KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan kekuatan lahir batin kepada kita semua, dan atas berkat serta rahmatnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Aspek Psikologi yang Dilihat dari Ilmu Ontologi, Epistomologi dan Aksiologi”. Makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas Psikologi. Penyusunan makalah ini di buat sedemikian rupa sehingga dapat diterima dan dipahami oleh bapak dosen serta semoga dapat menjadi acuan untuk masa depan. Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun supaya menjadi lebih baik di masa mendatang. Akhirnya saya mengucapkan terimakasih atas segala dukungan, arahan, bimbingan, dan bantuan dari pihak-pihak terkait sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik. Bandung, 10 Oktober 2017 Penyusun P a g e 1 | 24 KATA PENGANTAR .............................................................................. 1 BAB I...................................................................................................... 3 PENDAHULUAN ................................................................................ 3 1.1 Latar belakang .......................................................................... 3 1.2 Tujuan ....................................................................................... 4 1.3 Rumusan Masalah .................................................................... 4 1.4 Manfaat ................................................................................. 4 BAB II..................................................................................................... 5 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5 2.1 Definisi Ilmu Psikologi............................................................ 5 2.2 Sejarah Ilmu Psikologi ........................................................... 5 PEMBAHASAN ................................................................................ 11 3.1 Ontologis Psikologi ................................................................ 11 3.2 Epistemologi Psikologi......................................................... 13 3.3 Aksiologi Psikologi ................................................................. 15 BAB III.................................................................................................. 20 PENUTUP ........................................................................................ 20 4.1 Kesimpulan ............................................................................ 20 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 24 P a g e 2 | 24 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Seperti halnya dengan disiplin ilmu lainnya, dalam ilmu psikologi tidak akan pernah dapat lepas dari filsafat ilmu. Makalah ini mengkaji landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis dalam penelitian Psikologi. Secara ontologis, objek formalnya adalah jiwa yang dimanifestasikan dalam perilaku. Secara epistemologis, penelitian psikologi berkembang pesat dengan pendekatan kuantitatif sehingga psikologi menjadi ilmu terapan yang dapat memecahkan problema manusia saat ini, seperti penggunaan alat tes bidang pendidikan, bidang kesehatan, hukum dan lain-lain. Namun pengkuantifikasian manusia ini, menjadikan penelitian psikologi tidak utuh dan dingin dalam memandang manusia. Sehingga lahirlah pendekatan kualitatif untuk lebih memahami hakekat manusia. Sedangkan peranan filsafat ilmu dalam penelitian psikologi adalah mendampingi pengguna hasil penelitian ilmu psikologi secara kritis sehingga peneliti mampu menggunakannya untuk kesejahteraan umat manusia. Pendekatan kuantitatif, dengan segala kelebihan dan keterbatasannya, dapat diintegrasikan dengan pendekatan kualitatif supaya lebih memahami manusia secara utuh. P a g e 3 | 24 1.2 Tujuan Mengetahui aspek psikologi sebagai ilmu yang dilihat dari Ontologi, Epistomologi dan Aksiologi. 