Uploaded by Wayan Sugita

Hip joint

advertisement
1
BAB I
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Sendi lutut adalah hinge joint atau sendi engsel yang memfasilitasi gerakan
pada pahadan anggota gerak tubuh bawah. Sendi lutut terdiri dari 3 tulang, yakni
tulang paha (femur),tulang kering (tibia) dan tulang tempurung lutut
(patella). Fungsi tempurung lutut adalahuntuk mengurangi atau menyerap
daya tekanan pada otot-otot tersebut.
Hip joint merupakan triaxial joint (ball and socket joint), karena memiliki 3
bidang gerak. Hip joint juga merupakan hubungan proksimal dari extremitas
inferior. Selama berjalan, gaya dari extremitas inferior ditransmisikan keatas
melalui hipke pelvis dan trunk, dan aktivitas extremitas inferior lainnya. Dalam
suatu gerak fungsional, terjadi hubungan antara pelvic girdle dan hip joint. Pelvic
girdle akan mengalami tilting danrotasi selama gerakan femur.
Hip joint dibentuk oleh caput femur yang konveks bersendi dengan
acetabulum yang konkaf. Hip joint adalah ball and socket (spheroidal) triaxial
joint. Acetabulum terbentuk dari penyatuan os ilium, ischium, dan pubis. Seluruh
acetabulum dilapisi oleh cartilago hyaline, dan pusat acetabulum terisi oleh suatu
massa jaringan lemak yang tertutup oleh membran synovial.
kaput femur secara sempurna ditutup oleh cartilago hyaline. Pada pusat
caput femur terdapat lubang kecil yang dinamakan dengan fovea capitis yang
tidak ditutup oleh cartilago hyaline. Caput femur membentuk sekitar 2/3 dari
suatu bola. Hip joint diperkuat oleh kapsul sendi yang kuat, ligamen iliofemoral,
pubofemoral, dan ischiofemoral.
Nekrosis Avaskular (AVN) adalah penyebab lain degenerasi sendi pinggul.
Pada kondisi ini, kepala tulang paha (bagian bola femur, atau tulang paha)
kehilangan porsi penting asupan darahnya dan mulai mati (Osteonekrosis).
Kepala tulang paha yang mati tidak dapat menahan tekanan besar yang
ditransmisikan melalui sendi pinggul saat aktivitas normal seperti jalan kaki, naik
tangga dan secara meningkat cacat. AVN dihubungkan dengan alkohol, keretkan
dan dislokasi pinggul, serta perawatan steroid jangka panjang untuk penyakit
lainnya.
Rini Astutik, S.Kep
STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
2
1. Nekrosis pasca traumatik muncul segera setelah cedera pinggul yang biasanya
parah, tetapi gejala dan tanda-tanda nekrosis biasanya memerlukan beberapa
bulan untuk timbul.
2. Nekrosis idiopatik lebih lambat terjadinya. Pasien biasanya pria berusia 20-50
tahun yang mengeluhkan nyeri pinggul (atau, diatas 50% kasus, pada kedua
pinggul), yang berkembang selama periode 2-3 tahun sampai menjadi cukup
parah.
3. Semua suplai darah masuk ke dalam bola yang membentuk sendi panggul
melalui leher femur (leher femoralis), daerah yang lebih tipis dari tulang yang
menghubungkan bola ke poros. Jika suplai darah rusak, tidak ada cadangan.
Kerusakan pada pasokan darah dapat menyebabkan kematian tulang yang
membentuk bola bagian tulang paha. Setelah ini terjadi, tulang tidak lagi
mampu mempertahankan dirinya.
B. Etiologi
Patah tulang pinggul paling sering terjadi karena jatuh atau pukulan
langsung ke sisi pinggul. Beberapa kondisi medis seperti osteoporosis, kanker,
luka atau stres dapat melemahkan tulang dan membuat pinggul lebih rentan
terhadap patah.
Patah tulang panggul lebih sering pada wanita dari pada laki- laki,
alasannya:
1. Wanita memiliki tulang panggul lebih lebar yang cenderung mengalami coxa
vara (deformitas dari hip dimana sudut antara leher dan batang tulang
mengecil).
