : volume alat gelas ∆T : perbedaan temperatur α : ketetapan Beberapa sumber nilai ketidakpastian yang ada seperti ketidakpastian baku dan ketidakpastian efek temperatur maka kedua sumber ketidakpastian ini digabungkan yang dinyatakan dalam ketidakpastian gabungan sehingga nilai ketidakpastian gabungan dari labu ukur 25 mL adalah sebagai berikut : √ √ Keterangan : µc(LT) : ketidakpastian gabungan labu takar 5. Ketidakpastian dari pipet volume 2 mL Pipet volume 2 mL yang digunakan dalam analisis kadar nikel mempunyai nilai ketidakpastian sebesar ±0,0001 mL yang diukur pada suhu 24,1ºC, maka 112 nilai ketidakpastian baku dari pipet volume ini termasuk dalam distribusi rectangular sehingga estimasi ketidakpastian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Keterangan : : ketidakpastian kalibrasi Qu : ketidakpastian yang tertera pada pipet volume 2 mL K : suatu ketetapan Penentuan ketidakpastian pipet volume 2 mL, sumber-sumber kesalahan tidak hanya berasal dari satu faktor saja melainkan ada faktor lain yang mempengaruhi seperti ketidakpastian efek temperatur. Untuk menghitung nilai ketidakpastian efek temperatur maka dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Keterangan : µET : ketidakpastian efek temperatur V : volume alat gelas ∆T : perbedaan temperatur α : ketetapan Beberapa sumber nilai ketidakpastian yang ada seperti ketidakpastian baku dan ketidakpastian efek temperatur maka kedua sumber ketidakpastian ini digabungkan yang dinyatakan dalam ketidakpastian 113 gabungan sehingga nilai ketidakpastian gabungan dari pipet volume 2 mL adalah sebagai berikut: √ √ Keterangan : µc(p) : ketidakpastian gabungan pipet volum 2 mL 6. Ketidakpastian dari pipet volume 10 mL Pipet volume 10 mL yang digunakan dalam analisis kadar nikel mempunyai nilai ketidakpastian sebesar ±0,05 mL yang diukur pada suhu 24,5ºC, maka nilai ketidakpastian baku dari pipet volume ini termasuk dalam distribusi rectangular sehingga estimasi ketidakpastian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Keterangan : : ketidakpastian kalibrasi Qu : ketidakpastian yang tertera pada pipet volum 10 mL k : suatu ketetapan Pada penentuan ketidakpastian pipet volume 10 mL, sumber-sumber kesalahan tidak hanya berasal dari satu faktor saja melainkan ada faktor lain yang mempengaruhi seperti ketidakpastian efek temperatur. Untuk menghitung nilai ketidakpastian 114 efek temperatur maka dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Keterangan : µET : ketidakpastian efek temperatur V : volume alat gelas ∆T : perbedaan temperatur α : ketetapan Beberapa sumber nilai ketidakpastian yang ada seperti ketidakpastian baku dan ketidakpastian efek temperatur maka kedua sumber ketidakpastian ini digabungkan yang dinyatakan dalam ketidakpastian gabungan sehingga nilai ketidakpastian gabungan dari pipet volume 10 mL adalah sebagai berikut: √ √ Keterangan : µc(p) : ketidakpastian gabungan pipet volum 10 mL 7. Ketidakpastian kemurnian standar Ni Kemurnian