LAPORAN KASUS FRAKTUR TROCHANTER FEMUR SINISTRA MINIMAL DISPLACE TERTUTUP NON KOMPLIKATA Oleh : Dibimbing oleh : dr. AB. Mulyanto, Sp,OT KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSPAD GATOT SOEBROTO PERIODE 12 MARET 2019 – 19 MEI 2019 LAPORAN KASUS 1 1. Identitas Pasiten Nama : Tn. SJ No. RM : 0077xx TTL / Umur : 8 Juli 1950 / 67 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Jalan Bebelan Indah Blok C, No 68 RT 9 RW 8, Bekasi Utara Agama : Islam Suku : Jawa Pendidikan terakhir : SMA Tanggal Masuk : 2 April 2018 2. Status Pasien 1. Anamnesis Dilakukan autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 2 April 2018. Keluhan Utama : Nyeri seluruh paha kiri Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri seluruh paha kiri sejak tiga hari yang lalu akibat terjatuh di dalam rumahnya. Nyeri dirasakan seperti tertusuk – tusuk dan semakin berat ketika pasien menggerakan kakinya. Pasien sempat diurut hingga 3x sebelum akhirnya sakit semakin bertambah sehingga pasien tidak tahan dan akhirnya datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto. Nyeri tidak menjalar ke bagian tubuh yang lain dan pasien tidak pingsan saat terjatuh. Tidak ada mual dan muntah, pusing ataupun demam. Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak ada riwayat jatuh sebelumnya. Pasien didiagnosis BPH pada tahun 2008 dan sudah dioperasi pada tahun 2014. Pasien ada selulitis pada tahun 2008 dan dilakukan operasi skin graft. Pasien stroke dan didiagnosis Parkinson pada tahun 2015. Tidak ada riwayat jantung, hipertensi, diabetes melitus ataupun asma. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada. Riwayat Pengobatan: 2 Pasien diberi obat levarson, aldomer, excimer dan prorenal. 2. Pemeriksaan Fisik Primary Survey: Airway: clear, pasien dapat bicara Breathing: RR, 20x/ menit, pergerakan dinding dada simetris saat statis & dinamis Circulation: TD= 115/80 mmHg, HR = 66 x/min, CRT <2” Disability: GCS = 15 (E4 M6 V5), kaki kiri sakit saat digerakkan, VAS = 5 Secondary Survey: Riwayat: A (Allergy) : Tidak ada M (Medications currently used) : excimer, levarson, aldomer P (Past illness) : BPH, Stroke, Parkinson L (Last meal) : ± 2 jam yang lalu E (Event) : anamnesis Pemeriksaan status generalis: 1) Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam 2) Mata : Anemis -/-, Ikterik -/- 3) Hidung : sekret -, perdarahan –, Septum deviasi (-) 4) Mulut : faring hiperemis (-) 5) Leher : KGB tidak teraba 6) Thorax (a) Pulmo : Inspeksi = Bentuk Normal, pernapasan simetris baik statis maupun dinamis. Palpasi = Vokal fremitus +/+ di seluruh lapang paru Perkusi = Sonor di seluruh lapang paru Auskultasi = Vesikuler +/+, Ronki -/-,Wheezing-/- (b) Cor 3 Inspeksi = Iktus kordis (-) terlihat Palpasi = Iktus kordis (+), Auskultasi = BJ I & II regular, murmur (-), gallop (-) Perkusi = Batas kanan jantung : Linea sternalis kanan ICS II Batas atas jantung : Linea sternalis kiri ICS II Batas pinggang jantung : Linea parasternalis ICS III Batas kiri jantung : Linea axilaris anterior ICSIV Batas bawah jantung : Linea midclavicularis ICS V (c) Abdomen Inspeksi = Datar Perkusi = Timpani seluruh lapang abdomen Palpasi = Supel, NT (-), defans (-) Auskultasi = BU (+) normal 7) Genitalia = tidak ada kelainan 8) Extremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik Status Lokalis Regio Femur Anterior Sinistra Look : tampak selulitis dari bawah patella sampai ujung jari kaki, terdapat bekas operasi skin graft pada sisi lateral paha, deformitas (-). Feel : nyeri tekan setempat (+), sensibilitas (+), suhu raba hangat (+), arteri dorsalis pedis teraba (+). Move : ROM (range of motion) pada gerakan aktif & pasif terbatas karena nyeri. Fleksi (-), abduksi (-), adduksi (-), internal rotasi (-), external rotasi (-) 3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Klinik Analisa gas darah : PH : 7,62 (07,37-7,45), PCO2 : 42,5 mmHg (33-44 mmHg), PO2 : 88,7 mmHg (71 -104 mmHg), HCO3 : 30,7 mmol/L (20-29 mmol/L), BE : 6,9 (-2) – 3 mmol/L, SaO2 : 96,2 (94-98 %). Foto regio pelvis 4 - Tampak fraktur impaksi trochanter femur kiri, caput femur kiri, masih berada di fossa acetabulum kiri - Densitas tulang menurun - Tampak penyempitan celah diskus intervertebralis L4-5 dan L5-S1 dengan sklerotik end plate vertebra tervisualisasi - Jaringan lunak sekitar pelvis terlihat baik Kesan : - Fraktur trochanter femur kiri minimal displace, caput femur kiri masih di fossa acetabulum kiri Foto Klinis : 4. Resume Laki-laki umur 67 tahun datang dengan keluhan nyeri pada paha kiri setelah jatuh dirumahnya sendiri. Pasien tidak pingsan (-), mual muntah (-),pusing (-). Paha kiri terasa sakit jika digerakkan dan sudah diurut sebanyak 3x SMRS. Primary survey tidak didapatkan kelainan. Secondary survey regio Femur inistra tampak selulitis dari bawah patella sampai ujung jari kaki, terdapat bekas operasi skin graft 5 pada sisi lateral paha, deformitas (-). Pada perabaan terdapat nyeri tekan setempat (+), sensibilitas (+), suhu raba hangat (+), arteri dorsalis pedis teraba (+). Pergerakan (ROM) pada gerakan aktif & pasif terbatas karena nyeri. Fleksi (-), abduksi (-), adduksi (-), internal rotasi (-), external rotasi (-). Dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium klinik, PH darah dan bikarbonat meningkat. Pemeriksaan foto thorax posisi A P tidak didapatkan adanya kelainan sedangkan foto regio pelvis Fraktur impaksi kolumna femur kiri, caput femur kiri masih berada di fossa acetabulum kiri 5. Diagnosis Fraktur trochanter femur sinistra minimal displace tertutup non komplikata. 6. Terapi Terapi : Non medikamentosa: - Skin traksi Medikamentosa : - Inj ketorolac 30 mg/8 jam IV - Inj Ranitidin 50 mg/12 jam IV - Infus Ringer laktat 20 tetes/menit 3. Prognosis 1. Quo ad Vitam : Bonam 2. Quo ad Fungsionam : Bonam 3. Quo ad Sanationam : Bonam Tinjauan Pustaka 6 1. Anatomi Ekstremitas Bawah Anatomi ekstremitas bawah terdiri atas : 1.1 Pelvis Pelvis terdiri dari sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang pipih. Tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium, pubis dan ischium. Ilium terletak di bagian superior dan membentuk artikulasi dengan vertebra sakrum, ischium terletak di bagian inferior-posterior, dan pubis terletak di bagian inferior-anterior-medial. Bagian ujung ilium disebut sebagai puncak iliac (iliac crest). Pertemuan antara pubis dari pinggul kiri dan pinggul kanan disebut simfisis pubis. Terdapat suatu cekungan di bagian pertemuan ilium-ischiumpubis disebut acetabulum, fungsinya adalah untuk artikulasi dengan tulang femur.1,2 Gambar 1. Regio pelvis 1.2 Femur Pada bagian proksimal berartikulasi dengan pelvis dan dibagian distal berartikulasi dengan tibia melalui condilus. Di daerah proksimal terdapat prosesus yang disebut trochanter mayor dan trochanter minor, yang dihubungkan oleh garis intertrochanteric. Di bagian distal anterior terdapat condilus lateral dan condilus medial untuk artikulasi dengan tibia, serta permukaan untuk tulang patella. Di bagian distal posterior terdapat fossa intercondylaris.1 7 Gambar 2. Femur 1.3 Tibia Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial dibanding dengan fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condilus medial dan lateral di mana keduanya merupakan facies untuk artikulasi dengan condilus femur. Terdapat juga facies untuk berartikulasi dengan kepala fibula di sisi lateral. Selain itu, tibia memiliki tuberositas untuk perlekatan ligamen. Di daerah distal tibia membentuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal dan malleolus medial. 1.4 Fibula Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding dengan tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan di bagian distal, fibula membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal.1-4 Gambar 3. Fibula dan Tibia 1.5 Tarsal 8 Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan fibula dan di proksimal dan dengan metatarsal di distal. Terdapat 7 tulang tarsal, yaitu calcaneus (berperan sebagai tulang penyanggah berdiri), talus, cuboid, navicular, dan cuneiform (1, 2, 3). 