2. Wanita mengalami perubahan hormon post menopausal dan berhubungan
dengan meningkatnya insiden osteoporosis.
3. Harapan hidup wanita lebih panjang dari pria.
Rini Astutik, S.Kep
STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
3
C. Tanda dan Gejala
1. Nyeri hebat pada daerah fraktur.
2. Tak mampu menggerakkan kaki.
3. Terjadi pemendekan karena kontraksi/spasmus otot-otot paha.
4. Eksternal rotasi pada tungkai tersebut.
5. Tanda-tanda lain sesuai dengan tanda fraktur pada umumnya, yaitu:
a. Nyeri bertambah hebat jika ditekan/raba
b. Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan dengan keadaan
normal.
c. Ada/tidak kulit yang terluka/terbuka di daerah fraktur.
d. Teraba panas pada jaringan yang sakit karena peningkatan vaskularisasi di
daerah tersebut.
e. Pulsa/nadi pada daerah distal melemah/berkurang.
f. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena jepitan saraf oleh fragmen
tulang.
g. Krepitasi jika digerakkan (jangan melakukan pembuktian lebih lanjut jika
pasti ada fraktur)
h. Perdarahan.
i. Hematoma, edema karena extravasasi darah dan cairan jaringan.
j. Tanda-tanda shock akibat cedera berat, kehilangan darah, atau akibat nyeri
hebat.
k. Keterbatasan mobilisasi.
l. Terbukti fraktur lewat foto rontgen
D. Paatofiologi
Patah tulang pinggul (fraktur hip) mengacu pada fraktur femur di kepala
(caput), leher (collum), atau wilayah trochanterica. Caput femur adalah bagian
yang mengisi daerah acetabulum. Collum adalah daerah sempit di bawah caput.
trochanterica adalah area di bawah collum.
Patah tulang panggul dapt diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : intracapsular
atau extracapsular. Intracapsularfractures adalah fraktur terjadi pada daerah yang
masih berada dalam lingkup kapsul sendi yang meliputi: fraktur sub kapital,
fraktur transervikal, fraktur basal leher. Extracapsular fraktur adalah fraktur
terjadi di luar kapsul sendi panggul pada daerah sekitar 5 sentimeter di bawah
trochanter minor. Fraktur ini juga disebut dengan fraktur intertrochanteric.Caput
Rini Astutik, S.Kep
STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
4
dan collum femoralis terletak dalam kapsul sendi dan tidak termasuk dalam
periosteum; dengan demikian, caput dan collum tidak memiliki suplai darah yang
cukup. Patah di daerah ini biasanya jenis fragmen dan mungkin lebih
menurunkan pasokan darah, meningkatkan risiko nonunion (tidak menyatu) dan
avascular nekrosis. Sedangkan Wilayah trochanterica tertutup periosteum dan
karena itu memiliki lebih banyak pasokan darah daripada caput atau collum.
Patah tulang pinggul lebih sering terjadi pada orang tua sebagai akibat penurunan
massa tulang dan meningkatnya kecenderungan untuk jatuh.
Tulang yang mati strukturnya sukar dibedakan dengan tulang yang masih
hidup.perubahan dimulai dalam seminggu setelah periode iskemik sampai 2-4
tahun; hal ini sama untuk semua tipe osteonekrosis, walaupun kelainan dasarnya
dapat juga dijumpai.
Sel tulang mati seletah 12-48 jam mengalami anoksia, bisa beberapa hari
atau minggu. Pada saat ini perubahan histologi yang paling jelas terlihat pada
sumsum tulang: hilangnya lapisan lemak sel, infiltrasi oleh sekumpulan sek
disekitarnya, tampak histiosit jaringan, dan sumsum tulang nekrosis digantikan
oleh jaringan mesenkim undifferentiated. pada stadium awal ini bisa terlihat
proliferasi osteoblastik yang menandakan perbaikan tulang. Maka batas jaringan
yang nekrotik menjadi jelas, lalu granulasi jaringan pembuluh darah tumbuh dari
jaringan yang masih hidup. Dan tulang baru tumbuh di atas yang mati. Hal ini