standar Ni yang diketahui dari label bahan adalah 999 ± 2 ppm. m 8. Ketidakpastian dari kurva kalibrasi Diketahui persamaan regresi linier dari kurva kalibrasi standar Ni yaitu y = 0,038x-0,001 dengan data sebagai berikut: 115 Tabel 7.2. Sumber ketidakpastian kurva kalibrasi Konsentrasi (ppm) 0,0 0,5 1,0 2,0 Absorbansi (y) 0,000 0,018 0,036 0,077 yi -0,001 0,018 0,037 0,075 S(y/x) = = √ √ | | 0,001 0,000 -0,001 0,002 (y-yi)2 0,000001 0,000000 0,000001 0,000004 (y-yi)2 = 0,000006 = 3,0 x 10-6 Untuk menghitung Y sampel NaOH 32% = 0,0308 dari persamaan y = 0,038x – 0,001 didapat Cx = 1,1949 ppm. 9. Ketidakpastian dari repeatabilitas Dari data sampel natrium hidroksida 32% diperoleh data uji repeatabilitas dengan nilai standar deviasi (sd) = 0,0088 pengulangan 7 kali. sehingga μ repeatabilitas = sd/√ n = 0,0088 / √ 7 = 3,32 10. Penentuan estimasi ketidakpastian gabungan penentuan kadar nikel Sumber-sumber ketidakpastian pada penentuan kadar nikel dengan metode spektrofotometri adalah ketidakpastian penimbangan, ketidakpastian pengenceran, ketidakpastian volume, ketidakpastian dari bahan, kurva kalibrasi dan repeatabilitas. Penentuan nilai ketidakpastian hasil pengujian secara 116 keseluruhan dapat diperoleh dengan menentukan ketidakpastian gabungan. Tabel 7.3 Sumber ketidakpastian NaOH32% kadar KP Asal Nilai x Satuan µ (x) Penimbangan Kemurnian Labu takar Labu takar Labu takar Pipet vol. 2 mL Pipet vol. 10 mL Kurva kalibrasi Repeatabilitas 10,0257 999 1000 100 25 2 10 gram ppm mL mL mL mL mL 8,16x 1,1547 0,2532 0,0621 0,0233 1,1949 1 ppm Ni dalam µ x/x 1,15x10-3 2,53x 9,32x 1,12x 0,0288 Keterangan : µ (x) : ketidakpastian baku µ x/x : ketidakpastian standar relatif Nilai ketidakpastian standar relatif (µ x/x) merupakan nilai yang diperoleh dari ketidakpastian baku masing-masing sumber yang dibagi dengan nilai yang diukur, misalkan pada penggunaan alat labu ukur 100 mL maka nilai ketidakpastian standar relative ditentukan dengan nilai ketidakpastian baku dibagi 100. Rumus yang digunakan untuk menentukan kadar nikeladalah sebagai berikut : Kandungan Ni = 117 = = 0,0794 ppm Keterangan : A = Konsentrasi blanko (µg) B = Konsentrasi sampel (µg) C = Berat sampel (g) = 3,72 11. Ketidakpastian Diperluas, α = 95% Nilai ketidakpastian diperluas ditentukan dengan menggunakan nilai ketidakpastian gabungan dikali dengan faktor cakupan (k) dan karena menggunakan tingkat kepercayaan 95% maka nilai faktor cakupan (k) yang digunakan dalam perhitungan ketidakpastian diperluas adalah 1,96 atau 2 dengan hasil sebagai berikut: = 2 x 3,72 = 0,00074 Hasil nilai ketidakpastian pada sampel natrium hidroksida 32% diperolah sebesar 0,00074. Sampel 118 natrium hidroksida 48% dan 98% data hasil perhitungannya dapat dilihat dalam lampiran. Ukuran ketidakpastian ini perlu untuk mengetahui kemungkinan yang terjadi atau untuk memenuhi kemungkinan yang memadai bahwa nilai hasil uji berada dalam rentang yang diberikan oleh ketidakpastian. 