1.3 Rumusan Masalah Saja yang menjadi aspek psikologi sebagai ilmu yang dilihat dari Ontologi? Saja yang menjadi aspek psikologi sebagai ilmu yang dilihat dari Epistomologi? Saja yang menjadi aspek psikologi sebagai ilmu yang dilihat dari Aksiologi? 1.4 Manfaat Dapat memahami apa saja yang menjadi aspek psikologi sebagai ilmu yang dilihat dari Ontologi, Epistomologi dan Aksiologi. P a g e 4 | 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ilmu Psikologi Secara umum psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku dan proses mental manusia. Psikologi juga seringkali dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala jiwa manusia. Jiwa manusia sendiri merupakan suatu daya hidup yang bersifat abstrak yang menjadi penggerak dan pengatur perilaku. Jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain, seringkali ilmu mengenai jiwa manusia dikatakan sebagai ilmu yang kurang tegas. Hal ini berkaitan dengan jiwa manusia yang tidak tampak, bersifat abstrak dan kompleks sehingga tidak mudah mempelajari dan memahami jiwa manusia secara objektif. Oleh karena itu banyak ahli membatasi ilmu psikologi pada bahasan tingkah laku, bukan jiwa. Asumsi dasarnya adalah satu-satunya cara memahami jiwa adalah melalui manifestasi jiwa yakni tingkah laku yang dapat terobservasi langsung. (Sobur, 2003 : 19-20) 2.2 Sejarah Ilmu Psikologi Perkembangan lahirnya ilmu psikologi dapat kita bagi menjadi 3 fase perkembangan ilmu. Fase pra-ilmu, fase lahirnya ilmu psikologi, fase perkembangan aliran-aliran psikologi. Berikut ini penjelasan masing-masing fase : 2.2.1 Fase pra-ilmu Sejak dahulu, para filsuf dan masyarakat secara umum berusaha untuk mengerti mengapa manusia bertingkah laku. P a g e 5 | 24 Salah satu persoalan yang sering diajukan sebagai pertanyaan filosofis manusia yang sering dicari jawabannya melalui berfikir filsafat adalah mengenai apakah itu manusia. Bagaimana manusia berbeda daripada hewan? Siapa “aku” ini? Apakah jiwa dan badan itu? Bagaimana hubungan antara jiwa dan badan? Serta apa tujuan hidup manusia itu sendiri?. (Suhandi, 2004 : 1920) Sejarah munculnya ilmu psikologi sebenarnya dapat ditelusuri semenjak jaman Yunani Kuno, saat filsuf Aristoteles tertarik memikirkan bagaimana pikiran manusia bekerja. Aristoteles meyakini bahwa pikiran atau jiwa manusia terpisah dari tubuh. Pikiran atau jiwa ini dalam bahasa Yunani disebut psyche. Istilah psikologi (psychology) berasal dari kata psyche dan logia yang berarti ilmu. Pada masa pertengahan, para ilmuwan lebih mempelajari tingkah laku dari sudut pandang agama dibandingkan dari sudut pandang ilmiah. Namun pemikiran para filsuf abad 17 dan 16 membantu perkembangan ilmu psikologi. Salah satu filsuf yang cukup berpengaruh adalah René Descartes. Ia mengungkapkan tubuh dan jiwa merupakan unsur yang terpisah namun saling mempengaruhi satu sama lain. Descartes juga mempercayai bahwa setiap manusia dilahirkan dengan potensi berfikir dan menalar. Pandangan ini didukung oleh para filsuf lain seperti Thomas Hobbes, John Locke, David Hume dan George Berkeley. Mereka meyakini bahwa pikiran manusia asalnya kosong. Pikiran diisi oleh lingkungan melalui penginderaan manusia dan pengalaman yang ia lalui selama hidup. (Tim Penulis, 1995 : P-830) Hingga saat ini dapat kita lihat bahwa P a g e 6 | 24 sampai disini psikologi belum menjadi ilmu yang terpisah dari filsafat. Pembahasan mengenai tingkah laku manusia masih berada dalam bahasan metafisika khususnya mengenai hakikat manusia. 