1,5 1.6 Metatarsal Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di proksimal dan dengan tulang phalangs di distal. Khusus di tulang metatarsal 1 (ibu jari) terdapat 2 tulang sesamoid.6,7 1.7 Phalangs Phalangs merupakan tulang jari-jari kaki.Terdapat 2 tulang phalangs di ibu jari dan 3 phalangs di masing-masing jari sisanya. Karena tidak ada sendi pelana di ibu jari kaki, menyebabkan jari tersebut tidak sefleksibel ibu jari tangan.1 Gambar 4. Tarsal, metatarsal dan phalanges Fraktur Femur 2.1. Definisi Fraktur Femur Fraktur femur adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.2,3 2.2 Klasifikasi Fraktur Femur 9 Fraktur femur dapat dibagi lima jenis berdasarkan letak garis fraktur seperti dibawah ini: a. Fraktur Intertrokhanter Femur Merupakan patah tulang yang bersifat ekstra kapsuler dari femur, sering terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur ini memiliki risiko nekrotik avaskuler yang rendah sehingga prognosanya baik. Penatalaksanaannya sebaiknya dengan reduksi terbuka dan pemasangan fiksasi internal. Intervensi konservatif hanya dilakukan pada penderita yang sangat tua dan tidak dapat dilakukan dengan anestesi general. b. Fraktur Subtrokhanter Femur Garis fraktur berada 5 cm distal dari trokhanter minor, diklasifikasikan menurut Fielding & Magliato sebagai berikut: 1) Tipe 1 adalah garis fraktur satu level dengan trokhanter minor; 2) Tipe 2 adalah garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas trokhanter minor; 3) Tipe 3 adalah 2-3 inci dari batas atas trokhanter minor. Penatalaksanaannya dengan cara reduksi terbuka dengan fiksasi internal dan tertutup dengan pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu kemudian dilanjutkan dengan hip gips selam tujuh minggu yang merupakan alternatif pada pasien dengan usia muda. c. Fraktur Batang Femur Fraktur batang femur biasanya disebabkan oleh trauma langsung, secara klinis dibagi menjadi: 1) fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak, risiko infeksi dan perdarahan dengan penatalaksanaan berupa debridement, terapi antibiotika serta fiksasi internal maupun ekternal; 2) Fraktur tertutup dengan penatalaksanaan konservatif berupa pemasangan skin traksi serta operatif dengan pemasangan plate-screw. d. Fraktur Suprakondiler Femur Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya aksial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi. Penatalaksanaan berupa pemasanga traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, cast-bracing dan spika pinggul serta operatif pada kasus yang gagal konservatif dan fraktur terbuka dengan pemasangan nail-phroc dare screw. e. Fraktur Kondiler Femur 10 Mekanisme trauma fraktur ini biasanya merupakan kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai denga tekanan pada sumbu femur ke atas. Penatalaksanaannya berupa pemasangan traksi tulang selama 4-6 minggu dan kemudian dilanjutkan dengan penggunaan gips minispika sampai union sedangkan reduksi terbuka sebagai alternatif apabila konservatif gagal.8 3. Proses Penyembuhan Fraktur Fraktur akan menyatu baik dibebat atau tidak, tanpa suatu mekanisme alami untuk menyatu. Namun tidak benar bila dianggap bahwa penyatuan akan terjadi jika suatu fraktur dibiarkan tetap bergerak bebas. Sebagian besar fraktur dibebat, tidak untuk memastikan penyatuan, tetapi untuk meringankan nyeri, memastikan bahwa penyatuan terjadi pada posisi yang baik dan untuk melakukan gerakan lebih awal dan mengembalikan fungsi. Proses penyembuhan fraktur beragam sesuai dengan jenis tulang yang terkena dan jumlah gerakan di tempat fraktur. Penyembuhan dimulai dengan lima tahap, yaitu sebagai berikut: Fraktur