12. Pelaporan Hasil Uji Nilai dari estimasi ketidakpastian dalam penentuan kadar nikel pada sampel natrium hidroksidadapat dilihat dalam Tabel 7.4. Tabel 7.4 No 1 2 3 Hasil nilai ketidakpastian kadar Nikel pada natrium hidroksida Sampel natrium hidroksida 32% 48% 98% Kadar Ni (ppm) Estimasi ketidakpastian Hasil analisis 0,0794 0,2079 0,9895 0,00076 0,0336 0,9895 0,0794± 0,00074 0,2079 ± 0,0336 0,9895 ± 0,0960 Nilai ketidakpastian ini menunjukkan besarnya tingkat kesalahan yang terjadi dalam penentuan kadar nikel pada natrium hidroksida dengan spektrofotometer UV-Vis. Nilai ketidakpastian pada sampel natrium hidroksida 32% menunjukkan nilai paling rendah dibandingkan pada sampel natrium hidroksida48% dan 98%. Hal ini berarti dapat dikatakan bahwa untuk sampel natrium hidroksida 32% memberikan hasil yang teliti karena nilai 119 ketidakpastiannya terlalu kecil sehingga tingkat kasalahan yang terjadi saat analisis kecil. Namun, sampel natrium hidroksida 48% dan 98% nilai ketidakpastiannya juga masih dibawah konsentrasi nikel dalam sampel sehingga untuk ketiga sampel natrium hidroksida masih memberikan hasil yang teliti. Contoh: Penentuan Estimasi Ketidakpastian Pengukuran Pada Analisis Cr-T Pada Air Limbah Dengan FAAS 1. Bagan prosedur kerja 2. Rumus: Cs = C x fp Cs = Konsentrasi Cr dalam sampel (mg/L) C = Konsentrasi Cr dari sampel dengan FAAS setelah diplot dalam kurva kalibrasi (mg/L) fp = Faktor pengenceran 120 3. Diagram tulang ikan Gambar 7.13 Diagram tulang ikan analisis Cr-T pada air limbah dengan FAAS 4. Penentuan estimasi Mencari ketidakpastian pengukuran (V) µkalibrasi = 0.122/√ 3 = 0.070439 mL µsuhu = (100 mL x 3oC x 2.1 . 10-4 C-1)/√ 3= 0.036374 mL µ(V) = √ (µkalibrasi)2 + (µsuhu)2 µ(V) = √ (0.070439)2 + (0.036374)2 µ(V) = √ 0.006285 = 0.0793 mL Mencari ketidakpastian pengukuran (C) Tabel 7.5 Data hasil pengukuran larutan standar No 1 2 3 4 Konsentrasi Cr 0.5 1 2 4 1 0.0043 0.0088 0.0168 0.0295 Absorbansi 2 3 0.0067 0.0055 0.0095 0.0085 0.0154 0.0177 0.0301 0.0261 121 Rata-rata 0.0055 0.0089 0.0166 0.0286 No Konsentrasi Cr 6 8 10 15 Absorbansi 5 6 7 8 1 0.0463 0.0547 0.0715 0.1065 Absorbansi 2 3 0.0367 0.0358 0.0586 0.0598 0.0799 0.077 0.1045 0.1086 Rata-rata 0.0396 0.0577 0.0761 0.1065 0.15 0.1 0.05 0 0 5 10 15 20 Konsentrasi Cr (mg/L) Gambar 7.14 Kurva kalibrasi larutan standar Cu Tabel 7.6 No 1 2 3 4 5 6 7 8 x 0.5 1 2 4 6 8 10 15 Data penentuan ketidakpastian kurva kalibrasi Cu y 0.0055 0.0089 0.0166 0.0286 0.0396 0.0577 0.0761 0.1065 yi 0.004893 0.008426 0.015493 0.029627 0.043761 0.057895 0.072029 0.107364 122 y-yi 0.000608 0.000474 0.001107 -0.00103 -0.00416 -0.0002 0.004071 -0.00086 Jumlah S2 Var x u(x) (y-yi)2 3.69056E-07 2.24676E-07 1.22545E-06 1.05473E-06 1.73139E-05 3.8025E-08 1.6573E-05 7.46496E-07 3.75454E-05 6.25757E-06 0.125288357 0.353960954 Slope S2 = 0,007067 dan intercept = 0,001359 = ∑ (y-yc)2/(n-2) dimana n adalah jumlah standar, dalam hal ini 8 = (3.75454E-05)/(8-2) = 6.25757E-06 Var (x) = = = = S2/b2 dimana b = slope 6.25757E-06/(0,007067)2 6.25757E-06/4.99453E-05 0.125288357 u (x,y) = √var (x) = √ 0.125288357 = 0.353960954 Mencari ketidakpastian pengukuran (fd) Pipet volume 10 mL dan labu ukur 100 mL µ (fd) = 100 x √ µ(V 10 mL)2/102 + µ(V 100 mL)2/1002 Pipet ukur 10 mL µkalibrasi = 0.065/√ 3 = 0.037529 mL µsuhu = (10 mL x 2oC x 2.1 . 