2.2.2 Fase Lahirnya Ilmu Psikologi Pada pertengahan abad ke-19, dua ilmuwan asal Jerman yakni Johannes P. Müller dan Herman L. F. von Helmholtz mulai mempelajari sensasi dan persepsi manusia secara sistematis. Mereka membuktikan bahwa aktivitas mental manusia dapat dipelajari secara ilmiah. Namun baru pada akhir abad ke-19 psikologi dikatakan sebagai ilmu yang mampu berdiri sendiri. Lahirnya psikologi sebagai ilmu adalah berkat jasa ilmuwan bernama Wilhelm Wundt yang mendirikan laboratorium psikologi pertama di Jerman tahun 1879. Bersama filsuf Amerika William James, Wundt membangun penelitian-penelitian eksperimental yang memisahkan psikologi dari induknya, yakni filsafat. Namun saat itu psikologi masih merupakan bayi ilmu beraliran struktualisme yang berupaya untuk mendeskripsikan, menganalisa dan menjelaskan pengalaman sadar, khususnya perasaan dan sensasi. Mereka mempelajari sensasi pada indera manusia serta mengenali perasaan manusia melalui metode introspeksi yakni menjelaskan kembali peristiwa kejiwaan yang dirasakan seseorang sebagaimana hal itu dihayati. Metode ini kini tidak lagi dipakai karena dianggap terlalu banyak kelemahannya dari sisi metodologis. (Ahmadi, 2003 : 12) Saat psikologi lahir menjadi ilmu, psikologi telah terlepas dari filsafat dikarenakan telah melalui fase epistemologis ilmu. P a g e 7 | 24 Artinya psikologi mampu memiliki metode dalam mempelajari perilaku secara sistematis serta teknik-teknik menggali data psikologis manusia yang dapat dibuktikan melalui penelitian eksperimen-eksperimen di laboratorium. 2.2.3 Fase Perkembangan Aliran-aliran Psikologi Semenjak psikologi lahir sebagai ilmu, muncul berbagai penelitian-penelitian mengenai perilaku manusia. Aliran behaviorisme muncul dan diperkenalkan oleh psikolog Amerika bernama John B. Watson tahun 1913. Watson beranggapan bahwa satu-satunya sumber informasi mengenai “jiwa” adalah perilaku yang terobservasi langsung. Watson menentang metode introspeksi. Para behavioris memandang pentingnya hubungan perilaku manusia yang muncul dengan stimulus yang ada di lingkungan. Penelitian mengenai saliva anjing oleh Ivan P. Pavlov, tikus-tikus B.F Skinner serta penelitian-penelitian behavioris lainnya menyimpulkan bahwa perilaku manusia dapat berubah tergantung keadaan lingkungan. Behaviorisme memandang bahwa seluruh perilaku manusia dapat dikontrol melalui perubahan lingkungan (conditioning). Aliran lain yang menentang strukturalisme adalah gerakan psikologi Gestalt. Istilah Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang artinya pola atau bentuk. Aliran ini didirikan tahun 1912 oleh psikolog Jerman bernama Max Wertheimer. Psikologi Gestalt memandang bahwa manusia dan hewan merupakan makhluk yang senaniasa menghayati dunia dalam suatu pola yang terorganisir bukan dalam bentuk perilaku terpisah seperti yang dipahami oleh behaviorisme dan strukturalisme. Penelitian-penelitian psikologi Gestalt membuktikan bahwa P a g e 8 | 24 manusia senantiasa memiliki pola dalam bertingkah laku, menghayati dan mempelajari dunia tempat ia bernaung. (Boeree, 2000 : 419) Aliran psikologi lain yang sangat mengejutkan kehadirannya dan hampir menguasai seluruh praktek psikologi awal adalah aliran psikoanalisa. Aliran psikoanalisa ini ditemukan pada awal abad 20 oleh dokter Austria bernama Sigmund Freud. Psikoanalisa memandang bahwa perilaku manusia didasari oleh adanya dorongan internal yang kebanyakan terkubur dalam alam ketidaksadaran manusia yang terkadang menyebabkan konflik yang berujung pada gangguan kepribadian. Freud mengembangkan teknik free association untuk menggali alam ketidaksadaran dan konflik bawah sadar sehingga akhirnya manusia mampu memahami dan menerima perasaan konflik serta menyelesaikannya. Aliran psikoanalisa ini terus dikembangkan melalui teknik-teknik hipnosis dan proyektifa serta menjadi terapi-terapi psikoanalisa yang berkembang subur pada abad 20. Pada pertengahan akhir abad 20, banyak ilmuwan yang semakin tidak puas pada aliran-aliran psikologi yang ada. Banyak dari mereka yang meragukan kevalidan aliran psikoanalisa dan lelah dengan kekakuan aliran behaviorisme. Berkembanglah aliran baru yaitu psikologi humanistik. Aliran ini dikembangkan oleh psikolog Amerika Abraham H. Maslow dan Carl R. Rogers. Para humanistik memandang bahwa manusia memiliki kendali atas perilakunya, tidak tergantung oleh lingkungan (sebagaimana pandangan behavioristik) dan tidak pula tergantung pada alam ketidaksadaran psikoanalisa. Psikologi humanistik memandang bahwa