1 BAB I KONSEP TEORI A. Pengertian Sendi lutut adalah hinge joint atau sendi engsel yang memfasilitasi gerakan pada pahadan anggota gerak tubuh bawah. Sendi lutut terdiri dari 3 tulang, yakni tulang paha (femur),tulang kering (tibia) dan tulang tempurung lutut (patella). Fungsi tempurung lutut adalahuntuk mengurangi atau menyerap daya tekanan pada otot-otot tersebut. Hip joint merupakan triaxial joint (ball and socket joint), karena memiliki 3 bidang gerak. Hip joint juga merupakan hubungan proksimal dari extremitas inferior. Selama berjalan, gaya dari extremitas inferior ditransmisikan keatas melalui hipke pelvis dan trunk, dan aktivitas extremitas inferior lainnya. Dalam suatu gerak fungsional, terjadi hubungan antara pelvic girdle dan hip joint. Pelvic girdle akan mengalami tilting danrotasi selama gerakan femur. Hip joint dibentuk oleh caput femur yang konveks bersendi dengan acetabulum yang konkaf. Hip joint adalah ball and socket (spheroidal) triaxial joint. Acetabulum terbentuk dari penyatuan os ilium, ischium, dan pubis. Seluruh acetabulum dilapisi oleh cartilago hyaline, dan pusat acetabulum terisi oleh suatu massa jaringan lemak yang tertutup oleh membran synovial. kaput femur secara sempurna ditutup oleh cartilago hyaline. Pada pusat caput femur terdapat lubang kecil yang dinamakan dengan fovea capitis yang tidak ditutup oleh cartilago hyaline. Caput femur membentuk sekitar 2/3 dari suatu bola. Hip joint diperkuat oleh kapsul sendi yang kuat, ligamen iliofemoral, pubofemoral, dan ischiofemoral. Nekrosis Avaskular (AVN) adalah penyebab lain degenerasi sendi pinggul. Pada kondisi ini, kepala tulang paha (bagian bola femur, atau tulang paha) kehilangan porsi penting asupan darahnya dan mulai mati (Osteonekrosis). Kepala tulang paha yang mati tidak dapat menahan tekanan besar yang ditransmisikan melalui sendi pinggul saat aktivitas normal seperti jalan kaki, naik tangga dan secara meningkat cacat. AVN dihubungkan dengan alkohol, keretkan dan dislokasi pinggul, serta perawatan steroid jangka panjang untuk penyakit lainnya. Rini Astutik, S.Kep STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016 2 1. Nekrosis pasca traumatik muncul segera setelah cedera pinggul yang biasanya parah, tetapi gejala dan tanda-tanda nekrosis biasanya memerlukan beberapa bulan untuk timbul. 2. Nekrosis idiopatik lebih lambat terjadinya. Pasien biasanya pria berusia 20-50 tahun yang mengeluhkan nyeri pinggul (atau, diatas 50% kasus, pada kedua pinggul), yang berkembang selama periode 2-3 tahun sampai menjadi cukup parah. 3. Semua suplai darah masuk ke dalam bola yang membentuk sendi panggul melalui leher femur (leher femoralis), daerah yang lebih tipis dari tulang yang menghubungkan bola ke poros. Jika suplai darah rusak, tidak ada cadangan. Kerusakan pada pasokan darah dapat menyebabkan kematian tulang yang membentuk bola bagian tulang paha. Setelah ini terjadi, tulang tidak lagi mampu mempertahankan dirinya. B. Etiologi Patah tulang pinggul paling sering terjadi karena jatuh atau pukulan langsung ke sisi pinggul. Beberapa kondisi medis seperti osteoporosis, kanker, luka atau stres dapat melemahkan tulang dan membuat pinggul lebih rentan terhadap patah. Patah tulang panggul lebih sering pada wanita dari pada laki- laki, alasannya: 1. Wanita memiliki tulang panggul lebih lebar yang cenderung mengalami coxa vara (deformitas dari hip dimana sudut antara leher dan batang tulang mengecil). 2. Wanita mengalami perubahan hormon post menopausal dan berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis. 3. Harapan hidup wanita lebih panjang dari pria. Rini Astutik, S.Kep STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016 3 C. Tanda dan Gejala 1. Nyeri hebat pada daerah fraktur. 2. Tak mampu menggerakkan kaki. 3. Terjadi pemendekan karena kontraksi/spasmus otot-otot paha. 4. Eksternal rotasi pada tungkai tersebut. 5. Tanda-tanda lain sesuai dengan tanda fraktur pada umumnya, yaitu: a. Nyeri bertambah hebat jika ditekan/raba b. Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan dengan keadaan normal. c. Ada/tidak kulit yang terluka/terbuka di daerah fraktur. d. Teraba panas pada jaringan yang sakit karena peningkatan vaskularisasi di daerah tersebut. e. Pulsa/nadi pada daerah distal melemah/berkurang. f. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena jepitan saraf oleh fragmen tulang. g. Krepitasi jika digerakkan (jangan melakukan pembuktian lebih lanjut jika pasti ada fraktur) h. Perdarahan. i. Hematoma, edema karena extravasasi darah dan cairan jaringan. j. Tanda-tanda shock akibat cedera berat, kehilangan darah, atau akibat nyeri hebat. k. Keterbatasan mobilisasi. l. Terbukti fraktur lewat foto rontgen D. Paatofiologi Patah tulang pinggul (fraktur hip) mengacu pada fraktur femur di kepala (caput), leher (collum), atau wilayah trochanterica. Caput femur adalah bagian yang mengisi daerah acetabulum. Collum adalah daerah sempit di bawah caput. trochanterica adalah area di bawah collum. Patah tulang panggul dapt diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : intracapsular atau extracapsular. Intracapsularfractures adalah fraktur terjadi pada daerah yang masih berada dalam lingkup kapsul sendi yang meliputi: fraktur sub kapital, fraktur transervikal, fraktur basal leher. Extracapsular fraktur adalah fraktur terjadi di luar kapsul sendi panggul pada daerah sekitar 5 sentimeter di bawah trochanter minor. Fraktur ini juga disebut dengan fraktur intertrochanteric.Caput Rini Astutik, S.Kep STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016 4 dan collum femoralis terletak dalam kapsul sendi dan tidak termasuk dalam periosteum; dengan demikian, caput dan collum tidak memiliki suplai darah yang cukup. Patah di daerah ini biasanya jenis fragmen dan mungkin lebih menurunkan pasokan darah, meningkatkan risiko nonunion (tidak menyatu) dan avascular nekrosis. Sedangkan Wilayah trochanterica tertutup periosteum dan karena itu memiliki lebih banyak pasokan darah daripada caput atau collum. Patah tulang pinggul lebih sering terjadi pada orang tua sebagai akibat penurunan massa tulang dan meningkatnya kecenderungan untuk jatuh. Tulang yang mati strukturnya sukar dibedakan dengan tulang yang masih hidup.perubahan dimulai dalam seminggu setelah periode iskemik sampai 2-4 tahun; hal ini sama untuk semua tipe osteonekrosis, walaupun kelainan dasarnya dapat juga dijumpai. Sel tulang mati seletah 12-48 jam mengalami anoksia, bisa beberapa hari atau minggu. Pada saat ini perubahan histologi yang paling jelas terlihat pada sumsum tulang: hilangnya lapisan lemak sel, infiltrasi oleh sekumpulan sek disekitarnya, tampak histiosit jaringan, dan sumsum tulang nekrosis digantikan oleh jaringan mesenkim undifferentiated. pada stadium awal ini bisa terlihat proliferasi osteoblastik yang menandakan perbaikan tulang. Maka batas jaringan yang nekrotik menjadi jelas, lalu granulasi jaringan pembuluh darah tumbuh dari jaringan yang masih hidup. Dan tulang baru tumbuh di atas yang mati. Hal ini membentuk gambaran: lapisan (1) pecahan halus pada bagian subkondral tulang, (2) fraktur tangensial linier berdekatan dengan permukaan sendi, dan (3) fraktur shearing pada permukaan dalam antara tulang yang mati dan hidup. Perkembangan osteonekrosis awalnya asimptomatik lalu lesi berkembang seiring dengan waktu. Nyeri merupakan keluhan utama, kadang-kadang pasien merasakan klik pada sendinya. Selanjutnya sendi menjadi kaku dan mengalami deformitas. Nyeri tekan lokal bisa dijumpai bila yang terkena bagian tulang yang superficial. E. Komplikasi Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur hip adalah: 1. Shock dan perdarahan. Pada saat terjadinya cedera atau segera sesudah operasi 2. Komplikasi immobilitas. Terutama pada usia lanjut, antara lain: a. Pneumonia b. Thromboplebitis c. Emboli pulmonal Rini Astutik, S.Kep STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016 5 3. Penyembuhan terlambat, non-union. Sering pada fraktur intrakapsular sembuh lebih lambat bila dibanding dengan fraktur ekstra kapsular karena adanya gangguan suplai darah. 4. Aseptic necrosis kepala femur. Merupakan komplikasi fraktur femur proksimal an dislokasi traumatik pada hip. 5. Deformitas, malposisi femur, arthritis sekunder. Displasemen fragmen tulang dapat menyebabkan deformitas, sedangkan trauma menyebabkan arthritis. 6. Masalah post operatif dengan alat-alat fiksasi internal. Fiksasi internal bisa melemah, patah, atau pindah tempat yang menyebabkan kerusakan jaringan lunak. Untuk ini perlu pembedahan ulang. 7. Ekstrim eksternal/internal rotasi dan adduksi. 