membentuk gambaran: lapisan (1) pecahan halus pada bagian subkondral tulang,
(2) fraktur tangensial linier berdekatan dengan permukaan sendi, dan (3) fraktur
shearing pada permukaan dalam antara tulang yang mati dan hidup.
Perkembangan osteonekrosis awalnya asimptomatik lalu lesi berkembang
seiring dengan waktu. Nyeri merupakan keluhan utama, kadang-kadang pasien
merasakan klik pada sendinya. Selanjutnya sendi menjadi kaku dan mengalami
deformitas. Nyeri tekan lokal bisa dijumpai bila yang terkena bagian tulang yang
superficial.
E. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur hip adalah:
1. Shock dan perdarahan. Pada saat terjadinya cedera atau segera sesudah operasi
2. Komplikasi immobilitas. Terutama pada usia lanjut, antara lain:
a. Pneumonia
b. Thromboplebitis
c. Emboli pulmonal
Rini Astutik, S.Kep
STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
5
3. Penyembuhan terlambat, non-union. Sering pada fraktur intrakapsular sembuh
lebih lambat bila dibanding dengan fraktur ekstra kapsular karena adanya
gangguan suplai darah.
4. Aseptic necrosis kepala femur. Merupakan komplikasi fraktur femur
proksimal an dislokasi traumatik pada hip.
5. Deformitas, malposisi femur, arthritis sekunder. Displasemen fragmen tulang
dapat menyebabkan deformitas, sedangkan trauma menyebabkan arthritis.
6. Masalah post operatif dengan alat-alat fiksasi internal. Fiksasi internal bisa
melemah, patah, atau pindah tempat yang menyebabkan kerusakan jaringan
lunak. Untuk ini perlu pembedahan ulang.
7. Ekstrim eksternal/internal rotasi dan adduksi.
8. Sedangkan komplikasi lain yang dapat terjadi karena immobilisasi dan post
operasi adalah:
a. Atelektasis
b. Infeksi Luka
c. Stasis atau infeksi saluran kemih
d. Kejang pada otot
F. Perawatan Kolaboratif
Perawatan untuk klien fraktur hip tidak berbeda dengan perawatan pada
klien dengan fraktur lainnya. Intervensi prarumahsakit termasuk membelat lengan
yang fraktur, pengkajian sirkulasi dan sensasi, dan mengamati luka yang lainnya.
Karena banyak kehilangan darah masuk ke dalam hip dan pada klien dijumpai
manifestasi hipotensi dan intravena mudah ditegakkan.Bagi klien yang dirawat di
ruangan gawat darurat, perawat dan dokter mengevaluasi kembali sirkulasi dan
sensasi dan mengamati komplikasi. Pengkajian juga meliputi penentuan penyebab
fraktur , infark miokard, serangan iskemik. Kerusakan cerebrovaskular, serangan
tiba-tiba, atau saat hipoglikemi adalah beberapa yang mungkinm menyebabkan
jatuh. Hal ini sangat penting bagi klien yang mengalami luka seperti gegar otak,
atau trauma kepala. Klein ditanya baik pria dan wanita untuk mengingat
kejatuhannya dan bagian tubuh mana yang terbentur. Tahap kedua mengkaji rasa
nyeri pada klien pada beberapa area tubuhnya.
Pengkajian secara umum yang dijumpai berhubungan dengan fraktur hip
adalah penyusutan yang dipengaruhi oleh ektremitas yang lebih rendah dan rotasi
Rini Astutik, S.Kep
STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
6
eksternal. Dislokasi fraktur bagian posterior jarang jika terjadi, ekstremitas
mungkin dilakukan rotasi internal.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan darah lengkap. Dilakukan untuk persiapan pre operasi. Dapat
menunjukkan tingkat kehilangan darah hingga cedera (pemeriksaaan Hb dan
Hct) Nilai leukosit meningkat sesuai respon tubuh terhadap cedera
2. Golongan darah dan cross match. Dilakukan sebagai persiapan transfudi darah
jika kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan
pembedahan.
3. Pemeriksaan kimia darah.Sebagai persiapan pre operatif untuk mengkaji