manusia memiliki potensi untuk P a g e 9 | 24 mengembangkan dirinya dan berfungsi secara optimal sebagai pribadi yang unik. (Tim Penulis, 1995 : P 831-832) Di penghujung abad 20 dan awal abad 21, perkembangan aliran psikologi cukup pesat. Hal ini didukung oleh pandanganpandangan linguistik dan penemuan-penemuan neuroscience. Muncul aliran psikologi kognitif yang memandang perilaku manusia banyak dipengaruhi oleh faktor pikiran (kognisi). Gerakan kognitif digawangi oleh Norbert Wiener, Alan Turing dan Ludwig von Bertalanffy. Mereka menekankan pada proses mental kognitif manusia yang menentukan suatu perilaku terbentuk, baik perilaku konstruktif maupun destruktif. Muncul pula dari gerakan ini berupa terapi-terapi kognitif, salah satunya adalah Cognitive Behavior Therapy. (Sobur, 2003 :121 dan Boeree, 2000 : 467) P a g e 10 | 24 PEMBAHASAN 3.1 Ontologis Psikologi Dasar ontologi dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi objek penelaahan ilmu. Oleh karena itu ontologis dari ilmu psikologi berhubungan dengan objek penelaahan psikologi yakni perilaku manusia. Ilmu pengetahuan menghendaki objeknya dapat diamati, diukur dan dicatat secara objektif. Ilmu psikologi mendasari objek penelaahan ilmunya adalah tingkah laku manusia dikarenakan perilaku dianggap lebih mudah diamati, diukur dan dicatat dengan sistematis serta dapat terhindari dari subjektifitas. (Irwanto, 1989 : 34) Mengkaji sebuah keilmuan dalam kategori filsafat ilmu, tidak dapat memisahkan diri dari pembahasan tentang aspek ontologi. Ontologi adalah aspek dalam filsafat ilmu yang mempelajari tentang objek yang akan ditelaah oleh ilmu tersebut, bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut dan bagaimana hubungan antara objek tersebut dengan daya tangkap manusia sendiri (berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan. Psikoanalisa memandang manusia sebagai sosok makhluk yang hidup atas bekerjanya dorongan-dorongan (id) dan sangat ditentukan oleh masa lalunya. Konsep ini dipandang terlalu menyederhanakan kompleksitas dorongan hidup yang ada dalam diri manusia, sehingga terkesan pesimistis dalam pengembangan diri manusia. Sementara aliran behavioristik memandang manusia sebagai sosok makhluk yang sangat mekanistik karena kelahirannya tidak membawa apapun, sehingga kehidupannya sangat ditentukan oleh lingkungan atau hasil pengkondisian lingkungan. Sedangkan aliran humanistik memandang manusia sebagai sosok yang P a g e 11 | 24 mempunyai potensi baik dan tidak terbatas, sehingga dipandang sebagai penentu tunggal yang mampu memainkan peran Tuhan (playGod). Sementara psikologi transpersonal cenderung melihat pada dimensi spiritual (pengalaman subjektif transendental) manusia yang mempunyai kemampuan luar biasa diatas alam kesadaran. Psikologi dilihat dari aspek Ontologis Manusia mempunyai 2 (dua) unsur yaitu jasmaniah (materi) dan rohaniah (non materi) yang secara umum dapat dijelaskan melalui konsep bio-sosio-psikis-spiritual yang dalam perkembangan psikologi barat tidak diakui keberadaannya. Perilaku manusia terbentuk oleh hasil kolaborasi semua unsur, tidak ada reduksi antar unsur sehingga pemahaman tentang manusia dapat menemukan titik temu yang utuh. Pada dasarnya perilaku manusia mencakup dua jenis perilaku, yakni perilaku yang kasat mata dan tidak kasat mata. Perilaku yang tampak langsung seperti makan, berbicara, berjalan, menangis dan sebagainya. Sedangkan perilaku yang tidak tampak langsung misalnya motivasi, emosi, proses berfikir, dan proses-proses mental lainnya. Kedua perilaku ini dapat diamati, diukur dan dicatat dengan pertimbangan bahwa perilaku-perilaku yang kasat mata merupakan manifestasi dari perilaku yang tidak tampak. Untuk mengetahui perilaku tidak kasat mata melalui observasi perilaku yang kasat mata. Sebagai contoh, perilaku tidak kasat mata yang kita perhatikan adalah emosi dilihat dari berbagai indikator perilaku tampak seperti berbicara, berjalan, menangis/tersenyum, dan perilaku