10-4 C-1)/ √ 3= 0.002425 mL µ(V) = √ (µkalibrasi)2 + (µsuhu)2 µ(V) = √ (0.037529)2 + (0.002425)2 µ(V) = √ 0.001414 = 0.0376 mL Labu ukur 100 mL µkalibrasi = 0.122/√ 3 = 0.070439 mL µsuhu = (100 mL x 3oC x 2.1 . 10-4 C-1)/ √ 3= 0.036374 mL µ(V) = √ (µkalibrasi)2 + (µsuhu)2 123 µ(V) µ(V) µ (fd) µ (fd) = = = = √ (0.070439)2 + (0.036374)2 √ 0.006285 = 0.0793 mL 100 x √ (0.0376)2/102 + (0.0793)2/1002 0.384 Mencari Cs Cs = C x fp Cs = 14.673 x 1 mg/L Cs = 14.673 mg/L Mencari relatif standar ketidakpastian Tabel 7.7 Daftar sumber ketidakpastian Simbol Cs V Fd Cregresi Nilai (X) 0.673 100 100 14.673 µ (X) Ketidakpastian standar relatif 0.0793 0.384 0.353960954 0,000793 0,00384 0,024123 Unit mg/L mL mL mg/L Mencari µ gabungan µ Cs = Cs x √ (0,000793)2 + (0,00384)2 + (0,024123)2 = 14,673 x √ (0,000793)2 + (0,00384)2 + (0,024123)2 = 14,673 x √ (0,000000630) + (0,00001475) + (0,0005819328) = 14,673 x √ (0,0005973128) = 14,673 x 0,024439984 = 0,3586 mg/L 124 Ketidakpastian diperluas U (Cs) = 2x µ Cs U (Cs) = 2x 0,3586 mg/L U (Cs) = 0.7172 mg/L Cara penulisan hasil untuk pelaporan Cs Cr = 14,673 ± 0,7172 mg/L Penentuan Estimasi Ketidakpastian Pengukuran Pada Analisis NO3 (Nitrat) Pada AMDK Dengan Spektrofotometer UV-Vis SNI 01-3554-2006 Butir 2.8 1. Bagan prosedur kerja Gambar 7.15 Prosedur kerja penentuan nitrat 125 2. Rumus: Cs = C x fp Cs = Konsentrasi NO3 dalam sampel (mg/L) C = Konsentrasi NO3 dari sampel dengan Spektrofotometer UV-Vis pada 220 dan 275 nm (mg/L) fp = Faktor pengenceran 3. Diagram tulang ikan Gambar 7.16 Diagram tulang ikan penentuan konsentrasi nitrat 4. Penentuan estimasi Mencari ketidakpastian pengukuran ketidakpastian (V) µkalibrasi= 0.059/√3 = 0.059/1,73205mL = 0,034063 mL µsuhu= (50 mL x 3oC x 2.1 . 10-4 C-1)/ √3= 0.018187 mL µ(V) = √ (µkalibrasi)2 + (µsuhu)2 µ(V) = √ (0,034063)2 + (0.018187)2 µ(V)=√1,1602879x 10-3 + 3,3076 x 10-4= 0.038614 mL 126 Mencari ketidakpastian pengukuran (C) Tabel 7.8 Data larutan standar nitrat Standar NO3 (mg/L) 0 1 2 3 4 5 A (220 nm) 0 0.261 0.472 0.732 0.927 1.161 Absorbansi 1.5 A (220 nm)- A (275 nm) 0 0.260 0.470 0.729 0.923 1.156 A (275 nm) 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 y = 0.2294x + 0.0162 R2 = 0.9986 1 0.5 0 0 1 2 3 4 5 6 Konsentrasi NO3 (mg/L) Gambar 7.17 Kurva kalibrasi penentuan nitrat Tabel 7.9 C 0 1 2 3 4 5 Data perhitungan LOD dan LOQ Yi 0 0.260 0.470 0.729 0.923 1.156 Yc 0.0162 0.2456 0.4750 0.7044 0.9338 1.1632 Yi-Yc -0.0162 0.0144 -0.0050 0.0246 -0.0108 -0.0072 Jumlah 127 (Yi-Yc)2 0.00026244 0.00020736 0.00002500 0.00060516 0.00011664 5.184E-05 0.00126844 Slope : 0,2294 Relatif standar deviasi S y/x = √ 0.00126844/(6-2) S y/x = √ 0.00126844/4 S y/x = √ 0,000317 S y/x = 0,01781 u(x) = (S y/x) /slope u(x) = 0,01781 /0,2294= 0,07764 Mencari Cs Cs = C x fp Cs = 0.884 x 1 mg/L Cs = 0.884 mg/L Repeatabilitas dan Recovery dari Validasi Metode SNI 01-3554-2006 Butir 2.8 Tabel 7.10 Perhitungan repeatabilitas dan recovery Analit NO3 Repeatabilitas (RSD %) 1,78 Horwitz (CV=%) 10,592 Recovery (%) 101,89 Mencari relatif standar ketidakpastian Tabel 7.11 Penentuan relatif standar ketidakpastian Simbol Cs V C regresi Rep Rec Nilai (X) µx Ketidakpastian standar relatif (µx/X) Unit 0.884 50 0.884 0.038614 0,07764 0.000772 0.087828 mg/L mL mg/L 1 1.019 0.017800 0.012347 0.017800 0.012117 - 128 Diagram kontribusi masing-masing Gambar 7.18 Diagram kostribusi masing-masing ketidakpastian Mencari µ gabungan µ Cs = Cs x √ (0.000772)2 + (0.087828)2 + (0.017800)2 + (0.012117)2 = 0.884 x √ (0.000772)2 + (0.087828)2 + (0.017800)2 + (0.012117)2 = 0.884x √(5.95984E-07) + (7,71375E-03) + (0.00031684) + (0.000146822) = 0.884 x √ (0.008178) = 0.884 x 0.090432 = 0.0799422 mg/L 5. Ketidakpastian diperluas U (Cs) = 2x µ Cs U (Cs) = 2x 0.0799422 mg/L U (Cs) = 0.15988 mg/L 6. Cara penulisan hasil untuk pelaporan Cs NO-3 = 0.884 ± 0,15988 mg/L 129 7.5 Estimasiketidakpastian dari berat molekul Komisi Berat Atom dan Kelimpahan Isotop dari IUPAC (Commission on Atomic Weigiht and Isotopic Abundances) telah melaporkan dalam Jurnal Pure Appl. Chem. Vol. 69, pp 2471-2471 (1997) daftar elemen dengan berat atom dan ketidakpastian terkait (associated uncertainty). Beberapa contoh elemen disampaikan pada Tabel 7.12. Tabel 7.12 Daftar berat atom dan ketidakpastian terkait Nama elemen Simbol Berat Atom Hidrogen Karbon Nitrogen Oksigen Flor Natrium Magnesium Aluminium Phospor Sulfur Klor Kalium Kalsium Krom Mangan Besi Kobalt Nikel Tembaga Zeng Arsen Brom Perak Kadmium H C N O F Na Mg Al P S Cl K Ca Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn As Br Ag Cd 1,00794 12,0107 14,00674 15,9994 18,9984032 22,989770 24,3050 26,981538 30,973761 32,066 35,4527 39,0983 40,078 51,9961 54,938049 55,845 58,933200 58,6934 63,546 65,39 74,92160 79,904 107,8682 112,411 130 Ketidakpastian terkait 0,00007 0,0008 0,00007 0,0003 0,0000005 0,000002 0,0006 0,000002 0,000002 0,006 0,0009 0,0001 0,004 0,0006 0,000009 0,002 0,00009 0,0002 0,003 0,02 0,00002 0,001 0,0002 0,008 Nama elemen Simbol Berat Atom Stannum (Tin) Antimon Iodin Barium Merkuri Timbal (Lead) Sn Sb I Ba Hg Pb 118,710 121,760 126,90447 137,327 200,59 207,2 Ketidakpastian terkait 0,007 0,001 0,00003 0,007 0,02 0,1 Daftar lengkap elemen dan keptidakpastiannya dapat dilihat di website: http://www.chem.qmw.ac.uk/iupac/At Wt/ Contoh: A. Penentuan Berat Molekul KMnO4 dan Ketidakpastiannya 1. Membuat daftar berat atom dan ketidakpastiannya (dari IUPAC) sebagai berikut: Tabel 7.13 Penentuan ketidakpastian masing elemen KMnO4 Elemen K Mn O Berat Atom (e) 39,0983 54,938049 15,9994 Ketidakpastian melekat u(e) 0,0001 0,000009 0,0003 standar masing Ketidakpastian Standar u(e)/√3 0,000058 0,0000052 0,00017 Keterangan: √3 digunakan karena Ketidakpastian Melekat dari IUPAC mengikuti distribusi rectangular. 