tertutup dengan penatalaksanaan konservatif berupa pemasangan skin traksi serta operatif dengan pemasangan plate-screw.3 a. Tahap kerusakan jaringan dan pembentukan hematom (1-3 hari) Pada tahap ini dimulai dengan robeknya pembuluh darah dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan darah, akan mati sepanjang satu atau dua milimeter. Hematom ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler sehingga hematom berubah menjadi jaringan fibrosis dengan kapiler di dalamnya.9 b. Tahap radang dan proliferasi seluler (3 hari–2 minggu) Setelah pembentukan hematoma terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam saluran medula yang tertembus. Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan sel yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke dalam daerah tersebut.4 c. Tahap pembentukan kalus (2-6 minggu) 11 Sel yang berkembangbiak memiliki potensi kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan dalam beberapa keadaan, juga kartilago. Populasi sel juga mencakup osteoklas yang mulai membersihkan tulang yang mati. Massa sel yang tebal, dengan pulau-pulau tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada permukaan periosteal dan endosteal. Sementara tulang fibrosa yang imatur menjadi lebih padat, gerakan pada tempat fraktur semakin berkurang pada empat minggu setelah fraktur menyatu.3,4 d. Osifikasi (3 minggu-6 bulan) Kalus (woven bone) akan membentuk kalus primer dan secara perlahan–lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap. Pembentukan kalus dimulai dalam 2-3 minggu setelah patah tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu.3,5 e. Konsolidasi (6-8 bulan) Bila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, fibrosa yang imatur berubah menjadi tulang lamellar. Sistem itu sekarang cukup kaku untuk memungkinkan osteoklas menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan dekat di belakangnya osteoblas mengisi celah-celah yang tersisa antara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang normal.4 f. Remodeling (6-12 bulan) Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan pembentukan tulang akan memperoleh bentuk yang mirip bentuk normalnya.10 4. Komplikasi Fraktur 12 Initial Complication : - Perdarahan dan Syok Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis. - Emboli lemak Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya yang sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia. Early Complication : - Sindrom kompartemen (Volkmann’s Ischemia) Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas. Late Complication : 13 - Nekrosis avaskular tulang Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os. Lunatum, dan os. Talus. - Atrofi otot Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot.6,7 5. - Delayed union ( penyembuhan fraktur yang lebih lama dari yang seharusnya) - Malunion ( penyembuhan fraktur yang tidak sesuai ) - Non union - Osteomyelitis - Gangren Penatalaksanaan Fraktur Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur 1. First, do no harm Yakni dengan mencegah terjadinya komplikasi iatrogenik. Hal ini bisa dilakukan dengan pertolongan pertama yang hati-hati, transportasi pasien ke rumah sakit yang baik, dan mencegah terjadinya infeksi dan kerusakan jaringan yang lebih parah. 2. Tatalaksana dasar berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat Keputusan pertama adalah menentukan apakah fraktur tersebut membutuhkan reduksi dan bila iya maka tentukan tipe reduksi terbaik apakah terbuka atau tertutup. Kemudian keputusan kedua yakni mengenai tipe imobilisasi, apakah eksternal atau internal. 