makan. Asumsinya seorang yang sedang mengalami emosi negatif akan berbeda perilaku kasat matanya dengan seorang yang sedang mengalami emosi positif. Kita perhatikan tampilan perilaku orang dengan kedua emosi berbeda. Maka hasilnya orang P a g e 12 | 24 beremosi negatif misalnya cenderung berbicara pelan, berjalan lambat, mudah menangis atau tidak nafsu makan. Sedangkan tampilan perilaku orang beremosi positif misalnya cenderung berbicara lebih keras dan berirama, berjalan dengan cepat dan semangat, mudah tersenyum serta tertawa dan ia akan mudah untuk makan. Berdasarkan sedikit pengamatan pada beberapa indikator perilaku tampak, kita akan mampu membedakan perilaku tidak tampak (dalam hal ini proses mental) yang dialami seseorang. Sebagai objek ilmu psikologi, perilaku manusia memiliki beberapa ciri-ciri mendasar yaitu : 1. Perilaku pada dasarnya tampak dan dapat diamati namun penyebab perilaku mungkin tidak dapat diamati secara langsung. 2. Perilaku mengenal berbagai tingkatan. Ada perilaku sederhana dan stereotipe seperti perilaku refleks. Namun ada juga perilaku yang kompleks seperti perilaku sosial manusia. 3. Perilaku bervariasi menurut jenis-jenis tertentu. Klasifikasi perilaku yang umum dikenal adalah kognitif, afektif dan konatif (psikomotor) yang masing-masing merujuk pada perilaku dengan sifat rasional, emosional dan gerak-gerak fisik dalam berperilaku. 4. Perilaku bisa disadari dan tidak disadari. Walaupun sebagian besar perilaku sehari-hari kita sadari, tetapi kadang-kadang kita bertanya pada diri sendiri mengapa kita berperilaku seperti itu. (Irwanto, 1989 : 4-5) 3.2 Epistemologi Psikologi Psikologi dilihat dari aspek Episotomologi Epistemologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Oleh P a g e 13 | 24 karena itu epistemologi psikologi membahas proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan mengenai perilaku manusia. Sebagai disiplin ilmu, psikologi dipandang memiliki syarat keilmuan dimana objek studi psikologi dipelajari secara sistematik menggunakan metode-metode yang menjamin objektifitas pengambilan kesimpulannya. Artinya, metode yang digunakan mampu mengamati, mencatat dan mengukur perilaku seperti apa adanya. Meskipun demikian, psikologi mengalami adanya sumber kesalahan yang berasal dari subjek penelitian, alat yang dipakai dan peneliti itu sendiri. Untuk itu telah dikembangkan metode-metode penelitian yang lebih halus dan teliti sehingga lebih valid dan reliabel. Pengembangan metode-metode psikologi senantiasa mengikuti syarat-syarat keilmuan dan kebenaran ilmiah. Berikut ini beberapa metode umum yang sering dipakai dan telah teruji kebenarannya dalam ilmu psikologi : Metode Eksperimen, suatu metode ilmiah yang biasa digunakan penelitian-penelitian ilmiah. Tujuan metode eksperimen psikologi adalah untuk melihat hubungan-hubungan yang jelas antara variabelvariabel yang diteliti. Umumnya hubungan yang diteliti bersifat kausalitas (sebab akibat). Oleh karena itu dalam metode eksperimen, terdapat usaha yang keras dalam mengendalikan semua variabel diluar perilaku yang ingin diteliti sehingga didapat dengan benar hubungan antar variabel tersebut. Metode Observasi, metode ini dilakukan dengan mengamati perilaku manusia tanpa peneliti membuat pengkondisian tertentu. Tujuan observasi psikologi adalah untuk mempelajari dan mendapatkan data mengenai perilaku dalam situasi dan kondisi yang sebenarnya tanpa mengganggu terjadinya perilaku tersebut. P a g e 14 | 24 Observasi dilakukan dengan sistematik. Informasi atau data dari perilaku yang diamati dicatat secara metodologis, diklasifikasi dan akhirnya ditarik kesimpulan logis. Selain sistematik, observasi juga dilakukan dengan tetap memperhatikan objektifitas pengamatan. Artinya, peneliti tidak memasukkan perasaan, prasangka dan anggapan-anggapan pribadinya. Metode Survei, dalam metode ini subjek penelitian diamati secara sistematik dan sekaligus ditanya baik menggunakan kuesioner maupun pertanyaan-pertanyaan