8. Sedangkan komplikasi lain yang dapat terjadi karena immobilisasi dan post operasi adalah: a. Atelektasis b. Infeksi Luka c. Stasis atau infeksi saluran kemih d. Kejang pada otot F. Perawatan Kolaboratif Perawatan untuk klien fraktur hip tidak berbeda dengan perawatan pada klien dengan fraktur lainnya. Intervensi prarumahsakit termasuk membelat lengan yang fraktur, pengkajian sirkulasi dan sensasi, dan mengamati luka yang lainnya. Karena banyak kehilangan darah masuk ke dalam hip dan pada klien dijumpai manifestasi hipotensi dan intravena mudah ditegakkan.Bagi klien yang dirawat di ruangan gawat darurat, perawat dan dokter mengevaluasi kembali sirkulasi dan sensasi dan mengamati komplikasi. Pengkajian juga meliputi penentuan penyebab fraktur , infark miokard, serangan iskemik. Kerusakan cerebrovaskular, serangan tiba-tiba, atau saat hipoglikemi adalah beberapa yang mungkinm menyebabkan jatuh. Hal ini sangat penting bagi klien yang mengalami luka seperti gegar otak, atau trauma kepala. Klein ditanya baik pria dan wanita untuk mengingat kejatuhannya dan bagian tubuh mana yang terbentur. Tahap kedua mengkaji rasa nyeri pada klien pada beberapa area tubuhnya. Pengkajian secara umum yang dijumpai berhubungan dengan fraktur hip adalah penyusutan yang dipengaruhi oleh ektremitas yang lebih rendah dan rotasi Rini Astutik, S.Kep STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016 6 eksternal. Dislokasi fraktur bagian posterior jarang jika terjadi, ekstremitas mungkin dilakukan rotasi internal. G. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan darah lengkap. Dilakukan untuk persiapan pre operasi. Dapat menunjukkan tingkat kehilangan darah hingga cedera (pemeriksaaan Hb dan Hct) Nilai leukosit meningkat sesuai respon tubuh terhadap cedera 2. Golongan darah dan cross match. Dilakukan sebagai persiapan transfudi darah jika kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan. 3. Pemeriksaan kimia darah.Sebagai persiapan pre operatif untuk mengkaji ketidak seimbangan akibat cedera yang dapat menimbulkan masalah pada saat intra operasi (misalnya, ketidak seimbangan potassium dapat meningkatkan iritasi cardiac selama anestesi) BUN creatinin untuk evaluasi fungsi ginjal. 4. Masa pembekuan dan perdarahan (clotting time, bleeding time) sebagai persiapan pre operasi, biasanya normal jika tak ada gangguan perdarahan. Pada pasien lanjut usia dapat diberikan terapi antikoagulan segera setelah post operasi untuk memperkecil terjadinya tromboemboli. 5. Pemeriksaan urine.Sebagai evaluasi awal fungsi ginjal. 6. Pemeriksaan X-ray dada.Sebagai evaluasi tingkat cedera, persiapan pre operasi, atau mengetahui kondisi selama perawatan pembedahan, dll.(misalnya, kardiomegali atau gagal jantung kongestif). 7. EKG sebagai persiapan operasi maupun untuk mengevaluasi apakah terdapat juga cedera pada jantung (misalnya trauma/cedera pada hip. Rini Astutik, S.Kep STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016 kontusio cardiac) disamping 7 BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Pada orang-orang lanjut usia sering disertai riwayat kesehatan seperti penyakit jantung, diabetes, hipertensi, yang bisa menyebabkan jatuh. 2. Pola aktivitas dan latihan a. Ada riwayat jatuh ketika sedang beraktifitas atau kecelakaan lain. b. Pada fraktur femur pangkal proximal kadang masih dapat berjalan tetapi tidak dapat menahan beban. c. Pada fraktur batang femur biasanya tidak kuat berdiri/menahan beban. d. Ada perubahan bentuk atau pemendekan pada tungkai yang terkena. 3. Pola persepsi kognitif. a. Biasanya mengeluh nyeri hebat pada lokasi tungkai yang terkena. b. Mengeluh kesemutan atau baal pada lokasi tungkai yang terkena. 4. Pola nilai kepercayaan. a. Pada umumnya pasien menyatakan tidak percaya bahwa cederanya berat. b. Pada pasien lanjut usia dengan tegas menyangkal dan akan segera sembih bila nyeri dapat diatasi tanpa pembedahan. B. Asuhan Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik 2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan menyeluruh 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint) 4. Gagguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kehilangan integritas struktur tulang Rini Astutik, S.Kep STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016 8 C. Intervensi 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan DS: - Laporan secara verbal DO: - Posisi untuk menahan nyeri - Tingkah laku berhati-hati - Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) - Terfokus pada diri sendiri - Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) - Tingkah laku distraksi, contoh : jalanjalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang) - Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) - Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) - Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) - Perubahan dalam nafsu makan dan minum Intervensi NOC : Pain Level, pain control, comfort level Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal Tidak mengalami gangguan tidur NIC : Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……... Tingkatkan istirahat Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali 2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan menyeluruh Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intoleransi aktivitas Berhubungan dengan : Tirah Baring atau imobilisasi Kelemahan menyeluruh Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan Gaya hidup yang dipertahankan. DS: Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan. Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas. DO : NOC : Self Care : ADLs Toleransi aktivitas Konservasi eneergi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri Keseimbangan aktivitas dan istirahat Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas Perubahan ECG : aritmia, iskemia Rini Astutik, S.Kep STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016 Intervensi NIC : Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik) Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan 9 sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint) Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan : Eksternal : - Hipertermia atau hipotermia - Substansi kimia - Kelembaban - Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint) - Immobilitas fisik - Radiasi - Usia yang ekstrim - Kelembaban kulit - Obat-obatan Internal : - Perubahan status metabolik - Tonjolan tulang - Defisit imunologi - Berhubungan dengan dengan perkembangan - Perubahan sensasi - Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan) - Perubahan status cairan - Perubahan pigmentasi - Perubahan sirkulasi - Perubahan turgor (elastisitas kulit) Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Wound Healing : primer dan sekunder Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil: Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) Tidak ada luka/lesi pada kulit Perfusi jaringan baik Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka NIC : Pressure Management Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar Hindari kerutan pada tempat tidur Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali Monitor kulit akan adanya kemerahan Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien Monitor status nutrisi pasien Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin Cegah kontaminasi feses dan urin Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka DO: - Gangguan pada bagian tubuh - Kerusakan lapisa kulit (dermis) - Gangguan permukaan kulit (epidermis) Rini Astutik, S.Kep STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016 10 4. Gagguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kehilangan integritas struktur tulang Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Gangguan mobilitas fisik Berhubungan dengan : - Gangguan metabolisme sel - Keterlembatan perkembangan - Pengobatan - Kurang support lingkungan - Keterbatasan ketahan kardiovaskuler - Kehilangan integritas struktur tulang - Terapi pembatasan gerak - Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik - Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia - Kerusakan persepsi sensori - Tidak nyaman, nyeri - Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler - Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina - Depresi mood atau cemas - Kerusakan kognitif - Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau masa - Keengganan untuk memulai gerak - Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan, deconditioning - Malnutrisi selektif atau umum DO: - Penurunan waktu reaksi - Kesulitan merubah posisi - Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek) - Keterbatasan motorik kasar dan halus - Keterbatasan ROM - Gerakan disertai nafas pendek atau tremor - Ketidak stabilan posisi selama melakukan ADL - Gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi NOC : Joint Movement : Active Mobility Level Self care : ADLs Transfer performance Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: Klien meningkat dalam aktivitas fisik Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker) NIC : Exercise therapy : ambulation Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan Rini Astutik, S.Kep STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016 11 DAFTAR PUSTAKA Baughman, Diane, 2010, Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Untuk Brunerner dan Suddart, EGC, Jakarta Corwin, Alizabeth, 2012, Buku Saku Patifiologi, EGC, Jakarta Heather, Herdman, 2015, Nanda Internasional Inc, Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi2015-2017, EGC, Jakarta Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Mc Closkey, C.J., Iet all. 2006. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Price, Silvia dan Wilson, Lorraine, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta Rini Astutik, S.Kep STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016