ketidak seimbangan akibat cedera yang dapat menimbulkan masalah pada saat
intra operasi (misalnya, ketidak seimbangan potassium dapat meningkatkan
iritasi cardiac selama anestesi) BUN creatinin untuk evaluasi fungsi ginjal.
4. Masa pembekuan dan perdarahan (clotting time, bleeding time) sebagai
persiapan pre operasi, biasanya normal jika tak ada gangguan perdarahan.
Pada pasien lanjut usia dapat diberikan terapi antikoagulan segera setelah post
operasi untuk memperkecil terjadinya tromboemboli.
5. Pemeriksaan urine.Sebagai evaluasi awal fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan X-ray dada.Sebagai evaluasi tingkat cedera, persiapan pre
operasi,
atau
mengetahui
kondisi
selama
perawatan
pembedahan,
dll.(misalnya, kardiomegali atau gagal jantung kongestif).
7. EKG sebagai persiapan operasi maupun untuk mengevaluasi apakah terdapat
juga
cedera
pada
jantung
(misalnya
trauma/cedera pada hip.
Rini Astutik, S.Kep
STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
kontusio
cardiac)
disamping
7
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pada orang-orang lanjut usia sering disertai riwayat kesehatan seperti penyakit
jantung, diabetes, hipertensi, yang bisa menyebabkan jatuh.
2. Pola aktivitas dan latihan
a. Ada riwayat jatuh ketika sedang beraktifitas atau kecelakaan lain.
b. Pada fraktur femur pangkal proximal kadang masih dapat berjalan tetapi
tidak dapat menahan beban.
c. Pada fraktur batang femur biasanya tidak kuat berdiri/menahan beban.
d. Ada perubahan bentuk atau pemendekan pada tungkai yang terkena.
3. Pola persepsi kognitif.
a. Biasanya mengeluh nyeri hebat pada lokasi tungkai yang terkena.
b. Mengeluh kesemutan atau baal pada lokasi tungkai yang terkena.
4. Pola nilai kepercayaan.
a. Pada umumnya pasien menyatakan tidak percaya bahwa cederanya berat.
b. Pada pasien lanjut usia dengan tegas menyangkal dan akan segera sembih
bila nyeri dapat diatasi tanpa pembedahan.
B. Asuhan Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan menyeluruh
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Faktor mekanik (misalnya :
alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint)
4. Gagguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kehilangan integritas struktur
tulang
Rini Astutik, S.Kep
STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
8
C. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
Diagnosa Keperawatan/ Masalah
Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Nyeri akut berhubungan dengan:
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan
DS:
- Laporan secara verbal
DO:
- Posisi untuk menahan nyeri
- Tingkah laku berhati-hati
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak
capek, sulit atau gerakan kacau,
menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalanjalan, menemui orang lain dan/atau
aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus
otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan
minum
Intervensi
NOC :
 Pain Level,
 pain control,
 comfort level
Setelah
dilakukan
tinfakan
keperawatan selama …. Pasien tidak
mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
 Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen
nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
 Tidak mengalami gangguan tidur
NIC :
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
 Tingkatkan istirahat
 Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan menyeluruh
Diagnosa Keperawatan/ Masalah
Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intoleransi aktivitas
Berhubungan dengan :