langsung yang bebas dan sudah direncanakan peneliti. Pertanyaan ini dirancang berdasarkan indikator-indikator perilaku dari teori psikologi yang merumuskan variabel psikologis yang ingin diteliti. Umumnya metode ini menggunakan teknik sampling. Metode Klinis, metode ini mencakup wawancara mendalam, penggunaan alat-alat tes diagnosa psikologis dan studi kasus. Tujuannya ialah untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya perilaku dan kecenderungan-kecenderungan umum lainnya dalam diri individu. Bila metode-metode lain dilakukan untuk mengambil kesimpulan berdasarkan perilaku sekelompok orang (nomothetik), maka metode klinis justru ingin menjelaskan perilaku individu sebagai pribadi yang unik (idiografik). 3.3 Aksiologi Psikologi Aksiologi membahas mengenai manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang didapatkannya. Oleh karena itu aksiologi dari ilmu psikologi dapat terlihat dari spesialisasi ilmu psikologi yang diterapkan melalui profesi psikologi. Tujuan dari ilmu psikologi sendiri adalah mampu memahami, menjelaskan, memprediksi serta P a g e 15 | 24 mengendalikan perilaku itu sendiri. Hal ini dilakukan agar manusia dapat bertingkah laku menyesuaikan diri (adjustment) dalam rangka kesejahteraan psikologisnya (well-being) di dalam situasi dan lingkungan manapun. Kegunaan ilmu psikologi yang dapat dimanfaatkan langsung oleh manusia dalam berbagai macam aspek kehidupan diantaranya adalah sebagai berikut : a. Psikologi di bidang Industri dan Organisasi. Ilmu psikologi banyak diterapkan di bidang industri dan organisasi dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia di dalamnya. Psikologi berguna dalam proses pengembangan sumber daya manusia yang efektif dan efisien sehingga memberikan keuntungan untuk semua pihak. Psikologi banyak berperan dalam proses seleksi, recruitment dan penempatan karyawan yang sesuai dengan kemampuan dan bakatnya. Selain itu ilmu psikologi berperan dalam pengembangan keterampilan interpersonal, bimbingan karir serta penciptaan iklim perusahaan yang lebih kondusif. b. Psikologi di bidang Pendidikan. Psikologi berperan penting dalam bidang pendidikan, khususnya dalam memahami dan menyusun metode pendidikan yang sesuai dengan perkembangan dan keadaan psikologis peserta didik. Psikologi berguna dalam penelusuran kemampuan, bakat serta minat siswa sehingga mampu mengarahkan jenis dan bagian pendidikan yang sesuai. Selain itu psikologi memberikan pandangan penting mengenai cara belajar, berfikir, mengingat dan atensi yang menjadi faktor penting dalam proses belajar mengajar. Saat ini psikologi membantu dalam pengembangan kurikulum serta metode pendidikan yang sesuai dengan kapasitas siswa sehingga membantu bermacamP a g e 16 | 24 macam kesulitan belajar atau meningkatkan kemampuan belajar siswa. Jasa psikologi kini c. Psikologi di bidang Hukum dan Peradilan Psikologi banyak berperan dalam menjelaskan keadaan kejiwaan seseorang saat melakukan suatu tindak kriminal. Selain itu psikologi, khususnya psikologi kriminal membantu memahami motif dan status kesehatan mental seorang pelaku kejahatan sehingga membantu dalam membuat keputusan yang tepat di pengadilan. d. Psikologi di bidang kesehatan Psikologi klinis dan kesehatan berperan penting dalam membantu kesembuhan para pasien. Gangguan kesehatan dapat diakibatkan tidak hanya virus atau bakteri namun dapat pula disebabkan adanya gangguan pada membantu pasien psikis seseorang, misalnya untuk menyelesaikan stres. Psikologi permasalahan psikis seseorang sehingga mempercepat kesembuhan pasien. Penjaringan data psikologis seseorang juga membantu para dokter atau psikiater dalam memahami sebab psikologis mendalam dari penyimpangan psikis pasien sehingga dapat membuat diagnosa, prognosa dan terapi penyembuhan yang tepat. Psikologi juga berperan penting dalam terapi psikologis yang berkenaan dengan gangguan kepribadian, gangguan perilaku dan penyimpangan-penyimpangan psikologis lainnya melalui