131 2. Menghitung berat molekul KMnO4: Mr KMnO4 = 39,0983 + 54,938049 + (4x15,9994) = 158,0339 g/mol 3. Menghitung Ketidakpastian berat molekul KMnO4 U (Mr KMnO4) = √ = 0,0007 g/mol B. Penentuan Berat Molekul KHP atau C8H5O4K dan ketidakpastiannya Daftar ketidakpastian dan ketidakpastian standar dari C8H5O4K 1. Tabel 7.14 Penentuan ketidakpastian masing elemen C8H5O4K Elemen C H O K 2. Berat Atom (e) 12,0107 1,00794 15,9994 39,0983 Ketidakpastian melekat u(e) 0,0008 0,00007 0,0003 0,0001 standar masing Ketidakpastian Standar u(e)/√3 0,00046 0,000040 0,00017 0,000058 Menghitung berat molekul C8H5O4K: Mr C8H5O4K = (8x 12,0107) + (5x1,00794) (4x15,9994) + (39,0983 = 204,2212 g/mol 3. Menghitung Ketidakpastian berat molekul C8H5O4K: U (Mr C8H5O4K) = √ = 0,0038 g/mol 132 + 7.6 Penentuan Kalibrasi Estimasi Ketidakpastian dari Kurva Persamaan regresi liner y=bx+a, dimana a dan b diperoleh melalui persamaan: dan Misalkan diketahui data: Tabel 7.15 Perhitungan penentuan slope dan intersep No. 1 2 3 Jumlah Rata-rata x 5 50 200 255 85 y 125 1197 4754 6076 2025,333 xy 625 59850 950800 1011275 x2 25 2500 40000 42525 Dimana: Persamaan y = bx+a sehingga menjadi y = 23,732x+8,102 Dari persamaan regresi di atas dapat dihitung yc dengan memasukkan nilai x, hasil perhitungan ditunjukkan pada Tabel 7.16. 133 Tabel 7.16 Perhitungan penentuan ketidakpastian kurva kalibrasi X 5 50 200 y 125 1197 4754 Kemudian ditentukan kalibrasi sebagai berikut: S2 (y-yc)2 3,10672 5,25036 0,27961 yc 126,76259 1194,7086 4754,5288 ketidakpastian dari kurva = ∑ (y-yc)2/(n-2) dimana n adalah jumlah standar, dalam hal ini 3 = (3,10672+5,25036+0,27961)/(3-2) = 8,63669 Var (x) = S2/b2 dimana b = slope = 8,63669/(23,731343)2 = 0,0153346 u (x,y) = √var (x) = √ 0,0153346 = 0,124 Contoh 2: Tabel 7.17 Perhitungan penentuan ketidakpastian kurva kalibrasi logam Cu dengan AAS Xi Yi Yc (Yi-Yc) (Yi-Yc)2 0 0.006 -0.00746 0.01346 0.000181 1 0.036 0.037649 -0.00165 2.72E-06 2 0.076 0.082758 -0.00676 4.57E-05 134 Xi Yi Yc (Yi-Yc) (Yi-Yc)2 4 0.175 0.172976 0.002024 4.1E-06 6 0.242 0.263194 -0.02119 0.000449 8 0.355 0.353412 0.001588 2.52E-06 10 0.458 0.44363 0.01437 0.000206 12 0.532 0.533848 -0.00185 3.42E-06 Jumlah 0.000895 0.6 y = 0.045109x - 0.00746 R² = 0.996 0.5 0.4 Yi 0.3 0.2 0.1 0 -0.1 0 2 4 6 8 10 12 14 Xi Gambar 7.19 Kurva kalibrasi untuk penentuan ketidakpastian y S2 Var X Var X μ(X,Y) = = = = = 0,045109x-0,00746 0.000895/6 = 0,0001492 S2/b2 0,0001492/(0,045109)2 = 0,0001492/0,002035 √0,073317 = 0,27077 Nilai x diperoleh dengan memasukkan absorbansi rata-rata sampel = 0,2142. Konsentrasi dapat dihitung 135 dengan rumus y = 0,045109x – 0,00746 Jika Y dimasukkan 0,2142 = 0,045109x – 0,00746 maka x = 4,9139 mg/L. Ketidakpastian standar relatif (µx/x) adalah = 0,27077/4,9139 = 0,055102 mg/L. 