14 3. Pemilihan tatalaksana dengan tujuan yang spesifik Tujuan spesifik dalam tatalaksana fraktur yaitu : Untuk mengurangi rasa nyeri Dikarenakan tulang bersifat relatif tidak sensitif, rasa nyeri pada fraktur berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak termasuk periosteum dan endosteum. Rasa nyeri ini dapat diperberat dengan pergerakan fragmen fraktur yang berhubungan dengan spasme otot dan pembengkakan yang progresif. Rasa nyeri pada fraktur dapat berkurang dengan imobilisasi dan menghindari pembalutan yang terlalu ketat. Beberapa hari pertama setelah terjadinya fraktur dapat diberikan analgesik untuk mengurangi nyeri. Untuk memelihara posisi yang baik dari fragmen fraktur Reduksi fraktur untuk mendapatkan posisi yang baik, yakni diindikasikan hanya untuk memperbaiki fungsi dan mencegah terjadinya artritis degeneratif. Pemeliharan posisi fragmen fraktur biasanya membutuhkan beberapa derajat imobilisasi, dengan beberapa metode, termasuk fiksasi skeletal eksterna, dan fiksasi skeletal interna, berdasarkan derajat dari kestabilan atau ketidakstabilan reduksi. Untuk mengusahakan terjadinya penyatuan tulang (union) Pada kebanyakan fraktur, proses penyatuan tulang merupakan proses penyembuhan yang terjadi secara alami. Namun pada beberapa kasus, misalnya dengan robekan periosteum berat dan jaringan lunak atau dengan nekrosis avaskular pada satu atau dua fragmen, proses penyatuan tulang harus dengan autogenous bone grafts, pada tahap penyembuhan awal atau lanjut. Untuk mengembalikan fungsi secara optimal Saat periode imobilisasi dalam penyembuhan fraktur, diuse atrophy pada otot regional harus dicegah dengan latihan aktif statik (isometrik) pada otot tersebut dengan mengkontrol imobilisasi sendi dan latihan aktif dinamik (isotonik) pada seluruh otot lainnya di tubuh. Setelah periode imobilisasi, latihan aktif sebaiknya tetap dilanjutkan. 4. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan Dalam memilih pengobatan harus dipertimbangkan pengobatan yang realistik dan praktis. 15 5. Seleksi pengobatan sesuai dengan pasien secara individual Setiap fraktur memerlukan penilaian pengobatan yang sesuai, yaitu dengan mempertimbangkan faktor umur, jenis fraktur, komplikasi yang terjadi, dan perlu pula dipertimbangkan keadaan ekonomi pasien secara individual.6 Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip pengobatan: Reduksi Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmenfragmen fraktur pada posisi anatomik normalnya. Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan. 1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar. 2. Traksi, dapat digumnakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. 3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. 16 Imobilisasi Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan. Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat “eksternal” bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll) Rehabilitasi Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit. Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler (misalnya; pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan), mengontrol ansietas dan nyeri (mis; meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaran nyeri, termasuk analgetika), latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik. Daftar Pustaka 1. DJ Wim. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta: EGC. 17 2. Rasjad C. Trauma. Dalam: Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue; 2012. h.343-536. 3. Patel M. Open tibia fractures [online]. 2015 Mar 30 [cited 2018 April 6]; Available from:URL:http://www.emedicine.com/ortho/TOPIC392.HTM 4. Snell, Richard S. Neuro anatomi klinik. Jakarta: EGC; 2010. 5. Simbardjo S. Fraktur femur. Dalam: kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Bagian Bedah FKUI; 2013. 6. Bringker MD. Review orthopaedics and trauma. Philadelphia: Houston Texas; 2015. 7. Mansjoer, A dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius 8. Purwadianto, Agus, dkk. 2013. Kedaruratan Medik. Jakarta Barat. Binarupa Aksara. 9. Thomas, Mark A. 2016. Terapi dan rehabilitasi Fraktur. Jakarta. EGC. 10. King, Maurice, dkk. 2015. Bedah Primer Trauma. Jakarta. EGC. 18