psikoterapi dan konseling. e. Psikologi di bidang Ekonomi Psikologi berperan penting dalam memahami perilaku konsumen. Ilmu psikologi banyak berperan dalam mengembangkan ilmu manajemen dan pemasaran. Psikologi memberikan masukan dalam mengenali pangsa pasar, bagaimana menarik perhatian mereka dan mengembangkan perilaku membeli. P a g e 17 | 24 f. Psikologi di bidang Politik Psikologi berperan khusus dalam membantu mengenali perilakuperilaku individu, kelompok, organisasi atau massa. Ilmu psikologi berperan dalam mengerahkan dan menggerakkan massa. g. Psikologi di bidang keluarga dan anak Ilmu psikologi sangat berperan dalam mengembangkan hubungan psikologis yang sehat antara pasangan suami-istri, keluarga serta hubungan orang tua-anak sehingga masing-masing individu berkembang menjadi individu yang sehat mental. Psikologi banyak berguna dalam memasyarakatkan pola asuh yang sehat pada orang tua sehingga anak mereka tumbuh menjadi pribadi yang matang dan cemerlang. Masalah dalam keluarga, pasangan dan anak dapat dibantu melalui jasa terapi keluarga, perkawinan dan terapi perkembangan anak. (Disarikan dari Atkinson, 2004 dan Ahmadi, 2003) G. Hubungan Filsafat dengan Ilmu Psikologi Sekalipun ilmu psikologi telah memisahkan diri dari filsafat, namun hubungan kedua ilmu ini sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Salah satu alasan utama relasi kedua ilmu ini sangat kuat adalah karena objek disiplin ilmu psikologi merupakan bahasan yang banyak dibicarakan oleh filsafat, yakni manusia. Filsafat adalah hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dalam penyelidikannya filsafat memang berangkat dari apa yang dialami manusia, karena tidak ada pengetahuan jika tidak bersentuhan lebih dahulu dengan indera, sedangkan ilmu yang hendak menelaah hasil penginderaan itu tidak mungkin mengambil keputusan dengan P a g e 18 | 24 menjalankan pikiran, tanpa menggunakan dalil dan hukum pikiran yang tidak mungkin dialaminya. Bahkan, ilmu dengan amat tenang menerima sebagai kebenaran bahwa pikiran manusia itu ada serta mampu mencapai kebenaran, dan tidak pernah diselidiki oleh ilmu sampai dimana dan bagaimana budi manusia dapat mencapai kebenaran itu. P a g e 19 | 24 BAB III PENUTUP 4.1 Kesimpulan Psikologi telah menemukan objek disiplin ilmunya yakni perilaku manusia dan telah mampu mengembangkan metodemetode yang teruji keabsahannya dalam menjaring data psikologis manusia. Psikologi telah memiliki landasan epistemologis yang kuat. Pada akhirnya psikologi terus bertumbuh dan mulai menunjukkan nilai manfaat dari keilmuannya dengan adanya penerapan teknikteknik terapi dan masukan ilmu yang meluas di berbagai aspek kehidupan. Psikologi telah menemukan landasan aksiologisnya. Psikologi dilihat dari aspek Ontologis Hakekat ilmu psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang hal itu adalah sesuatu yang empiris. Perilaku merupakan gejala yang muncul di permukaan dan bersifat empiris. Maka dari itu, hakekatnya psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala keruhanian manusia yang tampak melalui perilaku manusia. Dalam ilmu psikologi, manusia dibedakan dari segi personalnya. Jadi manusia dibedakan dengan menggunakan ilmu ini, apa yang membedakannya dengan manusia lainnya. Karena manusia adalah makhluk yang multidimensional, maka obyek psikologi ini secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga ranah tersebut sebenarnya merupakan pembagian dari aktivitas potensi manusia atau perilaku manusia, yang meliputi, intelegensi dan bakat dalam ranah kognitif, sikap dan prasangka dan lain sebagainya dalam ranah afektif, dan ketrampilan atau keahlian manusia dalam ranah psikomotorik. P a g e 20 | 24 Semua obyek kajian ilmu psikologi tersebut adalah merupakan hakekat psikologi yang terangkum dalam perilaku manusia sebagai akibat respon dari kegiatan ruhaniah manusia. Jadi setiap manusia pada dasarnya dapat digunakan sebagai obyek psikologi, baik manusia secara umum maupun manusia