Tirah Baring atau imobilisasi

Kelemahan menyeluruh

Ketidakseimbangan antara suplei
oksigen dengan kebutuhan
Gaya hidup yang dipertahankan.
DS:


Melaporkan secara verbal adanya
kelelahan atau kelemahan.
Adanya dyspneu atau
ketidaknyamanan saat beraktivitas.
DO :


NOC :
 Self Care : ADLs
 Toleransi aktivitas
 Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama …. Pasien bertoleransi terhadap
aktivitas dengan Kriteria Hasil :
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
 Mampu melakukan aktivitas sehari
hari (ADLs) secara mandiri
 Keseimbangan aktivitas dan
istirahat
Respon abnormal dari tekanan
darah atau nadi terhadap aktifitas
Perubahan ECG : aritmia, iskemia
Rini Astutik, S.Kep
STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
Intervensi
NIC :
 Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
aktivitas
 Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
 Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
 Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
secara berlebihan
 Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
(takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
perubahan hemodinamik)
 Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
 Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
 Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
9







sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Faktor mekanik (misalnya :
alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint)
Diagnosa Keperawatan/ Masalah
Kolaborasi
Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan :
Eksternal :
- Hipertermia atau hipotermia
- Substansi kimia
- Kelembaban
- Faktor mekanik (misalnya : alat yang
dapat menimbulkan luka, tekanan,
restraint)
- Immobilitas fisik
- Radiasi
- Usia yang ekstrim
- Kelembaban kulit
- Obat-obatan
Internal :
- Perubahan status metabolik
- Tonjolan tulang
- Defisit imunologi
- Berhubungan dengan dengan
perkembangan
- Perubahan sensasi
- Perubahan status nutrisi (obesitas,
kekurusan)
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor (elastisitas kulit)
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
NOC :
Tissue Integrity : Skin and Mucous
Membranes
Wound Healing : primer dan sekunder
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama….. kerusakan
integritas kulit pasien teratasi dengan
kriteria hasil:
 Integritas kulit yang baik bisa
dipertahankan
(sensasi,
elastisitas, temperatur, hidrasi,
pigmentasi)
 Tidak ada luka/lesi pada kulit
 Perfusi jaringan baik
 Menunjukkan
pemahaman
dalam proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya
sedera berulang
 Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban
kulit dan perawatan alami
 Menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka
NIC : Pressure Management
 Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
longgar
 Hindari kerutan pada tempat tidur
 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
 Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
sekali
 Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
tertekan
 Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
 Monitor status nutrisi pasien
 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
 Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
 Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
 Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
 Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
 Cegah kontaminasi feses dan urin
 Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
 Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
DO:
- Gangguan pada bagian tubuh
- Kerusakan lapisa kulit (dermis)
- Gangguan permukaan kulit
(epidermis)
Rini Astutik, S.Kep
STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
10
4. Gagguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kehilangan integritas struktur
tulang
Diagnosa Keperawatan/ Masalah
Kolaborasi
Gangguan mobilitas fisik
Berhubungan dengan :
- Gangguan metabolisme sel
- Keterlembatan perkembangan
- Pengobatan
- Kurang support lingkungan
- Keterbatasan ketahan kardiovaskuler
- Kehilangan integritas struktur tulang
- Terapi pembatasan gerak
- Kurang pengetahuan tentang
kegunaan pergerakan fisik
- Indeks massa tubuh diatas 75 tahun
percentil sesuai dengan usia
- Kerusakan persepsi sensori
- Tidak nyaman, nyeri
- Kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler
- Intoleransi aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot, kontrol dan
atau masa
- Keengganan untuk memulai gerak
- Gaya hidup yang menetap, tidak
digunakan, deconditioning
- Malnutrisi selektif atau umum
DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan (penurunan untuk
berjalan, kecepatan, kesulitan memulai
langkah pendek)
- Keterbatasan motorik kasar dan halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas pendek atau
tremor
- Ketidak stabilan posisi selama
melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat dan tidak
terkoordinasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
NOC :
 Joint Movement : Active
 Mobility Level
 Self care : ADLs
 Transfer performance
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama….gangguan
mobilitas fisik teratasi dengan kriteria
hasil:
 Klien meningkat dalam aktivitas
fisik
 Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas
 Memverbalisasikan perasaan
dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
 Memperagakan penggunaan
alat Bantu untuk mobilisasi
(walker)
NIC :
Exercise therapy : ambulation

Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat
respon pasien saat latihan

Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan kebutuhan

Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
dan cegah terhadap cedera

Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
teknik ambulasi

Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai kemampuan

Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps.

Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
Rini Astutik, S.Kep
STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
11
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane, 2010, Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Untuk Brunerner
dan Suddart, EGC, Jakarta
Corwin, Alizabeth, 2012, Buku Saku Patifiologi, EGC, Jakarta
Heather, Herdman, 2015, Nanda Internasional Inc, Diagnosis Keperawatan:
definisi & Klasifikasi2015-2017, EGC, Jakarta
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., Iet all. 2006. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Price, Silvia dan Wilson, Lorraine, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, EGC, Jakarta
Rini Astutik, S.Kep
STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2016
Download