136 APVMA, (2004). Guidelines For The Validation Of Analytical Methods For Active Constituent, Agricultural And Veterinary Chemical Product. Kingston APVMA:Australia. Bievre, P., and Gunzler, H., (1998). Eurachem Guidance Document. The Fitness for Purpose of Analytical Methods, a Laboratory Guide to Method validation and Related Topics. London: Laboratory of the Government Chemists. Chan, C.C., H.L.Y.C. LEE, X. Zhang, (2004). Analytical Method Validationand Instrumental Performent Verification. Willey Intercine A. John Willy and Sons. Inc., Publication. Day, R. A., Underwood, A. L., (2002). Analisis Kimia Kuantitatif (edisi keenam). Jakarta: Erlangga. EURACHEM/CITAC Guide CG 4, (2000). Quantifying Uncertainty in Analiytical Measurement (Ellson, S. L. R., Rosslein, M., Williams, A., Editor)(second edition). UK Departement of Trade and Industry as Part of The National Measurment System Valid Analytical Measurement (VAM) Programme. Fessenden, R.J., Fessenden, J.S., (1986). Kimia Organik Jilid 2 (edisi ketiga). Jakarta: Erlangga. Gary, C. D., (1994). Analytical Chemistry (5th edition). New York: Jhon Wiley Sons Inc. 137 Ginting, Br. A.,(2009). Validasi Metode. Spektrofotometri UV-Vis. Serpong:Pusat Bahan Bakar Nuklir-Pusdiklat BATAN. Coaching Teknologi Harmita, (2004). Review Artikel.Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan CaraPerhitungannya.Jurnal Majalah. Ilmu. Kefarmasian, Departemen Farmasi:FMIPA UI, Vol. 1, No. 3. Hidayat, A. (1989). Pengendalian dan Evaluasi Unjuk Kerja Metode Analisis Kimia. Pusat Pembinaan Latihan Keterampilan dan Kejuruan Industri: Warta AKAB. Kantasubrata, J., (2008). Validasi Metode. Bandung: Pusat Penelitian LIPI Khan, S., Mark A. J., (1996). Laboratory Statistics (3th edition). Inc. Missouri: Mosby Year Book. Li Sihai, Charles Tang, Ng Kok Chin, Yeoh Guan Huah, (2008), A Guide on Measurement Uncertainty in Chemical & Microbiological Analysis Technical Guide 2, Second Edition, the SAC (Singapore Accreditation Council). Oktavia, E., (2006) Teknik Validasi Metode Analisis Kadar Ketoprofen Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 1, 23-28. Sangita N Waghule, Nitin P. Jain, Chetan J Patani, and Aparana C. Patani, (2013) Method development and validation of HPLC method for determination of azithromycin, Der Pharma Chemica, 2013, 5(4):166172. 138 Soomro, R., Ahmed, M.J. and Memon, N., (2011) Simple and rapid spectrophotometric determination of trace level chromium using bis (salicylaldehyde) orthophenylenediamine in nonionic micellar media, Turk J Chem, 35, 155 – 170. Standard Internasional ISO/IEC 17025, Edisi kedua Tahun 2005, Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi. United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), Guidance for the Validation of Analytical Methodology and Calibration of Equipment used for Testing of Illicit Drugs in Seized Materials and Biological Specimens, Laboratory and Scientific Section, United Nation, New York (2009). 139