khusus atau suprahuman. Karena setiap manusia berperilaku sebagai indikasi bahwa ia menjalani kehidupan. Tidak ada manusia yang tidak melakukan aktivitas sebagai wujud dari tingkah lakunya. Maka dari itu, semua manusia dapat diselidiki. Hanya saja, penyelidikan itu yang biasanya memakan waktu yang cukup lama, apabila penyelidiknya masih pemula dan penyelidikan itu dilakukan hanya dalam waktu tertentu. Dan kalau dilakukan hanya dalam waktu tertentu, maka hasilnya tidak akurat. Kesimpulannya, obyek dalam ilmu psikologi harus diamati secara terus menerus dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Karena obyek yang diamati manusia, maka hal itu dilakukan dengan berbaur dengan obyek. Psikologi dilihat dari aspek Epistomologi Cara untuk memperoleh ilmu psikologi dengan menggunakan metode tertentu. Metode yang paling mudah dipakai untuk memperoleh ilmu psikologi adalah pengamatan langsung atau observasi. Hal itu dikarenakan obyeknya adalah sesuatu yang empiris. Karena sesuatu yang empiris maka sesuatu tersebut dapat diamati. Baik pengamatan langsung perilaku yang dilakukan manusia secara mendalam, maupun mengamati gejala-gejala yang terjadi di sekitar manusia yang sedang diamati tersebut, sebagai respon dari perilaku yang ia lakukan. P a g e 21 | 24 Metode observasi merupakan metode ilmiah yang paling mudah diterapkan. Karena psikologi berdiri sebagai ilmu pengetahuan yang tersendiri, maka untuk memperolehnya harus menggunakan metode ilmiah juga. Adapun metode pengamatan langsung atau observasi adalah salah satu bagian dari metode non-eksperimental. Pengamatan dapat dilakukan secara terselubung maupun terencana dan dapat dilakukan di sekitar lingkungan tempat tinggal atau pada kawasan tertentu. Pada intinya yang diamati sesuai dengan obyek yang diinginkan. Metode yang dipakai selain pengamatan secara langsung adalah dengan melalui eksperimental, baik dilakukan di dalam laboratorium maupun di luar laboratorium. Psikologi dilihat dari aspek Aksiologi Dalam ranah aksiologinya ilmu ini terikat nilai. Hal itu dikarenakan, dalam penerapannya manusia selalu memandang baik dan buruk. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa dalam aksiologi ilmu ini masih terikat nilai. Setiap ilmu pastilah bermanfaat bagi manusia. Karena fungsi ilmu adalah berguna atau bernilai guna bagi manusia. Tanpa adanya manfaat bagi manusia, maka ilmu tersebut eksistensinya perlu dipertanyakan lagi. Demikian juga ilmu psikologi yang merupakan ilmu yang membahas perilaku dan potensi manusia. Ilmu psikologi ini mempunyai beberapa manfaat atau nilai guna bagi manusia, antara lain: 1. Bernilai guna untuk mengetahui kejiwaan seseorang baik yang jiwanya sehat atau yang dalam keadaan terganggu/ sakit 2. Bernilai guna untuk mengenal perilaku setiap orang yang terdapat di masyarakat P a g e 22 | 24 3. Bernilai guna untuk mengetahui tingkat kecerdasan atau intelegensi manusia yang jelas mempunyai perbedaan antara manusia yang satu dengan yang lainnya 4. Bernilai guna untuk mengetahui bakat yang dimiliki oleh setiap orang 5. Bernilai guna untuk mengetahui minat seseorang 6. Bernilai guna untuk mengetahui daya ketrampilan seseorang 7. Bernilai guna untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan manusia mulai masa pre-natal hingga adolosense Maka dari itu, hendaklah manusia berusaha untuk memanfaatkan ilmu sebaik-baiknya demi kesejahteraan dan kebahagiaannya. Janganlah memanfaatkan ilmu dalam hal-hal yang menyimpang atau untuk tindak kejahatan. P a g e 23 | 24 DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. 2003. Psikologi Umum. Jakarta : PT Rineka Cipta. Atkinson, Rita, dkk. 2004. Pengantar Psikologi Edisi ke-11 Jilid Satu. Batam : Interaksara. Boeree, George. 2000. Sejarah Psikologi : Dari Masa Kelahiran Sampai Masa Modern. Yogyakarta : Prismasophie. Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung : CV Pustaka Setia. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Press P a g e 24 | 24